Anda di halaman 1dari 154

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL PULANG KARYA

LEILA SALIKHA CHUDORI DAN PENERAPANNYA DALAM


PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

SKRIPSI
Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Wahyu Cahyono
NIM 092110195

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2016
ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL PULANG KARYA
LEILA SALIKHA CHUDORI DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

SKRIPSI
Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Wahyu Cahyono
NIM 092110195

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2016

i
MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

Tanamlah gagasan, petiklah perbuatan


Tanamlah perbuatan, petiklah kebiasaan
Tanamlah kebiasaan, petiklah karakter
Tanamlah karakter, petiklah nasib
(Stephen R. Cohey)

Alah bisa karena biasa


(Pepatah Melayu)

PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:
1. kedua orang tuaku yang tak pernah lelah mendoakan aku;
2. istri dan anakku yang terus memberikan semangat;
3. seluruh dosen PBSI UMP yang telah membagikan banyak ilmu.

iv
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah
melimpahkan nikmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis dalam proses
penyusunan skripsi ini. Berkat petunjuk dan pertolongan-Nya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan yang berarti.
Skripsi ini disusun dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purworejo. Sungguh banyak kesulitan
yang penulis hadapi selama menyusun skripsi ini. Namun, atas bantuan berbagai
pihak, khususnya pembimbing, penulis dapat menyelesaikan kesulitan itu. Oleh
karena itu, penulis merasa berkewajiban menyampaikan ucapan terima kasih
kepada beberapa pihak di bawah ini.
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan
kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas
Muhammadiyah Purworejo;
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Purworejo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menempuh pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan;
3. Ketua Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini;
4. Dr. H. Khabib Sholeh, M.Pd. selaku pembimbing I dan Suci Rizkiana, M.Pd.
selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dengan
penuh kesabaran, ketulusan, dan kesungguhan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini;
5. seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memberikan ilmu kepada penulis selama kuliah di Universitas
Muhammadiyah Purworejo;

vi
ABSTRAK

Cahyono, Wahyu. 2016. “Analisis Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Leila
Salikha Chudori dan Penerapannya dalam Pembelajaran Sastra di SMA.” Skripsi.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) unsur intrinsik novel
Pulang, (2) nilai-nilai moral novel Pulang, dan (3) penerapan pembelajaran novel
Pulang karya Leila S. Chudori di SMA.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data penelitian berupa kalimat-
kalimat atau kutipan-kutipan yang berhubungan dengan unsur intrinsik dan nilai
moral. Sumber data penelitian ini adalah teks novel Pulang. Subjek penelitian ini
adalah novel Pulang karya Leila S. Chudori yang diterbitkan oleh Gramedia tahun
2013. Objek penelitian ini adalah tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut
pandang, amanat, dan sikap atau perilaku tokoh-tokoh dalam novel yang
mengandung nilai moral. Data dikumpulkan menggunakan metode baca dan catat
dengan peneliti sendiri sebagai alat pengumpul data utama. Validitas data dilakukan
dengan teknik triangulasi teori. Data dianalisis menggunakan metode analisis isi
(content analysis) dan hasilnya dipaparkan menggunakan metode informal.
Hasil penelitian ini adalah (1) unsur intrinsik novel Pulang meliputi tema,
yakni tentang nasionalisme kaum ekstapol; penokohan yang ada dalam novel ini
begitu menonjol terutama pada tokoh utama yaitu Dimas dan Lintang; alur yang
digunakan adalah alur campuran; latar yang terdapat dalam novel Pulang dapat
dideskripsikan ke dalam unsur tempat yaitu Jakarta dan Paris, unsur waktu yaitu
tahun 1965-1998, dan unsur suasana yaitu suasana tegang dan mencekam; sudut
pandang pada novel ini adalah sudut pandang campuran; amanat novel ini adalah
manusia harus memiliki prinsip dalam hidup, mencintai tanah air, dan bertanggung
jawab terhadap keputusan yang telah diambil. (2) Nilai-nilai moral novel meliputi (a)
nilai moral dalam hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa kepercayaan
terhadap Tuhan, bersyukur kepada Tuhan, dan memanjatkan doa; (b) nilai moral
dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri yang berupa teguh pada pendirian,
optimis, dan penyesalan; (c) nilai moral dalam hubungan manusia dengan manusia
lain dalam lingkup sosial, yakni berupa peduli sesama, berterima kasih, menghargai
orang lain, dan jujur. (3) Penerapan pembelajaran novel di SMA dilakukan dengan
tiga tahap, yakni (a) tahap perencanaan (guru melakukan pelacakan pendahuluan,
menentukan sikap praktis, membuat RPP, menyusun instrumen penilaian, dan
menyiapkan media serta sumber belajar), (b) tahap pelaksanaan dilaksanakan dengan
langkah-langkah: tahap pengantar: menyampaikan gambaran umum novel dan
bagian-bagian menarik dalam novel, tahap penyajian: uraian materi secara
komprehensif, meliputi unsur-unsur intrinsik novel dan macam-macam nilai moral
dalam novel, diskusi: pemberian masalah untuk didiskusikan dalam kelompok
belajar, pengukuhan: tugas mandiri; (c) kegiatan akhir, meliputi: guru menyimpulkan
hasil pembelajaran, memotivasi siswa untuk mengambil nilai moral dalam novel
Pulang. Pada tahap refleksi, guru menganalisis dan merenungkan proses pelaksanaan
pembelajaran, menganalisis hasil evaluasi belajar siswa, membuat soal remidi dan
materi pengayaan jika diperlukan, dan menyusun rencana perbaikan atau
penyempurnaan untuk pembelajaran mendatang.

Kata kunci: unsur intrinsik, nilai moral, novel Pulang, penerapan pembelajaran di SMA
viii
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ........................................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................... ii
PENGESAHAN .......................................................................................... iii
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv
PERNYATAAN.......................................................................................... v
PRAKATA .................................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 5
E. Sistematika Penulisan Skripsi ................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS ................. 9


A. Tinjauan Pustaka .................................................................... 9
B. Kajian Teoretis ....................................................................... 12
1. Hakikat Novel ................................................................... 12
a. Definisi Novel ............................................................... 12
b. Ciri-Ciri Novel .............................................................. 15
c. Jenis-Jenis Novel ........................................................... 16
2. Unsur Intrinsik Novel ........................................................ 20
3. Nilai Moral dalam Karya Sastra........................................ 27
a. Hakikat Nilai ................................................................. 27
b. Hakikat Moral ............................................................... 28
c. Jenis-Jenis Nilai Moral dalam Karya Sastra ................. 29
4. Pembelajaran Sastra di SMA ............................................ 32
a. Pengertian Pembelajaran Apresiasi Sastra ................... 32
b. Tujuan Pembelajaran Sastra ......................................... 33
c. Manfaat Pembelajaran Sastra ....................................... 35
d. Bahan Pembelajaran Sastra .......................................... 37
e. Model Pembelajaran ..................................................... 37
f. Langkah-Langkah Pembelajaran .................................. 41

ix
g. Media Pembelajaran ..................................................... 41
h. Sumber Belajar ............................................................. 41
i. Alokasi Waktu .............................................................. 42
j. Evaluasi ........................................................................ 42

BAB III METODE PENELITIAN............................................................. 44


A. Data dan Sumber Data ........................................................... 44
B. Subjek dan Objek Penelitian .................................................. 45
C. Instrumen Penelitian .............................................................. 45
D. Teknik Pengumpulan Data..................................................... 46
E. Teknik Validitas Data ............................................................ 46
F. Teknik Analisis Data ............................................................. 47
G. Teknik Penyajian Hasil Analisis ............................................ 48

BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA ............................. 49


A. Penyajian Data ....................................................................... 49
1. Unsur Intrinsik Novel Pulang ........................................... 49
2. Nilai-Nilai Moral Novel Pulang ....................................... 50
3. Skenario Pembelajaran Novel Pulang di SMA................. 51
B. Pembahasan Data ................................................................... 53
1. Unsur Intrinsik Novel Pulang ........................................... 53
2. Nilai-Nilai Moral Novel Pulang ....................................... 78
3. Penerapan Pembelajaran Novel Pulang di SMA .............. 108

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 122


A. Simpulan ................................................................................ 122
B. Saran ...................................................................................... 123

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 126


LAMPIRAN ................................................................................................ 128

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1: Sajian Data Unsur Intrinsik Novel Pulang ............................ 49

Tabel 2: Sajian Data Nilai Edukatif Novel Pulang ............................. 50

Tabel 3: Sajian Data Penerapan Pembelajaran Novel ......................... 52

Tabel 4: Rubrik Penilaian Pembelajaran Unsur Intrinsik dan Nilai


Moral Novel Pulang .............................................................. 116

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1: Kartu Bimbingan Skripsi ....................................................... 128

xii
ABSTRAK

Cahyono, Wahyu. 2016. “Analisis Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Leila
Salikha Chudori dan Penerapannya dalam Pembelajaran Sastra di SMA.” Skripsi.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) unsur intrinsik novel
Pulang, (2) nilai-nilai moral novel Pulang, dan (3) penerapan pembelajaran novel
Pulang karya Leila S. Chudori di SMA.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data penelitian berupa kalimat-
kalimat atau kutipan-kutipan yang berhubungan dengan unsur intrinsik dan nilai
moral. Sumber data penelitian ini adalah teks novel Pulang. Subjek penelitian ini
adalah novel Pulang karya Leila S. Chudori yang diterbitkan oleh Gramedia tahun
2013. Objek penelitian ini adalah tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, sudut
pandang, amanat, dan sikap atau perilaku tokoh-tokoh dalam novel yang
mengandung nilai moral. Data dikumpulkan menggunakan metode baca dan catat
dengan peneliti sendiri sebagai alat pengumpul data utama. Validitas data dilakukan
dengan teknik triangulasi teori. Data dianalisis menggunakan metode analisis isi
(content analysis) dan hasilnya dipaparkan menggunakan metode informal.
Hasil penelitian ini adalah (1) unsur intrinsik novel Pulang meliputi tema,
yakni tentang nasionalisme kaum ekstapol; penokohan yang ada dalam novel ini
begitu menonjol terutama pada tokoh utama yaitu Dimas dan Lintang; alur yang
digunakan adalah alur campuran; latar yang terdapat dalam novel Pulang dapat
dideskripsikan ke dalam unsur tempat yaitu Jakarta dan Paris, unsur waktu yaitu
tahun 1965-1998, dan unsur suasana yaitu suasana tegang dan mencekam; sudut
pandang pada novel ini adalah sudut pandang campuran; amanat novel ini adalah
manusia harus memiliki prinsip dalam hidup, mencintai tanah air, dan bertanggung
jawab terhadap keputusan yang telah diambil. (2) Nilai-nilai moral novel meliputi (a)
nilai moral dalam hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa kepercayaan
terhadap Tuhan, bersyukur kepada Tuhan, dan memanjatkan doa; (b) nilai moral
dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri yang berupa teguh pada pendirian,
optimis, dan penyesalan; (c) nilai moral dalam hubungan manusia dengan manusia
lain dalam lingkup sosial, yakni berupa peduli sesama, berterima kasih, menghargai
orang lain, dan jujur. (3) Penerapan pembelajaran novel di SMA dilakukan dengan
tiga tahap, yakni (a) tahap perencanaan (guru melakukan pelacakan pendahuluan,
menentukan sikap praktis, membuat RPP, menyusun instrumen penilaian, dan
menyiapkan media serta sumber belajar), (b) tahap pelaksanaan dilaksanakan dengan
langkah-langkah: tahap pengantar: menyampaikan gambaran umum novel dan
bagian-bagian menarik dalam novel, tahap penyajian: uraian materi secara
komprehensif, meliputi unsur-unsur intrinsik novel dan macam-macam nilai moral
dalam novel, diskusi: pemberian masalah untuk didiskusikan dalam kelompok
belajar, pengukuhan: tugas mandiri; (c) kegiatan akhir, meliputi: guru menyimpulkan
hasil pembelajaran, memotivasi siswa untuk mengambil nilai moral dalam novel
Pulang. Pada tahap refleksi, guru menganalisis dan merenungkan proses pelaksanaan
pembelajaran, menganalisis hasil evaluasi belajar siswa, membuat soal remidi dan
materi pengayaan jika diperlukan, dan menyusun rencana perbaikan atau
penyempurnaan untuk pembelajaran mendatang.

Kata kunci: unsur intrinsik, nilai moral, novel Pulang, penerapan pembelajaran di SMA
viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan ekspresi dan

kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, sastra sangat banyak

mengandung unsur kemanusiaan, perasaan, semangat, kepercayaan, dan keya-

kinan yang mampu membangkitkan kekaguman. Karya sastra merupakan karya

seorang pengarang dari hasil perenungan dan imajinasi. Hal tersebut dilakukan

secara sadar melalui hal-hal yang diketahui, dihindari, dirasa, ditanggapi,

difantasikan, dan disampaikan kepada khalayak melalui media bahasa. Hal inilah

yang membuat karya sastra dapat menjadi sebuah karya yang indah.

Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra diharapkan memunculkan

nilai-nilai positif bagi penikmatnya, sehingga mereka peka terhadap masalah-

masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan mendorong untuk berprilaku

yang baik. Novel juga merupakan ungkapan fenomena sosial dalam aspek-aspek

kehidupan yang dapat digunakan sebagai sarana mengenal manusia dan

zamannya. Novel yang semakin bersinar di masa kini tak lain adalah cerita yang

berkelanjutan tentang manusia yang dipoles sedemikian rupa oleh penulis-penulis

yang kreatif.

Sebagai sebuah karya imajinatif, novel menawarkan berbagai perma-

salahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati

berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian

diungkapkan kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Oleh

1
2

karena itu, fiksi, menurut Altenbernd dan Lewis dapat diartikan sebagai “prosa

naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung

kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.

Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya

terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara selektif dan dibentuk sesuai

dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan

terhadap pengalaman kehidupan manusia” (Nurgiyantoro, 1998:3).

Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam

interaksinya dengan lingkungan dan sesama, interaksinya dengan diri sendiri,

serta interaksinya dengan Tuhan. Pada dasarnya, prosa fiksi merupakan karya

imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas

sebagai karya seni. Oleh karena itu, fiksi merupakan sebuah cerita yang di

dalamnya terkandung tujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca di

samping adanya tujuan estetik (Nurgiyantoro, 1998:3).

Karya sastra sebagai sebuah tiruan kehidupan sosial, budaya dan politik

juga menampilkan nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran

oleh para pembacanya. Pesan moral dalam sebuah karya sastra biasanya

menceritakan pandangan hidup pengarang yang timbul karena konflik yang terjadi

disekitar lingkungan tempat hidup si pengarang ataupun pengalaman batin yang

dialaminya. Pesan moral dalam sebuah karya sastra biasanya ditampilkan secara

implisit sehingga pembaca dapat menyimpulkan sendiri baik buruk cerita dan

dampaknya di kemudian hari. Ajaran moral dalam karya sastra seringkali tidak

secara langsung disampaikan, namun melalui hal-hal yang seringkali bersifat


3

amoral. Misalnya novel, banyak sastrawan yang memberikan batasan atau definisi

novel. Batasan atau definisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut

pandang yang mereka pergunakan juga berbeda-beda.

Pulang merupakan novel terbaru yang ditulis Leila Salikha Chudori

dengan latar sejarah politik. Novel yang ditulis pada tahun 2006 dan selesai pada

tahun 2012 itu berisi tentang drama keluarga, persahabatan, cinta, sekaligus

pengkhianatan dengan latar belakang Indonesia 30 September 1965, Prancis Mei

1968, dan Indonesia Mei 1998. Cerita utama berpusat pada tokoh bernama Dimas

Suryo, seorang eksil politik, yang berada langsung saat gerakan mahasiswa

berkecamuk di Paris. Sampai akhirnya Dimas terhadang untuk kembali ke

Indonesia setelah meletusnya peristiwa 30 September 1965. Paspornya dicabut

sehingga tidak bisa pulang ke tanah air.

Novel terbaru Leila Salikha Chudori ini memaparkan derita korban

tragedi 1965 dari sudut pandang generasi pertama dan kedua. Tidak sekadar

mengajak kita menengok sejarah kelam yang penyelesaiannya belum juga tuntas

hingga saat ini, novel Pulang juga mengajak kita berpikir ulang mengenai paham-

paham yang selama ini dicekoki pemerintah Orde Baru, terutama mengenai

komunisme dan marxisme.

Pulang, seperti disebutkan dalam sinopsis sampul belakang novel, adalah

sebuah drama keluarga, persahabatan, cinta, dan pengkhianatan berlatar belakang

tiga peristiwa bersejarah, yakni peristiwa 30 September 1965, peristiwa di

Perancis Mei 1968, dan tragedi reformasi di Indonesia pada bulan Mei 1998. Itu
4

semua tersaji dalam narasi yang tertata apik. Leila Salikha Chudori berhasil

meramu unsur-unsur naratif secara meyakinkan dalam novel ini.

Fenomena moral dalam novel Pulang berkaitan erat dengan dengan

masalah hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan diri sendiri,

dan hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial. Jenis

dan wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada

keyakinan, keinginan, dan ketertarikan pengarang yang bersangkutan. Jenis dan

ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah yang bisa dikatakan bersifat

tidak terbatas. Cakupannya meliputi seluruh persoalan hidup dan kehidupan,

seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.

Berdasarkan pemikiran tersebutlah penelitian terhadap novel ini dilakukan,

khususnya berkenaan dengan nilai-nilai moral yang terkandung di dalam novel

Pulang. Dalam penelitian ini, akan diulas novel Pulang karya Leila Salikha

Chudori karena hanya beberapa pengarang yang mengangkat peristiwa sejarah ke

dalam karya-karyanya, salah satunya adalah Leila Salikha Chudori dalam novel

Pulang ini. Di dalam novel Pulang, Leila menyajikan cerita-cerita yang penuh

dengan nilai-nilai moral, budaya, dan politik, sehingga penulis tertarik untuk

mengulas novel ini lebih lanjut berdasarkan uraian-uraian di atas. Penelitian ini

akan mengulas nilai moral dalam novel Pulang. Nilai moral dalam novel ini

menyangkut penilaian terhadap sikap batin dan perilaku tokoh-tokoh menurut

ukuran moral.
5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka perlu

adanya rumusan masalah untuk menampilkan persoalan-persoalan yang muncul

untuk kemudian diteliti dan diselidiki. Masalah yang dapat diidentifikasi adalah

sebagai berikut.

1. Bagaimanakah unsur intrinsik novel Pulang karya Leila Salikha Chudori?

2. Bagaimanakah nilai moral yang terdapat di dalam novel Pulang karya Leila

Salikha Chudori?

3. Bagaimanakah penerapan pembelajaran novel Pulang karya Leila Salikha

Chudori di SMA kelas XI?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang novel Pulang karya Leila Salikha Chudori ini bertujuan

untuk mendeskripsikan:

1. unsur intrinsik novel Pulang karya Leila Salikha Chudori;

2. nilai moral yang terdapat dalam novel Pulang karya Leila Salikha Chudori;

3. penerapan pembelajaran novel Pulang karya Leila Salikha Chudori di SMA

kelas XI.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian tentang novel Pulang karya Leila Salikha Chudori ini memiliki

manfaat sebagai berikut.


6

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat bagi bidang kesusasteraan

khususnya ilmu sastra. Dengan penelitian ini, dunia kesusasteraaan akan

mendapat masukan pemikiran dari sisi moral karya sastra. Adapun gambaran

nilai-nilai moral tersebut merujuk pada nilai-nilai moral dalam novel Pulang

karya Leila Salikha Chudori .

2. Manfaat Praktis

Secara praktis manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Bagi Guru

Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia di SMA, hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih bahan dan

skenario pembelajaran novel tersebut di SMA kelas XI.

b. Bagi Siswa

Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai

unsur-unsur intrinsik novel, nilai-nilai moral yang terkandung di dalam novel,

serta aspek kesejarahan bangsa Indonesia sejak 1965 sampai reformasi yang

melatari novel Pulang.

c. Bagi Pembaca

Bagi pembaca secara umum, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

salah satu sarana untuk memasyarakatkan karya sastra, khususnya novel yang

berjudul Pulang karya Leila Salikha Chudori.


7

d. Bagi Peneliti Lain

Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam

penyusunan penelitian, khususnya yang berkaitan dengan nilai moral serta dapat

dijadikan motivasi untuk meneliti novel Pulang karya Leila Salikha Chudori

dengan pendekatan lain.

E. Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar, penulisan skripsi, disusun dengan sistematika: bagian

awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal berisi halaman judul, halaman

persetujuan pembimbing, halaman pengesahan penguji, halaman penyataan,

prakata, daftar isi, serta daftar gambar, tabel, dan daftar lampiran.

Bagian isi terbagi ke dalam lima bab. Bab I adalah pendahuluan, berisi

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

serta sistematika penulisan skripsi. Latar belakang berisi gagasan-gagasan

konseptual dan keadaan-keadaan faktual yang menjadi motivator dan inspirator

bagi peneliti untuk melakukan penelitian.

Selanjutnya, rumusan masalah berisi pertanyaan penelitian yang

merumuskan masalah khusus yang dibahas dalam skripsi ini. Selanjutnya, subbab

tujuan dan kegunaan penelitian berisi paparan tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian dan kegunaan hasil penelitian terhadap pihak-pihak tertentu. Pada

sistematika penulisan skripsi, peneliti memaparkan alur penyajian bagian-bagian

skripsi secara berurutan.


8

Bab II berisi tinjauan pustaka dan kajian teoretis. Pada bab ini, peneliti

memaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, teori-teori

yang digunakan sebagai pedoman penelitian.

Bab III berisi metode penelitian. Metode penelitian objek penelitian, fokus

penelitian, sumber data, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik

analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis.

Bab IV berisi penyajian dan pembahasan data hasil penelitian. Dalam bab

ini disajikan data-data yang diperoleh selama penelitian berlangsung untuk

kemudian dibahas dan disarikan intinya sehingga dapat dinyatakan apakah

hipotesis penelitian diterima atau tidak.

Bab V adalah penutup. Bab ini berisi simpulan hasil penelitian dan saran-

saran dari peneliti terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dengan bidang

penelitian ini.

Pada bagian akhir skripsi, peneliti menyajikan daftar pustaka dan

lampiran-lampiran. Semua buku dan sumber lain yang digunakan penulis,

tercantum dalam daftar pustaka sehingga dapat dipertanggungjawabkan

keautentikannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORETIS

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu

sehingga diketahui perbedaan yang khas antara kajian terdahulu dengan kajian

yang akan penulis lakukan. Kajian terhadap nilai moral sebuah novel sudah

banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Pada bagian ini peneliti paparkan

beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang

dilakukan Nikmah (2014), Damayanti (2013), dan Valma (2012).

Nikmah pernah melakukan kajian moral terhadap novel dalam skripsi

berjudul “Nilai Moral dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari.” Hasil

penelitian Nikmah diuraikan sebagai berikut. Pertama, wujud nilai moral dalam

novel Kubah karya Ahmad Tohari berupa hubungan manusia dengan Tuhan, yaitu

kepercayaan terhadap Tuhan, bersyukur kepada Tuhan, dan memanjatkan doa.

Hubungan manusia dengan diri sendiri, yaitu teguh pada pendirian, optimis, dan

penyesalan. Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup lingkungan

sosial, yaitu peduli sesama, berterima kasih, menghargai orang lain, jujur,

bersikap sabar dan tolong menolong. Kedua, unsur cerita yang digunakan sebagai

sarana untuk menyampaikan nilai moral dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari

adalah penokohan. Unsur tokoh tersebut terdiri dari ajaran tokoh dan perilaku

tokoh dalam menghadapi masalah. Ajaran tokoh terdiri dari kebijaksanaan,

kejujuran, keterbukaan, dan kesabaran Sementara itu perilaku tokoh dalam

menghadapi masalah berupa memberi nasihat, tidak putus asa, empati, berusaha,

9
10

pesimis, perhatian, tolong menolong, berpikir jernih, bersyukur, dan berdoa

kepada Tuhan. Ketiga, teknik penyampaian nilai moral dalam novel Kubah karya

Ahmad Tohari berupa teknik penyampaian langsung dan teknik penyampaian

tidak langsung. Teknik penyampaian langsung terdiri dari uraian pengarang dan

melalui tokoh. Teknik penyampaian tidak langsung berupa penyampaian melalui

tokoh dan konflik.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nikmah (2014) adalah sama-

sama mengkaji sebuah novel dari segi nilai moral yang bersumber dari hubungan

manusia (tokoh) dengan Tuhan, sesama, dan diri sendiri. Perbedaannya, di dalam

penelitian tersebut Rahma tidak membahas penelitian unsur intrinsik seperti yang

penulis lakukan. Di sisi lain, penelitian Nikmah mengkaji teknik penyampaian

moral yang tidak peneliti lakukan. Selain itu, penelitian Nikmah tidak dilengkapi

dengan skenario pembelajaran novel tersebut di SMA seperti pada penelitian ini.

Meskipun memiliki perbedaan dari banyak segi, termasuk objek novel yang

diteliti, peneliti banyak memperoleh inspirasi dalam hal teknik pengkajian nilai

moral dari teori-teori dan metode analisis yang dilakukan oleh Nikmah.

Penelitian tentang nilai moral karya sastra juga pernah dilakukan oleh

Damayanti (2013) dalam penelitian berjudul “Analisis Nilai Moral Novel Cinta

Suci Zahrana Karya Habiburrahman El Shirazy dan Skenario Pembelajarannya di

Kelas XI SMA.” Dari hasil penelitiannya, disimpulkan bahwa unsur intrinsik

dalam novel Cinta Suci Zahrana jalin terjalin menyatu dengan nilai moral yang

terdapat di dalamnya, nilai moral novel Cinta Suci Zahrana mencakup tiga aspek,

yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia


11

termasuk dengan lingkungan alam, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan

skenario pembelajaran novel Cinta Suci Zahrana karya Habiburrahman El

Shirazy menggunakan model pembelajaran PAIKEM, yaitu penjelasan tujuan

pembelajaran, mempersiapkan media pembelajaran, para siswa diminta

membentuk kelompok, masing-masing kelompok diberi topik untuk dibaca, para

siswa mempresentasikan hasil diskusi, mengomentari kelompok dan memberikan

kesimpulan.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Damayanti adalah sama-sama

mengkaji unsur intrinsik, nilai moral, dan skenario pembelajaran novel di SMA.

Perbedaannya, Damayanti meneliti novel Cinta Suci Zahrana karya

Habiburrahman El Shirazy, sedangkan penelitian ini mengkaji novel Pulang karya

Leila Salikha Chudhori.

Selain penelitian Nikmah dan Damayanti, penelitian tentang nilai moral

novel juga dilakukan oleh Valma (2012) dalam penelitian berjudul “Nilai Moral

dalam Novel Padang Bulan Karya Andrea Hirata sebagai Bahan Pembelajarannya

di Kelas XI SMA”. Penelitian yang dilakukan oleh Valma memiliki persamaan

dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Persamaan

keduanya membahas nilai moral novel dan pembelajarannya di SMA.

Perbedaannya terdapat pada sumber data penelitian, penelitian yang dilakukan

oleh penulis menggunakan novel Pulang karya Leila S. Cudhori, sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh Valma mengambil subjek novel Padang Bulan

karya Andrea Hirata.


12

B. Kajian Teoretis

Sesuai dengan permasalahan yang dikaji di dalam penelitian ini, teori yang

menjadi acuan penelitian ini meliputi teori hakikat novel, nilai moral karya sastra,

dan pembelajaran sastra di SMA. Di bawah ini uraian ketiga teori tersebut.

1. Hakikat Novel

a. Definisi Novel

Novel termasuk fiksi (fiction) karena novel merupakan hasil khayalan atau

sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Selain novel, ada pula roman dan cerita

pendek. Menurut Waluyo (2002:36), novel berasal dari bahasa latin novellas yang

kemudian diturunkan menjadi novies, yang berarti baru. Perkataan baru ini

dikaitkan dengan kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi (fiction)

yang muncul belakangan di bandingkan dengan cerita pendek (short story) dan

roman.

Sejalan dengan pendapat di atas, Nurgiyantoro (2005:9) berpendapat

bahwa istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan

istilah Indonesia novellet (Inggris; novellet), yang berarti sebuah karya prosa fiksi

yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek.

Senada dengan pendapat tersebut, Abrams menyatakan bahwa sebutan novel

dalam Bahasa Inggris dan yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari Bahasa

Italia novella (yang dalam Bahasa Jerman:novella). Secara harfiah novella berarti

“Sebuah barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek

(short story) dalam bentuk prosa.

Menurut Robert Lindell dalam Waluyo (2006:6) karya sastra yang berupa
13

novel, pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella yang terbit pada tahun

1740. Awalnya novel Pamella merupakan bentuk catatan harian seorang

pembantu rumah tangga kemudian berkembang dan menjadi bentuk prosa fiksi

yang kita kenal seperti saat ini.

Pendapat tersebut juga dikuatkan Semi (1993:32) yang menyatakan bahwa

novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat tegang dan

pemusatan kehidupan yang tegas. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkap

aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.

Goldmann dalam Saraswati (2003:87) mendefinisikan novel merupakan

cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai otentik di dalam

dunia yang juga terdegradasi, pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang

problematik. Ciri tematik tampak pada istilah nilai-nilai otentik yang menurut

Goldmann merupakan totalitas yang secara tersirat muncul dalam novel, nilai-

nilai yang mengorganisasikan sesuai dengan model dunia sebagai totalitas. Atas

dasar definisi itulah selanjutnya Goldmann mengelompokkan novel menjadi tiga

jenis yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologis (romantisme keputusasaan),

dan novel pendidikan (pedagogis).

Istilah novel berasal dari bahasa latin novellas yang kemudian diturunkan

menjadi novies, yang berarti baru. Perkataan baru ini dikaitkan dengan kenyataan

bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang muncul belakangan dibandingkan

dengan cerita pendek dan roman (Waluyo, 2002:36).

Nurgiyantoro (2005:9-10) memaparkan bahwa dewasa ini istilah novella

atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia, novellet
14

yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu

panjang, tetapi juga tidak terlalu pendek. Meskipun dengan panjang yang cukupan

tersebut.

Dengan kata lain, novel merupakan salah satu bentuk fiksi dalam bentuk

prosa yang memiliki panjang cukupan dalam arti tidak terlalu panjang dan juga

tidak terlalu pendek serta di dalamnya terkandung 3 hal yang berkaitan dengan isi

cerita novel, antara lain:(1) perubahan nasib tokoh cerita; (2) ada beberapa

episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama yang

diceritakan tidak sampai mati. Secara garis besar, novel merupakan sebuah

karangan yang memaparkan ide, gagasan atau khayalan dari penulisnya.

Hal tersebut sejalan dengan definisi novel yang terdapat di dalam The

American College Dictionary dalam Tarigan (2003:120) novel adalah (1) cabang

dari sastra yang menyusun karya-karya narasi imajinatif, terutama dalam bentuk

prosa; (2) karya-karya dari jenis ini, seperti novel/ dongeng-dongeng; (3) sesuatu

yang diadakan, dibuat-buat atau diimajinasikan, suatu cerita yang disusun.

Selanjutnya tidak jauh berbeda dengan definisi di atas, Brooks dalam

Tarigan (2003:120) yang mendefinisikan fiksi sebagai sebuah bentuk penyajian

atau cara seseorang memandang hidup ini. Jadi karya fiksi memang bukan nyata,

tetapi karya sastra juga bukan kebohongan karena fiksi adalah suatu jenis karya

sastra yang menekankan kekuatan kesastraan pada daya penceritaannya. Karya

sastra bukan hanya sebuah khayalan semata, tetapi juga merupakan sebuah

refleksi dari suatu hal yang dirasakan, dilihat, bahkan mungkin juga dialami oleh

penulis.
15

Sedikit berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Goldman dalam Faruk

(2010:29) mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang

terdegradasi akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang

problematik dalam sebuah dunia yang juga tergradasi. Nilai-nilai otentik yang

dimaksud tersebut adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah novel yang

dapat mengorganisasikan sebuah novel secara keseluruhan meskipun tidak

tertuang secara eksplisit.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel

adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk prosa fiksi dalam ukuran yang

panjang dan luas, yang di dalamnya menceritakan konflik-konflik kehidupan

manusia yang dapat merubah nasib tokohnya. Novel mengungkapkan konflik

kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain tokoh-tokoh,

serangkaian peristiwa dan latar ditampilkan secara tersusun hingga bentuknya

lebih panjang dibandingkan dengan prosa rekaan yang lain.

b. Ciri-Ciri Novel

Waluyo (2002:37) mengemukakan ciri-ciri yang ada dalam sebuah novel,

yaitu adanya:(1) perubahan nasib dari tokoh cerita; (2) beberapa episode dalam

kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utama tidak sampai mati.

Sementara itu, Abrams dalam Nurgiyantoro (2005:11) menyatakan bahwa novel

mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak,

lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang

lebih kompleks. Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang membangun novel

itu.
16

Tarigan (2003:165) menyatakan bahwa novel mengandung kata-kata

berkisar antara 35.000 buah sampai tak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain,

jumlah minimum kata-katanya adalah 35.000 buah, jikalau kita pukul-ratakan

sehalaman kertas kuarto jumlah barisnya ke bawah 35 buah dan jumlah kata

dalam satu baris 10 buah, maka jumlah kata dalam satu halaman adalah 35 x 10 =

350 buah. Selanjutnya dapat kita maklumi bahwa novel yang paling pendek itu

harus terdiri minimal lebih dari 100 halaman.

c. Jenis-Jenis Novel

Nurgiyantoro (2005:16) berpendapat bahwa novel terdiri dari dua macam

yaitu novel serius dan novel populer. Pembedaan novel tersebut sering mengalami

kekaburan makna. Hal ini disebabkan karena pembedaan tersebut cenderung

mengarah pada subjektifitas penikmat sastra. Para penikmat sastra beranggapan

bahwa novel yang ditulis oleh beberapa penulis tertentu dan penerbit tertentu yang

sering menerbitkan karya sastra yang cenderung “berat” kadar kesastraannya.

Novel serius merupakan novel yang mengandung unsur sastra yang kental. Novel

ini juga harus sanggup memberikan hal yang serba mungkin terjadi, dan itulah

makna dari sastra yang benar-benar memiliki nilai kesastraan.

Pada umumnya, novel serius mengandung tujuan yang tersirat di dalamnya

untuk memberikan pengalaman yang berharga bagi pembaca, setidaknya novel

tersebut mampu mengajak pembacanya untuk meresapi dan merenungkan

masalah yang diangkat oleh sebuah novel (Nurgiyantoro, 2005:18-19).

Berdasar pada pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa novel serius lebih

mengarah pada suatu bentuk karya yang di dalamnya terdapat sebuah pelajaran
17

berharga yang dapat diambil oleh para penikmat sastra melalui pemahaman yang

mendalam.

Nurgiyantoro (2005:18) mendefinisikan novel popular sebagai novel yang

popular pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca di

kalangan remaja. Namun, novel popular hanya bersifat sementara, cepat

ketinggalan zaman, dan tidak dapat memaksa pembacanya untuk membaca sekali

lagi novel tersebut.

Selain itu, novel popular juga cepat ditinggalkan oleh pembacanya setelah

muncul novel yang lebih baru dan popular (Nurgiyantoro, 2005:16). Novel ini

menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman namun hanya

sampai pada tingkat permukaan saja, tidak menampilkan permasalahan kehidupan

secara lebih mendalam atau dengan kata lain tidak berusaha meresapi hakikat

kehidupan. Apabila hal tersebut terjadi dalam penulisan novel popular maka novel

akan menjadi lebih berat, menjadi novel serius, dan bisa dimungkinkan akan

ditinggalkan oleh pembacanya.

Goldman dalam Faruk (2010:31) membagi novel menjadi tiga jenis, yaitu

novel idealisme abstrak, novel psikologi, dan novel pendidikan. Novel jenis

pertama menampilkan sang hero yang penuh optimisme dalam petualangan tanpa

menyadari kompleksitas dunia. Dalam novel jenis kedua sang hero cenderung

pasif karena keluasan kesadarannya tidak tertampung oleh dunia fantasi.

Sedangkan dalam novel jenis ketiga sang hero telah melepaskan pencariannya

akan nilai-nilai yang otentik.

Selain itu, Goldmann dalam Ratna (2011:126) memandang karya sastra


18

dalam kapasitas sebagai manifestasi aktivitas kultural, mengungkapkan bahwa

novellah karya sastra yang berhasil merekonstruksi struktur mental dan kesadaran

sosial secara memadai, yaitu dengan cara menyajikannya melalui tokoh-tokoh dan

peristiwa. Penggunaan tokoh-tokoh imajiner juga merupakan salah satu

keunggulan novel dalam usaha untuk merekonstruksi dan memahami gejala

sosial, perilaku impersonal, termasuk peristiwa-peristiwa historis.

Penikmat sastra harus membedah struktur yang dimiliki suatu karya sastra

khususnya novel untuk memahaminya. Teeuw dalam Waluyo (2002:59-60)

menyebutkan bahwa sebuah sistem sastra memiliki tiga aspek:pertama eksterne

strukturrelation, yaitu struktur yang terikat oleh sistem bahasa pengarang terikat

oleh bahasa yang dipakainya; kedua intern strukturrelation, yaitu struktur dalam

bagian-bagiannya saling menentukan dan saling berkaitan; dan ketiga model

dunia sekunder, yaitu model dunia yang dibangun oleh pengarang, dunia fantasi

atau dunia imajinasi.

Wellek dan Warren (1993:75-130) menyebutkan adanya empat faktor

ekstrinsik yang saling berkaitan dengan makna karya sastra, yaitu biografi

pengarang, psikologis, sosial budaya masyarakat dan filosofis. Untuk memahami

sebuah novel, harus dilakukan pembedahan struktur yang dimiliki.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa novel dibagi menjadi

tiga jenis, yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologi, dan novel pendidikan.

Fiksi modern di bagi menjadi tiga golongan besar yaitu, bacaan hiburan, cerita

dengan kecenderungan konvensional, dan fiksi modern dengan kecenderungan

inkonvensional. Bacaan hiburan berfungsi sebagai sarana hiburan bagi pemba-


19

canya. Pembagian cerita dengan kecenderungan konvensional dan inkonvensional

tersebut berkaitan dengan konvensi unsur-unsur intrinsik sastra. Konvensional

merupakan cerita yang masih berpegang pada aturan atau konvensi sastra yang

ada, sedangkan inkonvensional tidak berpegang dan bahkan menyimpang dari

konvensi atau aturan sastra yang telah ada. Pembedaan tersebut sedikit berbeda

dengan kategorisasi yang dilakukan oleh Goldmann.

Berdasar pada teori yang dikemukakan oleh Luckas dalam Faruk

(2010:31), dapat dibedakan novel ke dalam tiga jenis, yaitu novel idealism

abstrak, novel psikologis, dan novel pendidikan.

Lubis dalam Tarigan (2003:165-166) mengkategorikan novel menjadi

beberapa jenis, antara lain roman avontur, roman psikologis, roman detektif,

roman sosial, roman politik, roman kolektif. Sedikit perbedaan dari

pengkategorian di atas adalah pembagian yang ada dalam Ensiklopedia Indonesia

yaitu roman sosial, roman bersejarah, roman tendens, roman keluarga, roman

psikologis (Tarigan, 2003:166).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa secara

garis besar novel terbagi menjadi dua, yaitu novel serius dan novel popular. Novel

serius merupakan sebuah karya sastra yang memiliki kadar kesastraan yang tinggi

dan membutuhkan suatu pemahaman yang lebih untuk dapat memahaminya.

Novel serius cenderung mengangkat tema-tema yang lebih “berat”, seperti tema

tentang politik, pendidikan, psikologi, dan lai-lain. Novel popular merupakan

sebuah karya sastra yang berfungsi sebagai sebuah sarana hiburan. Meskipun

hanya sebagai sebuah sarana hiburan, novel popular tak lantas mengabaikan
20

konvensi-konvensi sastra yang ada. Novel popular tetap mengindahkan konvensi

sastra yang ada dan juga memiliki nilai estetis yang dapat dinikmati oleh pembaca

dan nilai pedagogis yang dapat dipetik oleh pembaca.

2. Unsur Intrinsik Novel

Karya sastra yang berupa fiksi naratif seperti novel memiliki dua unsur,

yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur yang

ada di dalam teks sastra itu, baik tersurat, maupun tersirat. Sebaliknya, unsur

ekstrinsik merupakan unsur yang ada di luar teks sastra itu yang meliputi

pengarang dan lingkungan sosialnya.

Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro (1998:25), unsur intrinsik sebuah

cerita rekaan, termasuk novel, terdiri dari beberapa unsur, di antaranya tema,

tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat. Di bawah ini

dijelaskan unsur intrinsik tersebut.

a. Tema

Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (1998:67), tema adalah

makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Masih menurut Stanton, tema

bersinonim dengan ide utama (central idea) dan tujuan utama (central purpose).

Menurut Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 1998:68), tema merupakan

gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di

dalam teks sebagai struktur semantis yang menyangkut persamaan-persamaan

atau perbedaan-perbedaan.

Tema merupakan salah satu unsur penting yang turut membangun sebuah
21

cerita. Dalam pengertian yang sederhana, tema adalah makna cerita, gagasan

sentral atau dasar cerita. Dengan kalimat lain, tema adalah gagasan pokok yang

disampaikan pengarang baik secara tersurat maupun secara tersirat.

Menurut Sudjiman (1991:78), sebuah tema dalam karya sastra dapat

ditentukan dengan cara, pertama, menghubungkan isi cerita secara keseluruhan

dengan judulnya. Kedua, menyingkapkan makna kalimat-kalimat atau dialog-

dialog kunci yang ada dalam cerita. Ketiga, melihat persoalan yang paling

menonjol dan menentukan persoalan mana yang paling banyak menimbulkan

konflik yang melahirkan peristiwa-peristiwa dalam cerita.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan pokok

atau ide sentral yang ada dalam cerita, baik eksplisit (tersurat) maupun implisit

(tersirat). Untuk menentukan tema, dapat dilakukan dengan:(1) menghubungkan

isi cerita secara keseluruhan dengan judulnya, (2) menyingkap makna-makna

dialog yang penting, dan (3) menentukan permasalahan paling menonjol yang

menimbulkan konflik dan peristiwa-peristiwa dalam cerita.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh pelaku dalam cerita fiksi, termasuk cerita pendek, merupakan salah

satu aspek penting dalam membangun sebuah cerita. Dalam membaca atau

menganalisis cerpen, kita sering tidak membutuhkan pertanyaan apa yang

kemudian terjadi, tetapi yang sering dipertanyakan adalah “peristiwa yang terjadi

itu menimpa siapa” atau “siapa tokoh pelakunya”. Tokoh menurut Sudjiman

(1991:79) adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di

dalam berbagai peristiwa dalam cerita.


22

Fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi tokoh sentral atau

utama dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peranan penting disebut tokoh

utama atau protagonis.

Menurut Sudjiman (1991:18) kriteria yang dapat digunakan untuk

menentukan tokoh utama bukan pada frekuensi kemunculan tokoh itu, melainkan

dilihat dari intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa dalam mem-

bangun cerita. Unsur penokohan dapat dijadikan pengarang untuk melukiskan apa

yang dilihat, didengar, dipikirkan, dialami, dan dirasakan oleh tokoh-tokoh yang

diceritakannya.

Berkaitan dengan penokohan, Sudjiman (1991:23) mengatakan bahwa

“penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh”. Sementara

itu, Jones (dalam Nurgiyantoro 1998:165) mengatakan bahwa “penokohan adalah

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah

cerita”. Penggambaran tokoh-tokoh dalam cerita itu hendaknya logis atau masuk

akal sehingga tokoh itu seperti benar-benar terjadi.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan pengarang dalam meng-

gambarkan setiap tokoh cerita sehingga dapat membantu pembaca untuk meng-

analisis unsur penokohan dalam cerita. Menurut Rahmanto (1988:72) peng-

gambaran penokohan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:(1) pengarang

menggambarkan secara langsung sifat-sifat tokoh; (2) melalui dialog antara tokoh

yang bersangkutan dengan tokoh lain; (3) melalui gerak-gerik atau perilaku tokoh

yang bersangkutan; (4) melukiskan lingkungan tempat tokoh itu tinggal (kamar,

tempat belajar, kolong jembatan, dsb.); dan (5) pandangan-pandangan tokoh lain
23

tentang sikap dan perilaku tokoh yang bersangkutan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku cerita

atau yang mengalami peristiwa dalam cerita. Tokoh terbagi menjadi dua,

yakni:(1) tokoh utama dan (2) tokoh tambahan. Sementara itu, penokohan adalah

teknik pengarang dalam menampilkan karakter atau watak tokoh. Penokohan

dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung (melalui dialog, gerak-gerik,

latar, dan pandangan tokoh lain mengenai tokoh tertentu).

c. Alur

Alur cerita atau plot merupakan unsur intrinsik yang fundamental dalam

sebuah cerita sehingga sering disebut juga sebagai jiwa atau ruhnya sebuah cerita

rekaan. Alur merupakan serangkaian peristiwa yang diceritakan pengarang dari

awal sampai akhir dalam sebuah cerita. Alur menurut Sudjiman (1991:4) adalah

rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan

jalan cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian. Jalinan peristiwa yang

terdapat dalam cerita dapat menimbulkan efek tertentu. Keterjalinan peristiwa-

peristiwa itu dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan hubungan

kausal (sebab-akibat). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa alur cerita

adalah struktur gerak atau peristiwa dalam sebuah cerita rekaan dan setiap

peristiwa yang terjadi dalam kisahan, selalu saling berhubungan sehingga

membentuk satu kesatuan cerita.

Tahapan alur menurut Nurgiyantoro (1988:142) ada tiga, yakni: (1) tahap

awal, (2) tengah, dan (3) akhir. Tahap awal berisi sejumlah informasi penting

yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan (penyituasian) serta
24

peristiwa yang memicu konflik mulai dimunculkan (pemunculan konflik). Tahap

tengah disebut juga tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan atau konflik

yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya; pada tahap ini, klimaks

ditampilkan, yaitu ketika konflik utama mencapai titik intensitas tertinggi. Tahap

akhir disebut juga tahap peleraian yang menampilkan adegan tertentu sebagai

akibat klimaks.

Berdasar kriteria urutan waktu, alur terbagi menjadi tiga: (1) alur progresif

(lurus), yakni alur yang berjalan secara kronologis, (2) alur sorot balik (flash

back), yakni yang tidak kronologis atau cerita tidak dimulai dari kisah yang

menurut logika menajadi tahap awal, dan (3) campuran yang memadukan antara

alur progresif dan alur flash back (Nurgiyantoro, 1998:153-156).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alur adalah struktur gerak

atau peristiwa dalam sebuah cerita rekaan dan setiap peristiwa yang terjadi dalam

kisahan, selalu saling berhubungan sehingga membentuk satu kesatuan cerita.

Berdasarkan urutan waktunya, alur terbagi menjadi tiga, yakni: (1) alur maju

(progresif), (2) alur mundur (flash back), dan (3) alur campuran.

d. Latar

Pengertian latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang

berkaitan dengan penggambaran tentang tempat, waktu, dan suasana kejadian atau

peristiwa yang sedang berlangsung dalam sebuah cerita (Sudjiman, 1991:48).

Sementara itu, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998:216) latar atau setting

disebut juga sebagai landasan tumpu yang merujuk pada pengertian tempat,

hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa


25

yang diceritakan. Dengan demikian, berdasarkan pengertian tersebut, latar dapat

dibedakan menjadi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

Latar dapat memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini

penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana

tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan benar-benar terjadi. Latar

tidak hanya memberi gambaran yang jelas tentang sesuatu yang terjadi, tetapi

sering pula membantu memberikan gambaran yang jelas tentang watak-watak

tokoh dalam cerita.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah unsur

pembangun cerita yang merupakan tempat, waktu, dan keadaan sosial yang

melatarbelakangi peristiwa-peristiwa dalam cerita. Latar terbagi menjadi tiga

macam, yakni: (1) latar tempat, (2) latar waktu, dan (3) latar sosial.

e. Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan salah satu unsur intrinsik yang menjadi sarana

cerita. Sudut pandang dalam cerita pendek membicarakan hubungan yang terdapat

antara pengarang dan alam kreatif imajinasinya atau antara pengarang dan

perasaan pembacanya. Dengan kalimat lain, sebuah cerita ada yang menceritakan

dan ada yang diceritakan. Untuk itu, pengertian sudut pandang menurut Sudjiman

(1991:75) adalah posisi pencerita dalam membawakan kisahan, boleh jadi ia

tokoh dalam ceritanya (pencerita akuan) dan boleh jadi berada di luar cerita

(pencerita diaan).

Nurgiyantoro (1998:256-271), membagi sudut pandang menjadi tiga,

yakni:sudut pandang persona ketiga atau “dia”, sudut pandang orang persona
26

pertama atau “aku”, dan sudut pandang campuran. Sudut pandang persona ketiga

berarti pengarang berada di luar cerita. Sudut pandang persona ketiga terbagi

menjadi dua, yakni “dia” mahatahu dan “dia” terbatas. “Dia” mahatahu berarti

pengarang dapat menceritakan apa saja mengenai hal yang menyangkut tokoh,

berbeda dengan “dia” terbatas yang hanya memposisikan pengarang sebagai

pengamat, yang terbatas pada seorang tokoh saja atau beberap tokoh yang

jumlahnya sangat terbatas.

Selanjutnya, sudut pandang persona pertama juga menjadi dua, yakni

“aku” orang pertama dan “aku” tokoh tambahan. Adapun sudut pandang

campuran berarti pengarang menggunakan dua sudut pandang sekaligus, yakni

sebagai “aku” juga sebagai “dia”. Dengan demikian, pencerita adalah orang yang

membawakan kisahan atau cerita di dalam sebuah karya sastra dan ia tidak selalu

identik dengan pengarangnya.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah posisi

pengarang dalam bercerita, apakah pengarang ada di luar cerita atau terlibat di

dalam cerita. Sudut pandang terbagi menjadi tiga, yakni: (1) sudut pandang

persona ketiga atau “dia”, (2) sudut pandang orang persona pertama atau “aku”,

dan (3) sudut pandang campuran ("aku" dan "dia").

f. Amanat

Amanat merupakan pesan atau hikmah yang dapat diambil dari sebuah

cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun panduan hidup. Melalui cerita,

sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil

hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan yang diamanatkan


27

(Nurgiyantoro, 2000:322).

Sudjiman (1991 :63) berpendapat bahwa amanat dalam karya sastra

terkadang disampaikan secara tersurat melalui teks yang ada di dalam novel, baik

melalui narasi secara langsung atau pun melalui dialog antartokoh. Namun, lebih

banyak amanat disampaikan pengarang secara tersirat yang dapat dipahami dari

peristiwa-peristiwa yang ada di dalam cerita.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan atau

hikmah yang dapat diambil dari sebuah cerita. Amanat dapat disampaikan

pengarang secara tersurat dan tersirat.

3. Nilai Moral Karya Sastra

Berkaitan dengan nilai moral, diuraikan mengenai hakikat nilai, hakikat

moral, dan nilai moral di dalam karya sastra. Ketiga hal tersebut diuraikan dalam

subbahasan di bawah ini.

a. Hakikat Nilai

Nilai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat

Bahasa, 2007:1004) diartikan sebagai sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau

berguna bagi kemanusiaan. Fraenkel dalam Sauri (2005:1) mendefinisikan nilai

sebagai value is any idea, a concept, about what some one think is important in

life ‘nilai adalah idea atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang

dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh sesorang dalam kehidupan’.

Nilai adalah unsur penting dalam kehidupan manusia. Nilai-nilai tidak

dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang
28

penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai selain berfungsi sebagai landasan

perbuatan, juga berfungsi sebagai pengarah dan pendorong seseorang dalam

melakukan perbuatan. Dengan demikian, nilai tersebut dapat menimbulkan tekad

bagi yang bersangkutan untuk diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari.

Nilai juga merupakan sikap seseorang terhadap suatu hal yang baik dan

yang buruk yang telah ada dalam diri manusia yang berguna sebagai tolok ukur

baik dan buruk demi peningkatan kualitas sehingga berguna bagi kehidupan

manusia. Dalam kamus Purwodarminto dikatakan bahwa nilai adalah harga, hal-

hal yang penting atau berguna bagi manusia (Soenarjati, 1989:25).

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa nilai adalah

sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan suatu kualitas, dan berguna bagi

kehidupan manusia. Sifat-sifat tersebut yang bisa sebagai tolok ukur baik atau

buruk demi peningkatan kualitas sehingga bisa berguna bagi manusia itu sendiri.

b. Hakikat Moral

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat

Bahasa, 2007:1974), moral diartikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang

diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb. Moral bersinonim

dengan akhlak, budi pekerti, dan susila. Selain itu, moral diartikan juga sebagai

kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,

berdisiplin, dsb.

Moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik

dan yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk

mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk
29

suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan,

sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang

dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu, masyarakat, lingkungan, dan

alam sekitar. Termasuk ke dalam nilai moral antara lain tanggung jawab, jujur,

disiplin, kreatif, mandiri, dan sebagainya.

Pengertian moral secara umum mengacu pada pada pengertian (ajaran

tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban

dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila. Menurut Rogers dalam Hastuti

(2012:25), moral adalah kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku

individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral

merupakan standar baik dan buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai

sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa moral adalah perilaku atau

kaidah pada diri manusia. Moral dapat dijadikan sebagai tolok ukur suatu perilaku

dalam berhubungan dengan kelompok sosial.

c. Jenis Nilai Moral dalam Karya Sastra

Karya fiksi yang mengandung dan menawarkan nilai-nilai moral kepada

pembaca, tentunya banyak sekali jenis dan wujudnya. Dalam karya fiksi yang

panjang, sering terdapat lebih dari satu pesan moral. Jenis moral dalam sastra

sangat bervariasi dan tidak terbatas jumlahnya. Segala persoalan hidup dan

kehidupan dapat diangkat sebagai ajaran moral dalam karya sastra.

Nurgiyantoro (2013: 441-442) menyatakan bahwa jenis ajaran moral itu

sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan, bersifat tak terbatas. Ia
30

dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupannya itu dapat dibedakan

ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia

dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan

lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Jenis hubungan-

hubungan tersebut masing-masing dapat dirinci ke dalam detail-detail wujud yang

lebih kasus.

Nurgiyantoro (2013: 441-442) menjelaskan secara garis besar persoalan

hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam persoalan (1)

hubungan manusia dengan Tuhannya, (2) hubungan manusia dengan dirinya

sendiri, dan (3) hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial.

Nilai moral yang bersumber dari hubungan manusia dengan Tuhan

merupakan nilai yang didasarkan pada posisi manusia sebagai hamba Tuhan.

Moralitas pada aspek ini dimulai dengan melaksanakan tugas perhambaan dengan

melaksanakan ibadah kepada Tuhan secara terus-menerus yang diwujudkan

melalui keimanan dan konsisten kepada ajaran agama. Bentuk nilai moral dari

hubungan manusia dengan Tuhan meliputi kepercayaan (keimanan) terhadap

Tuhan, bersyukur kepada Tuhan atas segenap anugerahnya dengan menggunakan

potensi yang dimiliki untuk kebaikan, dan senantias memanjatkan doa kepada

Tuhan.

Jenis nilai moral yang selanjutnya adalah nilai moral yang berhubungan

dengan diri sendiri. Nilai ini meliputi nilai teguh pada pendirian, optimis, dan

penyesalan, dan sikap pribadi lainnya.


31

Jenis nilai moral selanjutnya adalah nilai moral yang bersumber dari

hubungan antarsesama manusia (hablum min an-naas). Nilai ini bentuknya dapat

berupa peduli sesama, berterima kasih, menghargai orang lain, dan jujur. Oleh

karena itu, orang-orang yang menanamkan nilai moral dalam ruang lingkup ini

akan menjadi motor penggerak gotong-royong dan kerja sama dalam segala

bentuk kebaikan dan kebajikan.

Pesan moral yang sampai kepada pembaca dapat ditafsirkan berbeda-beda

oleh pembaca. Hal ini berhubungan dengan cara pembaca mengapresiasi isi cerita.

Pesan moral tersebut dapat berupa cinta kasih, persahabatan, kesetiakawanan

sosial, sampai rasa takjub kepada Tuhan.

Persoalan manusia dengan diri sendiri dapat bermacam-macam jenis dan

tingkat intensitasnya. Hal itu tentu saja tidak lepas dari hubungan antar sesama

manusia dan manusia dengan Tuhan. Pemisahan itu hanya untuk memudahkan

pembicaraan saja. Persoalan manusia dapat berhubungan dengan masalah-

masalah seperti eksistensi diri, harga diri, rasa percaya diri, takut, maut, rindu,

dendam, kesepian, kebimbangan antara beberapa pilihan, dan lain-lain yang lebih

bersifat melibatkan ke dalam diri dan kejiwaan seorang individu. Pesan moral

yang berkaitan dengan hubungan antar sesama dan hubungan sosial meliputi

masalah-masalah yang berwujud seperti dalam persahabatan yang kokoh ataupun

yang rapuh, kesetiaan, penghianatan, dan kekeluargaan.

Menurut Darma dalam Wiyatmi (2004: 111), ajaran moral dalam karya

sastra seringkali tidak secara langsung disampaikan, tetapi melalui hal-hal yang

seringkali bersifat amoral dulu. Hal ini sesuai dengan apa yang dikenal dengan
32

tahap katarsis pada pembaca karya sastra. Katarsis adalah pencucian jiwa yang

dialami pembaca atau penonton drama. Meskipun demikian sebelum mengalami

katarsis, pembaca atau penonton dipersilakan untuk menikmati dan menyaksikan

peristiwa-peristiwa yang sebetulnya tidak dibenarkan secara moral, yaitu adegan

semacam pembunuhan atau banjir darah yang menyebabkan penonton senang

tetapi juga sekaligus muak. Jadi untuk menuju moral, seringkali penonton harus

melalui proses menyaksikan adegan yang tidak sejalan dengan kepentingan moral.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral dalam

karya sastra berarti suatu sikap atau perilaku yang bisa menjadi tolok ukur

manusia yang ada di dalam suatu karya sastra. Apakah berisi yang bisa membuat

sikap manusia berubah menjadi lebih baik atau tidak. Nilai moral meliputi nilai

moral yang berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dan dengan sesama.

4. Pembelajaran Sastra di SMA

Terkait dengan pembelajaran sastra di SMA, di bawah ini penulis uraikan

pengertian pembelajaran sastra, tujuan pembelajaran sastra, manfaat pembelajaran

sastra, bahan pembelajaran sastra, model pembelajaran, media pembelajaran,

sumber belajar, alokasi waktu, dan evaluasi.

a. Pengertian Pembelajaran Apresiasi Sastra

Banyak pakar yang sudah memberikan pengertian pembelajaran

sastra/apresiasi. Sufanti (2012:24) menyajikan beberapa definisi apresiasi sastra

dari para ahli, yakni:

1) apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-


sungguh hingga timbul pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran
33

kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra (definisi
Effendi);
2) apresiasi sastra adalah penaksiran kualitas karya sastra serta pemberian
nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman
yang sadar dan kritis (definisi Tarigan);
3) apresiasi sastra ialah proses (kegiatan) pengindahan, penikmatan,
penjiwaan, dan penghayatan karya sastra secara individual dan memen-
tan, subjektif dan eksistensial, rohaniah dan budiah, serta intensif dan
total supaya memperoleh sesuatu daripadanya sehingga tumbuh, ber-
kembang, dan terpiara kepedulian, kepekaan, ketajaman, kecintaan, dan
keterlibatan terhadap karya sastra (definisi Saryono).

Dari ketiga pendapat di atas, dapat disarikan bahwa pembelajaran

sastra/apresiasi sastra adalah kegiatan belajar mengajar untuk menikmati dan

menghayati karya sastra dengan sungguh-sungguh memperoleh pemahaman dan

manfaatnya yang dilakukan secara sadar dan kritis dan bersifat individual karena

sifat sastra yang multitafsir.

b. Tujuan Pembelajaran Sastra

Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa Indonesia dan apresiasi sastra

berperan sangat penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hal itu terbukti

dalam kurikulum 1968 sampai sekarang (KTSP dan Kurikulum 2013), apresiasi

sastra merupakan materi pembelajaran yang harus diajarkan kepada siswa mulai

sekolah dasar sampai sekolah lanjutan tingkat atas.

Berkaitan dengan tujuan pembelajaran sastra, Wijayanti berpendapat:

“Tujuan pembelajaran sastra sebenarnya memiliki dua sasaran, yaitu agar


siswa memperoleh pengetahuan dan pengalaman sastra. Pertama,
pengetahuan sastra diperoleh dengan membaca teori, sejarah, dan kritik
sastra. Kedua, pengalaman sastra dengan cara membaca, melihat
pertunjukan karya sastra, dan menulis karya sastra.” (Wijayanti, 2015:1).

Aplikasinya dalam mengajar bahasa Indonesia atau apresiasi karya sastra

harus memperoleh pengetahuan yang berangkat dari pengalaman karya sastra.


34

Artinya, untuk mengajarkan sastra, guru harus mampu memberikannya

berdasarkan karya sastra itu. Sebagai contoh, untuk memperoleh teori tentang

unsur-unsur dalam roman/novel atau karya sastra lain, seorang guru harus

memperkenalkan roman/novel tersebut dengan cara mengkaji dan mengapre-

siasinya.

Tugas seorang guru adalah mengarahkan para siswanya untuk menemukan

jawabannya sendiri berkenaan dengan unsur-unsur yang sesuai dengan rambu-

rambu yang telah disediakan guru dan harus sesuai dengan pengajaran yang telah

ditentukan. Artinya, mengajarkan karya sastra itu jangan melenceng dari aturan

yang disediakan dalam kurikulum sekarang. Oleh karena itu, guru sastra harus

dapat membawa siswanya kepada karya sastra yaitu dengan adanya komunikasi

atau keterlibatan langsung siswa dengan karya sastra.

Adapun tujuan pembelajaran sastra yang bersifat operasional di sekolah

dalam kurikulum terangkum dalam Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan

Indikator Ketercapaian Kompetensi. Berikut ini diuraikan ketiga hal tersebut.

Standar Kompetensi menurut Endraswara (2005:19) adalah batas dan arah

kemampuan yang harus dimiliki dan dapat dilakukan oleh subjek didik setelah

mengikuti proses pembelajaran tertentu. Sukirno (2009:104) menyatakan bahwa

standar kompetensi berguna untuk memandu guru atau pengembang silabus dalam

menjabarkan kompetensi dasar menjadi pengalaman belajar.

Berbeda dengan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar adalah

kemampuan hasil belajar yang harus dicapai oleh peserta didik setelah mengikuti

proses pembelajaran materi pokok mata pelajaran tertentu yang berguna untuk
35

meningkatkan target kompetensi yang harus dicapai siswa (Sukirno, 2009:104).

Kompetensi Dasar menyatakan tingkah laku yang harus diperlihatkan oleh siswa

pada akhir suatu kegiatan pembelajaran.

Setelah Kompetensi Dasar diketahui, guru merumuskan Indikator

Ketercapaian Kompetensi. Indikator merupakan sub-tujuan pembelajaran (rincian

dari Kompetensi Dasar) yang sangat penting untuk mencapai Kompetensi Dasar.

Indikator yang baik bersifat (1) spesifik dan jelas:mempunyai satu arti saja,

menyampaikan informasi yang jelas tentang tingkah laku siswa yang diharapkan,

(2) berorientasi pada siswa:tingkah laku yang diharapkan pada siswa di akhir

kegiatan pembelajaran, dan bukan tingkah laku apa yang dilakukan guru dalam

mengajar, serta (3) menggunakan kata kerja yang menunjukkan tingkah laku yang

dapat diamati/diukur (BSNP, 2006:72).

c. Manfaat Pembelajaran Sastra

Moody dalam Endraswara (2005:56-57) menyatakan bahwa pembelajaran

sastra dapat membantu pendidikan yang cakupannya meliputi 4 manfaat,

yakni:membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,

mengembangkan cipta dan rasa, serta menunjang pembentukan watak.

Pembelajaran sastra bermanfaat dalam membantu keterampilan berbahasa

karena dapat menjadi media untuk siswa dalam hal keterampilan menyimak,

berbicara, membaca dan menulis (Moody dalam Endraswara, 2005:56). Dalam

pembelajaran sastra, siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan

mendengarkan suatu karya sastra yang dibacakan oleh guru, teman, atau rekaman.

Siswa dapat melatih keterampilan berbicara dengan ikut berperan dalam suatu
36

drama. Siswa juga dapat meningkatkan ketrampilan membaca dengan

membacakan puisi atau prosa. Siswa dapat meningkatkan keterampilan menulis

dengan menulis sebuah karya sastra seperti menulis sebuah cerpen atau puisi yang

sesuai dengan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kaitannya dengan fungsi untuk meningkatkan pengetahuan budaya,

Moody dalam Endraswara (2005:56) menyatakan bahwa karya sastra banyak

menyajikan yang berkaitan dengan kebudayaan pengarang tempat tinggal

pengarang atau kebudayaan tempat yang menjadi latar di dalam cerita. Oleh

karena itu, pembelajaran sastra dapat mengantar para siswa mengetahui budaya-

budaya yang ada dalam suatu masyarakat yang diangkat di dalam “dunia” cerita.

Pembelajaran sastra juga bermanfaat untuk membantu siswa dalam

mengembangkan kecakapan yang bersikap penalaran, perasaan, dan kesadaran

sosial (Moody dalam Endraswara, 2005:57). Hal itu disebabkan di dalam karya

sastra, terutama cerita, banyak terdapat aneka problem atau situasi yang

merangsang tanggapan perasaan atau emosional yang memungkinkan pembaca

tergerak untuk mengembangkan perasaannya. Sastra juga dapat digunakan untuk

menumbuhkan kesadaran pemahaman terhadap orang lain yaitu dengan

menumbuhkan rasa simpati terhadap masalah yang dihadapi seseorang di dunia

nyata yang memiliki kesamaan dengan permasalahan yang dihadapi tokoh di

dalam cerita.

Selain itu, pembelajaran sastra juga bermanfaat untuk menunjang

pembentukan watak siswa. Moody dalam Endraswara (2005:57) menyatakan:

Pembelajaran sastra mempunyai kemungkinan untuk mengantar siswa


mengenal seluruh rangkaian kehidupan manusia seperti kebahagiaan,
37

kebebasan, kesetiaan, kebanggaan diri, dan keputusan. Pembelajaran sastra


memberikan bantuan dalam mengembangkan berbagai kualitas
kepribadian atau karakter siswa melalui penggambaran tokoh yang
memiliki ucapan dan tingkah laku yang berkarakter baik sehingga dapat
diteladani oleh siswa.

Dari kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa pembelajaran sastra memiliki

manfaat untuk mengembangkan karakter atau watak siswa. Hal ini disebabkan

karya sastra terdiri dari tokoh yang memiliki karakter positif yang dapat diteladani

oleh siswa.

d. Bahan Pembelajaran Sastra

Depdiknas (2006:3-4) menyebutkan bahwa bahan pembelajaran adalah

segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan

kegian belajar mengajar (KBM), baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta

lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Bahan

pembelajaran yang disajikan kepada siswa harus sesuai dengan kemampuan

siswanya pada suatu tahapan pada pengajaran tertentu. Guru harus dapat memilih

bahan yang tepat dengan tingkat perkembangan siswa.

Sastra yang dijadikan bahan pembelajaran hendaknya relevan dengan

minat dan kebutuhan siswa yang berkarakteristik khas, serta selaras pula dengan

tujuan pembelajaran sastra dan pendidikan di jenjang sekolah tersebut. Untuk itu

perlu penyeleksian yang ketat terhadap setiap karya yang dicalonkan sebagai

bahan pembelajaran apresiasi sastra.

Ada beberapa kriteria dalam memilih bahan pembelajaran apresiasi novel.

Rusyana (1994:324) menyebutkan dua kriteria, yaitu:kriteria sastra dan kriteria

pendidikan, sedangkan Moody dalam Endraswara (2005:27) menyebutkan tiga


38

aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika kita ingin memilih bahan

pemebelajaran sastra, yaitu aspek bahasa, kematangan jiwa (psikologi) dan latar

belakang budaya.

Dari dua pendapat di atas, penulis menemukan lima hal yang menjadi

kriteria pemilihan bahan pengajaran sastra, yaitu:kriteria sastra, bahasa,

pendidikan, sosial budaya, dan psikologis. Kelima kriteria tersebut penulis

paparkan dalam bahasan berikut ini.

1) Kriteria Sastra

Novel yang akan diajarkan kepada siswa harus memiliki kadar dan bobot

sastra. Kadar ini dapat terlihat dari kuat atau lemahnya pengaruh karya sastra

terhadap siswa sebagai penikmatnya. Karya sastra adalah karya yang apabila

dinikmati akan menambah pengetahuan dan pengalaman, serta menybabkan hati

bergetar dan seluruh jiwa kita menjadi penuh kegembiraan dan kesegaran

(Sumardjo, 1998:16). Hal ini dapat terjadi pada diri siswa jika karya sastra (novel)

yang dinikmatinya mengandung sifat estetis, ungkapan isi yang mengesankan,

bahasa yang hidup, dan ekspresi yang mendalam.

2) Kriteria Bahasa

Rahmanto (1988:27) mengungkapkan aspek ketatabahasaan dalam sastra

tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tetapi juga faktor-

faktor lain seperti:cara penulisan yang dipakai pengarang, ciri-ciri karya sastra

pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok pembaca yang diinginkan

pengarang.
39

Dari sudut bahasa, karya sastra (novel) yang diajarkan kepada siswa

hendaknya bertitik tolak dari penguasaan bahasa siswa. Dengan demikian, karena

faktor bahasa, kemampuan siswa dalam memahami karya sastra akan lebih baik.

Di samping itu, sastra pun memiliki wawasan kebahasaan yang memperhitungkan

kosakata baru, kalimat, ungkapan, dan bagaimana pengarang mengungkapkan ide-

idenya lewat jalinan kata, cara bertutur, dan idiom yang digunakan serta aspek

ketatabahasaannya.

3) Kriteria Pendidikan

Sastra yang diajarkan di sekolah tidak boleh lepas dari konsep pendidikan.

Dengan begitu, sastra dapat mengarah kepada pembentukan pribadi siswa yang

memiliki kesiapan untuk berperan aktif dalam proses pembangunan bangsa, yaitu

menjadi manusia yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama

bertanggung jawab dalam menyukseskan program pembangunan bangsa.sastra

juga harus mampu mendukung ke arah terpenuhinya tiga ranah kemampuan siswa

yaitu terbentuk dan terbinanya pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa yang

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

4) Kriteria Sosial Budaya

Karya sastra (novel) meliputi hampir seluruh faktor kehidupan manusia

dan lingkungannya, seperti:geografi, sejarah, klimatologi, mitologi, legenda,

kepercayaan, pekerjaan, cara berpikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olah raga,

hiburan, moral, etika, dan sebagainya (Endraswara, 2005:31). Kenyataan ini

menuntut pemikiran kita untuk memiliki pertimbangan yang matang, karya sastra
40

yang mengandung faktor mana yang layak diajarkan kepada siswa. Karya sastra

yang dipilih tentu saja yang berkultur budaya Indonesia dan memiliki kandungan

nilai yang bermanfaat bagi siswa dalam kedudukannya sebagai manusia, juga

sebagai manusia pelajar khususnya.

5) Kriteria Psikologi (Kematangan Jiwa)

Moody dalam Endraswara (2005:29) memberikan rambu-rambu pemilihan

karya sastra berdasarkan tingkat kematangan jiwa anak didik. Menurutnya, karya

sastra yang terpilih untuk diajarkan hendaknya sesuai dengan tahap psikologis

pada umumnya dalam suatu kelas. Tentu saja, tidak semua siswa dalam satu kelas

mempunyai tahapan psikologis yang sama, tetapi guru hendaknya menyajikan

karya sastra yang setidak-tidaknya secara psikologis dapat menarik minat

sebagian besar siswa dalam kelas itu.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis berkesimpulan bahwa

novel yang akan dijadikan bahan pembelajaran apresiasi sastra adalah novel-novel

yang memiliki kriteria:

1) bertema kebenaran, kemanusiaan, keadilan, dan ketuhanan;

2) mendorong siswa untuk mengembangkan semangat hidup, patriotisme, dan

cinta tanah air;

3) dapat memberikan kesenangan, hiburan, dan kesan pada diri siswa sehingga

timbul kepuasan batin;

4) mudah ditafsirkan maknanya, ditandai dengan kemudahan bahasa yang

digunakan, kematangan dan pengalaman jiwa yang dilukiskan sesuai dengan

perkembangan siswa, dan latar belakang cerita yang diketahui siswa;


41

5) mengandung nilai-nilai didaktis/pendidikan;

6) novel yang dapat membentuk pribadi siswa seutuhnya.

e. Langkah-Langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran adalah tahap-tahap yang ditempuh dalam

proses pembelajaran. Tahapan-tahapan tersebut dipilih dan ditentukan masing-

masing guru sesuai dengan model/metode yang digunakan. Namun, secara garis

besar langkah pembelajaran terbagi menjadi tiga, yakni pendahuluan, inti, dan

penutup. Pada tahap inti, dilakukan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi (EEK).

f. Media Pembelajaran

Sufanti (2012:53) mendefinisikan media adalah segala sesuatu yang dapat

menjadi perantara pesan dalam proses belajar mengajar dari sumber informasi

kepada kepada penerima informasi sehingga terjadi proses belajar yang kondusif.

Dengan demikian, media pembelajaran dapat diartikan sebagai alat bantu yang

digunakan untuk mengefektifkan proses belajar mengajar. Ada banyak media

pembelajaran, baik yang termasuk visual seperti gambar, termasuk audio, seperti

tape recorder, maupun audiovisual, seperti film dan lainnya.

g. Sumber Belajar

Sumber belajar menurut Sukirno (2009:108) adalah teks/materi ajar yang

dijadikan rujukan untuk mencapai kompetensi dasar. Oleh karena itu, sumber

belajar yang dipilih hendaknya diselaraskan dengan kompetensi dasar yang ingin

dicapai. Sumber belajar dapat berupa buku teks, buku pendamping, koran,

majalah, brosur, dan lainnya.


42

h. Alokasi Waktu

Waktu yang digunakan dalam pembelajaran dapat diatur sesuai dengan

keluasan dan kedalaman materi. Dalam pembelajaran sastra, pembelajaran novel

jelas membutuhkan waktu relatif lebih banyak daripada pembelajaran puisi dan

cerpen. Hal ini berkaitan dengan novel yang merupakan karya sastra yang

memiliki banyak kata.

i. Evaluasi

Sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (school based

management), guru berwenang untuk melakukan inovasi dan improvisasi dalam

melaksanakan pembelajaran di sekolah (Mulyasa, 2003:14). Sejalan dengan itu,

guru dapat mengembangkan berbagai strategi penilaian, asal tetap memperhatikan

prinsip keberkelanjutan.

Evaluasi dalam pembelajaran sastra harus mencakup tiga ranah:kognitif,

afektif, dan psikomotorik (Mulyasa, 2003:23). Ranah kognitif dapat ditempuh

dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat informatif, seperti siapa tokoh, di

mana latar, apa tema cerita, dan lainnya. Evaluasi ranah afektif dilakukan dengan

pertanyaan yang bersifat konseptual yang memerlukan jawaban dengan

penghayatan dan perenungan yang lebih dalam daripada tes kognitif, misalnya

pertanyaan mengenai watak tokoh-tokoh, hubungan sosial antartokoh, dan

lainnya. Evaluasi psikomotorik dapat dilakukan perintah untuk melisankan sastra,

melafalkan dengan intonasi yang tepat, sampai pada produksi karya satra.

Dalam rangka mengevaluasi, ada beberapa prinsip yang perlu

diperhatikan. Prinsip tersebut meliputi:(1) penilaian dilakukan untuk pencapaian


43

kompetensi yang sesuai dengan kurikulum dan materinya terkait langsung dengan

indikator pencapaian kompetensi; (2) hasil penilaian hendaknya ajeg dan

menggambarkan kemampuan yang sesungguhnya; (3) penilaian dilakukan secara

adil, terencana, dan berkesinambungan; dan (4) penilaian dilakukan untuk

memperbaiki proses pembelajaran dan dapat meningkatkan kualitas belajar siswa

(Mulyasa, 2007:79-80).

Lebih lanjut, Mulyasa (2007:82) menyatakan bahwa ada tiga komponen

penting dalam evaluasi, yaitu (1) teknik evaluasi, (2) bentuk instrumen, dan (3)

contoh instrumen. Teknik evaluasi bisa berbentuk tes dan nontes, sedangkan

bentuk instrumen bisa berupa tes tertulis (esai/uraian, pilihan ganda, isian, dan

menjodohkan), tes lisan, tes unjuk kerja, tes simulasi, penugasan, wawancara, dan

portofolio.
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif yang menurut

Moelong (2014:6) adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang

tidak menggunakan statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Pendapat lain tentang

penelitian kualitatif dikemukakan Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2014:4)

yang menyatakan bahwa metode kualitatif adalah proses penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati.

Metode penelitian ini meliputi data dan sumber data, objek penelitian,

fokus penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data, dan teknik penyajian hasil analisis. Di bawah ini uraiannya.

A. Data dan Sumber Data


Data penelitian merupakan informasi yang diperlukan untuk menjawab

permasalahan penelitian. Data penelitian ini adalah teks dalam novel Pulang karya

Leila Salikha Chudori yang mengandung unsur nilai moral.

Sumber data adalah asal dari mana data diperoleh (Arikunto, 2009:114).

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer.

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli,

sedangkan data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber-sumber lain

biasanya digunakan sebagai pendukung data primer (Moleong, 2014:3).

Sumber data primer penelitian ini adalah novel Pulang karya Leila Salikha

Chudori. Sementara itu, sumber data sekunder penelitian ini adalah teks-teks dari

44
45

berbagai sumber yang diperoleh secara online berkaitan dengan resensi novel

Pulang dan biografi Leila Salikha Chudori.

B. Subjek dan Objek Penelitian


Subjek penelitian menurut Arikunto (2009:102) adalah orang atau benda

atau hal yang melekat pada objek atau variabel penelitian. Berdasarkan pengertian

tersebut, subjek penelitian ini adalah novel Pulang karya Leila Salikha Chudori

yang diterbitkan oleh penerbitan Kepustakaan Populer Gramedia tahun 2012.

Adapun objek penelitian menurut Sugiyono (2010:38) adalah suatu atribut

atau sifat atau nilai dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai variasi tertentu

dan ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya.

Objek penelitian ini adalah: (1) unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh dan

penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat novel (2) nilai moral yang

bersumber dari hubungan antara manusia dengan manusia, alam, dan Tuhan, dan

(3) penerapan pembelajaran novel Pulang karya Leila Salikha Chudori di SMA

kelas XI yang meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator

pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta sumber dan

media belajar.

C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
46

(Arikunto, 2009:136). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah

human instrument, yakni penulis yang menjadi isntrumen penelitian dengan alat

bantu kartu data (Arikunto, 2009:136).

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik baca (simak) dan

teknik catat (Sudaryanto, 1993:132-133). Teknik ini melalui beberapa langkah

sebagai berikut:

1. membaca secara intensif novel Pulang karya Leila Salikha Chudori;

2. mencatat unsur intrinsik dan moral yang ditemukan di dalam teks novel pada

kartu data.

E. Teknik Validitas Data


Pemeriksaan validitas data dilakukan agar data yang diperoleh dapat

dipertanggungjawabkan. Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data

adalah triangulasi. Menurut Sugiono (2010:372), triangulasi dalam pengujian

kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan dari berbagai sumber dengan

berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian, terdapat triangulasi sumber,

triangulasi tekni pengumpulan data, dan waktu.

Penelitian ini menggunakan teknik validitas berupa triangulasi teori.

Triangulasi dengan teori Lincoln dan Guba dalam Moleong (2014:331),

berdasarkan anggarapn bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya

dengan satu atau lebih teori. Di pihak lain, Patton berpendapat lain, yaitu bahwa
47

hal ini dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (rival

explanation).

F. Teknik Analisis Data


Setelah data terkumpul, dilakukan analisis data dengan metode analisis isi

(content analysis), yakni suatu metode yang mengambil kesimpulan dengan

mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara objektif dan

sistematis (Holsti dalam Ibrahim, 2009:97). Objektif berarti menurut aturan atau

prosedur yang apabila dilaksanakan oleh orang atau peneliti lain dapat

menghasilkan kesimpulan yang serupa; sistematis artinya penetapan isi atau

kategori dilakukan menurut aturan yang diterapkan secara konsisten.

Untuk kepentingan analisis data pada penelitian ini, metode analisis isi

diadaptasikan ke dalam langkah-langkah:

1. mengidentifikasi unsur intrinsik dan nilai moral pada data yang telah terkumpul

pada kartu data;

2. mendeskripsikan unsur intrinsik dan nilai moral pada data dengan uraian yang

memadai;

3. menyimpulkan hasil analisis unsur intrinsik dan nilai moral pada novel Pulang

karya Leila Salikha Chudori ;

4. menyusun penerapan pembelajaran novel Pulang karya Leila Salikha Chudori

sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk kelas X SMA;

5. menyimpulkan hasil penelitian.


48

G. Teknik Penyajian Hasil Analisis


Penyajian hasil analisis data dilakukan dengan metode informal, yaitu

penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto,

1993:145-146). Hasil analisis isi yang berupa unsur intrinsik dan nilai-nilai moral

novel Pulang karya Leila Salikha Chudori disajikan secara verbal, tidak

menggunakan tanda atau simbol yang bersifat khusus.


BAB IV
PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

A. Hasil Penelitian

Setelah melakukan pengkajian terhadap novel Pulang, penulis mencari

data-data yang berkaitan dengan nilai moral, selanjutnya dilakukan analisis

sehingga mendapatkan hasil penelitian, dan kemudian dilakukan pembahasan.

Hasil penelitian dan pembahasan dipaparkan sebagai berikut. Sesuai dengan

tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam mengkaji novel Pulang karya Leila S.

Chudori, hasil penelitian sebagai berikut. Pertama, unsur intrinsik novel Pulang

karya Leila S. Chudori, kedua, nilai-nilai moral dalam novel Pulang karya Leila S.

Chudori, dan ketiga, penerapan pembelajaran novel Pulang karya Leila S. Chudori

di SMA kelas XI. Hasil penelitian ini disusun dalam bentuk tabel-tabel yang

kemudian dideskripsikan dalam pembahasan, untuk lebih jelasnya, hasil

pembahasan dipaparkan sebagai berikut.

1. Unsur Intrinsik Novel Pulang Karya Leila S. Chudori

Tabel 1
Unsur Intrinsi Novel Pulang karya Leila S. Chudori

No. Unsur Intrinsik Data Halaman


1 Tema Nasionalisme kaum ekstapol 279-280
a. Tokoh utama
1) Dimas Suryo
a) Peragu 29
b) Romantis 185
Tokoh dan
2 c) Melankolis 194-195
Penokohan
d) Tertutup 206
2) Lintang Utara
a) Berpendirian teguh 169, 364
b) Mandiri 148

49
50

No. Unsur Intrinsik Data Halaman


c) Sedikit manja 358
b. Tokoh Tambahan
1) Vivienne Deveraux
a) Cerdas dan tegas 199
b) Mandiri 220
c) Penyayang dan perhatian 203
2) Segara Alam (Pemberani) 295
3) Narayana Lavebrvre
a) Bermental kuat 172
Tokoh dan
2 b) Penyayang, dan perhatian 169
Penokohan
3) Nugroho (Optimis) 91
4) Risjaf (Penyayang) 448
5) Tjai (Realistis dan perfeksionis) 98-99
6) Hananto (Keras dan tegas) 33-34
7) Surti Anandari (Penyabar) 383
8) Bimo Nugroho (Tertutup) 313
9) Aji Suryo (Optimis) 292, 331
10) Rama (Penakut) 332
11) Andini (Mandiri dan tangguh) 332
Alur campuran/acak dengan susunan:
a. Klimaks 1 12
b. Pengenalan 50
3 Alur c. Rumitan dan tikaian 216
d. Antiklimaks 169
e. Klimaks 2 418
f. Peleraian 284
a. Latar tempat
1) Jakarta 231
2) Paris 17-18
3) Peking 44
4 Latar/setting b. Latar waktu
1) Tahun 1968 9
2) Tahun 1952-1965 51
3) Tahun 1998 414
c. Latar suasana 10, 437
Campuran (orang pertama dan
5 Sudut pandang 18
orang ketiga maha tahu)
Hendaknya memiliki prinsip hidup,
mencintai tanah air, dan
6 Amanat 274-275
bertanggung jawab atas pilihan yang
telah diambil
51

2. Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori

Tabel 2
Nilai Moral dalam Novel Pulang Karya Leila S. Chudori

No. Jenis Nilai Moral Wujud Halaman


a. Kepercayaan
34, 34
terhadap Tuhan

Hubungan Manusia b. Bersyukur kepada 27, 70, 73, 266, 392,


1 Tuhan 436, 443
dengan Tuhan

c. Memanjatkan Doa 20, 248, 413, 448

a. Teguh pada 65, 73, 114, 197,


Pendirian 381, 382, 446

39, 47, 53, 54, 56,


Hubungan Manusia b. Optimis 71, 92, 92, 102, 164,
2
dengan Diri Sendiri 236, 247, 305

37, 64, 80, 83, 88,


137, 172, 180, 181,
c. Penyesalan
371, 387, 402, 424,
446

23, 32, 40, 41, 46,


59, 82, 93, 106, 127,
a. Peduli Sesama 128, 208, 221, 252,
295, 379, 402, 404,
412, 413, 415, 434
Hubungan Manusia
dengan Manusia Lain 111, 165, 245, 314,
3
dalam Lingkup b. Berterima Kasih 360, 387, 388, 388,
Lingkungan Sosial 389, 402

16, 57, 57, 109, 149,


c. Menghargai
196, 370, 385, 388-
Orang Lain
389, 440
52

No. Jenis Nilai Moral Wujud Halaman

38, 39, 142, 143,


d. Jujur 177, 212, 279, 341,
358, 369, 370

3. Penerapan Pembelajaran Novel Pulang di SMA Kelas XI

Data yang digunakan sebagai acuan pembahasan penerapan

pembelajaran novel Pulang di SMA kelas XI meliputi perencanaan pembelajaran,

pelaksanaan pembelajaran, dan refleksi. Di bawah ini disajikan tabel data ketiga

tahap tersebut.
Tabel 3
Sajian Data Penerapan Pembelajaran Novel
No. Tahap Pulang di SMAKegiatan

1 Perencanaan a. Melakukan preliminary assessment atau pelacakan


pendahuluan (analisis isi novel dan relevansinya
dengan kejiwaan, latar belakang, dan intelektualitas
siswa)
b. Menentukan practical decision atau sikap praktis
(menentukan prosedur pembelajaran yang tepat)
c. Membuat RPP
d. Menyusun instrumen penilaian
e. Menyiapkan media dan sumber belajar
2 Pelaksanaan Kegiatan awal
a. Guru melakukan apersepsi mengenai novel-novel
Indonesia dan unsur intrinsik yang sudah dipelajari
siswa sejak SMP;
b. guru menyampaikan informasi mengenai standar
kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran
yang akan dilaksanakan.
Kegiatan inti
a. introduction of the work (tahap pengantar:
menyam-paikan gambaran umum novel dan bagian-
bagian menarik dalam novel);
b. presentation of the work (tahap penyajian: uraian
materi secara komprehensif, meliputi unsur-unsur
53

No. Tahap Kegiatan

intrinsik novel dan macam-macam nilai moral


dalam novel);
c. discussion (diskusi: pemberian masalah untuk
didiskusikan dalam kelompok belajar);
d. reinforcement/testing (pengukuhan: tugas mandiri).
Kegiatan akhir
a. Menyimpulkan hasil pembelajaran;
b. memotivasi siswa untuk mengambil nilai moral dari
karakter tokoh-tokoh dalam novel Pulang.
3 Refleksi a. Menganalisis dan merenungkan proses pelaksanaan
pembelajaran
b. Menganalisis hasil evaluasi belajar siswa
c. Membuat soal remidi dan materi pengayaan jika di-
perlukan
d. Menyusun rencana perbaikan atau penyempurnaan
untuk pembelajaran mendatang
B. Pembahasan Data Hasil Penelitian

Pada bagian pembahasan hasil penelitian ini berturut-turut dibahas

mengenai unsur intrinsik, nilai moral, dan penerapan pembelajaran novel Pulang

karya Leila S. Chudori di SMA kelas XI. Pembahasan hasil penelitian sebagai

berikut ini.

1. Unsur Intrinsik Novel Pulang karya Leila S. Chudori


a. Tema
Novel Pulang adalah sebuah novel karya Leila S. Chudori yang

mengangkat tema dianggap tabu dan tak biasa pada zaman Soeharto. Namun,

tema ini berhasil diramu dengan baik dan menjadikan sebuah novel roman sejarah

yang memukau. Novel ini memaparkan tentang kehidupan para ekstapol dalam

pelarian yang tidak pernah melupakan tanah airnya.


54

Sikap nasionalisme sering didengar bila berhubungan dengan jiwa

kepahlawanan sehingga nasionalisme identik dengan orang-orang yang dinilai

positif dan dianggap mustahil bila orang-orang yang dinilai negatif memiliki rasa

nasionalisme. Namun, novel Pulang menyuguhkan hal berbeda. Novel ini

mengangkat tema tentang nasionalisme kaum ekstapol yang hingga sampai saat

ini golongan ini masih dianggap sebagai pengkhianat bangsa. Rasa nasionalisme

para ekstapol tampak dari hal-hal yang mereka lakukan selalu berhubungan

dengan Indonesia meskipun berada di Paris. Contohnya adalah ketika Dimas dan

kawan-kawannya akan memulai usaha maka yang mereka pilih adalah membuka

restoran dengan menu masakan Indonesia.

Dimas Suryo, Risjaf, Nugroho Dewantoro, dan Tjai Sin Soe adalah eksil

politik Indonesia di Paris. Mereka bertahan meski terbuang jauh di negeri orang,

diburu dan dicabut paspor Indonesianya karena dianggap sebagai bagian dari

Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka adalah orang yang terus-menerus

berjuang menjadi orang Indonesia di tengah penolakan rezim Orde Baru. Di Paris,

mereka tetap mencintai Indonesia, bertahan hidup layak sambil memberi manfaat

bagi Indonesia dengan mengelola Restoran Tanah Air, sebuah restoran Rue

Vaugirard di pinggir Paris. Tetapi dari semua perjuangan yang ia lakukan

keinginan akhirnya adalah ia hanya ingin pulang dan menyatu dengan tanah

airnya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Aku ingin pulang ke rumahku, Lintang. Ke sebuah tempat yang paham


bau, bangun tubuh, dan jiwaku.Aku ingin pulang ke Karet”. (Pulang,
2013: 279-280)
55

b. Penokohan

Karakter para tokoh dalam novel ini kuat dan vokal, ada dua tokoh utama

yaitu Dimas Suryo dan Lintang Utara, juga tokoh tambahan yaitu Vivienne

Deveraux, Segara Alam, Hananto Prawiro, Bimo Nugroho, Nugroho, Risjaf, dan

Tjai. Tokoh-tokoh utama seperti biasa adalah tokoh yang paling dominan

suaranya, sedangkan tokoh tambahan juga sangat berpengaruh kuat dalam cerita

ini. Dimas sebagai perwakilan generasi pertama, generasi yang berhubungan

secara langsung dengan prahara 1965. Sedangkan Lintang sebagai juru bicara

generasi kedua, generasi yang terkena imbas masa silam dan diharuskan ikut

menanggung beban sejarah disisi lain ia juga menjadi saksi mata reformasi yang

terjadi di Indonesia.

1) Tokoh Utama

a) Dimas Suryo

Dimas Suryo adalah tokoh utama periode awal yaitu tahun 1965. Dia

memiliki sifat plin-plan dan sungguh manusia yang suka cari aman atau mungkin

dapat dikatakan sedikit pengecut. Terbukti dengan dia lebih memilih tidak

memihak aliran kanan ataupun kiri saat teman-teman kantornya mendukung aliran

kiri. Dimas juga tampaknya tidak begitu suka berpolitik, dia lebih tertarik pada

bacaan sastra dan dapat berbincang dengan siapa saja yang menurutnya nyaman

untuk bertukar pikiran. Ia juga memiliki sisi flegmatis ketika dia mengalami

keraguan untuk bersama Surti dan kehidupannya di Prancis yang sebenarnya

sudah cukup nyaman. Ia terlalu mementingkan kenyamanan dirinya sendiri tanpa


56

memikirkan orang yang ada di sekitarnya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut.

Aku rajin ikut mendengarkan diskusi Mas Hananto dengan kawan-


kawannya di ruang redaksi di Jalan Asem Lama, atau tak jarang juga kami
meneruskan perdebatan sembari ngopi di warung kadir Pasar Senen.Tapi
aku juga merasa asyik dan nyaman berbincang dengan Bang Amir tentang
agama dan spiritualisme. (Pulang, 2013: 29)

Namun, sebagai kekasih, Dimas adalah kekasih yang romantis. Selama

menjadi kekasih Surti, ia selalu memberikan puisi-puisi kepada Surti. Begitu pula

puisi yang ia persembahkan kepada Vivienne sebagai mas kawin pernikahan

mereka.

Keromantisan Dimas juga tercermin dengan cara dia memilih nama untuk

ketiga anak Surti dan anaknya sendiri, Lintang. Dimas memiliki sisi melankolis

yang tegambar ketika dia begitu teratur menyajikan bumbu-bumbu untuk restoran

mereka. Dimas juga cenderung memperlakukan sesuatu dengan perasaan. Terlihat

pula dari cara dia memperlakukan buku-buku dengan teratur, meracik bumbu

dengan hati-hati, dan simpati yang berlebihan pada kisah Bima dan Ekalaya. Hal

tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Semula aku mengira Ayah kagum karena Bima adalah perwakilan


kelelakian. Tinggi, besar, dan protektif. Ternyata Ayah tertarik pada Bima
karena kesetiaannya pada Drupadi. “Pengabdian Bima terhadap Drupadi
bahkan melebihi cinta Yudisthira pada isterinya.Adalah Bima yang
menjaga harkat Drupadi yang dihina Kurawa saat kalah judi. Hanya Bima
yang menjaga Drupadi ketika diganggu banyak lelaki saat Pendawa
dibuang ke hutan selama 12 tahun,” kata Ayah yang menafsirkan
dengan semangat. (Pulang, 2013: 185)

Sebagai Ayah, dia adalah Ayah yang luar biasa. Dimas juga sangat

menyayangi dan menjaga Lintang. Kedekatannya dengan Lintang juga erat.

Mereka sering berbagi cerita dan bertukar pikiran dalam berbagai hal.
57

Dimas selalu menuruti keinginan Lintang. Ada bagian di mana Dimas

merasa cemburu dan menjadikan perang dingin antara Dimas dan Lintang.

Namun, tetap saja Dimas tak pernah berdaya jika harus berdebat dengan Lintang.

Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Dengan gemetar, sembari melirik Maman yang yang sibuk di dekat pintu
dengan wajah gusar, aku mengambil buku itu. Buru-buru aku membuka,
dan sekilas kulihat ada nama Shrikand dan juga Ekalavya. Aku mendekati
Ayah sembari menahan air mata yang nyaris menggelinding. Aku berbisik
buku itu penting sekali kumiliki. Khawatir air mataku merusak sampul
buku, aku buru-buru mengelap pipiku dengan lengan. Hanya dengan
waktu lima detik, Ayah mengambil kembali buku itu dan langsung ke kasir
membayarnya. Maman hanya mendelik, tetapi aku tahu apa yang akan
terjadi. (Pulang, 2013: 194-195)

Kejadian yang dialaminya itu menjadikan Dimas sebagai sosok yang

tertutup dan stigmatis. Dia jarang menceritakan hal pribadi ke pada orang lain

bahkan Vivienne dan Lintang harus mencari, memahami, dan menyimpulkan

sendiri tentang sosok dan apa yang ada dalam pikiran Dimas. Mungkin karena

traumatis dan obsesinya terhadap Indonesia, Dimas akan menampakkan sisi

emosionalnya dan keegoisannya jika disinggung tentang keinginannya untuk

pulang kembali ke tanah air. Begitu pula perdebatan yang terjadi antara ia dan

Vivienne yang sudah tak tahan melihat kesedihan Dimas ketika berkali-kali di

tolak saat mengajukan visa untuk pulang. Dia juga lebih suka menyimpan segala

sesuatu di dalam hati saja, termasuk ketika kesal pada orang lain. Hal tersebut

dapat dilihat dari kutipan berikut.

O Mon Dieu. Betapa aku melihat luka dimatanya.Aku terkejut dengan


ucapanku sendiri. Aku menyadari, mengucapkan sesuatu yang nalar sering
berarti bencana. Dia tidak mengatakan apa-apa, tak juga memuntahkan
kekecewaan. Itu bukan gaya Dimas. Dia hanya berdiri dan keluar ke teras,
merokok. (Pulang, 2013: 206)
58

b) Lintang Utara

Lintang adalah seorang gadis yang memiliki pendirian teguh dengan

idealisme dan rasa percaya diri yang tinggi. Sifatnya terbentuk karena lingkungan

yang ia tempati mendukung. Meski bukan berasal dari keluarga yang

berkecukupan dan harmonis, namun ia dilimpahi intelektualitas dari kedua orang

tuanya. Lintang digambarkan sebagai perempuan korelis yang sanguis dan sedikit

melankolis. Sikap sanguisnya nampak dengan sikapnya selalu ceria, banyak

berbicara, dan dapat bergaul dengan siapa saja. Bagaimana dia tega tidak

berbicara pada Ayahnya karena pilihannya tidak dihargai adalah salah satu ciri

korelis. Begitu pula saat pendapatnya ditentang habis-habisan oleh Alam yang

membuat jatuh harga dirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Kau harus mengunjungi ayahmu, Lintang.” Lintang memejamkan


matanya. Jengkel.
“Nara…sudah lupa acara makan malam yang kacau balau itu? Makan
malam terburuk yang pernah kualami sepanjang hidupku?”
Nara tertawa.“Semua ayah akan selalu protektif setiap kali berkenalan
dengan kawan lelaki anak perempuannya.” (Pulang, 2013: 169)

Namun ia sempat merasakan kebimbangan saat ia harus memilih antara

Alam dan Nara. Sosok Nara yang selalu berada di sampingnya dengan penuh

perhatian dan kesabaran. Sedangkan Alam adalah sosok yang tiba-tiba hadir dan

mengguncang hidupnya. Sikap Alam yang meneyelbalkan dan acuh tak acuh

malah membuat Lintang semakin penasaran dengan laki-laki ini. Lintang yang tak

pernah percaya dengan le coup de foudre akhirnya harus menyerah pada sosok

Alam yang membuat hatinya tidak karuan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut.
59

Aku sudah memiliki Narayana, yang sama sekali bukan halilintar atau
petir dalam hidupku. Nara adalah sebuah payung besar yang melindungi
hidupku dari hujan dan badai. Jadi, apa peduliku dengan halilintar atau
petir. Namun ternyata le coup de foudre itu menghantamku dalam bentuk
seorang Alam. Segara Alam. (Pulang, 2013:364)

Kehidupan yang nyaman dan teratur di Paris, mebuatnya tumbuh menjadi

perempuan mandiri dan sedikit naif. Namun kenaifannya begitu saja hilang

ketika akhirnya ia mengalami kenyataan saat berada di Jakarta. Lintang benar-

benar merasakan diskriminasi dan tekanan dari beberapa orang “kanan” karena

statusnya sebagai anak ekstapol yang tidak pernah ia alami di Paris. Meskipun

mendapat tekanan hal tersebut tidak membuatnya terpojok, bahkan ia semakin

berani menyuarakan apa yang dipikirkannya walau akhirnya harus berakhir

dengan masalah. Contohnya saat Lintang diajak oleh keluarga pamannya dalam

acara makan malam dengan calon besan pamannya yang akhirnya harus berakhir

dengan putusnya hubungan Rama dan kekasihnya. Hal tersebut dapat dilihat dari

kutipan berikut.

“La piye, sarang komunis ndak bisa disentuh-sentuh. Kamu gak paham
politik, maunya makan nasi saja,” Pak Pri menggerutu seolah Rannita
masih berumur 12 tahun. “PKI-PKI itu malah jadi terkenal, sukses, ditulis
di mana-mana, padahal makanannya begitu-begitu juga. Cuma nasi goreng
dan telur ceplok.” Dia tertawa berderai-derai.
“Bukan hanyanasi goreng!” tiba-tiba Lintang menyela dengan mata
menyala.
“Oh begitu yah?”Pak Pri menatap Lintang dengan takjub.
“Suka ke sana, Nak?”
“Tentu saja saya sering ke sana. Bukan hanya sering, saya ikut
menyaksikan berdirinya restoran itu. Ayah saya adalah pendiri dan koki di
Restoran Tanah Air.”(Pulang, 2013: 358)

Di balik sosoknya yang tangguh dan mandiri, sebenarnya Lintang

memiliki kehampaan dalam hatinya. Lintang tetaplah seorang anak yang

membutuhkan kasih sayang dan kehangatan keluarga. Itu yang tidak ia dapatkan
60

dalam keluarganya. Meskipun kasih sayang kedua orang tuanya selalu tercurah

untuknya, namun kehangatan keluarga yang ia rindukan telah hilang sejak kedua

orang tuanya bercerai. Hal yang selalu ia cari. Akhirnya Lintang temukan pada

keluarga kekasihnya yaitu keluarga Lafebvre. Keharmonisan dan kemesraan

keluarga Nara membuatnya betah untuk selalu bercengkrama dengan mereka. Hal

tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Aku suka membantu Tante Jayanti merajang bawang putih, meracik


bumbu, atau memanggang daging, daripada memasak di apartemen Ayah
di Le Marais atau apartemen Maman.Bahkan perbincangan tentang tokoh-
tokoh wayang yang biasa terjadi dia antara Ayah, Maman, dan aku di masa
kecilku kini berpindah ke ruang tamu atau teras apartemen keluarga
Lafebvre.Mungkin karena aku senang melihat betapa mesra dan rukun
pasangan itu.Atau mungkin aku mencoba mengisi sesuatu yang
hilang.Aku tahu itu. (Pulang, 2013: 148)

2) Tokoh Tambahan

a) Vivienne Deveraux

Vivianne adalah seorang wanita dan istri yang luar biasa. Dia sebenarnya

bukan tokoh kunci di kisah ini. Namun sosok Vivienne menambah manis kisah

ini. Kisah cintanya dengan Dimas adalah kisah cinta romantis. Vivienne adalah

seorang wanita yang tumbuh dan besar dalam keluarga yang mengedepankan

nalar dan akademis. Sama halnya seperti kebanyakan orang barat lainnya yang

lebih mengutamakan logika daripada perasaan. Ia selalu memandang kehidupan

adalah sesuatu yang fana dan otomatis akan berhenti jika manusia meninggal. Hal

tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Aku lahir dari keluarga Laurence Deveraux yang memilih untuk mengikuti
nalar; yang percaya bahwa hidup akan selesai setelah selang pernafasan
penyangga hidup di cabut. Segala kisah tentang kehidupan setelah
kematian, untuk kami, adalah romantisme mereka yang percaya bahwa
61

manusia adalah makhluk immortal. Mereka ingin memperpanjang


kehidupan yang memiliki batas. (Pulang, 2013: 199)

Ia adalah seorang aktivis wanita yang cerdas, mandiri, dan tegas. Ia tahu

bagaimana cara mengambil sikap dan menjaga dirinya sendiri. Hal tersebut dapat

dilihat dari kutipan berikut.

“Dengar Sumarno atau siapapun namamu yang sesungguhnya. Aku tak


tahu engkau siap, apa kehendakmu menghampiri tempat kerjaku. Aku tak
peduli.Aku yakin kau bukan kenalan atau relasi suamiku, apalagi
sahabatnya. Tapi, sekali lagi kau muncul di area ini menggangguku,
mengganggu anakku atau keluargaku, aku akan memanggil polisi. Dan di
Negara ini, polisi menjalankan tugasnya dengan baik.Mengerti?” (Pulang,
2013: 220)

Sosok Vivienne adalah sosok yang sangat pengertian. Ia mengetahui cara

mendekati seseorang dengan baik terutama bagi Dimas yang begitu asing, penuh

curiga, dan menderita tentang masa lalunya. Dia juga merupakan wanita yang

perhatian, peduli, dan penyayang kepada siapapun termasuk Dimas dan kawan-

kawannya. Vivienne tetap peduli terhadap Dimas, meskipun saat itu Dimas sudah

menjadi mantan suaminya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Kedua sepupuku tak terlalu paham, cintaku pada Dimas bukan karena
ingin menjelajah ke wilayah asing, eksotis, dan penuh ketidaktahuan.Sama
sekali bukan. Ada rasa kehilangan dalam dirinya yang ingin kuraba dan
kugenggam. Ada kesedihan di matanya yang ingin kusembuhkan. (Pulang,
2013: 203)

b) Segara Alam

Alam digambarkan sebagai laki-laki 32 tahun yang korelis populer.

Sikapnya yang seenaknya saja, tak ingin ditindas dan bahkan berani menghajar

anak populer demi membela sahabatnya Bimo adalah ciri khas para korelis.
62

Alam bukanlah seseorang yang dapat bersikap basa-basi dan beramah-

tamah. Ia selalu mengungkapkan apa yang seharusnya ia dikatakan termasuk saat

berdebat dengan Lintang. Sikapnya yang cuek dan dingin memang menyebalkan,

namun itu pula yang menjadi daya tariknya di mata para gadis termasuk Lintang.

Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Ketika suatu siang aku melihat Bimo diikat pada sebatang tiang dan
dikencingi beramai-ramai, aku tidak bisa membiarkannya. Denny tak
boleh merasa bisa melakukan apa saja hanya karena dia bisa. Denny dan
kelima hambanya habis mejadi bubur. Aku menghajar mereka semua dan
mengubur sumpah karate dan ajaran sampai Daniel. Aku diskors dua
pekan dan diwajibkan meminta maaf pada Denny serta kelima hambanya.
(Pulang, 2013: 295)

c) Narayana Lavebrvre

Nara adalah salah satu tokoh yang kuat, tetapi absurd. Ia adalah anak

pasangan Lavebrvre keturunan Indonesia-Prancis namun kehidupan sosialnya

sangat berbeda dengan Lintang. Bisa dikatakan Nara merupakan lelaki yang

memiliki segalanya, mulai dari wajah yang rupawan perpaduan sempurna dari

Indonesia-Prancis, memiliki kecerdasan yang membuatnya tak hanya

mengandalkan ketampanannya saja, dan yang terpenting ia memiliki status sosial

dan kehidupan keluarga yang sangat didambakan semua orang. Hal tersebut dapat

dilihat dari kutipan berikut.

“Ya, Om. Arsitektur kotanya sudah tidak jelas. Bukan hanya mal, tetapi
juga jalan-jalan tol dibangun, yang dimiliki oleh anak presiden itu,
semakin malang-melintang.
”Nara menjawab dengan nada kritis. Jawaban ini mulai mengambil hati
Ayah. Dia memandang Nara lalu melirik padaku. Aku bisa melihat sinar
mata Ayah mulai ramah. Biarpun Nara anak orang kaya, dia tidak dungu
seperti anak-anak Indonesia yang mengendarai Ferari atau Porsche hanya
untuk pamer hasil korupsi ayahnya. (Pulang, 2013: 172)
63

Walaupun demikian, semua yang ia miliki tidak membuatnya menjadi

sosok yang angkuh dan menyebalkan sebaliknya ia adalah seorang laki-laki yang

baik hati, sabar, pengertian, dan pemaaf. Nara adalah payung besar yang siap

melakukan apapun demi melihat gadis yang ia cintai bahagia. Sikap pengertiannya

selalu dapat menenangkan Lintang. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut.

“Nara…sudah lupa acara makan malam yang kacau balau itu?Makan


malam terburuk yang pernah kualami sepanjang hidupku?”
Nara tertawa.“Semua ayah akan selalu protektif setiap kali berkenalan
dengan kawan lelaki anak perempuannya.”
Nara sama sekali melupakan dan memaafkan tingkah laku ayah Lintang
saat pertama kali mereka berkenalan. (Pulang, 2013: 169)

d) Nugroho

Nugroho adalah salah satu pendiri empat pilar tanah air. Ia sosok yang

narsistik dan optimis. Namun dialah yang selalu membawa kesegaran dan

keceriaan kepada teman-temannya. Ia selalu dapat membesarkan hati kawan-

kawannya. Meskipun begitu Nugroho juga pernah merasakan kesedihan yang

mendalam akibat pengkhianatan istrinya yang menginginkan perceraian. Hal

tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Hanya Mas Nug yang yang masih gembira menembus segala cuaca.
Musim panas yang luar biasa gerah dan berhasil mengelupas kulit: musim
gugur yang menyebarkan segala serbuk yang membuat kami bersin-bersin:
musim digin yang menggerogot tulang melayu kami yang manja: atau
musim semi yang kami anggap seperti remaja pancaroba: kadang dingin
berangin, kadang hangat. Satu-satunya momen Mas Nug tak bisa
mengontrol kesedihannya adalah ketika dia menerima surat cerai dari
Rukmini. Selebihnya, dia adalah seorang yang sangat optimistik dan
mencoba mencari hikmah dalam bencana apa pun yang menimpanya.
(Pulang, 2013: 91)
64

e) Risjaf

Tokoh Rinjaf adalah tokoh tambahan yang merupakan sahabat Dimas.

Mereka bersahabat sejak masih kuliah di Jakarta dan juga merupakan teman satu

kos. Risjaf adalah seorang lelaki tampan, namun pemalu dan sisi melankolisnya

membuat dia dapat berlama-lama dalam kesedihan. Sikapnya yang polos

membuatnya larut dalam situasi dan selalu butuh orang yang mendampingi untuk

menegarkannya. Karena sifatnya yang penurut dan lembut maka Risjaf sering

dianggap sebagai adik bungsu oleh teman- temannya. Dia memiliki hati yang

lembut dan juga sangat menyayangi kawan-kawannya. Hal tersebut dapat dilihat

dari kutipan berikut.

Risjaf terlalu sedih untuk bicara: dia berdiri di samping kiriku sembari
memegang sebuah harmonika. air matanya terus menerus mengalir hingga
aku harus menggenggam tangannya dan berbisik, “Om, tenang, lihatlah,
Ayah duduk di sana menertawakan kita, “ Sambil menunjukkan ke arah
pemakaman nun di ujung sana. Om Risjaf tampak belum bisa menangkap
humorku yang kelabu.Dia semakin tak bisa menahan isaknya. Ah, ramalan
ayah selalu benar. (Pulang, 2013: 448)

f) Tjai

Satu lagi tokoh dari empat pilar tanah air yaitu Tjai seorang keturunan

Tionghoa yang memiliki sifat realistis dan perfeksionis. Mungkin karena sifat

perfeksionisnya itu maka ia dengan percaya diri menjadi yang dominan di antara

kawan-kawannya yang lain. Sikapnya yang lurus dan penuh perhitungan

menjadikannya sebagai pengontrol teman-temannya yang kadang melakukan

sesuatu tanpa perhitungan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Di antara kami semua, mungkin hanya Tjai yang kehidupan pribadinya


kering dari drama.Serba lurus, serba baik, serba di jalan yang benar. Tapi
justru karena Tjai sungguh lurus dan tak mengandung lonjakkan, kami
65

sangat percaya pada analisa dia yang tidak bias dan cenderung dingin.
Termasuk penilaian pada serangkaian mimpi kami untuk bebisnis bersama,
aku jengkel dengan sambutannya. Tapi mengakui Tjai hampir selalu benar.
Diskusi langsung mati akibat algojo Tjai yang rasional.Apa boleh buat,
memang dialah kalkulator kami. (Pulang, 2013: 98-99)

g) Hananto

Hananto adalah tokoh yang menjadi kunci awal dari segala kejadian yang

dialami dimas dan kawan-kawannya. Dia adalah orang yang benar-benar “kiri”

dalam kisah ini. Walaupun begitu dia tidak dapat disalahkan sepenuhnya karena

pilihan “kiri”-nya itu. Meskipun Hananto dan Dimas sering berselisih paham dan

bahkan pernah bersaing untuk mendapatkan hati Surti, namun mereka tetap

bersahabat baik. Hananto sangat pengertian dan percaya pada Dimas seoalah-olah

Dimas adalah keluarganya sendiri. Termasuk saat ia meminta Dimas untuk

menggantikannya hadir di Konferensi Santiago. Hal tersebut dapat dilihat dari

kutipan berikut.

Sepanjang jalan Mas Hananto bercerita bagamana dia dan Mas Nug kini
sudah meningkatkan frekuensi berkorespondensi dengan orang-orang
penting di sekeliling Andres Pascal Allende.
“Keponakan Salvador Alende?” tanyaku seperti orang dusun yang
mendengar nama selebriti. (Pulang, 2013: 33-34)

Dia adalah sosok yang bebas dalam hal apapun termasuk soal cinta. Hal itu

ditunjukkan bagaimana ia menikmati wanita- wanita yang berbeda di luar

meskipun ia telah memiliki isteri. Ia sempat bersitegang dengan Dimas dan

membuat istrinya menuntut perceraian karena sifat petualangannya itu. Hal

tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.


66

“Apa istimewanya Marni?” tanyaku mencoba memecah keheningan.


Hananto tersenyum. Dia tau aku tak bisa berlama-lama menyimpan
kemarahan.“Dia membuat sel-sel tubuhku bergerak dengan cepat.”
Katanya dengan mata berbinar- binar.
“Jadi Mas Hananto mencintai dia?”
Hananto kini menyeringai, senyum yang selalu membuat darahku melesat
ke ubun-ubun karena itu menunjukkan dia sangat yakin dengan kata-
katnya. Yakin bahwa apa yang dijalaninya tidak menimbulkan persoalan
bagi orang lain.” “Surti adalah isteri, pendamping hidup. Dengan Marni,
aku merasakan nafsu kaum proletar yang bergelora.”(Pulang, 2013: 39)

h) Surti Anandari

Surti adalah isteri Hananto dan merupakan cinta tak sampai Dimas. Sosok

yang mencerminkan kelemah-lembutan. Merupakan wanita melankolis yang tegar

dan tangguh. Meskipun cobaan yang ia rasakan sangat berat namun ia berusaha

tegar untuk anak-anaknya. Ia berusaha seorang diri untuk menghidupi ketiga

anaknya. Sisi melankolisnya yang begitu tampak adalah ia masih begitu terikat

dengan masa lalunya bersama Dimas, yaitu kisah cinta yang ia jalin dengan Dimas

semasa muda dulu. Kenangan itu yang membuatnya dapat bertahan sampai saat

ini. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Saya selalu bertahan kalau sekedar dibentak-bentak, diberi makan


seadanya, tidur di atas tikar untuk kemudian diinterogasi lagi keesokan
harinya.Itu semua bisa saya hadapi.” (Pulang, 2013: 383)

i) Bimo Nugroho

Bimo adalah anak laki-laki Nugroho dari pernikahannya dengan Rukmini.

Tumbuh menjadi sosok yang tertutup dan pesimis dikarenakan statusnya sebagai

anak seorang ekstapol dan tekanan yang ia dapatkan dari ayah tirinya Prakosa.

Meski sama-sama menjadi anak dari ekstapol, tetapi Bimo berbeda dengan Alam
67

yang terlihat agresif. Dia lebih terlihat kalem dan melankolis. Hal tersebut dapat

dilihat dari kutipan berikut.

Aku paham, Alam sudah seperti saudara bagiku. Dia ingin aku juga sama
jantannya dengan dia menghadapi tantangan apapun.Tapi aku tidak terlahir
dengan badan bertulang baja dan lidah yang sembarangan seperti dia.
(Pulang, 2013:313)

j) Aji Suryo

Aji Suryo adalah adik laki-laki dari Dimas Suryo. Dia juga mendapat

imbas dari Dimas yang dicap sebagai ekstapol. Aji adalah seorang anak, adik, dan

suami yang baik.Kebaikan hati dan kepeduliannya begitu dirasakan keluarga Surti

yang sangat membutuhkan perlindungan. Ia selalu berusaha membantu keluarga

Surti semampunya layaknya keluarga sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari

kutipan berikut.

Aku tak terlalu paham mengapa Om Aji selalu merasa bertanggung jawab
membantu keluarga kami.Setiap kali kami dalam keadaan darurat, Om
Aji segera terbang ke samping kami seperti induk burung elang yang
memeluk anak-anaknya dengan sayapnya yang luas. (Pulang, 2013: 292)

Dia adalah seseorang yang berpikiran positif atas segala masalah yang

dihadapi.Ia juga tidak pernah punya ambisi berlebih cukuplah dengan kehidupan

yang tenang. Aji sadar status keluarga mereka bukanlah seperti keluarga pada

umumnya, maka ia selalu berusaha untuk berada di jalur aman, agar kehidupan

yang di jalani tetap tenang. Namun ia tidak pernah menyalahkan kakaknya atas

imbas yang ikut ia terima bersama keluarganya. Hal tersebut dapat dilihat dari

kutipan berikut.

Hari ulang tahun, kenaikan kelas, kelulusan, bahkan kemenangan-


kemenangan Rama dan Andini di berbagai pertandingan sekolah tidak
pernah dirayakan besar-besaran seperti keluarga „normal‟ lainnya. Mereka
68

tidak berdiam di rumah bak istana seperti kawan-kawan sekolah Rama dan
juga tidak mengendarai mobil mewah, meski diakui kehidupan mereka
tidak mendekati miskin.Malah jauh dari kata melarat. Aji lulusan Teknik
Industri ITB yang mengepalai Laboratorium Pengelolaan Material
Research and Development sebuah pabrik ban terkemuka itu berpeng-
hasilan cukupan, meski tak berkilat-kilat amat. (Pulang, 2013: 331)

k) Rama

Rama adalah anak Aji dan Retno. Ia merupakan salah satu tokoh yang

tidak bias menerima status keluarganya yang memiliki hubungan dengan ekstapol.

Karena keadaan dan status keluarganya itu Rama tumbuh menjadi laki-laki yang

rendah diri dan penakut. Sikapnya yang selalu mengeluh membuat ia tidak bisa

menerima keadaan keluarganya yang harus selalu merunduk karena ulah

Pakdenya. Setelah dewasa Rama berusaha mengubur sedalam-dalamnya asal-usul

keluarganya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Tak habis-habisnya dia mencerca, mengapa “petualangan” politik Pakde


Dimas harus berubah resiko terhadap kenyamanan hidup keluarga Aji
Suryo. Padahal, di mata Aji, apa yang mereka alami tak seberapa
dibanding, katakanlah, keluarga Hananto Prawiro yang sepanjang
hidupnya terus-menerus di bawah pengawasan mikroskop intelijen.
(Pulang, 2013: 332)

l) Andini

Andini adalah adik Rama yang memiliki jarak 5 tahun. Meskipun berasal

dari darah yang sama, tetapi sifat mereka sangat bertolak belakang. Dia

merupakan sosok gadis yang mandiri dan tangguh bahkan pantang untuknya

mengeluh tentang masalah yang ia hadapi. Sikapnya yang cuek dan ceplas-ceplos

sering membuat kakaknya jengkel. Berbeda dengan Rama yang begitu terbebani

dengan status keluarganya, Andini malah menganggap masalah keluarganya


69

hanyalah sebagian kecil tantangan yang akan membantunya menjadi lebih dewasa

dan bijak. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Berbeda dengan abangnya yang selalu tegang, Andini yang lahir sebagai
anak yang riang, lincah, dan tangkas hampir tak pernah mempersoalkan
penghargaan setelah ia berhasil meraih prestasi. Andini sangat menikmati
proses yang dilaluinya. (Pulang, 2013: 332)

2. Alur/Plot

Novel ini menceritakan masa periode 1965 dengan tokoh yang menjadi

sorotan adalah Dimas. Diceritakan dari masa Dimas sebelum serangan G30S PKI,

masa dia saat menjadi mahasiswa Sastra di fakultas Sastra UI, masa dia menjadi

wartawan bersama Hananto, masa kisah cintanya dengan Surti, masa pelarian di

Paris, dan akhirnya memiliki sebuah keluarga kecil di Paris. Menuju ke masa

1998 dengan tokoh sorotannya adalah Lintang. Bercerita tentang kehidupan

Lintang sebagai anak seorang ekstapol dengan membandingkan kehidupannya

saat di Paris dan Indonesia. Hanya saja di novel ini ceritanya tidak akan disajikan

secara berurutan dari waktu ke waktu. Karena alur yang digunakan pada novel

Pulang adalah alur campuran dimana menampilkan masa-masa tersebut secara

acak.

Novel ini dibuka dengan klimaks yaitu ditandai tertangkapnya Harnanto

dan kehidupan Dimas sebagai pelarian di Paris dengan diwarnai kabar keadaan

Indonesia yang sedang porak poranda. Bertemu dengan Vivienne dan mengalami

le coup de foudre, cinta pada pandangan pertama. Pada bagian ini diceritakan pula

pertemuan antara Dimas dengan Vivienne yang terjadi di tengah unjuk rasa

mahasiswa Sorbonne di Paris 1968. Dan akhirnya Dimas menikah dengan


70

Vivienne yang menurutnya adalah seseorang yang selalu membawa kedamaian

dalam hidupnya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Tiba-tiba aku melihat sepasang kaki lain, sepasang kaki yang mengenakan
sepatu kets berwarna biru tua dan celana jins pudar. Perlahan pandanganku
naik ke atas. Dan mata hijau campur biru itu kini berada di hadapanku.
Begitu dekat.
“Ca va…,” mata hijau biru itu bisa tersenyum.
Dia datang seperti selarik puisi yang sudah genap. Melengkapi nafasku
yang mendadak berhenti. (Pulang, 2013: 12)

Selanjutnya mulai diceritakan pengenalan tokoh-tokoh pendukung pada

masa Dimas yang nantinya memiliki kaitan sampai periode kedua yaitu masa

Lintang. Diceritakan bagaiman kehidupan Dimas dan kawan- kawannya semasa

masih kuliah di Jakarta. Lalu pekenalannya dengan Surti hingga kisah cinta segita

yang dia alami. Selain itu diceritakan juga bagaimana awal mula dari klimak yang

terjadi, yaitu dimana akhirnya Dimas menggantikan Hananto pergi ke konferensi

yang dilaksanakan di Santiago. Tidak lama setelah keberangkatan Dimas kondisi

di Jakarta mulai mencekam. Segala sesuatu yang berhubungan dengan Partai

Komunis Indonesia (anggota partai, simpatisan, dan keluarga) diamankan. Kantor

Berita Nusantara yang dekat dengan Partai Komunis tak luput digulung tentara.

Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Risjaf adalah lelaki kelahiran Riau yang begitu tampan, berambut ombak,
dan bertubuh tinggi besar namun sayang sikapnya sangat pemalu. Padahal
dia sendiri sebetulnya adalah perwakilan dari segala kejantanan. Nugroho
Dewantoro, lelaki asal Yogyakarta yang berkumis Clark Gable dan selalu
gembira serta berhati baja.
Tjae Sin Soe (yang terkadang dikenal dengan nama Tjahjadi Sukarna)
yang lekat dengan kalkulator di tangan kirinya jauh melebihi nyawanya
sendiri, lebih banyak berbuat, berpikir cepat dari pada coa-coa. (Pulang,
2013: 50)
71

Pada bagian ini mulai diceritakan perumitan dan pertikaian yang terjadi

dalam kehidupan si tokoh utama yaitu Dimas. Dimulai dari Dimas beserta ketiga

sahabatnya mendirikan restoran masakan Indonesia yang diberi nama Restoran

Tanah Air. Dimas, Nugroho, Tjai, dan Risjaf dikenal sebagai empat pilar Tanah

Air. Walaupun Dimas sudah menikah dengan wanita Prancis dan dikaruniai

seorang putri bernama Lintang Utara, ia tidak merasa Paris telah menjadi rumah

baginya. Dan seringnya konflik antara Dimas dengan Vivienne yang tak kunjung

usai hingga pada puncaknya harus berakhir dengan perceraian. Selain itu ceritakan

pula bagaimana usaha Dimas dan kawan-kawannya yang berusaha untuk pulang

namun tidak pernah mendapatkan hasil. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut.

Pada saat itulah aku tahu: aku tak pernah dan tak akan bisa memiliki
Dimas sepenuhnya. Saat itu pula aku tahu mengapa dia selalu ingin pulang
ke tempat yang begitu dia cintai.Di pojok hatinya, dia selalu memiliki
Surti dengan segala kenangannya. Yang kemudian dia abadikan di dalam
stoples itu. Surti adalah lambang aroma kunyit dan cengkih. Itu semua
menjadi satu di dalam Indonesia. Malam itu, aku mengatakan pada Dimas,
aku ingin berpisah darinya. (Pulang, 2013: 216)

Selain itu ada pula pertikaian Dimas dengan Lintang yang terjadi karena

sikap Dimas yang tidak bersahabat terhadap Nara yang merupakan kekasih

Lintang. Hingga akhirnya Lintang marah dan memutuskan tidak berhubungan

dengan Dimas selama 5 bulan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Kau harus mengunjungi ayahmu, Lintang.”


Lintang memejamkan matanya. Jengkel.
“Nara…sudah lupa acara makan malam yang kacau balau itu? Makan
malam terburuk yang pernah kualami sepanjang hidupku?”
Nara tertawa.“Semua ayah akan selalu protektif setiap kali berkenalan
dengan kawan lelaki anak perempuannya.” (Pulang, 2013: 169)
72

Akhirya di bagian ini mulai terlihat antiklimaks untuk Dimas ditandai

dengan Lintang yang akhirnya mau berbaikan dengan ayahnya karena desakan

Mamannya dan juga mengetahui bahwa ayahnya sedang sakit. Selain itu Lintang

juga membutuhkan persetujuaan ayahnya agar ia dapat pergi ke Indonesia. Di sisi

lain Lintang Utara mendapatkan tugas akhir untuk membuat film dokumenter.

Awalnya Lintang ingin menyorot kehidupan imigran Aljazair di Prancis. Namun,

dosennya yang bernama Monsiuer Dupont, menyarankan Lintang untuk melihat

ke dalam dirinya dan lebih menggali akarnya, Indonesia. Maka dimulailah kisah

tentang perjalanan Lintang ke Indonesia, yang bukan hanya sebagai tugas akhir

tetapi juga untuk mencari jati dirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut.

Dimas menatap anaknya dengan heran campur takjub.Lima bulan berpuasa

bicara dengan ayahya nampaknya telah membuat Lintang lebih banyak berpikir.

Atau itu memang didikan Universitas Sorbonne. Dimas juga tak tahu bagaimana

harus bereaksi terhadap keinginan Lintang yang terdengar begitu impulsif untuk

pergi jauh ke Indonesia, tanah airnya yang selama ini “menolak” untuk di sentuh

oleh dirinya.

Klimaks yang kedua terjadi pada saat Lintang berada di Indonesia. Di

mana Indonesia sedang mengalami gejolak reformasi besar-besaran. Lintang

menjadi saksi secjaormahmitrutontuhsneyra dinasti orde baru dan segala

kebiadabannya sampai akhir. Dulu Indonesia merupakan sesuatu yang asing bagi

Lintang, namun kini ia mengenal pada sisi gelap dari Indonesia. Namun, di lain

pihak Lintang juga merasakan bahwa Indonesia adalah sesuatu bagian dari
73

dirinya. Suatu tempat di mana ia ingin tinggal dan menetap. Hal tersebut dapat

dilihat dari kutipan berikut.

Helikopter masih berputar-putar dan membuat mahasiswa jengkel. Aku


sulit menelpon Alam dengan suara yang mendengung keras seperti itu.
Karena itu lebih baik aku merekam saja semua kejadian misterius ini. Pada
saat itu suara tembakan! Satu tembakan. Dua tembakan.Terdengar jeritan
kaget. Terdengar lengkingan. Mita spontan menarik bahuku untuk
merunduk. Semua tiarap dan merunduk. (Pulang, 2013: 418)

Lalu ending untuk menutup novel ini adalah “pulang”-nya Dimas ke tanah

air yang selama ini sangat ia rindukan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut.

“Dan hanya dalam beberapa detik, semua bangunan itu menjelma menjadi
barisan makam kecil, berderet, berbaris. Lintang memicingkan matanya.
Tepat di tengah deretan makam itu, Lintang melihat sebuah gundukan
tanah segar yang belum dibungkus semen, dengan papan dan nama
sederhana: Dimas Suryo, 1930-1998.” (Pulang, 2013: 284)

c. Latar/Setting

Latar yang terdapat dalam novel Pulang dapat dideskripsikan ke dalam

unsur tempat, waktu, dan suasana. Berikut ini dijelaskan ketiga unsur tersebut.

1) Latar Tempat

Dalam novel ini beberapa tempat yang menjadi latar, namun Prancis

(Paris) dan Indonesia (Jakarta) merupakan setting utama dari novel ini. Dominasi

kecdouma mteimt tpoatustersebut dapat dilihat dari banyaknya tempat-tempat

yang digunakan sebagai latar belakang cerita dari novel Pulang. Indonesia

khususnya Kota Jakarta digunakan sebagai awal mula kisah kehidupan Dimas dan

kawan-kawannya. Diceritakan Dimas adalah seorang mahasiswa sastra di UI

bersama sahabat- sahabatnya, yaitu Rinjaf dan Tjai. Ia bekerja menjadi wartawan
74

paruh waktu di Kantor Berita Nusantara, di sana ia akhirnya mengenal sosok

Hananto dan Nugroho. Di Jakarta pula kenangannya bersama Surti tertinggal.

Sedangkan bagi tokoh Lintang, Jakarta (Indonesia) adalah suatu tempat

yang asing meskipun ia mengenal Indonesia dari cerita ayah dan ketiga kawan

ayahnya. Bagi Lintang, Indonesia adalah topik yang selalu ingin ia hindari.

Namun tidak ada pilihan lain bagi Lintang, ia harus mengenal Indonesia

secara langsung untuk merampungkan tugas akhirnya yang berhubungan dengan

sejarah hidup ekstapol. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Dia ingin sekali mengajak Lintang dan ibunya ke tanah airnya,


memperkenalkan Jakarta, Bogor, Solo, Yogyakarta, Semarang, dan kota-
kota lain di Indonesia yang semua dikenalnya hanya hingga tahun 1965.
(Pulang, 2013: 231)

Digambarkan dengan rinci kehidupan kota dengan segala tempat yang

terdapat di Paris, sehingga Paris terlihat sebagai satu kesatuan dengan novel ini.

Di mulai dari pertemuan antara Dimas dan Vivienne saat terjadi demonstrasi

mahasiswa di depan Universitas Sorbonne. Dilanjutkan Terre d’Asile, toko buku

Shaskepere & co, dan Sungai Sienne merupakan tempat yang sering dikunjungi

Dimas, Vivienne, dan kawan-kawannya.Cimetiere du Pere Lachaise sebuah

makam yang cantik dan megah tempat favorit Dimas dan Lintang untuk saling

bercengkrama dan merenung saat gundah. Yang terpenting adalah Rue de

Vaugirard tempat berdirinya restoran Tanah Air. Hal tersebut dapat dilihat dari

kutipan berikut.

Untuk kami, Paris pertama-tama adalah Terre D’asile. Selebihnya, Sungai


Seine, toko Shakespeare & co, atau bahkan bangku panjang di Ile Saint-
Louis tempat pertama kali kami berciuman begitu panjang, adalah suatu
pengalaman yang datang secara tak terduga. Aku sudah sering menyusuri
75

sebelah kanan Sungai Seine, yang dianggap sebagai sisi yang populer dan
disukai turis. (Pulang, 2013: 17-18)

Ada pula beberapa tempat yang dikunjungi Dimas saat konflik mulai

bergejolak di tanah air. Setelah menghadiri konferensi di Santiago, Dimas

melanjutkan perjalanannya ke Havana menyusul Risjaf. Mereka berempat

berkumpul dan tinggal di Peking selama 3 tahun. Sampai akhirnya Dimas

memutuskan untuk hijrah ke Paris. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Kau di kirim ke Eropa?”


“Tidak, Konferensi itu di Santiago dan Peking.”
“Yang satu lagi di Amerika Latin, sesudah itu kau terbang ke Cina?”
“Vivienne, rute hidupku panjang sekali. Aku bahkan sempat ke Kuba
sebelum akhirnya ke Cina lalu ke tanah Eropa,” kataku menjenguk ke luar
jendela. Paris dan Jakarta seperti perbandingan antara air kelapa muda dan
air selokanyang hitam. (Pulang, 44)

2) Latar Waktu

Diawali pada tahun 1968 dengan pelarian Dimas ke Paris untuk mencari

tempat yang aman baginya.Di sanalah ia bertemu dengan Vivienne dan akhirnya

membentuk keluarga kecil bersama. Di Paris, Dimas dan kawan-kawannya

merintis usaha restoran yang di beri nama restoran Tanah Air. Namun, bagi

Dimas, Paris hanyalah tempatnya bersinggah dan menunggu sampai ia dapat

kembali pulang ke tanah air. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Paris, 1968
Dia muncul seperti selarik puisi yang belum selesai.
Di antara ribuan mahasiswa Sorbonne yang baru saja mengadakan
pertemuan, aku melihat dia berdiri di bawah patung Victor Hugo. (Pulang,
2013: 9)

Lalu diselingi dengan cerita perkenalan para tokoh dengan berlatarkan

kota Jakarta tahun. Bercerita tentang kehidupan masa muda Dimas bersama
76

teman-temannya. Diwarnai dengan kisah cinta segitiga, antara Dimas, Surti, dan

Hananto. Sampai akhirnya ia harus menggantikan Hananto menghadiri konferensi

di Santiago. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Jakarta, Januari - Oktober 1952


Ketika dara cantik itu adalah bunga yang membuat jakarta menjadi
bercahaya. Ningsih adalah setangkai mawar merah dengan ronayang
mencolok dan menggetarkan jantung lelaki.Rukmini adalah anggrek ungu
yang tak pudar oleh segala musim. Sedangkan Surti Anandari, dia adalah
bunga melati putih yang meninggalkan harum pada bantal dan seprai.
lelaki mana pun yang jatuh hati padanya tak lagi bisa berfungsi tanpa
bertemu denganya. (Pulang, 2013: 51)

Dilanjutkan dengan pengalaman Lintang yang pergi ke Indonesia untuk

misi tugas akhirnya membuat film dokomenter. Digambarkan bagaimana keadaan

Indonesia yang sedang bergejolak karena rakyat menginginkan sebuah perubahan.

Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Jakarta, 13 Mei 1998


Pagi itu, aku tak bias lagi peduli punggung yang rontok atau mata yang
baru terpejam selama tiga jam. Aku yakin seluruh Jakarta atau Indonesia,
semakin tegang dengan peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti
kemarin. (Pulang, 2013: 414)

3) Latar Suasana

Suasana tegang dan mencekam yang digambarkan pada tahun 1968 sangat

nyata. Bagaimana kisah pembantaian para pengikut aliran “kiri” yang dilakukan

pemerintah orba. Mayat-mayat bergelimpangan dan Bengawan Solo pun berubah

menjadi merah.

Selain itu, diceritakan pula ketakutan dan trauma yang dialami para

keluarga ekstapol karena diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat. Di lain

pihak, disuguhkan pula gambaran yang membandingkan keadaan Indonesia dan


77

Prancis. Meski sama-sama mengalami masa bergejolak, tetapi kadaannya sangat

berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Aku iri. Aku cemburu. Pertarungan di Paris saat ini sungguh jelas
keinginannya. Jelas siapa yang dituntut dan siapa yang menggugat.
Perseteruan ini antara mahasiswa dan buruh melawan pemerintah De
Gaulle. Di Indonesia, kami akrab dengan kekisruhan dan kekacauan tetapi
tak tahu siapa kawan dan siapa lawan. (Pulang, 2013: 10)

Setting Jakarta di tahun 1998 juga merupakan setting yang luar biasa. Di

terangkan secara detail bagaimana keadaan Kampus Trisakti dengan suasana yang

begitu panas dan kacau. Begitu pula beberapa tempat di Jakarta yang mengalami

huru-hara kerususuhan. Selain itu digambarkan suasana di DPR yang begitu

membakar semangat para anak muda. Di situ pula akhirnya Lintang sadar di

manakah rumahnya. Tempat di mana ia ingin kembali seperti yang sering

diucapkan Ayahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Tiba di gedung DPR, di sana sudah penuh dengan mahasiswa dan tokoh-
tokoh yang sama seperti di Kampus Trisakti beberapa hari yang lalu.
Mereka berorasi dengan isi yang sama: reformasi dan Presiden Soeharto
turun. Aku berjalan dengan perasaan enteng.Aneh sekali, suasana di DPR
siang itu terasa agak festive. Rasanya aku tak percaya baru beberapa hari
yang lalu telah tejadi kerusuhan dan kekejian di negeri ini. (Pulang, 2013:
437)

d. Sudut Pandang

Novel Pulang karya Leila S. Chudori mengguanaan sudut pandang yang

bersifat campuran itu didalam ceritanya. Sudut pandang campuran pada novel ini

dapat dilihat dari teknik campuran antara pesona pertama dan ketiga, antara ”aku”

dan ”dia” sekaligus. Teknik pengamat pesona pertama dengan teknik ”aku”

sebagai tokoh utama dan ”aku” tambahan atau sebagai saksi setelah itu

dilanjutkan penggunaan pesona ketiga ”dia” mahatahu.


78

Pemanfaatan teknik campuran dalam novel ini dilakukan dengan

mempertimbangkan kelebihan masing-masing teknik. Pengarang menggunakan

sudut pandang orang pertama untuk mempengaruhi pembaca dengan mengisahkan

rahasia batin dari tokoh utama yaitu rasa rindu seorang ekstapol terhadap tanah

airnya. Sementara sudut pandang orang ketiga dipakai untuk menitikberatkan

pada inti cerita novel ini yaitu tentang kehidupan para ekstapol dan keluarganya.

Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Aku sering menyusuri sebelah kanan Sungai Seine, yang dianggap sebagai
sisi yang populer dan disukai turis. Kami berempat–Mas Nug, Tjai, Risjaf,
dan aku–pernah saling berjanji ingin menikmati seluruh Prancis sebelum
bisa pulang ke tanah air (entah kapan). (Pulang, 2013: 18)

e. Amanat

Amanat yang dapat dipetik dari novel ini adalah hendaknya kita

mempunyai prisip dalam hidup, bahwa kita harus mencintai tanah air kita. Dalam

novel ini sikap nasionalisme yang digambarkan dari sosok Dimas. Meski berkali-

kali ditolak tanpa tahu apa yang ia perbuat, tak pernah melunturkan rasa cintanya

kepada Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Makam di Paris memang luar biasa. Dibangun bukan sekedar untuk rasa
ingin melanjutkan hubungan dengan merka yang sudah “menyeberang” ke
alam yang tak kita ketahui, tetapi sekaligus untuk memelihara melankoli.
Tetapi, Ayah rasa, Ayah akan lebih bahagia jika bias dikubur di Karet.
Satu rumah dengan Chairil Anwar.” (Pulang, 2013: 274-275)

Selain itu, novel ini mengajarkan bahwa manusia hendaknya dapat

menentukan pilihan dalam kehidupannya. Karena dengan memilih seseorang

dapat mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas keputusannya.


79

2. Nilai Moral dalam Novel Pulang karya Leila S. Chudori


a. Hubungan Manusia dengan Tuhan

Hubungan manusia dengan Tuhan tidak dapat digambarkan dengan garis

vertikal. Dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup manusia membutuhkan

perlindungan. Tuhan sebagai tempat mengadu dan berkeluh kesah. Tuhan sebagai

zat Yang Maha Sempurna tempat segala sesuatu bergantung. Dalam novel ini

ditunjukkan hubungan manusia dengan Tuhan yaitu kepercayaan terhadap Tuhan,

bersyukur kepada Tuhan, dan memanjatkan doa kepada Tuhan. Hubungan

manusia dengan Tuhan dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Kepercayaan terhadap Tuhan

Hubungan manusia dengan Tuhan dapat dilihat dari adanya kepercayaan

terhadap Tuhan. Wujud kepercayaan terhadap Tuhan dalam novel Pulang ini

antara lain dapat ditunjukkan dalam diri tokoh Bang Amir. Sikap politik yang

berseberangan dengan Pemimpin Redaksi kantor berita Nusantara mengakibatkan

dipindahkannya Bang Amir dari jabatan wartawan ke bagian pemasaran dan iklan.

Tetapi Bang Amir tidak cepat putus asa. Bang Amir percaya dengan beribadah

kepada Tuhan, Bang Amir bisa mengatasi persoalan yang dihadapinya. Hal

tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

…”Termasuk soal aku dipindahkan ke bagian pemasaran.” Bang Amir


akhirnya masuk ke teritori tabu itu. “Aku salat dan bersyukur Tuhan
memberikan Saidah di sampingku, Mas. Tanpa dia, aku akan jadi kapal
oleng. Dengan dia, aku bisa tenang dan seimbang.” (Pulang, 2013: 34)

Kutipan di atas menggambarkan bersyukurnya Bang Amir kepada Tuhan,

karena ia dikaruniai seorang isteri yang mampu menemaninya dalam situasi


80

apapun, termasuk ketika Bang Amir dipindahkan ke bagian pemasaran dan iklan.

Bang Amir percaya, ketika mendapat kesulitan Tuhan akan selalu memberikan

pertolongan. Kepercayaan terhadap Tuhan dalam diri seseorang dapat

memberikan ketenangan dan ketenteraman dalam diri seseorang tersebut sehingga

dapat berpikir jernih dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut dapat

diperhatikan dalam kutipan berikut.

“Saya percaya, Allah memberi rezeki kepada saya dengan menyisakan


sepetak ruang kecil di hati hamba-Nya. Dalam sepetak ruang suwung,
sebuah gelembung kekosongan, yang hanya diisi antara saya dan Dia,
disinilah saya selalu mencoba memahami apa yang terjadi, Dimas.”
(Pulang, 2013: 34)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa setiap kali Bang Amir menemui

kesulitan, dia selalu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan dengan khusyu’’

sehingga nanti dia memahami apa yang terjadi dan mendapatkan jawaban atas

kesulitannya. Bang Amir percaya bahwa rezeki adalah pemberian Tuhan.

2) Bersyukur Kepada Tuhan

Dalam novel Pulang ini, rasa syukur kepada Tuhan dapat diwujudkan

melalui tutur kata dan tindakan. Pada dasarnya bersyukur adalah berterima kasih.

Bersyukur kepada Tuhan berarti berterima kasih atas nikmat yang telah Tuhan

berikan. Nikmat yang dikaruniakan hakikatnya adalah cobaan. Tokoh boleh saja

memilih untuk bersyukur atau tidak. Bersyukur secara batiniyah memang tidak

nampak. Rasa syukur kadang muncul seperti sebuah kelegaan di dalam hati tokoh.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Aku bersyukur Ibu didampingi oleh Aji dan Retno, isteri Aji yang indah
di hati...” (Pulang, 2013:70)
81

Kutipan tersebut menggambarkan ada kelegaan di hati Dimas ketika dia

sedang berada jauh dengan ibunya. Dimas cukup lega dan tidak khawatir karena

ibunya didampingi dan dijaga dengan aman oleh Aji, adiknya. Dimas sedang

berada di luar negeri, karena di tanah air sedang gencar perburuan terhadap PKI,

kerabat maupun yang sekedar dekat dengan PKI sejak meletusnya peristiwa 30

September meletus dan Dimas masuk dalam daftar pencarian orang. Rasa syukur

kadang muncul seperti sebuah ketenangan dalam hati tokoh ketika menghadapi

sebuah persoalan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Syukurlah Pakde No, kakak Ibu, adalah seorang kiai yang cukup
dihormati di Solo sehingga Ibu tetap dilindungi.” (Pulang, 2013: 73)

Kutipan tersebut menggambarkan ada ketenangan di hati Dimas ketika

mengetahui bahwa ibu dan adiknya aman dan dilindungi oleh Pakde No meskipun

sempat diinterogasi namun ibu dan Aji tidak ditahan. Pakde No merupakan

seorang kiai yang cukup dihormati di Solo. Rasa syukur memberikan kelegaan

dan ketenangan dalam diri tokoh karena keberhasilan menyelesaikan sebuah

masalah. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Saya bersyukur Ayah akhirnya bersedia diantar Maman ke rumah sakit.


Tolong segera sampaikan pada Maman untuk meneleponku. Saya ingin
tahu apa diagnose dokter, karena aku tahu Ayah tak akan mau berbicara
soal kesehatan. Satu permintaanku, apa pun kata dokter, turutilah. Demi
saya. Demi kita semua. (Pulang, 2013: 392)

Kutipan di atas menggambarkan kelegaan dan ketenangan Lintang ketika

mendapat kabar bahwa ayahnya akhirnya bersedia ke rumah sakit untuk

memeriksakan penyakit yang dideritanya. Atas bujukan dan paksaan Lintang dan

Vivienne, akhirnya dengan diantar oleh Vivienne, Dimas mau memeriksakan

keadaannya ke dokter dan dokter dapat mendiagnosa penyakit yang diderita oleh
82

Dimas. Rasa syukur yang muncul sebagai wujud kegembiraan dalam diri tokoh.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“…Tanggal 21 Mei, ketika Presiden Soeharto mengucapkan pidato


pengunduran dirinya, kami semua menjerit. Restoran Tanah Air hampir
meledak karena teriakan kami terlalu keras…” (Pulang, 2013: 443)

Kutipan di atas menggambarkan kegembiraan para penghuni Restoran

Tanah Air karena pidato pengunduran diri presiden Soeharto. Mereka berteriak-

teriak kegirangan hingga suasana Restoran Tanah Air menjadi riuh. Akhirnya

kabar baik yang dinanti-nanti oleh Dimas dan kawan-kawan tiba. Dimas dan

kawan-kawan bisa pulang ke Indonesia.

3) Memanjatkan Doa

Pada diri tokoh, memanjatkan doa merupakan aktivitas yang tidak pernah

tidak dilakukan. Aji misalnya, sangat berkebutuhan meminta kepada Tuhan.

Meminta, memohon, dan mengadu layaknya hanya kepada Tuhan. Meminta suatu

kebaikan agar dirinya mendapatkan kebaikan adalah yang utama dilakukan ketika

berdoa. Memohon keselamatan, mengungkapkan rasa syukur, dan memohon

perlindungan merupakan bagian dari permohonan doa. Hal ini dapat dilihat dalam

kutipan sebagai berikut.

“Saat diinterogasi, aku bisa mendengar suara teriakan orang-orang yang


disiksa. Suara mereka melengking menembus langit-langit. Dan aku hanya
bisa berharap jeritan mereka tiba ke telinga Tuhan…” (Pulang, 2013:
20)

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Aji mendengar teriakan orang-orang

yang disiksa. Dia merasa kasihan dan berdoa kepada Tuhan agar teriakan mereka

didengar oleh Tuhan. Aji menyadari bahwa dia tak bisa menyelamatkan mereka
83

sehingga hanya berdoa kepada Tuhan yang bisa dia lakukan dan berharap Tuhan

akan menyelamatkan orang-orang tersebut. Memanjatkan doa untuk orang lain

dan berharap orang itu mendapatkan kebaikan dan keselamatan dari Tuhan. Hal

ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Saya ikut berduka cita atas kepergian Ibunda, Dimas. Saya bersujud dan
berdoa pada Allah agar Beliau segera memeluknya. Semoga engkau dan
kawan-kawan lain sehat dan tetap kuat di negeri jauh.” (Pulang, 2013:
248)

Kutipan di atas menggambarkan Bang Amir yang mengucapkan bela

sungkawa atas meninggalnya ibunda Dimas. Bang Amir mendoakan agar ibunya

Dimas mendapatkan tempat terbaik disisi Tuhan. Bang Amir juga mendoakan

agar Dimas dan kawan-kawannya selalu sehat dan kuat menghadapi cobaan yang

sedang dialami oleh Dimas dan kawan-kawannya. Lintang tetap berdoa untuk

keselamatan ayahnya meskipun keadaan yang dialami Lintang sedang sulit. Hal

ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Jaga kesehatan Ayah. Di antara suhu panas ini, saya tetap berdoa agar
Ayah rajin berobat. Ciumku untuk Maman dan Ayah.” (Pulang, 2013:
413)

Kutipan di atas menggambarkan perhatian Lintang terhadap kesehatan

ayahnyam meskipun lintang juga sedang menghadapi situasi sulit. Lintang berdoa

agar ayahnya tetap rajin berobat agar kesehatan ayahnya cepat membaik.

Memanjatkan doa untuk orang yang telah meninggal agar diampuni dosa-dosa

dan diberikan tempat terbaik di sisi Tuhan. Hal ini terlihat dalm kutipan berikut.

“…Om Aji memimpin doa yang terdengar begitu merdu di telingaku…”


(Pulang, 2013: 448)

Kutipan di atas menggambarkan ketika Dimas Suryo meninggal Aji yang


84

memimpin doa untuk kakaknya. Aji mendoakan kakaknya agar diampuni dosa-

dosanya dan diberikan tempak terbaik di sisi Tuhan. Pengucapan doa Aji terlihat

sangat baik dan begitu merdu di telinga Lintang.

b. Hubungan Manusia dengan Diri Sendiri


1) Teguh pada Pendirian

Kehidupan tokoh memiliki proses, mulai dari kelahiran menuju kematian.

Dalam kehidupannya, setiap tokoh berinteraksi dengan tokoh lainnya. Ketika

bersikap, beberapa tokoh berpegang teguh pada pendirian yang berasal dari hati

nurani, memiliki prinsip yang kuat dan tidak tergoyahkan meskipun dipengaruhi

sikap tokoh lain dan bertanggung jawab terhadap pilihan. Hal tersebut dapat

dilihat dalam kutipan sebagai berikut.

“Menjadi wartawan, bagiku adalah jalan yang tak bisa ditolak.


Wartawan adalah profesi yang memperlakukan kekuatan kata sama
seperti koki menggunakan kekuatan bumbu masakan.” (Pulang, 2013: 65)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Dimas Suryo memiliki tekad yang

kuat dan keyakinan yang bulat untuk menjadi seorang wartawan. Keinginannya

seakan tak bisa ditolak dan tak tergoyahkan oleh apapun. Baginya profesi

wartawan merupakan profesi yang memperlakukan kata sama seperti seorang

koki menggunakan kekuatan bumbu masakan. Dalam perjalanan waktu,

keteguhan hati bisa berubah bentuk. Dalam konteks yang sama namun dengan

peristiwa yang berbeda. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan sebagai berikut.

“Kami tak peduli pekerjaan macam apa yang harus kami lakukan, yang
penting harus bisa mencari nafkah.” (Pulang, 2013: 73)

Kutipan di atas menggambarkan keteguhan hati Dimas untuk bekerja

apapun untuk mencari nafkah. Selama di Peking perekonomian Dimas sangat


85

memperihatinkan. Dengan tekad yang bulat Dimas memuntuskan untuk bekerja

dalm bidang apapun agar tetap bisa mempertahankan hidup, meskipun harus

berkali-kali harus berganti pekerjaan. Keteguhan hati yang tidak tergoyahkan dan

tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi di sekitarnya. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut.

“Aku melotot.“Aku tidak percaya paket! Aku tidak percaya format. Aku
tidak percaya presentasi makanan membuat penikmat akan melupakan isi.
Lidah sangat menentukan. Isi dan rasa adalah segalanya.”” (Pulang, 2013:
114)

Kutipan di atas menggambarkan keteguhan Dimas dalam membuat resep

sebuah makanan bahwa melalui proses pengolahan yang secara tradisional sebuah

masakan akan menjadi lebih lezat daripada melalui proses pengolahan yang lebih

modern. Keteguhan hati Dimas dalam mempertahankan caranya mengolah

makanan tak tergoyahkan, meskipun Mas Nug berkali-kali menggoda dan

menyarankan untuk mengolah dengan cara modern agar lebih cepat. Keteguhan

hati seperti keinginan untuk tetap bertahan pada pendirian meskipun rintangan

menghadang. Hal ini terlihat pdalam kutipan berikut.

Menjelang usiaku yang ke-12, segala penolakan visa dan upacara mencium
bau cengkih dan memainkan wayang kulit Ekalaya berulang, aku me-
nyimpulkan: Ayah adalah seorang Ekalaya. Dia ditolak tapi dia akan
bertahan meski setiap langkahnya penuh jejak darah dan luka. (Pulang,
2013: 197)

Kutipan di atas menggambarkan perjuangan keras seorang Dimas Suryo

untuk mengajukan visa setiap tahun, meskipun berulang kali ditolak Dimas tak

menyerah. Setiap kali pengajuan visa Dimas ditolak, dia mencium bau cengkih

dan kunyit yang dia letakan dalam stoples di atas meja kerjanya kemudian

memainkan wayang kulit Ekalaya. Meskipun terus ditolak Dimas berusaha untuk
86

terus memperjuangkannya dan ditak peduli dengan rintangan yang melintang di

depan. keteguhan hati yang kuat tidak akan mudah tergoyahkan, meskipun belum

tentu tindakan yang di ambil seseorang tersebut merupakan tindakan yang tepat.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

…Ibuku menelepon, menyentakku agar aku segera membawa anak-anak


ke Bogor sambil mengumpat Mas Hananto sebagai seorang suami yang
tak memikirkan keselamatan keluarganya. Mendengar celaan seperti itu,
tentu saja dengan defensif aku bertahan untuk tetap di rumahku. Rumah
kami. (Pulang, 2013: 381)

Kutipan tersebut menggambarkan keinginan Surti untuk tetap bertahan di

rumahnya meskipun situasi di Jakarta saat itu sedang memanas. Walaupun Ibunya

Surti telah memerintahkan Surti untuk segera membawa anak-anaknya mengungsi

ke Bogor, tetapi Surti bersikeras untuk tetap bertahan di rumahnya. Keteguhan

hati ibarat memperturutkan keinginan yang berasal dari hati nurani. Hal ini

dapat dilihat dalam kutipan berikut.

…Ayah tak akan banyak berkomentar dan tak akan intervensi. Yang aku
ingin utarakan adalah: kau tak boleh menyeret-nyeret nasib dan perasaan
orang hingga hati orang itu tercecer ke mana-mana. Kau harus berani
memilih dengan segala risikonya. Ayah tahu kau masih muda. Memilih
tak berarti harus menikah besok. Tidak memilih Nara atau Alam juga
berarti memilih. Memilih untuk sendiri dan sunyi. (Pulang, 2013: 446)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa Dimas berpesan pada anaknya,

Lintang agar dia berani memilih dalam hidupnya. Menentukan pilihan yang akan

di ambil tanpa terpengaruh oleh apapun. Pilihan yang didasarkan pada keteguhan

dan keinginan hati nurani. Berani memilih dengan segala resiko yang diakibatkan

oleh pilihannya.
87

2) Optimis

Optimis merupakan sikap yakin terhadap hasil yang akan dicapai.

Beberapa tokoh memiliki sikap optimis yang dalam dirinya ada sikap percaya

terhadap diri sendiri. Dengan pencapaian hasil, proses merupakan hal yang perlu

diperhatikan. Tokoh yang optimis, meskipun dirinya dihadang oleh perubahan-

perubahan atau melakukan kesalahan besar, dia tidak begitu saja menyerah, tetapi

justru semakin kuat keinginan untuk memperbaiki dan menjadi lebih baik. Hal ini

sesuai dengan kutipan berikut.

Hananto kini menyeringai, senyum yang selalu membuat darahku melesat


ke ubun-ubun karena itu menunjukkan dia sangat yakin dengan kata-
katanya. Yakin bahwa apa yang dijalaninya tidak menimbulkan persoalan
bagi orang lain. (Pulang, 2013: 39)

Dari kutipan di atas tergambar keyakinan Mas Hananto akan perbuatan

yang dilakukannya tidak akan menimbulkan permasalahan untuk orang lain.

Bahwa percintaan terlarangnya dengan Marni tidak akan menimbulkan persoalan

pada orang lain dan tidak akan diketahui oleh isterinya, Surti. Sikap optimis

memberikan dorongan moral terhadap seseorang untuk berpikir positif. Hal ini

terlihat dalam kotipan berikut.

“Setelah aku pulang nanti, aku yakin kalian sudah baik kembali,” aku
mencoba menghibur. “Tak mungkin Surti meninggalkanmu, Mas. Dia
hanya sedang marah saja. Percayalah.” (Pulang, 2013: 47)

Kutipan di atas menggambarkan sikap optimis Dimas yang memberi

semangat dan meyakinkan Mas Hananto bahwa masalahnya akan segera

terselesaikan dan semua akan baik-baik saja. Dimas meyakinkan Mas Hananto

bahwa Surti tidak akan mungkin meninggalkannya dan menganggap Surti hanya

sedang marah. Sikap optimis memberikan dorongan dan dukungan terhadap


88

seseorang untuk berani mengambil sikap. Hal tersebut terlihat dalam kutipan

berikut.

…Sesekali aku menangkap matanya yang berbinar seperti bintang itu


melirikku, dan dia segera mengalihkan perhatian saat pandangan kami
bertumbuk. Sejak saat itu aku tahu, dialah bunga melati yang ingin kupetik
dan kusimpan di hatiku. (Pulang, 2013: 53)

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Dimas begitu yakin bahwa Surti

adalah bunga melati yang ingin ia petik dan ia simpan di hati. Dimas begitu yakin

karena ketika mereka saling berpandangan, Surti sering menyembunyikkan

senyum. Sikap optimis dapat memberikan dorongan dan dukungan terhadap

seseorang untuk berani mengambil sikap. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Aku mencengkeram bahu Risjaf dengan jengkel. “Sjaf! Rukmini


sudah sejak awal menyukaimu. Tak perlu kau berpuisi-puisi dengannya.
Ajak saja pergi, berkencan.”” (Pulang, 2013: 56)

Kutipan tersebut menggambarkan keyakinan Dimas terhadap kemampuan

Risjaf dalam hal mendekati Rukmini. Dimas yakin tanpa perlu menggunakan

puisi atau kata-kata rayuan, Risjaf akan berhasil mendapatkan Rukmini. Sikap

optimis memberikan ketenangan terhadap seseorang meskipun belum pasti

kebenarannya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.

“Sementara itu, aku tahu Mas Nug kehilangan kontak dengan Rukmini
dan putera mereka, Bimo, yang baru berusia setahun. Mas Nug cukup
yakin Rukmini pasti aman mengungsi ke rumah orang tua atau kakaknya.”
(Pulang, 2013: 71)

Dari kutipan di atas menunjukkan keyakinan Mas Nug bahwa keluarganya

akan aman meskipun ia kehilangan kontak dengan anak dan isterinya. Ia cukup

yakin bahwa Rukmini dan Bimo puteranya sudah mengungsi ke rumah orangtua

ataupun rumah kakaknya setelah meletusnya peristiwa 30 September. Kehidupan


89

tokoh mengalami pasang surut. Adakalanya masalah itu datang bertubi-tubi.

Dibutuhkan sikap optimis dalam melangkah. Sikap optimis memberikan dorongan

dan dukungan kepada seseorang sehingga orang tersebut yakin akan kemampuan

yang dimiliknya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.

“Dimas sudah jelas kepala koki dan yang menetukan menu apa saja. Kita
semua tahu apa saja yang diolah tangan Dimas akan keluar makanan
yang luar biasa, seperti halnya kata-kata apa saja yang keluar dari
mulutnya akan menjadi sebuah puisi.” (Pulang, 2013: 102)

Kutipan tersebut menunjukkan sikap optimis Mas Nug terhadap

kemampuan memasak Dimas, dan menumbuhkan semangatnya sehingga Dimas

memiliki rasa percaya diri dan keyakinan terhadap kemampuan memasak yang

dimiliknya. Sikap optimis menimbulkan kepercayaan terhadap seseorang. Hal ini

dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Nara tersenyum, mengirimkan rasa optimisme pada dirinya sendiri. “Di


KBRI ada berbagai macam orang. Percayalah, anak-anak muda tadi adalah
diplomat junior yang sebetulnya pemikirannya sudah berbeda dengan para
pejabat old-school.” (Pulang, 2013: 164)

Kutipan di atas menggambarkan sikap optimis Nara untuk meyakinkan

kepada Lintang bahwa teman-teman muda Nara adalah diplomat junior yang

pemikirannya sudah berbeda dari pejabat-pejabat tua yang berada di KBRI. Sikap

optimis memberikan dorongan dan dukungan terhadap seseorang sehingga orang

tersebut memiliki keberanian untuk mengambil sikap. Hal ini terlihat dalam

kutipan berikut.

“Menjelang 30 menit terakhir, Bapak menghampiriku. Sendirian. Dia


berlutut dan memegang tanganku. “Kenanga, kamu adalah pohon yang
melindungi seluruh isi keluarga. Kamu adalah urat nadi kita semua…”
(Pulang, 2013: 247)

Kutipan di atas menggambarkan keyakinan Mas Hananto bahwa Kenanga


90

kelak akan menjadi tulang punggung keluarganya setelah Mas Hananto

meninggal. Mas Hananto percaya, Kenanga adalah anak gadisnya yang bisa

diandalkan kelak ketika Mas Hananto telah tiada.

3) Penyesalan

Kesalahan itu terjadi disengaja maupun tidak disengaja. Dalam

kesehariannya, para tokoh bersosialisasi dengan alam dan makhluk lain. Pada

kenyataannya dalam diri tokoh itu terdapat sikap yang disebut dengan menyesal.

Menyesal dapat diartikan dengan menyadari kesalahannya dan tidak akan

mengulangi perbuatan itu lagi. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.

“Seandainya dia berangkat…dia tak akan tertangkap,” kataku tiba-tiba


merasa kedinginan….” (Pulang, 2013: 37)

Dari kutipan di atas tergambar penyesalan Dimas yang menuruti perintah

Mas Hananto untuk pergi ke Santiago mengikuti konferesi jurnalis internasional,

padahal Dimas mengetahui bahwa undangan itu untuk Mas Hananto dan Mas

Nug. Tetapi Mas Hananto berkehendak Dimas dan Mas Nug yang berangkat, dan

dia akan tetap di Jakarta. Kesadaran Dimas memang datang terlambat, namun itu

jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Penyesalan terhadap sikap yang tidak

berpendirian teguh sehingga mengakibatkan masalah untuk orang lain. Hal

tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

…Aku mulai menyesali kecenderunganku untuk tidak menetapkan


pendirian. Aku gemar berlayar ke mana-mana tak karuan, ke sebelah
kanan, ke sebelah kiri, terpesona pada berbagai pemikiran tanpa ingin
terjun sepenuhnya menjadi salah satu penganut isme. Ini semua akhirnya
mengakibatkan seluruh keluargaku terjungkal ke jurang kesulitan yang
tanpa dasar. (Pulang, 2013: 80)

Kutipan di atas menggambarkan Dimas yang menyesali sikapnya yang


91

tidak punya pendirian sehingga mengakibatkan keluarganya dalam kesulitan. Ibu

dan Adiknya, Aji beberapa kali diinterogasi meskipun tak ditahan, setelah

meletusnya peristiwa 30 September. Aji mendapat gelar keluarga eks tapol

meskipun Aji tak terlibat dengan kegiatan Dimas. Lintang mendapat diskriminasi

saat Lintang menghadiri perayaan Kartini di KBRI di Perancis hanya gara-gara

Lintang anak seorang ekstapol. Penyesalan terhadap sesuatu yang telah terjadi

dan tak bisa kembali terkadang memberatkan kehidupan seseorang. Hal ini dapat

dilihat dalam kutipan berikut.

“…Ibuku tetap sudah berpulang dan aku tak bisa mencium dahinya untuk
mengucapkan perpisahan. Suaraku tetap tak keluar.” (Pulang, 2013: 83)

Kutipan di atas menggambarkan betapa menyesalnya Dimas ketika ibunya

telah meninggal dan Dimas tidak bisa bertemu untuk terakhir kalinya dan

mengantarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya karena paspornya telah dicabut

dan Dimas tidak bisa kembali ke Indonesia. Situasi pada saat itu juga sedang tidak

aman, perburuan terhadap para tapol masih berlangsung. Penyesalan selalu datang

pada akhir suatu peristiwa. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Seharusnya aku tahu mengapa dia selalu menolak untuk menyusulku


kesini,” kata Mas Nug dengan suara pelan sambil menerima segelas
anggur dari Vivienne.” (Pulang, 2013: 88)

Dari kutipan di atas tergambar penyesalan Mas Nug yang tidak menyadari

akan maksud penolakan isterinya, Rukmini untuk menyusul Mas Nug ke Paris.

Ternyata Rukmini meminta cerai dengan Mas Nug dan akan segera menikah

dengan tentara teman ayah Rukmini, yang bernama Pak Prakosa. Yang selalu

melindungi Rukmini sekeluarga pada saat terjadinya peristiwa 30 September.

Penyesalan terhadap tindakan yang kurang berkenan yang mungkin dapat melukai
92

hati seseorang. Hal ini dapat dilihal dalam kutipan berikut.

“Aku baik-baik saja. Justru aku khawatir dengan keadaan Rama.


Bagaimana kalau pekerjaan dan hubungan dengan kekasihnya terganggu
akibat mulut harimauku itu,” aku mengingat drama semalam yang sungguh
memalukan. (Pulang, 2013: 371)

Kutipan di atas menunjukkan penyesalan Lintang karena telah merusak

makan malam keluarga Om Aji dan keluarga Pak Priasmoro dalam rangka

membicarakan pernikahan Rama dan Rininta. Acara makan malam menjadi kacau

karena Pak Pri mengejek Restoran Tanah Air adalah sarang komunis. Lintang

berbicara lantang menentang perkataan Pak Pri sambil menangis. Akibat dari

tindakan Lintang, penyamaran Rama terbongkar, bahwa Rama keluarga dari eks

tapol.

c. Hubungan Manusia dengan Manusia Lain dalam Lingkup Lingkungan


Sosial

1) Peduli Sesama

Para tokoh memiliki kecenderungan bersikap memikirkan dirinya sendiri.

Namun beberapa tokoh berusaha menjadi baik dari sebelumnya. Banyak hal yang

dilakukan tokoh agar kehidupan terasa lebih bermakna. Pada dasarnya para tokoh

digambarkan sebagai makhluk sosial. Sekaya apapun seseorang, dia tetap saja

tidak dapat hidup sendirian. Dia akan membutuhkan bantuan orang lain.

Jangankan untuk hal-hal yang besar, untuk sesuatu yang sederhana saja dia tidak

dapat berdiri sendiri.

Sikap peduli terhadap sesama telah ditanamkan beberapa tokoh dalam

kehidupannya, Vivienne misalnya. Adakalanya dalam situasi mendesak dan

darurat, orang lain membutuhkan bantuan orang lain. Sikap simpati dan empati
93

terhadap orang lain perlahan dipupuk dalam diri masing-masing pribadi tokoh.

Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Vivienne menatapku dengan mata yang basah. Untuk waktu yang lama
kami berpelukan tanpa kata-kata.” (Pulang, 2013: 23)

Kutipan di atas menggambarkan Vivienne yang sedang mendengarkan

Dimas membacakan surat yang dikirim oleh Aji dan Kenanga tentang kondisi

mereka dan beberapa sanak saudara pasca diinterogasi. Aji bercerita dalam

suratnya bahwa dia mendengar jeritan orang-orang yang disiksa. Kenanga

menceritakan tentang ibunya waktu diinterogasi, tentang Kenanga yang disuruh

mengepel bekas darah. Vivienne tidak tega mendengar cerita dari Dimas.

Meskipun secara tidak langsung, Vivienne ikut merasakan penderitaan yang

dialami kerabat-kerabat Dimas. Kepedulian terhadap sesama tidak mengenal

pangkat ataupun jabatan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan berikut.

…Ketika Bang Amir yang sangat vokal dan salah satu wartawan kami
yang terbaik itu malah disingkirkan ke bagian pemasaran dan iklan, aku
bukan hanya merasa heran, tetapi terhina. Tentu saja pemasaran dan iklan
adalah bagian bagian yang sangat penting dalam perusahaan apa pun.
Tetapi Bang Amir adalah wartawan andalan kami. Dialah yang paling
luwes dan dikenal oleh semua kalangan partai—kecuai Partai Komunis
Indonesia yang biasa menjadi narasumber Mas Hananto—dan yang
menulis dengan cepat dan efektif, sesuai fitrah tulisan sebuah kantor berita.
(Pulang, 2013: 32)

Kutipan di atas menggambarkan sikap tidak terima Dimas terhadap

pemindahan Bang Amir dari wartawan ke bagian pemasaran dan iklan, hanya

karena Bang Amir berbeda pemikiran dengan Pemimpin Redaksi kantor berita

Nusantara. Dimas merasa terhina dengan peristiwa pemindahan tersebut. Menurut

Dimas, Bang Amir adalah wartawan terbaik, luwes, dikenal banyak kalangan

partai, kecuali PKI, dan wartawan yang menulis dengan cepat dan efektif, sesuai
94

ketentuan tulisan sebuah kantor berita. Kepedulian terhadap sesama terlahir

karena seseorang merasa perlu mengingatkan orang lain tentang kebaikan. Hal ini

terlihat dalam kutipan berikut.

“Mas, ini terakhir kali aku mencampuri urusanmu. Tapi hidup di antara
keluargamu dengan Marni dan perempuan lainnya, menunjukkan kau tak
konsisten.” (Pulang, 2013: 41)

Kutipan tersebut menggambarkan Dimas yang memperingatkan Mas

Hananto bahwa saat itu terakhir kalinya Dimas ikut campur urusannya. Dimas

merasa bahwa memiliki hubungan khusus dengan perempuan lain itu tidak baik

jika telah berkeluarga. Dimas menganggap Mas Hananto tidak konsisten, karena

Mas Hananto telah berkeluarga dengan Surti, tetapi masih memiliki hubungan

khusus dengan Marni dan perempuan lainnya. Kepedulian terhadap sesama

terlahir karena sesorang mengetahui kebiasaan buruk orang lain dan mencoba

mengingatkannya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Hananto melepas arloji kesayangnnya. “Selama mengikuti konferensi,


kau harus tepat waktu.” Dia menyodorkannya padaku.” (Pulang, 2013: 46)

Dari kutipan di atas tergambar Mas Hananto yang memberikan arlojinya

kepada Dimas agar dia disiplin dengan waktu. Mas Hananto mengetahui

kebiasaan buruk Dimas yang dating tidak tepat waktu, sehingga Mas Hananto

memberikan arlojinya dan berharap dengan begitu Dimas akan terbiasa displin

dengan waktu. Peduli sesama dapat berwujud seperti menghibur terhadap sesama

yang sedang dalam suasana hati yang tidak baik. Hal tersebut dapat dilihat dalam

kutipan berikut.

Di hari Minggu siang itu aku berjanji memasak ikan pindang serani untuk
menghibur hari Risjaf yang masih saja didera dukalara. Ini resep masakan
ibuku yang biasa menghibur aku dan Aji di kala kami sedih karena rindu
95

Bapak yang sering bepergian. Aku berharap mungkin saja Risjaf cepat
beres dan perhatiannya beralih ke perempuan lain… (Pulang, 2013: 59)

Dari kutipan di atas, menggambarkan kepedulian Dimas yang ingin

menghibur Risjaf yang sedang patah hati dengan membuat masakan ikan pindang

serani. Resep ini dari ibu Dimas, yang dpercaya ampuh untuk mengobati

kesedihan. Dimas berharap Risjaf segera mengalihkan pandangannya kepada

perempuan lain. Kepedulian terhadap sesama akan dilakukan sesorang, apapun

caranya, sehingga masalah yang sedang dihadapi orang lain menjadi lebih ringan.

Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

“Aku tak bersuara selama berpekan-pekan. Tenggorokanku seperti


terhalang batu. Risjaf, Mas Nug, dan Tjai mengupayakan berbagai cara
menemaniku…” (Pulang, 2013: 82)

Dari kutipan di atas tergambar kawan-kawan Dimas yang mengupayakan

hal apapun, berusaha untuk menemani Dimas yang sedang dalam suasana hati

yang tidak baik, pada saat ibunda Dimas meninggal. Dimas tidak bisa menemui

ibunya untuk terakhir kalinya, karena saat itu Dimas masih dalam masa perburuan

oleh pemerintah Indonesia. Menasihati untuk sebuah kebaikan merupakan salah

satu wujud kepedulian terhadap sesama. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan

berikut.

“Tjai dan Mas Nug sudah lama mempersoalkan kesehatanku seperti


sepasang suami-isteri yang memarahi anak remajanya yang ogah belajar
dan memutuskan mengurung diri di kamar.” (Pulang, 2013: 93)

Kutipan di atas menggambarkan kepedulian sahabat-sahabat Dimas

tentang kesehatan Dimas yang makin memburuk. Tjai dan Mas Nug beberapa kali

memarahi Dimas karena dia sering malas untuk pergi ke dokter dan

memeriksakan kesehatannya. Kepedulian sahabat-sahabat Dimas kepadanya


96

sungguh luar biasa. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Kami sudah sepakat kau harus istirahat dulu. Ambil hasil tes, apa pun
hasilnya, kau harus berobat. Kalau tidak, kau akan kutusuk dngan seribu
jarum!” suaranya mengancam.” (Pulang, 2013: 128)

Dari kutipan di atas tergambar kepedulian sahabat-sahabat Dimas terhadap

kesehatannya yang sedang kurang baik. Mereka menyarankan Dimas untuk

beristirahat, mengambil hasil tes diagnose dokter dan berobat. Mas Nug

mengancam akan menusuk Dimas dengan seribu jarum jika Dimas tidak

melakukan keputusan yang telah disepakati bersama. Rasa khawatir merupakan

salah salah satu bentuk kepedulian terhadap sesama. Hal ini dapat diketahui dalam

kutipan berikut.

“Aku khawatir karena kau tak mengangkat tetepon. Aku tahu kau sedang
menulis proposal. Dan aku tahu kau juga harus segera ke kampus.”
(Pulang, 2013: 252)

Kutipan di atas menggambarkan kekhawatiran Nara terhadapa keadaan

Lintang, karena Lintang tidak menjawab telepon Nara dan Nara akhirnya

memutuskan untuk datang ke apartemen Lintang. Nara ingin memastikan bahwa

Lintang dalam keadaan baik-baik saja, karena lintang harus segera ke kampus

untuk mempresentasikan proposalnya. Rasa peduli yang terlahir dari ketulusan

hati nurani. Seperti halnya kutipan berikut.

…Ketika suatu siang aku melihat Bimo diikat pada sebatang tiang dan
dikencingi beramai-ramai, aku tak bisa membiarkannya. Denny tak boleh
merasa bisa melakukan apa saja hanya karena dia bisa. Denny dan kelima
hambanya habis menjadi bubur… (Pulang, 2013: 295)

Dari kutipan di atas tergambar Alam yang begitu marah dan langsung

menghajar Denny dan teman-temannya yang telah mengikat dan mengencingi

Bimo. Alam merasa terhina, sahabatnya diperlakukan seperti itu. Denny di hajar
97

habis-habisan oleh Alam yang begitu murka. Memberi nasihat agar seseorang

menjadi lebih baik atau berjalan ke arah yang lebih baik merupakan salah satu

bentuk kepedulian terhadap sesama. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Nampaknya hubungan Kenanga dan ibunya sangat dekat hingga Kenanga


benar-benar tahu kisah lama Tante Surti. Kenanga mendekatiku. “Lintang,
diusiaku yang masih terlalu muda, aku mengenal begitu banyak kematian
hingga aku cepat jengkel pada mereka yang tak bisa menghargai hidup.
Itulah sebabnya kami sering memarahi Alam jika dia berjalan di tepi
bahaya. Sudah cukup kami hidup tanpa Ayah dan tanpa kehidupan sosial
yang normal.” (Pulang, 2013: 379)

Kutipan di atas menggambarkan Surti dan Kenanga yang selalu menasihati

alam agar selalu berhati-hati. Mereka sudah cukup trauma setelah kehilangan

sesosok ayah, mereka tak mau kehilangan lagi. Kadang Surti dan Kenanga sampai

harus memarahi Alam agar tak berurusan dengan bahaya. Memberi ketenangan

terhadap seseorang yang sedang dalam suasana kecemasan merupakan salah satu

bentuk kepedulian terhadap sesama. Hal tersebut dapat terlihat dalam kutipan

berikut.

“Ini laptopmu juga aku ketemu di kursi panjang. Mungkin harus di-re-
boot, tapi jangan sedih dulu. Nanti kita urus satu per satu ya. Perkara
barang yang hilang, nanti kita urus,” Alam membujukku seperti berbicara
pada mahasiswa manja… (Pulang, 2013: 402)

Kutipan di atas menggambarkan Alam yang sedang meyakinkan Lintang

agar tetap tenang setelah peristiwa penggeledahan di kantor Satu Bangsa.

Beberapa peralatan Lintang mengalami kerusakan dan data-data yang sudah

dikumpulkan hilang saat penggeledahan, sehingga Lintang begitu panik. Alam

mencoba berpikir jernih, dan mengatakan pada Lintang bahwa peralatan yang

rusak masih bisa diperbaiki dan untuk barang yang hilang akan diurus satu per

satu. Perhatian merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap sesama. Hal
98

tersebut dapt terlihat dalam kutipan berikut.

“Kamu capek, rebahan saja. Terserah mau di sofa boleh, di kamarku juga
boleh. Kamarku juga sekaligus ruang kerjaku kok. Ada laptop di atas
meja. Password SA65. Aku ganti password setiap pekan, so feel free,”
kata Alam berjalan menuju dapur dan sibuk memasak air. (Pulang, 2013:
404)

Dari kutipan di atas tergambar Alam yang mempersilakan Lintang untuk

beristirahat karena Lintang terlihat lelah. Alam juga mempersilakan untuk

memakai laptopnya, jika Lintang ingin mengerjakan tugasnya. Perasaan tergetar

dan seseorang ikut merasakan penderitaan orang lain meskipun tidak kenal. Hal

tersebut terlihat dalam kutipan berikut.

“Saya tak mengenal mereka, tetapi saya tak bisa tak ikut remuk, Ayah. It
was very heartbreaking.” (Pulang, 2013: 412)

Kutipan di atas menggambarkan hati Lintang yang ikut remuk ketika dia

menyaksikan beberapa mahasiswa Trisakti korban penembakan tergeletak tak

bernyawa di rumah sakit Sumber Waras. Lintang ikut tergetar, berduka dan

merasa hatinya remuk menyaksikan tragedi ini. Lintang tak mengenal mereka

tetapi ikut merasakan penderitaan tersebut. Ikut berbela sungkawa merupakan

salah satu bentuk kepedulian terhadap sesama. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan

berikut.

Kami tetap menemani para mahasiswa di rumah sakit hingga menjelang


pagi. Beberapa kawan wartawan mengajak kami menghadiri konferensi
pers yang diadakan Panglima Kodam Jaya Mayjen Sjafrie Ajamsoeddin.
Tetapi kami memilih untuk menemani para mahasiswa yang begitu
berduka. (Pulang, 2013: 413)

Kutipan di atas menggambarkan Lintang dan kawan-kawan lebih memilih

menemani para mahasiswa yang sedang berduka di rumah sakit daripada

mengikuti konferensi pers yang diadakan Panglima Kodam Jaya Mayjen Sjafrie
99

Ajamsoeddin. Kepedulian terhadap seseorang dapat berupa perhatian terhadap

sesama. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Hati-hati, sayang…kelihatannya situasi di luar kampus semakin panas,


mungkin kita sudah harus merencanakan pergi dari sini.” Alam
memeluk bahuku. (Pulang, 2013: 415)

Kutipan di atas menggambarkan Alam yang memperingatkan Lintang

untuk berhati-hati dan waspada. Situasi di luar kampus Trisakti semakin memanas

oleh ulah beberapa kelompok orang tak dikenal yang mencoba memanaskan

suasana. Kekhawatiran tentang keadaan seseorang merupakan salah satu bentuk

kepedulian terhadap sesama. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Ya. Tentu saja, ada di Le Figaro dan Le Monde, meski di halaman


dalam. Sebaiknya kamu segera pulang ma cherie. Begitu selesai
wawancaramu, pulanglah. Aku khawatir.” (Pulang, 2013: 434)

Kutipan di atas menggambarkan kekhawatiran Nara kepada Lintang,

karena situasi di Jakarta semakin memanas. Bahkan Koran-koran luar negeri

memuat berita tentang pergolakan yang sedang terjadi di Indonesia, meskipun

bukan di halaman depan. Nara menyarankan Lintang agar segera pulang ke Paris

setelah tugas wawancaranya selesai karena Nara tidak ingin terjadi sesuatu

terhadap kekasihnya.

2) Berterima Kasih

Berterima kasih merupakan ungkapan dari perasaan syukur terhadap

bantuan orang lain. Syukur merupakan bagian dari ungkapan terima kasih. Seperti

halnya kutipan sebagai berikut. Ketika seorang tokoh mendapatkan kebaikan dari

orang lain kemudian dia akan mengucapkan terima kasih sebagai ungkapan untuk

menghargai orang lain dan rasa syukurnya. Seperti halnya kutipan sebagai berikut.
100

“Untuk apa gerangan ciuman ini?”


“Karena kau adalah malaikat yang jatuh dari langit dan menyelamatkan
aku.” Aku menciumnya lagi. (Pulang, 2013: 165)

Kutipan di atas menggambarkan rasa syukur Lintang karena memiliki

kekasih terbaik seperti Nara. Kebaikan dan pengertian Nara membuat Lintang

menanggap Nara seperti malaikat yang jatuh dan menyelamatkannya dari segala

ancaman yang membahayakan diri Lintang. Dimas bersyukur dapat bertemu

dengan sepasang suami isteri pemilik restoran Vietnam, yang telah menjual

restoran itu lengkap dengan peralatan kepada Dimas dan kawan-kawannya. Surti

berterima kasih kepada Dimas dan kawan-kawannya atas pertolongan yang selama

ini telah diberikan. Sesuai dengan kutipan sebagai berikut.

“Dimas, saya menulis ini hanya ingin berbagi dan sekaligus berterima
kasih kau masih menyempatkan diri mengirim bantuan meski kalian pun
juga dalam kesulitan menjadi pengelana tanpa tujuan pasti.” (Pulang,
2013: 245)

Kutipan di atas menunjukkan Surti berterima kasih atas bantuan yang

selama itu diberikan oleh Dimas dan kawan-kawannya meskipun mereka juga

dalam kesulitan, menjadi pengelana tanpa tujuan yang pasti. Aji bersyukur berkat

Lintang, segalanya menjadi jelas dan tidak ditutup-tutupi. Sesuai dengan kutipan

berikut.

“…” Sama sekali tidak, Nak. Kamu sama sekali tidak merusak apa-apa.
Kamu malah membuat segalanya jadi terang benderang. Jangan sekali-
sekali meminta maaf untuk mempertahankan prinsip!” (Pulang, 2013: 360)

Kutipan tersebut menunjukkan Aji yang bersyukur karena Lintang telah

membuat segala yang ditutupi oleh anaknya, Rama, menjadi jelas. Makan malam

di rumah Pak Pri yang berakhir kacau karena Pak Pri mengejek Restoran Tanah

Air dan Lintang tidak terima atas tuduhan tersebut telah membongkar aib Rama
101

yang selama ini disembunyikannya dari Rininta dan keluarganya. Bahwa Rama

seorang keponakan tapol yang masih dalam perburuan pemerintah Indonesia. Aji

justru bersyukur dan berterima kasih kepada Lintang atas terbongkarnya rahasia

tersebut. Surti berterima kasih atas kedatangan Lintang ke rumahnya. Sesuai

dengan kutipan berikut.

Aku mengangguk. Tante Surti memegang tanganku, “Terima kasih sudah


datang dan membawa untaian melati ini. Inilah salah satu yang membuat
saya selalu bisa bertahan. Anak-anak, harum melati, dan pindang serani.
Mungkin itu hanya sekadar melankoli. Tapi aku tak keberatan bersandar
pada sesuatu yang sudah berlalu, jika itu bisa membuatku kuat.” (Pulang,
2013: 388)

Kutipan di atas menunjukkan Surti bersyukur Lintang telah mengun-

junginya, meskipun kedatangan Lintang untuk mengorek-ngorek kenangan buruk

masa lalu. Rasa syukur Lintang karena Surti dengan tulus bersedia bercerita. Hal

ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

“Aku berterima kasih juga karena dia dengan tabah menuturkan sebuah
cerita yang begitu kelam. Aku memeluk Tante Surti seerat-eratnya.”
(Pulang, 2013: 388)

Kutipan di atas menggambarkan rasa syukur sekaligus lega dalm diri

Lintang, Karena Surti dengan tabah, rela menceritakan cerita masa lalu yang

begitu kelam. Kemudian Lintang memeluk Surti seerat-eratnya. Ungkapan rasa

terima kasih tidak selalu berupa ungkapan, tetapi tindakan. Sesuai dengan kutipan

berikut.

Tentu saja aku tidak menolak. Bukankah itu salah satu tujuan akhirku?
Mewawancarai Pramoedya Ananta Toer? Bagaimana mungkin aku
menolak. Quel dingue! Aku begitu girang hingga kucium pipinya. “Ini
kabar terbaik yang pernah terdengar sejak aku tiba di sini. Merci, merci.”
(Pulang, 2013: 389)

Dari kutipan di atas tergambar Lintang yang begitu senang ketika Alam
102

menawarkan untuk bertemu dengan Pramoedya Ananta Toer. Lintang mencium

pipi Alam sebagai tanda terima kasih atas kabar baik yang dia dengar saat itu.

Ungkapan rasa syukur yang berupa tindakan termasuk salah satu ungkapan rasa

terima kasih. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Alam datang membawa handycam-ku. Sudah agak peyot. Tapi masih utuh.
Oh, aku langsung memeluk Alam meski buru-buru melepas pelukanku
terutama melihat Odi tersenyum. Senyum pertama dini hari setelah teror
sialan ini. (Pulang, 2013: 402)

Kutipan di atas menunjukkan Lintang gembira atas kabar yang dia terima

saat itu. Lintang memeluk Alam sebagai ungkapan rasa terima kasih karena

berhasil menemukan handycam miliknya meskipun peyot namun masih bisa

digunakan. Rasa gembira yang berlebihan di tunjukkan oleh tokoh Lintang.

Lintang merasa begitu senang dan memeluk Alam sebagai tanda terima kasih.

3) Menghargai Orang Lain

Saling menghargai dalam novel ini nampak terlihat dalam keseharian para

tokoh. Beberapa tokoh menyadari kelebihan yang dimiliki tokoh lain, dengan

begitu rasa penghargaan terhadap tokoh lain akan muncul. Sikap tokoh yang mau

menerima kelebihan tokoh lain menjadi hal yang dilakukan oleh tokoh-tokoh

dengan sikap bijaksana. Menerima pendapat tokoh lain dan tidak memaksakan

kehendak terhadap tokoh lain juga merupakan sikap menghargai orang lain. Hal

ini sesuai dengan kutipan berikut.

Tetapi yang luar biasa dari tubuh padat sintal berambut brunette itu adalah,
Vivienne tak memaksa aku untuk segera mengeluarkan seluruh rinci
sejarah kehidupanku versi ensiklopedik. Dia sengaja membiarkan aku
meneteskannya sedikit demi sedikit dari botol ingatanku. (Pulang, 2013:
16)
103

Kutipan di atas menunjukkan sikap Vivienne yang tidak memaksa Dimas

untuk segera berterus terang tentang dirinya. Vivienne membiarkan Dimas

bercerita sedikit demi sedikit tentang kehidupan Dimas. Di dalam penghargaan

terhadap orang lain, tumbuhlah perasaan berprasangka baik. Tidak menganggap

remeh sikap dan keputusan yang dimiliki orang lain. Menghargai perasaan orang

lain yang sedang tidak dalam keadaan baik. Seperti halnya kutipan sebagai

berikut.

“Malam itu kubiarkan Risjaf menggeletak di tempat tidurku, memainkan


harmonikanya mengulang-ulang lagu yang sama: “Als de Orchideeën
Bloeien”” (Pulang, 2013: 57)

Kutipan di atas menunjukkan sikap Dimas yang membiarkan Risjaf

tergeletak di kamarnya, sambil memainkan harmonikanya mengulang-ulang lagu

yang sama. Malam itu hati Risjaf sedang kalut, karena wanita yang dia inginkan

berkencan dengan orang lain. Untuk menghormatinya, Dimas membiarkan Risjaf

tergeletak di kamarnya hingga tertidur. Kesabaran menjadi salah satu wujud

toleransi terhadap orang lain. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

“…Setelah dia memainkan kelima kalinya, aku hampir saja merebut


harmonika itu karena telingaku sudah mulai membusuk. Tetapi kulihat air
matanya mengambang, maka kurungkan maksudku…” (Pulang, 2013: 57)

Kutipan di atas menggambarkan Dimas yang hampir saja kehilangan

kesabaran, karena Risjaf telah memainkan lagu yang sama untuk yang kelima

kalinya dan telinga Dimas merasa terganggu. Tetapi Dimas melihat Risjaf hampir

menangis dan hatinya terluka, sehingga Dimas mengurungkan niatnya untuk

merebut harmonika tersebut. Dimas lebih memilih menemani dan diam, surat

cerai dari Rukmini membuat remuk hati Mas Nug. Hal ini dapat dilihat dalam
104

kutipan berikut.

“…Aku tahu dia menghargai bahwa aku menemani tanpa banyak tanya.
Aku bisa membayangkan betapa remuk hatinya.” (Pulang, 2013: 109)

Kutipan di atas menunjukkan Dimas yang lebih memilih menemani Mas

Nug dengan diam tanpa banyak bertanya. Dimas memaklumi Mas Nug pasti

remuk hatinya. Surat cerai dari Rukmini membuat Mas Nug merasa terpukul.

Menghargai orang lain yang memiliki latar belakang yang berbeda, meskipun

anak seorang eksil politik. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.

Gabriel dan Tante Jayanti tampak ingin toleran padaku. Nara, satu-satunya
putera yang mereka cintai, berhubungan dekat denganku, anak seorang
eksil politik dari Indonesia. Mereka tahu betul Ayah dan kawan-kawan
Ayah tidak berhubungan mesra dengan KBRI. (Pulang, 2013: 149)

Kutipan di atas menunjukkan sikap toleransi keluarga Nara terhadap

Lintang, meskipun Lintang anak seorang eksil politik tetapi orang tua Nara tidak

melarang Lintang dan Nara untuk berhubungan. Orang tua Nara mengetahui

bahwa Dimas dan kawan-kawannya tidak berhubungan baik dengan KBRI,

mereka tetap membiarkan Lintang dan Nara tetap berhubungan. Memberikan

pengertian merupakan salah satu wujud toleransi terhadap orang lain. Sesuai

dengan kutipan berikut.

Setiap kali mendengar berita bahwa permohonan mereka ditolak, Ayah


memainkan wayang kulit Ekalaya dan mendalang sendiri. Lantas dia
menyendiri di kamar membaca surat-surat lama, entah dari siapa karena
pasti itu daerah pribadi yang tak ingin kusentuh. Kalau sudah begitu aku
yang sedang giliran bermalam di tempat Ayah akan mencoba memberi
ruang kesedihan itu untuknya. (Pulang, 2013: 196)

Kutipan di atas menggambarkan sikap pengertian Lintang ketika ayahnya

menerima berita yang mengecewakan tentang permohonan visa yang ditolak,

Lintang membiarkan ayahnya sendirian, merenung dan berpikir. Kintang tidak


105

ingin menyentuh daerah pribadi ayahnya, apalagi dengan keadaan yang kurang

baik seperti itu. Menjaga perasaan orang lain merupakan salah satu bentuk wujud

menghargai orang lain. Sesuai dengan kutipan berikut.

Kini aku menekan tombol jeda. Aku tak berani merekam pengalaman
buruk ini. Aku teringat surat Tante Surti di apartemen Ayah. Hanya dua
baris kalimat, tetapi cukup membuat aku traumatik dan melotot sepanjang
malam sambil mengutuk-ngutuk kemanjaanku. Biarlah aku dikatakan
sineas dokumenter yang dungu. Tapi aku tak tahan menghadapi hati yang
gerudukan. (Pulang, 2013: 385)

Kutipan di atas menunjukkan Lintang yang tidak berani melanjutkan

merekam kesaksian Surti tentang masa lalunya yang kelam. Lintang merasa tidak

tega mengungkit-ungkit masa lalu Surti, membicarakan kembali bagian-bagian

buruk dalam hidupnya. Lintang tidak tega melanjutkan wawancaranya, meskipun

Surti bersikeras untuk menyelesaikan ceritanya. Menjaga daerah pribadi orang

lain merupakan salah satu bentuk toleransi terhadap orang lain. Hal ini dapat

dilihat dalam kutipan berikut.

“Bagaimana seseorang harus membicarakan kembali bagian-bagian buruk


dalam hidupnya, bagian di mana kemanusiaan dia dikecilkan dan
dilecehkan? Berkali-kali aku menawarkan untuk berhenti saja, karena aku
sendiri tak kuat.” (Pulang, 2013: 388-389)

Dari kutipan di atas tergambar Lintang yang tidak ingin melanjutkan

wawancaranya kepada Surti karena Lintang sendiri tidak kuat mendengarkan

penuturan tentang bagian-bagian buruk masa lalu Surti yan kelam, di mana

kemanusiaan Surti dikecilkan dan dilecehkan. Lintang berkali-kali menyarankan

Surti untuk berhenti, namun Surti tetap menolak. Surti ingin segera menyelesaikan

kesaksiannya. Memberikan waktu kepada seseorang untuk memutuskan sebuah

tindakan merupakan salah satu bentuk toleransi terhadap orang lain. Hal ini dapat
106

dilihat dalam kutipan berikut.

“Aku ingin memberi ruang untuk kamu, Lintang. Aku ingin, kamu
memutuskan hidupmu tanpa desakan siapa pun.” (Pulang, 2013: 440)

Kutipan di atas menunjukkan sikap Alam yang ingin memberikan

kesempatan kepada Lintang untuk memutuskan tindakan yang akan diambil

dengan memberikan ruang untuk berpikir kepada Lintang sehingga Lintang dapat

memutuskan jalan hidupnya tanpa mendapat tekanan dari orang lain.

4) Jujur

Jujur merupakan sikap yang berarti tidak bohong, berkata apa adanya,

bertindak sesuai dengan kenyataannya. Beberapa tokoh bersikap jujur dalam novel

ini, mereka tidak menutup-nutupi kebenaran dalam berkata dan berperilaku. Jujur

merupakan perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan kenyataan. Pada dasarnya

kelahiran tokoh dikaruniai sikap baik dan buruk dalam dirinya. Kejujuran berlaku

terhadap orang lain dan dirinya sendiri. Lawan dari jujur adalah dusta, yakni

berkata tidak sebenarnya. Dimas tahu bahwa Hananto memiliki kekasih dimana-

mana. Tidak ingin berbohong merupakan salah satu wujud sikap kejujuran. Sesuai

dengan kutipan berikut.

“Aku bukan kacungmu. Dan aku tak mau berpura-pura dihadapan Surti.”
(Pulang, 2013: 39)

Kutipan di atas menunjukkan Dimas yang tidak ingin berbohong lagi dan

berpura-pura kepada Surti. Dimas sadar, dia bukan pembantu Hananto, dan Dimas

tidak ingin berbohong kepada Surti tentang Hananto. Keterbukaan merupakan

salah satu bentuk kejujuran. Sesuai dengan kutipan berikut.


107

“Kami di sini hanya masak di dapur dan memenuhi keinginan pengunjung


restoran. Sama sekali tak ada urusan politik,” kata Ayah menyambung
cercaan Maman. Suara Ayah lebih tenang.” (Pulang, 2013: 142)

Kutipan di atas menunjukkan keterbukaan Dimas dalam menjawab

tuduhan polisi tentang restoran Tanah Air yang disinyalir sebagai tempat untuk

mengadakan rapat-rapat unjuk rasa. Dimas menjelaskan bahwa restoran Tanah

Air merupakan restoran masakan Indonesia biasa yang hanya sebagai tempat

wisata kuliner biasa, tidak ada sangkut paut dengan kegiatan politik. Keterbukaan

dapat memperjelas titik terang suatu permasalahan. Hal ini dapat dilihat dalam

kutipan berikut.

“Saya merasa tenteram dengan keluarga Nara. Famille harmonieuse.


Mereka baik hati dan dan hangat kepada siapa saja. Saya merasa nyaman
berada di antara mereka.” (Pulang, 2013: 177)

Kutipan di atas menggambarkan sikap Lintang yang berterus terang

kepada ayahnya, tentang hal yang membuat Lintang nyaman berhubungan dengan

Nara. Lintang dengan jujur mengatakan bahwa dia merasa nyaman berada di

tengah-tengah keluarga Nara. Sikap terbuka kepada orang lain akan menimbulkan

kejelasan dalam menyelesaikan sebuah persoalan. Hal ini dapat dilihat dalam

kutipan berikut.

“Aku mencintai ibumu untuk segala hal yang ada pada dirinya. Dan aku
mencintai dia karena telah memberikan mutiara terindah seperti dirimu.”
(Pulang, 2013: 279)

Kutipan di atas menunjukkan Dimas berterus terang kepada Lintang

tentang alasannya mencintai Vivienne. Rama mengunjungi rumah Aji, orang

tuanya, bermaksud mengajak mereka untuk menghadiri undangan makan malam

orang tua Rininta. Sesuai dengan kutipan berikut.


108

“Selain memperkenalkan Rininta, saya rasa sudah waktunya Mama Papa


berkenalan dengan orangtua Rininta.” (Pulang, 2013: 341)

Kutipan di atas menunjukkan sikap terus terang Rama untuk mengenalkan

Rininta kepada orang tuanya dan mengenalkan orang tuanya kepada orang tua

Rininta. Kejujuran Lintang di acara makan malam di rumah Pak Pri ditimbulkan

akibat Pak Pri yang terus-menerus mengejek restoran Tanah Air sebagai sarang

komunis. Hal ini sesuai dengan kutipan berikut.

“Tentu saja saya sering ke sana. Bukan hanya sering, saya ikut
menyaksikan berdirinya restoran itu. Ayah saya adalah pendiri dan koki di
Restoran Tanah Air.” (Pulang, 2013: 358)

Kutipan di atas menunjukkan sikap Lintang yang terpaksa berkata jujur

kepada semua orang yang berasa di ruang makan rumah Pak Pri, karena Lintang

kesal Pak Pri trus menerus menghina restoran Tanah Air sebagai sarang komunis.

Kemarahan Lintang membongkar kedok Rama, yang selama ini berusaha

menutupi identitas aslinya. Kejujuran akan menentukan langkah berikutnya. Hal

ini sesuai dengan kutipan berikut.

“Aku gelisah bukan karena tidak merokok,” katanya menutup kembali


jendela-jendela yang sudah kubuka. “aku gelisah karena ingin
menciummu.” (Pulang, 2013: 370)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Alam dengan jujur mengatakan

maksudnya untuk mencium Lintang. Alam begitu gelisah bukan karena ingin

merokok tetapi ingin mencium Lintang. Dan Alam berterus terang kepada Lintang

tentang keinginannya.

3. Penerapan Pembelajaran Novel Pulang di SMA Kelas XI

Penerapan pembelajaran novel ini mengacu pada Kurikulum Tingkat


109

Satuan Pendidikan (KTSP). Pembahasan mengenai penerapan pembelajaran novel

Pulang di SMA meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,

dan refleksi. Di bawah ini diuraikan ketiga hal tersebut.

a. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model Moody

prapembelajaran, yang meliputi kegiatan preliminary assessment ‘pelacakan

pendahuluan’ dan practical decision ‘penentuan sikap praktis’. Preliminary

assessment dilakukan dengan memahami dengan sungguh-sungguh isi novel

Pulang, baik unsur intrinsik maupun ekstrinsiknya. Selain itu, guru seyogianya

mampu mengukur kadar intelektual siswa dan latar belakang mereka sehingga

guru dapat menentukan apakah novel ini cocok untuk siswa, baik dari segi bahasa,

psikologis, maupun latar belakang budaya mereka.

Hakikat pengajaran sastra adalah apresiasi sastra. Apresiasi dapat diberi

pengertian sebagai pemahaman, pengenalan, pertimbangan, penilaian, dan

pernyataan yang berisi evaluasi. Pembinaan apresiasi sastra secara konkret,

khususnya di sekolah-sekolah tidak bisa dipisahkan dari pengajaran sastra karena

melalui pengajaran sastra itulah apresiasi sastra bisa diwujudkan secara nyata.

pengajaran sastra pun tidak bisa dipisahkan dari apresiasi sastra karena tujuan

akhirnya dan esensi pengajaran sastra adalah terbinanya sikap apresiatif para

siswa, dimilikinya sikap batin yang positif terhadap karya sastra, dimilikinya

kemampuan memahami makna dan merasakan keindahan cipta sastra yang

mereka baca.
110

Pengajaran sastra harus dilanjutkan dengan aktivitas memperkenalkan

secara langsung cipta sastra pada siswa-siswi agar murid benar-benar akrab

dengan karya sastra, bisa merasakan keindahan karya sastra, memahami

kedalaman makna karya sastra, dan memetik nilai-nilai didik karya sastra. Tujuan

pembelajaran sastra di atas dapat di capai dengan menggunakan karya sastra yang

berkualitas dalam pembelajarannya. Karya sastra yang digunakan adalah karya

sastra yang isinya dekat dengan keseharian siswa dan mengedepankan nilai-nilai

kehidupan yang bermakna, menggugah empati siswa, serta bisa dijadikan contoh

bahkan diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu novel serius yang sarat akan nilai-nilai moral dan nilai

kebangsaan adalah novel Pulang karya Leila S. Chudori. Novel Pulang

merupakan novel yang memiliki nilai-nilai kehidupan. Novel Pulang merupakan

roman sejarah yang memukau. Novel ini memaparkan tentang kehidupan para

ekstapol dalam pelarian yang tidak pernah melupakan tanah airnya.

Sikap nasionalisme sering didengar bila berhubungan dengan jiwa

kepahlawanan sehingga nasionalisme identik dengan orang-orang yang dinilai

positif dan dianggap mustahil bila orang-orang yang dinilai negatif memiliki rasa

nasionalisme. Namun, novel Pulang menyuguhkan hal berbeda. Novel ini

mengangkat tema tentang nasionalisme kaum ekstapol yang hingga sampai saat

ini golongan ini masih dianggap sebagai pengkhianat bangsa. Rasa nasionalisme

para ekstapol tampak dari hal-hal yang mereka lakukan selalu berhubungan

dengan Indonesia meskipun berada di Paris. Contohnya adalah ketika Dimas dan
111

kawan-kawannya akan memulai usaha maka yang mereka pilih adalah membuka

restoran dengan menu masakan Indonesia.

Penggambaran karakter-karakter tokoh dalam novel ini dapat dijadikan

guru sebagai materi ajar dalam pembelajaran di kelas. Siswa mendapatkan teladan

karakter baik dan aplikasi nilai-nilai karakter dari tokoh dalam novel Pulang.

Kriteria novel yang patut untuk dijadikan materi pembelajaran adalah novel yang

memiliki nilai-nilai positif yang dapat dijadikan teladan bagi pembaca. Selain itu,

novel tersebut juga dapat menginspirasi pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-nilai didik dalam novel Pulang adalah nilai-nilai moral yang positif.

Nilai-nilai didik tersebut selain bisa untuk menginspirasi juga bisa diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian pelacakan penda-huluan

tersebut, guru dapat mengambil maka novel Pulang memiliki kesesuaian jika

digunakan untuk materi ajar pembelajaran apresiasi sastra SMA.

Setelah novel Pulang dinilai relevan baik dari segi bahasa, psikologis,

maupun latar belakang siswa, guru melakukan practical decision. Pada tahap

tersebut, guru menyesuaikan prosedur pembelajaran dengan tujuan pembelajaran

dan sifat novel. Dalam pembelajaran novel Pulang yang sarat akan nilai moral

edukatif, guru dapat memberikan penekanan pada aspek karakter tokoh yang

menunjukkan nilai moral yang dapat diteladani oleh siswa.

Penentuan sikap praktis terhadap pembelajaran novel Pulang disesuaikan

dengan tebal novel yang lebih dari 300 halaman sehingga tidak mungkin harus

dibaca di dalam kelas selama pembelajaran. Oleh karena itu, pembacaan novel
112

sebaiknya dijadikan tugas di rumah bagi siswa sebelum memasuki pembelajaran

novel Pulang di kelas.

Selain itu, mengingat novel merupakan karya sastra yang relatif mahal,

guru sebaiknya membagi siswa ke dalam kelompok belajar sehingga mereka dapat

membeli novel tersebut secara berkelompok. Selain itu, pembagian kelompok

akan membuat waktu lebih efisien sehingga setiap kelompok dapat menjelaskan

hasil analisisnya dihadapan kelompok lain dalam diskusi di kelas. Hal ini

berkaitan dengan sifat sastra yang memang multitafsir sehingga setiap kelompok

dalam memberikan tafsirannya masing-masing.

Setelah guru mendapatkan penentuan sikap praktis yang sudah matang,

guru membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sebagai panduan dalam

pelaksanaan pembelajaran di kelas secara tertulis. Komponen penyusunan RPP

meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, bahan/materi ajar,

metode pembelajaran, sumber belajar, media pembelajaran, alokasi waktu, dan

evaluasi. Di bawah ini disajikan komponen-komponen tersebut satu persatu.

1) Standar Kompetensi

Berkaitan dengan pembelajaran sastra di SMA, novel Pulang memiliki

relevansi dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang

telah ditetapkan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP) dalam Standar

Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk jenjang SMA. Standar

kompetensi yang menjadi acuan pembelajaran novel Pulang pada kelas XI SMA

adalah:
113

Membaca

15. Memahami berbagai novel Indonesia/novel terjemahan.

2) Kompetensi Dasar

Dari Standar Kompetensi di atas, diambil salah satu Kompetensi Dasar

sebagai pijakan pembelajaran novel Pulang. Kompetensi dasar yang dirujuk

adalah:

15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.

3) Indikator

Setelah Kompetensi Dasar diketahui, guru merumuskan indikator

pencapaian. Kompetensi Dasar menyatakan tingkah laku yang harus diperlihatkan

oleh siswa pada akhir suatu kegiatan pembelajaran. Indikator merupakan

subtujuan pembelajaran (rincian dari kompetensi dasar) yang sangat penting untuk

mencapai kompetensi dasar.

Indikator dalam pembelajaran novel Pulang pada kelas XI SMA adalah:

a) mampu menemukan unsur intrinsik novel Pulang;

b) mampu menemukan nilai-nilai moral dalam novel Pulang;

c) mampu menghubungkan nilai-nilai moral dalam novel Pulang dengan

kehidupan sehari-hari siswa.

4) Tujuan Pembelajaran

Sesuai dengna indikator hasil belajar, tujuan pembelajaran novel Pulang

adalah:

a) siswa dapat menyampaikan unsur-unsur intrinsik novel Pulang;


114

b) siswa dapat menemukan nilai-nilai moral dalam novel Pulang;

c) siswa dapat menghubungkan nilai moral dalam novel Pulang dengan

kehidupan sehari-hari siswa.

5) Bahan/Materi Ajar

Bahan/materi ajar yang digunakan adalah:

a) novel Pulang karya Leila S. Chudori;

b) sinopsis novel Pulang;

c) macam dan bentuk nilai moral;

d) unsur-unsur intrinsik novel.

6) Sumber Belajar

Sumber utama untuk belajar adalah novel Pulang karya Leila S. Chudori.

Dipilihnya novel tersebut sebagai sumber belajar sastra pada siswa kelas XI SMA

dengan pertimbangan:

a) novel Pulang merupakan salah satu dari novel roman sejarah yang banyak

mengandung nilai-nilai moral sebagaimana tampak pada ucapan dan tindakan

tokoh-tokohnya yang patut diteladani oleh siswa;

b) novel Pulang menggunakan bahasa Indonesia yang relatif mudah dipahami dan

banyak menggunakan gaya bahasa sehingga dapat meningkatkan kompetensi

bahasa dan sastra siswa;

c) tema novel ini mengenai nasionalisme dan sejarah merupakan tema yang

menarik karena menimbulkan rasa ingin tahu bagi siswa SMA.


115

Selain itu, sebagai sumber teori, digunakan juga buku teks bahasa

Indonesia yang tersedia di perpustakaan sekolah. Dengan bantuan buku teks,

siswa dapat belajar secara mandiri mengenai materi unsur intrinsik dan nilai

edukatif dalam karya sastra.

7) Media Pembelajaran

Untuk mengefektifkan penjelasan materi, guru dapat menggunakan media

berbasis komputer, yakni dengan laptop dan LCD dan menggunakan perangkat

lunak (software) microsoft office power point. Media tersebut dapat memudahkan

guru dalam mmpresentasikan materi pelajaran.

8) Alokasi Waktu

Waktu yang digunakan dalam pembelajaran sastra disesuaikan dengan

keluasan dan kedalaman materi. Seorang guru harus bisa mengatur dan

menggunakan waktu yang tepat dengan keluasan dan kedalaman materi. Materi

yang panjang dan memerlukan pendalaman perlu diberi waktu yang lebih lama.

Dalam pembelajaran novel Pulang, waktu yang digunakan adalah 2x45 menit

dalam satu pertemuan.

9) Penilaian Hasil Belajar

Unsur penilaian hasil belajar meliputi jenis, bentuk, dan contoh instrumen.

Di bawah ini diuraikan ketiga hal tersebut.


116

a) Jenis Penilaian

Jenis penilaian hasil belajar yang digunakan adalah tes. Dengan tes,

diharapkan diketahui kemampuan siswa dalam menganalisis novel Pulang.

b) Bentuk Penilaian

Pembelajaran sastra merupakan pembelajaran yang membutuhkan analisis

yang mendalam tentang materi yang dikaji sehingga evaluasi yang tepat

diterapkan dalam pembelajaran sastra adalah tes uraian.

c) Contoh Tes untuk Penilaian

Contoh tes uraian untuk mengukur pemahaman siswa mengenai unsur

intrinsik dan nilai edukatif pada novel Pulang adalah sebagai berikut.

(1) Uraikan pendapatmu mengenai relevansi antarunsur intrinsik novel Pulang

yang sudah didiskusikan! Sertakan kutipan-kutipan novel sebagai penguat

argumenmu.

(2) Tuliskan kesanmu mengenai tokoh Dimas dan Lintang Utara! Sebutkan

sikap/sifat apa saja yang dimiliki kedua tokoh tersebut yang dapat kamu

teladani.

Bentuk rubrik penilaian yang dapat digunakan disajikan pada tabel di

bawah ini.

Tabel 4
Rubrik Penilaian Pembelajaran Unsur Intrinsik dan Nilai Moral Novel Pulang

ASPEK YANG DINILAI JUMLAH


NO. NAMA SISWA NILAI
I II III SKOR
1
2
117

ASPEK YANG DINILAI JUMLAH


NO. NAMA SISWA NILAI
I II III SKOR
3
4
5

Keterangan:

Aspek I: kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik

Aspek II: kemampuan mengidentifikasi nilai moral

Aspek III: kemampuan mengaitkan nilai moral dengan kehidupan sehari-hari

b. Pelaksanaan Pembelajaran

Pembelajaran novel Pulang dalam penelitian ini disesuaikan dengan model

Moody. Penerapan model Moody dalam pembelajaran novel Pulang pada siswa

kelas XI SMA dapat digambarkan dalam langkah-langkah sebagai berikut.

1) Kegiatan Awal

Untuk membangun pembelajaran yang aktif, kegiatan awal diisi dengan:

a) guru melakukan apersepsi mengenai novel-novel Indonesia dan unsur intrinsik

yang sudah dipelajari siswa sejak SMP;

b) guru menyampaikan informasi mengenai standar kompetensi dan kompetensi

dasar pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Dengan kegiatan awal tersebut, guru dapat meraba pengalaman dan

pengetahuan siswa mengenai tayangan-tayangan kejadian sejarah PKI, rekaman

video reformasi, dan berita-berita yang berkaitan dengan sejarah itu. Selain itu,

dengan menyampaikan tujuan dan indikator pembelajaran, diharapkan guru

diharapkan siswa mengetahui tujuan pembelajaran dan termotivasi untuk aktif


118

mempelajari materi secara sungguh-sungguh atas dasar keinginannya sendiri

untuk memuaskan rasa ingin tahu, bukan karena terpaksa atau hanya karena

mengikuti instruksi dari guru sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan

menyenangkan.

2) Kegiatan Inti

Pada kegiatan inti, guru mengaplikasikan model Moody dengan

menggunakan metode ceramah, diskusi, dan penugasan. Model Moody dilakukan

melalui enam tahap penyajian model pembelajaran sastra, yaitu: (1) preliminary

assessment, (2) practical decision, (3) introduction of the work, (4) presentation

of the work, (5) discussion, dan (6) reinforcement (testing). Di bawah ini

dijelaskan keenam tahapan pembelajaran novel Pulang dengan model Moody.

Dua langkah pertama, yakni preliminary assessment dan practical decision

telah dilakukan dalam perencanaan pembelajaran. Oleh karena itu, hanya tahapn

ketiga sampai dengan keenam yang dilaksanakan dalam pembelajaran di kelas. Di

bawah ini dijelaskan pelaksanaan keempat tahap tersebut.

a) Introduction of the Work

Tahap introduksi ini merupakan tahap pengantar dalam pembelajaran di

kelas yang bertujuan agar siswa tertarik untuk membaca novel Pulang dan

mengetahui kepribadian tokoh-tokohnya. Dalam tahap ini, guru dapat

membacakan bagian-bagian yang menarik dari novel Pulang dan memberikan

contoh karakter-karakter tokoh dalam novel. Pengenalan terhadap sosok Leila S.

Chudori sebagai seorang penulis juga turut mempengaruhi minat siswa untuk
119

membaca novel tersebut. Selain itu, pada tahap introduksi guru juga

menyampaikan tujuan dan indikator pembelajaran sebagaimana tercantum dalam

RPP.

b) Presentation of the Work

Tahap ini berisi penyajian pembelajaran novel sesuai dengan tujuan

pembelajaran, yakni agar siswa memahami unsur intrinsik, nilai edukatif dalam

novel, dan hal-hal yang dapat diteladani dari tokoh. Kegiatan pada tahap ini

diawali dengan penjelasan materi mengenai unsur intrinsik novel dan nilai-nilai

edukatif dengan media power point.

Setelah penjelasan materi dirasa cukup, guru memberikan permasalahan-

permasalahan yang harus dipecahkan oleh siswa secara mandiri. Permasalahan-

permasalahan tersebut terwujud dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.

Mengingat permasalahan dalam novel sangatlah kompleks, guru sebaiknya

membatasi permasalahan-permasalah tersebut seputar bab 1 dan 2 dari novel

tersebut. Beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan antara lain sebagai

berikut.

(1) Pada bagian mana sebenarnya cerita itu dimulai?

(2) Bagaimanakah pelukisan latarnya?

(3) Bagaimanakah keadaan tokoh-tokohnya pada waktu itu? Hidup dalam

masyarakat modern ataukah tradisional?

(4) Menurut kalian, apakah bab 1 dan bab 2 ini ceritanya sudah tersusun dengan

baik?

(5) Siapakah tokoh-tokoh cerita yang dihadirkan dalam novel bab 1 dan 2?
120

Bagaimanakah kepribadian tokoh-tokoh tersebut? Sertakan alasan yang

menunjukkan kepribadian tersebut.

Permasalahan tersebut diarahkan untuk dipecahkan secara individual oleh

siswa. Setelah waktu dirasa cukup untuk menyelesaikan soal, guru dan siswa

bertanya jawab untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.

c) Discussion

Setelah sebelumnya siswa menjawab permasalahan secara individual, pada

tahap ini siswa melakukan diskusi. Untuk memudahkan diskusi, guru dapat mem-

berikan panduan yang berupa permasalahan-permasalahan yang harus mereka

jawab. Berikut ini contoh panduan diskusi dalam pembelajaran novel Pulang.

(1) Bagaimananakah judul novel tersebut? Apakah judul tersebut sesuai dengan

isi cerita?

(2) Bagaimanakah permasalahan-permasalahan yang ada dalam novel Pulang?

Dari beberapa permasalahan tersebut, manakah yang menjadi permasalah

utama atau menjadi tema cerita?

(3) Bagaimanakah kronologi alur dalam novel tersebut?

(4) Bagaimanakah pelukisan fisik tokoh yang digunakan pengarang? Apakah

keadaan fisik tokoh mempengaruhi karakternya?

(5) Bagaimanakah nilai-nilai edutikatif yang terkandung di dalam novel tersebut?

(6) Bagaimanakah karakter tokoh-tokoh dalam novel tersebut? Apakah karakter-

karakter tersebut layak diteladani?

Pertanyaan-pertanyaan di atas harus dijawab oleh kelompok-kelompok

belajar. Dengan demikian, siswa melakukan diskusi intrakelompok. Setelah semua


121

kelompok selesai menjawab pertanyaan tersebut, dilakukan diskusi antarke-

lompok. Pada diskusi tersebut, guru bertugas sebagai moderator sekaligus fasili-

tator yang membantu siswa jika diskusi menemui jalan buntu.

d) Reinforcement (Testing)

Setelah diskusi usai, dilakukan tahap reinforcement (testing) atau

pengukuhan dengan melakukan evaluasi pembelajaran. Evaluasi dapat dilakukan

dengan pemberian soal-soal esai yang dikerjakan secara mandiri dan dikerjakan di

rumah. Beberapa contoh soal dan tugas yang dapat digunakan sebagai evaluasi

adalah sebagai berikut.

(1) Buatlah simpulan hasil diskusi yang telah kalian lakukan di dalam kelas!

(2) Menurut kamu, aspek kepribadian apakah yang menonjol pada diri Segara

Alam? Jelaskan disertai kutipan dalam novel tersebut!

(3) Sebutkan contoh-contoh peristiwa yang menunjukkan nilai moral positif yang

ditunjukkan oleh Dimas Suryo dan Lintang Utara!

(4) Bagaimanakah keindahan alur dalam novel tersebut? Jelaskan dan buatlah

diagramnya!

(5) Bagaimanakah teknik pengarang dalam menjelaskan penokohan atau

perwatakan tokoh-tokoh dalam novel? Jelaskan dengan contoh dan kutipan

cerita!

Tugas-tugas di atas dikerjakan sebagai pekerjaan rumah dan dikumpulkan

pada minggu setelahnya. Guru mengarahkan agar siswa menjawab secara mandiri

dan akan mencoret jawaban yang identik dengan jawaban teman.


122

c. Refleksi

Refleksi merupakan perenungan terhadap proses dan hasil pembelajaran.

Dalam tahap ini, guru merenungkan proses pembelajaran dan menganalisis hasil

pembelajaran agar diketahui apakah keduanya sudah optimal atau masih memiliki

kelemahan yang perlu direvisi. Dengan refleksi, guru senantiasa memperbaiki hal-

hal yang dirasakan kurang atau menghambat pembelajaran dan memutuskan untuk

melakukan perbaikan-perbaikan pada pembelajaran mendatang serta menentukan

apakah diperlukan kegiatan remidial dan pengayaan atau tidak.


BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Pada bagian ini, disarikan poin-poin yang menjadi hasil penelitian.

Berdasarkan pembahasan data, dapat disarikan hasil penelitian sebagaimana

dipaparkan di bawah ini.

1. Unsur intrinsik novel Pulang meliputi tema, yakni tentang nasionalisme kaum

ekstapol; penokohan yang ada dalam novel ini begitu menonjol terutama pada

tokoh utama yaitu Dimas dan Lintang; alur yang digunakan adalah alur

campuran; latar yang terdapat dalam novel Pulang dapat dideskripsikan ke

dalam unsur tempat yaitu Jakarta dan Paris, unsur waktu yaitu tahun 1965-

1998, dan unsur suasana yaitu suasana tegang dan mencekam; sudut pandang

pada novel ini adalah sudut pandang campuran.

2. Nilai moral dalam novel Pulang terdiri atas tiga bentuk. Pertama, nilai moral

dalam hubungan manusia dengan Tuhannya yang berupa kepercayaan terhadap

Tuhan, bersyukur kepada Tuhan, dan memanjatkan doa. Kedua, nilai moral

dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, yakni berupa teguh pada

pendirian, optimis, dan penyesalan. Ketiga, nilai moral dalam hubungan

manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial, yakni berupa peduli

sesama, berterima kasih, menghargai orang lain, dan jujur.

3. Skenario pembelajaran novel Pulang di SMA dilakukan dengan tiga tahap,

yakni perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi. Pada tahap perencanaan, guru

melakukan preliminary assessment atau pelacakan pendahuluan (analisis isi

novel dan relevansinya dengan kejiwaan, latar belakang, dan intelektualitas

123
124

siswa), menentukan practical decision atau sikap praktis (menentukan prosedur

pembelajaran yang tepat), membuat RPP, menyusun instrumen penilaian, dan

menyiapkan media serta sumber belajar. Pada tahap pelaksanaan, digunakan

model Moody dengan langkah-langkah: (a) kegiatan awal: guru melakukan

apersepsi mengenai novel-novel Indonesia dan unsur intrinsik yang sudah

dipelajari siswa sejak SMP dan menyampaikan informasi mengenai standar

kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran yang akan dilaksanakan; (b)

kegiatan inti meliputi: introduction of the work (tahap pengantar:

menyampaikan gambaran umum novel dan bagian-bagian menarik dalam

novel), presentation of the work (tahap penyajian: uraian materi secara

komprehensif, meliputi unsur-unsur intrinsik novel dan macam-macam nilai

moral dalam novel), discussion (diskusi: pemberian masalah untuk didis-

kusikan dalam kelompok belajar), reinforcement/testing (pengukuhan: tugas

mandiri); (c) kegiatan akhir, meliputi: guru menyimpulkan hasil pembelajaran,

memotivasi siswa untuk mengambil nilai moral dalam novel Pulang. Pada

tahap refleksi, guru menganalisis dan merenungkan proses pelaksanaan

pembelajaran, meng-analisis hasil evaluasi belajar siswa, membuat soal remidi

dan materi peng-ayaan jika diperlukan, dan menyusun rencana perbaikan atau

penyempurnaan untuk pembelajaran mendatang.

B. Saran

Pada bagian ini, disampaikan harapan penulis sesuai dengan refleksi

terhadap hasil penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat

memberikan beberapa saran sebagai berikut.


125

1. Novel Pulang yang sarat akan nilai moral relevan dijadikan sebagai bahan ajar

dalam pembelajaran sastra Indonesia bagi siswa SMA. Nilai-nilai moral yang

ada dalam novel tersebut diharapkan dapat membangun siswa yang memiliki

karakter atau akhlak mulia. Oleh karena itu, peneliti menyarakankan kepada

guru bahasa Indonesia di SMA agar menggunakan novel tersebut sebagai

bahan ajar.

2. Guru seyogianya selalu melakukan upaya pembaharuan dalam bahan

pembelajaran/materi ajar sastra sesuai dengan kebutuhan siswa yang terus

berkembang/berubah. Selain materi, inovasi dalam hal media dan metode juga

harus selalu diujicobakan agar terbentuk pembelajaran sastra yang aktif,

inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran

sastra dapat tercapai secara maksimal. Salah satu model pembelajaran sastra

yang secara teoretis efektif adalah model Moody. Model tersebut memiliki

enam langkah yang praktis dan sistematis yang terdiri dari tahap prapem-

belajaran dan tahap pembelajaran. Penulis menyarankan kepada guru bahasa

dan sastra Indonesia di SMA untuk menggunakan model tersebut dalam

pembelajaran novel.

3. Bagi masyarakat umum, khususnya masyarakat yang cinta membaca, semoga

penelitian ini bisa menambah wawasan serta mengembangkan pengetahuan

mengenai penelitian sastra. Selain itu, pembaca juga diharapkan mengenal

tentang adanya berbagai teori dalam dunia sastra yang digunakan sebagai alat

penelitian sastra. Bagi peneliti sendiri, semoga penelitian ini menjadi langkah

untuk memperbaiki studi tentang teori dalam penelitian sastra, khususnya

sastra Indonesia.
126

4. Bagi calon peneliti, masih banyak alternatif penelitian yang dapat dilakukan

terhadap novel Pulang karya Leila S. Chudori dengan menggunakan

pendekatan yang berbeda, misalnya pendekatan strukturalisme, semiotik,

maupun secara resepsi sastra. Dengan demikian, masih terbuka luas

kesempatan bagi para peneliti untuk lebih mengeksplorasi dalam melakukan

penelitian terhadap novel ini.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktis.


Jakarta: Bumi Aksara.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta: BSNP.
Depdiknas. 2006. Pedoman Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Dipodjojo, Asdi S. 1986. Kesusasteraan Indonesia Lama pada Zaman Pengaruh
Islam. Yogyakarta: Penerbit & Percetakan Lukman.
Endraswara, Suwardi. 2005. Metode dan Teori Pengajaran Sastra. Yogyakarta:
Buana Pustaka.
Hastuti, Peni Tri. 2012. “Novel Padang Bulan karya Andre Hirata (Kajian
Struktural dan Nilai Moral).” Skripsi, FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta, Surakarta.
Ibrahim, Abdul Syukur. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Moleong, Lexy J. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi . Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Rusyana, Yus. 1994. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang.
Soenarjati, M. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:
Penerbit Laboratorium Jurusan Pendidikan Moral Pancasila dan
Kewargaan Negara FPIPS IKIP Yogyakarta.
Subagyo, Mafahir Hery. 2012. ”Nilai Moral Novel Sang Pelopor karya Alang-
alang Timur sebagai Bahan Pembelajarannya di SMA”. Skripsi, tidak
diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Purworejo, Purworejo.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa; Pengantar Penelitian
Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana
University Press.
Sufanti, Main. 2012. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukirno. 2009. Sistem Membaca Pemahaman yang Efektif. Purworejo: UMP
Press.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Valma, Depy Nopita. 2012. “Nilai Moral dalam Novel Padang Bulan Karya
Andrea Hirata sebagai Bahan Pembelajaran di kelas XI SMA.” Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Purworejo, Purworejo.
Zuriah, Nurul. 2007. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan.Jakarta: Bumi Aksara.
Lampiran 1: Biografi Novelis

Biografi Leila Salikha Chudori

Leila Salikha Chudori (lahir di Jakarta, 12 Desember 1962; umur 53 tahun)

adalah penulis berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui karya-

karyanya berupa cerita pendek, novel, dan skenario drama televisi. Leila

merupakan salah satu sastrawan yang mengawali debutnya sejak anak-anak.

Leila S. Chudori bercerita tentang kejujuran, keyakinan, dan tekad, prinsip

dan pengorbanan. Mendapat pengaruh dari bacaan-bacaan dari buku-buku yang

disebutnya dalam cerpen-cerpennya yang kita ketahui dari riwayat hidupnya ialah

Franz Kafka, pengarang Jerman yang mempertanyakan eksistensi manusia,

Dostoyewsky pengarang klasik Rusia yang menggerek jauk ke dalam jiwa

manusia. D.H Lawrence pengarang Inggris yang memperjuangkan kebebasan

mutlak nurani manusia, pengarang Irlandia James Joyce, yang terkenal dengan

romannya Ullysses. Suatu pelaksanaan proses kreatif Stream of Consciousnes,

Herman Jesse, Freud, Erich Fromm, A.S. Neill. Maka tidak mengherankan apabila

Leila S. Chudori memperlihatkan tokoh-tokoh cerita yang mempunyai kesadaran

yang dalam dan hasrat jiwa yang bebas merdeka. Leila S. Chudori pun tak asing

dengan Baratayudha, Ramayana dari dunia pewayangan. Leila S. Chudori juga

menggunakan imajinasinya untuk meruyak ruang dan waktu, penuh ilusi dan

halusinasi, angan-angan dan khayalan. Leila melukiskan kejadian-kejadian secara

pararel dan simultan, berbaur susup menyusup untuk saling memperkuat kesan

pengalaman dan penghayatan. Leila juga mensejajarkan pengalaman pribadi,


membaurkannya dengan cerita mitologi. Dengan teknik pembauran seperti ini,

terjadi dimensi baru dalam pengaluran cerita. Satu hal lain yang istimewa dalam

cerpen-cerpen Leila bahwa dia tidak ragu-ragu menceritakan hal-hal yang tabu

bagi masyarakat tradisional. Gaya cerita Leila S. Chudori intelektual sekaligus

puitis. Banyak idiom dan metafor baru di samping pandangan falsafi baru karena

pengungkapan yang baru.

Leila terpilih mewakili Indonesia mendapat beasiswa menempuh

pendidikan di "Lester B. Pearson College of the Pacific (United World Colleges)"

di Victoria, Kanada. Lulus sarjana Political Science dan Comparative

Development Studies dari Universitas Trent, Kanada. Sejak tahun 1989 hingga

kini bekerja sebagai wartawan majalah berita Tempo. Di tahun-tahun awal, Leila

dipercayakan meliput masalah internasional—terutama Filipina dan berhasil

mewawancarai Presiden Cory Aquino pada tahun 1989, 1991 di Istana

Malacanang; Fang Lizhi seorang ahli Fisika dan salah satu pemimpin gerakan

Tiannamen, Cina, WWC di Cambrige Universitypada tahun 1992, Presiden Fidel

Ramos di Manila pada tahun 1992, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad

di Jakarta, pada tahun 1992, Pemimpin PLO Yasser Arafat pada tahun 1992 dan

2002 di Jakarta, Nelson Mandela pada tahun 1992 di Jakarta, dan Pemimpin

Mozambique Robert Mugabe pada tahun 2003, di Jakarta. Kini Leila adalah

Redaktur Senior Majalah Tempo, bertanggung-jawab pada rubrik Bahasa dan

masih rutin menulis resensi film di majalah tersebut.

Karya-karya awal Leila dimuat saat ia berusia 12 tahun di majalah Si

Kuncung, Kawanku, dan Hai. Pada usia dini ia menghasilkan buku kumpulan

cerpen berjudul "Sebuah Kejutan", "Empat Pemuda Kecil", dan "Seputih Hati
Andra". Pada usia dewasa cerita pendeknya dimuat di majalah Zaman, majalah

sastra Horison, Matra, jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia),

dan Tenggara (Malaysia). Buku kumpulan cerita pendeknya Malam Terakhir telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman Die Letzte Nacht (Horlemman Verlag).

Cerpen Leila dibahas oleh kritikus sastra Tinneke Hellwig “Leila S.Chudori and

women in Contemporary Fiction Writing dalam Tenggara”, Tineke Helwig

kembali membahas buku terbaru Leila, “9 dari Nadira” dan mengatakan bahwa

buku ini memiliki “authencity in reality” dan mengandung “complex narrative”.

Nama Leila Chudori juga tercantum sebagai salah satu sastrawan Indonesia dalam

kamus sastra "Dictionnaire des Creatrices" yang diterbitkan EDITIONS DES

FEMMES, Prancis, yang disusun oleh Jacqueline Camus. Kamus sastra ini berisi

data dan profil perempuan yang berkecimpung di dunia seni. Pada tahun 2001

Leila menjadi salah satu juri Festival Film Asia Pasifik yang diadakan di Jakarta.

Tahun 2002, Leila menjadi juri Festival Film Independen Indonesia SCTV. Tahun

2010 dan 2011, Leila juga menjadi juri Indonesian Movie Awards, sebuah festival

film yang diselenggarakan RCTI.

Leila pernah menjadi editor tamu untuk jurnal sastra berbahasa Inggris

Menagerie bersama John McGlynn yang diterbitkan Yayasan Lontar. Bersama

Bambang Bujono, Leila juga menjadi editor buku Bahasa! Kumpulan Tulisan di

Majalah Tempo Leila adalah penggagas dan penulis skenario drama televisi

berjudul Dunia Tanpa Koma yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dan Tora

Sudiro ditayangkan di RCTI tahun 2006. Sejak awal Leila dan produser SinemArt

Leo Sutanto sama-sama sepakat serial TV ini harus dibuat serius dan hanya dibuat

sebanyak 14 episode. Drama Televisi ini mendapat penghargaan Sinetron Terpuji


Festival Film Bandung 2007 dan Leila juga menerima penghargaan sebagai

Penulis Skenario Drama Televisi Terpuji pada festival dan tahun yang sama.

Terakhir, Leila menulis skenario film pendek Drupadi, sebuah tafsir dari kisah

Mahabharata dan juga film Kata Maaf Terakhir.

Pada tahun 2009, Leila S. Chudori meluncurkan buku kumpulan cerpen

terbarunya 9 dari Nadira (yang oleh banyak kritikus sastra dianggap sebagai

novel) dan penerbitan ulang buku Malam Terakhir oleh Kepustakaan Populer

Gramedia (KPG) yang dilangsir oleh harian Kompas sebagai “kembalinya anak

emas sastra Indonesia”. Dengan terbitnya kembali karya baru Leila, maka pada

bulan Desember 2011, ia diundang menghadiri Asia Pacific Literary Symposium

di Perth; Winternachten Literary Festival yang diadakan Writers Unlimited, Den

Haag Belandapada bulan Januari 2012, dan Acara Sastra Soirée Leila Chudori

yang diselenggarakan Asosiasi Indonesia-Prancis di Paris, Pasar Malam juga pada

bulan Januari 2012.


Lampiran 2: Sinopsis Novel

Sinopsis Novel Pulang

Seorang Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet,

mengatakan bahwa kata “pulang” dari novel ini –yang mana juga menjadi judul,

dapat diartikan sebagai “a return” maupun “an exodus”. A return –pulang dalam

artian sebenarnya, yang mana dikehendaki oleh Dimas Suryo, dan an exodus –

sebuah petualangan atas tanah yang sama sekali belum dimengerti, bagi Lintang

Utara. Dan saya pribadi, tentu sangat setuju dengan pendapat tersebut. Saya pikir

pendapat yang diungkapkan oleh Robertus Robet tersebut sudah menggambarkan

isi dari novel ini sendiri secara keseluruhan.

Tema yang diambil oleh penulis untuk novel ini sendiri terbilang cukup

menarik, yakni kisah cinta yang dibungkus dengan isu politik. Kisah cinta antara

Dimas Suryo – Surti Anandari – Vivienne Deveraux, Lintang Utara – Narayana

Lafebvre – Segara Alam, dan beberapa tokoh lainnya yang kisahnya tak kalah

rumit. Singkatnya, novel yang mengambil latar tempat di Indonesia dan Perancis

ini berkisah mengenai kehidupan Dimas Suryo dan juga teman-temannya yang

“ditolak” oleh negaranya sendiri. Dan seperti pada kutipan yang saya tuliskan

diawal, meskipun ditolak dia tetap akan bertahan meski setiap langkahnya penuh

jejak darah dan luka.

Lalu, untuk konflik sendiri menurut saya cukup unik. Terkesan rumit dan

juga sederhana secara bersamaan. Semua dituliskan dengan sangat detail.

Penggambaran suasana chaos yang terjadi padah tahun 1965 –tragedi G 30 S PKI,

1968 –unjuk rasa terbesar di Perancis, dan 1998 –kerusuhan terbesar dan jatuhnya
Presiden Indonesia yang sudah berkuasa selama 32 tahun, tergambarkan dengan

sangat jelas. Tidak setengah-setengah, sehingga seakan pembaca juga dihadapkan

dan diseret masuk ke dalam ke-chaos-an kala itu.

Meski memang ada beberapa part yang ditulis dengan menggunakan sudut

pandang orang ketiga. Namun, secara keseluruhan novel ini cenderung lebih

banyak ditulis dengan menggunakan sudut pandang orang pertama melalui

kacamata Hananto Prawiro, Dimas Suryo, Lintang Utara, Vivienne Deveraux,

Segara Alam, dan Bimo Nugroho. Dan hal tersebut tentu menjadi poin plus

tambahan bagi novel ini. Selain itu pula, meski ditulis dengan alur yang maju-

mundur serta banyak terdapat selipan fragmen-fragmen cerita dalam bentuk surat,

namun pembaca di sini tetap akan dengan mudah dapat mengetahui jalannya alur.

Walaupun sebetulnya cerita ini secara keseluruh berkisah mengenai

kemuraman nasib eksil politik dan para korban tragedi 1965, namun kita tetap

akan menjumpai bagian yang menyenangkan dan bahkan juga lucu. Seperti

misalnya saat Nugroho “mengejar-ngejar” Dimas agar mau untuk di terapi

akupuntur olehnya atau saat Andini mengucapkan “O My God” berulang-ulang di

depan Rama, kakaknya, hingga membuatnya jengkel. Singkat kata, emosi yang

dituliskan dalam novel ini dapat tersampaikan kepada para pembaca dengan

sangat baik.

Yang sedikit menyebalkan adalah bahwa ending cerita kembali diserahkan

pada interpretasi para pembaca. Tapi, kalau saya boleh menentukan akhir cerita,

maka akan saya tuliskan jika Lintang Utara lebih memilih Segara Alam. Bagi saya

penggambaran Lintang dengan Alam di sini lebih menarik ketimbang jika Lintang

bersama Nara. Menurut saya, Nara meski baik dan begitu sempurna untuk
dideskripsikan, adalah sosok yang too-good-to-be-true dan kurang cocok dengan

kepribadian Lintang yang ekspresif.


Lampiran 3: RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


DAN SILABUS

Nama Sekolah : SMA Negeri 1 Kebumen


Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XI/1
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit (satu pertemuan)
Standar Kompetensi : Memahami berbagai novel Indonesia/novel terjemahan
Kompetensi Dasar : Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat ditela-
dani dari tokoh

I. Indikator
1. Siswa menemukan unsur intrinsik novel Pulang.
2. Siswa menemukan nilai-nilai moral dalam novel Pulang.
3. Siswa menghubungkan nilai-nilai moral dalam novel Pulang dengan
kehidupan sehari-hari siswa.

II. Tujuan Pembelajaran


Setelah mengikuti pembelajaran ini, siswa mampu:
1. menemukan unsur intrinsik novel Pulang;
2. menemukan nilai-nilai moral dalam novel Pulang;
3. menghubungkan nilai-nilai moral dalam novel Pulang dengan kehidupan
sehari-hari siswa.
Karakter yang diharapkan:
1. jujur;
2. bertanggungjawab;
3. peduli sosial dan lingkungan;
4. bekerja keras/tekun;
5. rasa hormat dan perhatian.
III. Materi Pembelajaran
1. Pengertian novel.
2. Unsur-unsur intrinsik novel (terutama perwatakan/kepribadian tokoh).
3. Macam dan nilai pendidikan karakter.

IV. Metode Pembelajaran


1. Inkuiri.
2. Diskusi.
3. Tanya jawab.

V. Langkah-Langkah Pembelajaran
A. Kegiatan Awal
1. Menyiapkan alat pembelajaran dan isntrumen penilaian/evaluasi.
2. Mengawali pembelajaran dengan salam, berdoa, absensi, dan motivasi.
3. Melakukan apersepsi dengan tanya jawab mengenai novel-novel
Indonesia dan unsur intrinsik novel.
4. Menyampaikan informasi mengenai standar kompetensi, kompetensi
dasar, dan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
B. Kegiatan Inti
1. Eksplorasi
a. Menjelaskan mengenai unsur intrinsik novel dan nilai-nilai
pendidikan yang ada dalam sebuah novel.
b. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam
tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan
prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber.
c. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembel-
ajaran, dan sumber belajar lain.
d. Menfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik dengan guru,
lingungan, dan sumber belajar lainnya.
e. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembel-
ajaran.
f. Menfasilitasi peserta didik dapat menganalisis unsur intrinsik dan
nilai edukatif novel Pulang.
2. Elaborasi
a. Siswa membentuk kelompok kecil 4-5 orang.
b. Setiap kelompok ditugaskan membaca sinopsis novel Pulang secara
bersamaan guna membuka ingatan siswa mengenai cerita novel
Pulang yang telah ditugaskan untuk dibaca di rumah sebagai PR
pada pertemuan sebelumnya.
c. Setelah membaca sinopsis novel tersebut, guru memberikan tugas
kepada setiap kelompok untuk memcahkan masalah yang berbeda:
masalah unsur intrinsik (tema, tokoh dan penokohan, latar, alur, dan
sudut pandang), dan masalah nilai-nilai moral yang dapat dipetik
dari novel Pulang.
d. Setiap kelompok memajang hasil identifikasinya di majalah dinding
yang telah disediakan.
e. Selanjutnya, dilakukan diskusi antarkelompok agar permasalahan
yang telah disepakati dan dipecahkan oleh beberapa kelompok kecil
dapat didiskusikan bersama dan diketahui bersama.
f. Setiap kelompok secara bergantian mempresentasikan hasil identi-
fikasinya di depan kelas yang dilanjutkan dengan komentar
antarkelompok dan guru menjadi fasilatator sekaligus moderator
diskusi yang bertugas memancing permasalahan dan menjem-batani
diskusi antarkelompok.
g. Setelah diskusi antarkelompok selesai, dilakukan tahap meng-
himpun penunjang. Pada tahap ini, setiap kelompok diwajibkan
menulis laporan mengenai jawaban terhadap semua permasalahan
yang telah disepakati pada tahap awal. Hasil simpulan tiap
kelompok dikumpulkan sebagai dasar penilaian kelompok.
3. Konfirmasi
a. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan,
tulisan, isyarat, maupun hadiah terhdap keberhasilan peserta didik
b. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi
peserta didik melalui berbagi sumber
c. Menfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan
d. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa
e. Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahpahaman
memberikan penguatan dan penyimpulan
C. Kegiatan Akhir
1. Bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat
simpulan/rangkuman pembelajaran.
2. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah
dilakukan secara konsisten dan terprogram.
3. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.
4. Memberikan tugas kepada siswa.

VI. Sumber Belajar


1. Modul belajar bahasa Indonesia untuk kelas XI.
2. Buku paket bahasa Indonesia untuk kelas XI.
3. Buku teori struktural karya sastra.
4. Novel Pulang karya Abidah El-Khalieqy.

VII. Penilaian
1. Teknik: tes
2. Bentuk: tes tertulis/uraian
No. Kriteria penilaian Bobot Nilai
1 Mengidentifikasi unsur intrinsik novel Pulang
a. Tepat (3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)
No. Kriteria penilaian Bobot Nilai
2 Mengidentifikasi nilai moral novel Pulang
a. Tepat (3)
b. Kurang tepat (2)
c. Tidak tepat (1)

Keterangan:
Skor maksimum : 2 (3 x 5) = 30

Nilai perolehan siswa : Skor perolehan


X 100
Skor maksimum

Mengetahui Purworejo, 16 Juni 2016


Kepala Sekolah, Guru Mapel Bahasa Indonesia,

……………………….. Wahyu Cahyono

Anda mungkin juga menyukai