Anda di halaman 1dari 29

RANCANGAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

Disusun guna memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Pembelajaran Apresiasi


Sastra
Dosen Pengampu: Dra. Nas Haryati M.Pd.

Oleh:
Nama
NIM
Kelompo

:
:
:

Hayah Anisa Ufitri


2101413087
1 (Satu)

k
Rombel
Prodi

:
:

III (Tiga)
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015

PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mendapatkan
kekuatan untuk menyelesaikan tugas akhir mata kuliah Pembelajaran Apresiasi Sastra
dengan judul Rancangan Pembelajaran Apresiasi Sastra ini.
Guna memperlancar penyusunan tugas akhir ini, penulis telah memeroleh banyak
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis merasa perlu menyampaikan
terima kasih kepada Ibu Nas Haryati S. selaku pengampu Mata Kuliah Pembelajaran
Apresiasi Sastra yang telah membantu penulis memperdalam materi dan juga teman-teman
yang telah memberi penulis dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari, bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Agar
penyusunan untuk tugas akhir selanjutnya dapat lebih baik lagi. Mudah-mudahan tugas akhir
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Semarang, 29 Juni 2015


Penulis
Hayah Anisa Ufitri

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i


Prakata .................................................................................................................. ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
Tugas I Menerapkan Model Sinektik ................................................................. 1
A. Model Sinektik ............................................................................................... 1
B. Pemilihan Teks ............................................................................................... 1
C. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran ........................................... 1
Tugas II Rancangan Penilaian Kurikulum 2006 ............................................... 3
A. Pemilihan Kompetensi Dasar ....................................................................... 3
B. Perumusan Indikator Soal ........................................................................... 3
C. Pemilihan Teks ............................................................................................... 4
D.

TUGAS I
Instrumen Penilaian ............................................................................................ 4
Tugas III Rancangan Pembelajaran Kurikulum 2013 ................................... 10
A.
B.
C.
D.

Pemilihan Teks Cerita Pendek ................................................................... 10


Pengertian, Struktur, dan Fungsi Teks Cerpen ........................................ 10
Garis Besar Materi Menangkap Makna ................................................... 11
Langkah-langkah Pembelajaran Menangkap Makna ............................. 11

Daftar Pustaka .................................................................................................... 15


Lampiran ............................................................................................................ 16

TUGAS I
MENERAPKAN MODEL SINEKTIK
UNTUK PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

A. Model Sinektik
Model pembelajaran sinektik merupakan model pembelajaran yang
berusaha menghubungkan atau mengaitkan, mengupayakan pemahaman puisi
metaforik dan analogi yang menekankan keaktifan dan kreatifitas siswa.
B. Pemilihan Teks
Saya memilih teks puisi yang berjudul Seratus Juta karya Taufik Ismail.
Puisi ini menggambarkan sebuah keadaan sosial masyarakat. Tentang orangorang kurang mampu, dan kita diharuskan untuk berbuat sesuatu, untuk
mengubah keadaan tersebut.
Hal tersebutlah yang melatarbelakangi alasan saya memilih puisi ini.
Hanya berharap, dengan pemahamannya, akan tumbuh sikap kepedulian dari diri
siswa terhadap sesama. Untuk ringan tangan mengulurkan tangan.
C. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan inti:

Kegiatan

Metode/Teknik

1. Siswa berkelompok
2. Guru membagikan kartu puisi (depan: foto Taufik
Ismail, belakang: puisi berjudul Seratus Juta) pada
tiap kelompok
Ceramah, diskusi,
3. Guru menyajikan biografi Taufik Ismail dan
dan permainan.
membahasnya secara singkat
4. Guru memfasilitasi tiap kelompok untuk memahami
isi dan pesan puisi Seratus Juta
5. Guru memfasilitasi siswa unuk mengasosiasikan isi
puisi tersebut ke dalam kehidupan nyata terutama
kehidupan sosial masyarakat kelas bawah
6. Guru mengadakan kuis Andai saya menjadi...
7. Guru melempar bola karet ke siswa. Siswa yang
menerima harus memberi tanggapan terhadap puisi
Seratus Juta melalui kuis Andai saya menjadi...
8. Siswa yang memegang bola karet dan sudah
memberikan tanggapannya memperoleh kesempatan
untuk melempar bola karet ke teman yang lain, lalu
yang mendapatkan bola karet harus memberi
tanggapan terhadapa puisi lewat kuis Andai saya
menjadi...
9. Seperti itu seterusnya hingga semua siswa di dalam
kelas

memperoleh

kesempatan

mengungkan

tanggapannya.
Penjelasan kuis:
Kuis Andai saya menjadi... adalah cara mudah bagi siswa untuk menjajali
peran untuk mengatasi masalah sosial yang terungkap dalam puisi Seratus Juta.
Kuis ini merupakan bentuk implementasi dari salah satu teknik yang terdapat di
dalam model sinektik, yakni teknik komflik kempaan.
Cara melakukan kuis ini tidak rumit. Siswa hanya mengungkapkan ingin
menjadi seorang apa dan cara mengatasi masalah sosial yang tergambar dalam
puisi tersebut. Contoh, Andai saya menjadi seorang partisipan di Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), saya akan giat mengadakan program peningkatan
keterampilan (menjahit, merajut, membuat kue, dll). Juga, giat melakukan
penggalangan dana. Dana tersebut nantinya diperuntukkan untuk memulai usaha
dengan bekal keterampilan yang mereka miliki.

TUGAS II
RANCANGAN PENILAIAN
PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA

TUGAS II
BERDASARKAN KURIKULUM 2006

A. Pemilihan Kompetensi Dasar (KD)


Kelas VII Semester Ganjil
1. Standar Kompetensi
Membaca: 7. Memahami isi berbagai teks bacaan sastra dengan membaca
2. Kompetensi Dasar
7.1 Menceritakan kembali cerita anak yang dibaca
B. Perumusan Indikator Soal
Indikator
Soal
Disajikan
penggalan
cerita
anak,
siswa
dapat
mengidentifik

Pilihan
Ganda

Jenjang Pengetahuan
C1

C2

C3

C4

C5

Uraian

No.
Soal

C6

asi unsur tema


Disajikan
penggalan
cerita
anak,
siswa
dapat
mengidentifika
si unsur watak
tokoh
Disajikan
penggalan
cerita
anak,
siswa
dapat
mengidentifika
si unsur latar
tempat
Disajikan
penggalan
cerita
anak,
siswa
dapat
mengidentifika
si tahap alur
Disajikan
penggalan
cerita
anak,
siswa
dapat
mengetahui
hal menarik
Disajikan data
judul
cerita
anak,
siswa
mampu
membuat
sinopsis dari
salah
satu
cerita anak
Disajikan data
judul
cerita
anak,
siswa
dapat
mengidentifika
si hal menarik
disertai alasan
pendukung
C. Pemilihan Teks
1. Cerpen: Pesan

SOS

di

Layang

(Flipp

Magazine

http://flippkids.com/2014/05/cerpen-pesan-sos-di-layang/)

Team,

dalam

2. Cerpen: Ketika Abe Belajar Marah (Nurhayati Puji Astuti, dimuat di Majalah
Bobo 36, 2014: 50-51)
3. Dongeng: Petualangan Chaeleo dan Tera (Flipp Magazine Team, dalam
http://flippkids.com/2014/09/dongeng-petualangan-chaeleo-dan-tera/)
Alasan saya memilih tiga buah teks adalah agar siswa memperoleh
pengalaman dalam mengapresiasi cerita anak secara lebih dan beragam. Selain
itu, dengan ragam cerita anak siswa dapat lebih leluasa menentukan cerita mana
yang akan diceritakan kembali sebagai wujud implementasi aspek keterampilan.
Cerita anak 1 merupakan cerita anak bergenre cerita detektif. Cerita anak 2
merupakan cerita anak bergenre sosial (sehari-hari). Sedangkan cerita anak 3
adalah cerita anak bergenre petualangan. Dengan variasi genre tersebut, siswa
dapat memperoleh kekayaan pengalaman mengapresiasi dan memilih tipe cerita
anak yang cocok/ disukainya.
D. Instrumen Penilaian
1. Soal Aspek Pengetahuan dan Keterampilan
Pilihlah salah satu jawaban yang kamu anggap paling tepat!
Perhatikan penggalan cerita anak berjudul Pesan SOS di Layang untuk
menjawab pertanyaan nomor 1 dan 2!

..............................
Kita harus menolong orang ini! Lia memberi usul. Bisa saja
yang mengirimkan ini seorang anak yang sedang diculik, kata Lia
paranoid karena terlalu sering membaca berita penculikan.
Hush, jangan berpikir yang aneh-aneh, sergah Dio.
Bagaimana kalau kita sekarang cari darimana layang-layang ini
berasal. Karena bisa aja ada orang yang sedang membutuhkan
bantuan.
Aku setuju, Rio mengacungkan tangan.
Dan dimulailah pencarian asal-usul layang-layang bintang dengan
pesan SOS itu.
Kita harus mulai mencari berlawanan dengan arah angin
karena layang-layang ini terbang mengikuti arah angin, Dio
menganalisis sambil menunjuk arah selatan.
.....................................
(Pesan SOS di Layang dalam http://flippkids.com/2014/05/cerpenpesan-sos-di-layang/)

1. Tema penggalan cerita anak di atas adalah ....


a. Permainan layang-layang
b. Layang-layang yang putus
c. Pemecahan teka-teki
d. Mencari Pesan SOS
2. Watak Dio dalam penggalan cerita anak di atas adalah ....
a. Berprasangka buruk
b. Suka memberi usul
c. Pintar
d. Sigap
Perhatikan penggalan cerita anak berjudul Petualangan Chaeleo dan Tera
untuk menjawab pertanyaan nomor 3 dan 4!
Pada suatu hari di dalam hutan belantara, seekor bunglon
yang bernama Chaeleo mendapatkan tugas dari ibunya untuk
8

menangkap seekor mangsa untuk membuktikan ketangguhannya.


Sebelumnya Chaeleo beberapa kali sudah ditugaskan hal serupa,
akan tetapi ia tak pernah berhasil.
Kali ini adalah kesempatan terakhirmu, Chaeleo. Jika kali ini
kau gagal, maka ibu akan mengusirmu dari rumah, ucap ibunya
ketika ia hendak berangkat.
...............................
(Petualangan
Chaeleo
dan
Tera,
http://flippkids.com/2014/09/dongeng-petualangan-chaeleo-dantera/)

3. Latar tempat penggalan cerita anak di atas adalah ....


a. Istana megah
b. Hutan belantara
c. Bawah laut
d. Lereng gunung
4. Penggalan cerita anak di atas masuk dalam tahap alur ....
a. Penyelesaian
b. Klimaks
c. Konflik
d. Perkenalan
Perhatikan penggalan cerita anak berikut!

Aku ingin sekali belajar marah. Marah, seperti Tino yang kalau
marah suka berteriak dan membuat teman-temannya takut. Marah
seperti Ojay yang kalau marah bias melempar batu dan kadangkadang batu itu kena kaca jendela orang. Atau marah seperti Ninis
yang kalau marah suka menangis berguling-guling di depan
rumahnya.
Abe ingin sekali belajar marah. Tidak diam saja. Abe juga ingin
merasakan melotot, mencubit atau menangis.
Tidak apa-apa kalau Abe ingin marah, ujar Bunda ketika
menyediakan roti berlapis mentega, keju dan telur dadar. Itu
namanya kamu punya perasaan.
........................
Marah itu artinya menyimpan api
Abe cemberut. Bunda selalu bilang begitu. Kalau marah itu
artinya ada api di dalam hati. Panas rasanya. Kalau tidak marah itu
seperti ada lautan di dalam hati.
.........................
(Ketika Abe Belajar Marah dalam Majalah Bobo Edisi 36, 11
Desember 2014, halaman 50)

5. Hal yang menarik dari penggalan cerita anak di atas adalah ....
a. Tentang keinginan Abe belajar marah
b. Tentang nasihat bunda Abe yang bijak
c. Tentang teman-teman Abe yang nakal
d. Tentang cara melampiaskan kemarahan
Kerjakan soal di bawah ini dengan sungguh-sungguh!
6. Buatlah sinopsis dari salah satu cerita anak berikut!
a. Pesan SOS di layang (Flipp Magazine Team)
b. Petualangan Cheleo dan Tera (Flipp Magazine Team)
c. Ketika Abe Belajar Marah (Nurhayati Puji Astuti)
7. Kemudian, sebutkan hal-hal yang menarik dari cerita anak tersebut disertai
alasan yang mendukung!
2. Kunci Jawaban dan Rambu-rambu Jawaban
a. Kunci jawaban soal pilihan ganda

1) D
2) C
3) B
4) D
5) A
b. Rambu-rambu jawaban soal uraian nomor 6 dan 7
1) Pesan SOS di layang (Flipp Magazine Team)
Sinopsis:
Dio, Lia, dan Rio adalah teman sepermainan. Sore itu, mereka
asyik mengejar layang-layang yang putus. Setelah lelah mengejarngejar, akhirnya Dio berhasil mendapatkan layang-layang itu. Namun
ada yang aneh, layang-layang itu tertulis SOS. SOS adalah kode
permintaan bantuan. Dio CS berprasangka yang tidak-tidak.
Mereka memutuskan untuk mencari pemilik layang-layang itu.
Kurangnya petunjuk membuat mereka kelelahan. Saat mereka berkeluh
kesah Dio mencium bau ikan goreng dari layang-layang itu.
Pencarianpun mulai mengarah, mereka mendatangi tiap rumah yang
menggoreng ikan. Tapi, sayangnya buntu. Tidak satupun pemilik
layang-layang itu.
Dio pun teringat Geo, teman sekelasnya yang sangat menyukai
ikan goreng. Bertiga mereka mendatangi rumah Geo. Kecurigaanpun
datang kala bukan Ibu Geo yang membukakan pintu.
Namun segala prasangka buruk lenyap saat Geo bercerita bahwa
SOS itu adalah inisial nama kakeknya, bukan pesan permintaan
bantuan. Wanita yang membukakan pintu juga adalah tantenya bukan
orang asing. Walau bagaimanapun Geo berterima kasih kepada Dio,
Lia, dan Rio karena sudah menemukan layang-layang kesayangan Geo.
Hal yang menarik dan alasan:
Proses pemecahan teka-teki pesan SOS hingga perjalanan menemukan
pemilik layang-layang.
Alasan: Pembaca dibuat penasaran siapa pemilik layang-layang berkode
SOS. Menegangkan karena mungkin saja pemilik layang-layang berada
dalam bahaya dan mencoba mengode dengan SOS.
2) Petualangan Cheleo dan Tera (Flipp Magazine Team)
Sinopsis:
Cheleo adalah seekor bunglon pemangsa tumbuhan, ia berteman
dengan Tera seekor capung. Cheleo mencertakan keluh kesahnya
kepada Tera tentang Ibunya yang terus menyuruhnya untuk memangsa
hewan lain. Akan tetapi Cheleo tak mampu, ia tidak tega membunuh
hewan lain.
Saat Cheleo pulang ke rumah, rumah dalam keadaan sepi,
datanglah burung pipit melaporkan bahwa Ibunya telah diculik oleh
penyihir jahat. Dengan bantuan Tera, Cheleo berusaha membebaskan

10

ibunya. Berkat taktik cerdas Tera yang memancing penyihir untuk


menjauh, ibu Cheleo berhasil dibebaskan.
Ibu Cheleo pun meminta maaf karena sudah terlalu keras kepada
Cheleo. Akhirnya, Cheleo meminta izin kepada Ibunya untuk
berpetualang bersama Tera. Ibu Cheleo mengizinkan mereka berdua
untuk berpetualang
Hal yang menarik dan alasan:
Aksi Cheleo dan Tera saat membebaskan Ibu Cheleo.
Alasan: mereka berdua bekerjasama dengan baik dan sangat kompak.
Mereka menyusun strategi dalam waktu singkat tetapi tetap berhasil.
3) Ketika Abe Belajar Marah (Nurhayati Puji Astuti)
Sinopsis:
Abe ingin sekali belajar marah sama seperti teman-temannya.
Tetapi sulit sekali untuk belajara marah. Bunda Abe menasihati bahwa
Abe boleh saja marah, itu adalah sebuah perasaan. Kalau marah artinya
menyimpan api di dalam hati, panas rasanya. Tetapi kalau tidak marah
seperti ada lautan di hati, seperti itu. Bunda juga mengajari Abe bahwa
Abe boleh marah apalagi kalau ada teman yang sudah membuat Abe
terluka, tetapi marahnya adalah marah yang benar.
Hari itu Abe memutuskan untuk belajar marah. Hingga kepala
Abe dengan tidak sengaja terkena tendangan bola dari Sosro. Bukannya
meminta maaf, Sosro malah tertawa. Abe pun berlalari pulang. Abe
marah kepada Sosro, Abe merasakan ada api di dalma hatinya. Panas.
Ya, berbeda dengan teman-temannya. Abe marah bukan dengan
menangis, mengamuk, berteriak, dll. Tetapi Abe marah dengan diam.
Hal yang menarik dan alasan:
Keinginan Abe untuk belajar marah.
Alasan: kita menjadi paham bahwa pelampiasan amarah sangat
beragam. Berkat nasihat Bunda, Abe bisa merasakan marah. Dan
melampiaskannya melalui diam.
3. Rubrik Penilaian
a. Pilihan Ganda
Jawaban benar bernilai 1. Jadi:
Skor = jumlah jawaban benar X 2
b. Uraian
Sinopsis:
No
Unsur yang Dinilai
.
1.
Kesesuaian isi dengan tema (5)
2.
Urutan penceritaan (2)
3.
Pemilihan bahasa yang digunakan (2)
4.
Kesesuaian penggunaan ejaan dan tanda baca (1)
Jumlah
:
Keterangan :

11

Sko
r

Catatan

Hal yang menarik:


Jika alasan tepat, skor
Jika alasan kurang tepat, skor
Jika alasan tidak tepat, skor
Jika tidak ada alasan, skor

=
=
=
=

5
4
2
1

4. Pedoman Penentuan Nilai Akhir


Pilihan Ganda : Jumlah jawaban benar X 2
Skor maksimal (A) = 10
Uraian
: Skor maksimal sinopsis
Skor maksimal hal menarik
Total Skor
Skor maksimal (B)
Skor maksimal (B)
Nilai Akhir=

= 10
= 5
= 15
= (2 X total skor) : 3
= 10

(1 Skor A ) + ( 2 Skor B )
3

TUGAS III

12

TUGAS III
RANCANGAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA
BERDASARKAN KURIKULUM 2013

A. Pemilihan Teks Cerita Pendek


Cerita pendek yang akan digunakan di dalam pembelajaran adalah cerpen
karya Afifah Afra yang berjudul Sampah (teks cerpen terlampir). Cerpen ini
termasuk dalam cerpen yang ringan, baik dari tingkat bahasa maupun pokok
permasalahan yang diangkat. Tetapi, tetap memiliki kaya akan esensi dan nilai
didakdis yang kuat. Pesan tersirat dalam cerpen ini adalah sangat baik untuk
disampaikan kepada siswa.
Atas dasar pertimbangan itu, saya memilih cerpen karya Afifah Afra yang
berjudul Sampah. Cerpen ini juga pernah dimuat di majalah Annida.
B. Pengertian, Struktur, dan Fungsi Teks Cerpen
1. Teks cerita pendek adalah jenis karya sastra yang berupa kisah atau cerita
tentang manusia beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek. Dalam cerita
pendek dikisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian,
peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan
yang tidak mudah dilupakan.
2. Struktur teks cerita pendek:
- Orientasi, bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan
-

waktu, dan awalan masuk ke tahap berikutnya.


Komplikasi, bagian ini tokoh utama berhadapan dengan masalah
(problem). Bagian ini menjadi inti teks narasi; harus ada. Jika tidak ada

masalah, masalah harus diciptakan.


Resolusi, bagian ini merupakan kelanjutan dari komplikasi, yaitu
pemecahan masalah, masalah harus diselesaikan dengan cara yang

kreatif.
3. Fungsi teks cerita pendek:
- Sebagai media yang menghibur
- Sebagai sumber belajar
- Sumber pesan moral dan pendidikan
- Sumber pemberian pengalaman tidak langsung
- Sumber inspirasi/ ide

13

C. Garis Besar Materi Pembelajaran Menangkap Makna Teks Cerpen


Maksud menangkap makna adalah pembaca mampu memahami apa yang
ingin penulis sampaikan lewat tulisannya. Teknik yang digunakan untuk
menagkpa makna pun beragam. Pada teks nonsastra biasanya lewat pertanyaanpertanyaan, baik itu pertanyaan literal, inferensial, intergratif, dan pertanyaan
kriis atau evaluatif.
Sedangkan pada teks sastra, menangksp makna dirasa lebih mudah
dilakukan dengan cara membedah unsur fisik dan batinnya atau unsur instriksik
dan ekstrinsiknya. Cara tersebut dinilai lebih efektif untuk memahami makna
yang terkandung di dalam teks sastra, baik makna yang tersirat maupun makna
yang tersurat. Maka, kegiatan menangkap makna pada pembelajaran kali ini
adalah fokus pada pembedahan teks cerpen melalui unsur-unsur pembentuknya.
D. Langkah-langkah Pembelajaran Menangkap Makna Teks Cerpen
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Awal
Orientasi:
1. Mengucapkan salam dan berdoa untuk memulai

Metode

pembelajaran
2. Memeriksa kehadiran peserta didik (mempresensi)
3. Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik untuk
memulai pembelajaran (pengondisian)
Apersepsi:
4. Mengaitkan
dilakukan

materi
dengan

mengaitkannya

pembelajaran
materi

dengan

yang

akan

sebelumnya

atau

pengalaman

dan

pengetahuan peserta didik


5. Mengajukan pertanyaan yang terkait dengan materi
yang akan dipelajari
Motivasi:
6. Memberikan gambaran tentang manfaat yang akan
diperoleh

setelah

menyelesaikan

kegiatan

pembelajaran
7. Menyampaikan tujuan pembelajaran
8. Mengajukan pertanyaan
Pemberian Acuan:
9. Menjelaskan ruang lingkup pembelajaran pada
pertemuan ini
10. Memberitahukan KI, KD, indikator, dan KKM
yang berlaku pada pertemuan kali ini
11. Menjelaskan mekanisme pelaksanaan pembelajaran

14

Waktu
10 menit

Kegiatan Pembelajaran
sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran
Kegiatan Inti
Mengamati:
12. Mengamati cerpen Sampah karya Afifah Afra
13. Membaca dalam hati cerpen tersebut

Metode

Waktu

Inkuiri

Menanya:

Tanya

14. Guru memberikan umpan dengan bertanya tentang

jawab

bagus cerpen tersebut, paham tidaknya siswa akan


cerpen terbut.
15. Guru memberikan umpan lagi dengan memberikan
pertanyaan, bagaimana cara kalian memahami
cerpen tersebut.
16. Siswa bertanya, cara dan proses menangkap makna
Mengumpulkan data:

Diskusi

65 menit

17. Siswa menganalisis unsur intrinsik cerpen


Mengasosiasi:
18. Siswa membentuk kelompok
19. Secara berkelompok siswa mendiskusikan hasil
temuannya tentang unsur intrinsik cerpen
20. Secara berkelompok menyimpulkan makna yang
terkandung di dalam cerpen tersebut berdasarkan
unsur-unsur pembangunnya.
Mengomunikasikan:
21. Tiap kelompok membahas hasil diskusinya di
hadapan kelompok lain
Kegiatan Akhir (Penutup)
Siswa:
Meresume poin-poin penting

15 menit
dalam

kegiatan

pembelajaran yang baru saja dilakukan


Menulis refleksi
Bersama guru menyimpulkan pembelajaran yang

baru saja dilakukan


Mengagendakan tugas dan materi untuk pertemuan
selanjutnya
Cerama

Guru:

Membimbing siswa untuk meemukan poin-poin


penting

dalam

pembelajaran

yang

baru

saja

dilakukan
Membimbing siswa untuk melakukan refleksi dan

melakukan evaluasi
Bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang

15

Kegiatan Pembelajaran
baru saja dilakukan
Memberi tugas kepada peserta didik,

Metode

menganalisis teks cerpen untuk menangkap makna


Menjelaskan mekanisme pengerjaan tugas
Menginformasikan agenda untuk pertemuan

selanjutnya
Memberi motivasi kepada siswa untuk membiasakan

Waktu

yaitu

diri membaca cerpen dan karya sastra lain sebagai


wujud apresiasi/ memberi penghargaan

DAFTAR PUSTAKA

Haryati, Nas. 2012. Handout Perkuliahan Pembelajaran Sastra. Semarang.


Majalah Bobo 36, 2014: 50-51
http://flippkids.com/2014/05/cerpen-pesan-sos-di-layang/ (diakses pada 6 Oktober
2014)
http://flippkids.com/2014/09/dongeng-petualangan-chaeleo-dan-tera/ (diakses pada
6 Oktober 2014)

LAMPIRAN

Lampiran Tugas I
SERATUS JUTA
(Taufik Ismail)
Umat miskin dan penganggur berdiri hari ini
Seratus juta banyaknya
Di tengah mereka tak tahu akan berbuat apa
Kini kutundukkan kepala, karena
Ada sesuatu besar luar biasa
Hilang terasa dari rongga dada
Saudaraku yang sirna nafkah, tanpa kerja
berdiri hari ini

16

Seratus juta banyaknya


Kita mesti berbuat sesuatu, betapun sukarnya.
1998
Republika, 16 Agustus 1998
Sajak-sajak Reformasi Indonesia

Lampiran Tugas II
A. Teks 1
Cerpen: Pesan SOS di Layang
(Flipp Magazine Team)
Musim layang-layang sudah tiba. Hampir setiap
sore hari, lapangan kampung Dio dipenuhi oleh
anak-anak yang sedang bermain layang-layang.
Seperti biasa, Dio akan mengajak Lia dan Rio
untuk bermain di lapangan kampung sambil
menunggu magrib. Tapi saat akan berangkat
bersama, Lia melihat sesuatu melintas di atas
kepalanya.
Lihat itu, teman-teman! Lia menunjuk benda
yang terbang ditiup angin. Itu layang-layang, ayo kita kejar!
Iya, itu layang-layang. Yuk kita kejar, seru Rio.
Dio, Lia, dan Rio mengejar layang-layang putus itu. Dibelakang mereka
sudah banyak anak-anak lain yang ikut mengejar. Memburu layanglayang memang sangat mengasyikkan. Melompati parit, lari di pematang
sawah sampai akhirnya layang-layang itu tersangkut di dahan pohon
mangga golek. Dengan sigap, Dio dan beberapa anak laki-laki memanjat
pohon untuk mengambil layang-layang. Dengan susah payah, tangan
mereka menggapai dahan paling ujung pohon mangga golek tempat
layang-layang tergantung.
Dio yang paling cepat berhasil menggapai ekor layang-layang. Dio turun
dengan senyum penuh kemenangan. Anak-anak lain terlihat kecewa tapi
mereka menyelamati Dio.
Dio, Lia, dan hhRio mengamati layang-layang itu. Layang-layang itu
bukan layang-layang biasa. Berwarna pelangi dengan bentuk bintang.
Ekornya berwarna silver metalic kalau terkena sinar matahari akan
berkilauan.
Wah ini layang-layang yang bagus banget. Kira-kira siapa yang punya
ya? Lia membolak-balik layangan itu. Eh teman-teman lihat! pekik Lia
sambil menunjukkan tulisan kecil di ujung salah satu sisi layang-layang
bintang.
SOS! Rio membaca tulisan itu. Maksudnya apa ya? kening Rio
berkerut.

17

SOS itu adalah tanda bahaya kode Morse Intenasional, jawab Dio
dengan serius. Dio memang punya hobi membaca buku. Jadi, Dio sering
menjadi perpustakaan berjalan buat teman-temannya.
Kita harus menolong orang ini! Lia memberi usul. Bisa saja yang
mengirimkan ini seorang anak yang sedang diculik, kata Lia paranoid
karena terlalu sering membaca berita penculikan.
Hush, jangan berpikir yang aneh-aneh, sergah Dio. Bagaimana kalau
kita sekarang cari darimana layang-layang ini berasal. Karena bisa aja
ada orang yang sedang membutuhkan bantuan.
Aku setuju, Rio mengacungkan tangan.
Dan dimulailah pencarian asal-usul layang-layang bintang dengan pesan
SOS itu.
Kita harus mulai mencari berlawanan dengan arah angin karena layanglayang ini terbang mengikuti arah angin, Dio menganalisis sambil
menunjuk arah selatan.
Rio dan Lia hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Dio. Mereka
berjalan pelan-pelan menyusuri pematang sawah yang tadi mereka lewati
saat mengejar layang-layang.
Kira-kira ini layang-layang siapa ya? tiba-tiba Rio bertanya sambil
melompati parit kecil.
Aku juga penasaran, kira-kira yang menerbangkan layang-layang itu ada
masalah apa ya? timpal Lia.
Yang penting kita berharap saja, semoga siapa pun yang punya layanglayang ini tidak kenapa-kenapa! kata Dio. Ayo kita bergegas!
Mereka mempercepat langkah. Akhirnya mereka sampai di tempat saat
pertama kali melihat layang-layang SOS itu terbang.
Sekarang bagaimana? Lia bertanya sambil menggaruk kepalanya yang
tidak gatal.
Dio dan Rio berpikir sambil melihat sekeliling. Hmm sepertinya layanglayang ini terbang dari arah ini! jawab Rio sekenanya sambil menunjuk
arah kiri. Mata Lia dan Dio mengikuti arah telunjuk Rio.
Mungkin saja. Tapi coba kita amati sekali lagi layang-layang ini! Lia
memberi usul.
Sepertinya ada sesuatu yang ganjil pada layang-layang ini.
Rio dan Dio sepakat. Mereka mengamati dengan seksama layang-layang
itu. Aku mencium bau sesuatu pada layang-layang! seru Rio tiba-tiba
sambil mencium layang-layang. Seperti bau ikan goreng! katanya.
Lia dan Dio ikut mencium layang-layang. Hebat, Rio. Kamu jenius. Gak
percuma kamu hobi makan! canda Dio
sambil tetawa menggoda Rio. Yang digoda
pura-pura cemberut.
Kalau begitu, pencarian kita lebih mudah.
Kita tinggal mencari rumah yang memasak
ikan goreng, pekik Lia girang.

18

Dio, Lia, dan Rio semakin semangat. Satu


persatu, mereka mencari rumah yang memasak
ikan goreng. Tapi tidak ada yang mempunyai
layang-layang bintang itu. Akhirnya Detektif
Tiga Sekawan memilih beristirahat di bawah
pohon mahoni.
Aku capek! Rio ngos-ngosan lagi.
Sudah hampir 20 rumah kita datangi. Tapi tetap tidak ada yang
kehilangan layang-layang, keluh Lia sambil memijit kakinya.
Tunggu dulu, teman-teman! Dio memberikan isyarat diam pada Lia dan
Rio. Sepertinya aku tahu dimana asal layang-layang ini.
Lia dan Rio saling bepandangan, Dimana? tanya mereka serempak.
Ayo ikut aku! Kalian pasti akan tahu nanti.
Rumah yang mereka datangi adalah rumah Geo, teman sekelas mereka.
Rumah Geo sederhana dan semi permanen, separuh memakai anyaman
bambu dan separuhnya lagi memakai tembok. Halamannya luas dengan
ditumbuhi pohon-pohon buah. Dio mengetuk pintu rumah Geo sambil
mengucap salam. Seorang ibu paruh baya keluar. Dio, Lia, dan Rio kaget
karena ibu yang keluar itu bukan ibu Geo. Pikiran-pikiran buruk mulai
menghantui mereka. Lia menyikut Rio cemas.
Jangan-jangan Geo diculik ibu ini lalu mengirimkan pesan SOS pada
layang-layang, begitu arti tatapan mata Lia pada Rio.
Selamat sore Tante. Geo ada tidak, Tante? tanya Dio sopan sambil
memberikan layang-layang.
Si ibu paruh baya tersenyum kecil. Geo ada. Sebentar ya! katanya
sebelum masuk ke dalam rumah dan keluar membawa Geo.
Terimakasih teman-teman. Kalian menemukan layang-layangku! ucap
Geo bahagia sambil menerima layang-layang dari tangan Dio.
Kamu tidak apa-apa? bisik Rio pada telinga Geo sambil melirik ibu
paruh baya yang melihat mereka dari ruang tamu.
Apa kamu diculik oleh ibu itu ya? tanya Lia dengan suara pelan.
Pesan SOS ini kamu yang tulis kan? kali ini giliran Dio yang bertanya.
Geo melirik si ibu paruh baya. Astaga, kalian mengira aku diculik ya?
Geo hampir tertawa. Itu tanteku yang menjagaku selama ibu dan ayah
menjenguk nenek! Geo memegang perutnya yang tiba-tiba geli.
Lalu pesan SOS ini? tunjuk Rio masih penasaran.
Oh ini. Ini singkatan nama kakekku. Yang membuatkan layang-layang ini.
Samsul Oscar Supranata disingkat SOS, jelas Geo.
Dio, Lia, dan Rio menepuk dahi mereka. Geo tertawa. Tapi terimakasih
ya. Ini layang-layang kesayanganku. Padahal aku sudah ikat dengan
benar di dahan pohon, tapi ternyata tertiup angin juga. Darimana kalian
tahu ini punyaku?
Bau ikan goreng. Kamu paling suka ikan goreng! tebak Dio. Lia dan Rio
ber-o bersama. Jadi ini alasan Dio membawa mereka kemari.

19

Mendadak Geo menjadi pucat. Ia berlari ke arah tantenya. Oh! Ternyata


karena terlalu asyik menonton sinetron, Tante Geo lupa sedang
menggoreng ikan. Dan saat itu Geo dan Tante sedang flu berat jadi tidak
bisa mencium apa-apa. Nyaris saja terjadi kebakaran andai Dio, Lia, dan
Rio tidak datang. Petualangan mereka akhirnya tidak sia-sia.
(http://flippkids.com/2014/05/cerpen-pesan-sos-di-layang/)

B. Teks 2
Dongeng: Petualangan Chaeleo dan Tera
(Flipp Magazine Team)
Pada suatu hari di dalam hutan belantara, seekor bunglon yang bernama
Chaeleo mendapatkan tugas dari ibunya untuk menangkap seekor
mangsa untuk membuktikan ketangguhannya. Sebelumnya Chaeleo
beberapa kali sudah ditugaskan hal serupa, akan tetapi ia tak pernah
berhasil.
Kali ini adalah kesempatan terakhirmu, Chaeleo. Jika kali ini kau gagal,
maka ibu akan mengusirmu dari rumah, ucap ibunya ketika ia hendak
berangkat.
Chaeleo akhirnya berangkat dengan perasaan gundah gulana. Ada satu
rahasia yang disembunyikn Chaeleo
dari keluarganya, termasuk sang ibu.
Rahasia yang menjadi salah satu
alasannya
tak
pernah
berhasil
menangkap mangsa seperti saudarasaudaranya.
Chaeleo
memiliki
kelainan. Tubuhnya selalu berubah
warna dengan warna kebalikan dengan warna. Akibatnya, tak pernah ada
satu ekorpun mangsa yang mendekatinya. Alasan lainya adalah Chaeleo
tidak pernah tega membunuh mahluk hidup. Maka jadilah Chaeleo
bunglon pemakan tumbuh-tumbuhan.
Setelah jauh berjalan, Chaeleo akhirnya tiba di sebuah pohon besar.
Menurut Chaeleo pohon tersebut adalah tempat berburu yang bagus
karena bunga-bunganya sedang bermekaran. Pasti para ngengat,
kumbang, kupu-kupu dan capung banyak berdatangan mendekati poho
ini, ucap Chaeleo seraya memanjat pohon tersebut. Benar adanya
dugaan Chaeleo. Tidak lama setelah Chaeleo berdiam di sebuah ranting,
seekor capung bersayap merah mendekatinya. Chaeleo bersiap
menangkap si capung bersayap merah. Namun betapa terkejutnya
Chaeleo ketika sang capung justru menyapanya dengan ceria.
Hai bunglon, warnamu sangat cantik, sapa capung tersebut seraya
hinggap di ranting kecil dekat Chaeleo. Dengan terbata-bata Chaeleo
mengucapkan terima kasih atas pujian capung itu. Chaeleo melihat warna
tangannya dan kemudian tersenyum masam. Bukannya berubah menjadi
warna coklat kehitaman seperti warna ranting yang ditempatinya,
Chaeleo justru berubah warna menjadi warna pink dengan garis-garis
ungu yang sangat cantik. Melihat wajah sedih Chaeleo capung tersebut

20

kemudian terbang mendekati Chaeleo dan berkata,


Bunglon yang cantik, apa gerangan yang membuatmu
bersedih?
Chaeleo kemudian menceritakan masalah yang sedang
di hadapinya kepada si capung. Mendengar cerita
Chaeleo, capung kemudian menawarkan dirinya untuk
membantu Chaeleo. Capung tersebut bersedia dibawa
pergi oleh Chaeleo untuk ditunjukkan kepada ibunya.
Pada awalnya Chaeleo menolak tawaran capung karena
khawatir dengan keselamatannya. Akan tetapi, capung
tersebut menyakinkan Chaeleo bahwa dirinya akan baik-baik saja.
Chaeleo pun akhirnya setuju dengan tawaran si capung. Di dalam
perjalanan menuju tempat ibunya, Cheleo berbincang-bincang dengan
capung tersebut. Dari perbincangan mereka, Chaeleo mengetahui bahwa
capung tersebut bernama Tera.
Tera, apakah kau tidak takut padaku? Aku adalah seekor bunglon dan
aku bisa saja memakanmu, tanya Chaelo kepada Tera.
Chaelo, ketika aku bertemu dengamu, aku dapat melihat bahwa kau
adalah seekor bunglon yang baik hati. Aku percaya bahwa kau tidak akan
memangsaku seperti bunglon-bunglon lainnya.
Demikianlah sepanjang perjalanan itu Chaeleo dan Tera asyik bertukar
cerita layaknya dua orang sahabat karib. Padahal, kali itu merupakan kali
pertama mereka bertemu.
Setibanya di rumah, Chaeleo mendapati rumahnya dalam keadaan sepi
dan berantakan. Chaeleo berteriak memanggil ibu dan saudarasaudaranya, akan tetapi tak ada yang menyahut. Justru tetangganya,
seeoker burung pipit yang muncul dengan wajah penuh kecemasan. Dia
menceritakan hal buruk yang menimpa keluarga Chaeleo. Penyihir
pemburu bunglon menangkap kaluargamu! Mereka membawanya ke arah
utara! seru si burung pipit kepada Chaeleo. Chaeleo lemas mendengar
berita itu. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Penyihir pemburu
bunglon adalah musuh yang mustahil untuk dikalahkan, bahkan oleh
bunglon terkuat sekalipun.
Untungnya Tera tahu banyak tentang penyihir pemburu bunglon. Tera
bercerita kepada Chaeleo alasan mengapa Penyihir pemburu bunglon
tidak pernah bisa dikalahkan oleh para bunglon. Alasannya adalah karena
kemampuan menyamar bunglon tidak berlaku bagi penyihir pemburu
bunglon.
Penyihir pemburu bunglon justru dapat melihat di mana bunglon
bersembunyi karena bunglon biasanya mengubah warna dirinya sesuai
dengan warna sekitarnya. Sedangkan kamu melakukan hal yang
sebaliknya. Artinya kamu pasti bisa menyelamatkan keluargamu. Bila
kamu mengubah warnamu seprti yang kamu lakukan ketika berburu,
maka penyihir tidak akan bisa mengetahui keberadaanmu. Ayuk ikuti aku!
Aku akan menunjukkan jalan menuju sarang penyihir pemburu bunglon.
Kita harus bergegas, Chaeleo, karena bila kita tidak sampai di sana
sebelum
matahari
terbenam,
maka
kesempatan
kita
untuk

21

menyelamatkan keluargamu akan hilang. Para


penyihir pemburu bunglon biasanya memakan
mangsa yang didapatkannya tepat ketika
matahari
terbenam,
ucap
Tera
dengan
antusias.
Tanpa membuang-buang waktu, Chaeleo dan
Tera segera berangkat menuju sarang si penyihir
pemburu bunglon. Setelah melewati sungai,
hutan dan lembah, akhirnya mereka tiba di
sarang si penyihir pemburu bunglon. Sarang para penyihir tersebut
terlihat sangat mengerikan. Matahari sudah hampir tenggelam Chaeleo,
waktu kita tidak banyak. Tunggu aku di sini! Aku akan terbang kedalam
sarangnya untuk melihat keadaan, bisik Tera kepada Chaeleo seraya
terbang ke dalam sarang penyihir pemburu bunglon. Tidak lama
kemudian, Tera keluar dari sarang dan menghampiri Chaeleo.
Chaleo, keluargamu ada di dalam sarang ini. Mereka diikat di sebuah
tiang, sedangkan si penyihir sedang merebus air dalam kuali untuk
memasak keluargamu. Aku akan masuk lagi untuk mengalahkan
perhatian si penyihir. Pada saat itu, kamu harus segera membebaskan
keluargamu, ucap Tera kepada Chaeleo.
Sesuai dengan rencana Tera, mereka kemudian masuk ke dalam sarang si
penyihir. Tera segera terbang ke hadapan si penyihir sambil berteriakteriak memanggil penyihir itu dengan sebutan penyihir jelek yang bau.
Sementara itu, tanpa membuang kesempatan, Chaeleo segera
membebaskan keluarganya. Tidak lupa Chaeleo meminta keluarganya
untuk bergegas meninggalkan tempat tersebut. Mendengar permintaan
Chaleo tersebut, ibunya menolak. Ia tidak ingin meninggalkan anak yang
dikasihinya itu di dalam sarang penyihir. Akan tetapi Chaeleo berkata,
Maafkan aku, Ibu. Akan tetapi aku tidak bisa meninggalkan sahabatku.
Jangan khawatir, Bu. Aku berjanji akan segera menyusulmu, ucap
Chaeleo kepada ibunya. Dengan berat hati ibu Chaeleo pergi
meninggalkan sarang penyihir bersama dengan anak-anaknya yang lain
yang sudah menyelamatkan diri terlebih dahulu.
Sementara itu si penyihir masih berusaha menangkap Tera menggunakan
puntung kayu bakar yang masih panas merekah. Tanpa sepengetahuan
penyihir, Chaeleo menumpahkan minyak di sekitar kuali, lalu memberi
isyarat kepada Tera agar memancing penyhir itu mendekati kuali. Ketika
si penyihir tepat berada di samping kuali, dengan cepat Chaeleo
melompat ke wajah penyihir kemudian menggigit hidungnya dan segera
melompat ke tanah. Si penyihir yang kaget sekaligus kesakitan,
kehilangan keseimbanganya dan menginjak tumpahan minyak di dekat
kuali yang mengepulkan uap panas. Tidak terelakkan, air mendidih yang
berada di dalam kuali itu mengguyur badan si penyihir. Penyihir yang
jahat tersebut akhirnya meninggal karena air rebusannya sendiri. Melihat
penyihir yang sudah tidak berdaya, Chaeleo dipenuhi dengan kelegaan
yang teramat besar. Ia kemudian berterima kasih kepada sahabatnya,
Tera.

22

Ini adalah petualangan pertama kita, Chaeleo, ucap Tera dengan nada
bahagia kepada Chaeleo dalam perjalanan menuju rumah Chaeleo.
Aku tidak sabar menunggu petualangan kita selanjutnya, timpal
Chaeleo penuh semangat.
Setibanya di rumah, Chaeleo disambut ibunya dengan penuh perasaan
haru. Ibunya sangat bersyukur karena Chaeleo selamat. Ia juga berterima
kasih kepada Chaeleo karena Chaeleo telah menyelamtkan nyawa
keluarga mereka.
Ibu juga minta maaf atas sikap ibu yang kurang baik selama ini, ucap
ibu Chaeleo dengan penuh sesal.
Tidak apa-apa, Bu. Aku telah memaafkan Ibu jauh dari sebelum ini. Aku
tahu bahwa Ibu selalu menyayangiku salama ini, balas Chaeleo.
Perkenalkan, Bu, ini sahabatku, Tera, tambah Chaeleo seraya
memperkenalkan Tera kepada ibu dan saudara-saudaranya. Setelah
memperkenalkan sahabatnya, Chaeleo kemudian kembali berkata kepada
ibunya, Maafkan aku, Bu. Akan tetapi, aku sudah memutuskan untuk
pergi bersama dengan Tera dan berpetualang bersama. Ibu tidak usah
khawatir, aku berjanji bahwa aku akan selalu menjaga diriku baik-baik
dan mengunjungi kalian dari waktu ke waktu.
Sejak saat itu, dimulailah petualangan Chaeleo dan Tera bersama.
(http://flippkids.com/2014/09/dongeng-petualangan-chaeleo-dan-tera/)

C. Teks 3
Ketika Abe Belajar Marah
(Oleh Nurhayati Pujiastuti)
Aku ingin sekali belajar marah. Marah, seperti Tino yang kalau marah
suka berteriak dan membuat teman-temannya takut. Marah seperti Ojay
yang kalau marah bisa melempar batu dan kadang-kadang batu itu kena
kaca jendela orang. Atau marah seperti Ninis yang kalau marah suka
menangis berguling-guling di depan rumahnya.
Abe ingin sekali belajar marah. Tidak diam saja. Abe juga ingin merasakan
melotot, mencubit atau menangis.
Tidak apa-apa kalau Abe ingin marah, ujar Bunda ketika menyediakan
roti berlapis mentega, keju dan telur dadar. Itu namanya kamu punya
perasaan.
Abe memandangi Bunda.
Bunda sudah tua sebenarnya. Namun Abe tidak melihat muka Bunda
penuh kerutan. Bunda bilang, tetangga depan rumah umurnya sama
sepeti Bunda. Namun Abe dan anak-anak yang lain suka seram
melihatnya. Mukanya galak.
Marah itu artinya menyimpan api

23

Abe cemberut. Bunda selalu bilang begitu. Kalau marah itu artinya ada
api di dalam hati. Panas rasanya. Kalau tidak marah itu seperti ada lautan
di dalam hati.
Akan tetapi Abe juga ingin marah. Abe ingin belajar teriak, Abe ingin
belajar menangis, Abe juga ingin membuat teman yang nakal padanya
jadi tahu kalau Abe bisa marah.
Tidak apa-apa, kali ini Bunda mengelus kepala Abe. Abe harus banyak
belajar tentang perasaan. Kalau ada teman kamu yang nakal, kamu boleh
marah. Apalagi kalau teman kamu itu sampai membuat kamu terluka.
Abe mendengarkan.
Siapa, ya, temannya yang pernah membuatnya marah?
Aha, Tito. Tito pernah mendorong tubuh Abe sampai Abe jatuh ke dalam
selokan. Abe ingin marah pada saat itu, tetapi ibu Tito cepat datang dan
menolong Abe. Di depan Abe, Tito juga dijewer oleh ibunya. Melihat Tito
kesakitan dijewer, Abe merasa tidak perlu marah lagi karena Tito sudah
mendapat balasannya.
Tidak apa-apa, asal kamu marah yang benar, ya? ujar Bunda ketika
mengantar Abe sampai di pintu pagar rumahnya. Marah itu juga tidak
selalu harus teriak atau memukul.
Abe mengangguk. Hari ini Abe niatkan untuk belajar marah.
Emak aku suka marah, jadi aku ikut-ikutan, Wawan bercerita sambil
tertawa.
Enak rasanya?
Wawan memandangi Abe. Lalu menggeleng. Kalau habis marah, aku jadi
capek.
Abe mengangguk. Capek itu yang Abe tidak ketahui.
Kemarin aku kena jewer Bapak karena teriak-teriak di rumah waktu ada
tamu. Tamunya sampai kaget dan Bapak bilang aku sudah bikin malu.
Habis, Bapak juga suka teriak kalau di rumah, Wawan melanjutkan.
Abe mendengarkan sambil memandangi wajah Wawan.
Aku suka berteman dengan kamu karena kamu tidak nakal. Emak bilang,
aku boleh berteman sama kamu saja soalnya kamu baik, kali ini Wawan
merangkulkan tangannya di bahu Abe.
Abe tersenyum.
Teman yang lain juga sering berkata seperti itu.
Marah.
Abe ingin marah. Mara seperti teman-temannya yang lain. Namun Abe
tidak tahu bagaimana caranya.

24

Bunda dan Ayah tidak pernah mengajarkan marah dengan teriak-teriak


atau memukul. Bunda dan Ayah kalau marah hanya diam.
Awas Abe! tiba-tiba sebuah bola mendarat di kepala Abe.
Sosro berlari mendekat sambil tertawa.
Abe cemberut. Diam dan langsung berlari pulang.
Abe marah. Rasanya seperti ada api di hatinya.
Mungkin ini yang Bunda maksudkan. Marah setiap orang itu tidak selalu
sama. Dan marahnya Abe adalah dengan diam.
(Sumber: Majalah Bobo Edisi 36, 11 Desember 2014, halaman 50)

Lampiran Tugas III


SAMPAH
(Oleh Afifah Afra)
Ketika lelaki tua itu mulai muncul dengan suara cempreng khasnya,
sebenarnya segenap penduduk gang yang berjubel itu menyambut
dengan gembira. Kemunculan lelaki ramah yang mengaku berasal dari
bagian timur Jawa itu seakan menjadi solusi bagi problem pelik yang
dihadapi oleh para penduduk: sampah!
Tanpa disadari, setiap hari satu rumah membuang limbah paling
sedikit satu keranjang sampah. Padahal jumlah rumah di gang itu benarbenar telah melampaui batas yang wajar. Yang disebut rumah di gang itu
sebagian besar hanyalah petak sempit berukuran 4 x 3 meter persegi,
masing-masing dihuni kira-kira 4 hingga 5 jiwa. Bahkan rumah-rumah
seperti milik Pak Derma atau Aa Karta, jubelan penghuninya berkisar
mencapai satu lusin. Tak terbayangkan, para manusia saling bertumpuk
seperti ikan asin di keranjangnya.
Maka produksi sampah pun menjadi tak terkontrol. Setiap hari,
sampah bertumpuk di sebuah bak ukuran 2 kali 3 yang dibangun secara
swadaya. Tiap sore, sampah itu dibakar oleh warga yang dijadwal
bergiliran. Namun karena out of control itulah, lama-lama pembakaran itu
tidak lagi menjadi hal yang efektif. Sampah pun menggunung, kian hari
kian menebarkan bau busuknya.
Oleh karenanya, kemunculan lelaki ramah
sampahnya itu benar-benar disambut gembira.

dengan

gerobak

Sampaaah! Sampaaah! begitu teriaknya.


Istriku sering merasa heran, karena ia mengaku baru pernah
menjumpai tukang sampah yang setiap kali meneriakkan berita
kedatangannya.
Seperti pedagang keliling saja, ujar istriku. Sebenarnya aku pun
belum pernah menjumpai tukang sampah seperti itu, tetapi aku tidak
perlu menganggap hal tersebut sebagai hal yang aneh.
Mungkin dia sengaja mengabarkan kedatangannya, agar orang
yang belum sempat buang sampah menjadi tahu, dan segera mengambil
25

sampah-sampahnya dari rumah untuk ia angkut dengan gerobaknya itu,


dugaku. Tampaknya dugaanku itu memang benar. Lelaki ramah itu
sengaja memberi kesempatan kepada para warga untuk mengambil
sampah-sampah yang belum tersedia di depan rumah. Alhasil, setiap
hari, begitu keluar dari gang itu, gerobak lelaki ramah yang semula
kosong begitu masuk ke mulut gang, akan penuh berjubel begitu keluar
dari gang tersebut.
Untuk pekerjaannya itu, aku melihat pendar kebahagiaan tersendiri
memancar di wajah lelaki ramah itu.
Saya menganggap pekerjaanku ini adalah pekerjaan yang sangat
mulia, Nak! jawab lelaki itu ketika kutanya akan semangatnya yang
membuatku iri. Lantas aku pun membisikkan sesuatu ke istriku. Lelaki itu
pahlawan, dik.... Istriku tak menjawab, sehingga aku tak tahu pasti,
apakah ia setuju atau tidak dengan pernyataanku.
***
Tiba-tiba muncul sebuah problem baru berkaitan dengan sampah
itu. Aku baru menyadari ketika suatu pagi di hari libur, aku membantu
istriku membersihkan rumah petakan yang kami sewa dengan harga dua
ratus ribu sebulan itu. Tertatih aku mengangkat kardus besar penuh berisi
sampah, yakni kertas-kertas yang sebagian telah dikerikiti tikus-tikus
bandel, sepatu bekas yang sudah rusak, baju-baju yang juga telah sangat
usangbahkan untuk sekadar diturunkan derajat menjadi lap, serta
beberapa buah tas yang beberapa lama menjadi rumah kecoa.
Hm... ternyata rumah kita ini jorok juga, ya? ujarku.
Bukan rumah kita yang jorok, tetapi tikus dan kecoa di gang ini
yang terlalu rese, Mas! bela istriku. Mereka keluar masuk seenaknya.
Obat dan racun tikus sudah tak mempan saking saktinya mereka kini.
Gang ini memang sudah tak sehat
Aku tersenyum tipis mendengar ucapan istri yang baru beberapa
bulan kunikahi itu. Di luar, kulihat Bu Asnah, Pak Diki dan Aa Karta tengah
sibuk dengan keranjang sampahnya juga.
Sampah... sampaaah!
Hm... tepat sekali kedatangan lelaki ramah itu.
Sampah, Pak! ujarku. Lelaki itu mengangguk santun. Ia dorong
gerobak besarnya menyusur jalan sempit yang pas betul dengan ukuran
gerobak itu menuju ke arahku.
Hei... cepatlah lewatnya! Bau, tahu! teriak Pak Parlian tiba-tiba,
ketus. Dan memang, begitu gerobak itu lewat, serangkum bau busuk
tercium dengan sangat tajam. Bisa sakit aku dibuatnya sama bau itu.
Iya! sambut Pak Sinaga, setali tiga uang. Tahu bau busuknya
minta ampun, sengaja diperlambat lagi jalannya. Dasar tidak tahu diri!
Aku tertegun, lelaki pengangkut sampah itu pun tertegun. Sejenak
ia terdiam, lalu serangkai kata-kata halusnya pun keluar.
Jadi, keberadaan saya mengganggu?

26

Eh, jadi kau ini tak sadar? ujar Pak Diki. Sampah yang kau bawa
ini sumber penyakit, tahu!
Belum lagi, gerobaknya segede truk, bikin yang berpapasan
terpaksa harus ngacir keluar gang, kalau tidak mau muntah-muntah
mencium baunya. Tambah Pak Sinaga lagi.
Pak Sampah, Aa Karta, ketua RT di gang kami, tampak mencoba
menengahi, kami usul, bagaimana jika mengambil sampahnya jangan
pagi-pagi, tapi siang saja, saat kita, para lelaki ada di luar rumah, saat
mereka bekerja?!
Pak Sampah berpikir sejenak. Lalu ia mengangguk-angguk sambil
tersenyum luruh. Baiklah... saya akan datang mengambil sampah setiap
siang.
Masalah selesai, desisku. Bersyukurlah, karena Pak Sampah
ternyata memiliki hati seluas samudera, sehingga tidak menjadikan
masalah menjadi berlarut-larut.
***
Ternyata aku salah duga. Para bapak memang tak lagi melempar
segudang komplain dengan keberadaan Pak Sampah. Mereka tak harus
berpapasan dengan gerobak bau itu saat berangkat kerja, dan begitu
mereka pulang, sampah-sampah telah tercerabut dari gang sempit itu.
Enak sekali, bukan?
Sayangnya, hal tersebut ternyata tidak dirasakan oleh kaum ibu.
Mereka mengeluh panjang pendek di hadapan ketua RT, Aa Karta. Aku
yang kebetulan bertempat tinggal tepat di samping A Karta tentu saja
mendengarnya. Bagaimana tidak? Batas antara rumah yang satu dengan
rumah lainnya di gang ini hanya selembar triplek tipis, sementara suara
para ibu nyaris mengalahkan deru mesin pabrik.
Pak RT, kenapa tukang sampah itu sekarang datangnya pas siang?
Kami jadi merasa terganggu. Saat siang itu waktunya kami
bercengkerama, ngobrol-ngobrol ngegosip di depan rumah, ujar Bu
Anton, berapi-api.
Betul sekali! lengking Bu Asnah, penjual gado-gado. Bayangkan,
setiap saat saya disibukkan bagaimana cara membuat gado-gado yang
lezat, dan apa yang saya lakukan itu menjadi buyar karena bau busuk
itu!
Pak RT harus membuat kebijakan tentang hal ini!
Ya. Kami tidak mau terima!
Baiklah, A Karta menimpali. Nanti saya akan coba bicara
dengan Pak Sampah. Kalian mengusulkan kapan?
Sore saja! ujar Bu Asnah. Kalau sore, kita kan sedang berkumpul
di rumah. Kita bisa menutup pintu rapat-rapat saat gerobak busuk itu
datang.
Setuju! teriak yang lain.
Baiklah, saya akan mencoba bicarakan hal itu!

27

Aku dan istriku yang kebetulan mendengarkan pembicaraan itu


hanya bisa saling pandang.
***
Masalah baru kembali muncul. Kali ini, anak-anak yang bersuara
lantang.
Waktu sore itu saatnya kami bermain! Kalau sampah itu datang,
kami harus lintang pukang kabur. Kami nggak terima!
Akhirnya, waktu pengambilan sampah pun diganti malam hari.
Kupikir tak akan ada yang dirugikan dengan keputusan itu. Bapak-bapak,
ibu-ibu, juga anak-anak. Saat malam, semua terlelap. Satu-satunya yang
dirugikan, tentu saja Pak Sampah itu sendiri. Namun dengan wajah tanpa
goresan amarah, lelaki itu setuju dengan permintaan para warga.
Saya biasa tidur selepas shalat Isya, dan bangun malam hari,
sekitar jam satu malam. Nah, nanti saya akan mengambil sampah ini jam
satu malam.
Apa tidak dingin, Pak? tanyaku. Lelaki itu tersenyum.
Tak apa, Nak! Sudah kewajiban saya! Ini memang pekerjaan saya.
Saya tidak mau membuat para langganan saya kecewa.
Padahal dia hanya seorang tukang sampah, aku menelan ludah.
***
Mas...! istriku berlari dengan tergopoh-gopoh, persis ketika aku
baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu sempit rumah kontrakanku.
Orang-orang di sini memang sudah kelewat batas!
O, ya? aku meletakkan tas berisi laptop buntut yang biasa
menemaniku bekerja pada sebuah kantor redaksi majalah bertiras
minimal itu di atas karpet. Terus terang, aku letih sekali, karena harus
lembur dan pulang malam seperti saat ini. Beruntung istriku masih
terjaga. Paling tidak, secangkir kopi susu dan semangkok mie rebus pasti
sudah menunggu di meja makan.
Tahu nggak mas, tadi ada keributan di sini.
Keributan? Pantas istriku belum tidur.
Itu lho, anak-anak muda yang suka genjrang-genjreng di kardu
siskamling sambil mabuk-mabukan. Barusan mereka nggebukin orang!
Siapa yang digebukin?
Pak Sampah. Mereka marah, karena bau sampah itu mengganggu
kesenangan mereka. Nah, karena luka parah, Pak Sampah akhirnya
dilarikan ke rumah sakit....
Lidahku mendadak terasa kelu.

***
Kutatap sampah yang menggunung di mulut gang. Sudah
seminggu lebih sampah-sampah itu tertumpuk di sana. Tak ada lagi yang
datang dengan gerobak dorongnya untuk memungutinya. Pak Sampah

28

masih tergeletak tak berdaya di ranjang kelas ekonomi sebuah rumah


sakit
proletar.
Dua
orang
tukang
sampah
yang
mencoba
menggantikannya hanya bertahan masing-masing dua hari dan sehari.
Hanya Pak Sampah yang sanggup menghadapi ketidaktahudirian
warga gang sumpek ini.
Mas, mobilnya sudah datang! ujar istriku, memecah lamunan.
Aku tersentak. Segera kuraih tas terakhir yang tergeletak di rumah
kontrakanku. Mantan kontrakan, karena mulai hari ini, alhamdulillah aku
sudah bisa menempati rumah sendiri, meski harus mencicil selama
limabelas tahun.
Sampah... sampah...!!
Suara cempreng itu mengiang di telingaku.
*) pernah dimuat di majalah Annida

29

Anda mungkin juga menyukai