Rifda Nur Hamidah
Rifda Nur Hamidah
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
11170130000044
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Mengesahkan,
Dosen Pembimbing
JAKARTA
2022
ABSTRAK
Rifda Nur Hamidah (NIM: 11170130000044), ―Nilai Pendidikan
Karakter dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari dan Impleikasinya
pada Pembelajaran Sastra Di SMP‖. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2022.
Pendidikan karakter menjadi suatu hal yang krusial bagi pelajar. Nilai
pendidikan karakter ini menjadi titik penting yang akan menunjukan kemajuan
atau kemunduran suatu bangsa di masa depan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui unsur intrinsik atau pembangun cerita dan nilai pendidikan karakter
yang terdapat di dalam novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif kualitatif, sedangkan
tinjauannya menggunakan teori nilai pendidikan karakter dari Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 pasal 2
ayat 1. Adapun di dalam penelitian ini terdapat analisis unsur intrinsik seperti
tema, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan
amanat. Hasil dari peneilitian ini juga menunjukan adanya beberapa nilai
pendidikan karakter pada novel Rapijali :1 Mencari karya Dee Lestari, yaitu nilai
toleransi, disiplin, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan peduli
sosial. Penelitian novel Rapijali 1 Mencari karya Dee Lestari ini dapat
diimplikasikan dalam pembelajaran sastra di SMP khususnya pada KD 3.17 dan
4.17 yang berkaitan dengan menemukan informasi dari buku fiksi serta membuat
peta konsep dari buku fiksi. Selain itu, novel ini dapat menguatkan nilai-nilai
pendidikan karakter pada peserta didik sesuai dengan konsep pendidikan karakter
pada kurikulum 2013.
i
ABSRACK
Rifda Nur Hamidah (NIM: 11170130000044), "The Value of Character
Education in The Neatjali Novel 1: Looking for Dee Lestari's Work and Its
Implications for Literature Learning in Junior High Schools". Department of
Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher
Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2022.
Character education is crucial for students, especially in Indonesia. The
value of student character is now an important point that will show the progress or
decline of a nation in the future. This study aims to find out the intrinsic elements
or story builders and the value of character education contained in the novel
Rapijali 1 Looking for Dee Lestari's work. The method used in this study is a
qualitative descriptive method, while the review uses the theory of the value of
character education from the Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 pasal 2 ayat 1. In this study, there is an
analysis of intrinsic elements such as themes, plots/ plots, characters and
characterization, settings, points of view, language styles, and mandates. The
results of this research also show that there are several values of character
education in the novel Rapijali: 1 Looking for Dee Lestari's work, namely the
values of tolerance, discipline, democracy, curiosity, respect for achievements,
and social care. The research on the novel Rapijali 1: Mencari Looking for Dee
Lestari's work can be implied in literature learning in junior high schools,
especially in KD 3.17 and 4.17 which are related to finding information from
fiction books and making concept maps from fiction books. In addition, this novel
can strengthen the values of character education in students in accordance with the
concept of character education in the 2013 curriculum.
Keywords: Rapijali, Character Education, Character, Millennial.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. karena atas
limpahan rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Selawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan seluruh umat
yakni nabi Muhammad Saw..
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari adanya bimbingan,
motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Sururin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Makyun Subuki, M.Hum. selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Ahmad Bahtiar, M. Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan
sabar membimbing, mengajari, dan memotivasi penulis agar mampu
menyelesaikan skripsi ini;
6. Seluruh dosen dan Staf FITK, khususnya jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia;
7. Kedua orang tua penulis, Abi dan Ibu yang selalu mendoakan,
mendukung, dan memberikan kasih sayang dan cinta yang terbaik untuk
penulis;
iii
8. Keempat kakak penulis, Siti Roziqoh, Syahrul Mustofa, M.Si., Hikmatul
Mardiyah, S.Pd., dan Daud Bachtiar, S.Hum. terima kasih atas doa,
contoh, dan motivasinya;
11. Ibu Muna Hasan, S.Si, Ibu Dra. Risa Andriani, dan Ibu Liliani
Haretnowati, S.P, terima kasih telah menjadi orang tua kedua yang selalu
mendukung dan mendoakan yang terbaik bagi penulis.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACK ................................................................................................ ii
v
2. Alur/Plot ...................................................................................... 11
3. Tokoh dan Penokohan ................................................................. 13
4. Latar ............................................................................................ 13
5. Sudut Pandang ............................................................................ 15
6. Gaya Bahasa ................................................................................ 15
7. Amanat ........................................................................................ 15
C. Pendekatan Pragmatik Pada Karya Sastra ........................................ 16
D. Hakikat Nilai Pendidikan Karakter ................................................... 17
E. Pembelajaran Sastra Indonesia di sekolah ........................................ 31
F. Penelitian Relevan ............................................................................ 32
vi
5. Menghargai Prestasi ................................................................... 89
6. Peduli Sosial ............................................................................... 94
C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di SMP ............................. 98
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LEMBAR UJI REFERENSI
PROFIL PENULIS
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Karya-karya Dee Lestari ............................................................... 39
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Karta Raharja Ucu, https://www.republika.co.id/berita/qwp7ny282/game-online-bikin-
kecanduan-masa-depan-bangsa-terancam-part1, diunduh pada Sabtu, 18 Juni 2022, pukul 06.11.
1
2
pembelajaran jarak jauh diberlakukan. Hal tersebut dilakukan oleh anak karena
tidak dapat keluar dari rumahnya.2
Nilai edukatif atau lebih spesifiknya nilai pendidikan karakter ialah sebuah
nilai yang sedang digerakkan dalam pendidikan bangsa Indonesia ini, sebab
pemerintah dan masyarakat Indonesia mulai menyadari bahwa pendidikan
karakter merupakan hal dasar yang harus ditanamkan pada calon penerus bangsa.
Terlebih dengan adanya kasus pandemi yang tak kunjung surut, pergaulan yang
semakin tak beraturan, kita harus menyelamatkan karakter anak bangsa dengan
pendidikan karakter yang tepat, sehingga mereka mampu menjadi penerus bangsa
yang mampu membawa kepada nilai-nilai kebaikan.
Menurut Ratna hampir 90% kasus siswa putus sekolah berasal dari sekolah
swasta dan 75% kasus berasal dari jenjang SMA/SMK.4 Oleh karenanya,
kehadiran tokoh Ping dan Inggil di novel Rapijali 1: Mencari ini dapat
memotivasi para pelajar di era milenial seperti ini untuk tetap mendapatkan
2
Ibid.
3
Inas Widyanuratikah dan Agus Yulianto, ―Inilah alasan Anak Putus Sekolah Menurut
KPAI‖ https://www.republika.co.id/berita/qpjcj4396/ini-alasan-anak-putus-sekolah-menurut-kpai,
diakses pada 21 Juni 2021, pukul 12.38 WIB.
4
Sania Mashabi, ―KPAI: Angka Putus Sekolah pada Masa Pandemi Covid-19 Cukup
Tinggi‖, https://nasional.kompas.com/read/2021/03/06/12561341/kpai-angka-putus-sekolah-pada-
masa-pandemi-covid-19-cukup-tinggi diakses pada 21 Juni 2021, pukul 13.01 WIB.
3
Dewi lestari ialah salah satu penulis yang produktif asal Indonesia. Karya-
karya yang diterbitkannya semuanya menjadi best seller. Bukunya banyak
diminati oleh semua kalangan, sebab isu yang diangkat oleh Dee Lestari
kebanyakan mengandung nilai-nilai yang mampu diapliaksikan dalam kehidupan
di sekitar kita. Misalnya pada novel Rapijali 1: Mencari yang terbit pada tahun
2021 ini membahas mengenai mimpi dan kegundahan anak muda mengenai masa
depannya. Alur ceritanya, seperti kehidupan yang terjadi di masa pandemi seperti
ini, harus melakukan banyak pengorbanan agar tetap mengenyam pendidikan.
Rapijali 1: Mencari, menjadi sebuah refleksi pembelajaran yang tepat bagi anak
muda di masa pandemi ini.
4
5
Cita Aryani. M, ―Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia Sangat
Menghawatirkan‖ https://padang.harianhaluan.com/tren-lifestyle/pr-1062335060/rendahnya-
minat-baca-masyarakat-indonesia-sangat-menghawatirkan, diakses pada 7 Agustus 2022.
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik identifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Perlunya penanaman pendidikan karakter kepada para peserta didik, agar
mereka dapat berlaku sesuai denga apa yang diharapkan oleh masyarakat.
2. Perbedaan lingkungan kehidupan yang jomplang memberikan tekanan
sosial pada anak kurang mampu.
3. Adanya anggapan jika pembelajaran bahasa Indonesia itu merupakan hal
yang membosankan.
4. Belum banyaknya penelitian mengenai novel Rapijali 1: Mencari karya
Dee Lestari
5. Belum adanya penelitian mengenai novel Rapijali 1: Mencari karya Dee
Lestari yang berkaitan dengan pendidikan karakter.
C. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah proses penelitian, dari hasil identifikasi masalah di
atas, dilakukan pembatasan masalah yakni terfokus pada nilai pendidikan karakter
yang dikeluarkan oleh pusat kurikulum kemdikbud dalam novel Rapijali 1:
Mencari Karya Dee Lestari.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat rumusan masalah dari
penelitian ini ialah:
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Rapijali 1:
Mencari karya Dee Lestari.
2. Mendeskripsikan nilai pendidikan karakter dalam novel Rapijali 1:
Mencari karya Dee Lestari.
3. Mendeskripsikan implikasi pendidikan karakter dalam novel Rapijali 1:
Mencari karya Dee Lestari dalam pembelajaran sastra di SMP.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup
aspek teoretis maupun praktis.
1. Manfaat secara teoretis, diharapkan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan mengenai pembahasan sosiologi sastra dalam kritik sastra
Indonesia. Khususnya mengenai nilai pendidikan karakter yang terdapat di
dalam sebuah karya sastra.
2. Manfaat secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari mengenai nilai
pendidikan karakter yang terdapat dalam novel tersebut. Selain itu,
diharapkan juga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pendidik untuk
mengembangkan pembelajaran sastra di sekolah yang berkaitan dengan
unsur intrinsik dalam teks sastra. Penelitian ini bermanfaat bagi para
peserta didik agar dapat mendeskripsikan unsur intrinsik dalam novel serta
memahami nilai pendidikan karakter yang ada dalam karya sastra dan
dapat diaplikasinya dikehidupan nyata.
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik sastra.
Pendekatan pragmatik ialah pendekatan yang melihat karya sastra
untuk menginformasikan sekaligus memberikan pengajaran sesuatu hal
8
6
Ramadhan Saleh Lubis, dkk., ―Analisis Kritik Sastra Menggunakan Pendekatan
Pragmatik pada Antologi Cerpen Karya Hasan Al Banna‖, diterbitkan oleh Jurnal Universitas
Negeri Medan, h. 123.
7
Santoso, Buku Ajar Metodologi Penelitian, (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2012), h. 9
9
KAJIAN TEORI
A. Hakikat Novel
Novel merupakan gambaran dari kehidupan dan perilaku nyata manusia
dikehidupan yang ada pada zamannya.1 Istilah novel berasal dari bahasa Italia
yaitu dari kata novella yang memiliki arti barang baru yang berukuran kecil.2
Dalam pembagian isinya, novel dibagi menjadi dua jenis yaitu novel serius
dan novel hiburan. Novel serius ialah novel yang didalamnya terdapat fungsi
sosial yang disisipkan oleh penulisnya, sedangkan dalam novel hiburan dibaca
hanya untuk hiburan semata diwaktu santai.3
Novel merupakan karya sastra yang paling populer di dunia, sehingga
pengajaran dan pengkajian mengenai novel pun menjadi hal yang penting
untuk diketahui oleh khalayak umum. Agar para pembaca mampu mengetahui
perkembangan sosial budaya pada zamannya.
Berbeda dengan karya fiksi yang lainnya, pada umumnya novel
merupakan karya fiksi yang paling panjang. Novel memuat segala aspek
kehidupan manusia sehingga cerita yang terkandung didalamnya sangat
kompleks. Dari jumlah katanya novel biasanya berkisar antara 35.000 kata
sampai tak hingga atau minimal 100 halaman.4
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel merupakan
karya sastra yang ditulis berdasarkan zamannya dengan konflik yang
kompleks dengan panjang kata minimal 35.000 kata. Ditulis berdasarkan
zamannya membuat novel dapat dijadikan sarana untuk mengetahui
perkembangan budaya dan sosial pada masa tersebut.
1
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia, cetakan
keenam 2016), h. 260
2
Uti Darmawati, Ensiklopedia Bahasa dan Sastra Indoneisa: Apresiasi Prosa, (Jakarta:
PT Intan Pariwara, 2018), h. 6
3
Apriyanto Dwi Santoso, Prosa Fiksi, (Yogyakarta: PT Penerbit Intan Perwira, 2019), h.
16
4
Jauharoti Alfin, Apresiasi Sastra Indonesia, (Surabaya: UIN SA Press, 2014), h.128
10
11
5
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: UGM Press, cetakan
kesebelas 2015), h. 114
6
Ibid., h.133
7
Ibid.,
12
yang satu dengan jalan cerita yang lainnya.8 Berdasarkan urutan waktu
terjadinya, alur dalam sebuah cerita dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Alur Progresif
Alur progresif merupakan sebuah pengungkapan cerita lebih dari
sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini atau masa lalu
menuju masa yang akan datang.9 Pada alur progresif peristiwa-
peristiwa yang terdapat dalam sebuah cerita disusun berurutan
mulai dari keadaannya, peristiwa bergerak, keadaan mulai
memuncak, klimaks, dan penyelesaian.
b. Alur Regresif
Alur regresif merupakan sebuah alur yang ditulis tidak berurutan.
Pada alur regresif cerita yang dikisahkan tidak mulai dari tahap
awal, melainkan dari tengah ataupun akhir cerita, baru kemudian
tahap awal cerita.10 Pada alur regresif cerita dimulai dari masa
sekarang kemudian ke masa lalu.
c. Alur Campuran
Alur campuran adalah alur yang diawali dengan klimaks,
kemudian melihat lagi ke masa lampau dan dilanjutkan sampai
pada penyelesaian. Alur diceritakan dari masa lalu ke masa
sekarang, kemudian ke masa yang akan datang atau sebaliknya.11
Tahapan alur terbagi menjadi lima bagian yaitu:
1) Pemaparan atau pendahuluan merupakan bagian cerita tempat
pengarang mengawali cerita. Biasanya ditahap ini dikenalkan
tokoh, latar, dan lain sebagainya.
8
Jan Van Luxemburg, Miekel Bal, dan Willem G. Weststeijn, Pengantar Ilmu Sastra,
Terj. dari Inleiding in de Literatuurwetenschap oleh Dick Hartoko, (Jakarta: PT Gramedia, cetakan
ketiga 1989), h. 149
9
Andri Wicaksono, Pengkajian Prosa Fiksi, (Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2017),
h. 163
10
Ibid., h.164-165
11
Ibid., h. 166
13
12
Sumaryanto, Karya Sastra Bentuk Prosa, (Semarang: Penerbit Mutiara Aksara, 2019),
h. 6
13
Yohanes Sehandi, Mengenal 25 Teori Sastra, ( Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014)
h.51
14
Ali Imron Al-Ma‘ruf dan Farida Nugrahani, Pengkajian Sastra Teori dan Aplikasi,
(Surakarta: CV. Djiwa Amartha Press, 2017), h. 93
14
15
Op.Cit., Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.303-304
16
Sri Widayanti, Buku Ajar Kajian Prosa Fiksi, (Baubau:LPPM Universitas
Muhammadiyah Buton Press, 2020), h.56
17
Burhan Nurgiantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, cetakan keempat, 2016), h. 251
18
Op.Cit., Sri Widayanti, h. 58
15
19
Ibid., h. 60
20
Op.Cit, Burhan Nurgiantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, h.254
21
Ibid., h. 270
22
Op.Cit., Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.338
23
Op.Cit., Al-Ma‘ruf dan Nugrahani, h. 97
24
Op.Cit., Jauharoti Alfin, h.132
16
25
Ibid., h. 131
26
Akhmad Murzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2006), h. 141.
27
Atar Semi, Kritik Sastra, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2021), h. 42
28
Ramadhan Saleh Lubis,dkk. ―Analisis Kritik Sastra Menggunakan Pendekatan
Pragmatik Pada Antologi Cerpen Karya Hasan Al Banna‖ diterbitkan oleh Jurnal Universitas
Negeri Medan, h.123
29
Ibid., h. 124
17
30
Tiara Yuniar Azhari ―Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel dan Relevansinya
sebagai materi ajar di SMA‖, Jurnal Edukasi Katulistiwa, 2018, h. 165
31
Wahid Khoirul Ikhwan, ―Pendekatan Pragmatik Dalam Novel Para Bedebah Karya
Tere Liye‖, Jurnal Metalingua, Volume 6, No. 1, April 2021, h. 3
32
Op.Cit., Andri Wicaksono, h.320
33
Ibid., h. 321
34
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: CV
Alfabet, 2012), h. 1
18
tangung jawab setiap orang dewasa, namun tidak ada aturan baku dan
mutlak untuk menanamkan nilai-nilai karakter tersebut. Tetapi, seorang
guru dituntut agar mampu mendesain dengan baik dan sungguh-sungguh
mengenai cara dan media yang akan diberikan kepada peserta didik
sehingga nilai-nilai karakter tersebut dapat menjadi perilaku permanen
bagi peserta didik.35
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang di dalamnya terdapat komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut.36 Nilai-nilai tersebut meliputi nilai kepada Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
mampu menjadi manusia yang seutuhnya atau insan kamil. Dengan
penerapan yang tepat, pendidikan karakter ini akan mengantarkan manusia
pada kehidupan yang sebaik-baiknya.
Nilai pendidikan dalam suatu karya sastra terbagi menjadi
beberapa nilai, biasanya mencangkup nilai pendidikan moral, agama,
sosial dan keindahan.37 Dan pada saat ini yang terpenting dari seluruh nilai
itu ialah nilai pendidikan karakter. Sebab, pendidikan karakter ialah upaya
yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas
nilai-nilai etis atau susila.38 Oleh karenanya, nilai pendidikan sangat
penting sekali jika selalu diselipi dalam segala aspek di masyarakat,
khususnya yang dirasakan langsung oleh anak. Seperti dari bacaan,
tingkah laku, dan lain sebagainya.
Muchtar Buchori mengatakan bahwa pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik kepada penilaian nilai secara kognitif,
35
Afifah Zafirah, dkk. ―Penanaman Nilai-Nilai Karakter Terhadap Peserta Didik Melalui
Permainan Congkak Sebagai Media Pembelajaran‖, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun VIII,
Nomor 1, April 2018, h. 102
36
Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter
dalam Mata Pelajara, (Yogyakarta: Familia, 2014), h. 14
37
Op.Cit., Ardi Wicaksono, h. 326
38
Op.Cit., Heri Gunawan, h.23
19
39
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karkater: Konsep & Implementasi secara Terpadu di
Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz,
cetakan kedua 2016), h. 32
40
Marlina Shintya, dkk, ―Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas
bahasa Indonesia Kurikulum 2013‖, Jurnal Dialektika volume 8 nomor 1, 2021, h. 16
41
Kemendikbud, ―Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan
Pendidikan Nasional‖, https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-
karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-nasional, diunduh pada 7 Januari 2022. Pukul
21.02 WIB.
42
Daryanto dan Suryatri Darmaitun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Yogyakarta: 2013), h. 47
20
43
Thomas Lickona, terjemahan Character Matters (Persoalan Karkater) Bagimana
Membantu Anak Mengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting
Lainnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 16-20.
44
Op. Cit., Sri Narwanti, Ibid., h. 29
45
Imam Musbikin, Pendidikan Karakter Jujur, (Tanpa Kota: Nusa Media, 2021) h.3-4
21
46
Ibid., h.15-16
47
Imam Musbikin, Pendidikan Karakter Toleransi, (Tanpa Kota: Nusa Media, 2021), h.3
48
Ibid., h.4
49
Op.Cit., Sri Narwanti, h.29
22
50
Imam Musbikin, Pendidikan Karakter Disiplin, (Tanpa Kota: Nusa Media, 2021), h. 4
51
Ibid., h. 1
52
Ibid., h.7
53
Op.Cit., Sri Narwanti, h. 29
54
Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi peran pendidikan dalam
pengembangan ilmu & pembentukan karakter bangsa, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 151
23
6. Kreatif
Kreatif ialah mampu berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan hal baru dengan cara baru yang sesuai dengan yang
dimilikinya.55 Pikiran-pikiran kreatif ialah pikiran yang memiliki
imajinasi yang dapat melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh
orang lain, seperti melihat sesuatu yang bahkan tidak ada di dunia
nyata.56 Nilai kreatif ini sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, sebab
dengan memiliki nilai kreatif kita akan mampu menghasilkan sesuatu
yang baru.
Untuk mengasah nilai kreativitas yang dimiliki oleh kita maka kita
harus banyak mempelajari hal baru. Adapun langkah-langkah untuk
memulai mengembangkan kreativitas yang dimiliki ialah melakukan
apa yang telah direncanakan oleh diri sendiri, kemudian mempelajari
apa yang telah dilakukan. Dan yang terakhir ialah menerapkan,
menerapkan perencanaan yang dibuat dengan teori yang telah
dipelajari, sehingga timbulkan kreativitas diri.57
7. Mandiri
Mandiri ialah sikap dan perilaku yang menunjukan bahwa tidak
bergantung kepada orang lain, dan mampu menyelesaikan segala hal
dengan kemampuannya sendiri.58 Sikap mandiri seperti ini, tidak
berarti bahwa manusia ataupun anak didik menjadi tidak peduli kepada
orang lain dan menganggap bahwa hidup harus selalu mementingkan
diri sendiri. Akan tetapi sikap mandiri ini akan lebih baik jika
dikembangkan dengan landasan kepedulian terhadap orang lain.59
Memang pada kenyataannya orang yang memiliki sikap mandiri
yang tinggi biasanya memiliki individualisme yang tinggi. Akan tetapi
55
Ibid.,
56
Ibid.,h.153
57
Ibid., h. 161
58
Ibid.
59
Op.Cit., Ngainun Naim, h. 162
24
60
Imam Musbikin, Penguatan Karakter Kerja Keras, Demokrasi, dan Kreatif, (Tanpa
Kota: Nusa Media, 2021), h. 18
61
Op.Cit., Sri Narwanti, h. 29
62
Al. Tridonanto dan Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,
(Jakarta: PT Elex Media Komplitudo, 2014), h.40
63
Loc.Cit, Sri Narwanti, h.29
64
Khairatul Ulya dan Zikra Hayati, ―Perkembangan Rasa Ingin Tahu Mahasiswa Melalui
Pengintegritasan Nilai Islam dalam Pembelajaran Matematika‖, Jurnal Didaktik Matematika, Vol.
7, No. 2, September 2020, h.172
25
65
Carolina Hidayah Citra Ningrum, Khusnul Fajriyah, dan M. Arief Budiman,
―Pembentukan Karakter Rasa Ingin Tahu Melalui Kegiatan Literasi‖, Jurnal Ivecj Vol 2, No 2,
2019, h.71
66
Ibid.,
67
Op.Cit., Sri Narwati, h. 30
68
Ibid.
26
69
Grendi Hendrastomo, "Nasionalisme vs Globalisasi ‗Hilangnya‘ Semangat Kebangsaan
dalam Peradaban Modern", Jurnal Dimensia, Volume I, No. 1, Maret 2007, h.10
70
Loc.Cit., Sri Narwati, h.30
71
Retno Wulan Dari dan Maulidinah, ―The Implementation of the Character Appreciates
the Achievement of Students in Physics Learning‖, Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika-Compton,
Volume 6, Nomor 1 Juni 2019, h. 26
27
72
Loc.Cit., Sri Narwati, h. 30
73
Ika Chastanti, Maharani Gultom, dan Novi Fitriandika Sari, ―Analisis Penggunaan
Internet Terhadap Karakter Bersahabat/Komunikatif Pada Pembelajaran Biologi‖, Jurnal Pelita
Pendidikan, Volume 7 Nomor 4, 2019, h. 179
74
Loc.Cit., Sri Narwati, h. 30
75
Vera Yuli Erviana, ―Penanganan Dekadensi Moral melalui Penerapan Karkater Cinta
Damai dan Nasionalisme‖, Jurnal Penelitian dan Ilmu Pendidikan, Volume 14 Nomor 1, 2021, h. 3
28
Karakter cinta damai ini sangat penting untuk dimiliki oleh para
pelajar. Dengan memiliki karakter cinta damai ini tidak akan terjadi
lagi tawuran antar pelajar yang sering terjadi saat ini. Karakter cinta
damai akan membuat para pelajar untuk saling merasa tenang dan
menyelesaikan permasalahan dengan baik, bukan dengan perilaku-
perilaku anarkis.
15. Gemar membaca
Menurut hasil survey dari Program for International Student
Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-
operation and Development (OECD) pada 2019 menyatakan Indonesia
berada di posisi keenam puluh dua dari tujuh puluh negara yang
berkaitan dengan literasi.76 Rendahnya minat baca tersebut menjadi
tantangan bagi guru bahasa Indonesia untuk melaksanakan pengajaran
sastra di sekolah.
Pengajaran sastra, khususnya novel kurang diminati sebab pelajar
di Indonesia masih memiliki minat baca yang sangat kurang. Seperti
yang dikatakan oleh Ahmadun Yosi Herfanda bahwa pengajaran sastra
di sekolah belum maksimal penyebanya ialah rendahnya apresiasi dan
minat siswa terhadap sastra.77 Oleh karenanya pengajaran sastra di
sekolah harus dibuat sedemikian rupa agar siswa mau membaca. Selain
itu pula, pemilihan isi sastra yang diajarkan di sekolah haruslah karya
sastra yang ada keterkaitannya dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Agar siswa merasakan jika pembelajaran yang diberikan gurunya
merupakan solusi kehidupan yang penting dan mengandung kebaikan
untuk dirinya.
Selain itu, guru pun harus bisa meyakinkan siswa bahwa
pembelajaran sastra tidak hanya menawarkan hiburan saja, tetapi juga
76
Larasati Diyah Utami, ―Tingkat Literasi Indonesia Di Dunia Rendah, Rangking 62 dari
70 Negara‖, https://perpustakaan.kemendagri.go.id/?p=4661 diakses pada 28 Agustus pukul 21.09
WIB.
77
Rohinah M. Noor, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra Solusi Pendidikan Moral yang
Efektif, (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 78
29
78
Ibid., h.82-83
79
Ibid.,
80
Dwi Purwanti, ―Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan Dan Implementasinya‖,
Dwijacendekia Jurnal Riset Pedagogik, Volume 1, Nomor 2, 2017, h.16
30
81
Loc. Cit., Rohinah M. Noor
82
Muhamad Arif, Jesica Dwi Rahmayanti, dan Fitri Diah Rahmawati, ―Penanaman
Karakter Peduli Sosial Pada Siswa Sekolah Dasar‖, Qalamuna-Jurnal Pendidikan, Sosial, dan
Agama, Vol.13 No.2, 2021, h. 290
83
Loc.Cit., Rohinah M. Noor
84
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karkater: Landasan, Pilar & Implementasi, (Jakarta:
Prenamedia Group, 2014), h. 73
31
85
Ibid., h. 74-75
86
Saifur Rohman, Pengantar Metodologi Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), h. 16.
87
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000), h. 15
88
Warsiman, Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis, (Malang: Universitas
Brawijaya Press, 2016), h.7
89
Ibid.
90
Ibid., h.8
32
91
Ibid.
92
Op.Cit, B.Rahmanto, h. 24
93
Clarisa Septiani Putri, Suci Sundusiah, dan Deka Dwi Agustiningsih, ―Representasi
Tokoh Perempuan dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari‖, Jurnal Artikulasi,
Volume 1. Nomor 2, Oktober 2021.
33
94
Rizky Fitri Hidayah, ―Nilai Perjuangan Dalam Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari‖,
skripsi yang diajukana pada Universita Muhammadiyah Jember, (Jember: Universitas
Muhammadiyah Jember, 2021).
95
Claudia Allinsya Brilyancie, Yunita Anas Sriwulandari, dan Azza Aulia Ramadhani,
―Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dewi Lestari (Kajian
Psikologi Sastra)‖, Proseding Seminar Nasional Sastra, Lingua, dan Pembelajarannya (Salingga),
26 Oktober 2021
34
96
Salma Noer Baety, Didin Muhammad Zaenal Muchyi, dan Desti Fatin Fauziyyah,
―Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari‖, Literasi,
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol.12, No.1, Januari 2022. E-ISSN 2549-2594
97
Susiati, dkk., ―Nilai Edukasi Pada Novel Partikel Karya Dewi Lestari‖, (Buru: Jurnal
Uniqbu, Universitas Iqro Buru, 2020).
98
Lintang Cahya Saputri dan Yoyoh Nur Laeliyah, ―Nilai Pendidikan Karakter Pada
Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari‖, Jurnal Klitika, volume 2 nomor 2 pada tahun 2020.
35
99
Novi Zaroroh, ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari:
Tinjauan Sosiologi Sastra‖, diajukan sebagai skripsi pada Universitas Muhammadiyah Surakarta,
(Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013).
100
Nurlinda, H. Martono, dan Agus Wartiningsih, ――Nilai-Nilai dalam Novel Partikel
Karya Dewi Lestari‖, di publikasikan oleh jurnal Untan pada tahun 2013 volume 2 nomor 2.
36
gigih, rajin, memiliki tenggang rasa atau toleran, menepati janji, santun,
tabah, dan memiliki rasa kasih sayang.101
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rifqi Rahman pada tesisnya
yang diajukan kepada UIN Sunan Ampel pada tahun 2017 dengan judul
―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Partikel Karya
Dewi Lestari‖. Adapun hasil dari penelitian tersebut ialah ditemukannya
empat nilai pendidikan akhlak diantaranya: akhlak kepada Allah Swt. yang
dapat ditanamkan melalui figur, akhlak kepada diri sendiri dapat
ditanamkan melalui bimbingan dan potensi yang dimiliki oleh diri sendiri,
akhlak kepada sesama manusia dapat ditanamkan melalui bimbingan dan
potensi, dan terakhir akhlak kepada alam dapat ditanamkan dengan
bimbingan kesadaran tentang penciptaan makhluk dan kodrat manusia
sebagai khalif di muka bumi ini.102
Kemudian penelitian berikutnya dilakukan oleh Fitri Nurcahyati
pada skripsinya dengan judul ―Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Perahu
Kertas Karya Dewi Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra dan
Pembelajarannya Di SMP Negeri 2 Bulu Kabupaten Sukohajo‖ pada tahun
2018. Adapun hasil dari penelitian tersebut ialah ditemukannya beberapa
nilai pendidikan dalam novel Perahu Kertas yaitu nilai cinta dan kasih
sayang terhadap sesama manusia, nilai cinta keluarga, dan nilai
kesederhanaan.103
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nurliana pada skripsinya
dengan judul ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Novel
Perahu Kertas Karya Dewi Lestari‖. Adapun hasil dari penelitian tersebut
101
Nima Lestianingsih, ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Novel
Supernova: Partikel Karya Dewi Lestari‖, skripi yang diajukan pada Universitas Sebelas Maret
(Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2013).
102
Rifqi Rahman, ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Partikel Karya
Dewi Lestari‖, tesis yang diajukan kepada UIN Sunan Ampel (Surabaya: UIN Sunan Ampel,
2017).
103
Fitri Nurcahyati, ―Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi
Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Pembelajarannya Di SMP Negeri 2 Bulu Kabupaten
Sukohajo‖ skripsi yang diajukan pada Universitas Muhamadiyah Surakarta, (Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018).
37
oleh Irma Yanti, Suhardi, dan Ahada Wahyusari mereka berfokus pada
nilai moral yang merupakan tuntutan masyarakat agar seseorang mampu
membedakan baik dan buruk, sehingga diterima di masyarakat. Sedangkan
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ialah mengenai nilai
pendidikan karakter yang di mana seseorang dituntut untuk memiliki
kebiasaan atau perilaku yang baik sehingga mampu menjadikan dirinya
dan orang di sekelilingnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
BAB III
1
Ensiklopedia Kemendikbud,
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Dewi_Lestari diakses pada 30 Juni 2021 pukul
10.00 WIB
2
Dee Lestari, https://deelestari.com/biografi/ diakses pada 30 Juni 2021 pukul 12.32 WIB
3
Ibid.
39
40
Rectoverso 2008
Madre 2011
4
Ibid.
5
Op.Cit, Ensiklopedia Kemendikbud
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Dewi_Lestari diakses pada 30 Juni 2021 pukul
10.00 WIB
41
6
Rosida Erowati dan Ahmad Bahtiar, Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.147
43
1
Wira Firmansyah, ―Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pemebntukan Karakter Anak Di Era
Globalisasi‖, Jurnal Primary Education Journal Silampari, Volume 1, Nomor 1, 2019, h.3
2
Ibid.
3
Dee Lestari, Rapijali 1: Mencari, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2021), h.81
44
45
4
Ibid., h. 128
5
Ibid., h.281
6
Ibid., h. 229
46
7
Ibid., h. 236
8
Ibid., h. 43
47
9
Ibid.,h. 106
10
Ibid., h. 38
48
Berikut ini ialah tahapan alur pada novel Rapijali 1: Mencari karya
Dee Lestari:
a. Tahap pemaparan/pendahuluan
Tahap pengenalannya yaitu ketika tokoh Guntur diperkenalkan
sebagai seorang tokoh politik (bapak wali kota Jakarta Selatan)
yang digemari oleh warganya karena ketampanan dan
karismatiknya. Kini ia sedang mencalonkan dirinya sebagai
gubernur. Tahap perkenalan antara Guntur dan Ping dilakukan
melalui Dahlia, sebagai perantaranya. Saat itu, Dahlia menemui
Ping di Batu Karas dan banyak menjelelaskan perjanjian antara
Yuda dengan Guntur. Berikut kutipan yang berisikan tahap
pemaparan.
―Begini, deh, politikus rasa rockstar.‖ Dahlia membuang tisu itu
ke tempat sampah.11
Pada kutipan di atas Dahlia mengatakan bahwa Guntur itu seperti
rockstar, kalimat tersebut digunakan oleh Dahlia karena Guntur
dikerubungi oleh ibu-ibu untuk dimintai foto bersama, bahkan tidak
sedikit para ibu tersebut mencubit tangan Guntur. Hal tersebut, tentu
lebih tepat dimiliki oleh rockstar ternama yang eksis di dunia
hiburan dibandingkan dengan seorang politikus yang karismatik.
b. Tahap Penggawatan
Tahap penggawatannya yaitu ketika Yuda datang ke Jakarta dan
meminta Guntur untuk merawat Ping, anak kandung Guntur. Sebab
Yuda sudah sakit keras dan vonis dokter mengatakan usia ia tidak
akan lama lagi. Namun, permintaan Yuda tersebut ditolak oleh
Guntur, sebab ia berada dalam masa kampanye pemilihan gubernur,
yang bagaimana pun ia akan menjadi pusat perhatian lawan. Dan
lawan akan mengorek-ngorek masa lalu Guntur.
―Saya tidak tahu bagaimana menyampaikan ini tanpa terdengar-‖
Guntur berdeham. ―Pak, sekarang adalah waktu yang sangat
11
Ibid., h. 52
49
12
Ibid., h. 5
13
Ibid., h. 9
50
14
Ibid., h. 54
15
Ibid., h. 296
51
Dari segi psikis ping memiliki sikap yang curiga dan penuh
selidik. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
Dari segala keanehan itu, Ping paling curiga dengan
kepergian kakeknya kali ini. Yuda hanya bilang ia harus
pergi ke Jakarta menemui seseorang. Ia tak menyebutkan
tanggal kepulangan, cuma: sampai urusan Aki selesai.16
Selain memiliki sikap yang penuh curiga dan penyelidik,
Ping pun memiliki sikap yang mudah menyepelekan kakeknya,
ketika kakeknya melakukan hal yang tidak seperti biasanya.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
―Sok-sokan si Aki pinjem hape segala. Kalau ditelpon
nggak pernah aktif,‖ gerutu Ping. ―Kayaknya, mah, nggak
tahu cara pakainnya juga.‖17
Ping ialah gadis yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Ping rela menahan rasa takut yang dimilikinya untuk
memuaskan rasa ingin tahu yang ia miliki. Sebab, Ping selalu
merasa semua hal yang terjadi itu karena ada hubungannya dan
dapat diterima oleh akal manusia, maka dari itu ketakuatnnya
selalu ia coba untuk dibuktikan dengan fakta-fakta yang ada,
seperti pada kutipan-kutipan di bawah ini.
―Wanian si Ping, mah. Nggak takut kamu sendirian di
rumah?‖ balas Lilis.
“Juring eleh ku si Ping, mah. Kalah Abah Mijan oge.”
Oding lalu menyikut Ping. ―Ingat tidak Piala Poding?‖18
Selagi Abah Mijan menunggu tanggal baik untuk ke Goa
Parat, pada suatu malam Ping dan Oding menyelinap diam-
diam ke rumah Marsudi yang sementara dikosongkan. Rasa
takut dan rasa ingin tahu membakar mereka sama
kuatnya.19
… Oding hampir terpekik ketika melihat sendok garpu
bergerak di rak seakan diguncangkan oleh tangan tak
terlihat. Saat itu Oding sudah siap melesat kabur.
Alih-alih minggat, Ping malah mendekat ke rak. Kepalanya
mendongak ke kiri kanan, mencari sesuatu.20
16
Ibid., h. 12
17
Ibid., h. 13
18
Ibid., h. 16
19
Ibid., h. 31
20
Ibid., h. 32
52
24
Ibid., h. 72
25
Loc.Cit., Lestari, h. 72
26
Ibid., h. 1-2
54
27
Ibid., h. 103
28
Ibid., h. 107
29
Ibid., h. 111
30
Ibid., h. 140
55
31
Ibid., h.142
32
Ibid., h.145
33
Ibid., h.111-112
34
Ibid., h. 159
56
35
Ibid., h. 114
36
Ibid., h. 258
37
Ibid., h. 259
38
Ibid., h. 205
57
39
Ibid., h. 207
40
Ibid., h. 193
58
41
Ibid., h. 26-27
42
Ibid., h. 27
43
Ibid., h. 7
44
Ibid., h. 62
59
45
Ibid., h. 11
46
Ibid., h.38
47
Ibid., h. 11
48
Ibid., h. 15
60
49
Ibid., h. 30
50
Ibid., h.14-15
51
Loc.Cit., Lestari, h.15
61
52
Ibid.
53
Ibid., h.56
63
57
Ibid., h.85
58
Ibid., h.102
65
59
Loc. Cit., Lestari, h.102
66
60
Ibid., h. 107
61
Ibid., h. 54
62
Ibid., h. 59
67
63
Ibid., h. 122-123
68
64
Ibid., h. 10
65
Ibid.
66
Ibid., h. 14
67
Ibid., h. 15
68
Ibid.
69
69
Ibid., h. 13
70
Ibid., h. 24
70
71
Ibid., h. 42
72
Ibid., h. 42-43
73
Ibid., h. 81
71
74
Ibid., h. 88-89
72
75
Ibid., h. 96
76
Ibid., h.97
77
Ibid., h. 99
78
Ibid.
73
79
ibid., h. 121
80
Ibid., h. 144
74
81
Ibid., h. 273-274
82
Ibid., h. 185
75
83
Ibid., h. 315
84
Ibid., h. 265
76
85
Ibid., h.240
86
Ibid., h. 318
87
BTS Indonesia Army, BTS Diary, (Depok: Hiraku Publishing, 2018), h. 1
88
Op.Cit., Lestari, h. 117
77
c. Latar sosial-budaya
Latar sosial budaya yang terdapat di dalam novel tersebut ialah
gambaran masyarakat yang terdapat dalam novel. Dalam novel ini
digambarkan masyarakat kelas menengah ke atas. Berikut kutipannya.
―Tenang saja. Nanti saya urus, Ping,‖ kata Guntur. Ia buru-buru
merogoh dompet, mengeluarkan lima lembar seratus ribu. ―Ini,
sementara kamu beli kupon dulu. Ardi tahu caranya.‖
Punggung Ping sontak spontan tertarik ke belakang. Ia menatap
lembaran uang itu seperti melihat benda beracun. ―Nggak usah,
nggak apa-apa, saya bawa bekal saja, Pak.‖
―Nanti aku belikan kuponnya, Pa.‖ Ardi mengambil uang itu dari
meja, lalu berjalan ke garasi. ―Cupu amat bawa bekal segala.‖89
Dari kutipan di atas kita dapat mengetahui bahwasannya para
tokoh dalam novel Rapijali 1: Mencari itu memang berasal dari
kalangan menengah ke atas, dibuktikan dengan asumsi membawa
bekal berarti cupu. Dan orang tua asuh yang memberikan uang
kepada anak asuhnya begitu banyaknya.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari
menggunakan sudut pandang orang ketiga maha tahu. Hal tersebut
dibuktikan dengan tokoh Ping sebagai tokoh utama yang diceritakan oleh
orang lain secara keseluruhan.
Kematian sekalipun tak akan menekukkan lututnya di hadapan
musuh, tetapi hidup berkeinginan lain. Pada sisa napasnya yang tak
banyak lagi, pintu kematian malah mengungkap kenyataan pahit
yang selama ini ia sangkal. Musuh terbesarnya merupakan satu-
satunya pilihan tersisa. Satu-satunya jalan. Siang itu di Kota
Jakarta, di gedung warisan zaman kolonial yang telah direnovasi
menjadi rumah pemenangan, Yuda mengibarkan bendera putih.90
Penggalan kutipan di atas membuktikan bahwa penulis
memposisikan dirinya mengetahui apa yang tejadi dalam suasana hati
Yuda.
89
Ibid., h. 134
90
Ibid., h.1
78
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Rapijali 1: Mencari
karya Dee Lestari menggunakan gaya bahasa naratif dan dialog.
Penggunaan teknik naratif digunakan ketika pengarang
mendeskripsikan latar cerita secara nyata. Hal ini berdasarkan kutipan
di bawah ini.
Ada banyak jenis manusia dengan bermacam penampilan yang
datang ke rumah pemenangan ini. Mulai dari emak-emak relawan
yang tinggal di gang-gang kecil sampai para cukong kaya raya
yang tertarik menyokong kampanye mereka. Namun, ada yang
tidak biasa dengan Yuda Alexander. Kedatangannya pagi tadi
segera mencuri perhatian Dahlia.91
Sedangkan gaya bahasa secara dialognya terdapat pada kutipan
berikut.
―Anak-suami atlet selancar, eh, si Amih, mah….‖ Acep
menggelengkan kepala. ―Coba saja disuruh masuk ke laut, air juga
nggak bakal nempel. Waterproof!‖92
7. Amanat
Amanat ialah pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang
kepada pembaca. Amanat dari novel Rapijali 1: Mencari karya Dee
Lestari ialah beradaptasi dan berujuang untuk kehidupan yang lebih
baik lagi. Hal tersebut telah dilakukan oleh tokoh dalam novel,
khususnya oleh tokoh Inggil dan Ping, yang rela tinggal dan
bersekolah di Jakarta melepaskan semuanya dari kampung halaman,
demi bisa merasakan pendidikan yang lebih baik lagi. Berikut
kutipannya.
Namun, ada kesimpulan yang menjernih usai percapakan itu. ia
dengan Inggil, kawan pertamanya di planet asing bernama Jakarta,
tersambung oleh rasa terasing. Mereka sama-sama tidak ingin ada
di sana. Sama-sama berjuang menyesuaikan diri. Bahkan, Inggil
telah bertarung jauh lebih lama.93
91
Ibid., h. 7
92
Ibid., h. 17
93
Ibid., h. 128
79
94
Ibid., h. 169
95
Ibid., h. 217
81
melakukan hal yang benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dalam novel Rapijali 1: Mencari, nilai disiplin dilakukan oleh Bu Didi
terhadap Inggil yang meminta haknya duduk sendiri. Berikut
kutipannya.
―Bukan soal subsidi atau nonsubsidi. Itu yang pertama,‖ tegas
Didi. ―Kedua, duduk sendiri bukan hak kamu. Bukan juga
kewajiban sekolah. Semua itu hasil diskusi dan berunding, Inggil.
Bukan hak dan kewajiban.‖
Ketegasan Didi menggemboskan perlawanan Inggil. Di luar
prediksinya, ternyata Didi tidak semudah itu ditekan.96
Dari kutipan di atas kita dapat melihat, bahwa Didi mendisplinkan
Inggil terhadap aturan sekolah yang berlaku dengan tidak mengikuti
apa yang Inggil inginkan. Didi menolak keinginan Inggil, sebab ia
mengetahui mana yang merupakan hak dan kewajiban sekolah kepada
siswanya. Perilaku ini mencerminkan bahwa Didi merupakan seorang
yang disiplin terhadap aturan, sehingga ia mampu berlaku tegas kepada
muridnya tersebut. Perilaku disiplin di sekolah ini harus dijalankan
oleh setiap guru dan siswa secara menyeluruh agar nilai disiplin dapat
menjadi karakter yang melekat pada diri.
Dalam menjalankan nilai disiplin ini, seseorang tidak boleh
memandang orang lain berbeda, semua harus sama. Agar kedisplinan
yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan aturan yang telah
dibuat. Dalam menjalankan nilai disiplin kita harus mengetahui hak
dan kewajiban, agar kedisplinan yang diterapkan tidak merugikan
pihak mana pun.
Peraturan yang telah dibuat tetaplah peraturan yang harus
dijalankan. Tidak memandang, siapa yang berbuat salah ataupun
melanggar peraturan harus diberikan sanksi. Sikap disiplin seperti itu
dalam novel tergambarkan oleh sosok Musa yang ditemui oleh Rakai
ketika jam istirahat di ruangnya. Meskipun Musa tahu, jika Rakai
adalah putra salah seorang guru di Pradipa Bangsa, tetapi ia tetap tidak
menyetujui usulan Rakai untuk meminjam fasilitas sekolah untuk
96
Ibid., h. 107
83
97
Ibid., h. 234
98
Ibid., h. 232
84
99
Ibid., h. 266-267
85
100
Ibid., h. 247-248
86
101
Ibid., h. 31
87
102
Ibid., h. 188
88
Sudah. Gitu saja. Tapi, Mama memang gitu. Pelit kalau muji
orang.‖103
Rasa ingin tahu yang tinggi membuat kita untuk mau mencari
fakta-fakta baru yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Dengan mengetahui sebuah kebenaran, kita dapat mengambil sikap
yang baik sesuai dengan keadaan yang terjadi. Hal tersebut pun
dilakukan oleh tokoh Ardi yang mencari tahu mengenai buku harian
Sarnita. Sebab, ia penasaran dengan apa yang dituliskan oleh Sarnita
dan ia ingin memecahkan mengenai perubahan-perubahan Sarnita
yang dilihat olehnya. Berikut kutipannya pada novel Rapijali 1:
Mencari.
Sambil menontoni Murti beraksi, Ardi memutar otak, sesekali
mengedarkan panangan, memindai tempat-tempat potensial lain
yang belum ia bongkar. ―Kalau Mama suka nulis-nulis di mana,
sih, Mbak?104
Dari kutipan-kutipan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa, rasa
ingin tahu ini sangat baik dan mesti dimiliki oleh seorang pelajar.
Seorang pelajar yang tidak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dapat
dipastikan pula ia tidak memiliki semangat belajar yang tinggi pula.
Sebab, rasa ingin tahu mampu melahirkan usaha-usaha keras dalam
memecahkan suatu permasalahan. Misalnya seperti Ping yang
mengesampingkan rasa takutnya untuk mengetahui sumber suara
menyeramkan di rumah Marsudi. Ardi yang berusaha untuk
menyamarkan dirinya dan rela berdiri lama untuk melihat band
Pradipa Bangsa. Dan Ardi yang harus berbohong kepada Murti untuk
mengetahui rahasia ibunya. Setiap rasa ingin tahu, memerlukan
pengorbanan yang besar dan usaha lebih untuk memecahkannya.
Dengan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, maka kita pun secara
otomatis memiliki kerja keras yang tinggi pula.
103
Ibid., h. 228
104
Ibid., h. 342
89
5. Menghargai Prestasi
Prestasi merupakan hasil capaian yang diperoleh melalui
kompetisi.105 Menghargai prestasi berarti menghargai pencapaian
orang lain dan mau mengakui kekurangan diri. Menghargai prestasi
yang diraih oleh orang lain atau biasa juga disebut denga memiliki
nilai soprtivitas ialah hal yang penting bagi pelajar. Seorang pelajar
yang tidak memiliki sifat ini cenderung akan mudah merasa iri dan
dengki. Berikut kutipan yang menunjukan mengahragi prestasi
seseorang.
Berlainan dengan jalan Oding yang terang benderang, Ping merasa
jalannya remang-remang. Semua orang bilang Ping berbakat
musik, tetapi Ping tak pernah tahu kebenarannya. Ia tak pernah
mengecap pendidikan musik formal. Pelajaran musiknya cuma
berasal dari kakeknya dan D‘Brehoh.106
Oding merupakan peselancar yang tumbuh di Batu Karas, tempat
surfing terbaik. Hal tersebut menyebabkan Oding memang layak untuk
berkembang menjadi seorang peselancar terbaik tingkat internasional.
Hal itu menyebabkan Ping membandingkan Oding dengan dirinya.
Ping yang kerap kali disebut berbakat dalam hal musik namun tidak
pernah mengenyam pendidikan musik secara formal membuat ia
merasa kikuk dan memiliki banyak ketakutan, karena merasa ia hanya
katak dalam tempurung. Hanya berkutat dengan orang-orang yang
tidak mengenal musik lebih jauh. Dari kutipan di atas, Ping mengakui
prestasi-prestasi yang dimiliki Oding.
Ping menerima dan mengakui keunggulan Oding atas dirinya. Ping
pun berupaya untuk menyetarai Oding. Seseorang yang mampu
mengharagi prestasi orang lain, akan berusaha pula untuk memiliki
prestasi yang setara atau bahkan lebih dari orang tersebut.
Inggil merupakan siswa tercerdas di Sekolah Pradipa Bangsa,
semua orang mengakui hal itu. Tidak ada siswa yang lebih cerdas
dibandingkan Inggil, namun ketika argumentasi Inggil dikoreksi oleh
105
Op.Cit., Ngainun Naim, h. 178
106
Ibid., h. 38
90
Ping dibuktikan dengan fakta dan opini yang jelas. Inggil pun
menerima, dan mengakui kecerdasan Ping, meskipun Inggil merasa
kalah oleh Ping. Berikut kutipannya.
―Kalau chilli dan tomat dua-duanya dipakai, nggak ‗only‘ lagi
dong. Harusnya ‗com‘ saja. Bukan ‗oncom‘.‖
Inggil terdiam sebentar. ―Oke, kamu benar. Logikaku yang keliru.‖
Ia seperti tersiksa mengatakannya. ―Kamu ternyata nggak
goblok.‖107
Kutipan di atas membuat Inggil merasa tersiksa atas apa yang
dikatakannya. Inggil yang selama ini argumentasinya selalu
dibenarkan, dan mendapatkan gelar anak tercerdas di Pradipa Bangsa,
kini argumentasinya ditepis oleh seorang murid baru, Ping. Kalimat
Inggil yang menyatakan bahwa Ping tidak goblok ―bodoh sekali‖
merupakan pujian yang tersirat. Sebab, dalam hidupnya Inggil ia selalu
merasa yang paling cerdas di Pradipa Bangsa tersebut.
Sama seperti Inggil, Ping pun seringkali menghargai prestasi Inggil
dalam bermusik. Ping tak sungkan untuk memuji kehebatan Inggil, ia
yang terbiasa dengan dunia musik sedari kecil. Tetap mengakui
kehebatan temannya dalam bidang musik. Berikut kutipannya.
Gaung nada terakhir menggantung sesaat di udara sebelum tepuk
tangan Ping pecah. ―Bagus banget! Hebaaat!‖ serunya.
Pipi Inggil bersemu merah. Baru kali ini ia mendapat pujian dari
orang lain selain ayahnya.108
Inggil untuk pertama kalinya mendapatkan pujian dalam bidang
musik, selain dari ayahnya merasa sangat senang hingga pipinya pun
bersemu merah. Menghargai prestasi ialah salah satu bentuk untuk
menghargai apa yang telah dilakukan oleh orang lain. Untuk meraih
sebuah prestasi dibutuhkan usaha keras yang berkesinambungan, dan
ketika prestasi yang kita raih dihargai oleh orang lain maka akan
menciptakan kebahagian yang luar biasa. Seperti yang dirasakan oleh
Inggil pada kutipan di atas.
107
Ibid., h. 110
108
Ibid., h. 126
91
Kus atau ayah Inggil ialah seorang yang sangat senang apabila
Inggil memiliki teman. Kus hanya mengetahui bahwa Inggil ialah anak
yang cerdas dalam bidang pelajaran saja, namun ia tidak memiliki
teman dan minat yang lain selain menjadi anak yang tercerdas di
Sekolah Pradipa Bangsa. Berita yang diberikan Inggil kepada Kus,
bahwa ia diajak untuk mengikuti band sekolah sangat menyenangkan
hati Kus, oleh karenanya Kus mengapresiasi perubahan Inggil tersebut,
berikut kutipannya.
Kus menunda suapannya. ―Band sekolah? Selamat, ya, Gil! Bapak
senang sekali dengar ini. Ya, ampun… syukurlah… wah…
waduh…‖ Kus seperti kehilangan kemampuan verbalnya, hanya
mengulang berbagai kata seru.109
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwasannya Kus sangat
mengharagi prestasi Inggil yang telah memiliki band tersebut. Saking
senangnya Kus terhadap prestasi tersebut ia sampai tidak dapat
mengucapkan kata-kata pujian untuk Inggil. Kus sangat bangga ketika
Inggil memiliki band di sekolah, sebab hal tersebut berarti pula Inggil
memiliki teman di sekolah. Yang dimana, sejauh ini Kus hanya
mengetahui bahwa Inggil ialah seorang yang cerdas namun tidak
memiliki teman satu pun di sekolahnya tersebut.
Ping ialah seorang yang sangat mencintai musik. Namun, di tempat
barunya, Jakarta, tidak ada yang mengetahui bahwa Ping memiliki
bakat yang sangat baik dibidang musik itu. Berkat poster yang ada di
mading sekolah, Ping mendatangi studio musik. Ping beranggapan
bahwa jika ia harus tetap memainkan musik seperti ketika di Cijulang
untuk mengekspresikan dirinya itu. Kemampuan Ping dalam bermusik
tersebut, diakui oleh Rakai. Seorang drummer band sekolah, yang
terlahir dikeluarga yang sangat menyukai musik itu, berikut
kutipannya.
―Spanish Romance‖ dengan anggun meninggalkan gaungnya di
ruang musik. Baik Rakai maupun Ping menahan napas hingga
petikan senar terakhir memudar di udara.
109
Ibid., h. 149
92
―Wow,‖ gumam Rakai, ―dan, gue pikir gue tahu semua yang main
musik di sekolah.‖ Rakai menyorongkan tangan. ―Lu masuk.‖110
Rakai, pecinta musik yang selalu berpikir bahwa ia mengetahui
kemapuan bermusik teman-teman di sekolahnya itu merasa takjub.
Karena ia menemukan Ping, seorang yang memiliki bakat luar biasa
dalam bermusik, lebih dari yang diharapkan oleh Rakai. Dan Ping pun,
merasa sangat senang, karena keinginannya untuk mengetahui
kemampuan dalam dunia bermusiknya diakui oleh Rakai. Ping pun
merasa bahwa ia memang mampu bermusik dengan baik.
Menghargai prestasi ini mampu membuat seseorang yang tidak
percaya diri, menjadi percaya diri. Seseorang yang tidak bisa
melakukan apa-apa menjadi bisa. Sikap menghargai prestasi ini
memberikan dampak positif dan rasa optimis bagi penerimanya.
Selain, diberikan kepada Ping, Rakai pun mengharagi prestasi yang
diraih oleh Inggil. Berikut kutipannya.
―Lu main klasik bagus banget. Artinya, bukan lu nggak bisa main.
Lu nggak bisa nge-band. Itu doang,‖ jawab Rakai. ―Dulu lu nggak
paham progresi akor. Sekarang, kalau si Ping kasih tahu progresi
pakai angka, lu sudah ngerti.‖
―Kelakuan lu emang ajaib, tapi otak lu encer.‖ Buto menambahkan.
―Lama-lama juga lu jago.‖111
Kutipan di atas menunjukan bahwa tokoh Rakai dan Buto
mengapresiasi kemampuan dan perkembangan Inggil dalam bermusik.
Inggil yang mulanya tidak memahami progresi akor sekarang sudah
mampu memahaminya dengan baik. Buto dan Rakai pun mengakui
kecerdasan otak Inggil yang mudah memahami progresi akor dalam
waktu yang cepat.
Buto dan Rakai merupakan dua sekawan yang sering menghargai
prestasi orang lain. Selain dari mengapresiasi kecerdasan Inggil,
mereka pun mengapresiasi suara Lodeh, hal tersebut dibuktikan oleh
Buto dengan memberikan uang lima puluh ribu kepada Lodeh saat ia
selesai menyanyi. Berikut kutipannya.
110
Ibid., h. 153
111
Ibid., h. 204
93
112
Ibid., h. 210
113
Ibid., h. 272
114
Ibid., h. 296
115
Ibid., h. 283
94
116
Ibid., h. 286-287
117
Ibid., h. 336
95
118
Ibid., h. 36
119
Ibid., h. 99
96
120
Ibid., h. 62
121
Ibid., h. 109
97
122
Ibid., h. 121
123
Ibid., h. 249
98
Lestari ini, sikap peduli sosial yang ditonjolkan ialah dimiliki oleh
Inggil.
C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di SMP
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada kurikulum 2013
revisi menekankan pada pembelajaran berbasis teks. Di mana pada bahan
ajarnya siswa diajak untuk membaca dan memahami teks-teks secara lebih
mendalam. Mengapresiasi karya sastra seperti novel, cerpen, cerbung,
puisi, dan drama mampu membentuk karakter seseorang. Penanaman nilai
kerakter pada siswa mampu memberikan nilai lebih, seperti toleransi,
disiplin, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan peduli
terhadap lingkungan sosialnya. Novel Rapijali 1: Mencari karya Dee
Lestari ini dapat menjadi media efektif dan edukatif dalam menunjang
penanaman nilai-nilai pendidikan karakter.
Melalui tokoh-tokohnya Rapijali 1: Mencari seperti tokoh Ping,
Inggil, dan Rakai, Dee Lestari memberikan gambaran tentang kekuatan
dan rintangan seorang pelajar dalam menjalani kehidupaannya yang
kompleks. Siswa SMA miskin yang bersekolah di sekolah elit itu harus
memupuk mimpi dan bersaing dengan anak orang kaya yang memiliki
fasilitas yang mencukupi. Melalui tokoh Ping, Inggil, dan Rakai, Dee
Lestari melukiskan nilai karakter peduli sosial, disiplin, demoktaris, rasa
ingin tahu, dan menghargai prestasi.
Hal penting yang tidak bisa dipungkiri dari novel Rapijali 1:
Mencari ini adalah penanaman ide-ide untuk menyelesaikan masalah yang
terjadi dengan teman di sekolah. Melalui tokoh-tokohnya, Dee Lestari
memberikan gambaran bahwa semua siswa, baik yang berasal dari
keluarga kaya maupun biasa itu mampu berprestasi sesuai dengan
bakatnya masing-masing. Kesuksesan dan mimpi siswa itu bukan terletak
dari perekonomian keluarganya, namun dari kesungguhan usahanya.
Perjuangan tokoh Ping dan Inggil yang rela meninggalkan, teman-
temannya, bahkan segala kenangan mengenai kampung halamannya demi
pendidikan yang lebih baik, dapat menjadi inspirasi bagi siswa bahwa
99
meraih mimpi atau cita-cita itu perlu dipengorbanan. Novel ini dapat
membangun semangat belajar dan berjuang dari karakter tokoh-tokohnya.
Kisah mengenai Rapijali 1: Mencari ini membuat siswa mampu untuk
tidak menyerah dalam meraih cita-cita, peduli terhadap sesama, dan
mewujudkan mimpi dengan segala pengorbanan.
Dengan memahami konsep pendidikan karakter dalam novel
Rapijali 1: Mencari, diharapkan dapat menginspirasi dan memacu
semangat siswa untuk terus belajar menjadi seorang yang berintelektual,
bersikap sesuai dengan harapan orang tua, guru, dan masyarakat
sekitarnya. Novel Rapijali 1: Mencari ini cocok dipilih sebagai bahan
bacaan dalam pembelajaran sastra karena di dalamnya mengandung kisah
yang sesuai dengan zaman milenial yang inspiratif dari tokoh-tokohnya,
khususnya Ping dan Inggil. Novel Rapijali 1: Mencari ini dapat menjadi
pilihan karena menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami
oleh siswa.
Penelitian pendidikan nilai karakter dalam novel Rapijali 1:
Mencari ini dapat dimanfaatkan sebagai alternatif kajian materi
pembelajaran teks buku fiksi dan nonfiksi di SMP kelas VIII semester dua,
pada K.D. 3.17 Menggali dan menemukan informasi dari buku fiksi dan
non fiksi yang di baca. Dan K.D 4.17 Membuat peta konsep/garis alur dari
buku fiksi dan nonfiksi yang dibuat.
Pembelajaran sastra diarahkan pada penumbuhan kemampuan
siswa dalam mengidentifikasi struktur, kebahasaan, dan alur novel. Serta
siswa mampu menceritakan kembali kisah novel yang telah dibacanya.
Novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari ini dapat digunakan sebagai
bahan ajar kelas VIII SMP materi buku fiksi dan nonfiksi dalam bentuk
Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini sebagai alternatif bahan ajar yang
bisa digunakan. LKS ini dapat digunakan pada sekolah-sekolah sebagai
bahan ajar yang menunjang siswa dalam proses pembelajaran. LKS ini
berisi materi atau uraian singkat yang terkait dengan pokok bahasan dan
sejumlah pertanyaan baik berupa soal-soal pilihan ganda. Manfaat
100
101
102
Ardianto, David. ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Akar Karya Dewi Lestari:
Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Sastra Di SMA‖. yang diajukan sebagai skripsinya pada Universitas
Muhammadiyah Surakarta Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta. 2014Arif, Muhamad. Jesica Dwi Rahmayanti. dan Fitri Diah
Rahmawati. ―Penanaman Karakter Peduli Sosial Pada Siswa Sekolah Dasar‖.
Qalamuna-Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama. Vol.13 No.2. 2021.
Azhari, Tiara Yuniar. ―Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel dan Relevansinya
sebagai materi ajar di SMA‖. Jurnal Edukasi Katulistiwa. 2018.
Baety, Salma Noer. Didin Muhammad Zaenal Muchyi. dan Desti Fatin Fauziyyah.
―Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya
Dee Lestari‖. Literasi, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Vol.12. No.1. Januari 2022. E-ISSN 2549-2594.
Brilyancie, Claudia Allinsya. Yunita Anas Sriwulandari. dan Azza Aulia
Ramadhani. ―Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Rapijali 1:
Mencari Karya Dewi Lestari (Kajian Psikologi Sastra)‖. Proseding
Seminar Nasional Sastra, Lingua, dan Pembelajarannya (Salingga). 26
Oktober 2021.
BTS Indonesia Army. BTS Diary. Depok: Hiraku Publishing. 2018.
Hidayah, Rizky Fitri. ―Nilai Perjuangan Dalam Rapijali 1: Mencari Karya Dee
Lestari‖, skripsi yang diajukana pada Universita Muhammadiyah Jember.
Jember: Universitas Muhammadiyah Jember. 2021
Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: CV
Alfabet. 2012.
Hendrastomo, Grendi. "Nasionalisme vs Globalisasi ‗Hilangnya‘ Semangat
Kebangsaan dalam Peradaban Modern". Jurnal Dimensia. Volume I. No.
1. Maret 2007
Hidayah, Rizky Fitri. ―Nilai Perjuangan Dalam Rapijali 1: Mencari Karya Dee
Lestari‖, skripsi yang diajukana pada Universita Muhammadiyah Jember,
Jember: Universitas Muhammadiyah Jember. 2021.
Kemendikbud, ―Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan
PendidikanNasional‖.https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/pe
nguatanpendidikan-karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-
nasional, diunduh pada 7 Januari 2022. Pukul 21.02 WIB.
Kurniawan, Syamsul. Pendidikan Karkater: Konsep & Implementasi secara
Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan
Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz. Cetakan kedua 2016.
Lestari, Dee. https://deelestari.com/biografi/ diakses pada 30 Juni 2021 pukul
12.32 WIB
Lestari, Dee. Rapijali 1: Mencari. Yogyakarta: Bentang Pustaka. 2021.
Lestianingsih, Nima. ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Novel
Supernova: Partikel Karya Dewi Lestari‖. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret. 2013.
Lickona, Thomas. terjemahan Character Matters (Persoalan Karkater) Bagimana
Membantu Anak Mengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas, dan
Kebajikan Penting Lainnya. Jakarta: Bumi Aksara. 2012.
Luxemburg, Jan Van. Miekel Ball, dan Williem G. Weststeijn. Pengantar Ilmu
Sastra, Terj. dari Inleiding in de Literatuurwetenschap oleh Dick Hartoko.
Jakarta: PT Gramedia. cetakan ketiga 1989.
Mashabi, Sania. ―KPAI: Angka Putus Sekolah pada Masa Pandemi Covid-19
CukupTinggi‖, https://nasional.kompas.com/read/2021/03/06/12561341/k
pai-angka-putus-sekolah-pada-masa-pandemi-covid-19-cukup-tinggi
diakses pada 21 Juni 2021, pukul 13.01 WIB.
Murzakki, Akhmad. Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2006.
Musbikin, Imam. Pendidikan Karakter Jujur. Tanpa Kota: Nusa Media. 2021.
Musbikin, Imam. Penguatan Karakter Kerja Keras, Demokrasi, dan Kreatif.
Tanpa Kota: Nusa Media. 2021
Musbikin, Imam. Pendidikan Karakter Disiplin. Tanpa Kota: Nusa Media. 2021.
Naim, Ngainun. Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam
Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media. 2012.
Narwanti, Sri. Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk
Karakter dalam Mata Pelajara. Yogyakarta: Familia. 2014.
Sekolah : SMP/MTs ….
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII / Genap
Tahun Pelajaran : 2021/ 2022
Materi Pokok : Buku Fiksi dan Nonfiksi
Alokasi Waktu : 2 X 40 menit (2 pertemuan)
B. Tujuan Pembelajaran
Melalui kegiatan pembelajaran dengan model discovery ini peserta didik
diharapakan dapat:
1. Menelaah dan memahami struktur kebahasaan buku fiksi dan nonfiksi.
2. Memahami isi dari buku fiksi dan nonfiksi yang telah dibaca.
3. Menyajikan peta konsep atau bagan dari buku fiksi dan nonfiksi.
C. Media dan Sumber Pembelajaran
1. Titik Harsiati, Agus Trianto, dan E. Kosasih. 2017. Bahasa Indonesia
untk kelas VII SMP/MTS. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
2. Dee Lestari. Rapijali 1 Mencari. 2021. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
3. Ms. Power Point
4. Google Classroom
5. Google Meet
6. WhatsApp
D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu
Jakarta, …… 2022
Mengetahui,
BAB 8
KEMBANGKAN KEGEMARAN MEMBACA
(Subbab Buku Fiksi)
Kompentensi Inti:
K-1 : Menghargai dan menghayatiagama yang dianutnya
K-2 : Menghargai dan menghayati perilaku jujur
K-3 :Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian tampak mata.
K-4 : Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan
yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.
Materi Pokok:
- Definisi buku fiksi
- Struktur cerita fiksi
- Amanat cerita fiksi
Uraian Materi
Pada penggolangannya buku dibagi menjadi dua jenis, yaitu buku fiksi dan
buku nonfiksi. Buku fiksi ialah buku yang isinya berupa rekaan dan khayalan,
sedangkan buku nonfiksi ialah buku yang isinya merupakan fakta yang berisi data
dan kebenarannya dapat dipertangungjawabkan keabsahannya. Bagaimana cara
membedakan kedua jenis buku tersebut? Mari kita bahas bersama di bawah ini.
A. Definis Buku Fiksi
Buku fiksi ialah buku yang isinya berupa rekaan atau khayalan
pengarangnya saja. Tujuan orang membaca buku fiksi ialah untuk hiburan,
mengisi watu luang, serta menambah wawasan sosial mengenai
kehidupan. Buku fiksi terbagi dalam beberapa jenis, diantaranya ialah
drama, puisi, dan narasi. Untuk pembelajaran di kelas 8 ini, akan
difokuskan pada buku fiksi bentuk narasi.
Buku berbentuk narasi ialah buku yang isinya berupa cerita. Jenis
buku fiksi yang ditulis dalam bentuk teks narasi ialah novel, komik, cerita
pendek (cerpen), dan cerita bersambung (cerbung).
B. Unsur Intrinsik dan Struktur Cerita Fiksi
Unsur intrinsik ialah unsur pembangun sebuah cerita. Unsur
intrinsik terbagi menjadi tujuh bagian, diantaranya: tema, alur,
tokoh/penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Berikut
penjelasan rincinya.
- Tema
Tema ialah gagasan pokok atau inti dari sebuah cerita.
- Alur
Alur ialah jalan cerita pada sebuah teks narasi. Alur dibagai menjadi
tiga, yaitu alur maju, mundur, dan maju-mundur (campuran).
- Tokoh/penokohan
Tokoh ialah orang yang memerankan cerita. Tokoh dibagi mejadi dua
jenis, yaitu tokoh antagonis dan tokoh protagonis. Tokoh antagonis
ialah tokoh yang menentang atau tokoh berperilaku jahat dalam sebuah
cerita. Sedangkan tokoh protagonist ialah tokoh yang berlaku sesuai
dengan keinginan pembaca atau biasa juga disebut sebagai tokoh baik.
- Latar
Latar ialah ruang dan waktu terjadinya sebuah cerita. Latar dibagi
menjadi tiga yaitu latar waktu, latar tempat, dan latar suasana. Latar
waktu menunjukan waktu terjadinya cerita, biasanya disebutkan
waktunya pagi, siang, sore, malam, atau langsung dituliskan pukul
berapanya. Latar tempat ialah tempat terjadinya sebuah cerita, dapat
dituliskan Bogor, sungai, dan lain sebagainya. Sedangkan latar suasana
ialah suasana yang tercipta dari peristiwa berlangsungnya sebuah
cerita. Misalnya suasana sedih, senang, haru, pilu, iba, dan lain
sebagainya.
- Sudut pandang
Sudut pandang ialah posisi pengarang dalam memposisikan dirinya
dalam cerita. Sudut pandang dibedakan menjadi dua, yakni sudut
pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut
pandang orang pertama ialah penulis yang memposisikan dirinya
sebagai pencerita atau tokoh dalam cerita ini. sudut pandang orang
pertama ditandai dengan narasi yang menggunakan kata aku ataupun
saya. Sedangkan sudut pandang orang ketiga ialah penulis yang
memposisikan dirinya sebagai pembawa cerita saja, maka kata yang
digunakan dalam narasinya pun ia, dia, ataupun nama tokoh secara
langsung.
- Gaya bahasa
Gaya bahasa ialah gaya atau cara penulis membahasan sebuah cerita.
- Amanat
Amanat ialah pesan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada
pembaca.
Kegiatan 1
Pendahuluan
Ayo Berkolaborasi
Uji Kompetensi
A. Berilah tanda silang (X) pada salah satu huruf a, b,c, atau d pada
jawaban yang anda anggap benar!
Bacalah teks di bawah ini!
Yuda memang tak memiliki bahan basa-basi apa pun buat manusia satu itu.
Langsung dan lugas, Yuda menyampaikan alasan kedatangannya. Saat ia
berbicara, hampir selalu matany minggat ke arah lain. Muka Guntur mengundang
terlalu banyak kesakitan. Kemarahan. (Rapijali 1: Mencari, h.4)
9. Sikap seperti apakah yang dapat kita tiru dari tokoh Ardi...
a. Membantu teman yang tidak memiliki uang
b. Menanyakannya teman memiliki bekal atau tidak
c. Menemani teman yang sedang berduka
d. Mengajak teman makan bersama di kantin
10. Sikap seperti apakah yang dapat kita tiru dari tokoh Inggil...
a. Memberikan makanan pada teman
b. Memaksa teman makan di kantin
c. Memberikan tiket jalan-jalan pada teman
d. Menasehati teman agar rajin belajar
11. Sikap seperti apakah yang perlu kita titu ari tokoh Ping...
a. Memberikan makanan pada teman
b. Membantu teman yang tidak memiliki uang
c. Mengajak teman makan bersama di kantin
d. Berterus terang pada teman