Anda di halaman 1dari 4

SI PUTIH MANIS GURIH BERBAJU HIJAU

Tangan itu dengan cekatan mengaduk adonan yang tampak semakin kalis. Sedikit demi
sedikit dituangkannya santan gurih manis untuk mengentalkan adonan.

Pagi di sebuah rumah yang terletak di tepian kota, seorang Ibu tengah sibuk
membersihkan daun pisang. Setelah ditanya oleh tetangganya yang kebetulan lewat di
depan rumah, Alfiah (60) berterus terang “nggo gawe dodol takir”, jawabnya.

Ya, dodol takir. Nama dari salah satu jenis jajanan lokal daerah Tegal.
Eksistensinya belum naik daun, bahkan yang asli orang Tegal pun belum tentu tahu
jajanan ini. Saya pernah bertanya kepada teman indekos yang juga berasal dari Tegal
dan dia tidak tahu. Saya juga bertanya kepada teman satu rombel saya yang berasal dari
Slawi, dia pun tidak tahu tentang jajanan tradisional yang bernama dodol takir. Miris
sekali, apa saya yang satu-satunya tahu tentang jajanan ini? tanya saya saat itu.

Saya mengenal dodol takir dari kecil, dan menjadi salah satu
jajanan favorit. Saya mempunyai nyai (adik dari nenek) yang
merupakan seorang pembuat jajanan tradisional. Biasanya, beliau
menerima pesanan dari orang-orang yang punya gawe atau
hajatan seperti khitanan, perkinahan, dan lain sebagainya. Nah,
dodol takir ini yang menjadi primadona dari sekian banyak
jajanan yang di pesan. Alasannya biasa, karena nyai Jeni membuat
jajan dodol takir dengan sangat enak, kata mereka seperti itu.

Sepeninggal beliau, jarang ada pembuat jajanan tradisional lain yang juga
membuat dodol takir, terutama di lingkungan desa saya. Tiap ada hajatan, sudah jarang
saya temui jajanan berwarna putih berbungkus daun hijau terhidang. Di pasar pun
jarang saya temui penjual jajan tradisional yang menjual dodol takir. Tapi, ini bukan
berarti eksistensi dodol takir berakhir. Alfiah yang merupakan keponakan dari nyai Jeni
masih ingat resepnya dan terkadang membuatnya, walaupun jarang sekali. Ya, hanya
membuat untuk dikonsumsi sendiri saja bukan dijual atau bagaimana.

Dodol takir berbeda dari kebanyakan dodol lainnya. Bila dodol yang lain memiliki
rasa dominan manis atau asam, maka dodol takir dominan memiliki rasa gurih dengan
kadar manis yang sedang. Perbedaan lainnya adalah dari tempat penyajian. Dodol takir
disajikan di tempat yang dinamakan takir, sebuah bungkus kecil dari daun pisang. Dari
tempat penyajian inilah maka dinamakan dodol takir.

Dodol takir berbahan dasar tepung ketan. Bahan lainnya adalah santan, gula,
vanili, garam, daun pandan, dan sedikit minyak sayur. Sedangkan peralatan yang
dibutuhkan adalah kompor (baiknya kompor berbahan bakar kayu), panci besar
bersarang, loyang, sendok, staples, gunting, dll. Proses pembuatan jajan ini terbilang
rumit, bahkan Alfiah pun mengakuinya. Hal inilah yang menjadi penyabab mengapa
jajanan ini sangat jarang dijual di pasaran. Meskipun sebenarnya rumit bersifat relatif
bagi tiap orang.

Proses pembuatan dodol takir berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya


dikelompokkan menjadi tiga. Pembuatan takir sebagai tempat penyajian atau bungkus
adonan, pembuatan adonan, dan pengukusan.

Pertama, pembuatan takir.


Takir dibuat dengan daun pisang,
Alfiah merekomendasikan daun
pisang kluthuk, karena jenis daun
pisang ini bertekstur lemas, tidak
kaku, sehingga mudah dibentuk-
bentuk dan dilipat-lipat. Untuk
membuat takir, pertama daun pisang dipotong atau diseseti menurut ukuran tertentu,
setelah itu dibersihkan. Kedua, daun pisang yang sudah dibersihkan kemudian dilipat
menjadi dua, kemudian dipotong bentuk persegi menggunakan gunting agar rapi.
Ketiga, bentuk menjadi takir dengan menstaples empat dudut persegi. Proses ini
membutuhkan waktu yang lama.

Kedua, proses pembuatan


adonan. Tepung ketan dibuat
adonan dengan menambahkan
santan yang sudah dimasak
terlebih dahulu dengan gula pasir,
garam, dan daun pandan. Setelah
itu dituangkan ke tepung ketan
sedikit demi sedkit agar tidak menggumpal. Lalu, tambahkan vanili. Adonan yang
dihasilkan adalah adonan yang kental, jangan terlalu encer. Setelah adonan selesai,
maka didiamkan terlebih dahulu agar adonan mengembang.

Setelah itu, oleskan takir dengan minyak sayur. Hal ini bertujuan agar tidak
lengket. Langkah selanjutnya adalah menyajikan adonan ke dalam takir. Proses ini
butuh kehati-hatian agar adonan yang dimasukkan ke dalma takir tidak luber. Pastikan
takir yang dijadikan sebagai tempat adonan sudah diolesi minyak sayur. Bila belum
maka jajan akan sangat lengket.

Ketiga, proses pengukusan. Dalam proses ini dibutuhkan panci bersarang dan
loyang. Adonan dalam takir diletakkan di loyang, hal yang perlu diperhatikan adalah
jangan ditumpuk. Tata dengan rapi di dalam loyang, baru setelahnya loyang tersebut
dimasukkan ke dalam panci bersarang. Jadi, tumpuk dua, ada loyang dan panci. Hal yang
perlu diperhatikan lagi adalah bara api dan waktu. Bara api saat mengukus harus besar.
Lebih bagus lagi bila menggunakan tungku yang berbahan bakar kayu, karena panasnya
stabil. Bila menggunakan kompor usahakan bara apinya besar. Tiap pengukusan
memerlukan waktu 1 jam.

Melihat proses yang demikian lama itu, maka maklum apabila jarang sekali
pembuat jajanan tradisional di daerah Tegal membuat dodol takir, mungkin inilah
penyebab utama mengapa dodol takir jarang sekali ditemui di pasar dan sedikit orang
yang tahu akan eksistensinya. Kepada Vina (15) mengaku pernah sekali dua kali makan
dodol takir itu pun waktu dia masih SD. Dia mengaku menyukai dodol takir karena
rasanya yang sangat gurih, manis, dan kenyal. Ia juga mengaku bahwa lebih menyukai
dodol takir dibanding jenis dodol yang lain karena rasanya yang khas dan merupakan
produk lokal Tegal. Vina berharap, masih ada yang sadar untuk melestarikan, minimal
membuat dodol takir menjadi terkenal.

Sedangkan Anggun (7) menjawab tidak tahu saat ditanyai tentang dodol takir, dia
pun belum pernah memakannya. Dan saat pertama kali mencoba dodol takir buatan
Alfiah, neneknya dia langsung suka dan minta tambah. ”Mbah Putri, jajannya enak. Mau
lagi ya..” Mintanya kepada nenek sambil mengambil dua buah dodol takir yang masih
hangat di piring.
Memang, melestarikan bukanlah usaha yang mudah. Semakin waktu beralih, pasti
akan ada yang tersisih. Saya tidak tahu semangat apa yang ada pada diri nyai Jeni untuk
terus membuat dodol takir walau proses pembuatan rumit dengan upah yang tidak
seberapa. Kutangkap satu kalimat yang dulu sering diucapkan saat saya disuruhnya
mengantar jajan ke tetangga, “sing penting esih bisa ngrasakna dodol takir, esih bisa
nggawe, tur esih akeh sing seneng” (yang pentong masih bisa merasakan dodol takir,
masih bisa membuat, dan masih banyak yang suka).

Ah, saya menyesal mengapa tidak sempat mencuri resep jajan tradisional kepada
nyai Jeni padahal saya bisa menjadi agen pelestari. Jadi, agar tidak menyesal saya mulai
mencuri resep dari nyai Jeni melalui Alfiah, Ibu saya. Semoga dengan cara ini kita semua
bisa menjadi agen pelestari.

Anda mungkin juga menyukai