Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Dwina Agustin
1110013000011
i
ABSTRACT
This study aims to describe the social dan polilitical exile in France in the
novel Pulang by Leila S. Chudori and its implications in the lessons literature in high
school. The method used in this research is descriptive qualitative approach between
disciplines, which is Literature and Sociology. Analysis of novel Pulang this can
meet standard competence and basic competence in learning literature that is to
reding a piece novel with a describe intrinsic dan extrinsic substance. Through this
learning students are expected to tolerance, appreciative, responsibility, and
sensitivnes to social in environment. Based on analysis has been done, these result
showed the social dan polilitical exile can influence they interaction to individual and
groups. Social condition witch is show economic, family disorganization, and sosial
values. In the another, political conditionas witch is showen is power and
nasionalism.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin segala puji bagi Allah atas segala yang ada di
semesta jagad raya dan telah memberi limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah
limpahkan untuk Nabi besar Muhammad saw, keluarga, para sahabat, dan umatnya.
1. Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah.
2. Hindun, M.Pd., ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN
Syarif Hidayatullah.
3. Dona Aji Karunia, MA., sekertaris jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia UIN Syarif Hidayatullah.
4. Ahmad Bahtiar, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar
membimbing dan membantu penulis untuk segera merampungkan penelitian
ini.
5. Dosen-dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
membagi ilmunya selama masa perkuliahan.
6. H. Setiawan dan Hj. Sulasmi, kedua orang tua yang sangat luar biasa karena
selalu memberikan kebebasan kepada penulis untuk melakukan apapun.
Kalian mengajarkan tanggung jawab yang akan selalu penulis genggam.
iii
Kakak satu-satunya, Jayadi Setiawan, S. Kom, yang selalu menjadi
penyeimbang keberadaan penulis dalam keluarga.
7. Leila S. Chudori yang telah berkenan meluangkan waktu untuk di wawancarai
penulis, untuk memberikan informasi sebagai data penunjang penelitian ini.
8. Nurul Fatihah, S.Pd., (saudara, sahabat, serta pesaing) yang dari jauh selalu
menemani penulis merampungkan masa studi dengan nyaman dan damai.
9. Teman-teman PBSI angkatan 2010, khususnya kelas B yang senantiasa
menemani tidak hanya selama perkuliahan tapi diwaktu-waktu senggang
lainnya.
10. Anak-anak PKK (Penggiat Kumpul Kosan), Ade Fauziah, Tazka Adiati,
Nurul Inayah, Mawaddah, Humairoh, Aulia Herdiana P, Fitri Khoiriani, Ade
Ruafaida, Yunia Ria Rahayu, Mabruroh, Aisyatul Fitriah, dan anggota lain
yang ikut meramaikan. Kalian semua hebat.
11. Guru-guru TK Tunas Karya, SD Purwawinaya, MTs. AI Mertapada, MAAI
Mertapada, serta guru-guru kehidupan. Tanpa kalian, penulis tidak akan
pernah sampai di tahap ini.
Terima kasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kalian semua.
Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
menjadikan penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis agar penelitian
ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………..…………………...i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………v
BAB I PENDAHULUAN………………………………….………………………...1
v
b. Alur……………………………………………………….. ............... 20
c. Tokoh……………………………………………………….. ............ 22
d. Latar……………………………………………………….. .............. 24
e. Sudut Pandang……………………………………………………….25
f. Gaya Bahasa……………………………………………………….. .. 26
2. Ekstrinsik……………………………………………………….. ............ 27
G. Pembelajaran Sastra di Sekolah……………………………………………...28
H. Penelitian Relevan……………………………………………………….. ..... 30
vi
2. Nasionalisme………………………………………………………..……80
D. Implikasi di Sekolah…………………………………………………..…….. 82
BAB V PENUTUP…………………………………………………………….……89
A. Simpulan……………………………………………………………………..89
B. Saran…………………………………………………………………………90
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….91
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1
Amin Mudzakir, “Eksil Indonesia dan Nasionalisme Kita” makalah disampaikan dalam
seminar PSDR-LIPI pada Selasa, 3 Desember 2013 di LIPI, Jakarta, h.2
2
Ibid, h.3
3
Bahkan eksil di Prancis membuka usaha rumah makan Indonesia yang sudah
terkenal di kalangan pejabat Prancis waktu itu.
Kisah eksil yang merantau di Prancis menjadi bahan yang diambil
Leila S. Chudori untuk mengembangkan kisah yang ia tulis dalam Pulang,
diterbitkan pada tahun 2012. Secara singkat Pulang digambarkan dalam
sampul belakangnya adalah sebuah drama keluarga, persahabatan, cinta, dan
pengkhianatan berlatar tiga peristiwa sejarah: Indonesia 30 September 1965,
Prancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998. Latar Prancis yang disampaikan
mulai dari tahun 1965 melalui sudut pandang seorang perantau yang terbuang
dari negaranya dan memberikan gambaran perjuangan hidup untuk bertahan
serta berjuang.
Cerita ini bermula dengan penangkapan Hananto Prawiro oleh
“sepupu dari Jawa Tengah” atau aparat di Jakarta April 1968 yang sudah lama
menjadi buronan karena meletusnya Gerakan 30 September 1966. Kemudian
cerita meloncat ke Paris pada Mei 1968 yang mengisahkan tentang peristiwa
kerusuhan mahasiswa dan buruh Prancis melawan pemerintahan De Gaulle
yang membuat Dimas Suryo bertemu dengan Vivienne Deveraux seorang
mahasiswa Sorbonne. Cerita terus berputar antara masa lalu yang terjadi tahun
antara 1966 di Indonesia dan kisah yang berjalan pada masa waktu cerita
berjalan di Prancis dan Indonesia. Dalam cerita akan bermunculan tokoh-
tokoh yang menguatkan untuk menjadi saksi mata dalam kejadian-kejadian di
Indonesia dan Prancis. Seperti surat-surat dari Surti Anandari seorang kekasih
Dimas Suryo di masa lalu, surat dari Kenanga Prawiro, anak sulung Surti
yang ikut diboyong Surti untuk memenuhi panggilan intrograsi aparat di Jalan
Budi Kemuliaan, dan surat-surat dari Aji Suryo yaitu adik dari Dimas Suryo.
Surat-surat yang dicantumkan seperti bukti sejarah yang kuat dalam novel
Pulang. Cerita mengalir pada tahun 1998 di Indonesia oleh putri Dimas Suryo,
yaitu Lintang Utara. Lintang Utara yang mendapatkan tugas dari dosen
pembimbingnya untuk meliput peristiwa tahun 1966 dari berbagai pihak
4
3
Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Sastra: Pengantar Ringkas, (Jakarta: editum, 2013) h. 8
6
3. Kondisi sosial dan politik eksil di Prancis dalam novel Pulang karya Leila
S. Chudori belum adanya implikasi terhadap kajian pada pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.
C. Batasan Masalah
Penelitian sastra tidak harus mengkaji segala aspek yang terdapat pada
karya sastra. Kajian sastra bisa dibatasi dari segi struktur, diksi, atau
pendekatan ilmu indisipliner yang berkaitan dengan kajian karya sastra. Agar
permasalahan yang diteliti tidak meluas pada aspek lainnya, penelitian ini
hanya membahas kondisi sosial dan politik eksil di Prancis dalam novel
Pulang karya Leila S. Chudori dan implikasi pembelajaran sastra di SMA.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dipaparkan
sebelumnya, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi sosial dan politik eksil di Prancis pada novel Pulang
karya Leila S. Chudori?
2. Bagaimana implikasi kondisi sosial dan politik eksil di Prancis pada novel
Pulang karya Leila S. Chudori terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di SMA?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, diharapkan:
1. Mendeskripsikan kondisi sosial dan politik eksil di Prancis pada novel
Pulang karya Leila S. Chudori dengan tinjauan sosiologi sastra.
2. Mendeskripsikan penerapan kajian kondisi sosial dan politik eksil di
Prancis pada novel Pulang karya Leila S. Chudori terhadap implikasi
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.
7
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan menganai studi Sastra Indonesia khususnya
dalam memahami sejarah dari sisi yang berbeda. Penelitian ini juga
diharapkan mampu memberikan sumbangan dalam teori sosiologi sastra
dalam mengungkapkan novel Pulang Karya Leila S. Chudori.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca
untuk memahami isi cerita novel Pulang karya Leila S. Chudori terutama
mengguraikan cara pandanng pengarang yang direpresentasikan dalam
karyanya, dengan pemanfaatan lintas disiplin ilmu sosisologi dan sastra.
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif,
yaitu penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnogarfi, interaksionis
simbolik, prespektif ke dalam, etnometodologi, the Chicago School,
fenomenologis, studi kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif. 4 Menurut
Strauss dan Corbin, penelitian kualitatif merupakan penelitian yang temuan-
temuannya tidak diperoleh prosedur statistik atau bentuk hitung lainnya. Para
peneliti yang menggunakan pendekatan ini harus mampu menginterpretasikan
segala fenomena dan tujuan melalui sebuah penjelasan. Pendekatan kualitatif
adalah pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan
prespektif individual yang diteliti. Tujuan pokoknya adalah menggambarkan,
mempelajari, dan menjelaskan fenomena itu. Penelitian kualitatif menjadikan
peneliti sendiri menjadi instrumen penelitian, sehingga penelitian kualitatif
diolah secara fleksibel.
4
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosada Karya,
1999) h. 2
8
KAJIAN TEORI
A. Sosiologi Sastra
Swingewood mendefinisikan sosiologi merupakan studi yang ilmiah
dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-
lembaga dan proses-proses sosial. 1 Dilihat dari pernyataan Swingewood
tersebut ada perbedaan mendasar sosiologi dengan dunia sastra, sebab
sosiologi bersifat objektif dan ilmiah, sedangkan sastra lebih berdasar pada
perasaan. Walau memiliki perbedaan yang mendasar, ranah kajian sosiologi
memiliki kesamaan pula dengan dunia sastra, karena karya sastra tidak
tercipta dengan sendirinya, namun ada sastrawan yang merupakan anggota
dari suatu masyarakat, juga karya sastrawan yang terpengaruh oleh
lingkungan sosial sekitar. Seperti yang diungkapkan Wolff, bahwa sosiologi
kesenian dan kesuasastraan merupakan suatu disiplin tanpa bentuk, tidak
terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi empiris dan berbagai
percobaan pada teori yang lebih general, yang masing-masing hanya
mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan
hubungan antara seni/kesuasastraan dan masyarakat. 2 Sosiologi dan sastra
dapat dilihat dari hubunga antar manusia dan masyarakat, baik dari segi
interaksi, hubungan, komunikasi, dan komponen-komponen sosial yang
lainnya. Sehingga sastra tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat, karena
pengaruh dari masyarakat menjadi poin penting penciptaan karya sastra.
Dilihat dari penjabaran sebelumnya, bahwa sastra dan sosiologi saling
melangkapi, walau kenyataannya selama ini cenderung untuk dipisahkan.
Maka dapat diambil simpulan bahwa sosiologi sastra merupakan pendekatan
1
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) h. 1
2
Ibid., h. 4
10
11
3
Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Sastra: Pengantar Ringkas , (Jakarta: editum, 2013) h. 2
4
Rene Wellek dan Austin Warren, Op.cit., h. 111
12
5
Ng. Philipus dan Nuril Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2009) h. 2
6
Ibid., h.65
7
Kenneth J. Neubeck and Davita Silfen Glasberg, Sosiology: Diversity, Conflict, and Change,
(New York: McGraw-Hill, 2005) h. 67
8
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: PT
ERESCO, 1995) h. 186
9
Judson R. Landis, Sociology: Concepts and Characteristics, (California: Wadworth
Publishing Company, 1971) h. 192
13
10
Abdul Syani, Sosiologi: Skematika, Teori, dan Penerapan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012) h. 31
14
a. Kekuasaan
Pengertian Kekuasaan yang paling umum menurut Roderick
Martin mengacu pada suatu jenis pengaruh yang dimafaatkan oleh si
objek, individu, atau kelompok terhadap yang lainnya. 12 Kekuasaan
bergaris besar dengan pengaruh, pemaksaan, dan otoritas. Pengaruh
yang dimiliki individu atau kelompok dalam suatu tempat dapat
digunakan untuk membujuk yang lain untuk melakukan atau
mempercayai sesuatu, bila dengan membujuk tidak bisa dilakukan,
11
M. Munandar Soelaeman, Op. cit, h. 207
12
Ibid., h. 135
15
13
Abdulsyani, Op. cit., h. 141
14
Amir Mudzakkir, “Eksil Indonesia dan Nasionalisme Kita”, makalah disampaikan dalam
seminar PSDR-LIPI pada Selasa, 3 Desember 2013 di LIPI, Jakarta, h. 4
16
panjang dan biasanya karena terpaksa dari tempat tinggal ataupun negeri
sendiri. Kedua, pembuangan secara resmi (oleh negara) dari negeri sendiri,
dan pengertian ketiga adalah seseorang yang dibuang ataupun hidup di luar
tempat tinggal ataupun negerinya sendiri (perantau, ekspatriat). Istilah exile
itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu exsilium (pembuangan) dan exsul
(seseorang yang dibuang). Dari ketiga pengertian istilah eksil di atas kita bisa
melihat bahwa faktor dislokasi geografis dari tempat kelahiran ke
sebuah tempat asing merupakan faktor utama yang menciptakan kondisi
yang disebut sebagai eksil itu. Dislokasi geografis itu sendiri bisa
terjadi karena disebabkan oleh negara secara resmi ataupun karena pilihan
pribadi. Pada kasus pertama, para pelarian politik segera muncul dalam
pikiran kita sebagai representasi dari mereka yang diusir dari negeri kelahiran
sendiri oleh pemerintahan yang sedang berkuasa, sementara pada kasus kedua
kita segera teringat pada para pengungsi, para transmigran, dan para perantau
yang mencari hidup baru di luar tempat kelahiran mereka.15 Pada peristiwa di
Indonesia tahun 1965, munculan istilah eksil untuk para warga negara
Indonesia yang tertahan karena memiliki hubungan atau sebagai tertuduh
peristiwa Gerakaan 30 September (G30S), dan dari pengertian eksil
sebelumnya, konsep eksil yang disuguhkan untuk mewakili para eksil yang
tersangkut peristiwa G30S adalah konsep geografis dari tempat kelahiran ke
tempat baru baik karena keinginan pribadi atau perintah resmi pemerintahan
atau istilah lainnya yaitu pembuangan.
D. Pengertian Novel
Menurut Abrams novel berasal dari bahasa Italia novella yang
memiliki arti “sebuah barang baru yang kecil”, kemudian diartikan
sebagai ”cerita pendek dalam bentuk prosa”. Namun, pada masa sekarang
penggunaan istilah novel di Indonesia sama dengan penggunaan istilah
15
Saut Situmorang, “Sastra Eksil Sastra Rantau”, diunduh tanggal 28 Oktober 2014,
http://sastra-pembebasan.10929.n7.nabble.com/
17
novelet yang merujuk pada sebuah karya prosa yang cukup panjang dan tidak
terlalu pendek. 16 Pembauran istilah novel dan novelet masih dipertanyakan.
Namun, dilihat tidak adanya batasan pasti untuk sebuah karya disebut novel,
maka istilah tersebut novelet dan novel bisa dikatakan sama saja.
Novel dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang-orang di sekitarnya dengan menonjolkan watak dan
sifat setiap pelaku. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu.
Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Penggunaan unsur-
unsur instrinsik masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahsa, nilai,
tokoh dan penokohan. Dengan catatan, yang ditekankan aspek tertentu dari
unsur instrinsik tersebut. 17 Karena unsur intrinsik merupakan unsur yang
membangun novel dari dalam karya tersebut, tidak ada perbedaan antara novel
maupun roman.
Pengertian novel dari berbagai tokoh sebelumnya menitikberatkan
bahwa novel adalah sebuah karya sastra yang memiliki unsur-unsur dalam
mendukung jalan cerita sehingga terjadi alur yang berawal dari awalan hingga
leraian atau penyelesaian dan tidak terlepas dari unsur-unsur luar yang
mendukung terciptanya karya tersebut. Seperti unsur sosial, politik, ekonomi,
dan unsur-unsur yang berkaitan dengan realita kehidupan. Istilah tersebut
dikenal dengan unsur ekstrinsik.
E. Jenis-jenis Novel
Penggolongan novel dalam dunia penerbitan buku sulit dilakukan,
karena beberapa hal yang bersifat subjektif sehingga pemisahan jenis novel
menjadi kabur, seperti kebiasaan penerbitan dalam mengelurkan buku, atau
kebiasaan seorang penulis dalam mengeluarkan karyanya. Berdasarkan teori
16
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Perss,
2013) h. 11
17
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008) h.141
18
18
Faruk, Op. cit., h. 90
19
dialami. 19 Bila sebuah novel hanya menjadi bahan bacaan yang menghibur
dan memuasakan kesamaan realita yang terjadi, tanpa membangkitkan
imajinasi, bisa diaktakan novel tersebut adalah novel populer.
Pembatasan novel serius dan novel populer masih memiliki kekaburan
dan pembantasan yang tipis, salah satu penyebabnya adalah steriotip pembaca
terhadap pengarang. Bila ada pengarang yang dikenal melahirkan karya yang
selalu serius, maka pembaca akan langsung menilai karya yang dilahirkan
akan serius, padahal belum tentu semua karya yang dibuat memiliki karakter
novel serius, begitu pula sebaliknya dengan novel populer. Bila pembaca atau
masyarakat mengenal suatu penerbit sering mencetak novel-novel populer,
walau novel itu memiliki karakter novel serius, pembaca akan tetap
mengkatagorikan sebagai novel populer.
F. Unsur Pembangun Karya Sastra
Karya sastra merupakan sebuah hasil karya pengarang yang diwakili
dalam bentuk kata-kata dan rangkaian cerita yang saling membangun. Unsur
pembangun karya sastra, khususnya novel terdiri dari unsur intrinsik dan
unsur ekstrinsik.
1. Intrinsik
Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang
menyebabkan suatu teks hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang
secara faktual akan dijumpai orang membaca karya sastra. Unsur yang
terkandung dalam instrinsik menjadi bahan kajian kritik sastra seperti
tema, alur, tokoh, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa.
a. Tema
Tema merupakan aspek yang sejajar dengan „makna‟ dalam
pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman
19
Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) h. 6
20
20
begitu diingat. Ada banyak kisah berhubungan dengan
pengalaman yang dirasakan manusia, mulai dari cinta hingga
penderitaan. Aminuddin berpendapat tema adalah ide yang
mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak
pengarang saat memaparkan karya rekaan yang diciptakannya.
Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan
21
pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya. Hartoko &
Rahmanto mengemukakan bahwa tema merupakan gagasan dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra dan terkandung di
dalam teks sebagai struktur sistematis dan menyangkut persamaan
juga perbedaan.22 Di pihak lain, Nurgiyantoro menyimpulkan tema
sebagai gagasan (makna) dasar umum yang menompang sebuah
karya sastra sebagai struktur sematis dan bersifat abstrak secara
berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya
dilakukan secara implisit.23 Dari beberapa pendapat ahli, diketahui
bahwa tema merupakan makna pokok pembicaraan sebuah cerita,
kemunculannya akan lebih sering terlihat karena masalah-masalah
yang ada pada cerita akan menuju kepada makna tersebut.
b. Alur
Stanton menjelaskan bahwa alur atau plot (istilah yang
digunakan Nurgiyantoro) merupakan cerita yang berisi urutan
kejadian, namun kejadian dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa
yang lain. 24 Pendapat Stanton sebelumnya sudah dikemukakan
oleh Forster yang mengartikan alur sebagai peristiwa-peristiwa
20
Robert Stanton, Op.cit., h. 36
21
Wahyudi Siswanto, Op.cit, h. 161
22
Burhan Nurgiyantoro, Op.cit, h.115
23
Ibid.
24
Ibid., h. 167
21
25
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 161
22
26
Ibid., h. 159-160
23
27
Melani Budianta dkk, Membaca Sastra: Pengentar Memahami Sastra untuk Perguruan
Tinggi, (Indonesia Tera: Magelang, 2006) h. 86
28
Wahyudi Siswanto, Op.cit, h. 104
29
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2005) h. 2
24
d. Latar
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan
susana terjadinya lakuan pada karya sastra. Deskripsi latar dapat
bersifat fisik, realistis, dokumenter, dapat pula berupa deskipsi
perasaan.30 Wellek & Warren mengemukakan bahwa latar adalah
lingkungan yang dapat berfungsi sebagai metonimia, metafora,
atau ekspresi tokohnya. Abrams mengemukakan latar cerita adalah
tempat umum (general locale), waktu kesejarahan (historical time),
dan kebiasaan masyarakat (social circumatances) pada setiap
episode atau bagian-bagian tempat.31 Latar merupakan lingkungan
yang menjelaskan segala keterangan, mencakup tempat, waktu,
dan suasana.
Leo Hamalida dan Frederick R. Karell menjelaskan bahwa
latar cerita karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu,
peristiwa, suasana serta benda-benda di lingkungan tertentu, tetapi
juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan
pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam
menanggapi suatu problem tertentu. Pendapat Leo & Frederick
sepaham dengan pendapat Abrams yang menyebutkan bahwa latar
sebagai landasan tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,
hubungan sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
32
peristiwa-peristiwa diceritakan. Latar berhubungan dengan
keadaan tertentu dikenal melalui penggambaran latar suasana,
gambaran terjadi lebih membangun nuansa yang terasa oleh
pembaca.
30
Melani Budianta dkk, Op.cit., h.
31
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h.149
32
Burhan Nurgiyantoro, Op.cit., h. 302
25
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang cerita,
dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa,
33
tempat, waktu dengan gayanya sendiri. Hal itu biasanya
dikemukakan oleh narator. Berbicara tentang narator, berarti
berbicara tentang sudut pandang, yaitu suatu metode narasi yang
menentukan posisi atau sudut pandang darimana cerita
34
disampaikan. Sedangkan menurut Aminuddin, titik pandang
diartikan sebagai cara pengarang menampilkan pelaku dalam cerita
yang dipaparkannya. Titik pandang meliputi (1) narrator
omniscient, (2) narrator observer, (3) narrator observer
omniscient, dan (4) narrator the thrid person omnisceant.
Harry Shaw menyatakan titik pandang terdiri atas (1) sudut
pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan
pengarang dalam pendekatan materi cerita, (2) sudut pandang
nentral, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah
dalam cerita, dan (3) sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang
dipilih pengarang dalam membawa cerita; sebagai orang pertama,
kedua, atau ketiga. Sudut pandang pribadi dibagi atas (a)
pengarang menguatkan sudut pandang tokoh, (b) pengarang
menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan (c) pengarang
menggunakan sudut pandang yang impersonal: ia sama sekali
berdiri di luar cerita. 35 Pengarang sudah tidak punya kedudukan
ketika cerita sudah dipaparkan. Tidak ada pengarang dalam cerita,
melainkan tokoh yang diciptakan pengarang untuk memandu cerita.
33
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 151
34
Albertine Minderop, Op.cit., h. 44
35
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 90
26
36
Melani Budianta, dkk, Op.cit., h. 90
37
Albertine Minderop, Op.cit., h. 91
38
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 158-159
27
39
Burhan Nurgiyantoro, Op.cit., h. 399
40
Albertine Minderop, Op. cit., h. 42
41
Burhan Nurgiyantoro, Op.cit, h.30
28
SILABUS
Sekolah : SMA/MA
Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia
Kelas : XII
Semester : 1 (Satu)
Standar Kopetensi : Memahami pembacaan novel
Kopetensi Dasar : Menjelaskan unsur instrinsik dan ekstrinsik dari
penggalan novel.
H. Penelitian Relevan
Penelitian dilakukan terhadap novel Pulang karya Leila S. Chudori
pernah dilakukan oleh Bagus Takwin (2013) yang berjudul “Mencermati
Naratif Novel Pulang”. Makalah tersebut disajikan dalam musyawarah buku
Pulang karya Leila S. Chudori di Serambi Salihara pada tanggal 29 Januari
2013, membahas tentang kekuatan naratif yang terdapat pada novel Pulang
sehingga membuat kekuatan dan daya tarik yang menghasilkan daya pikat dan
daya gugah. Kekuatan yang dijabarkan Takwin tentang kekuatan narasi
Pulang terletak pada empat poin. Pertama, penetapan kejadian dalam alur
waktu membantuk jejaring. Kedua, Penetapan waktu yang piawai sehingga
menghasilkan dinamika cerita yang menggerakan. Ketiga, deskripsi lokasi
tempat kejadian berlagsung juga menghasilkan karakteristik khas. Keempat,
Penataan adegan dengan kesan visual yang kuat. Pulang dikatakan dapat
membantu pembaca memaknai kembali menjadi orang Indonesia sehingga
Pulang menjalankan fungsi dari naratif itu sendiri.
Kajian terhadap keberadaaan eksil pernah disampaikan dalam seminar
dengan makalah berjudul “Eksil Indonesia dan Nasionalisme Kita” oleh Amin
Mudzakkir (PSDR-LIPI) disampikan dalam seminar PSDR-LIPI “Eksil
Indonesia dan Nasionalisme Kita” pada Selasa, 3 Desember 2013 d LIPI,
Jakarta. Kajian makalah tersebut menjelaskan tentang kaum eksil yang
tertahan di luar negeri karena dicabutnya paspor serta kewarganegaraa. Walau
kaum eksil sudah tidak dianggap sebagai warga Indonesia dan telah memiliki
kewarganegaraan sesuai negara tempat mereka tertahan, dan dipisahkan oleh
ruang dan waktu dari tanah kelahairannya. Kaum eksil politik tersebut merasa
masih memiliki identitas sebagai bangsa Indonesia. Istilah yang digunakan
untuk menggambarkan keadaan tersebut adalah nasionalisme jarak jauh. Para
nasionalis jarak jauh boleh saja tinggal bahkan menjadi warga negara lain,
tetapi mereka tetap berjuang dan berpartisipasi untuk bangsa.
32
1
Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia, Leila S. Chudori, diunduh 23 Juni 2013,
(http://www.penerbitkpg.com/),
2
Taman Ismail Marzuki, Leila S. Chudori, diunduh 26 Juni 2013,
(http://www.tamanismailmarzuki.com/)
3
Anonim, Leila Selalu Pulang, diunduh 29 Juni 2013, ( http://www.dw.de/)
33
34
tahun menlahirkan karya, dan tidak akan langsung melahirkan karya lanjutan
dalam waktu yang kronologis.4
Nama Leila S. Chudori pernah tercantum dalam daftar keanggotaan
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 1993-1996. Ia menegaskan bahwa
sudah sejak lama menolak untuk duduk dalam keanggotaan itu. Sebuah jurnal
sastra Asia Tenggara mencantumkan Leila S. Chudori sebagai salah satu
sastrawan Indonesia dalam kamus sastra Dictionnaire des
Creatrices diterbitkan oleh EDITIONS DES FEMMES, Prancis, disusun oleh
Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi data dan profil perempuan yang
berkecimpung di dunia seni.
B. Karya-karya Leila S. Chudori
Karya-karya awal Leila dimuat saat berusia 12 tahun di majalah Si
Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini ia menghasilkan buku kumpulan
cerpen berjudul Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati
Andra. Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman, majalah
sastra Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina),
Menagerie (Indonesia), dan Tenggara (Malaysia). Cerpen Leila dibahas oleh
kritikus sastra Tinneke Hellwig “Leila S. Chudori and Women in
Contemporary Fiction Writing dalam Tenggara”.
Selain sehari-hari bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo,
Leila (bersama Bambang Bujono) juga menjadi editor buku Bahasa!
Kumpulan Tulisan di Majalah Tempo (Pusat Data Analisa Tempo, 2008).
Leila juga aktif menulis skenario drama televisi.
Masa kanak-kanak, Leila mengarang semenjak anak-anak hingga
dewasa. Semasa kanak-kanak, Leila memulai kariernya dengan membuat
cerpen yang berjudul “Sebatang Pohon Pisang”, dimuat di majalah Kawanku
4
Hasil wawancara pribadi dengan Leila S. Chudori tanggal 28 Oktober 2014 pukul 13:00-
15:00, bertempat di Thai Alley Gandaria City.
35
tahun 1974. Setelah itu karyanya rajin muncul di majalah tersebut dan majalah
lainya seperti Kuncung.
Bakatnya dalam menulis memang sudah menonjol sejak kecil. Dia
terpikirkan untuk membuat animasi benda mati, menghidupkan botol, kursi,
dan lain-lainnya sehingga bisa bicara, punya perasaan atau berkeluh kesah.
Kemampuan Leila untuk menangkap sesuatu terus berlanjut seiring dengan
umurnya, wawasan yang didapat memiliki hubungan dengan karya-karyanya.
Ketika beranjak remaja dengan wawasan remaja dia membuat cerita remaja.
Tetapi mulanya sempat tak yakin, permasalahannya merasa tidak bisa
membuat cerpen yang bertemakan cinta, ungkap Leila yang menurutnya lebih
senang membuat cerita fiksi ketimbang artikel. Meski begitu, pada
kenyataannya Leila dikenal sebagai pengarang cerita remaja.5
Karyanya manis, menggemaskan, tapi tidak cengeng. “Saya tidak bisa
membuat karya yang dibikin-bikin. Pokoknya apa yang saya pikirkan, saya
tuangkan,” cetusnya. Untungnya dipikirkan Leila bukan cinta saja meski usia
remaja lumrah berisi dengan warna-warna cinta. Ini tercermin dari keragaman
tema cerita yang diproduksinya. Salah satu karya yang diingatnya,
persahabatan seorang remaja dengan tukang koran. Itu tidak lazim dibuat
pengarang remaja masa itu, yang umumnya senang membuat cinta-cintaan si
tampan dan si cantik.
Sejak kecil Leila sudah biasa berkumpul dengan pengarang terkenal
seperti Yudhistira Massardi, Arswendo Atmowiloto, dan Danarto. Tapi dia
memang bukan perempuan yang pantang mundur, terutama untuk bidang tulis
menulis yang diyakininya sebagai pilihan hidup dan karier. Karena itu, dia
memilih karier sebagai wartawan. Kerjanya memang sungguh menyita waktu
dan meletihkan, sehingga ia tak sempat lagi menulis cerita fiksi. Sempat
mewawancarai tokoh-tokoh terkenal, yang kemungkinan tak bisa dijumpai
5
Taman Ismail Marzuki, loc.cit
36
kalau ia cuma sekadar penulis fiksi. Meski diakui kariernya sebagai pengarang
cukup cemerlang, diminta ceramah, sampai diundang ke pertemuan pengarang
Asia di Filipina. Tapi dia juga tak bisa menyembunyikan kegembiraannya
sempat bertemu dengan Paul Wolfowitz, Bill Morison, HB Jassin, Corry
Aquino dan menjadi satu dari 11 wanita Indonesia yang bisa makan siang
bersama Lady Diana.
Berikut ini beberapa karyanya yang sudah dipublikasikan, baik berupa
novel, kumpulan cerrita pendek, maupun naskah film:
1. Dunia Tanpa Koma
Drama TV berjudul Dunia Tanpa Koma, produksi SinemArt, sutradara
Maruli Ara. Menampilkan Dian Sastrowardoyo dan Tora Sudiro
ditayangkan di RCTI tahun 2006. Mendapatkan penghargaan sebagai
acara TV terbaik tahun 2007 pada penghargaan Bandung Film Festival.
Leila S. Chudori mendapatkan penghargaan sebagai penulis drama dan
televisi pada acara dan tahun yang sama.
2. Drupadi
Menulis skenario film pendek Drupadi pada tahun 2008, produksi
SinemArt dan Miles Films, sutradara Riri Riza. Merupakan tafsir
kisah Mahabharata. Diperankan oleh Dian Sastrowardoyo sebagai
Drupadi dan Nicholas Saputra sebagai Arjuna.
3. Malam Terakhir
Kumpulan cerpen Malam Terakhir pertama kali terbit tahun 1989 oleh
Pustaka Utama Grafiti beberapa bulan sebelum pengarang bergabung
dengan majalah Tempo, 6 kemudian pada tahun 2009 dicetak ulang oleh
Kepustakaan Populer Gramedia. Terdiri dari sembilan judul cerpen, “Paris,
Juni 1988’, “Adila”, “Air Suci Sita”, “Sehelai Pakaian Hitam”, “Untuk
Bapak”, “Keats”, “Ilona”, “Sepasang Mata Menatap Rain”, dan “Malam
6
Leila S. Chudori, Malam Terakhir, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012) h. xiii
37
7
Taman Ismail Marzuki, loc.cit
8
Leila S. Chudori, 9 dari Nadira, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012)
9
Leila S. Chudori, “Tentang Leila”, 28 Oktober 2014, ( http://www.leilaschudori.com/)
10
Ibid,
38
11
The Jakarta Post, Leila s. Chudori: Khatulistiwa Award winner’s commitment to the writing
process, 28 Oktober 2014, http://www.thejakartapost.com/
12
Hasil wawancara pribadi dengan Leila S. Chudori tanggal 28 Oktober 2014 pukul 13:00-
15:00, bertempat di Thai Alley Gandaria City.
13
Ibid
39
menulis haruslah dari hati dan menikmati prosesnya. Tidak hanya sekadar
ingin terkenal, apalagi mendampatkan penghargaan. Bila suatu karya
diapresiasi baik, maka itu menjadi nilai tambah, tapi bukan sesuatu yang
diharapkan dari awal pembuatan.14
Leila tumbuh dengan cerita-cerita pewayangan yang memiliki cerita
yang mendalam dan kerumitan tidak biasa. Kisah pewayangan seperti kisah
yang agung semacam dengan kisah-kisah para dewa di Yunani. Karyanya pun
banyak terinspirasi dengan kisah-kisah pewayangan. Beberapa karyanya
memiliki dasar kisah drama keluarga tidak biasa seperti kisah pewayangan.
Baginya, kisah keluarga yang baik-baik saja tidak menarik untuk diceritakan.
Berbeda hal bila cerita menggambarkan drama keluarga yang rumit karena
anggota keluarganya meninggal karena bunuh diri 15 atau keluarga yang
menjadi korban dari peristiwa 30 September 196516 akan sangat menarik bila
diceritakan dalam sebuah karya.17
Leila tidak mematok karya menjadi karya yang harus mendidik, justru
menurut pandangannya bila karya sudah dilahirkan dan dinikmati oleh
pembaca, pengarang haruslah membuat jarak dengan karya. Tidak ada lagi
keharusan menjawab dan membahas masalah-masalah yang tidak dipahami
dari karya tersebut. Biarkan pembaca menafsirkan sendiri maksud dari karya-
karyanya. Termasuk memberikan kebebasan pengamat dan pembaca
mengkatagorikan karya dalam bentuk novel sastra, novel populer, novel
sejarah, atau katagori lainya.18
14
Hasil wawancara pribadi dengan Leila S. Chudori tanggal 28 Oktober 2014 pukul 13:00-
15:00, bertempat di Thai Alley Gandaria City.
15
Kisah yang mendasari kumpulan cerita pendek 9 dari Nadira, keluarga yang ditinggal mati
oleh Ibunya dengan cara bunuh diri, tanpa sebab dan tidak ada kejelasan kenapa sang ibu bisa
memutuskan bunuh diri, sehingga menimbulkan pertanyaa-pertanyaan serta kejutan bagi anggota
keluarga lainnya.
16
Kisah ini merupakan formula dari novel Pulang.
17
Hasil wawancara pribadi dengan Leila S. Chudori tanggal 28 Oktober 2014 pukul 13:00-
15:00, bertempat di Thai Alley Gandaria City.
18
Ibid.
40
19
Anonim, Leila Selalu Pulang, 2013,( http://www.dw.de/)
20
Hasil wawancara pribadi dengan Leila S. Chudori tanggal 28 Oktober 2014 pukul 13:00-
15:00, bertempat di Thai Alley Gandaria City.
41
A. Deskripsi Data
1. Tema
Tema merupakan ide yang mendasari sebuah cerita berjalan merangkai
peristiwa. Rangkaian peristiwa yang terjadi dalam Pulang didasari pada
keberadaan segala keputusan Dimas Suryo yang tidak ingin memiliki
ikatan dengan apapun atau siapa pun. Baik dari segi ideologi, percintaan,
hingga keputusan-keputusan yang diambil dalam hidupnya. Kebimbangan
Dimas dalam keputusannya yang tidak ingin terikat, menyeretnya dalam
pusaran peristiwa sejarah.
“ … Lebih mudah untuk tidak memilih, seolah tak ada
konsekuensi. Tetapi seperti katamu, memilih adalah jalan
hidup yang berani.” 1
1
Leila S. Chudori, Pulang, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2012) h. 448
42
43
2
Ibid., h. 10
44
3
Ibid., h. 214
4
Ibid., h. 42
5
Ibid., h. 65
45
b. Nugroho Dewantoro
Seorang pria kelahiran Yogyakarta yang memiliki kumis seperti artis
Clark Gable dan bersuara sumbang. Ia pernah mempelajari tentang
sinologi 6 , namun tidak lulus dan memilih bekerja di kantor Berita
Nusantara.
Di antar kami berlima hanya Mas Nug yang gemar menyanyi
dan bersiul, tapi justru suara dia yang paling sember dan tak
beraturan.7
Mas Nug sempat belajar sinologi seusai menyelesaikan
sekolah menengah tinggi. Tapi pendidikan ini tak
diselesaikannya.8
Ia memiliki keahlian memasak seperti Dimas, namun ia lebih
mementingkan efektivitas dan rasa puas. Sehingga ia dapat menggantikan
bumbu sate atau gado-gado dengan selai kacang, berbeda dengan Dimas
yang menyembah ritual dalam memasak.
6
Ilmu pengetahuan yang mempelajari seputar bahasa dan kebudayaan Tiongkok.
7
Leila S. Chudori, Op.cit., h. 92
8
Ibid., h. 60
9
Ibid., h. 139
46
Nugroho merupakan ayah dari Bimo Nugroho dan suami dari Rukmini.
Walau semenjak Nugroho menjadi eksil dan menetap di Prancis, ia
menyanggupi perceraian yang diminta isterinya. Padahal, ia begitu
mencintai Rukmini dan anaknya.
c. Risjaf
Risjaf merupakan anggota yang dianggap paling muda dan peka. Ia
digambarkan begitu tampan dengan rambut berombak, bertubuh tinggi
besar, berhati lurus dan tulus, namun tidak menyadari ketampannanya.
Lelaki Riau yang begitu tampan, berambut ombak, dan
bertubung tinggi besar itu sibuk, mengorek-ngorek rak
bukuku untuk mencari buku puisi, padahal dia sendiri
sebetulnya adalah perwakilan dari segala kejantanan.11
Ia pandai memainkan harmonika dan seruling. Seorang yang
menemukan pendamping hidup ketika sudah menjadi eksil di Prancis dan
membangun keluarga yang bahagia. Ia menikahi seorang adik dari salah
satu eksil di Belanda, serta dikaruniai seorang putri. Risjaf adalah satu-
satunya eksil Perancis yang dapat singgah ke Indonesia di masa Orde Baru
berlangsung.
10
Ibid., h. 105
11
Ibid., h. 55-56
47
12
Ibid., h. 50
13
Ibid., h. 99
14
Ibid., h. 31
48
15
Ibid., h. 216
49
dengan Dimas, hal itu karena ia masih memiliki rasa peduli terhadap
Dimas, dan ia memiliki Lintang Utara sebagai anaknya.
Mas Nug tertawa seperti monyet. Dia tahu Vivienne akan
cerewet sekali menyuruhku berobat. Meski kami sudah
bercerai, Viviene dan aku tetap berkawan baik.16
Dibalik dari segi kekuataan dan kemandiriannya terhadap hidup dan
pemikiran-pemikirannya, ia sangatlah lemah dengan rasa cintanya
terhadap Dimas. Ia tidak dapat mengatakan segala pertanyaan-
pertanyaannya tentang rasa kasih yang Dimas berikan kepadanya dengan
rasa kasih yang ia tidak tunjukan secara langsung kepada Surti.
g. Lintang Utara
Anak tunggal dari pasangan Dimas dan Vivienne memilik fisik yang
menarik sebab Lintang mewarisi perawakan ibunya. Sifatnya mirip
dengan Dimas, sehingga pada beberapa hal, ia dan Lintang sering
mengalami perselisihan. Ia memiliki kemauan kuat dan seorang
mahasiswa sinematografi Sorbonne yang menyukai karya sastra. Ia
mendapatkan tantangan dari dosen pembimbing tugas akhirnya untuk
membuat film dokumenter tentang latar belakang keluarga peristiwa tahun
1965 di Indonesia sebagai tugas akhirnya.
16
Ibid., h. 128
17
Ibid., h. 133
50
h. Surti Anandari
Seorang wanita berlatar belakang keluarga dokter terpandang namun
memilih belajar di fakultas sastra dan filsafat. Ia memiliki sifat keibuan
dengan paras cantik sehingga diidamkan oleh para pria. Surti merupakan
kekasih Dimas masa awal kuliah, namun karena sikap Dimas yang
menunjukan keraguan dan Surti akhirnya memilih Hananto menjadi
suaminya. Ia menjadi seorang ibu dan istri yang memiliki karakter orang
Indonesia pada umumnya, penurut dan pasrah.
Vivienne nampak tak yakin. Aku sendiri merasa tak yakin.
Aku tahu, setiap kali aku menyebut nama Surti hatiku masih
terasa bergetar dan teriris. Mendengar nama Kenanga, bulan,
dan bahkan Alam, si bungsu yang tak pernah kukenal itu,
tetap membaut jantungku berlompatan. Itu adalah nama-nama
pemberianku. Aku tak pernah tahu apakah Mas Hananto
menyadarinya.18
Satu-satunya cinta yang selalu disimpan oleh Dimas adalah cinta
kepada Surti. Surti memiliki tempat tersendiri di hati Dimas, walaupun
sudah menikah Dimas tetap menjadikan Surti seseorang yang memiliki
tempat yang spesial dan merupakan salah satu alasan Dimas untuk terus
kembali pulang ke Indonesia. Bila dilihat penggalan dialog sebelumnya
dapat terlihat bahwa Surti terlihat masih menyimpan hati pada Dimas,
walaupun ia menikah dengan Hananto. Karena nama-nama anak Surti dan
18
Ibid., h. 41
51
i. Segara Alam
Anak bungsu dari pernikahan Hananto dan Surti adalah seorang
aktivis tahun 1998 yang memmiliki karakter keras, tegas, dan mudah
terpancing emosi. Ia termasuk tipe pria tidak mau dianggap lemah, namun
Alam merupakan pria sensitif dan suka memainkan perasaan wanita yang
menyukainya. Alam menaruh hati pada Lintang, mereka menjalin
hubungan dengan keadaan yang cukup menegangkan sebab saat itu sedang
terjadi reformasi di Indonesia.
Tetapi dikejauhan itu aku malah melihat Alam yang duduk
sendirian di bawah pohon kamboja. Dia menatapku terus-
menerus, terpusat padaku dan mengikat aku. Sedangkan di
belakangku ada Narayana. Ayah, kau benar. Lebih mudah
untuk tidak memilih, seolah tak ada konsekuensi. Tetapi
seperti katamu, memilih adalah jalan hidup yang berani.”19
Dialog tersebut mengambarkan bahwa Alam akhirnya memilih
menaruh hatinya kepada Lintang, namun Lintang memilih kekasihnya,
Narayana. Pilihan Lintang tidak disematkan kepada Alam, karena Lintang
tahu bagaimanapun ia telah memiliki Narayana yang menerima Lintang
serta keluarganya tanpa mempeduliakan cap yang disematkan pemerintah.
Padahal, Narayana merupakan seorang anak dari keluarga yang memiliki
hubungan dekat dengan pemerintahan.
3. Latar
a. Latar Waktu
Kejelasan latar waktu dalam Pulang terjadi pada beberapa waktu
terutama pada kilas balik masa lalu, dan pada bagain surat. Terlepas
19
Ibid., h. 448
52
dari keadan pagi, siang, sore atau malam, penggunaan waktu dapat
menegasakan bahwa waktu yang digunakan merupakan sebuah
penunjuk yang menguatkan kejadian nyata dan kesesuai dengan fakta
yang ada.
1) Tahun 1952
Januari sampai Oktober: Merupakan kilas balik masa lalu Dimas
ketika masih menjadi mahasiswa, kemudian bertemu Surti dan
menjalin hubungan dengannya dan akhirnya Surti jatuh ketangan
Hananto.20
2) Desember 1964
Kilas balik cerita masa lalu tentang Dimas Suryo ketika ia berada
di tengah-tengah kubu pengikut PKI dan kubu non-pengikut. 21
3) Tahun 1965
5 September: Kilas balik cerita masa lalu Dimas yang mengetahui
bahwa Hananto Prawiro berselingkuh dari Surti, istrinya. 22
12 September: Kisah masa lalu Dimas ketika ia ditunjuk untuk
mengikuti kegiatan wartawan tingkat Internasional di Santiago
mewakili Kantor Berita Nusantara dan menjadi pertemuan terakhir
antara Dimas dan Hananto. 23
4) Tahun 1968
Surat dari Aji Suryo yang menceritakan kisahnya ketika di Solo. Ia
diintrogasi bersama ibunya seputar Dimas yang dituduh terlibat
kegiatan PKI. 24
April: Menjelaskan tentang kronologis penangkapan Hananto
Prawiro dari sudut pandang Hananto sendiri. 25
20
Ibid., h. 51
21
Ibid., h. 28
22
Ibid., h. 38
23
Ibid., h. 44
24
Ibid., h. 239
53
25
Ibid., h. 1
26
Ibid., h. 9
27
Ibid., h. 19 dan h. 21
28
Ibid., h. 234
29
Ibid., h. 248
30
Ibid., h. 246
31
Ibid., h. 105
32
Ibid., h. 217
33
Ibid., h. 97
54
40
Ibid., h. 167
41
Ibid., h. 91 dan h. 126
42
Ibid., h. 131
43
Ibid., h. 271
44
Ibid., h. 298
45
Ibid., h. 292
46
Ibid., h. 409
47
Ibid., h. 431
48
Ibid., h. 436
56
49
Ibid., h. 442
50
Ibid., h. 9
51
Ibid., h. 289
57
c. Latar Suasana
Suasana yang tergambarkan dalam Pulang membangun
peristiwa yang menunjukan identitas setiap tokoh ketika menyuarakan
keadaan dan kekuatan cerita. Suasan yang digambarkan sepanjang
cerita menampilkan kesenduan sekaligus kekuatan untuk bertahan.
“Vivienne menatapku dengan mata yang basah. Untuk waktu
yang lama kami berpelukan tanpa kata-kata.” 52
“Tetapi, ajaib. Kami tak mendengar apa-apa tentang Mas
Hananto. Dia menghilang. Raib tanpa bekas.”
“Jangan-jangan dia menyamar,” kata Risjaf dengan suara
dibuat berat dan misterius.
“Menyamar jadi apa, jadi gembel?” Aku terkekeh-kekeh.
“Mas Hananto itu lihai. Dia bisa menyusup ke mana-mana
tanpa diketahui jejaknya,” kata Mas Nug dengan yakin dan
optimis.” 53
Dialog ditunjukan membuat kejelasan suasana yang terjadi,
seperti kutipan di atas menjelaskan kesedihan yang terjadi merupakan
langkah untuk saling menguatkan satu sama lain. Suasana dibangun
tidak hanya melalui pemaparan pencerita. Namun dialog-dialog
menjadi pendukung penggambaran suasana yang terjadi.
4. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan Pulang adalah sudut pandang orang
pertama dan orang ketiga mahatahu, walaupun sudut pandang orang pertama
digunakan bergantian antar tokoh. Pergantian sudut pandang orang pertama
terjadi secara sebab akibat. Sudut pandang orang pertama Pulang hampir
52
Ibid., h. 23
53
Ibid., h. 75
58
didominasi oleh Dimas Suryo, Lintang Utara, dan Segara Alam. Namun, ada
tiga tokoh yang mendapatkan peran untuk menceritakan peristiwa dan
mengemukakan pendapat melalui sudut pandang tokoh tersebut, seperti
Hananto, Vivienne, dan Bimo.
a. Sudut pandang Dimas Suryo lebih menyoroti latar belakangnya
menjadi eksil dan kehidupan setelah menjadi eksil bersama teman-
temannya. Keinginan Dimas pulang ke Indonesia dan gambaraan
kehidupan eksil di Paris.
“Ada perjanjian yang tak terucapkan di antara Tjai, Risjaf,
dan aku. Sejak Mas Nug ditinggal sang bunga anggrek
Rukmini –yang memutuskan menikah dengan Letkol Prakosa-
kami memberi keleluasaan padanya untuk bertindak seperti
“pemimpin”.54
Dialog tersebut menjelaskan pandangan Dimas tentang keadaan
Nugroho setelah diceraikan oleh Rukmini. Bahwa perceraian yang
dialami Nugroho merupakan sebuah pukulan yang keras dan ia
membutuhkan sebuah pengakuan bahwa Nugroho merupakan
pemimpin yang baik bagi teman-temannya, walau ia tidak diakui
sebagia pemimpin di keluarganya.
b. Sudut pandang Lintang Utara lebih menceritakan tentang hubungan
keluarga di masa kecil, saat kerenggangan dengan Dimas, dan
perjuanggannya mengenal tanah air ayahnya, Indonesia.
“Tetapi saat yang paling penting untukku adalah berkhayal
bersama Ayah dan Maman.”55
Lintang memiliki hubungan yang cukup dekat dengan ayahnya, ia
mengetahui masa lalu Dimas dari surat-surat Dimas yang sempat ia
baca dan dari cerita-cerita Vivienne tentang keadaan ayah dan teman-
teman ayahnya di masa lalu.
54
Ibid., h. 105
55
Ibid., h. 184
59
5. Gaya Bahasa
Penggunaan gaya bahasa dalam Pulang didominasi oleh perumpamaan
dalam mengungkapkan sebuah keadaan dan kehidupan. Perumpaman yang
digunakan dapat berupa perbandingan manusia dengan sesuatu hal
(dipersonifikasi), penggambaran benda yang memiliki sifat seperti manusia
(personifikasi), atau mengungkapkan sesuatu dengan cara berlebihan
(hiperbola).
a. Contoh dari penggunaan majas dipersonifikasi dalam Pulang:
Atau menggunakan bahasa Maman, aku terbang seperti
burung camar tanpa ingin hinggap. 57
56
Ibid., h. 287
57
Ibid., h. 446
60
58
Ibid., h. 51
59
Ibid., h. 5
60
Ibid., h. 9
61
Ibid
62
Ibid., h. 12
61
6. Alur
Pulang memiliki tahapan yang membuat efek saling menguatkan antar
cerita, seperti menyusun kepingan yang belum rapi namun memiliki hubungan
yang jelas. Beberapa bagian terlihat seperti meloncat-loncat, memainkan
ingatan si tokoh untuk menceritakan segala sebab yang mengakibatkan
kejadian demi kejadian terjadi. Secara urutan waktu, Pulang menggunakan
alur sorot-balik, karena cerita diawali dengan penangakapan Hananto Prawiro,
kemudian dilanjutkan dengan terdamparnya tokoh Dimas Suryo di Paris pada
tahun 1968, barulah kronologis waktu bercampur dari masa kisah itu
diceritakan, kembali ke masa lalu, sampai pada penutup cerita melalui
pemakaman Dimas Suryo di Karet, Jakarta tahun 1998. Pulang memiliki
jalinan cerita sebab akibat, berkali-kali mengalami naik-turun intensitas
ketegangan cerita. Dari keseluruhan cerita, ada dua hal yang menjadi sorotan
penting dalam Pulang. Sorotan pertama cerita tentang kehidupan eksil di
Prancis, khususnya Dimas Suryo. Sorotan kedua lebih di arahkan kepada anak
Dimas Suryo, Lintang Utara, yang memandang kehidupan ayahnya, serta
keterlibatan Lintang dalam peristiwa Mei 1998 di Indonesia. Tahapan alur
yang di kemukakan oleh Aminuddin dapat diterapkan ke dalam novel Pulang
dengan klasifikasi:
a. Orientasi
Tahapan ini merupakan perkenalan cerita yang menggambarkan awal
cerita dimulai. Pulang mengawali cerita dengan ditangkapnya Hananto
Prawiro setelah bertahun-tahun menjadi buronan pemerintah. Cerita
tersebut digambarkan oleh sudut pandang Hananto sendiri dalam
bagian “Prolog: Jalan Sabang, Jakarta, April 1968”. Bagian “Paris,
Mei 1968” merupakan pengenalan terhadap tokoh sentral dari Pulang,
Dimas Suryo, yang tertahan di Paris dan menjalin hubungan dengan
seorang mahasiswa Sorbone, Vivienne Deveraux, yang sedang
berunjuk rasa bersama mahasiswa lainnya. Pengenalan berikutnya
62
Segara Alam, anak dari Hananto Prawiro dan Surti Anandari adalah
langkah awal Lintang menggarap tugas akhirnya diceritakan dalam
bagian “Sebuah Diorama”. Kisah hidup keluarga yang ditinggalkan
eksil diceritakan pada bagian “Bimo Nugroho” dan “Keluarga Aji
Suryo”. Kisah kehidupan keluarga yang selalu ditekan dan dianggap
ikut berdosa untuk menanggung dosa tururan karena pilihan ideologi
salah satu anggota keluarga.
c. Komplikasi
Tahapan komplikasi merupakan tahapan mengidentifikasikan naiknya
sebuah permasalahan dalam cerita. Seperti yang terjadi pada Pulang,
tahapan komplikasi terdapat pada bagian “Terre D’ Asile”, “Ekalaya”,
“Surat-surat Berdarah” dan “Potret yang Muram”. “Terre D’ Asile”
menceritakan kepanikan Dimas dan kawan-kawan yang sedang
ditugaskan ke luar negeri untuk pendelegasian dan tertahan tidak bisa
kembali ke Indonesia. Suasana Indonesia telah memanas karena
beredar kabar pembunuhan para jenderal yang dituduhkan kepada
Partai Komunis Indonesia. Dikisahkan pula perjalanan mereka
sebelum menetap dan berjuang hidup di Paris, Prancis. Pada bagian
“Ekalaya” berkisah tentang kisah tokoh wayang kegemaran Dimas
karena mereka memiliki kesamaan nasib, yaitu penolakan dari yang
diharapkan dapat menerima. “Surat-surat Berdarah” mengkisahkan
ketegangan di Indonesia melalui surat-surat yang dikirim oleh Aji,
Surti, Kenanga, dan Amir untuk Dimas. Kisah “Potret yang Muram”
menjelaskan bahwa Lintang menambatkan hatinya pada Alam, serta
kisah Surti bertahan hidup setelah pemburuan Hananto yang tak
kunjung ditemukan oleh pemerintah.
d. Klimaks
Klimaks merupakan tempat puncak masalah pada cerita. Pada tahapan
ini terlihat masalah-masalah pendukung sebelumnya menemukan titik
64
temu pada bagian klimaks. Tahapan klimaks yang terdapat Pulang ada
di bagian “Vivienne Deveraux” dan “Mei 1998”. Pada bagian
“Vivienne Deveraux” menjelaskan penyebab perceraian pernikahan
Dimas dan Vivienne yang didasari oleh rasa cinta Dimas terhadap
Surti tidak kunjung padam, sehingga selalu mengikat Dimas dengan
segal simbol yang tertuju pada Surti, memaksa Dimas untuk terus
meningat Surti dan berusaha kembali ke Indonesia. “Mei 1998”
merupakan cerita Lintang yang terlibat ke dalam keriuhan demo dan
peristiwa Mei 1998, padahal Lintang baru saja merasa menemukan
tanah kelahiran yang sempat tidak dikenalinya.
e. Peleraian
Turunnya intensitas permasalahan akan ditemui pada sebuah cerita
merupakan tahapan peleraian. Peleraian dalam Pulang ditemuai pada
bagian “Empat Pilar Tanah Air” dan “Flaneur”. Tercetusnya
pembukaan restoran Indonesia yang diberi nama Restoran Tanah Air
sebagai penopang kehidupan ekonomi dan apresiasi eksil terhadap
Indonesia diceritakan pada bagian “Empat Pilar Tanah Air”.
Kemudian mulai membaiknya hubungan antar Dimas dan Lintang
serta ikut andilnya Dimas menanamkan kekuatan Lintang mengenal
Indonesia terdapat pada “Flaneur”.
f. Penyelesaian
Tahapan terakhir untuk menutup sebuah cerita terdapat pada bagian
“Epilog: Jakarta, 10 Juni 1998” yang mengkisahkan kembalinya
Dimas ke Indonesia, ke Karet. Akhirnya pengembaraan Dimas ditutup
dengan pemakaman yang dilakukan di Karet, Jakarta.
B. Kondisi Sosial Eksil
Pulang merupakan satu dari sekian novel yang mengambil sepintas
sejarah dalam pengembangan cerita. Gambaran-gambaran sosial yang
ditampilkan menjadi hal yang lumrah terjadi pada novel yang mengambil latar
65
65
Ibid., h. 269
68
anggrekku.”66
Prancis merupakan saksi bagi Nugroho kehilangan Anggreknya,
Rukmini menggugat cerai Nugroho karena ingin menikah dengan Letkol
Prakosa, tentara adalah teman ayahnya yang selalu mendampingi Rukmini
selama perburuan tahun 1966-1967.
Bila perceraian Nugroho dan Rukmini disebabkan oleh tidak
berfungsinya peranan seorang suami dalam keluarga karena tertanhannya
Nugroho di Paris, lain hal dengan perceraian yang terjadi pada Dimas dan
Vivienne.
Dimas merupakan pria yang tidak ingin memiliki ikatan dengan
apapun atau siapa pun. Termasuk dengan orang yang dicintainya, baik itu
Surti, mantan kekasihnya, ataupun Vivienne Deveraux, istrinya. Tahun
1968 merupakan awal hari-hari Dimas di Paris, ia berkenalan dengan
Vivienne, seorang mahasiswa Sorbonne yang berdemo. Mereka menjalin
hubungan hingga memasuki jenjang pernikahan dan dikaruniai seorang
anak perempuan, Lintang Utara. Satu prinsip Vivienne dalam pernikahan
adalah tidak adanya perempuan lain di dalam kehidupan Dimas, namun
Dimas selalu menyimpan Surti di hatinya.
Aku lebih tidak tahu lagi mengapa sampai detik ini, setelah
bertemu dengan Vivienne yang jelita dan menikahinya, hatiku
masih bergetar setiap kali mengenang Surti. Barangkali aku
sudah terlanjur memberikan hatiku padanya. Untuk selama-
lamanya.67
66
Ibid., h. 107
67
Ibid, h. 65
71
68
Ibid, h. 216
69
Ibid, h. 148
72
70
Ibid., h. 126
75
71
Ibid, h. 177
76
72
Ibid., h. 261
73
Ibid., h. 265
77
Sikap Dimas terhadap Naryana dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:
Sikap diplomat muda terhada eksil dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai
berikut:
78
74
Ibid, h. 195-196
80
75
Ibid., h. 163
81
pagelaran seni dan hal lainnya. Sikap nasionalisme pun ditunjukan warga
Indonesia non eksil yang berada di sekitar Eropa. Mereka ikut membantu
menyumbang berdirinya Restoran Tanah Air. Kontribusi eksil ditunjukan
dengan kesedian Dimas mengisi dan menulis kolom Tahanan Politik
walau saat itu ia menjadi eksil di Prancis.
“Tjai juga akan membuat riset bentuk usaha apa yang ingin
kita bangun, apakah PT atau ko…”“Koperasi. Sudah pasti
koperasi!” kata Tjai tegas.
“Oke, koperasi,” kata Mas Nug dengan patuh hingga aku
bertanya-tanya, siapa sesungguhnya yang lebih ditakuti dalam
kelompok ini.76
Rasa nasionalisme juga terarah kepada keinginan kembali ke
Indonesia walau para eksil tertahan bertahun-tahun dan telah menetap di
Paris. Namun, tanggapan untuk kepulangan meraka berbeda-beda.
Nugroho sudah merasa nyaman dan merasa tenang untuk menghabiskan
masa hidupnya di Paris. Tjai masih ingin terus mencoba kembali ke
Indonesia meski tidak untuk menetap. Sedangkan Risjaf yang berhasil
mendapatkan visa Indonesia, tidak cukup tertarik karena dia sudah
memiliki Istri dan anak di tempat pembuangnnya. Dimas adalah satu-
satunya orang yang tetap memiliki harapan kembali ke Indonesia
walaupun kekuatan pemerintahan Orde Baru tetap kokoh dan belum bisa
digantikan. Dimas menginginkan jasadnya dikembumikan di Karet,
Jakarta, meski belum diketahui saat itu pemerintahan Orde Baru akan
runtuh. Indonesia adalah tempat dia merasa pulang, tempat yang ia kenal
harum tanahnya.
Sikap nasionalisme tidak hanya bisa ditunjukan dengan berada di
Indonesia, sikap yang ditunjukan para eksil dapat dikategorikan menjadi
nasionalisme jarak jauh. Mereka menunjukan rasa nasionalisme dengan
76
Ibid., h. 103
82
seputar sejarah tentang peristiwa yang terjadi pada latar novel tersebut.
Pembelajaran peristiwa tersebut berhubungan dengan pembelajaran sejarah di
sekolah, kaitannya dengan peristiwa G30S dan Mei 1998. Tugas guru Bahasa
dan Sastra Indonesia adalah berkoordinasi dengan guru sejarah untuk
menyatukan pemahaman seputar kejadian peristiwa tersebut, agar tidak terjadi
perbedaan pendapat dalam menanggapi peristiwa tersebut sehingga
menimbulkan kebingungan peserta didik dalam memahami peristiwa sejarah
Indonesia. Metode yang digunakan dalam pembelajaran memahami unsur
ektrinsik dapat digunakan metode tematik, yaitu menyatukan tema
pembelajaran antara pelajaran Bahasa dan Sastra Indoensia dengan
pembelajaran sejarah melalui pembahasan latar sejarah peristiwa G30S atau
Mei 1998. Kolaborasi pembelajaran juga membuka peluang untuk peserta
didik melebarkan wawasan baru dengan membaca literatur yang berkaitan
dengan peristiwa tersebut. Dengan demikian kolaborasi antara pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia dengan sejarah menjadi pembelajaran menarik
dan memudahkan siswa untuk memahami kedua mata pelajaran sekaligus.
85
Nilai Budaya
Kewirausahaan/
Indikator Pencapaian Kompetensi Dan Karakter
Ekonomi Kreatif
Bangsa
Menjelaskan unsur-unsur –unsur intrinsik dan Kreatif Keorisinilan
ekstrinsik dalam penggalan novel yang Bersahabat/ Kepemimpinan
dibacakan. komunikatif
Gemar
membaca
ALOKASI WAKTU 3 x 45 enit
TUJUAN PEMBELAJARAN
METODE PEMBELAJARAN
1. Diksusi
2. Presentasi
KEGIATAN PEMBELAJARAN
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN Nilai Budaya Dan
86
Karakter Bangsa
PEMBUKA Siswa diajak untuk mengingat kembali cerita Bersahabat/
(Apersepsi) penggalan novel yang telah dibacanya pada komunikatif
pertemuan sebelumnya. Guru membantu
mengingatnya dengan melontarkan beberapa
pertanyaan.
Guru menyatakan bahwa dalam cerita novel
tersebut terdapat unsur-unsur cerita yang
menarik untuk dibahas
Pertemuan ke-1
Eksplorasi Kreatif
INTI Guru meminta siswa menyebutkan dan
menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ektrinsik
yang membangun cerita novel
Guru menjelaskan secara lebih mendetail
beberapa unsur intrinsik yaitu karakter tokoh dan
latar cerita yang akan menjadi fokus pembahasan
Guru menjelaskan secara lebih detail beberapa
unsur ekstrinsik yaitu keadaan sosial masyarakat.
Seorang siswa yang ditunjuk Guru membacakan
sebuah penggalan novel sementara siswa yang
lain menyimaknya.
Elaborasi
Siswa berdiskusi kelompok untuk
mengidentifikasi dan menjelaskan unsur-unsur
intrinsik dan ekstrinsik novel yang telah
didengarkannya.
Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, Siswa:
Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum
diketahui
Menjelaskan tentang hal-hal yang belum
diketahui.
Pertemuan ke-2
Elaborasi Kreatif
Secara bergantian, setiap kelompok ke depan
kelas mempresentasikan hasil diskusinya.
Kelompok lain diberi kesempatan untuk
memberikan tanggapan.
Guru memberikan ulasan dan tanggapan atas
setiap hasil presentasi kelompok.
Guru menyimpulkan unsur-unsur intrinsik dan
87
SUMBER BELAJAR
Pustaka rujukan Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk
SMA kelas XII karya Alex Suryanto dan Agus
Haryanto terbitan ESIS 2007
Pulang karya Leila S. Chudori
Biografi Leila S. Chudori
Teori Pengkajian Fiksi karya Burhan Nurgiyantoro
Material: VCD,
kaset, poster
Mediacetak dan
elektronik
Website internet https://www.leilaschudori.com
Narasumber
Model peraga
Lingkungan Lingkungan masyarakat sekitar siswa
PENILAIAN
Tes Lisan
V Tes Tertulis
V Observasi Kinerja/Demontrasi
TEKNIK DAN BENTUK V Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
V Pengukuran Sikap
88
Penilaian diri
Tugas untuk menganalisis dan mengidentifikasi unsur-
INSTRUMEN /SOAL unsur intrinsik penggalan novel melalui berdiskusi.
Tugas mempresentasikan hasil diskusi kelompok
Daftar pertanyaan Kuis uji teori untuk mengukur
pemahaman siswa atau konsep-konsep yang telah dipelajari
1. Apa yang dimaksud dengan unsur intinsik dan
ekstrinsik?
2. Sebutkan dan jelaskan unsur intrinsik novel Pulang
karya Leila S. Chudori?
3. Sebutkan dan jelaskan unsur ektrinsik novel Pulang
karya Leila S. Chudori?
RUBRIK/KRITERIA
PENILAIAN/BLANGKO
OBSERVASI
...............,...................
Mengetahui,
Kepala SMA/MA Guru Mata Pelajaran
........................... ...................................
NIP./NIK. NIP./NIK.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian terhadap novel Pulang karya Leila S. Chudori
dapat disimpulkan beberahap hal sebagai berikut:
1. Kondisi sosial dan politik eksil yang digambarkan pada novel Pulang
terdiri sebagai berikut:
a. Kondisi sosial terdiri dari perekonomian, diorganisasi keluarga dan
nilai-nilai sosial. Perekonomian yang dibangun para eksil diawali
dengan permintaan mereka memiliki perkerjaan yang tidak hanya
mampu menopang kehidupan. Namun, pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan. Dari tahap permintaan itu timbul penawaran pembuatan
restoran yang mampu memberikan pekerjaan tetap serta sesuai dengan
keinginan para eksil. Disorganisasi keluarga yang terjadi pada eksil
dialami oleh Dimas dan Nugroho. Dimas mengalami ketidaksahan
peranan sebagai seorang suami menjaga perasaannya hanya untuk istri,
sedangkan disorganisasi yang dialmi Nugroho karena
ketidakhadirannya sebagai sosok suami dan ayah karena tertahan di
Prancis. Keduanya mengalami diorganisasi keluarga berujung pada
perceraian. Nilai-nilai sosial tergambarkan pada penilaian para eksil
terhadap Sumarno “si Telunjuk”, Dimas terhadap kehidupan Naryana,
dan para diplomat muda KBRI Prancis terhadap para eksil. Penilaian
terhadap tiga hal tersebut dipengaruhi oleh tiga sikap prasangka yang
terdiri dari sikap kognitif, afektif, dan konatif.
b. Kondisi politik terdiri dari kekuasaan dan nasionalisme. Kekuasaan
yang ditunjukan pemerintahan Orde Baru, pertama melalui cara
menanamkan kepercayaan atau ideologi kepada pegawai pemerintahan
dengan membuat peraturan Bersih Lingkungan. Kedua melalui cara
89
90
Bahtiar, Ahmad, “Kondisi Sosial dan Politik di Indonesia pada Zaman Pendudukan
Jepang dalam Empat Novel Indonesia: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra”,
Tesis pada Pascasarjana Universitas Indonesia: 2006. Tidak dipublikasilaan.
Budianta, Melani dkk.. Membaca Sastra: Pengentar Memahami Sastra untuk
Perguruan Tinggi. Indonesia Tera: Magelang. 2006
Chudori, Leila S.. 9 dari Nadira. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. 2012
Damono, Sapardi Djoko. Sosiologi Sastra: Pengantar Ringkas. Jakarta: editum. 2013
91
92
Soelaeman, M. Munandar. Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial.
Bandung: PT ERESCO. 1995
Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007
Syani, Abdul. Sosiologi: Sematika, Teori, dan Penerapan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
2012
Takwin, Bagus. “Mencermati Naratif Novel Pulang”. Makalah disampaikan dalam
acara musyawarah buku Pulang, karya Leila S. Chudori, di Serambi Salihara,
29 Januari 2013
Taman Ismail Marzuki. Leila S. Chudori. 2013.
(http://www.tamanismailmarzuki.com/)
The Jakarta Post. Leila s. Chudori: Khatulistiwa Award winner’s commitment to the
writing process. 2014. http://www.thejakartapost.com/
Wellek, Rene dan Austin Warren. Teori Kesuasastraan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 1993
Worsley, Peter (ed.). Pengantar Sosilogi: Sebuah Pembanding (Jilid I). Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana Yogya. 1991