Anda di halaman 1dari 150

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

PADA NOVEL RAPIJALI: 1 MENCARI KARYA DEE LESTARI


DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
SASTRA DI SMP

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Rifda Nur Hamidah

11170130000044

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

PADA NOVEL RAPIJALI 1: MENCARI KARYA DEE LESTARI


DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
SASTRA DI SMP

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Rifda Nur Hamidah


NIM. 11170130000044

Mengesahkan,
Dosen Pembimbing

Ahmad Bahtiar, M.Hum


NIP. 197601182009121002

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2022
ABSTRAK
Rifda Nur Hamidah (NIM: 11170130000044), ―Nilai Pendidikan
Karakter dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari dan Impleikasinya
pada Pembelajaran Sastra Di SMP‖. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2022.
Pendidikan karakter menjadi suatu hal yang krusial bagi pelajar. Nilai
pendidikan karakter ini menjadi titik penting yang akan menunjukan kemajuan
atau kemunduran suatu bangsa di masa depan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui unsur intrinsik atau pembangun cerita dan nilai pendidikan karakter
yang terdapat di dalam novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif kualitatif, sedangkan
tinjauannya menggunakan teori nilai pendidikan karakter dari Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 pasal 2
ayat 1. Adapun di dalam penelitian ini terdapat analisis unsur intrinsik seperti
tema, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan
amanat. Hasil dari peneilitian ini juga menunjukan adanya beberapa nilai
pendidikan karakter pada novel Rapijali :1 Mencari karya Dee Lestari, yaitu nilai
toleransi, disiplin, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan peduli
sosial. Penelitian novel Rapijali 1 Mencari karya Dee Lestari ini dapat
diimplikasikan dalam pembelajaran sastra di SMP khususnya pada KD 3.17 dan
4.17 yang berkaitan dengan menemukan informasi dari buku fiksi serta membuat
peta konsep dari buku fiksi. Selain itu, novel ini dapat menguatkan nilai-nilai
pendidikan karakter pada peserta didik sesuai dengan konsep pendidikan karakter
pada kurikulum 2013.

Kata kunci: Rapijali, Pendidikan Karakter, Karakter, Milenial.

i
ABSRACK
Rifda Nur Hamidah (NIM: 11170130000044), "The Value of Character
Education in The Neatjali Novel 1: Looking for Dee Lestari's Work and Its
Implications for Literature Learning in Junior High Schools". Department of
Indonesian Language and Literature Education, Faculty of Tarbiyah and Teacher
Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2022.
Character education is crucial for students, especially in Indonesia. The
value of student character is now an important point that will show the progress or
decline of a nation in the future. This study aims to find out the intrinsic elements
or story builders and the value of character education contained in the novel
Rapijali 1 Looking for Dee Lestari's work. The method used in this study is a
qualitative descriptive method, while the review uses the theory of the value of
character education from the Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 pasal 2 ayat 1. In this study, there is an
analysis of intrinsic elements such as themes, plots/ plots, characters and
characterization, settings, points of view, language styles, and mandates. The
results of this research also show that there are several values of character
education in the novel Rapijali: 1 Looking for Dee Lestari's work, namely the
values of tolerance, discipline, democracy, curiosity, respect for achievements,
and social care. The research on the novel Rapijali 1: Mencari Looking for Dee
Lestari's work can be implied in literature learning in junior high schools,
especially in KD 3.17 and 4.17 which are related to finding information from
fiction books and making concept maps from fiction books. In addition, this novel
can strengthen the values of character education in students in accordance with the
concept of character education in the 2013 curriculum.
Keywords: Rapijali, Character Education, Character, Millennial.

ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. karena atas
limpahan rahmat dan bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Selawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan seluruh umat
yakni nabi Muhammad Saw..

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari adanya bimbingan,
motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghaturkan terima
kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Sururin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruaan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Makyun Subuki, M.Hum. selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
4. Ahmad Bahtiar, M. Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan
sabar membimbing, mengajari, dan memotivasi penulis agar mampu
menyelesaikan skripsi ini;

5. Nuryani, S.Pd., M.A. selaku dosen penasihat akademik yang dengan


kesabaran dan kasih sayangnya memberikan pengarahan selama perkuliah
ini;

6. Seluruh dosen dan Staf FITK, khususnya jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia;

7. Kedua orang tua penulis, Abi dan Ibu yang selalu mendoakan,
mendukung, dan memberikan kasih sayang dan cinta yang terbaik untuk
penulis;

iii
8. Keempat kakak penulis, Siti Roziqoh, Syahrul Mustofa, M.Si., Hikmatul
Mardiyah, S.Pd., dan Daud Bachtiar, S.Hum. terima kasih atas doa,
contoh, dan motivasinya;

9. Untuk sahabat-sahabat saya yang selalu mendukung dan menguatkan


disaat kelelahan menyapa, Mulia Kurniati, Ika Titi Hidayati, Siska, Kak
Nada Aprilia, Kak Rifa Aulia, Eliya, dan yang lainnya. Terima kasih atas
dukungannya.

10. Teman-teman PBSI angkatan 2017, khususnya keluarga B Ceria terima


kasih telah mengisi hari-hari dengan penuh warna;

11. Ibu Muna Hasan, S.Si, Ibu Dra. Risa Andriani, dan Ibu Liliani
Haretnowati, S.P, terima kasih telah menjadi orang tua kedua yang selalu
mendukung dan mendoakan yang terbaik bagi penulis.

Jakarta, Juni 2022

Rifda Nur Hamidah

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ................................................................................................... i

ABSTRACK ................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1


B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
G. Metodologi Penelitian ....................................................................... 7
1. Pendekatan dan Metodologi Penelitian ....................................... 7
2. Sumber dan Data Penelitian ........................................................ 8
3. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 8
4. Teknik Analisis Data ................................................................... 9

BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................ 10

A. Hakikat Novel ................................................................................... 10


B. Unsur Intrinsik Novel ....................................................................... 11
1. Tema ........................................................................................... 11

v
2. Alur/Plot ...................................................................................... 11
3. Tokoh dan Penokohan ................................................................. 13
4. Latar ............................................................................................ 13
5. Sudut Pandang ............................................................................ 15
6. Gaya Bahasa ................................................................................ 15
7. Amanat ........................................................................................ 15
C. Pendekatan Pragmatik Pada Karya Sastra ........................................ 16
D. Hakikat Nilai Pendidikan Karakter ................................................... 17
E. Pembelajaran Sastra Indonesia di sekolah ........................................ 31
F. Penelitian Relevan ............................................................................ 32

BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN DEE LESTARI ..................... 39


A. Biografi Dee Lestari .......................................................................... 39
B. Karya Dee Lestari ............................................................................. 40
C. Pemikiran Dee Lestari ....................................................................... 42

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN................................. 44


A. Analisis Unsur Intrinsik .................................................................... 44
1. Tema ........................................................................................... 44
2. Alur/Plot ...................................................................................... 47
3. Tokoh dan Penokohan ................................................................. 50
4. Latar ............................................................................................ 67
5. Sudut Pandang ............................................................................ 77
6. Gaya Bahasa ................................................................................ 78
7. Amanat ........................................................................................ 78
B. Analisis Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel Rapijali 1
Mencari Karya Dee Lestari ............................................................... 79
1. Toleransi ..................................................................................... 79
2. Disiplin ....................................................................................... 81
3. Demokratis ................................................................................. 84
4. Rasa Ingin Tahu ......................................................................... 86

vi
5. Menghargai Prestasi ................................................................... 89
6. Peduli Sosial ............................................................................... 94
C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di SMP ............................. 98

BAB V PENUTUP....................................................................................... 101


A. Simpulan .......................................................................................... 101
B. Saran ................................................................................................ 101

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LEMBAR UJI REFERENSI
PROFIL PENULIS

vii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Karya-karya Dee Lestari ............................................................... 39

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sastra jika dilihat sebagai seni merupakan hasil dari representasi
kehidupan manusia itu sendiri. Sastra menjadi sesuatu yang penting untuk dikaji
sebab, untuk mengetahui kehidupan sosial dan budaya di suatu masa dapat dilihat
dari karya sastra yang ada pada masa itu. Seperti pada tahun ini, dunia sastra
sedang ramai dengan Rapijali karya Dee Lestari, yang baru diluncurkan ketika
bulan Februari tahun 2021. Novel tersebut menjadi representasi kehidupan remaja
yang mengandung nilai pendidikan karakter yang bisa diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-harinya.

Nilai edukatif ialah kumpulan nilai yang mampu meningkatkan


kemampuan siswa dalam bertingkah laku dan menjalani kehidupan di
lingkungannya. Nilai edukatif atau pendidikan karakter ialah sebuah nilai yang
dapat mengukur benar tidaknya, baik kurang baiknya seseorang bertingkah laku
sesuai dengan norma-norma yang ada. Dari kondisi pandemi ini, banyak remaja
yang belum memahami dengan benar nilai edukatif yang perlu mereka terapkan
dalam kehidupan, sehingga banyak di antara mereka memilih untuk keluar dari
sekolah ketika pembelajaran dilakukan online (dalam jaringan). Entah itu karena
keinginan dirinya sendiri yang mulai jenuh dengan sisitem sekolah daring atau
desakan orang-orang terdekatnya yang sudah tidak sanggup lagi membiayainya
lagi. Banyak anak yang memilih untuk bermain game online dibandingkan dengan
pembelajaran, hal itu dapat kita liat hari kasus dua anak di bawah umur, yaitu HS
dan IP yang berusia 14 tahun mencuri kotak amal Masjid Arrahman di Kabupaten
Karimun, Kepulauan Riau untuk bermain game online.1 Prof Cecep Darmawan
pun mengatakan bahwa kecanduan game online ini sebagai bagian dari tren ketika

1
Karta Raharja Ucu, https://www.republika.co.id/berita/qwp7ny282/game-online-bikin-
kecanduan-masa-depan-bangsa-terancam-part1, diunduh pada Sabtu, 18 Juni 2022, pukul 06.11.

1
2

pembelajaran jarak jauh diberlakukan. Hal tersebut dilakukan oleh anak karena
tidak dapat keluar dari rumahnya.2

Nilai edukatif atau lebih spesifiknya nilai pendidikan karakter ialah sebuah
nilai yang sedang digerakkan dalam pendidikan bangsa Indonesia ini, sebab
pemerintah dan masyarakat Indonesia mulai menyadari bahwa pendidikan
karakter merupakan hal dasar yang harus ditanamkan pada calon penerus bangsa.
Terlebih dengan adanya kasus pandemi yang tak kunjung surut, pergaulan yang
semakin tak beraturan, kita harus menyelamatkan karakter anak bangsa dengan
pendidikan karakter yang tepat, sehingga mereka mampu menjadi penerus bangsa
yang mampu membawa kepada nilai-nilai kebaikan.

Menurut Retno Listiarti selaku komisioner Komisi Perlindungan Anak


Indonesia (KPAI) di bidang pendidikan, di masa pandemi angka anak putus
sekolah di Indonesia naik. Retno mengatakan pada 6 Maret 2021 bahwa angka
putus sekolah cukup tinggi, terutama menimpa anak dari keluarga miskin. Ia pun
menyebutkan bahwa terdapat lima faktor penyebab anak putus sekolah yaitu,
menikah, bekerja, menunggak Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP),
kecanduan game online, dan meniggal dunia.3 Dari kelima faktor tersebut yang
paling banyak merasakan efeknya ialah siswa yang bersekolah di swasta, sebab
mereka dibebankan dengan SPP yang pada kebanyakan sekolah tidak memberikan
keringanan ketika terjadinya pandemi ini. Hal tersebut sesuai pula dengan yang
dikatakan oleh Ratna pada 6 Maret lalu.

Menurut Ratna hampir 90% kasus siswa putus sekolah berasal dari sekolah
swasta dan 75% kasus berasal dari jenjang SMA/SMK.4 Oleh karenanya,
kehadiran tokoh Ping dan Inggil di novel Rapijali 1: Mencari ini dapat
memotivasi para pelajar di era milenial seperti ini untuk tetap mendapatkan

2
Ibid.
3
Inas Widyanuratikah dan Agus Yulianto, ―Inilah alasan Anak Putus Sekolah Menurut
KPAI‖ https://www.republika.co.id/berita/qpjcj4396/ini-alasan-anak-putus-sekolah-menurut-kpai,
diakses pada 21 Juni 2021, pukul 12.38 WIB.
4
Sania Mashabi, ―KPAI: Angka Putus Sekolah pada Masa Pandemi Covid-19 Cukup
Tinggi‖, https://nasional.kompas.com/read/2021/03/06/12561341/kpai-angka-putus-sekolah-pada-
masa-pandemi-covid-19-cukup-tinggi diakses pada 21 Juni 2021, pukul 13.01 WIB.
3

pendidikan. Sebagaimana UUD pasal 31 ayat (1) yang menyatakan bahwa


pendidikan ialah hak segala bangsa. Penanaman nilai pendidikan karakter pada
siswa mampu membuat siswa berpikir dan melaksanakan peranannya sebagai
siswa yang baik, sesuai dengan cita-cita orang dewasa didekatnya. Siswa dan
remaja yang ada di sekitar kita mampu menjadi remaja yang bernilai dan
bermanfaat bagi lingkungannya.

Nilai pendidikan karakter dapat ditemukan siswa dari berbagai media


misalnya; dari lingkungannya, novel, lagu, film, atau karya sastra yang lainnya.
Namun, nilai edukatif yang paling membekas dan sangat mudah peserta didik
dapatkan ialah melalui kehidupan sekitarnya. Sebab dalam kehidupan sekitarnya
peserta didik mampu melihat refleksi-refkesi yang terjadi seperti kehidupannya.
Dengan masa pandemi yang yang mengharuskan seluruh lapisan masyarakat
untuk melakukan aktivitas di rumah saja ini, maka lingkungan sekitar menjadi
media yang kurang efektif dalam pembentukan pendidikan karakter anak. Dan
yang mampu memberikan hidup yang kompleks sehingga nilai-nilai yang ada
didalamnya sangat mudah untuk diaplikasikan dalam kehidupan ialah novel. Oleh
karenanya, nilai pendidikan karakter dapat tersampaikan dengan baik melalui
novel yang berkualitas tinggi, salah satunya ialah novel Rapijali 1: Mencari karya
Dee Lestari ini.

Dewi lestari ialah salah satu penulis yang produktif asal Indonesia. Karya-
karya yang diterbitkannya semuanya menjadi best seller. Bukunya banyak
diminati oleh semua kalangan, sebab isu yang diangkat oleh Dee Lestari
kebanyakan mengandung nilai-nilai yang mampu diapliaksikan dalam kehidupan
di sekitar kita. Misalnya pada novel Rapijali 1: Mencari yang terbit pada tahun
2021 ini membahas mengenai mimpi dan kegundahan anak muda mengenai masa
depannya. Alur ceritanya, seperti kehidupan yang terjadi di masa pandemi seperti
ini, harus melakukan banyak pengorbanan agar tetap mengenyam pendidikan.
Rapijali 1: Mencari, menjadi sebuah refleksi pembelajaran yang tepat bagi anak
muda di masa pandemi ini.
4

Rapijali 1: Mencari merupakan novel karya Dee Lestari yang membahas


mengenai anak milenial. Novel ini menceritakan kehidupan Ping atau Lovinka,
seorang pelajar yang pindah ke Jakarta karena sebatang kara di tempat asalnya,
Batu Karas. Kehidupan baru yang serba asing itu, membawa perubahan bagi Ping.
Kehidupan desa yang biasanya ia nikmati kini terenggut darinya. Dan ia
dihadapkan pada kehidupan glamor, sehingga ia merasa bagai orang asing yang
jauh berbeda dengan teman-temannya. Sebab Ping disekolahkan di sekolah elit,
yang mana terlihat sekali perbedaannya antara siswa penerima subsidi seperti Ping
dengan siswa kaya yang lainnya.

Namun, kehadiran Ping di sekolah itu banyak memberikan pengaruh bagi


orang-orang di sekelilingnya khususnya Inggil, teman sebangku Ping yang
merupakan anak subsidi. Inggil yang terbiasa sendiri dan tidak memiliki teman
menjadi sosok yang lebih percaya diri semenjak kenal dan berteman baik dengan
Ping.

Novel Rapijali 1: Mencari menjadi sangat penting untuk dikaji di zaman


sekarang ini, sebab novel ini mampu mengajarkan kita bahwasanya pendidikan
harus tetap dijalankan dan menjadi hak semua anak Indonesia. Entah seberapa
berat dan sulitnya keadaan ekonomi keluarga tersebut. Tokoh Ping dan Inggil rela
keluar dari zona nyamannya untuk tetap bisa bersekolah. Mereka sama-sama
merantau di tempat yang mereka anggap asing dan tidak menerimanya. Kedua
anak itu adalah bukti nyata, bahwa sesulit apapun keadaan, pendidikan harus tetap
mereka rasakan.

Pendidikan harus tetap dijalankan diberikan pada anak Indonesia ini,


namun banyak di antara anak bangsa ini tidak mengetahui bahwa pendidikan itu
sangat mereka butuhkan di masa depan nanti. Hal tersebut terjadi karena minat
membaca pelajar di Indonesia itu sangat rendah. Berdasarkan data dari UNESCO,
5

masyarakat Indonesia yang memiliki minat membaca hanya 0,001%. Yang


artinya, dari seribu orang, hanya satu orang yang rajin membaca.5

Rendahnya minat baca tersebut menyebabkan siswa beranggapan bahwa belajar


bahasa, terutama bahasa Indonesia itu membosankan. Terlebih membaca sastra
baik cerpen, cerbung, ataupun novel. Padahal pada kenyataannya, pembelajaran
sastra di sekolah itu mampu menjadi pendorong keberhasilan anak bangsa dalam
menghadapi masa depannya, karena masa yang akan datang mengharuskan anak
mampu berpikir kritis dan berargumentasi berdasarkan fakta yang ada. Hal
tersebut tidak mungkin bisa didapatkan jika anak tidak pernah membaca sastra.
Rendahnya minat siswa terhadap pembelajaran sastra di sekolah membuat guru
pelajaran bahasa Indonesia harus memiliki kreativitas yang tinggi, salah satunya
dengan memilihkan bacaan yang sesuai dengan zamannya seperti novel Rapijali
1: Mencari karya Dee Lestari ini.

Guna menurunkan angka putus sekolah pada pelajar Indonesia, sebagai


masyarakat kita perlu memberikan motivasi kepada para pelajar bahwa
pendidikan itu tetap harus dikenyam dalam kondisi apa pun. Untuk menangani
penambahan jumlah anak putus sekolah tersebut diperlukannya pemahaman akan
nilai edukatif yang baik, sebagai sarana motivasi siswa tersebut. Nilai pendidikan
karakter tersebut dipaparkan oleh Dee Lestari dalam novel Rapijali 1: Mencari
khususnya pada tokoh siswa penerima subsidi, yakni Ping, Inggil, dan Rakai. Dee
Lestari menggambarkan bahwa kekurangan finansial bukanlah alasan untuk tidak
berprestasi.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis mengangkat judul ―Nilai


Pendidikan Karakter Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari dan
Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMP‖.

5
Cita Aryani. M, ―Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia Sangat
Menghawatirkan‖ https://padang.harianhaluan.com/tren-lifestyle/pr-1062335060/rendahnya-
minat-baca-masyarakat-indonesia-sangat-menghawatirkan, diakses pada 7 Agustus 2022.
6

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik identifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Perlunya penanaman pendidikan karakter kepada para peserta didik, agar
mereka dapat berlaku sesuai denga apa yang diharapkan oleh masyarakat.
2. Perbedaan lingkungan kehidupan yang jomplang memberikan tekanan
sosial pada anak kurang mampu.
3. Adanya anggapan jika pembelajaran bahasa Indonesia itu merupakan hal
yang membosankan.
4. Belum banyaknya penelitian mengenai novel Rapijali 1: Mencari karya
Dee Lestari
5. Belum adanya penelitian mengenai novel Rapijali 1: Mencari karya Dee
Lestari yang berkaitan dengan pendidikan karakter.
C. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah proses penelitian, dari hasil identifikasi masalah di
atas, dilakukan pembatasan masalah yakni terfokus pada nilai pendidikan karakter
yang dikeluarkan oleh pusat kurikulum kemdikbud dalam novel Rapijali 1:
Mencari Karya Dee Lestari.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat rumusan masalah dari
penelitian ini ialah:

1. Bagaimana unsur intrinsik pada novel Rapijali 1: Mencari karya Dee


Lestari?
2. Bagaimana nilai pendidikan karakter yang digambarkan dalam novel
Rapijali 1 Mencari karya Dee Lestari?
3. Bagaimana implikasi pendidikan karakter dalam novel Rapijali 1: Mencari
karya Dee Lestari terhadap pembelajaran sastra di SMP?
7

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Rapijali 1:
Mencari karya Dee Lestari.
2. Mendeskripsikan nilai pendidikan karakter dalam novel Rapijali 1:
Mencari karya Dee Lestari.
3. Mendeskripsikan implikasi pendidikan karakter dalam novel Rapijali 1:
Mencari karya Dee Lestari dalam pembelajaran sastra di SMP.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat yang mencakup
aspek teoretis maupun praktis.
1. Manfaat secara teoretis, diharapkan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan mengenai pembahasan sosiologi sastra dalam kritik sastra
Indonesia. Khususnya mengenai nilai pendidikan karakter yang terdapat di
dalam sebuah karya sastra.
2. Manfaat secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari mengenai nilai
pendidikan karakter yang terdapat dalam novel tersebut. Selain itu,
diharapkan juga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pendidik untuk
mengembangkan pembelajaran sastra di sekolah yang berkaitan dengan
unsur intrinsik dalam teks sastra. Penelitian ini bermanfaat bagi para
peserta didik agar dapat mendeskripsikan unsur intrinsik dalam novel serta
memahami nilai pendidikan karakter yang ada dalam karya sastra dan
dapat diaplikasinya dikehidupan nyata.
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik sastra.
Pendekatan pragmatik ialah pendekatan yang melihat karya sastra
untuk menginformasikan sekaligus memberikan pengajaran sesuatu hal
8

kepada pembaca.6 Metodologi yang digunakannya ialah metodologi


deskriptif kualitatif. Metodologi ini merupakan metode yang
mendeskripsikan atau menggambarkan dengan jelas dan rinci
mengenai objek penelitian berupa data dan fakta yang terdapat di
dalam objek penelitian dengan bentuk narasi.
Penelitian yang dilakukan ini berjenis penelitian pustaka, sebab
data primer dan data sekunder yang dilakukan oleh peneiliti
menggunakan data pustaka atau terulis, seperti buku, jurnal, artikel-
artikel, sejarah dan sumber referensi lainnya yang dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya.7
2. Sumber dan Data Penelitian
Sumber data pada peneltian ini adalah novel Rapijali 1: Mencari
karya Dee Lestari yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun
2021 dengan tebal 350 halaman. Data berupa unit-unit teks yang
menggambarkan nilai pendidikan karakter dalam novel Rapijali 1:
Mencari karya Dee Lestari.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
teknik baca catat, yaitu mencatat temuan-temuan data yang dijadikan
model analisis data. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara:
a. Membaca, pada penelitian ini yang dijadikan sebagai objek
penelitian yaitu novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari.
Novel tersebut dibaca berulang agar memahami isi yang
terkandung di dalam novel tersebut.
b. Inventarisasi data, mengumpulkan data dengan cara mencatat
kutipan-kutipan yang terdapat di dalam novel yang memiliki
hubungan dengan fokus penelitian, baik data berupa kata, kalimat,

6
Ramadhan Saleh Lubis, dkk., ―Analisis Kritik Sastra Menggunakan Pendekatan
Pragmatik pada Antologi Cerpen Karya Hasan Al Banna‖, diterbitkan oleh Jurnal Universitas
Negeri Medan, h. 123.
7
Santoso, Buku Ajar Metodologi Penelitian, (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2012), h. 9
9

ataupun wacana yang dapat merepresentasikan nilai pendidikan


karakter dalam novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari.
c. Klarifikasi data, mengklarifikasikan data-data yang ditemukan agar
sesuai dengan rumusan masalah yaitu menggambarkan nilai
pendidikan karakter yang terdapat di dalam novel Rapijali 1:
Mencari karya Dee Lestari.
d. Membuat korpus, setelah data yang ditemukan dikarifikasi.
Langkah selanjutnya yaitu membuat korpus agar mempermudah
saat melakukan analisis data.
4. Teknik Analisis Data
Adapun tata cara analisis data pada penelitian ini melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Menganalisis struktur yang mengandung unsur intrinsik dalam
novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari.
b. Analisis selanjutnya, identifikasi nilai pendidikan karakter yang
terdapat pada novel dengan menganalisis makna teks narasi yang
tersaji.
c. Nilai-nilai pendidikan karakter yang telah ditemukan kemudian
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jenis
pendidikan karakter yang terkandungnya di dalamnya.
d. Mengimplikasikan nilai pendidikan karakter dalam novel Rapijali
1: Mencari karya Dee Lestari pada pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia di SMP.
e. Membuat simpulan dari analisis data yang telah dilakukan.
BAB II

KAJIAN TEORI
A. Hakikat Novel
Novel merupakan gambaran dari kehidupan dan perilaku nyata manusia
dikehidupan yang ada pada zamannya.1 Istilah novel berasal dari bahasa Italia
yaitu dari kata novella yang memiliki arti barang baru yang berukuran kecil.2
Dalam pembagian isinya, novel dibagi menjadi dua jenis yaitu novel serius
dan novel hiburan. Novel serius ialah novel yang didalamnya terdapat fungsi
sosial yang disisipkan oleh penulisnya, sedangkan dalam novel hiburan dibaca
hanya untuk hiburan semata diwaktu santai.3
Novel merupakan karya sastra yang paling populer di dunia, sehingga
pengajaran dan pengkajian mengenai novel pun menjadi hal yang penting
untuk diketahui oleh khalayak umum. Agar para pembaca mampu mengetahui
perkembangan sosial budaya pada zamannya.
Berbeda dengan karya fiksi yang lainnya, pada umumnya novel
merupakan karya fiksi yang paling panjang. Novel memuat segala aspek
kehidupan manusia sehingga cerita yang terkandung didalamnya sangat
kompleks. Dari jumlah katanya novel biasanya berkisar antara 35.000 kata
sampai tak hingga atau minimal 100 halaman.4
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel merupakan
karya sastra yang ditulis berdasarkan zamannya dengan konflik yang
kompleks dengan panjang kata minimal 35.000 kata. Ditulis berdasarkan
zamannya membuat novel dapat dijadikan sarana untuk mengetahui
perkembangan budaya dan sosial pada masa tersebut.

1
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT Gramedia, cetakan
keenam 2016), h. 260
2
Uti Darmawati, Ensiklopedia Bahasa dan Sastra Indoneisa: Apresiasi Prosa, (Jakarta:
PT Intan Pariwara, 2018), h. 6
3
Apriyanto Dwi Santoso, Prosa Fiksi, (Yogyakarta: PT Penerbit Intan Perwira, 2019), h.
16
4
Jauharoti Alfin, Apresiasi Sastra Indonesia, (Surabaya: UIN SA Press, 2014), h.128

10
11

B. Unsur Intrinsik Novel


Sebuah novel tidak akan pernah hidup tanpa adanya unsur intrinsik yang
terdapat di dalam cerita. Sebab unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang
membangun karya satra tersebut, sehingga karya sastra menjadi layak dan
memiliki cerita kehidupan yang sering pula dijumpai dalam kehidupan nyata
di sekeliling kita. Adapun unsur intrinsik novel ialah:
1. Tema
Tema atau yang biasa disebut dengan benang merah cerita ialah
inti atau permasalahan yang terdapat disebuah karya sastra. Tema
merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan dan penelitian
karya sastra, sebab tanpa memahami tema dengan baik kita mungkin
tidak akan mengerti apa yang disampaikan oleh penulis karya sastra
tersebut.
Tema ialah hal yang membantu penafsiran atau pendeskripsian dari
sebuah cerita fiksi. Menurut Stanton tema ialah makna yang dikandung
oleh sebuah cerita.5 Tema biasa dibagi menjadi dua, yaitu tema mayor
dan tema minor. Tema mayor ialah makna atau pokok cerita yang
menjadi dasar atau gagasan umum pada karya tersebut. 6 Sedangkan
tema minor ialah sebuah tema tambahan atau bagian-bagian dari
makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra.7
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema ialah
gagasan pokok atau ide cerita dalam sebuah karya. Tema menjadi hal
yang penting, sebab ia yang menentukan menarik tidaknya sebuah
cerita.
2. Alur atau Plot
Alur ialah tahapan-tahan yang dialami oleh tokoh atau pelaku,
sehingga membentuk kronologik yang berkaitan antara jalan cerita

5
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: UGM Press, cetakan
kesebelas 2015), h. 114
6
Ibid., h.133
7
Ibid.,
12

yang satu dengan jalan cerita yang lainnya.8 Berdasarkan urutan waktu
terjadinya, alur dalam sebuah cerita dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Alur Progresif
Alur progresif merupakan sebuah pengungkapan cerita lebih dari
sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini atau masa lalu
menuju masa yang akan datang.9 Pada alur progresif peristiwa-
peristiwa yang terdapat dalam sebuah cerita disusun berurutan
mulai dari keadaannya, peristiwa bergerak, keadaan mulai
memuncak, klimaks, dan penyelesaian.
b. Alur Regresif
Alur regresif merupakan sebuah alur yang ditulis tidak berurutan.
Pada alur regresif cerita yang dikisahkan tidak mulai dari tahap
awal, melainkan dari tengah ataupun akhir cerita, baru kemudian
tahap awal cerita.10 Pada alur regresif cerita dimulai dari masa
sekarang kemudian ke masa lalu.
c. Alur Campuran
Alur campuran adalah alur yang diawali dengan klimaks,
kemudian melihat lagi ke masa lampau dan dilanjutkan sampai
pada penyelesaian. Alur diceritakan dari masa lalu ke masa
sekarang, kemudian ke masa yang akan datang atau sebaliknya.11
Tahapan alur terbagi menjadi lima bagian yaitu:
1) Pemaparan atau pendahuluan merupakan bagian cerita tempat
pengarang mengawali cerita. Biasanya ditahap ini dikenalkan
tokoh, latar, dan lain sebagainya.

8
Jan Van Luxemburg, Miekel Bal, dan Willem G. Weststeijn, Pengantar Ilmu Sastra,
Terj. dari Inleiding in de Literatuurwetenschap oleh Dick Hartoko, (Jakarta: PT Gramedia, cetakan
ketiga 1989), h. 149
9
Andri Wicaksono, Pengkajian Prosa Fiksi, (Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2017),
h. 163
10
Ibid., h.164-165
11
Ibid., h. 166
13

2) Penggawatan merupakan bagian yang menggambarkan bahwa


tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita tersebut mulai bergerak.
Pada tahap ini konflik mulai terasa keberadaannya.
3) Penanjakan merupakan bagian cerita yang melukiskan
konflik-konflik yang terjadi dalam cerita mulai memuncak.
4) Klimaks merupakan tahap yang melukiskan konflik peristiwa
mencapai puncaknya.
5) Peleraian merupakan bagian cerita tempat pengarang
memberikan pemecahan atau jalan keluar dari konflik yang
dirasakan oleh para tokoh di dalam cerita yang dibuat
olehnya.12
3. Tokoh dan Penokohan
Sebuah cerita naratif tidak akan pernah bisa dihadirkan tanpa
adanya seorang tokoh atau pemeran yang melakoni kisah tersebut.
Dalam hal ini tokoh memegang perana penting, sebab tidak akan
pernah ada sebuah cerita yang tidak membutuhkan pelakunya. Peran-
peran kehidupan yang dijalankan oleh tokoh dalam cerita biasanya
merupakan refleksi dari kehidupan manusia di dunia nyata.
Tokoh adalah pelaku atau pemeran yang memerankan cerita.13
Dalam peranannya disebuah cerita tokoh dibagi menjadi dua yaitu
tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama ialah tokoh yang
menjadi pusat dalam terbentuknya sebuah cerita, sedangkan tokoh
tambahan ialah tokoh yang kehadirannya untuk membantu tokoh
utama.14
4. Latar
Sebuah cerita naratif tidak akan pernah berjalan tanpa adanya latar
atau ruang terjadinya peristiwa tersebut. Dalam penerapannya latar

12
Sumaryanto, Karya Sastra Bentuk Prosa, (Semarang: Penerbit Mutiara Aksara, 2019),
h. 6
13
Yohanes Sehandi, Mengenal 25 Teori Sastra, ( Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014)
h.51
14
Ali Imron Al-Ma‘ruf dan Farida Nugrahani, Pengkajian Sastra Teori dan Aplikasi,
(Surakarta: CV. Djiwa Amartha Press, 2017), h. 93
14

sangat berhubungan dengan unsur intrinsik yang lainnya. Sebab latar


ikut membangun situasi dan kondisi yang terjadi pada sebuah karya
sastra tersebut.
Pemberian informasi mengenai latar sebuah cerita dinilai lebih
efektif dibandingkan dengan sarana informasinya yang lain. Hal
tersebut disebabkan latar di dalam sebuah cerita berkaitan langsung
dengan sikap, pandangan, dan perlakuan tokoh.15 Dalam
pembagiannya unsur latar dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Latar Tempat
Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya sebuah
peristiwa di dalam cerita.16 Lokasi yang digunakan dalam latar
sebuah tempat dapat berupa nama tempat langsung, seperti Bogor,
Bandung, dan lain sebagainya. Atau dapat pula berupa berupa
nama tidak jelas dan sifat umumnya, misalnya sungai, gunung,
kamar, pantai, dan lain sebagainya. Melalui deskripsi latar tempat
pembaca akan memperoleh pengetahun dan persepsi baru, dan hal
tersebut merupakan suatu bentuk pengalaman batin yang berharga,
sebab memberikan daya imajinasi pada pembaca.17
b. Latar Waktu
Latar waktu ialah latar yang berhubungan kapan terjadinya
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita fiksi.18 Kapan
terjadinya peristiwa tersebut dikaitkan dengan waktu faktual, yaitu
waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitakan dengan sejarah
atau peristiwa penting yang terjadi pada saat itu.
c. Latar Sosial-Budaya
Latar sosial budaya merujuk pada hal-hal ataupun kegiatan-
kegiatan yang ada hubungannya dengan kegiatan sosial masyarakat

15
Op.Cit., Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.303-304
16
Sri Widayanti, Buku Ajar Kajian Prosa Fiksi, (Baubau:LPPM Universitas
Muhammadiyah Buton Press, 2020), h.56
17
Burhan Nurgiantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, cetakan keempat, 2016), h. 251
18
Op.Cit., Sri Widayanti, h. 58
15

disuatu tempat tersebut.19 Berbagai hal yang ada di dalam


masyarakat, baik itu berupa aturan, norma, sistem, dan nilai-nilai
sosial-masyarakat lainnya itu diperankan langsung oleh para tokoh
dicerita tersebut.20
5. Sudut Pandang
Sudut pandang ialah posisi pengarang saat membawakan sebuah
cerita. Dalam pembagian umumnya sudut pandang dapat dibedakan
menjadi empat yaitu: sudut pandang orang pertama, sudut pandang
orang ketiga maha tahu, sudut pandang orang ketiga terbatas, dan
sudut pandang objektif atau dramatik.21
Sudut pandang ialah strategi, teknik, siasat, ataupun cara yang
secara sengaja dipilih oleh pengarang untuk mengemukakan gagasan
dan cerita.22 Sehingga pemilihan sudut pandang yang tepat mampu
membuat cerita yang dikisahkan lebih tersampaikan dengan tepat pula.
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa ialah gaya atau cara penulis dalam menuliskan cerita.
Dalam hal ini biasanya dipengaruhi oleh kebudayaan dan keadaan
sosial si penulis cerita tersebut. Gaya bahasa merupakan sarana yang
memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam memperoleh efek
estetika dan penciptaan makna.23
Gaya bahasa yang dibuat dalam novel berfungsi untuk
menciptakan hubungan antar sesama tokoh yang tepat guna.24
Sehingga cerita yang ingin disampaikan oleh penulis dalam novel
tersebut tersampaikan dengan baik kepada pembaca.
7. Amanat
Amanat ialah pesan moral yang ingin disampaikan oleh penulis
kepada pembaca yang disimpan rapih dan disembunyikan oleh

19
Ibid., h. 60
20
Op.Cit, Burhan Nurgiantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, h.254
21
Ibid., h. 270
22
Op.Cit., Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h.338
23
Op.Cit., Al-Ma‘ruf dan Nugrahani, h. 97
24
Op.Cit., Jauharoti Alfin, h.132
16

pengarang dalam keseluruhan cerita.25 Dalam beberapa cerita biasanya


amanat disertakan di halaman terakhir. Pesan yang disampaikan oleh
pengarang ini dapat diterima dengan baik oleh pembaca apabila
pembaca memahami dengan baik pula isi yang terkandung di dalam
cerita tersebut.
C. Pendekatan Pragmatik Pada Karya Sastra
Pragmatik ialah sebuah ilmu yang menilai dan menelaah bahasa
dari sudut pandang bahasa itu sendiri. Pendekatan pragmatik
menitikberatkan pada pembaca sastra.26 Pendekatan pragmatik pada karya
sastra biasa disebut dengan pendekatan reseptif. Pendekatan ini menganut
prinsip bahwa sastra yang baik adalah sastra yang dapat memberikan
kesenangan dan faedah bagi pembacanya.27
Pendekatan pragmatik dalam karya sastra adalah pendekatan yang
melihat karya sastra untuk menginformasikan sekaligus memberikan
pengajaran sesuatu hal kepada pembaca.28 Suatu hal yang diinformasikan
kepada pembaca itu dapat berupa penghayatan, kesan, dan pemahaman
pembaca. Pendekatan pragmatik yaitu pendekatan yang disusun
berdasarkan pandangan bahwa karya sastra itu disusun untuk mencapai
efek-efek tertentu kepada pembacanya, seperti efek kesenangan, estetika,
pendidikan, dan lain sebagainya.29
Pendekatan pragmatik pada karya sastra dapat diartikan juga
sebagai pendekatan yang menjadikan pembaca sebagai acuannya. Nilai
yang ditemukan pada teks merupakan reseptif atau penerimaan terhadap
bacaan tersebut. Pendekatan pragmatik ini cenderung memberi penilaian

25
Ibid., h. 131
26
Akhmad Murzakki, Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2006), h. 141.
27
Atar Semi, Kritik Sastra, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2021), h. 42
28
Ramadhan Saleh Lubis,dkk. ―Analisis Kritik Sastra Menggunakan Pendekatan
Pragmatik Pada Antologi Cerpen Karya Hasan Al Banna‖ diterbitkan oleh Jurnal Universitas
Negeri Medan, h.123
29
Ibid., h. 124
17

terhadap suatu karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam mencapai


tujuan tertentu.30
Pendekatan pragmatik digunakan untuk memahami genre karya
sastra dengan menyampaikan tujuan-tujuan tertentu pengarang kepada
pembacanya.31 Demi tercapainya tujuan tersebut, pengarang biasanya
mencerminkan tujuannya itu melalui tokoh cerita, baik yang tuliskan
secara deskriptif maupun dialog.
Pendekatan pragmatik ini sangat bermanfaat bagi pembaca. Salah
satu manfaat dari pendekatan pragmatik ini ialah mampu memecahkan
permasalah yang terjadi di masyarakat, baik itu permasalahan agama,
sosial, budaya, dan lain sebagainya.
D. Hakikat Nilai Pendidikan Karakter
Pada hakikatnya nilai diartikan sebagai sifat atau kualitas yang
melekat pada suatu objek itu sendiri. Nilai atau biasa juga disebut dengan
mutu memiliki arti tingkatan kualitas dari suatu objek. Nilai ialah sifat-
sifat atau hal-hal yang penting dan memiliki nilai guna bagi manusia.32
Nilai selalu dikaitkan dengan kabaikan-kebaikan, kemaslahatan, dan
keluhuran yang terdapat di dalam suatu hal. Nilai merupakan suatu hal
yang dijunjung tinggi dan memiliki nilai kehormatan.33 Edukatif atau
pendidikan merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, sikap, dan tingkah laku sesuai
dengan norma yang berlaku di masyarakat. Karakter ialah sesuatu yang
tajam dan membuat dalam.34 Jadi, secara sederhana nilai pendidikan
karakter ialah kebaikan atau sifat postif yang dijunjung tinggi.
Pendidikan karakter merupakan suatu keperluan yang sangat
krusial bagi peserta didik. Pelaksaan pendidikan karakter ini menjadi

30
Tiara Yuniar Azhari ―Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel dan Relevansinya
sebagai materi ajar di SMA‖, Jurnal Edukasi Katulistiwa, 2018, h. 165
31
Wahid Khoirul Ikhwan, ―Pendekatan Pragmatik Dalam Novel Para Bedebah Karya
Tere Liye‖, Jurnal Metalingua, Volume 6, No. 1, April 2021, h. 3
32
Op.Cit., Andri Wicaksono, h.320
33
Ibid., h. 321
34
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: CV
Alfabet, 2012), h. 1
18

tangung jawab setiap orang dewasa, namun tidak ada aturan baku dan
mutlak untuk menanamkan nilai-nilai karakter tersebut. Tetapi, seorang
guru dituntut agar mampu mendesain dengan baik dan sungguh-sungguh
mengenai cara dan media yang akan diberikan kepada peserta didik
sehingga nilai-nilai karakter tersebut dapat menjadi perilaku permanen
bagi peserta didik.35
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang di dalamnya terdapat komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut.36 Nilai-nilai tersebut meliputi nilai kepada Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
mampu menjadi manusia yang seutuhnya atau insan kamil. Dengan
penerapan yang tepat, pendidikan karakter ini akan mengantarkan manusia
pada kehidupan yang sebaik-baiknya.
Nilai pendidikan dalam suatu karya sastra terbagi menjadi
beberapa nilai, biasanya mencangkup nilai pendidikan moral, agama,
sosial dan keindahan.37 Dan pada saat ini yang terpenting dari seluruh nilai
itu ialah nilai pendidikan karakter. Sebab, pendidikan karakter ialah upaya
yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas
nilai-nilai etis atau susila.38 Oleh karenanya, nilai pendidikan sangat
penting sekali jika selalu diselipi dalam segala aspek di masyarakat,
khususnya yang dirasakan langsung oleh anak. Seperti dari bacaan,
tingkah laku, dan lain sebagainya.
Muchtar Buchori mengatakan bahwa pendidikan karakter
seharusnya membawa peserta didik kepada penilaian nilai secara kognitif,

35
Afifah Zafirah, dkk. ―Penanaman Nilai-Nilai Karakter Terhadap Peserta Didik Melalui
Permainan Congkak Sebagai Media Pembelajaran‖, Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun VIII,
Nomor 1, April 2018, h. 102
36
Sri Narwanti, Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter
dalam Mata Pelajara, (Yogyakarta: Familia, 2014), h. 14
37
Op.Cit., Ardi Wicaksono, h. 326
38
Op.Cit., Heri Gunawan, h.23
19

penghayatan nilai secara afektif, dan pengamalan nilai secara nyata.39


Nilai pendidikan karakter dianggap sebagai konsep yang kompleks untuk
menjadikan peserta didik menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya
dan orang lain. Oleh karena itu, maka pendidikan karakter ini harus terus
dikembangkan dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Penguatan pendidikan karakter pun menjadi poin yang ditekankan
oleh Presiden Joko Widodo, melalui gerakan nasional revolusi mentalnya.
Program yang dirancang oleh Joko Widodo itu meliputi pendidikan
karakter basis kelas, budaya sekolah, dan masyarakat. 40 Sebagai salah satu
dari program pengembangan karakter anak bangsa ini, pemerintah pun
membuat PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) yang diajarkan di
sekolah, program ini menjalankan lima ajaran dasar yaitu religius,
nasionalisme, integritas, kemandirian, dan kegotongroyongan.41
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter
Pada Satuan Pendidikan Formal pasal 2 ayat 1, nilai pendidikan karakter
menjadi beberapa poin penting yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab.42
Selain menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan
Karakter Pada Satuan Pendidikan Formal Pasal 2 Ayat 1, Lickona pun

39
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karkater: Konsep & Implementasi secara Terpadu di
Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz,
cetakan kedua 2016), h. 32
40
Marlina Shintya, dkk, ―Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas
bahasa Indonesia Kurikulum 2013‖, Jurnal Dialektika volume 8 nomor 1, 2021, h. 16
41
Kemendikbud, ―Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan
Pendidikan Nasional‖, https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-
karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-nasional, diunduh pada 7 Januari 2022. Pukul
21.02 WIB.
42
Daryanto dan Suryatri Darmaitun, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah,
(Yogyakarta: 2013), h. 47
20

menyebutkan bahwa ada sepuluh nilai dari pendidikan karakter yaitu


kebijaksanaan, adil, berani, kontrol diri, cinta, sikap positif, bekerja keras,
berintegritas, bersyukur, dan rendah hati.43
Adapun perincian mengenai nilai-nilai pendidikan karakter
menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penguatan Pendidikan Karakter
Pada Satuan Pendidikan Formal pasal 2 ayat 1 ialah sebagai berikut:
1. Religius
Religius ialah sebuah sikap atau perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Memiliki sikap toleran
terhadap pelaksanaan atau kegiatan agama lainnya, dan mampu
menciptakan kehidupan rukun dan damai dengan pemeluk agama
lainnya.44
2. Jujur
Jujur atau dalam bahasa Arab biasa disebut dengan ash-shidqu
dapat diartikan sebagai amanah, dapat dipercaya, dan memberitakan
dengan benar.45 Memiliki karakter yang jujur ialah salah satu kunci
untuk menjadi manusia untuk menarik kepercayaan umum, sebab
orang yang jujur akan selalu berusaha untuk menjaga amanah yang
disampaikan kepadanya.
Sikap mengenai kejujuran ini menjadi sikap yang dijunjung tinggi
dalam agama Islam. Selain menjadi salah satu sikap wajib bagi nabi
dan rasul, Allah pun membicarakan mengenai kejujuran ini dalam Al-
Qur‘an surat ke tiga puluh tiga ayat 70 sampai 71 yang artinya sebagai
berikut.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada
Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah

43
Thomas Lickona, terjemahan Character Matters (Persoalan Karkater) Bagimana
Membantu Anak Mengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas, dan Kebajikan Penting
Lainnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 16-20.
44
Op. Cit., Sri Narwanti, Ibid., h. 29
45
Imam Musbikin, Pendidikan Karakter Jujur, (Tanpa Kota: Nusa Media, 2021) h.3-4
21

memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.


Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya
ia menang dengan kemenangan yang agung” (Q.S Al-Ahzab ayat 70-
71)
Untuk memudahkan kita dalam pengapliksian sikap jujur dapat
dilakukan dengan bersikap jujur dalam pikiran, ucapan, tindakan, dan
tulisan.46
3. Toleransi
Secara bahasa toleransi berasal dari bahasa Latin yakni dari kata
tolerantia yang memiliki arti kelonggaran, kelembutan hati,
keringanan, dan kesabaran. Sedangkan secara etimologisnya, toleransi
diartikan sebagai kebebasan, persamaan dan persudaraan.47 Toleransi
ialah sebuah sikap yang mampu menerima dan menghargai perbedaan-
perbedaan yang ada serta tidak melakukan diskriminasi terhadap kaum
minoritas.48 Dengan dilakukannya sikap toleransi, maka akan tercipta
masyarkat yang baik, mampu menjalin kerja sama, dan lingkungan
yang positif bagi anak-anak untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal.
Toleransi ialah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, ras, golongan, pendapat, dan lain sebagainya yang
berbeda dengan apa yang ada di dalam dirinya.49
4. Disiplin
Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata
disciplina merujuk pada kegiatan belajar dan mengajar. Sedangkan
istilah bahasa Inggrisnya discipline memiliki arti tertib, taat,
meluruskan sesuatu, hukuman yang diberikan untuk melatih atau

46
Ibid., h.15-16
47
Imam Musbikin, Pendidikan Karakter Toleransi, (Tanpa Kota: Nusa Media, 2021), h.3
48
Ibid., h.4
49
Op.Cit., Sri Narwanti, h.29
22

memperbaiki, dan kumpulan atau sistem-sistem peraturan bagi tingkah


laku.50
Pendidikan disiplin harus dilakukan di setiap sekolah, karena
disiplin merupakan pendidikan karakter yang menjadi suatu kebiasaan
dan memiliki pengaruh dalam keberlangsungannya prestasi belajar
siswa.51 Berikut ini beberapa alasan mengenai pentingnya disiplin bagi
siswa yaitu:
a. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri sendiri, siswa
berhasil dalam belajarnya.
b. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah menjadi tidak kondusif.
c. Orang tua senantiasa berharap anaknya di sekolah dibiasakan
dengan norma-norma, nilai kehidupan, dan disiplin.
d. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar
dan ketika bekerja suatu saat nanti.52
5. Kerja keras
Kerja keras ialah perilaku yang menunjukan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan yang ada di luar
kendalinya, agar mampu menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan
keinginannya ataupun target dengan sebaik-baiknya.53 Sikap kerja
keras ini harus selalu dimiliki oleh seluruh siswa, sebab tanpa adanya
kerja keras akan sangat jarang sekali anak mampu meraih sebuah
kesuksesan di masa depannya nanti.
Makna dari kerja keras ialah kita perlu bekerja lebih banyak dari
orang lain, lebih produktif dari orang lain, dan menghasilkan lebih
banyak dari orang lain.54 Singkatnya, kerja keras ialah sebuah upaya
untuk melakukan lebih dibandingkan orang lain.

50
Imam Musbikin, Pendidikan Karakter Disiplin, (Tanpa Kota: Nusa Media, 2021), h. 4
51
Ibid., h. 1
52
Ibid., h.7
53
Op.Cit., Sri Narwanti, h. 29
54
Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi peran pendidikan dalam
pengembangan ilmu & pembentukan karakter bangsa, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 151
23

6. Kreatif
Kreatif ialah mampu berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan hal baru dengan cara baru yang sesuai dengan yang
dimilikinya.55 Pikiran-pikiran kreatif ialah pikiran yang memiliki
imajinasi yang dapat melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh
orang lain, seperti melihat sesuatu yang bahkan tidak ada di dunia
nyata.56 Nilai kreatif ini sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, sebab
dengan memiliki nilai kreatif kita akan mampu menghasilkan sesuatu
yang baru.
Untuk mengasah nilai kreativitas yang dimiliki oleh kita maka kita
harus banyak mempelajari hal baru. Adapun langkah-langkah untuk
memulai mengembangkan kreativitas yang dimiliki ialah melakukan
apa yang telah direncanakan oleh diri sendiri, kemudian mempelajari
apa yang telah dilakukan. Dan yang terakhir ialah menerapkan,
menerapkan perencanaan yang dibuat dengan teori yang telah
dipelajari, sehingga timbulkan kreativitas diri.57
7. Mandiri
Mandiri ialah sikap dan perilaku yang menunjukan bahwa tidak
bergantung kepada orang lain, dan mampu menyelesaikan segala hal
dengan kemampuannya sendiri.58 Sikap mandiri seperti ini, tidak
berarti bahwa manusia ataupun anak didik menjadi tidak peduli kepada
orang lain dan menganggap bahwa hidup harus selalu mementingkan
diri sendiri. Akan tetapi sikap mandiri ini akan lebih baik jika
dikembangkan dengan landasan kepedulian terhadap orang lain.59
Memang pada kenyataannya orang yang memiliki sikap mandiri
yang tinggi biasanya memiliki individualisme yang tinggi. Akan tetapi

55
Ibid.,
56
Ibid.,h.153
57
Ibid., h. 161
58
Ibid.
59
Op.Cit., Ngainun Naim, h. 162
24

bukan tidak mungkin jika nilai mandiri ini dikembangkan bersama-


sama.
8. Demokratis
Demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Latin yakni dari
kata demos dan cratos. Demos memiliki arti rakyat sedangkan cratos
memiliki arti kekuasaan.60 Jadi dapat diartikan demokrasi secara
bahasa itu memiliki arti kekuasaan berada di tangan rakyat.
Demokratis ialah salah satu pandanganan yang menggatakan bahwa
seluruh manusia memiliki hak yang sama.61
Persamaan hak tersebut sangat dibutuhkan oleh rakyat. Hanya
dengan hak yang sama saja rakyat dapat hidup dengan damai tanpa
adanya kalangan yang merasa dirinya dirugikan. Dalam
pelaksanaannya, demokrasi ini harus dilengkapi dengan seperangkat
perundang-undangan agar prinsip dasar demokrasi yang menghargai
hak dan kewajiban sesama dapat terlaksana sesuai dengan porsinya.62
9. Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu ialah sebuah sikap yang selalu berupaya untuk
mengetahui dan lebih mendalam terhadap suatu hal yang ingin
diketahuinya.63 Rasa ingin tahu ini, merupakan komponen yang
penting dari motivasi serta dapat mendukung dan menciptakan
pengetahuan baru kepada paserta didik. Rasa ingin tahu ini menjadi
tujuan dari sebuah pembelajaran yang dilakukan.64

60
Imam Musbikin, Penguatan Karakter Kerja Keras, Demokrasi, dan Kreatif, (Tanpa
Kota: Nusa Media, 2021), h. 18
61
Op.Cit., Sri Narwanti, h. 29
62
Al. Tridonanto dan Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis,
(Jakarta: PT Elex Media Komplitudo, 2014), h.40
63
Loc.Cit, Sri Narwanti, h.29
64
Khairatul Ulya dan Zikra Hayati, ―Perkembangan Rasa Ingin Tahu Mahasiswa Melalui
Pengintegritasan Nilai Islam dalam Pembelajaran Matematika‖, Jurnal Didaktik Matematika, Vol.
7, No. 2, September 2020, h.172
25

Rasa ingin tahu merupakan titik awal dari pengetahuan yang


dimiliki oleh manusia.65 Oleh karenanya rasa ingin tahu dari setiap
pelajar harus selalu ditanamkan agar pembelajaran dapat berjalan
dengan optimal. Rasa ingin tahu seseorang itu dapat dipancing dengan
penerapan literasi agar ia mampu lebih kritis dan memiliki karakter
yang baik.66
10. Semangat kebangsaan
Semangat kebangsaan ialah suatu cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri sendiri dan kelompoknya.67 Semangat
kebangsaan ini perlu dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat, agar
masyarakat mampu melakukan hal terbaik bagi negaranya. Penanaman
karakter semangat kebangsaan ini mampu membuat siswa memilah
dan memilih, hal baik yang risikonya sedikit dalam melakukan
berbagai hal. Sebab dengan semangat kebangsaan ini, ia akan
mementingkan kepentingan bersama daripada kepentingan
individunya.
11. Cinta tanah air
Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik
bangsa.68 Cinta tanah air atau bisa disebut juga dengan nasionalisme
yaitu suatu bentuk mencintai negera sendiri. Hal ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara, misalnya bangga menggunakan produk dalam
negeri, mengukir prestasi untuk negeri, dan lain sebagainya.
Memudarnya semangat nasionalisme menyebabkan merosotnya
peran negara. Hal ini dapat dipicu dengan kecenderungan munculnya

65
Carolina Hidayah Citra Ningrum, Khusnul Fajriyah, dan M. Arief Budiman,
―Pembentukan Karakter Rasa Ingin Tahu Melalui Kegiatan Literasi‖, Jurnal Ivecj Vol 2, No 2,
2019, h.71
66
Ibid.,
67
Op.Cit., Sri Narwati, h. 30
68
Ibid.
26

kelompok-kelompok etnis merupakan salah satu bentuk memudarnya


nasionalisme. Saat ini maraknya globalisasi dengan segala
perangkatnya yang berupa modernisasi, keterbukaan, kemudahan dan
kemajuan teknologi, merupakan sebuah tantangan bagi eksistensi
nasionalisme. Peran kapital asing semakin besar dan ketergantungan
negara terhadap pihak asing semakin menyudutkan peran negara di
mata warga negara.69
12. Menghargai prestasi
Menghargai prestasi ialah suatu sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuai yang berguna bagi
dirinya sendiri, masyarakat, dan mampu mengakui serta menghormati
atas prestasi dan keberhasilan orang lain.70 Menghargai prestasi ini
bisa juga dilakukan dengan merasa bangga dan turut bersuka cita atas
keberhasilan orang lain. Karakter menghargai prestasi ini sangat
dibutuhkan dalam kehidupan baik itu pada lingkup keluarga, sekolah
atau pun masyarakat. Dengan memiliki karakter menghargai prestasi
ini peserta didik diajarkan mengakui dan menghormati keberhasilan
orang lain untuk menghadapi perkembangan zaman pada era
globalisasi.71
Dengan memiliki karakter menghagai prestasi yang baik, setiap
manusia dapat lebih menghargai perkembangan zaman sebab
perkembangan hanya dapat dilakukan jika inovasi tersebut dihargai.
Menghargai prestasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
sederhana oleh guru, misalnya memberikan reward atau hadiah bagi
siswa yang mendapatkan nilai terbaik, memberikan tepuk tangan
ketika anak mampu melakukan tugasnya, dan lain sebagainya. Sikap

69
Grendi Hendrastomo, "Nasionalisme vs Globalisasi ‗Hilangnya‘ Semangat Kebangsaan
dalam Peradaban Modern", Jurnal Dimensia, Volume I, No. 1, Maret 2007, h.10
70
Loc.Cit., Sri Narwati, h.30
71
Retno Wulan Dari dan Maulidinah, ―The Implementation of the Character Appreciates
the Achievement of Students in Physics Learning‖, Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika-Compton,
Volume 6, Nomor 1 Juni 2019, h. 26
27

guru yang menghargai prestasi siswanya ini mampu membuat para


siswa lain untuk saling menghargai prestasi kawan-kawannya.
13. Bersahabat atau komunikatif
Karater bersahabat atau komunikatif ini bisa disebut juga dengan
sikap ramah tamah kepada orang lain. Seseorang yang memiliki
karakter ini akan melakukan tindakan yang menunjukan rasa senang
berbicara, bergaul, dan menjalin kerja sama dengan orang lain.72
Karakter bersahabat atau komunikatif ini sangat perlu dimiliki oleh
setiap manusia, sebab kita tidak dapat hidup sendiri di dunia ini. Dan
untuk mengawali sosialisasi hal yang dapat kita lakukan ialah
berkomunikasi dan bersahabat kepada orang lain.
Bersahabat ialah sikap yang berhubungan dengan orang lain yang
di dalamnya terdapat komunikasi yang saling dimengerti.73 Sikap ini
dapat ditumbuhkan oleh guru di sekolah dengan berbagai cara, salah
satunya ialah dengan melakukan pembelajaran berkelompok. Dengan
penanaman sikap bersahabat atau komunikatif ini siswa mampu
mengutarakan apa yang ingin disampaikan olehnya, dan mampu
menerima serta menilai lingkungan yang ada di sekitarnya.
14. Cinta damai
Cinta damai ialah sikap, perkataan, perbuatan, dan segala tingkah
laku yang membuat orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya.74 Karakter cinta damai merupakan sikap yang mampu
membuat semua orang merasakan ketenangan dan keamanan yang
muncul dari dalam dirinya.75 Seseorang yang memiliki karakter ini
akan menjauhkan dirinya dari hal-hal yang mampu menimbulkan
konflik.

72
Loc.Cit., Sri Narwati, h. 30
73
Ika Chastanti, Maharani Gultom, dan Novi Fitriandika Sari, ―Analisis Penggunaan
Internet Terhadap Karakter Bersahabat/Komunikatif Pada Pembelajaran Biologi‖, Jurnal Pelita
Pendidikan, Volume 7 Nomor 4, 2019, h. 179
74
Loc.Cit., Sri Narwati, h. 30
75
Vera Yuli Erviana, ―Penanganan Dekadensi Moral melalui Penerapan Karkater Cinta
Damai dan Nasionalisme‖, Jurnal Penelitian dan Ilmu Pendidikan, Volume 14 Nomor 1, 2021, h. 3
28

Karakter cinta damai ini sangat penting untuk dimiliki oleh para
pelajar. Dengan memiliki karakter cinta damai ini tidak akan terjadi
lagi tawuran antar pelajar yang sering terjadi saat ini. Karakter cinta
damai akan membuat para pelajar untuk saling merasa tenang dan
menyelesaikan permasalahan dengan baik, bukan dengan perilaku-
perilaku anarkis.
15. Gemar membaca
Menurut hasil survey dari Program for International Student
Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-
operation and Development (OECD) pada 2019 menyatakan Indonesia
berada di posisi keenam puluh dua dari tujuh puluh negara yang
berkaitan dengan literasi.76 Rendahnya minat baca tersebut menjadi
tantangan bagi guru bahasa Indonesia untuk melaksanakan pengajaran
sastra di sekolah.
Pengajaran sastra, khususnya novel kurang diminati sebab pelajar
di Indonesia masih memiliki minat baca yang sangat kurang. Seperti
yang dikatakan oleh Ahmadun Yosi Herfanda bahwa pengajaran sastra
di sekolah belum maksimal penyebanya ialah rendahnya apresiasi dan
minat siswa terhadap sastra.77 Oleh karenanya pengajaran sastra di
sekolah harus dibuat sedemikian rupa agar siswa mau membaca. Selain
itu pula, pemilihan isi sastra yang diajarkan di sekolah haruslah karya
sastra yang ada keterkaitannya dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Agar siswa merasakan jika pembelajaran yang diberikan gurunya
merupakan solusi kehidupan yang penting dan mengandung kebaikan
untuk dirinya.
Selain itu, guru pun harus bisa meyakinkan siswa bahwa
pembelajaran sastra tidak hanya menawarkan hiburan saja, tetapi juga

76
Larasati Diyah Utami, ―Tingkat Literasi Indonesia Di Dunia Rendah, Rangking 62 dari
70 Negara‖, https://perpustakaan.kemendagri.go.id/?p=4661 diakses pada 28 Agustus pukul 21.09
WIB.
77
Rohinah M. Noor, Pendidikan Karakter Berbasis Sastra Solusi Pendidikan Moral yang
Efektif, (Sleman: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 78
29

memberi berbagai manfaat bagi siswa. Salah satu manfaat memperlajari


sastra ialah mampu mengembangkan wawasan dalam kehidupan,
menambah kepekaan terhadap berbagai problematika yang ada di
masyarakat, dan menambah pengetahuan siswa terhadap berbagai konsep
teknologi dan sains.78 Keuntungan dalam mempelajari sastra ini
seharusnya membuat pembelajaran sastra lebih ditingkatkan dan
dimaksimalkan kembali oleh semua pihak.
16. Peduli lingkungan
Peduli lingkungan ialah sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam yang ada di sekitarnya.79
Karakter peduli lingkungan dapat diartikan juga sebagai sikap yang
dimiliki oleh seseorang yang berupaya memperbaiki dan mengelola
lingkungan di sekitarnya secara benar, sehingga lingkungan tersebut
dapat dinikmati secara terus-menerus tanpa kerusakan sedikit pun.80
Namun, pada praktiknya peduli lingkungan hanya menjadi pelengkap
dalam rencana pelaksanaan pengajaran yang dilakukan oleh guru,
padahal karakter peduli lingkungan ini, sangat diperlukan untuk
menjaga keasrian lingkungan.
Karakter peduli lingkungan ini dapat dikembangkan dengan
berbagai cara. Salah satu karakter yang dapat meningkatkan peduli
sosial ialah dengan pembiasaan membuang sampah pada tempatnya,
mengelola sampah dengan baik, dan lain sebagainya. Sikap peduli
lingkungan ini dapat dikaitkan dengan berbagai pelajaran yang ada di
sekolah, misalnya pada pelajaran bahasa Indonesia dapat dibuat teks
persuasi yang berisikan ajakan untuk mengurangi sampah. Apabila hal
ini dilakukan dengan berkesinambungan maka dapat mengedukasi dan
menambah wawasan siswa mengenai lingkungan disekirtarnya.

78
Ibid., h.82-83
79
Ibid.,
80
Dwi Purwanti, ―Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan Dan Implementasinya‖,
Dwijacendekia Jurnal Riset Pedagogik, Volume 1, Nomor 2, 2017, h.16
30

17. Peduli sosial


Peduli sosial ialah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.81 Peduli
sosial ialah sebuah tindakan yang dilakukan pada masyarakat yang
sudah disepakati sebelumnya.82 Sikap ini perlu pengembangan yang
konsisten, agar seluruh lapisan masyarakat mampu melaksanakannya
dengan baik.
Peduli sosial sangat baik jika diajarkan kepada anak sedari usia
dini. Sebab sikap ini merupakan kepekaan utama anak kepada
lingkungannya. Sikap ini dapat dilatih dan diolah dengan berbagai
kegiatan, misalnya berbagi bekal dengan teman di sekolah, bakti sosial
kepada korban bencana, memberi santunan kepada anak yatim, dan
lain sebagainya.
18. Tanggung jawab
Tanggung jawab ialah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya yang perlu dilakukan. Baik itu
tugas kepada dirinya sendiri, orang lain, masyarakat, maupun
agamanya.83. Bertanggung jawab dalam hidup ialah berani mengambil
risiko dari pilihan yang diambil dan mampu menjalani kehidupan yang
damai, aman, dan sejahtera.84 Adapun karakteristik dari sikap
tanggung jawab yang dapat ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari
ialah:
1. Melakukan sesuatu yang harus dilakukan.
2. Selalu menunjukan ketekunan, kerajinan, dan terus berusaha.
3. Selalu melakukan yang terbaik untuk dirinya dan orang lain.
4. Selalu disiplin dan mengontrol diri dalam keadaan apa pun.

81
Loc. Cit., Rohinah M. Noor
82
Muhamad Arif, Jesica Dwi Rahmayanti, dan Fitri Diah Rahmawati, ―Penanaman
Karakter Peduli Sosial Pada Siswa Sekolah Dasar‖, Qalamuna-Jurnal Pendidikan, Sosial, dan
Agama, Vol.13 No.2, 2021, h. 290
83
Loc.Cit., Rohinah M. Noor
84
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karkater: Landasan, Pilar & Implementasi, (Jakarta:
Prenamedia Group, 2014), h. 73
31

5. Selalu mengkaji, menelaah, dan berpikir sebelum bertindak.


6. Mempertimbangkan dan memeperhitungkan semua konsekuensi
dari perbuatan.85
E. Pembelajaran Sastra Di Sekolah
Pengajaran sastra adalah proses intruksional yang digunakan untuk
membangun pengetahuan tentang sastra.86 Sastra ialah sebuah seni yang
menjadikan bahasa sebagai perantaranya, oleh karenanya mempelajari
sastra berarti pula mempelajari bahasa. Sastra dan bahasa akan selalu
saling beririsan, sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan.
Pembelajaran sastra harus dipandang sebagai sesuatu yang penting
dan patut untuk memiliki kedudukan yang selayaknya.87 Pembelajaran
sastra yang tepat mampu membantu siswa untuk menyelesaikan masalah
dihidupnya.
Pembelajaran sastra sejak dahulu sampai saat ini tidak mengalami
peningkatan yang berarti. Pembelajaran sastra ini kerap kali mendapatkan
keluhan dan kekecewaan dari banyak kalangan.88 Lontaran-lontaran
kekecewaan tentang pembelajaran sastra tersebut menunjukan betapa
buruknya kondisi pembelajaran sastra di Indonesia.89
Pada praktiknya di sekolah, memang pembelajaran sastra kerap
kali dibawakan oleh guru dengan cara-cara yang dianggap membosankan
oleh anak. Hal tersebut seperti anak diminta untuk menghafal, mencatat,
menulis, mencari hal-hal tentang sastra dan kegiatan membosankan yang
lainnya. Padahal hal tersebut merupakan dasar agar anak memiliki bekal
dalam mempelajari sastra.90
Keluhan-keluhan pada pembelajaran sastra ini terjadi karena
rendahnya apresiasi yang dilakukan siswa terhadap pembelajaran sastra.

85
Ibid., h. 74-75
86
Saifur Rohman, Pengantar Metodologi Pengajaran Sastra, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), h. 16.
87
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000), h. 15
88
Warsiman, Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis, (Malang: Universitas
Brawijaya Press, 2016), h.7
89
Ibid.
90
Ibid., h.8
32

Ketidakberhasilan pada pembelajaran sastra ini setidaknya disebabkan


oleh tiga hal yaitu minimnya pengetahuan guru mengenai sastra,
terbatasnya buku dan bacaan yang tersedia, dan rendahnya minat baca
pelajar di Indonesia.91 Pembelajaran sastra mengandung beberapa manfaat
seperti membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan,
mengembangkan cipta dan rasa, serta menjungjung pembentukan watak.92
F. Penelitian Relevan

Karya ilmiah sangat membutuhkan referensi sebagai acuan dalam


penelitiannya. Referensi tersebut dapat dicari melalui tinjauan pustaka,
artikel, jurnal, makalah, dan sebagainya. Penelitian relevan bertujuan
mencari kebaruan dari segi subjek dan objek, sehingga penelitian ini dapat
dipertanggungjawabkan keaslian dan kebenarannya. Selain itu, penelitian
relevan juga digunakan untuk menghindari kesamaan dan kerancuan
penelitian. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan peneliti, berikut
penelitian yang sudah dilakukan terkait novel Rapijali 1: Mencari karya
Dee Lestari antara lain:
Penelitian pertama dilakukan oleh Clarisa Septiani Putri, Suci
Sundusiah, dan Deka Dwi Agustiningsih dengan judul ―Representasi
Tokoh Perempuan dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari‖.
Adapun hasil dari penelitiannya ialah dalam novel Rapijali 1: Mencari ini
terdapat tiga representasi karakter tokoh perempuan yaitu penampilan
perempuan, minat perempuan, dan kecerdasan perempuan yang dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran sastra kelas XII pada kompetensi dasar
3.8 dan 3.9.93 Persamaan penelitian yang dilakukannya ialah objek
penelitainnya, yaitu novel Rapijali 1: Mencari.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rizky Fitri Hidayah dengan
judul ―Nilai Perjuangan Dalam Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari‖.

91
Ibid.
92
Op.Cit, B.Rahmanto, h. 24
93
Clarisa Septiani Putri, Suci Sundusiah, dan Deka Dwi Agustiningsih, ―Representasi
Tokoh Perempuan dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari‖, Jurnal Artikulasi,
Volume 1. Nomor 2, Oktober 2021.
33

Adapun hasil dari penelitian tersebut ialah dalam novel Rapijali 1:


Mencari ini terdapat beberapa nilai perjuangan seperti nilai rela berkorban,
nilai persatuan, nilai semangat pantang menyerah, dan nilai kerja sama.94
Perbedaan penelitian yang dilakukannya dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis ialah mengenai subjek yang dikajinya.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Claudia Allinsya Brilyancie,
Yunita Anas Sriwulandari, dan Azza Aulia Ramadhani yang berjudul
―Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya
Dewi Lestari (Kajian Psikologi Sastra)‖. Adapun hasil dari penelitian
tersebut ialah bentuk konflik batin menurut Kurt Lewin yang tedapat
dalam novel ini ialah mendekat-mendekat, mendekat-menjauh, dan
menjauh-menjauh. Sedangkan penyebab dari konflik batin yang terjadi di
dalam novel ini disebakan oleh kecemasan tokoh utama dalam
menghadapi dunianya, kecemasan tentang masa depan, rasa percaya diri
yang renah, dan mudah merasa puas.95 Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ialah mengenai subjek
kajiannya.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Salma Noer Baety, Didin
Muhammad Zaenal Muchyi, dan Desti Fatin Fauziyyah yang berjudul
―Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya
Dee Lestari‖. Adapun hasil penelitian tersebut ialah pandangan penulis
yang dihadirkan dalam novel Rapijali 1: Mencari ini ialah pandangan
humanisme, eksistensialisme, dan idealisme. Pandangan dunia pengarang
ini memiliki keterkaitan dengan struktur sosial masyarakat yang terdapat
di dalam novel tersebut, seperti aspek ekonomi, politik, dan lingkungan

94
Rizky Fitri Hidayah, ―Nilai Perjuangan Dalam Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari‖,
skripsi yang diajukana pada Universita Muhammadiyah Jember, (Jember: Universitas
Muhammadiyah Jember, 2021).
95
Claudia Allinsya Brilyancie, Yunita Anas Sriwulandari, dan Azza Aulia Ramadhani,
―Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dewi Lestari (Kajian
Psikologi Sastra)‖, Proseding Seminar Nasional Sastra, Lingua, dan Pembelajarannya (Salingga),
26 Oktober 2021
34

sosial.96 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan


oleh penulis terletak pada subjek kajian yang dilakukannya.
Selain novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari, penulis pun
mengumpulkan penelitian relevan yang membahas mengenai nilai edukatif
atau pendidikan karkater pada novel-novel karya Dee Lestari. Beberapa
hasil temuan penulis anatra lain:
Penelitian mengenai nilai edukatif pernah dilakukan oleh Susiati
dkk., yang berjudul ―Nilai Edukasi Pada Novel Partikel Karya Dewi
Lestari‖. Adapun hasil dari penelitian ini ditemukannya empat nilai
edukatif yang terdapat di dalam novel Partikel yaitu pertama nilai
pendidikan agama, kedua nilai pendidikan moral, ketiga nilai pendidikan
sosial, dan keempat nilai pendidikan budaya.97 Persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan dilakukan penulis ialah sama-sama
menggunkan teori nilai edukatif atau pendidikan. Sedangkan
perbedaannya ialah objek penelitiannya. Jika pada penelitian yang telah
dilakukan oleh Susiati,dkk menggunakan novel Partikel karya Dewi
Lestari sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan penulis ini
menggunakan novel Rapijali 1: Mencari karya Dewi Lestari.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Lintang Cahya Saputri dan
Yoyoh Nur Laeliyah, dengan judul penelitian ―Nilai Pendidikan Karakter
Pada Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari‖. Adapun hasil dari
penelitian ini ialah ditemukannya beberapa nilai karakter yang terdapat
dalam novel Perahu Kertas karya Dee Lestari seperti nilai kejujuran,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin tahu,
dan cinta tanah air.98 Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Lintang
Cahya Saputri dan Yoyoh Nur Laeliyah dengan penulis ialah sama-sama

96
Salma Noer Baety, Didin Muhammad Zaenal Muchyi, dan Desti Fatin Fauziyyah,
―Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari‖, Literasi,
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol.12, No.1, Januari 2022. E-ISSN 2549-2594
97
Susiati, dkk., ―Nilai Edukasi Pada Novel Partikel Karya Dewi Lestari‖, (Buru: Jurnal
Uniqbu, Universitas Iqro Buru, 2020).
98
Lintang Cahya Saputri dan Yoyoh Nur Laeliyah, ―Nilai Pendidikan Karakter Pada
Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari‖, Jurnal Klitika, volume 2 nomor 2 pada tahun 2020.
35

meneliti mengenai nilai edukatif pada novel Dee Lestari. Sedangkan


perbedaannya ialah objek penelitiannya.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Novi Zaroroh dengan judul
―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari:
Tinjauan Sosiologi Sastra‖. Adapun hasil dari penelitian tersebut ialah
nilai edukasi yang menonjol dari novel Perahu Kertas karya Dee Lestari
itu mengenai nilai cinta kepada keluarga dan sesama, nilai penghargaan,
nilai tanggung jawab, nilai kesederhanaan, dan nilai kebahagiaan.99
Persamaan penelitian yang dilakukan Novi Zaroroh dengan penulis ialah
sama-sama menggunakan teori nilai edukatif. Sedangkan perbedaannya
ialah pada objek penelitian yang digunakan.
Kemudian penelitian mengenai nilai edukatif pun pernah dilakukan
oleh Nurlinda, H. Martono, dan Agus Wartiningsih yang dengan judul
―Nilai-Nilai dalam Novel Partikel Karya Dewi Lestari‖. Adapun hasil dari
penelitian tersebut ialah ditemukannya beberapa nilai-nilai seperti nilai
pendidikan, nilai religious, nilai sosial, dan nilai individu.100
Selanjutnya dilakukan oleh Nima Lestianingsih yang diajukan
sebagai skripsinya dengan judul ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Pada Novel Supernova: Partikel Karya Dewi Lestari‖. Hasil dari
penelitian tersebut ialah pada novel Supernova:Partikel terdapat dua puluh
nilai-nilai karakter. Adapun nilai-nilai tersebut ialah mandiri, pantang
menyerah, rasa ingin tahu, setia kawan, kepedulian, bertanggung jawab
terhadap pemeliharaan tumbuhan, hewan, dan alam sekitar, cinta pada
lingkungan, mampu bekerja keras, memiliki keberanian, nilai religuisitas,
memiliki rasa percaya diri, memiliki rasa tanggung jawab, rela berkorban,

99
Novi Zaroroh, ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari:
Tinjauan Sosiologi Sastra‖, diajukan sebagai skripsi pada Universitas Muhammadiyah Surakarta,
(Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013).
100
Nurlinda, H. Martono, dan Agus Wartiningsih, ――Nilai-Nilai dalam Novel Partikel
Karya Dewi Lestari‖, di publikasikan oleh jurnal Untan pada tahun 2013 volume 2 nomor 2.
36

gigih, rajin, memiliki tenggang rasa atau toleran, menepati janji, santun,
tabah, dan memiliki rasa kasih sayang.101
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rifqi Rahman pada tesisnya
yang diajukan kepada UIN Sunan Ampel pada tahun 2017 dengan judul
―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Partikel Karya
Dewi Lestari‖. Adapun hasil dari penelitian tersebut ialah ditemukannya
empat nilai pendidikan akhlak diantaranya: akhlak kepada Allah Swt. yang
dapat ditanamkan melalui figur, akhlak kepada diri sendiri dapat
ditanamkan melalui bimbingan dan potensi yang dimiliki oleh diri sendiri,
akhlak kepada sesama manusia dapat ditanamkan melalui bimbingan dan
potensi, dan terakhir akhlak kepada alam dapat ditanamkan dengan
bimbingan kesadaran tentang penciptaan makhluk dan kodrat manusia
sebagai khalif di muka bumi ini.102
Kemudian penelitian berikutnya dilakukan oleh Fitri Nurcahyati
pada skripsinya dengan judul ―Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Perahu
Kertas Karya Dewi Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra dan
Pembelajarannya Di SMP Negeri 2 Bulu Kabupaten Sukohajo‖ pada tahun
2018. Adapun hasil dari penelitian tersebut ialah ditemukannya beberapa
nilai pendidikan dalam novel Perahu Kertas yaitu nilai cinta dan kasih
sayang terhadap sesama manusia, nilai cinta keluarga, dan nilai
kesederhanaan.103
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nurliana pada skripsinya
dengan judul ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Novel
Perahu Kertas Karya Dewi Lestari‖. Adapun hasil dari penelitian tersebut

101
Nima Lestianingsih, ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Novel
Supernova: Partikel Karya Dewi Lestari‖, skripi yang diajukan pada Universitas Sebelas Maret
(Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2013).
102
Rifqi Rahman, ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Partikel Karya
Dewi Lestari‖, tesis yang diajukan kepada UIN Sunan Ampel (Surabaya: UIN Sunan Ampel,
2017).
103
Fitri Nurcahyati, ―Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi
Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Pembelajarannya Di SMP Negeri 2 Bulu Kabupaten
Sukohajo‖ skripsi yang diajukan pada Universitas Muhamadiyah Surakarta, (Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018).
37

ialah ditemukannya nilai-nilai pendidikan yang dominan dalam novel


Perahu Kertas yaitu nilai kreatif, kerja keras, dan nilai sosial.104
Kemudian penelitian berikutnya dilakukan oleh Didik Aris
Setiawan pada skripsinya dengan judul ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel
Akar Karya Dewi Lestari dalam Tinjuan Sosiologi Sastra‖. Adapun hasil
dari penelitian ini ialah ditemukannya tujuh nilai edukasi yang dapat
diaplikasikan oleh siswa yaitu nilai respek, nilai kemandirian, nilai kerja
keras, nilai tolong-menolong, nilai religius, dan nilai keberanian dalam
mengambil sebuah keputusan.105
Penelitian selanjutnya pernah dilakukan oleh David Ardianto yang
diajukan sebagai skripsinya pada Universitas Muhammadiyah Surakarta
ketika tahun 2014 dengan judul ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Akar
Karya Dewi Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya
dalam Pembelajaran Sastra Di SMA‖. Adapun hasil dari penelitian yang
dihasilkannya ialah terdapat lima nilai edukasi yang terdapat di dalam
novel Akar tersebut yakni nilai penghargaan, nilai cinta, nilai toleransi,
nilai kerja sama, dan nilai kebebasan.106
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Irma Yanti, Suhardi, dan
Ahada Wahyusari, dengan judul ―Analisis Nilai Moral dalam Novel
Rapijali Mencari Karya Dee Lestari‖. Adapun hasil dari penelitian
tersebut terdapat tujuh niali moral yang kandung dalam novel Rapijali
yaitu empati, hati nurani, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan hati dan
toleransi.107 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan
oleh penulis terletak pada objek kajiannya. Pada penelitian yang dilakukan
104
Nurliana, ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Novel Perahu Kertas Karya
Dewi Lestari‖ skripsinya yang diajukan kepada Universitas Maritim Raja Ali Haji (Tanjung
Pinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji, 2013).
105
Didik Aris Setiawan, ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Akar Karya Dewi Lestari
dalam Tinjuan Sosiologi Sastra‖ pada skripsinya yang diajukan kepada Universitas
Muhammadiyah Jember (Jember: Universitas Muhammadiyah Jember, 2018)
106
David Ardianto, ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Akar Karya Dewi Lestari: Tinjauan
Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra Di SMA‖, yang diajukan
sebagai skripsinya pada Universitas Muhammadiyah Surakarta (Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2014).
107
Irma Yanti, Suhardi, dan Ahada Wahyusari, ―Analisis Nilai Moral dalam Novel
Rapijali Mencari Karya Dee Lestari‖, Student Online Journal, Vol.3 Nomor 1, 2022.
38

oleh Irma Yanti, Suhardi, dan Ahada Wahyusari mereka berfokus pada
nilai moral yang merupakan tuntutan masyarakat agar seseorang mampu
membedakan baik dan buruk, sehingga diterima di masyarakat. Sedangkan
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis ialah mengenai nilai
pendidikan karakter yang di mana seseorang dituntut untuk memiliki
kebiasaan atau perilaku yang baik sehingga mampu menjadikan dirinya
dan orang di sekelilingnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
BAB III

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN DEE LESTARI


A. Biografi Dee Lestari
Dee Lestari atau yang memiliki nama lengkap Dewi Lestari
Simangungsong. Ia merupakan seorang perempuan berkebangsaan Indonesia yang
lahir sebagai anak keempat dari lima saudara dari pasangan Yohan
Simangungsong dan Turlan br Siagian, pada hari Selasa, 20 Januari 1976 di kota
Bandung.1 Ia terlahir dari keluarga yang menganut agama Katolik, namun pada
tahun 2008 ia berpindah keyakinan menjadi penganut Buddha.
Ia mulai mengenyam pendidikan di Bandung, dimuali dari SD Banjarsari
III Bandung, SMPN 2 Bandung, SMAN 2 Bandung, dan pada tahun 1998 ia
mendapatkan gelar sarjana ilmu politik dari Universitas Katolik Parahyangan
Bandung, di jurusan Hubungan Internasional.2 Sedari bangku sekolah dasar Dee
sudah aktif di dunia tarik suara, ia mengikuti kegiatan paduan suara dan band
sekolah. Tidak mengherankan jika Dee sangat menyukai dunia musik, sebab
ketiga saudara perempuannya pun menggeluti dunia seni.
Dee Lestari pertama kali menikah pada tahun 2003 dengan seorang,
penyanyi yang bernama Marcel Siahan. Pernikahannya dengan Marcel dikarunia
satu anak laki-laki yang diberi nama Keenan Avalokita Kirana, namun pernikahan
tersebut tidak berlangsung lama. Pada tahun 2008 Dee Lestari dan Marcel Siahan
memilih untuk berpisah. Selepas itu Dee menikah kembali dengan seorang
praktisi kesehatan holistik yang bernama Reza Gunawan, dan dikaruniai seorang
anak perempuan yang bernama Atisha Prajna Tiara. Dan kini Dee bersama kedua
anaknya, dan Reza tinggal di kawasan Tangerang Selatan.3
Ibu dua anak ini memulai karirnya dengan menjadi penyanyi latar Iwa K.
bersama dengan Sita pada tahun 1993. Selain dengan Iwa K., Dee juga pernah
bekerja sama dengan penyanyi papan atas lainnya seperti Java Jive, Emerald,

1
Ensiklopedia Kemendikbud,
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Dewi_Lestari diakses pada 30 Juni 2021 pukul
10.00 WIB
2
Dee Lestari, https://deelestari.com/biografi/ diakses pada 30 Juni 2021 pukul 12.32 WIB
3
Ibid.

39
40

Padhyangan Project, Project Pop, Harvey Malaiholo, dan Chrisye. 4 Kemudian


pada kisaran bulan Mei 1994 Dee bersama dengan nama dua temannya
membentuk trio yang bernama RSD (Rita, Sita, dan Dewi) atas prakarsa Ajie
Soetama dan Adi Adrian.5
B. Karya Dee Lestari
Sukses dengan dunia tarik suara, Dee Lestari pun kembali menapaki hobi
masa kecilnya, yaitu menulis. Novelnya yang berjudul Supernova:Ksatria, Putri,
dan Bintang Jatuh yang diterbitkan pada tahun 2001 merupakan novel yang
mengangkat nama Dee Lestari di dunia kepenulisan.
Dee Lestari telah banyak menyumbangkan karya-karyanya kepada dunia
sastra dan tarik suara.
Jenis Karya Judul Tahun

Novel Supernova:Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh 2021

Supernova: Akar 2002

Supernova: Petir 2004


Filosofi Kopi 2006

Rectoverso 2008

Perahu Kertas 2009

Madre 2011

Supernova: Partikel 2012

Supernova: Gelombang 2014

Supernova: Inteligensi Embun Pagi 2016

4
Ibid.
5
Op.Cit, Ensiklopedia Kemendikbud
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Dewi_Lestari diakses pada 30 Juni 2021 pukul
10.00 WIB
41

Aroma Karsa 2018

Rantai Tak Putus 2020

Rapijali 1: Mencari 2021

Rapijali 2: Menjadi 2021

Rapijali 3: Kembali 2021

Film yang Perahu Kertas 2012


diadaptasi dari Perahu Kertas 2 2012
novel Dee Rectoverso 2013
Lestari Madre 2013
Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh 2014
Filosofi Kopi. 2015
Lagu Water Song (album Out of Shell) 2006
Simply 2006
Malaikat Juga Tahu (album Rectoverso) 2008
Cicak Di Dinding (album Rectoverso) 2008
Aku Ada (duet bersama Arina Mocca album 2008
Rectoverso)
Grow a Day Older (album Rectoverso) 2008
Curhat Buat Sahabat (album Rectoverso) 2008
Firasat (album Rectoverso) 2008
Peluk (album Rectoverso) 2008
Back to Heaven's Light (album Rectoverso) 2008
Hanya Isyarat (album Rectoverso) 2008
Dongeng Secangkir Kopi (album Dongeng Secangkir 2015
Kopi)
Perahu Kertas (dinyanyikan oleh Maudy Ayunda) 2012
Langit Amat Indah (dinyanyikan oleh RSD (Rita Sita 2012
Dewi)
42

Dua Manusia (dinyanyikan oleh Dendy) 2012


A New World (dinyanyikan oleh Nadya Fatira) 2012
Bunga Mawar (album Big Buddha Pattaya Hill (15 2014
Finets Downtempo, Chillout & Bar Tracks)
Tahu Diri yang (dinyanyikan oleh Maudy Ayunda) 2015
Awal Mula (dinyanyikan Dee Lestari dan Maudy 2021
Ayunda)
Before You (dinyanyikan Dee Lestari dan Mikha 2021
Angelo)
Rumah yang Baru (dinyanyikan Dee Lestari, Mawar 2021
de Jongh dan Adikara Fardy)
Kinari (versi Yuda Alexander dinyanyikan oleh Dee 2021
Lestari dan Iwan Fals)
Kinari (versi Lovinka dinyanyikan oleh Dee Lestari 2021
dan Bunga Citra Lestari)
Tabel 3.1 Karya-karya Dee Lestari
C. Pemikiran Dee Lestari
Pemikiran Dee Lestari dapat diketahui dari tulisan-tulisan yang dibuatnya,
baik itu berbentuk cerpen, novel, ataupun lagu. Dee merupakan seorang penulis
yang aktif pada tahun 2001 hingga saat ini. Karya yang mengantarkan nama Dee
Lestari ke dunia sastrawan ialah novel Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh (2001),
sebab novel tersebut merupakan novel Indonesia pertama yang menggunakan
sains untuk kepentingan fiksi. Ilmu sains dan sejumlah teori yang terdapat di
dalam novel tersebut ada yang dari percakapan antar tokoh, deskripsi, ataupun
catatan kaki.6
Misalnya pula pada novel Rapijali 1: Mencari, Dee pun memasukan unsur
keilmuan bermusik, bagi pembaca awam tentu saja hal tersebut akan terasa asing
kata yang dipilih oleh Dee tersebut. Keterampilan yang dimiliki oleh Dee dalam
menerapkan sains ke dunia fiksi itu selalu konsisten dilakukannya, sehingga
karya-karyanya sangat digemari oleh kaum intelek. Dee pun sering memasukkan

6
Rosida Erowati dan Ahmad Bahtiar, Sejarah Sastra Indonesia, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.147
43

banyak nilai-nilai pendidikan dalam novel-novel yang ditulisnya. Alasan


mengenai nilai pendidikan yang dimasukan oleh Dee sampai saat ini belum
diketahui, hanya saja besar kemungkinan hal tersebut Dee lakukan karena ia
merupakan sosok siswa berprestasi semasa sekolah.
Keunikan Dee Lestari yang lainnya ialah ia kerap kali membuat karya
hibrida, karya hibrida ialah sebuah karya yang memiliki dua versi, seperti pada
karyanya yang berjudul Rectoverso, Perahu Kertas, dan Rapijali. Kedua karya
tersebut merupakan karya berbentuk novel sekaligus kumpulan lagu ciptaan Dee
Lestari yang dinyanyikan oleh dirinya ataupun oleh orang lain.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Unsur Intrinsik
Pengkajian unsur intrinsik menjadi penting untuk dikaji agar
pembaca mampu memahami konteks nilai pendidikan karakter yang terdapat
di dalam novel tersebut. Selain itu, pengkajian unsur intrinsik pun mampu
membuat pembaca memahami dengan benar masalah apa yang terdapat di
dalam novel ini. Sehingga banyak nilai-nilai pendidikan karakter yang mampu
diaplikasikan oleh pembaca.
1. Tema
Tema merupakan gagasan inti yang terdapat di dalam sebuah
karya. Tema umum dalam novel Rapijali 1: Mencari karya Dee
Lestari ialah pola asuh orang tua terhadap anak. Pola asuh ialah sikap
yang dilakukan orang tua dalam berinteraksi dengan anaknya. 1 Novel
Rapijali 1: Mencari menggunakan tema mayor pola asuh otoriter
yang dilakukan oleh orang tua kurang mampu terhadap anaknya.
Sikap otoriter yang dilakukan oleh orang tuanya ialah mengharuskan
anak untuk mengikuti kemauan orang tua tanpa ada musyawarah
dengan anaknya terlebih dahulu.2 Hal tersebut dibuktikan dengan
kutipan di bawah ini.
Pertanyaan yang paling ingin ia ketahui jawabannya. ―Kamu
sebetulnya nggak mau pindah ke Jakarta, ya?‖
Ping tak langsung menjawab. Ada muatan berat menggayuti
momen singkat sebelum Ping berkata pelan, ―terserah Aki saja.‖
Sorot matanya lantas kembali ke jalan raya.3
Selain tokoh Ping tokoh Inggil pun merasakan pemaksaan dari
ayahnya, berikut kutipannya.
―Kalau bukan karena Pakde, aku sudah putus sekolah.‖ Mata Inggil
memicing, seakan menemukan jawaban lain di udara. ―Bukan. Aku
sebal Pradipa Bangsa. Aku sebal karena Bapak menyerah di

1
Wira Firmansyah, ―Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pemebntukan Karakter Anak Di Era
Globalisasi‖, Jurnal Primary Education Journal Silampari, Volume 1, Nomor 1, 2019, h.3
2
Ibid.
3
Dee Lestari, Rapijali 1: Mencari, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2021), h.81

44
45

Yogya,‖ –Inggil menoleh ke Ping – ―dan, Bapak selalu pakai


Pradipa Bangsa jadi pembelanya.4
Rakai pun menerima hal yang sama dari orang tuanya, ia
diharuskan mengambil jurusan musik, karena orang tuanya musisi
yang handal. Berikut kutipannya.
―Itu bedanya aku sama Mama. Suka musik nggak harus kuliah
musik, kan? Buatku, musik bisa jalan terus sambil jalan yang
lain.‖5
Untuk tema minor, dalam novel Rapijali 1: Mencari ini terdapat
tiga tema minor yaitu, kekhawatiran akan masa depan, tekanan hidup
siswa miskin, dan kurangnya rasa percaya diri.
Kegelisaan remaja untuk masa depannya. Cerita dalam novel
tersebut digambarkan dengan jelas bahwa para tokohnya khawatir
akan hidup yang harus dijalaninya, para tokoh tersebut berada dalam
tekanan orang-orang di sekelilingnya yang memiliki tujuan berbeda
dengan dirinya. Kekhawatiran tersebut dirasakan oleh Ping, Rakai,
Inggil, dan Yuda.
Tokoh Ping khawatir dengan masa depannya yang sebatang kara.
Ia tak yakin dirinya mampu membiayai kehidupan di masa depannya.
Bagi Ping masa depan hanyalah ilusi, ia tidak memiliki tujuan hidup
apapun. Sebab, berangan-angan pun percuma baginya karena tidak
memiliki siapa-siapa. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan di
bawah ini.
Perkataan Rakai ikut menampar Ping, mengingatkannya akan
persoalan masa depannya yang butek bak air sungai selepas
hujan.6
Keadaan tersebut membuat Ping tidak berani memimpikan banyak
hal. Impian-impian yang ia katakana pada orang-orang di
sekelilingnya pun hanya sebuah kata yang ia keluarkan, agar ia tidak
merasa kalah dari lawan bicaranya itu. Ping mengalami banyak
kekhawatiran dalam hidupnya. Sebab, hal-hal yang ia inginkan selalu

4
Ibid., h. 128
5
Ibid., h.281
6
Ibid., h. 229
46

berbenturan dengan keingininan orang-orang disekelilingnya. Hingga


akhirnya, Ping sekalu merasa hidup dalam kebingungan.
Tokoh Inggil yang merupakan siswa paling cerdas di Pradipa
Bangsa yang merasa diperlakukan tidak sama oleh sekolah dan
teman-temannya karena merupakan siswa subsisdi. Inggil ingin
menjadi kaya dengan mempelajari saham. Hal ini menandakan bahwa
tokoh Inggil merasa khawatir dan bosan jika ia menjadi manusia yang
miskin. Hal tersebut dibuktikan oleh kutipan di bawah ini.
―Buat apa pintar tapi melarat? Bosan aku jadi orang miskin.‖ Inggil
melengos. ―Sini, kapan-kapan aku ajarin. Yang penting kamu
sudah punya rekening bank.‖7
Kutipan di atas membuktikan bahwa Inggil merasa khawatir jika ia
tetap miskin ia akan diperlakuakn tidak adil terus-menerus oleh
orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Tokoh Yuda merasa khawatir jika selepas ia mati ia tidak mampu
memberikan suatu hal untuk kehidupan cucunya, Ping. Kehawatiran
tersebut membuat Yuda mempersiapkan masa depan Ping sebelum
datangnya kematian. Sebab, setelah kepergian Yuda, Ping tidak
memiliki siapa-siapa lagi dalam hidupnya. Oleh karenanya, Yuda
mempersiapkan segala kebutuhan Ping sebelum ia meninggal, karena
khawatir Ping akan menjadi anak yang terlantar dan tak mampu
mencapai impian-impiannya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
di bawah ini.
―Sakitnya engga penting. Mati besok pun Aki nggak takut. Aki
cuman takut nggak bisa kasih kamu apa-apa.‖8
Dari kutipan di atas menunjukan bahwa beberapa tokoh di dalam
novel Rapijali 1: Mencari, yakni Ping, Inggil, dan Yuda merasakan
kekhawatiran akan masa depannya. Mereka khawatir sebab mereka
merasa tidak puas dengan apa yang mereka terima saat ini, oleh
karenanya mereka khawatir pada fase kehidupan selanjutnya yang
mereka lalui itu tidak memuaskan lagi. Kekhawatiran yang mereka

7
Ibid., h. 236
8
Ibid., h. 43
47

rasakan itu menyebabkan mereka berusaha untuk memiliki kehidupan


yang lebih baik lagi, misalnya mencari solusi dari kehidupannya yang
lalu. Seperti yang dilakukan oleh Inggil dan Yuda. Inggil berusaha
memperlajari saham agar bisa kaya raya. Yuda berusaha menemui
Guntur, agar kehidupan Ping menajdi terjamin. Namun, kekhawatiran
yang dirasakan oleh tokoh itu pun, dapat berupa kepasrahan.
Misalnya yang dilakukan oleh tokoh Ping. Ping berpasrah akan
kehidupan selepas lulus SMAnya, meskipun ia siswa berprestasi di
sekolah.
Tema minor yang kedua ialah tekanan hidup siswa miskin, dalam
novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari, siswa subsidi kerap kali
meras diperlakukan tidak sama oleh guru, sekolah, dan teman-
temannya. Sebagai anak subsidi Inggil sering merasa bahwa orang-
orang di sekelilingnya, jadi mampu berbuat semau mereka terhadap
Inggil. Berikut kutipannya.
Inggil mengertutkan kening. ―Apa ini gara-gara aku murid subsidi,
makanya aku nggak bisa menuntut hak—‖9
Tema minor yang ketiga ialah rasa tidak percaya diri yang
dirasakan oleh tokoh Ping. Banyak orang yang menyatakan bahwa
Ping sangat berbakat dalam hal musik, namun Ping selalu meragukan
hal itu, sebab dunia luar belum pernah menguji kemampuan Ping. Hal
tersebut dibuktikan oleh kutipan di bawah ini.
Ping mengeksplorasi sendiri alat-alat musik di rumahnya tanpa
tahu secuil pun teori. Sudah jelas ia paling jago musik dibanding
teman-temannya di Batu Karas. Namun, di luar sana ada dunia
besar yang belum menguji kemampuannya.10
2. Alur/Plot
Alur atau biasa disebut pula sebagai jalannya sebuah karya sastra.
Plot berjalan sesuai dengan runtutan yang ada di dalam sebuah cerita.
Pada novel Rapijali 1: Mencari alur yang dipakai yaitu alur campuran.

9
Ibid.,h. 106
10
Ibid., h. 38
48

Berikut ini ialah tahapan alur pada novel Rapijali 1: Mencari karya
Dee Lestari:
a. Tahap pemaparan/pendahuluan
Tahap pengenalannya yaitu ketika tokoh Guntur diperkenalkan
sebagai seorang tokoh politik (bapak wali kota Jakarta Selatan)
yang digemari oleh warganya karena ketampanan dan
karismatiknya. Kini ia sedang mencalonkan dirinya sebagai
gubernur. Tahap perkenalan antara Guntur dan Ping dilakukan
melalui Dahlia, sebagai perantaranya. Saat itu, Dahlia menemui
Ping di Batu Karas dan banyak menjelelaskan perjanjian antara
Yuda dengan Guntur. Berikut kutipan yang berisikan tahap
pemaparan.
―Begini, deh, politikus rasa rockstar.‖ Dahlia membuang tisu itu
ke tempat sampah.11
Pada kutipan di atas Dahlia mengatakan bahwa Guntur itu seperti
rockstar, kalimat tersebut digunakan oleh Dahlia karena Guntur
dikerubungi oleh ibu-ibu untuk dimintai foto bersama, bahkan tidak
sedikit para ibu tersebut mencubit tangan Guntur. Hal tersebut, tentu
lebih tepat dimiliki oleh rockstar ternama yang eksis di dunia
hiburan dibandingkan dengan seorang politikus yang karismatik.
b. Tahap Penggawatan
Tahap penggawatannya yaitu ketika Yuda datang ke Jakarta dan
meminta Guntur untuk merawat Ping, anak kandung Guntur. Sebab
Yuda sudah sakit keras dan vonis dokter mengatakan usia ia tidak
akan lama lagi. Namun, permintaan Yuda tersebut ditolak oleh
Guntur, sebab ia berada dalam masa kampanye pemilihan gubernur,
yang bagaimana pun ia akan menjadi pusat perhatian lawan. Dan
lawan akan mengorek-ngorek masa lalu Guntur.
―Saya tidak tahu bagaimana menyampaikan ini tanpa terdengar-‖
Guntur berdeham. ―Pak, sekarang adalah waktu yang sangat

11
Ibid., h. 52
49

sensitif. Saya tidak mungkin bisa memenuhi permintaan Bapak


tanpa mengundang perhatian dan pertanyaan banyak orang.‖12
c. Tahap Penanjakan
Tahap penanjakan pada novel ini dimuali selepas kedatangan Yuda
ke Jakarta dan ia meminta Guntur untuk merawat Ping. Akan tetapi,
Dahlia meminta Guntur dan Ping untuk melakukan tes DNA.
Namun, hal itu ditolak oleh Guntur sebab Ping memanglah anak
kandungnya, dan Yuda bukanlah orang suruhan yang akan merusak
reputasi Guntur. Mengetahui hal itu, Dahlia murka kepada Guntur,
rencana dan strategi yang telah ia susun dengan baik harus diubah
dan diperbaiki lagi lantaran ulah Guntur di masa lalu. Sedangkan
waktu pemilihan gubernur semakin dekat.
Guntur menggoyangkan kepala sambil memijat keningnya.
―Kenapa harus sekarang… fuck! Kenapa harus sekarang?‖ bisiknya
berulang-ulang.
Dalam benak Dahlia, berputar pertanyaan senada. Kenapa kamu
harus terperosok di lubang serupa, lagi dan lagi? Kenapa harus
aku yang membersekan sampahmu, lagi dan lagi?13
d. Tahap Klimaks
Tahap klimaks pada novel ini terjadi ketika Guntur harus
menerangkan kepada Sarnita, istri sahnya. Bahwa ia akan membawa
Ping ke rumah mereka untuk menjadi anaknya. Sampai batas waktu
yang tidak dapat ditentukan. Sarnita harus menerima Ping, anak dari
suaminya bersama dengan orang lain tersebut. Sarnita pun marah
besar dengan semua yang dibicarakan oleh Guntur dan Dahlia.
Sebab, dalam keputusan yang diambil oleh Guntur dan Dahlia
mereka tidak melibatkan Sarnita sama sekali. Akan tetapi, dalam
pelaksanaannya Sarnita harus menerimai semua keputusan Dahlia
dan Guntur. Berikut kutipannya.
Pintu terbuka lebih dahulu. Sarnita, diikuti oleh Guntur merangsek
masuk.

12
Ibid., h. 5
13
Ibid., h. 9
50

―Strategi konyol apa ini, Lia?‖ semprot Sarnita seketika. ―Kamu


menyuruh aku mengadopsi anak haram hasil suamiku nyeleweng?
Menerimanya di rumahku? Gila kamu!‖
Dahlia mendelik ke arah Guntur yang tampak gugup di balik
Sarnita. Bangsat, umpatnya dalam hati. Sarnita datang kepadanya
masih dengan emosi tinggi. Pertanda Guntur tidak tuntas
menyelesaikan pekerjaan rumahnya.14
e. Tahap Peleraian
Tahap peleraian atau penyelesaian ini ialah ketika tokoh Sarnita
mengambil sikap masa bodoh terhadap semua hal yang diambil dan
dilakukan oleh Guntur. Sarnita menjadi perempuan yang tidak
peduli sama sekali terhadap Guntur dan Ping, terlebih setelah
kejadian Ping dibelikan piano oleh Gunur. Berikut kutipannya.
―Ma, aku perlu ngomong sebentar.‖ Ardi mengadang ibunya yang
menuju rak sepatu.
Nita mencermati isyarat tersirat di muka Ardi. Ada yang tak
biasa.‖Kamu baik-baik?‖
―Ini bukan soal aku. Ping.‖
Mendengar nama itu tersebut lagi, tubuh Nita seperti disapu angin
dingin.
―Mama tahu Papa beliin dia piano baru, kan?‖
―Ya.‖
―Mama setuju?‖
―Mau gimana? Itu uang Papamu, Di.‖
―Lebay banget nggak, sih?‖
―Ping katanya butuh piano buat latihan musik.‖
―So, she asked for it?‖ tanya Ardi, sengit. Kurang ajar amat itu
anak kampung!
Nita menggeleng pelan. ―Nggak, Papa yang kepingin beliin.
Katanya, Ping sekarang jadi asisten guru Musik, jadi Papa pengin
kasih hadiah-‖15
3. Tokoh dan Penokohan
a) Tokoh utama
1. Ping atau Lovinka
Ping merupakan tokoh utama yang memiliki kehidupan
yang kompleks. Dalam hal ini Ping dapat dilihat dari ketiga
aspek tokoh yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial.

14
Ibid., h. 54
15
Ibid., h. 296
51

Dari segi psikis ping memiliki sikap yang curiga dan penuh
selidik. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
Dari segala keanehan itu, Ping paling curiga dengan
kepergian kakeknya kali ini. Yuda hanya bilang ia harus
pergi ke Jakarta menemui seseorang. Ia tak menyebutkan
tanggal kepulangan, cuma: sampai urusan Aki selesai.16
Selain memiliki sikap yang penuh curiga dan penyelidik,
Ping pun memiliki sikap yang mudah menyepelekan kakeknya,
ketika kakeknya melakukan hal yang tidak seperti biasanya.
Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
―Sok-sokan si Aki pinjem hape segala. Kalau ditelpon
nggak pernah aktif,‖ gerutu Ping. ―Kayaknya, mah, nggak
tahu cara pakainnya juga.‖17
Ping ialah gadis yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
Ping rela menahan rasa takut yang dimilikinya untuk
memuaskan rasa ingin tahu yang ia miliki. Sebab, Ping selalu
merasa semua hal yang terjadi itu karena ada hubungannya dan
dapat diterima oleh akal manusia, maka dari itu ketakuatnnya
selalu ia coba untuk dibuktikan dengan fakta-fakta yang ada,
seperti pada kutipan-kutipan di bawah ini.
―Wanian si Ping, mah. Nggak takut kamu sendirian di
rumah?‖ balas Lilis.
“Juring eleh ku si Ping, mah. Kalah Abah Mijan oge.”
Oding lalu menyikut Ping. ―Ingat tidak Piala Poding?‖18
Selagi Abah Mijan menunggu tanggal baik untuk ke Goa
Parat, pada suatu malam Ping dan Oding menyelinap diam-
diam ke rumah Marsudi yang sementara dikosongkan. Rasa
takut dan rasa ingin tahu membakar mereka sama
kuatnya.19
… Oding hampir terpekik ketika melihat sendok garpu
bergerak di rak seakan diguncangkan oleh tangan tak
terlihat. Saat itu Oding sudah siap melesat kabur.
Alih-alih minggat, Ping malah mendekat ke rak. Kepalanya
mendongak ke kiri kanan, mencari sesuatu.20

16
Ibid., h. 12
17
Ibid., h. 13
18
Ibid., h. 16
19
Ibid., h. 31
20
Ibid., h. 32
52

Sosok Lovinka digambarkan sebagai seorang gadis SMA


yang ahli dalam bermain musik, pandai dalam mata pelajaran
di sekolah, khususnya pelajaran bahasa Inggris. Ping
merupakan gadis yang sempurna di Batu Karas, memiliki bakat
dan potensi yang mampu dikembangkan di dunia luar.
Meskipun memiliki kemampuan yang layak untuk
dibanggakan, Ping bukanlah anak yang mampu bersosialisasi
dengan baik. Ia tidak populer dan hanya memiliki satu teman
dekat saja, yaitu Oding. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
di bawah ini.
―Merpati itu sangat peka, punya pendengaran luar biasa.
Seperti Ping….‖21
Dari rapor sekolah yang sudah Dahlia pelajari, sejak
SD sampai SMA, Lovinka tidak pernah keluar dari
peringkat lima besar. Beberapa kali Lovinka menjadi wakil
sekolahnya untuk ikut kejuaraan pidato bahasa Inggris dan
selalu pulang membawa gelar juara 1.
Dari hasil wawancara Dahlia dengan guru-guru Lovinka di
SMAN 1 Parigi, ia mengetahui bahwa Lovinka bukanlah
murid populer meski berprestasi. Lovinka mengikuti
kejuaraan hanya jika dipaksa oleh sekolah, bukan
inisiatifnya. Lovinka tidak memiliki banyak teman.
Lovinka cuma punya satu ―teman dekat‖, begitu
gurunya mengistilahkan dengan tatapan sarat makna.
Seorang murid laki-laki bernama Odin Mulyana. Atlet
selancar muda kebanggan Batu Karas. 22
Ping tidak punya teman akrab di sekolah selain Oding.
Namun, hari itu, teman-temannya sangat manis. Terlalu
manis hingga rasanya mereka pun berubah menjadi orang-
orang asing.23
Dari segi fisik tokoh Ping digambarakan sebagai seorang
gadis kelas tiga SMA yang memiliki tubuh tinggi berwarna
coklat, hidung mancung, dan mata yang besar. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
Banyak fitur fisik dari Lovinka yang seketika
mengingatkan Dahlia kepada Yuda. Lovinka bertubuh
21
Ibid., h. 35
22
Ibid., h. 70
23
Ibid., h. 61
53

tinggi, di atas rata-rata remaja seusianya…. Celana


selututnya memperlihatkan kulit cokelat yang terbakar
matahari…. Rambutnya lurus selewat bahu, diikat asal-
asalan memakai karet gelang. Anak-anak rambut melekati
keningnya yang berkeringat. Garis mukanya tajam dan
hidungnya runcing menukik, persis Yuda.24
Ping memiliki sepasang mata Guntur. Besar, hangat,
simpatik.25
2. Guntur
Guntur merupakan seorang politikus yang terkenal di
Jakarta. Ia kini berprofesi sebagai wali kota Jakarta Selatan dan
salah satu orang penting Pradipa Bangsa. Ia memiliki seorang istri
dan seorang anak laki-laki. Kehidupan yang dijalani olehnya ialah
kehidupan yang glamor, sama seperti kehidupan pejabat pada
umumnya.
Secara fisik Guntur digambarkan sebagai laki-laki tampan,
memiliki rambut klimis, dan berwajah menarik. Hal tersebut
dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
Muka tampan yang tak banyak berubah sejak pertama kali
mereka bertemu, tetap klimis dan terlihat simpatik, hanya
sedikit lebih berisi. Senyumnya persis seperti ingatan Yuda.
Gigi berderet rapih, segaris lesung di pipi kanan, dagu
terbelah. Di bawah foto itu tertulis nama Guntur Putra
Sasmita diikuti slogan Muda, Cerdas, Berintegritas.26
b) Tokoh tambahan
1. Inggil
Inggil merupakan seorang siswa subsidi yang bersekolah di
Pradipa Bangsa, yang berasal dari Yogyakarta. Ia adalah murid
terpintar dalam bidang akademik di sekolahnya. Inggil sangat
pandai dalam berbagai mata pelajaran, namun sayang ia selalu
merasa kesepian karena tidak memiliki seorang teman pun di
sekolahnya. Di sekolahnya, ia selalu sendirian dan menjauhi
keramaian.

24
Ibid., h. 72
25
Loc.Cit., Lestari, h. 72
26
Ibid., h. 1-2
54

Dari segi fisiknya, Inggil digambarkan sebagai seorang


siswa laki-laki kelas 12 Sunda (IPA) yang berkulit putih dan gigi
kecil rapih, seperti kutipan di bawah ini.
Mulut Inggil terkatup rapat seperti menahan geram.
Kulitnya yang putih susu kentara menunjukan semu merah
dan semakinlah kelas menjadi-jadi.27
Kulit Inggil pucat, bibirnya merah jambu, matanya cokelat
muda. Seperti tubuhnya Inggil kecil dan tirus. Semua unsur
di mukanya terlihat munggil, mulai dari mata, hidung,
sampai mulut. Rambutnya keriting padat bak bulu domba,
berwarna kemerahan seperti kelamaan dipanggang
matahari.28
―Halah! Masakan Sunda, kan, Cuma gorengan tok sama
lalap mentah! Ya, jelas bisa!‖ Inggil tertawa, menampakkan
gusi merah jambu ditempeli gigi kecil-kecil bagai barisan
biji mentimun.29
2. Rakai Surya
Rakai Surya merupakan seorang anak yang berasal dari
keluarga broken home, kedua orang tuanya memilih bercerai
karena kehidupan keluarga mereka yang sudah tak dapat
dipertahankan lagi. Semenjak perceraian orang tuanya, Rakai kecil
tinggal hanya bersama dengaan ibunya. Kedekatan Rakai dengan
musik diturunkan juga dari orang tuanya, ayahnya yang berupakan
seorang vokalis, dan ibunya yang merupakan seorang guru musik.
Kehidupan Rakai memang sudah sangat dekat dengan musik, dan
Rakai pun menyukai hal itu. Namun, bagi Rakai musik bukanlah
segalanya, Rakai masih dapat bermain musik tapi itu bukan untuk
menunjang karirnya, hanya sebagai hobi saja. Secara fisik, tokoh
Rakai digambarkan seperti di bawah ini.
Rakai menggaruk-garuk rambutnya. Poninya yang panjang
jatuh menutrupi setengah matanya. ―Hmm… keyboard?‖30
Senyum merekah di wajah Rakai, memapangkan gigi depan
yang rapi dengan dua gigi taring yang mencuri perhatian.
Denyut nadi Ping seperti hilang seketuk.31

27
Ibid., h. 103
28
Ibid., h. 107
29
Ibid., h. 111
30
Ibid., h. 140
55

Iman, anak sulung Rumi, hanya berselang satu tahun


usianya dengan Rakai, dengan badan lebih kecil. Rakai
dianugrahi tubuh tinggi menjulang dari Don. Pertumbuhan
pesat Rakai dimulai ketika masuk SMA, dan tiba-tiba saja
banyak bajunya jadi kekecilan.32
3. Andreanus Maramis
Andreanus Maramis atau yang akrab disapa Butho ialah
seorang gitaris band Pradipa Bangsa yang bertubuh besar. Ia
merupakan siswa yang berasal dari keluarga kaya.
Laki-laki berbadan tinggi dan lebar berdiri bagai menara di
dekat meja mereka. Wajahnya memunggungi cahaya
hingga tak terlampau kentara. Ketika ia mendekat, barulah
Ping lebih jelas melihat sosoknya. Laki-laki itu bermata
sipit, beralis tebal, dan rambutnya diruncingkan ke atas
memakai pengeras rambut. Ia menyeringai dan berderetlah
gigi besar dan rapi seperti model iklan pasta gigi.

―Itu siapa? Kenapa dia gitu?‖
―Andreanus Maramis, anak Sos, kelas 12-Bali,‖ jawab
Inggil dengan geram.33
―Hebat sekali!‖ Kus berseri-seri. ―Yang ini siapa?Tinggi
besar. Gagah betul.‖ Kus berdecak kagum melihat Buto.34
4. Jemima Hartanto
Jemima Hertanto merupakan seorang gadis kelas 12 IPS di
Pradipa Bangsa, ia merupakan gadis yang cantik, cerdas, dan kaya
raya. Jemi, begitulah panggilan akrabnya. Ia memiliki banyak
fasilitas untuk mengembangkan otaknya, namun sayang kehidupan
yang dijalani oleh Jemi itu selalu diatur oleh orang tuanya,
sehingga kehidupan yang dijalani olehnya kerap kali
membosankan dan berlawanan dengan dirinya. Fisik Jemima
digambarkan sebagai berikut.
―Siapa yang paling terkenal di sekolah?‖
―Cewek apa cowok?‖
―Kalau cewek, siapa?‖
―Jemima Hartanto. Anak kelas sebelah. Paling cantik,
paling kaya satu sekolah. Dan, nggak goblok. Anak Sos tapi

31
Ibid., h.142
32
Ibid., h.145
33
Ibid., h.111-112
34
Ibid., h. 159
56

bisa ikut Olimpiade Matematika, ya Cuma dia.‖ Inggil


menghela napas.35
―Nggak, ah. Gila aja. Ada Ping gitu, lho.‖ Sahut Jemi
sambil tertawa renyah. Garis lesung pipinya tergambar
kentara, mendampingi deretan gigi putih bersih dan bibir
merahnya yang bagai biji delima. Tawa manis itu melekat
pada kulit jernih nan langsat.36
Ping mengamati jemari Jemi yang membentuk kurva
sempurna hasil topangan pergelangan tangan yang naik dan
stabil. Bahunya terlihat rileks, menandakan kekuatan
penekanan diletakan secara tepat di jemari.37
5. Lodeh/ Kluwih
Lodeh ialah anggota band Rapijali yang paling dewasa,
dalam novel Rapijali 1: Mencari ini tokoh Lodeh digambarkan
sebagai seorang pengamen jalanan yang memiliki suara merdu.
Lodeh hidup dengan kondisi keluarga yang pas-pasan, tinggal di
dekat gang rumah Inggil. Kehidupan keluarga Lodeh sangat
memprihatinkan, hidup berdesak-desakan di rumahnya dengan
kondisi istri Lodeh yang sedang mengandung diusia muda.
Gambaran fisik mengenai Lodeh digambarkan sebagai
berikut.
Di pintu warteg, berdirilah pemuda berambut stengkuk
yang tersisir ke depan hingga membingkai penuh muka
tirusnya. Usia laki-laki itu kelihatan tak jauh berbeda
dengan mereka. Ia memakai kaus putih ketat yang kainnya
sudah tipis menyerupai tisu dengan bolong di beberapa
tempat. Di bagian dada terdapat sablon hitam logo MR.
BIG. Celana jins hitamnya tergantung hingga setengah
betis, berlanjut ke sepatu bot hitam garang yang membuat
tubuh tipisnya seperti ditanam batu karang. Daun
telinganya penuh tindikan. Ia memeluk gitar akustik hitam
yang sekujur bodinya ditutupi aneka stiker grup musik.38
Kontras dengan kausnya yang lusuh dan sudah pantas
menjadi lap meja, rambutnya tampak mendapatkan
perwatakan khusus. Helai-helainya ringan, legam, dan
berkilau. Potongannya, yang menyerupai tokoh jagoan

35
Ibid., h. 114
36
Ibid., h. 258
37
Ibid., h. 259
38
Ibid., h. 205
57

anime, seperti hasil permak dari salon. ―Rambutnya juga


bagus, Bang. Emo banget.‖
―Pakai vitamin sama dimasker seminggu sekali.‖ Pengamen
itu mengibaskan poninya, lalu menyorongkan tangan.
―kagak usah pakai ‗Bang‘. Panggil nama aja. Lodeh.‖39
6. Bu Ira
Bu Ira ialah ibu dari Rakai Surya sekaligus guru musik di
Pradipa Bangsa. Ia merupakan guru senior yang berbadan tinggi
dan memiliki rambut hitam yang tebal. Gambaran mengenai fisik
Ira digambarkan oleh kutipan di bawah ini.
Dari segi usia, guru Musik itu terlihat senior jika
dibandingkan dengan Didi, wali kelasnya. Ia mengenakan
baju terusan cokelat tua dengan lengan hingga siku dan
ujung rok menutupi lutut yang memberikan siluet ramping.
Tinggi badannya kurang lebih sepantaran Ping. Rambut
hitam tebalnya digulung ke atas, menampakan giwang
mutiara yang ikut bergoyang setiap kali ia bergerak.
Kibasan udaranya mengantarkan wangi yang mengingatkan
Ping pada bunga sedap malam. Paras itu halus, ayu, dan
gerak-geriknya anggun. Pada saat sama, ia memancarkan
aura membuat orang menaruh segan.
―Kamu Ping, ya?‖ Guru itu bertanya. ―Saya Bu Ira, guru
Musik di sini….‖40
7. Yuda
Yuda merupakan kakek Ping dari garis keturunan ibunya.
Yuda digambarkan sebagai laki-laki tua yang berpenampilan
seperti rocker. Yuda berparas seperti turis, karena ia merupakan
seorang blasteran Sunda dan Kaukasia.
Secara fisik Yuda digambarkan sebagai seorang kakek
berusia 75 tahun, yang berpenampilan seperti anak muda. Kulitnya
berwarna putih, tubuhnya tinggi, berhidung mancung, dan
memiliki rambut sepanjang bahu yang telah berwarna putih. Hal itu
dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
Sosok Yuda yang gagah, mirip Davis Bowie yang Acep
lihat posternya di majalah remaja, dikombinasikan

39
Ibid., h. 207
40
Ibid., h. 193
58

kemahirannya berbahasa Sunda menjadikan Yuda populer


di Batu Karas.41
Yuda mengaku dirinya blasteran Ausralia-Sunda, lahir dan
besar di Kota Bandung, tetapi unsur Sunda yang lolos
dalam dirinya cuma kemampuan berbahasa. Fisiknya nyaris
tak menunjukan jejak darah Indonesia sama sekali.42
Dari fisiknya, Dahlia menaksir usia Yuda sudah lanjut.
Kepala tujuh atau nyaris. Selera Yuda berbusana tampak
jauh lebih muda. Membungkus tubuhnya yang tinggi kurus,
pria itu memakai kemeja jins dan celana jins yang sobek di
beberapa tempat. Rambut sebahunya, yang lurus sudah
putih, diurai lepas. Ada bandana merah yang mencuat di
kantong belakang jinsnya, bersisian dengan dompet yang
terhubung ke tali pinggang oleh seutas rantai. Kemeja yang
kancingnya separuh terbuka itu melapisi kaus hitam
bertuliskan Led Zeppelin. Kakinya dialasi sepasang
Converse kumal. Ketika pertama kali melihat roman Yuda
yang kentara berdarah Kaukasia, Dahlia refleks hendak
menyapa dalam bahasa Inggris.43
Dari segi psikis Yuda digambarkan sebagai seorang kakek
yang bawel dan kerap kali menasehati jika melihat cucunya atau
teman cucunya melakukan hal-hal yang kurang wajar. Seperti pada
kutipan di bawah ini.
Oding menamakannya ―mandi anjing‖, ritual yang kerap
membuatnya diomeli Yuda karena menular kepada Ping.
Selain bersikap bawel Yuda juga sering bersenandung,
memiliki suara yang berat dan sulit untuk diajak berbicara serius.
Hal tersebut terdapat dalam kutipan di bawah ini.
Sementara itu Yuda yang asli yang bersuara berat dan kerap
batuk, yang suka bernyanyi-nyanyi sendiri, yang langsing
dan lincah, yang sulit bicara serius, tengah merunduk-
runduk di sungai dengan ember plastik untuk
mengumpulkan teritip.44
8. Oding
Oding merupakan siswa SMA sekaligus sahabat Ping sedari
lahir, yang hidup bersama-sama dengan Ping di Batu Karas. Oding
merupakan peselancar ahli yang banyak menorehkan prestasi.

41
Ibid., h. 26-27
42
Ibid., h. 27
43
Ibid., h. 7
44
Ibid., h. 62
59

Kehidupan yang Oding alami, tak jauh beda dengan kehidupan


yang Ping alami. Bahkan, Ping dan Oding kerap kali dianggap
adik-kakak atau pun saudara.
Secara fisik tokoh Oding digambarkan sebagai seorang
laki-laki yang berusia kurang lebih 17 tahun dan memiliki tubuh
yang tinggi.
Tubuhnya yang tinggi tampak semakin legam di
bawah langit sore yang menggelap. Seraya
menjinjing papan panjangnya dengan satu tangan, ia
berjalan santai menyusuri pasir.45
Selain bertubuh tinggi layaknya peselancar, Oding
pun memiliki tubuh yang berkarisma. Karena tubuhnya itu,
Oding sudah diincar oleh beberapa merek terkenal agar
Oding mau menjadi modelnya.
Fisik Oding menjual dan indah di kamera. Mereka
bilang, Oding punya karisma. Kualitas bintang.
Sudah santer kabar bahwa Oding diincar beberapa
merek dunia untuk menjadi dutanya.46
Oding memiliki sikap yang humoris dan penuh
dengan candaan. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan di
bawah ini.
―He, Kabayan. Baru bangun?‖ Memakai sebelah
lengannya yang menganggur, dengan santai ia
merangkul Ping dan mengempit gadis itu di
ketiaknya.
―Oding!‖ hardik Ping sambil berontak. ―Asin‖‘.
Oding tertawa ringan.47
Sesuram apapun suasana hatinya, sepasang bapak-
anak itu selalu berhasil membuat hatinya terhibur.48
Meskipun digambarakan sebagai seorang tokoh
laki-laki yang gagah dan berkarisma, akan tetapi Oding
digambarkan sebagai seorang laki-laki yang penakut. Hal
tersebut dibuktikan oleh kutipan di bawah ini.

45
Ibid., h. 11
46
Ibid., h.38
47
Ibid., h. 11
48
Ibid., h. 15
60

Oding melihat sekeliling ruangan. ―Nggak mau,


ah,‖ tolaknya. Oding lalu membuntuti Ping ke
kamar tidurnya. ―Saya di sini saja. Gelar kasur.‖
―Malu sama Piala Poding.‖ Ping nyengir serasa
menuding sebuah patung bambu yang terpajang di
meja belajarnya.49
9. Acep Mulyana
Acep merupakan ayah Oding, mantan atlet selancar,
yang kini memilih hidup untuk menjadi seorang pebisnis.
Acep membuka usaha warung makan di dekat Pantai Batu
Karas dan memiliki hotel Kinari yang dibelinya dari Yuda.
Secara fisik Acep digambarkan sebagai seorang laki-laki
yang berusia lima puluh tahunan namun masih tegap,
memiliki warna kulit yang matang (kecoklatan), dan
rambutnya telah beruban.
Seorang laki-laki datang sambil berkacak pinggang.
Cambang tipis membingkai parasnya yang berkulit
matang. Meski rambutnya mulai memutih
menunjukan usianya yang lebih dari setengah abad,
tubuhnya tak kalah tegap jika dibandingkan dengan
Oding.50
Dari segi psikisnya, Acep digambarkan sebagai seorang
yang humoris. Dan mampu membuat orang yang berada di
dekatnya tertawa karena lelucon yang dibuat oleh Acep dan
anaknya.
Sesuram apapun suasana hatinya, sepasang bapak-
anak itu selalu berhasil membuat hatinya terhibur.51
Acep berhenti di tepi pagar. Air muka bimbang.
Sejak dari restoran tadi, Acep berjalan mengiringi
Yuda seperti orang linglung. Pikirannya sibuk ke
sana kemari. Memikirkan solusi lain.
―Mang Yuda….‖
Langkah Yuda tertunda.
―Di Handapherang, saya dengar ada pengobatan
alternatif khusus kanker. Banyak yang berhasil---‖
―Wios, Cep‖

49
Ibid., h. 30
50
Ibid., h.14-15
51
Loc.Cit., Lestari, h.15
61

―Kita coba dulu, Mang. Besok bisa saya antar.


Kalau nggak berhasil, di Imbanagara juga ada tabib-
-‖
―Cep. Sudah cukup.‖ Suara lembut sekaligus tegas.
Yuda lalu berbalik badan, meninggalkan Acep yang
termangu di tepi pagar.
Dari kutipan di atas kita dapat mengetahui bahwa tokoh
Acep Mulayana merupakan tokoh seorang laki-laki yang
memiliki jiwa sosial yang tinggi. Acep bersikukuh ingin
membantu Yuda untuk mengobati kanker paru-paru yang
alaminya. Acep ingin mencarikan pengobatan terbaik untuk
Yuda, meskipun Yuda bukan siapa-siapanya. Namun
dengan tegas dan sopan Yuda menolak ajakan Acep untuk
mengobati dirinya itu, Yuda sudah merasa banyak berutang
budi kepada Acep. Sama sepeti Acep yang telah merasa
berutang budi kepada Yuda, karena telah membantu
kehidupan di masa mudanya.
10. Lilis Sudrajat
Lilis merupakan istri Acep Mulyana sekaligus
merupakan ibu dari Oding Mulyana. Ketika menjadi gadis,
Lilis kerap kali disebut sebagai kembang desa. Secara Fisik
tokoh Lilis digambarkan sebagai perempuan blasteran
Sunda dan Arab, yang memiliki warna kulit yang cerah,
mata bundar yang berbinar, dan memiliki hidung yang
macung. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya
kutipan di bawah ini.
Perempuan berdaster merah keluar dari dapur
restoran, menghampiri meja mereka. Rambut
panjangnya digelung kepucuk kepala. Muka polos
Lilis yang tanpa riasan masih menampakkan raut
manis yang menjadikannya kembang desa saat
muda dulu. Konon, Lilis Sudrajat memiliki garis
keluarga keturunan Arab yang lantas
62

menganugrahinya kulit kuning langsat, hidung


bangir, dan sepasang mata bundar yang berbinar.52
11. Dahlia Gunadi
Dahlia Gunadi ialah seorang konsultan politik
Guntur yang sangat cerdas dan penuh perhitungan. Ia
merupakan seorang perempuan berdarah Cina-Indo yang
beragama Kristen. Dahlia dan Guntur telah saling mengenal
sejak mereka berkuliah dan terlibat aktif dalam organisasi
mahasiswa (BEM). Hingga, kedekatan yang mereka jalani
kini, bukan hanya sebatas konsultan politik dan kliennya,
akan tetapi juga sebagai seorang teman yang membantu
temannya keluar dari masalah-masalahnya. Sikap Dahlia
yang menunjukan bahwa ia merupakan seorang yang penuh
perhitungan tersebut dibuktikan dengan kutipan di bawah
ini.
Kematangan Dahlia menyiapkan segala sesuatu
membuat Sarnita bergidik ngeri. Isi kertas
ditangannya akan menjadi kenyataan hidup yang
harus dijalani.53
Selain menjadi teman baik bagi Guntur, Dahlia pun
memiliki sikap yang tegas. Meskipun, itu berlainan dengan
norma-norma dan cara pandang orang kebanyakan. Hal
tersebut dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
―Ardi. Suka nggak suka, papa kamu itu milik
publik. Kehidupan keluarga kalian termasuk.
Banyak keputusan yang diambil papamu
berdasarkan pertimbangannya sebagai pejabat
publik.‖
―Jadi, Ping itu keputusan politis?‖
―Sebagian besar.‖
Ardi menggedikkan kepala berkali-kali, seolah
hendak mengenyahkan sesuatu tak masuk akal
hingga proses berpikirnya tiba pada sebuah
kesimpulan. ―Apa pun untuk jadi DKI 01, I guess?‖

52
Ibid.
53
Ibid., h.56
63

Dahlia menangkap sarkasme dalam ucapan Ardi,


tetapi memutuskan untuk tidak meladeninya.
Sebagai gantinya, Dahlia hanya tersenyum simpul.54
Secara fisik tokoh Dahlia Gunadi digambarkan
sebagai seorang penasihat politik yang berkulit kuning
langsat, rambut kecoklatan, dan memiliki suara yang
merdu. Hal tersebut dibuktikan oleh kutipan di bawah ini.
Suara Dahlia jernih dan merdu, tetapi ada kualitas
ketajaman dan ketegasan yang siap menerjang
keluar. Suara seperti itu mampu meninabobokan
sekaligus menusuk jika perlu.55
Ketika Dahlia mempelajari buku menu, Ping diam-
diam mempelajari Dahlia. Kacamata dengan bingkai
berbentuk mata kucing membuat Dahlia tampak
kenes sekaligus intelek. Belum pernah Ping bertemu
orang sewangi itu, sebersih itu. Kulit kuning langsat
Dahlia begitu bening. Rambut panjangnya, yang
berwarna kecokelatan dengan larik-larik pirang,
terkuncir menjadi buntut kuda. Lipstik merah tua
terpulas sempurna di bibirnya.‖ Alisnya bagai
dilukis. Ada sapuan entah apa di tulang pipinya
hingga terlihat bekerlapan jika diterpa cahaya.
Entah berapa usianya. Dari yang terlihat, Dahlia
seperti perempuan usia 30-an awal, tetapi
kematangan sikapnya melampui itu. Yang jelas,
berhadapan dengan Dahlia membuat Ping merasa
lap dapur.56
12. Ardi atau Lovardi
Ardi dalam novel Rapijali 1: Mencari karya Dee
Lestari, digambarkan sebagai sesosok laki-laki berusia
kurang lebih tujuh belas tahun. Siswa SMA kelas 12 di
Pradipa Bangsa. Ia merupakan anak populer dan borjuis,
karena berasal dari keluarga kaya yang memiliki pengaruh
besar di sekolah dan masyarakat. Sebab ia adalah putra
tunggal dari Guntur Putra Sasmita, yang menjabat sebagai
walikota Jakarta. Ardi adalah salah satu siswa tampan di
sekolahnya, hingga tak heran jika dia memiliki sikap buaya.
54
Ibid., h.88
55
Ibid., h. 73
56
Ibid., h. 73-74
64

Secara fisiknya Ardi digambarkan sebagai seorang


siswa kelas dua belas, yang memiliki tampan, postur tubuh
sedang, memiliki rambut yang tebal dan berkulit cerah.
Sedangkan dari psikologinya tokoh Ardi digambarkan
sebagai tokoh yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi
dan selalu merasa asyik sendiri, nyaman dengan hal yang
dilakukan olehnya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan
di bawah ini.
Dari Dahlia, Ping mengetahui Ardi lebih muda
beberapa bulan darinya, tetapi mereka sama-sama
duduk di kelas 12 SMA. Wajah Ardi perpaduan
tengah-tengah antara Guntur dan Sarnita. Ia
memperoleh warna kulit cerah dari Sarnita dan
paras tampannya dari Guntur. Tinggi badannya
sedang. Di bawah tingginya Oding, Ping dapat
memastikan. Bagian atas rambut Ardi yang tebal
dikeraskan gel, sedangkan bagian bawahnya
tercukur tipis. Terlepas dari atribut fisiknya, yang
terasa menonjol dari Ardi adalah rasa percaya diri
dan asyik sendiri. Ia Nampak begitu nyaman, nyaris
tak peduli.57
13. Bu Diana
Bu Diana atau yang akrab disapa oleh siswa-
siswanya dengan sebutan Bu Didi merupakan seorang guru
muda yang cantik dan bertalenta dalam mendidik siswanya
di Pradipa Bangsa. Ia digambarkan sebagai guru tegas yang
berpenampilan trendi. Gambaran mengenai fisik Bu Didi
memiliki rambut berwarna cokelat sebahu dan dua lesung
pipit. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
Seorang perempuan muda berambut sebahu
menyambut mereka dengan ceria. Lesung pipi
menghiasi kedua pipinya.
―Selamat pagi, Pak Musa. Hai Lovinka! Saya Ibu
Diana, wali kelas 12-Sunda dan juga guru Bahasa
Inggris, panggil saja Ibu Didi.‖58

57
Ibid., h.85
58
Ibid., h.102
65

Lagi-lagi, wali kelasnya berada di luar ekspestasi.


Didi nampak sangat muda, lebih cocok menjadi
kakaknya ketimbang guru. Entah usianya yang
memang muda, atau penampilannya yang trendi,
atau pembawaannya yang ringan, atau karena
semuanya. Rambutnya di cat cokelat dengan
beberapa helai keemasan pada bagian poni.
Riasannya tipis dan segar. Didi mengenakan rok
midi dan sweater berwarna pastel, bukan batik
Kopri yang biasa Ping lihat dikenakan guru-gurunya
dahulu.59
Selain dari penampilan fisiknya, tokoh Bu Didi
secara psikologisnya pun digambarkan sebagai seorang
guru yang tegas dan sangat memperhatikan anak didiknya
agar mampu meningkatkan potensinya. Hal tersebut sesuai
dengan kutipan di bawah ini yang menunjukan Didi saat
menasehati Inggil mengenai permasalahan teman sebangku
yang dilaporkan oleh Inggil.
Didi sejenakl terdiam. ―Boleh Ibu tanya sesuatu?‖
Inggil mengangguk.
―Nilai-nilai itu untuk siapa?‖
―Ya, untuk aku.‖
―Inggil, nilai akademismu paling tinggi dari semua
murid di sekolah. Ibu tahu itu. Tapi, bukan cuma itu
yang penting. Kamu harus belajar bekerja sama
dengan orang lain. Ping anak baru, belum kenal
siapa-siapa di sekolah ini. Dia orang yang paling
cocok untuk kamu jadikan teman.‖
―Aku nggak butuh.‖
―Mungkin Ping yang butuh?‖
―Sama yang lain saja Bu. Jangan aku.‖
―Ibu nggak akan minta waktu lama-lama. Satu
minggu. Kamu duduk dengan Ping. Kalau ternyata
nggak jalan, ya sudah Ibu nggak akan paksa. Kamu
kembali sendiri.‖
Selain itu, ketika Inggil merasa bahwa Didi tidak
bersikap adil kepadanya, karena Inggil merupakan anak
subsidi Didi pun menjelaskannya dengan tegas.

59
Loc. Cit., Lestari, h.102
66

―Bukan soal subsidi atau nonsubsidi. Itu yang


pertama,‖ tegas Didi. ―Kedua, duduk sendiri itu
bukan kewajiban sekolah. Semua itu hasil diskusi
dan berunding, Inggil. Bukan hak dan kewajiban.‖
Ketegasan Didi menggemboskan perlawanan Inggil.
Di luar prediksinya, ternyata Didi tidak semudah itu
ditekan.60
14. Sarnita
Sarnita ialah ibu kandung Ardi yang sekaligus
merupakan istri sah Guntur. Berasal dari keluarga yang
berkecukupan membuat Sarnita tumbuh menjadi
perempuan sosialita pada umumnya.
Sarnita digamabrakan sebagai seorang perempuan
yang memiliki emosi yang tinggi dan mudah marah
terhadap hal-hal yang tidak sesuai aturan menurutnya. Hal
tersebut sesuai dengan kutipan di bawah ini.
―Strategi konyol apa ini, Lia?‖ semprot Sarnita
seketika. ―Kamu menyuruh aku mengadopsi anak
haram hasil suamiku nyeleweng? Menerimanya di
rumahku? Gila kamu!‖
Dahlia mendelik ke arah Guntur yang tampak gugup
di balik Sarnita. Bangsat, umpatnya dalam hati.
Sarnita datang kepadanya masih dengan emosi
tinggi. Pertanda Guntur tidak tuntas menyelesaikan
pekerjaan rumahnya.61
Selain dikenal sebagai perempuan yang emosional,
Sarnita pun memiliki sifat kepo atau selalu ingin tahu
mengenai sebab-akibat yang terjadi di dalam hidupnya.
―Guntur yang bersikeras ingin kasih nama
‗Lovardi‘. Kenapa nama mereka dimirip-miripkan
seperti sepasang saudara? Apa waktu itu Guntur
teringat sama Lovinka? Sama Kinari? Apa aku dan
Ardi Cuma pelarian?‖62
15. Kus
Kus merupakan ayah Inggil, yang berpindah ke
Jakarta karena kehidupan Yogya yang membuatnya

60
Ibid., h. 107
61
Ibid., h. 54
62
Ibid., h. 59
67

menyerah pada kehidupan. Di Jakarta, Kus bekerja sebagai


penjahit di rumah adiknya yang telah meninggal beberapa
tahun lalu. Secara fisik Kus digambarkan sebagai berikut.
Ping sama terpukaunya dengan Kus. Tak ada sedikit
pun kemiripan Kus dengan Inggil. Kus berkulit
cokelat matang, berambut hitam legam, berbibir
tebal, bermata besar, dan berhidung bulat. Roman
tipikal membaur sempurna di jalan-jalan Kota
Yogyakarta.63
4. Latar
Berdasarkan jenisnya latar dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat,
latar waktu, dan latar sosial budaya. Ketiga hal tersebut berkaitan erat
dan memiliki pengaruh terhdap cerita. Berikut ini pembagian latar.
a. Latar tempat
Latar tempat ialah tempat atau lokasi terjadinya peristiwa di dalam
cerita.
1. Batu Karas
Batu Karas merupakan tempat Ping lahir dan tumbuh
menjadi seorang remaja. Batu Karas merupakan tempat Ping
merasakan kehidupan normal dan merasakan kewarasan hidup,
segala problematika yang Ping rasakan di Batu Karas selalu bisa
diatasinya, karena dia ditemani oleh Yuda, kakeknya.
a. Pantai Batu Karas
Pantai ini merupakan tempat yang selalu membuat Ping
merasa aman dan nyaman, sedari kecil Ping yang sudah tidak
memiliki orang tua itu, selalu ditemani dengan alunan ombak
oleh kakeknya. Ping selalu menikmati alunan ombak Batu
Karas dengan tenang. Kehadiran ombak Batu Karas selalu
mampu membuat Ping rehat dari segala hal dikehiupan yang
membuatnya lelah. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan di
bawah ini

63
Ibid., h. 122-123
68

Kakeknya acap kali bercerita, obat paling manjur jika ingin


menenangkan Ping kecil yang gelisah atau melelapkan
tidurnya saat bayi adalah dibawa ke pantai.64
Di hadapan ombak, Ping bisa berhenti peduli. Ia berhenti
peduli pada cengkarama manusia, pada alunan muazin dari
surau, pada lagu dangdut yang berkumandang dari lapangan
parkiran. Ketidakpedulian itu ibarat rehat yang ia butuhkan
dari waktu ke waktu.65
b. Rumah makan keluarga Oding
Oding dan keluarga sudah sangat dekat dengan Ping dan
Yuda. Bahkan, kerap kali orang tua Oding menganggap Ping
itu sebagai anaknya. Rumah makan yang memiliki nama RM
Mang Acep – Surfer Center itu, selalu menyambut Ping
dengan hangat, karena Yuda berjasa dalam pengembangan
karir Acep selagi muda. Dan Lilis telah banyak membantu
merawat Ping selagi kecil, sehingga rasa sayang yang
dimiliki keluarga Oding kepada Ping tulus dan sangat besar.
Latar tempat di rumah makan keluarga Oding ini, selalu
membuat Ping merasa aman, nyaman, dan merasa bahagia
meskipun banyak hal sulit untuk diterima oleh dirinya.
Makanan berdatangan mengisi meja. Sebakul nasi,
semangkuk cah kangkung, sepiring udang saus mentega,
sepiring kerapu goreng, dan satu baki khusus untuk lobster
bakar.66

―Bapaknya Cuma makan jambal, anaknya pesta pora.
Kepret sia ku aing!‖ damprat laki-laki itu sambil
menggaplok bahu Oding. ―Yani. Piring satu lagi!‖ serunya
ke arah dapur.67
Ping tertawa kecil di antara kunyahannya. Sesuram apa pun
suasana hatinya, sepasang bapak-anak itu selalu berhasil
membuatnya terhibur.68

64
Ibid., h. 10
65
Ibid.
66
Ibid., h. 14
67
Ibid., h. 15
68
Ibid.
69

Keluarga Oding ialah keluarga kedua bagi Ping. Setiap


Ping merasa kesulitan, keluarga Oding pasti siap sedia
melindunginya.
c. Rumah Ping dan Aki Yuda
Ping dan Aki Yuda tinggal disebuah rumah yang terletak di
tepi Sungai Cijulang. Rumah yang mereka tempati sangat
sesuai dengan minat dan kesenangan penghuninya, karena
Ping dan Yuda sama-sama menyukai dunia musik, rumah
mereka pun dipenuhi dengan alat-alat musik. Sehingga, para
tamu yang tidak menyukai musik akan merasa berbeda dan
asing ketika berkunjung ke rumah mereka.
Yuda masih punya rumah berlahan 200 tumbuk di tepi
Sungai Cijulang, tempat tinggal mereka sekarang.69
Rumah Ping memang diperuntukkan keseruan penghuninya
saja, bukan tamu. Tepatnya tamu yang bukan musisi.
Ping memelesat ke dalam rumah. Dari pintu yang
membuka, tampaklah ruangan besar tempat alat musik
kakeknya bergelimpangan. Ada piano vertikal warna
cokelat tua dengan tuts menguning, ada satu piano elektrik
88 tuts, satu keyboard 61 tuts, akordeon, satu gitar elektrik,
dua gitar akustik, satu bas elektrik, satu bas upright, satu
saksofon, satu set drum. Boks amplifilter dan pengeras
suara bertumpuk-tumpuk memenuhi ruangan dengan kabel
berjalin-jalin. Itu baru yang terlihat. Di dalam kotak-kotak
besar telah merangkap fungsi menjadi tempat duduk,
harmonika, ukulele, biola, dan berbagai alat perkusi.70
d. Hilir Sungai
Hilir sungai Cijulang ialah tempat yang dipilih oleh Yuda
untuk membicarakan beberapa hal dengan Ping, ketika Ping
hendak pulang dari sekolah. Dengan rencananya, Yuda
sengaja hadir untuk menjemput Ping ke sekolah dengan
alasan untuk mencari ikan di sungai Cijulang, yang telah
terkana banjir beberapa hari yang lalu. Di hilir sungai ini,

69
Ibid., h. 13
70
Ibid., h. 24
70

Ping dan Yuda melakukan pembicaraan yang mendalam dan


dari hati ke hati.
Yuda mengemudi menyusuri Sungai Cijulang, ke arah hilir
tempat air sungai mulai bercampur air laut. Pada satu titik
Yuda meminggirkan mobilnya.71
Yuda ikut duduk. Berdua mereka bersisian menghadapi air
Sungai Cijulang yang benderang tertimpa matahari. Selama
puluhan tahun, sungai ini adalah pemandangan harian bagi
Yuda. Kendati demikian, pesona hijau toska yang menjadi
warna khas Sungai Cijulang tetap memukau.
― Bagus, ya, Ping?‖
Ping melirik, mendapat sorot mata kakeknya yang tengah
menerawang. Tiba-tiba, timbul firasat bahwa memancing
barramundi bukanlah tujuan utama Yuda mengajaknya
kemari.72
2. Jakarta
a. Rumah Guntur
Rumah Guntur merupakan rumah yang ditempati oleh Ping
setelah ia pindah dari Batu Karas. Rumahnya tergolong
sangat mewah, karena ia merupakan wali kota Jakarta Selatan
yang akan mencalonkan dirinya sebagai gubernur Jakarta.
Dengan kondisi seperti itu, dapat dibayangkan bahwasannya
rumah seorang Guntur Putra Sasmita ialah sebuah rumah
mewah bergaya Bali yang memiliki fasilitas memukau yang
tak pernah diimpikan oleh Ping.
Tembok tinggi memagari rumah besar keluarga Guntur
Putra Sasmita dibelokan jalan. Dari balik tembok, mencuat
barisan pohon palem tinggi. Pos satpam berdiri tak jauh
dari gerbang otomatis yang langsung memampangkan air
mancur bertingkat-tingkat selaku pusat dari tanaman luas
bergaya Bali. Berdirilah rumah megah bertingkat dua
dengan pintu dan jendela berukuran besar-besar.73
Di rumah Guntur ini, Ping sering merasa bahwa dirinya
berada di tempat asing yang tak memungkinkannya untuk
bergerak dan bebas seperti khayalannya ketika masih di Batu

71
Ibid., h. 42
72
Ibid., h. 42-43
73
Ibid., h. 81
71

Karas. Ping sering merasa berada di penjara, meskipun


fasilitas yang diberikan oleh Guntur melebihi dari apa yang ia
inginkan. Hal tersebut sesuai dengan kutipan di bawah ini.
Di kursi rotan sintetis yang dipayungi kanopi, Ping
terduduk dengan tatapan kosong. Tak terhitung berapa kali
Ping mengkhayalkan bahwa Kota Jakarta adalah puncak
kebebasannya dari Batu Karas yang bagai tempurung.
Ternyata ia salah besar. Kini, dirinya tahanan penjara
bertameng istana. Yuda, orang nomor satu dalam hidupnya,
ialah pihak yang menjebloskannya ke penjara itu.
Tiba-tiba, timbul perasaan bahwa ada orang lain di
dekatnya. Ping menoleh ke belakang, menemukan Guntur
yang juga terlihat kaget.74
b. Sekolah Pradipa Bangsa
Sekolah Pradipa Bangsa merupakan sebuah sekolah elit di
kawasan Jakarta. Sekolah tersebut memfasilitasi siswa sejak
usia SD hingga SMA. Fasilitas yang diberikan oleh sekolah
tersebut sebanding dengan apa yang diterima oleh para
siswanya. Sekolah ini, menjadi tempat Ping bersekolah
setelah kepindahan dari sekolahnya sewaktu di Batu Karas.
Kehidupan sekolah yang membuat Ping merasa kontras
dengan teman-temannya pun membuat latar sekolah sebagai
tempat penyesuaian Ping dalam menjalani kehidupan barunya
di Jakarta.
Dari segi fasilitas dan kemewahan yang ditawarkan oleh
sekolah ini, Pradipa Bangsa merupakan sekolah yang
bernuansa putih yang sangat indah, sehingga Ping merasa
bukan menjadi dirinya sendiri ketika berada di sekolah
tersebut. Hal itu dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
Ping tak punya ruang untuk hirau apa yang dilihatnya
terlalu memukau. Pilar-pilar besar menopang bangunan
empat lantai bercat putih dengan aksen bata oranye
berglasir. Jendela-jendela lengkung berukuran besar
memampangkan ruang-ruang lapang, bersih, dan
berpendingin.

74
Ibid., h. 88-89
72

Ping berdiri di depan tulisan timbul berwarna emas yang


terpasang gagah di tembok memanjang: Pradipa Bangsa.75
Guntur membawanya melewati lorong yang lebih sepi,
yang tampaknya merupakan area staf dan guru. Mereka
kemudian tiba di lobi berlantai marmer dengan langit-langit
tinggi. Mengitari lobi, terpasang kaca patri yang berpola
serupa dengan emblem seragam sekolah. Gambar buku
membuka dengan warna terbelah merah-putih serupa
bendera Indonesia, dilatari bintang emas bergaris-garis
sinar. Sinar matahari pagi tepat menembus kaca patri dan
membentuk pantulan warna-warni lantai.76
Musa mengajak Ping mengitari empat lantai gedung,
menunjukkannya lapangan-lapangan olahraga nan mulus,
toilet benderang dan bersih, ruang kelas berfasilitas loker,
laboratorium sains yang sangat luas dan komplet,
laboratorium komputer dan jajaran komputer terbaru tanpa
satu pun yang rusak, serta perpustakaan terbesar dan
ternyaman yang pernah ia lihat. Segala tentang sekolah itu
berada di luar khayalan tergilanya sekalipun.77
Sekolah Pradipa Bangsa terkenal dengan sekolah elit yang
hanya bisa dimasuki oleh orang kalangan menengah atas saja.
Namun menurut kepala sekolahnya, Pradipa Bangsa
merupakan sekolah yang dapat dimasuki oleh semua
kalangan, kerena sekolah tersebut menerapkan sistem subsidi
silang.
Banyak yang menira Pradipa Bangsa ini sekolah elite, yang
Cuma bisa dimasuki oleh anak-anak orang kaya. Itu asumsi
keliru. Sejak awal, sekolah ini menjalankan program
inklusi. Dua puluh persen murid di sini bersekolah dengan
biaya lebih rendah daripada anak-anak sekolah negeri biasa.
Biaya mereka disubsidi murid-murid lain dari ekonomi
lebih mapan. Jadi, jangan kaget, di sini kamu bisa ketemu
anak konglomerat, tapi juga ada anak sopir ojek.‖78
c. Rumah Inggil
Rumah Inggil merupakan sebuah tempat yang dilakukan
oleh para tokoh novel Rapijali 1: Mencari, ketika Inggil
marah karena Andre Butho menjadi salah satu anggota grup

75
Ibid., h. 96
76
Ibid., h.97
77
Ibid., h. 99
78
Ibid.
73

band. Buto yang dianggap sebagai musuh oleh Inggil merasa


tidak tahu apa-apa dan kebingungan ketika melihat Inggil
langsung pergi meninggalkan teman-temannya. Ping, sebagai
sosok yang mengajak Inggil untuk berpartisipasi aktif dalam
band tersebut menyusul Inggil ke rumahnya, yang kemudian
diikuti oleh teman-teman Rapijali yang lainnya.
Perjalanan dari Pradipa Bangsa ke rumah Inggil kurang
dari seperempat jam. Namun, di sana terdapat dunia lain,
tersembunyi di balik kemegahan jalan raya besar sekolah
mereka. Belantaran gang kecil yang sebagian besar hanya
muat dilewati kendaraan roda dua. Ke gang bernama Bahari
II, yang agak luas dan masih muat dilewati satu mobil
nekat, Inggil menggiring langkah mereka.
Seratus meter ke dalam gang, langkah Inggil berhenti di
rumah berpagar hijau setinggi dada. Jarak antara pagar dan
pintu rumahnya hanya tiga langkah kaki. Pot-pot berisi
ragam tanaman dapur bertumpuk memenuhi teras dan
bergantung di tembok. Mulai dari pandan, suji, kumis
kucing, lidah buaya, sirih, sampai jeruk limau. Tak banyak
ruang gerak. Ping harus berjingkat melewati rimba tanaman
pot dan merunduk menghindari tali jemuran yang
digantungi handuk, kaus, dan sarung. Di puncak tembok,
terpancang plang Kuswoyo Tailor.
Inggil melepas sepatunya di keset, lalu membuka pintu.
Ping mengikuti.79
d. Rumah Rakai
Rumah rakai ialah rumah sederhana khas ibu kota, yang
minimalis tetapi indah dipandang. Rumah Rakai menjadi
tempat Ping untuk berlatih piano kepada Ibu Ira. Di rumah
tersebut, Ping mulai banyak mengenal Rakai dengan lebih,
dan mulai mengetahui persamaan dirinya dengan Rakai;
sama-sama kebingungan untuk meraih masa depan yang ada
dihadapannya.
Rumah bercat kuning pastel itu hanya dihuni dua orang.
Rakai dan ibunya, Ira Surya.80

79
ibid., h. 121
80
Ibid., h. 144
74

Meski tidak terlihat baru, rumah bercat kuning itu resik.


Bangunannya berukuran sedang, sedikit lebih kecil
dibandingkan dengan bangunan rumahnya di Cijulang.
Namun, layaknya kebanyakan rumah di Jakarta, tidak
tersisa halaman luas. Teras berlantai keramik itu diisi dua
kursi rotan yang menghadap ke taman kecil berlapis rumput
gajah dengan satu pohon palem di sudut. Pagar tinggi
berwarna putih dengan ujung-ujung bercucuk mengitari
rumah. Garasi diisi mengepas oleh dua mobil. Menemani
mobil Kijang hijau, ada sedan kecil berwarna merah yang
sering Ping lihat terparkir di sekolah.
―Selamat siang.‖ Ira muncul di pintu.81
e. Aula Gedung Wali Kota
Aula gedung wali kota ialah tempat dilaksanakannya lomba
band antar sekolah se-Jakarta Selatan yang diadakan oleh
wali kota Jakarta Selatan. Acara ini diikuti oleh berbagai
Sekolah Menegah Atas yang ada di sekitaran Jakarta Selatan,
salah satunya diikuti oleh sekolah Pradipa Bangsa.
Aula gedung Wali Kota Jakarta Selatan penuh sesak dan
didominasi warna putih abu-abu. Dengan cepat, Ira dapat
melihat di mana rombongan Pradipa Bangsa berkumpul.
Seragam hitam-putih berlapis rompi rajut dan dasi merah.82
f. Balairung
Balairung ialah tempat di mana Guntur dan lawannya untuk
berdebat dalam pilkada gubernur Jakarta. Di tempat ini Ping
dikenalkan sebagai keluarga oleh Guntur dan Dahlia, hal
tersebut digunakan untuk mengubur masa lalu Guntur yang
kelam. Pada posisi ini Ping selalu diawasi oleh Dahlia agar
tidak terlalu dekat dengan lawan Guntur, agar rahasia besar
Ping dan Guntur tidak terekspos demi kelancaran pemilihan
gubernur yang diikuti oleh Guntur.
Balairung besar itu terbelah menjadi dua. Satu sisi dipenuhi
lautan orang berbaju putih berkombinasi kain sarung. Satu
sisi dipenuhi lautan orang berbaju hitam. Ping salah
satunya. Dahlia meminjamkannya kemeja hitan polos agar

81
Ibid., h. 273-274
82
Ibid., h. 185
75

berbaur bersama supporter Guntur yang memadati separuh


balairung hotel.83
g. Ruang Musik
Ruang musik ialah sebuah ruangan yang berada di sekolah
Pradipa Bangsa. Ruangan ini menjadi tempat berkumpul dan
latihan band Rapijali. Ruang musik ini memiliki banyak alat
musik, namun sayang alat musik yang terdapat di ruangan
tersebut sudah lawas dan beberapa tidak berfungsi dengan
baik.
Di pojok ruangan, dengan gelisah Ping menanti semua
murid keluar dari ruang musik. Tinggal dirinya berdua
bersama Ira.
Ira tersentak kaget ketika bayangan Ping muncul di ekor
matanya. ―Loh. Kamu belum balik ke kelas?‖84
h. Studio musik
Studio musik merupakan sebuah tempat berlatihnya grup
band Rapijali yang sedang berusaha untuk mengembangkan
band mereka ke luar dengan mengikuti ajang pencarian band
di televisi nasional (TVRI) yaitu pada program Band Idola.
Studio musik ini mereka pilih karena pihak sekolah tidak
mengizinkan mereka untuk berlatih di sekolah karena adanya
Lodeh, vokalis baru grup band mereka.
Bila ditilik dari fasilitasnya, studio musik ini merupakan
studio musik kumuh dan kurang terawat. Suasana gelap di
studio itu membuat studio tersebut semakin enggan mereka
tempati. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.
Studio ini terletak di ruko kusam yang tidak pernah
tersentuh upaya perawatan gedung sejak pertama kali
berdiri.
Bau asap rokok terikat disekujur busa pelapis dinding.
Penerangan dari bola-bola lampu yang meredup dan
minimnya pencahayaan dari luar membuat suasana studio
senantiasa terjebak dalam malam.

83
Ibid., h. 315
84
Ibid., h. 265
76

Rakai sudah menelusuri studio musik di area Kebayoran


Baru sampai Arteri Pondok Indag. Studio itu satu-satunya
yang terjangkau kantongnya. Kini, ia paham kenapa mereka
memasang tarif sebegitu murah.85
b. Latar waktu
Latar waktu yang diceritakan pada novel Rapijali 1: Mencari ini
ialah pada kurun waktu 1999 sampai dengan awal 2017. Hal tersebut
sesuai dengan usia Ping yang dikatakan berusia 17 tahun pada saat
akan dilaksankannya pemilihan gubernur Jakarta. Dan pemilihan
gubernur Jakarta itu dilaksanakan pada tahun 2017 dilakukan dengan
dua putaran. Putaran pertama dilaksanakan pada tanggal 15 Februari
2017 dan putaran kedua dilaksanakan pada 19 April 2017. Latar
waktu yang menunjukan bahwa cerita pada novel Rapijali 1: Mencari
itu pada saat pemilihan gubernur dapat dilihat pada kutipan berikut.
―Papamu memang jiwa sosialnya tinggi. Masih sempat mengurus
anak asuh di musim pigub begini. Aku salut sama Guntur soal itu,‖
kata Randy.86
Selain itu pula, dalam novel Rapijali 1: Mencari ini menyebutkan
boyband asal Korea Selatan yaitu BTS atau yang memiliki
kepanjangan dari Beyond at the Scene, yang mana boyband ini baru
berganti nama pada 5 Juli 2017, mulanya boyband tersebut bernama
Bangtan Boys.87
Dalam novel, boyband BTS dibahas oleh Ardi dan Jemi pada saat
pulang sekolah. hal tersebut menunjukan bahwa kejadian pada novel
tersebut terjadi pada sekitar tahun 2017.
―Hai, Ardi.‖ Jemi melepas senyum dan lambaian kecil.
―Aku lihat foto-foto Instagram kamu di Korea,‖ komentra Ardi.
Pasti hepi banget bisa nonton konser BTS langsung di Seoul, ya?
How did you even get the ticket?‖
―I was just lucky,‖ Jemi mengangkat bahu.
Jemi merendah, Ardi tahu itu. ia percaya ayah Jemi dengan segala
koneksinya bisa menembuskan Jemi ke belakang panggung BTS
jika mau.88

85
Ibid., h.240
86
Ibid., h. 318
87
BTS Indonesia Army, BTS Diary, (Depok: Hiraku Publishing, 2018), h. 1
88
Op.Cit., Lestari, h. 117
77

c. Latar sosial-budaya
Latar sosial budaya yang terdapat di dalam novel tersebut ialah
gambaran masyarakat yang terdapat dalam novel. Dalam novel ini
digambarkan masyarakat kelas menengah ke atas. Berikut kutipannya.
―Tenang saja. Nanti saya urus, Ping,‖ kata Guntur. Ia buru-buru
merogoh dompet, mengeluarkan lima lembar seratus ribu. ―Ini,
sementara kamu beli kupon dulu. Ardi tahu caranya.‖
Punggung Ping sontak spontan tertarik ke belakang. Ia menatap
lembaran uang itu seperti melihat benda beracun. ―Nggak usah,
nggak apa-apa, saya bawa bekal saja, Pak.‖
―Nanti aku belikan kuponnya, Pa.‖ Ardi mengambil uang itu dari
meja, lalu berjalan ke garasi. ―Cupu amat bawa bekal segala.‖89
Dari kutipan di atas kita dapat mengetahui bahwasannya para
tokoh dalam novel Rapijali 1: Mencari itu memang berasal dari
kalangan menengah ke atas, dibuktikan dengan asumsi membawa
bekal berarti cupu. Dan orang tua asuh yang memberikan uang
kepada anak asuhnya begitu banyaknya.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang dalam novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari
menggunakan sudut pandang orang ketiga maha tahu. Hal tersebut
dibuktikan dengan tokoh Ping sebagai tokoh utama yang diceritakan oleh
orang lain secara keseluruhan.
Kematian sekalipun tak akan menekukkan lututnya di hadapan
musuh, tetapi hidup berkeinginan lain. Pada sisa napasnya yang tak
banyak lagi, pintu kematian malah mengungkap kenyataan pahit
yang selama ini ia sangkal. Musuh terbesarnya merupakan satu-
satunya pilihan tersisa. Satu-satunya jalan. Siang itu di Kota
Jakarta, di gedung warisan zaman kolonial yang telah direnovasi
menjadi rumah pemenangan, Yuda mengibarkan bendera putih.90
Penggalan kutipan di atas membuktikan bahwa penulis
memposisikan dirinya mengetahui apa yang tejadi dalam suasana hati
Yuda.

89
Ibid., h. 134
90
Ibid., h.1
78

6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan dalam novel Rapijali 1: Mencari
karya Dee Lestari menggunakan gaya bahasa naratif dan dialog.
Penggunaan teknik naratif digunakan ketika pengarang
mendeskripsikan latar cerita secara nyata. Hal ini berdasarkan kutipan
di bawah ini.
Ada banyak jenis manusia dengan bermacam penampilan yang
datang ke rumah pemenangan ini. Mulai dari emak-emak relawan
yang tinggal di gang-gang kecil sampai para cukong kaya raya
yang tertarik menyokong kampanye mereka. Namun, ada yang
tidak biasa dengan Yuda Alexander. Kedatangannya pagi tadi
segera mencuri perhatian Dahlia.91
Sedangkan gaya bahasa secara dialognya terdapat pada kutipan
berikut.
―Anak-suami atlet selancar, eh, si Amih, mah….‖ Acep
menggelengkan kepala. ―Coba saja disuruh masuk ke laut, air juga
nggak bakal nempel. Waterproof!‖92
7. Amanat
Amanat ialah pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang
kepada pembaca. Amanat dari novel Rapijali 1: Mencari karya Dee
Lestari ialah beradaptasi dan berujuang untuk kehidupan yang lebih
baik lagi. Hal tersebut telah dilakukan oleh tokoh dalam novel,
khususnya oleh tokoh Inggil dan Ping, yang rela tinggal dan
bersekolah di Jakarta melepaskan semuanya dari kampung halaman,
demi bisa merasakan pendidikan yang lebih baik lagi. Berikut
kutipannya.
Namun, ada kesimpulan yang menjernih usai percapakan itu. ia
dengan Inggil, kawan pertamanya di planet asing bernama Jakarta,
tersambung oleh rasa terasing. Mereka sama-sama tidak ingin ada
di sana. Sama-sama berjuang menyesuaikan diri. Bahkan, Inggil
telah bertarung jauh lebih lama.93

91
Ibid., h. 7
92
Ibid., h. 17
93
Ibid., h. 128
79

B. Analisis Nilai Pendidikan Karakter


1. Toleransi
Toleransi adalah sikap tenggang rasa atau menghargai pilihan
ataupun kepercayaan orang lain. Dengan memiliki sikap toleransi yang
tinggi manusia memiliki kehidupan yang damai dan tenteram
walaupun beragam. Nilai toleransi ini sangat penting untuk dimiliki
oleh setiap pelajar Indonesia, sebab sesuai dengan delapan belas nilai
pendidikan karakter yang digaungkan oleh pemerinatahan Jokowi.
Sikap toleransi ini membuat seseorang bebas menentukan identitasnya
tanpa khawatir keberadaannya terdiskriminasi oleh orang lain.
Pada novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari nilai
toleransinya ditunjukan ketika Ping membujuk Inggil untuk tetap
mengikuti band, tetapi ditampikan oleh Inggil. Kemudian, susul-
menyusul teman-teman Inggil berdatangan ke rumahnya. Bertanya
mengenai kepergian Inggil yang tanpa pamit tersebut. Saat itu, mereka
saling menjelaskan dan berkomunikasi mengenai akar masalahnya.
Dan ketika mereka mengkomunikasikannya itu, mereka tidak sedikit
pun membahas mengenai band yang akan mereka buat. Hingga
akhirnya, Inggil memutuskan masuk band karena keinginannya
sendiri, bukan karena ikut-ikutan Ping. Seperti pada kutipan di bawah
ini.
―Aku… aku mau ikut band.‖
Buto dan Rakai berpandang-pandangan.
―Lu nggak alergi sama gue?‖ tanya Buto. ―Entar lu kejang-kejang,
gimana?‖
―Kan, tinggal ngatain balik.‖ gumam Inggil.
―My man.‖ Rakai mengangguk puas sambil menepuk punggung
Inggil. ―Memang gitu caranya menghadapi dia.‖
―Satu lagi,‖ ujar Inggil. ―Aku nggak mau dipanggil ‗Kartun‘.
―Hmmm. Ini bakal berat.‖ Buto menunduk sambil menghela napas.
Tiba-tiba, ia menjentikkan jari dengan gaya dramatis. ―Beres! Buto
bangkit berdiri, lalu berteriak keras-keras, ―Woy! Mulai hari ini
kita nggak panggil dia ‗Kartun‘ tapi INGGIL. Oke?‖ Buto
80

menunjuk Inggil. Dan… gue tetap BUT-HO! Butt-Hole!‖ Buto


menunjuk ke diirnya sendiri.94
Dari kutipan di atas, kita dapat melihat, bahwa tidak semua orang
dapat menerima kita perlakukan sama dengan yang lainnya. Kita perlu
menghargai perbedaan itu, karena hal yang menurut kita hanya
candaan bisa jadi merupakan hal yang sangat menyakitkan bagi orang
lain. Oleh karenanya, bertenggang rasa terhadap orang lain sangat
diperlukan dalam kehidupan kita ini, agar kita mampu bersosialisasi
dengan baik dengan sesama. Sikap Butho yang mengumumkan kepada
teman-temannya bahwa panggilan kartun yang disematkan kepada
Inggil itu sudah tidak berlaku merupakan sebuah toleransi yang sangat
tinggi. Sebab, Butho menghargai Inggil yang tidak bisa dan
menganggap guyonan Butho itu menyakitinya. Sedangkan Inggil pun
menghargai kebiasaan Butho yang sering ceplas-ceplos ketika
berbicara.
Sikap toleransi ini tidak akan pernah bisa dilakukan oleh satu pihak
saja. Dalam pelaksanaannya toleransi ini harus dilakukan bersama.
Sebab, sikap ini bertujuan untuk membentuk kebersamaan dan
persatuan antar sesama.
Pada novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari ini, nilai
toleransi pun dilakukan oleh Butho kepada Rakai. Butho yang sedari
kecil telah berteman akrab dengan Rakai dapat menghargai selera
musik Rakai, yang mana selera musik tersebut berbeda dengan selera
musik Butho. Perbedaan selera musik mereka pada kutipan di bawah
ini.
Dirinya, yang sebetulnya lebih menyukai musik elektronik dan
para artis DJ, tetap berupaya mengadopsi selera Rakai yang lebih
dominan grup band. Memiliki band tidak pernah menjadi impian
Buto, apalagi berkompetisi di tingkat nasional.95
Toleransi atau menghargai perbedaan dengan orang lain memang
sangat diperlukan, terutama sekali kepada orang-orang yang berada di

94
Ibid., h. 169
95
Ibid., h. 217
81

sekeliling kita. Misalnya menghargai hal yang disukai seperti yang


dialami oleh Rakai dan Butho. Mereka memiliki selera musik yang
berbeda, tetapi Butho tetap mengikuti kompetisi band, menghargai
jenis-jenis musik yang Rakai sukai, dan apapun yang Rakai lakukan
selalu Butho dukung. Meskipun pada beberapa kejadian, hal tersebut
bertentangan dengan keinginan dan kesenangan Buto sendiri.
Dalam novel ini dapat disimpulkan bahwa tokoh Butho merupakan
tokoh yang memiliki sikap toleransi yang tinggi. Ia menghargai
perbedaan antara ia dengan Inggil, dan ia dengan Rakai. Dalam novel
ini pun, tokoh Butho diperlihatkan mengalah dan menghargai
keputusan teman-temannya. Sikap yang dilakukan oleh Butho bukan
mengikuti keinginan temannya, akan tetapi ia memilih agar antara ia
dan teman-temannya tidak memunculkan konflik yang lebih besar lagi.
Sikap toleransi yang dilakukan oleh para tokoh dalam novel tersebut
mengajarkan kepada kita bahwasannya dalam mengambil suatu
keputusan kita harus bisa menghargai pilihan orang lain meskipun
pilihan tersebut tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan.
2. Disiplin
Nilai disiplin ialah sebuah sikap tertib kepada aturan yang berlaku.
Dengan memiliki sikap disiplin ini seseorang akan lebih mudah dalam
meraih hal yang diinginkannya. Tanpa adanya nilai disiplin tidak akan
pernah mungkin seseorang mampu meraih sebuah kesuksesan yang
memuaskan. Nilai disiplin harus dimiliki oleh seluruh makhluk hidup,
terlebih yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, seperti guru dan
siswa. Ketegasan terhadap suatu peraturan merupakan salah satu dari
nilai kedisplinan.
Disiplin berarti tidak berbuat curang meskipun hal tersebut dapat
dilakukan. Nilai disiplin ini terlihat sederhana namun apabila
dilakukan dengan kontinu akan memberikan efek yang luar biasa
baiknya. Disiplin ini hanya dapat dilakukan dengan kebiasaan yang
dipaksakan secara terus-menerus. Sehingga membuat diri terbiasa
82

melakukan hal yang benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dalam novel Rapijali 1: Mencari, nilai disiplin dilakukan oleh Bu Didi
terhadap Inggil yang meminta haknya duduk sendiri. Berikut
kutipannya.
―Bukan soal subsidi atau nonsubsidi. Itu yang pertama,‖ tegas
Didi. ―Kedua, duduk sendiri bukan hak kamu. Bukan juga
kewajiban sekolah. Semua itu hasil diskusi dan berunding, Inggil.
Bukan hak dan kewajiban.‖
Ketegasan Didi menggemboskan perlawanan Inggil. Di luar
prediksinya, ternyata Didi tidak semudah itu ditekan.96
Dari kutipan di atas kita dapat melihat, bahwa Didi mendisplinkan
Inggil terhadap aturan sekolah yang berlaku dengan tidak mengikuti
apa yang Inggil inginkan. Didi menolak keinginan Inggil, sebab ia
mengetahui mana yang merupakan hak dan kewajiban sekolah kepada
siswanya. Perilaku ini mencerminkan bahwa Didi merupakan seorang
yang disiplin terhadap aturan, sehingga ia mampu berlaku tegas kepada
muridnya tersebut. Perilaku disiplin di sekolah ini harus dijalankan
oleh setiap guru dan siswa secara menyeluruh agar nilai disiplin dapat
menjadi karakter yang melekat pada diri.
Dalam menjalankan nilai disiplin ini, seseorang tidak boleh
memandang orang lain berbeda, semua harus sama. Agar kedisplinan
yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan aturan yang telah
dibuat. Dalam menjalankan nilai disiplin kita harus mengetahui hak
dan kewajiban, agar kedisplinan yang diterapkan tidak merugikan
pihak mana pun.
Peraturan yang telah dibuat tetaplah peraturan yang harus
dijalankan. Tidak memandang, siapa yang berbuat salah ataupun
melanggar peraturan harus diberikan sanksi. Sikap disiplin seperti itu
dalam novel tergambarkan oleh sosok Musa yang ditemui oleh Rakai
ketika jam istirahat di ruangnya. Meskipun Musa tahu, jika Rakai
adalah putra salah seorang guru di Pradipa Bangsa, tetapi ia tetap tidak
menyetujui usulan Rakai untuk meminjam fasilitas sekolah untuk

96
Ibid., h. 107
83

kepentingan pribadinya. Hal tersebut digambarkan melalui kutipan di


bawah ini.
―Maaf. Fasilitas di sekolah ini teruntuk kegiatan siswa Pradipa
Bangsa saja,‖ tandas Musa.
―Pak, anggota band kami 90% siswa Pradipa Bangsa-‖
―Delapan puluh empat persen, tepatnya,‖ Musa tersenyum. ―Tapi,
ini bukan soal angka dan proporsi, Rakai. Kalian tidak bawa nama
sekolah. artinya, ini bukan kegiatan sekolah. Titik.‖97
Pada kutipan di atas, nilai kedisiplinan yang lakukan oleh Musa
mutlak. Bukan karena jumlah persentase ataupun siapa yang berbicara.
Musa tetap menjalankan kedisiplinan secara menyeluruh, sebab
peraturan yang dijalankan Musa merupakan peraturan sekolah yang
berlaku. Peraturan sekolah tersebut menyatakan bahwa, fasilitas yang
ada di sekolah seluruhnya hanya untuk siswa yang bersekolah di
Pradipa Bangsa. Dan tidak boleh orang di luar Pradipa Bangsa
menggunakan fasilitas tersebut tanpa seizin pihak sekolah.
Selain melaksanakan aturan yang berlaku, sikap disiplin juga dapat
dilakukan dengan menepati janji yang telah dibuat ialah salah satu
sikap disiplin diri. Datang tepat waktu ketika telah bersekapat untuk
bertemu dengan orang lain merupakan salah satu sikap yang harus
ditanamkan oleh setiap orang. Sebab, kita tidak akan pernah
mengetahui sesibuk apa orang tersebut. Oleh karenanya, sikap tersebut
harus selalu ada di dalam diri kita. Sikap tepat waktu atau disiplin ini
dicontohkan Rakai dalam kutipan di bawah ini.
Musa bersedia ditemui selama sepuluh menit saat istirahat.
Mengenal reputasi kepala sekolahnya yang tegas dan tepat waktu,
Rakai tidak ambil risiko. Ia bersiaga di depan pintu ruangan Musa
lima menit lebih awal.98
Dari kutipan di atas, kita dapat melihat bahwa tokoh Rakai disiplin
terhadap waktu. Ia berusaha hadir sebelum waktu pertemuan, hal
tersebut ia lakukan agar Musa tidak menunggunya. Sikap disiplin ini
membuat pelakunya menghargai waktu. Dengan menjalankan sikap

97
Ibid., h. 234
98
Ibid., h. 232
84

disiplin, seseorang berarti tegas terhadap dirinya sendiri dan orang


lain.
Disiplin merupakan perlakuan yang membutuhkan komitmen yang
tinggi. Tanpa adanya komitmen yang tinggi, tidak akan mungkin bisa
terlaksana dengan baik sebuah nilai kedisiplinan. Displin pun
mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang memiliki nilai
kesungguhan dan ingin mencapai hal-hal yang diinginkan. Misalnya,
kedisiplinan yang diberlakukan oleh Bu Ira kepada Ping yang meminta
untuk belajar musik kepadanya. Bu Ira menyanggupi keinginan Ping
tersebut asalkan ia bersungguh-sungguh dan serius belajar piano.
Berikut kutipannya.
―Saya nggak mau buang waktu saya untuk murid yang nggak
serius. Kalau kamu pengin belajar musik yang benar, saya butuh
komitmen kamu sepenuhnya. Nggak setengah-setengah. Kamu bisa
komit?
―Bisa, Bu.‖99
Dari kutipan di atas, kita dapat melihat bahwa tokoh Bu Ira
menunjukan kedisiplinan yang tinggi kepada Ping. Bu Ira membuat
kesepakatan kepada Ping, agar ia mampu komitmen sepenuhnya untuk
belajar piano. Sebab, sesuatu yang dilakukan tanpa kedisiplinan ialah
hal yang sia-sia dan tidak akan membuahkan hasil yang maksimal.
3. Demokratis
Demokratis atau bisa juga diartikan memiliki hak yang sama. Nilai
ini merupakan sebuah perilaku terpuji yang patut dilakukan ketika kita
akan memutuskan atau memilih sebuah hal. Untuk mendapatkan
sebuah dukungan dan tidak ada pihak yang merasa tidak dilibatkan,
maka demokrasi harus selalu diterapkan disetiap kesempatan.
Demokrasi adalah suatu sistem atau suatu gagasan yang
menjunjung tinggi hak sesama manusia. Dalam sistem demokrasi
setiap orang diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan
aspirasi yang ingin diungkapkannya. Dengan diberlakukannya

99
Ibid., h. 266-267
85

demokrasi maka seluruh lapisan akan merasa bahwa ia ikut berperan


dalam pengambilan keputusan. Sehingga, keputusan yang diambil
harus dilaksanakan bersama. Di bawah ini kutipan dalam novel
Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari, yang membahas mengenai
demokrasi.
Inggil meletakkan botol tehnya. ―Apaan tuh?‖
―Pilihan nama band.‖
Buto membaca satu demi satu. ―PB Plus. Retrogade. Heksanada.
Volante. Kunang-kunang. Lone Tongue. Rakai & The Rascals-‖
Buto mendengkus keras. ―Rakai and… what the hell?‖
―Gue pakai nama band name generator di internet.‖
―Dan, lu pakai nama lu sendiri?‖
―Habis siapa?‖
―Masih ada lima orang di sini? Hello?‖
―Masa pakai nama lu?‖
―Ada masalah sama nama gue?‖
Melihat eskalasi ketegangan diskusi itu, Jemi cepat-cepat
berkomentar, ―Kita undi saja, gimana?‖
―Di undi baru masuk akal kalau kita semua sudah setuju sama
nama-nama itu. Gue, sih kagak. Lu mau nama band ini ‗RAKAI
and whatever’?‖ Buto membentuk tanda kutip dengan jarinya.
―Jadi, mau lu apa?‖ sela Rakai.
―Diskusi dululah. Baru nama-nama ini muncul. Bukan lu yang
rancang-rancang sendiri terus kita disuruh pilih,‖ balas Buto.100
Keributan pada kutipan di atas terjadi karena tokoh Rakai
memutuskan sendiri keinginannya untuk menamakan band mereka.
Tanpa bertanya dan berdiskusi terlebih dahulu dengan teman-
temannya. Selain itu pun, tokoh Rakai pun menginginkan nama band
tersebut menggunakan namanya sendiri, Rakai and & The Rascals.
Sikap seperti itu bukanlah sikap terpuji, sebab untuk mengambil
keputusan bersama memerlukan kesepakatan bersama pula. Keributan
di atas, tidak akan terjadi jika Rakai bermusyawarah terlebih dahulu
dengan teman-temannya.
Demokrasi mampu mencegah keributan atau keterpaksaan
seseorang dalam suatu organisasi atau kelompok ketika mengambil
keputusan. Dalam demoktrasi setiap orang berhak untuk

100
Ibid., h. 247-248
86

mengemukakan pendapatnya. Dengan menjalankan sistem demokrasi


ini maka kita telah berbuat adil kepada sesama, sebab hak yang berikan
kepada seluruhnya ialah sama.
4. Rasa ingin tahu
Rasa ingin tahu ialah keinginan dalam diri seseorang untuk
mengetahui hal-hal baru yang belum diketahuinya. Rasa ingin tahu
akan suatu hal atau masyarakat awam biasa menyebutnya dengan
nama penasaran. Rasa ingin tahu ini memiliki banyak manfaat dan
memang layak untuk dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat. Salah
satu manfaatnya ialah agar kita tidak mudah menerima berita yang
belum jelas asalnya, lebih selektif terhadap suatu berita, dan lain
sebagainya. Sikap rasa ingin tahu ini pun terdapat dalam novel Rapijali
1: Mencari seperti pada kutipan berikut ini.
Selagi Abah Mijan menunggu tanggal baik untuk ke Goa Parat,
pada suatu malam Ping dan Oding menyelinap diam-diam ke
rumah Marsudi yang sementara dikosongkan. Rasa takut dan rasa
ingin tahu membakar mereka sama kuatnya. Ping bermain di
rumah Marsudi sejak kecil. Ia tahu pintu belakang rumah Marsudi
yang menembus ke arah dapur kerap tak terkunci.101
Tanpa rasa ingin tahu yang dimilikinya, Ping tidak mungkin bisa
untuk menemukan sebuah fakta baru di rumah Marsudi. Suara seram
yang ia pikir suara makhluk gaib ialah suara yang berasal dari kincir
angin. Tanpa rasa penasaran itu, fakta ini mungkin tidak akan pernah
terpecahkan. Dengan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, seseorang
akan menemukan hal-hal baru yang luar biasa. Misalnya, ketika Ping
mengetahui sumber suara seram dari rumah Marsudi, Ping menemukan
fakta bahwa makhluk gaib yang menyeramkan itu tidak ada di rumah
Marsudi. Dan apa yang dikatakan ataupun dilakukan oleh Abah Mijan
itu ialah perbuatan yang sia-sia atau diada-adakan. Dengan rasa ingin
tahunya, Ping mampu menjelaskan bagaimana bunyi menyeramkan itu
bekerja dan berhenti.

101
Ibid., h. 31
87

Awalnya, Ardi mengira ia datang untuk Jemi. Namun, saat tiba di


aula dan melihat band Pradipa Bangsa bersiap di panggung, Ardi
menyadari alasannya tidak sesederhana menonton perempuan yang
ia taksir bertahun-tahun. Ia hadir untuk melihat Rakai, manusia
yang paling mengancam prospeknya mendapatkan Jemi.

Motivasi Ardi tak berhenti di sana. Ardi juga hadir untuk
menyaksikan Ping.102
Kutipan di atas menunjukan bahwa rasa ingin tahu mengenai
seseorang, untuk menemukan fakta baru memang sangat penting.
Seperti pada kutipan di atas, Ardi yang mulanya datang untuk melihat
dan mendengar suara Jemi, perempuan yang dikagumi oleh Ardi
namun Jemi malah memilih Rakai. Ardi sendiri pun kebingungan,
untuk apa ia mencari fakta mengenai ini semua. Ia mencari tahu
mengenai band Pradipa Bangsa mulanya hanya ingin melihat
penampilan Jemi. Namun, saat telah berada disana Ardi pun penasaran
dengan kemampuan yang dimiliki oleh Ping. Begitulah rasa ingin tahu,
ketika kita mulai memiliki rasa itu kita akan semakin mencari tahu
mengenai fakta-fakta yang ada. Semakin banyak menggali hal-hal
yang perlu kita ketahui.
Ketika memilki rasa ingin tahu yang tinggi, seseorang akan
berusaha untuk mencari terus-menerus apa yang ia inginkan. Hingga ia
merasa puas akan hal yang ingin dipecahkannya tersebut. Namun,
terkadang rasa ingin tahu yang berlebihan dapat mengakibatkan
kekecewaan, apabila yang diharapkan itu tidak sesuai dengan realita
yang kita inginkan. Akan tetapi, ketika telah mengetahui suatu hal, kita
dapat mengambil sikap untuk melakukan langkah selanjutnya. Seperti
pada kutipan di bawah ini.
―Ibu kamu pernah ngomong sesuatu, nggak? Tentang… saya? Ping
bertanya takut-takut.
―Dia pernah bilang, dengar kamu main lagu Genesis. Terus, aku
tanya balik, ‗Ping jagoan, kan?‘ Terus, dia bilang, ‗Lumayan.‘

102
Ibid., h. 188
88

Sudah. Gitu saja. Tapi, Mama memang gitu. Pelit kalau muji
orang.‖103
Rasa ingin tahu yang tinggi membuat kita untuk mau mencari
fakta-fakta baru yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Dengan mengetahui sebuah kebenaran, kita dapat mengambil sikap
yang baik sesuai dengan keadaan yang terjadi. Hal tersebut pun
dilakukan oleh tokoh Ardi yang mencari tahu mengenai buku harian
Sarnita. Sebab, ia penasaran dengan apa yang dituliskan oleh Sarnita
dan ia ingin memecahkan mengenai perubahan-perubahan Sarnita
yang dilihat olehnya. Berikut kutipannya pada novel Rapijali 1:
Mencari.
Sambil menontoni Murti beraksi, Ardi memutar otak, sesekali
mengedarkan panangan, memindai tempat-tempat potensial lain
yang belum ia bongkar. ―Kalau Mama suka nulis-nulis di mana,
sih, Mbak?104
Dari kutipan-kutipan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa, rasa
ingin tahu ini sangat baik dan mesti dimiliki oleh seorang pelajar.
Seorang pelajar yang tidak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dapat
dipastikan pula ia tidak memiliki semangat belajar yang tinggi pula.
Sebab, rasa ingin tahu mampu melahirkan usaha-usaha keras dalam
memecahkan suatu permasalahan. Misalnya seperti Ping yang
mengesampingkan rasa takutnya untuk mengetahui sumber suara
menyeramkan di rumah Marsudi. Ardi yang berusaha untuk
menyamarkan dirinya dan rela berdiri lama untuk melihat band
Pradipa Bangsa. Dan Ardi yang harus berbohong kepada Murti untuk
mengetahui rahasia ibunya. Setiap rasa ingin tahu, memerlukan
pengorbanan yang besar dan usaha lebih untuk memecahkannya.
Dengan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, maka kita pun secara
otomatis memiliki kerja keras yang tinggi pula.

103
Ibid., h. 228
104
Ibid., h. 342
89

5. Menghargai Prestasi
Prestasi merupakan hasil capaian yang diperoleh melalui
kompetisi.105 Menghargai prestasi berarti menghargai pencapaian
orang lain dan mau mengakui kekurangan diri. Menghargai prestasi
yang diraih oleh orang lain atau biasa juga disebut denga memiliki
nilai soprtivitas ialah hal yang penting bagi pelajar. Seorang pelajar
yang tidak memiliki sifat ini cenderung akan mudah merasa iri dan
dengki. Berikut kutipan yang menunjukan mengahragi prestasi
seseorang.
Berlainan dengan jalan Oding yang terang benderang, Ping merasa
jalannya remang-remang. Semua orang bilang Ping berbakat
musik, tetapi Ping tak pernah tahu kebenarannya. Ia tak pernah
mengecap pendidikan musik formal. Pelajaran musiknya cuma
berasal dari kakeknya dan D‘Brehoh.106
Oding merupakan peselancar yang tumbuh di Batu Karas, tempat
surfing terbaik. Hal tersebut menyebabkan Oding memang layak untuk
berkembang menjadi seorang peselancar terbaik tingkat internasional.
Hal itu menyebabkan Ping membandingkan Oding dengan dirinya.
Ping yang kerap kali disebut berbakat dalam hal musik namun tidak
pernah mengenyam pendidikan musik secara formal membuat ia
merasa kikuk dan memiliki banyak ketakutan, karena merasa ia hanya
katak dalam tempurung. Hanya berkutat dengan orang-orang yang
tidak mengenal musik lebih jauh. Dari kutipan di atas, Ping mengakui
prestasi-prestasi yang dimiliki Oding.
Ping menerima dan mengakui keunggulan Oding atas dirinya. Ping
pun berupaya untuk menyetarai Oding. Seseorang yang mampu
mengharagi prestasi orang lain, akan berusaha pula untuk memiliki
prestasi yang setara atau bahkan lebih dari orang tersebut.
Inggil merupakan siswa tercerdas di Sekolah Pradipa Bangsa,
semua orang mengakui hal itu. Tidak ada siswa yang lebih cerdas
dibandingkan Inggil, namun ketika argumentasi Inggil dikoreksi oleh

105
Op.Cit., Ngainun Naim, h. 178
106
Ibid., h. 38
90

Ping dibuktikan dengan fakta dan opini yang jelas. Inggil pun
menerima, dan mengakui kecerdasan Ping, meskipun Inggil merasa
kalah oleh Ping. Berikut kutipannya.
―Kalau chilli dan tomat dua-duanya dipakai, nggak ‗only‘ lagi
dong. Harusnya ‗com‘ saja. Bukan ‗oncom‘.‖
Inggil terdiam sebentar. ―Oke, kamu benar. Logikaku yang keliru.‖
Ia seperti tersiksa mengatakannya. ―Kamu ternyata nggak
goblok.‖107
Kutipan di atas membuat Inggil merasa tersiksa atas apa yang
dikatakannya. Inggil yang selama ini argumentasinya selalu
dibenarkan, dan mendapatkan gelar anak tercerdas di Pradipa Bangsa,
kini argumentasinya ditepis oleh seorang murid baru, Ping. Kalimat
Inggil yang menyatakan bahwa Ping tidak goblok ―bodoh sekali‖
merupakan pujian yang tersirat. Sebab, dalam hidupnya Inggil ia selalu
merasa yang paling cerdas di Pradipa Bangsa tersebut.
Sama seperti Inggil, Ping pun seringkali menghargai prestasi Inggil
dalam bermusik. Ping tak sungkan untuk memuji kehebatan Inggil, ia
yang terbiasa dengan dunia musik sedari kecil. Tetap mengakui
kehebatan temannya dalam bidang musik. Berikut kutipannya.
Gaung nada terakhir menggantung sesaat di udara sebelum tepuk
tangan Ping pecah. ―Bagus banget! Hebaaat!‖ serunya.
Pipi Inggil bersemu merah. Baru kali ini ia mendapat pujian dari
orang lain selain ayahnya.108
Inggil untuk pertama kalinya mendapatkan pujian dalam bidang
musik, selain dari ayahnya merasa sangat senang hingga pipinya pun
bersemu merah. Menghargai prestasi ialah salah satu bentuk untuk
menghargai apa yang telah dilakukan oleh orang lain. Untuk meraih
sebuah prestasi dibutuhkan usaha keras yang berkesinambungan, dan
ketika prestasi yang kita raih dihargai oleh orang lain maka akan
menciptakan kebahagian yang luar biasa. Seperti yang dirasakan oleh
Inggil pada kutipan di atas.

107
Ibid., h. 110
108
Ibid., h. 126
91

Kus atau ayah Inggil ialah seorang yang sangat senang apabila
Inggil memiliki teman. Kus hanya mengetahui bahwa Inggil ialah anak
yang cerdas dalam bidang pelajaran saja, namun ia tidak memiliki
teman dan minat yang lain selain menjadi anak yang tercerdas di
Sekolah Pradipa Bangsa. Berita yang diberikan Inggil kepada Kus,
bahwa ia diajak untuk mengikuti band sekolah sangat menyenangkan
hati Kus, oleh karenanya Kus mengapresiasi perubahan Inggil tersebut,
berikut kutipannya.
Kus menunda suapannya. ―Band sekolah? Selamat, ya, Gil! Bapak
senang sekali dengar ini. Ya, ampun… syukurlah… wah…
waduh…‖ Kus seperti kehilangan kemampuan verbalnya, hanya
mengulang berbagai kata seru.109
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwasannya Kus sangat
mengharagi prestasi Inggil yang telah memiliki band tersebut. Saking
senangnya Kus terhadap prestasi tersebut ia sampai tidak dapat
mengucapkan kata-kata pujian untuk Inggil. Kus sangat bangga ketika
Inggil memiliki band di sekolah, sebab hal tersebut berarti pula Inggil
memiliki teman di sekolah. Yang dimana, sejauh ini Kus hanya
mengetahui bahwa Inggil ialah seorang yang cerdas namun tidak
memiliki teman satu pun di sekolahnya tersebut.
Ping ialah seorang yang sangat mencintai musik. Namun, di tempat
barunya, Jakarta, tidak ada yang mengetahui bahwa Ping memiliki
bakat yang sangat baik dibidang musik itu. Berkat poster yang ada di
mading sekolah, Ping mendatangi studio musik. Ping beranggapan
bahwa jika ia harus tetap memainkan musik seperti ketika di Cijulang
untuk mengekspresikan dirinya itu. Kemampuan Ping dalam bermusik
tersebut, diakui oleh Rakai. Seorang drummer band sekolah, yang
terlahir dikeluarga yang sangat menyukai musik itu, berikut
kutipannya.
―Spanish Romance‖ dengan anggun meninggalkan gaungnya di
ruang musik. Baik Rakai maupun Ping menahan napas hingga
petikan senar terakhir memudar di udara.

109
Ibid., h. 149
92

―Wow,‖ gumam Rakai, ―dan, gue pikir gue tahu semua yang main
musik di sekolah.‖ Rakai menyorongkan tangan. ―Lu masuk.‖110
Rakai, pecinta musik yang selalu berpikir bahwa ia mengetahui
kemapuan bermusik teman-teman di sekolahnya itu merasa takjub.
Karena ia menemukan Ping, seorang yang memiliki bakat luar biasa
dalam bermusik, lebih dari yang diharapkan oleh Rakai. Dan Ping pun,
merasa sangat senang, karena keinginannya untuk mengetahui
kemampuan dalam dunia bermusiknya diakui oleh Rakai. Ping pun
merasa bahwa ia memang mampu bermusik dengan baik.
Menghargai prestasi ini mampu membuat seseorang yang tidak
percaya diri, menjadi percaya diri. Seseorang yang tidak bisa
melakukan apa-apa menjadi bisa. Sikap menghargai prestasi ini
memberikan dampak positif dan rasa optimis bagi penerimanya.
Selain, diberikan kepada Ping, Rakai pun mengharagi prestasi yang
diraih oleh Inggil. Berikut kutipannya.
―Lu main klasik bagus banget. Artinya, bukan lu nggak bisa main.
Lu nggak bisa nge-band. Itu doang,‖ jawab Rakai. ―Dulu lu nggak
paham progresi akor. Sekarang, kalau si Ping kasih tahu progresi
pakai angka, lu sudah ngerti.‖
―Kelakuan lu emang ajaib, tapi otak lu encer.‖ Buto menambahkan.
―Lama-lama juga lu jago.‖111
Kutipan di atas menunjukan bahwa tokoh Rakai dan Buto
mengapresiasi kemampuan dan perkembangan Inggil dalam bermusik.
Inggil yang mulanya tidak memahami progresi akor sekarang sudah
mampu memahaminya dengan baik. Buto dan Rakai pun mengakui
kecerdasan otak Inggil yang mudah memahami progresi akor dalam
waktu yang cepat.
Buto dan Rakai merupakan dua sekawan yang sering menghargai
prestasi orang lain. Selain dari mengapresiasi kecerdasan Inggil,
mereka pun mengapresiasi suara Lodeh, hal tersebut dibuktikan oleh
Buto dengan memberikan uang lima puluh ribu kepada Lodeh saat ia
selesai menyanyi. Berikut kutipannya.

110
Ibid., h. 153
111
Ibid., h. 204
93

Lodeh mengantongi lembar lima puluh ribuan yang diberikan


Buto. Ia tak pernah bermimpi mendapatkan tip mengamen sebesar
itu dari anak SMA. Namun, Pradipa Bangsa memang beda cerita.
Buto mengeluarkan lembar itu dari dompetnya tanpa melihat lagi,
seringan menyerahkan karcis parkir.112
Apresiasi terhadap apa yang telah dicapai oleh seseorang pun
dilakukan oleh Guntur kepada Ping. Guntur mengucapkan selamat atas
dianggkatnya Ping menjadi asisten guru dan membelikan Ping sebuah
piano. Berikut kutipannya.
―S-saya asistennya, Pak.‖
―Kamu jadi asisten guru?‖ Air muka Guntur berubah
semringah.‖Hebat sekali! Luar biasa, Ping. Selamat yah.‖113
Nita menggeleng pelan. ―Nggak, Papa yang kepingin beliin.
Katanya, Ping sekarang jadi asisten guru Musik, jadi Papa pengin
kasih hadiah-‖
―What the….‖ Ardi melepas tawa sinis. ―Ma, asisten guru itu
kerjanya Cuma bantu beres-beres doang pas pelajaran, sama
nimbrung pas eskul.‖
―Papamu merasa Ping perlu diapresiasi. Nggak tahulah.‖114
Terbiasa menjadi sosok yang diapresiasi oleh lingkungannya, Ping
pun tumbuh menjadi gadis yang menghargai prestasi orang lain.
Seperti pada kutipan berikut ini.
―Jangan bandingin sama Lodeh.‖
―… suara kamu merdu. Mirip Ray Wilson.‖
Rakai memukul sofa sambil terbahak. ―Ping! Itu penghinaan buat
Genesis!‖
―Saya serius.‖115
Dari kutipan di atas Ping mengakui keindahan suara Rakai yang
merdu tersebut, bahkan Ping menyamakan suara Rakai dengan salah
seorang penyanyi yang kesukaan Rakai. Ping menyebutkan kalimat
tersebut dengan serius, tidak bermaksud untuk meledek Rakai.
Ketika Ping dan Rakai bertukar memainkan musik, Rakai pun
sama seperti Ping. Mengakui kehebatan Ping dalam bermusik,
meskipun Ping orang yang tidak mampu membaca not lagu, namun ia
mampu memainkan musik dengan sangat baik. Berikut kutipannya.

112
Ibid., h. 210
113
Ibid., h. 272
114
Ibid., h. 296
115
Ibid., h. 283
94

Rakai menggeleng sambil menatap Ping lurus-lurus. ―Ping,


terserah kamu bisa baca not atau enggak, kamu bakal tembus
sekolah musik atau engga, kamu bakal tembus sekolah musik atau
engga, tapi kamu nggak boleh berhenti nyanyi. Kamu jangan
berhenti main kayak tadi. Tadi itu… pecah. Ngerti?‖ Rakai lantas
mengacak rambutnya sendiri. ―Shit. Kenapa kamu nggak nyanyi
dari waktu audisi, sih? Kita sampai harus maksain Jemi buat….‖116
Selain dari kawan-kawan seband-nya, Lodeh pun mendapatkan
apresiasi dari para juri di acara band idola yang ditayangkan di TVRI.
Berikut kutipannya.
Ketika penampilan mereka selesai, ketiga juri manggut-manggut
sambil bertepuk tangan singkat.
―Lodeh, kekuatan Rapijali ada di vokal kamu. Suara kamu itu
sesedep sayur lodeh.‖ Nuria berkata dengan gaya kenesnya.
―Ternyata suara lu sekeren nama lu. Mantap, Slord.‖Shah
manggut-manggut.
―Kalian rapi. Di atas rata-rata band anak SMA,‖ kata Pedro.117
Para juri mengakui memapuan band Rapijali jauh melampui band-
band anak SMA pada umumnya. Band mereka memiliki kekuatan
besar pada vokal Lodeh. Sehingga band mereka pun lolos ke babak
selanjutnya.
Dengan menghargai prestasi yang dimiliki oleh orang lain, maka
orang tersebut akan berusaha untuk memberikan prestasi yang lebih
baik lagi. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh tokoh Inggil dan
Ping. Inggil yang merasa tidak bisa bermain gitar dengan baik, terus-
menerus belajar dengan tekun karena teman-temannya mengatakan
bahwa Inggil memang sangat berpotensi untuk bermain gitar dengan
baik. Dan Ping pun, seorang gadis yang mulanya sangat kaku terhadap
Guntur, ketika diapresiasi dengan diberikan piano karena menjadi
asisten guru kini menjadi lebih cair.
6. Peduli Sosial
Peduli sosial ialah sikap peduli kepada orang lain. Sikap seperti ini
harus dimiliki oleh setiap manusia, agar kita tidak menjadi seorang
yang apatis dan tidak peduli terhadap apa yang terjadi di lingkungan

116
Ibid., h. 286-287
117
Ibid., h. 336
95

sosialnya. Sikap-sikap peduli sosial yang terdapat pada novel Rapijali


1: Mencari sebagai berikut.
―Saya mau coba daftar lewat jalur prestasi ke Ilmu Kelautan
Udayana. Kuliah sambil ikut kompetisi. Kalau menang di Bali,
saya bakal dapat kontrak ke Australia. Kamu, kan, jagoan bahasa
Inggris. Kamu temani saya. Terus, kita lanjut cari sekolah di
Australia. Saya lanjut kuliah kelautan. Kamu sekolah musik.‖
Seperti sudah dilatihkan berkali-kali. Oding lancar mengucapkan
rencananya.
―Duit sekolahnya dari mana, Ding?‖
―Dari saya.‖118
Kutipan di atas menunjukan bahwa Oding peduli terhadap
pendidikan Ping. Oding memang tidak memiliki kewajiban untuk
memikirkan biaya pendidikan Ping, namun karena mengetahui Ping
tidak memiliki siapa-siapa maka Oding, sebagai teman yang baik
menawarkan bantuan pendidikan kepada Ping. Sikap yang dilakukan
Oding kepada Ping merupakan suatu sikap yang terpuji, membantu
teman yang membutuhkan. Oding membantu biaya pendidikan Ping,
karena ia peduli terhadap mimpi-mimpi yang dimiliki oleh Ping.
Pendidikan merupakan hak semua anak di Indonesia, oleh
karenanya Sekolah Pradipa Bangsa memberikan program inklusi bagi
anak-anak yang kurang mampu sebagai nilai kepedulian sosial
terhadap anak-anak kurang mampu yang memiliki potensi dan
kecerdasan yang luar biasa. Berikut kutipannya.
―Banyak yang mengira Pradipa Bangsa ini sekolah elite, yang
Cuma bisa dimasuki anak-anak orang kaya. Itu asumsi keliru.
Sejak awal, sekolah ini menjalankan program inklusi. Dua puluh
persen murid di sini bersekolah dengan biaya lebih rendah daripada
anak-anak di sekolah negeri biasa. Biaya mereka disubsidi murid-
murid lain dari ekonomi lebih mapan. Jadi jangan kaget, di sini
kamu bisa ketemu anak konglomerat, tapi juga ada anak sopir
ojek,‖ jelas Musa.119
Peduli terhadap pendidikan orang lain ialah suatu hal yang sangat
positif. Sebab pendidikan yang layak, berhak dinikmati oleh siapa saja.
Tanpa memandang apa pun.

118
Ibid., h. 36
119
Ibid., h. 99
96

Ketika dunia Ping runtuh, karena ditinggalkan oleh seluruh


kelurganya, Ping yang kini menjadi anak yatim piatu. Ia memang
seorang yang tidak memiliki teman akrab di sekolah, namun pada saat
itu teman-teman dan seluruh gurunya menunjukan rasa peduli
kepadanya. Mereka ingin menunjukan pada Ping, bahwa Ping masih
memiliki mereka untuk melanjutkan kehidupannya. Namun, karena
keakraban Ping dan teman-temannya itu jarang terjadi, Ping merasa hal
tersebut asing. Berikut kutipannya.
Ping membayangkan mereka berembuk sebelum masuk, para guru
mengingatkan mereka bahwa Ping si yatim piatu sekarang benar-
benar sudah sebatang kara, untuk itu mereka perlu ekstra ramah
dan berusaha keras menunjukkan simpati.120
Pada kutipan di atas, sikap peduli sosial yang ditunjukan oleh
teman-teman Ping ialah bahwa mereka ada untuk Ping ketika Ping
tidak memiliki siapa-siapa lagi. Teman-teman Ping berusaha untuk
menghiburnya dan menunjukkan sikap empati terhadap musibah yang
menimpanya. Sikap sosial seperti ini harus dimiliki oleh setiap orang,
sebab dalam kehidupan nyata kita harus terbiasa peduli kepada orang
lain agar tercipta suasana kehidupan yang harmonis dan sikap tolong-
menolong antar sesama.
Peduli terhadap sosial juga berarti peduli terhadap apa yang
dibutuhkan oleh orang-orang di sekeliling kita. Nilai peduli sosial ini
dimiliki oleh Inggil dengan sangat baik. Bahwasannya, ia merasa perlu
memberikan Ping kupon untuk makan siang, karena kantin tidak bisa
dibeli dengan uang pada umumnya. Berikut kutipannya.
Inggil meneruskan makan. Namun, ia terlihat resah. Setelah
beberapa suap, Inggil meletakkan sendok, merogoh sesuatu dari
kantong seragamnya.121
Selain memberikan kupon makan siang, Inggil pun peduli kepada
Ping, teman barunya di sekolah itu ketika melihat Ping berdiri di depan
halte pada siang hari yang panas. Karena melihat Ping seperti itu,

120
Ibid., h. 62
121
Ibid., h. 109
97

Inggil pun mengajak Ping untuk menunggui Ardi di rumahnya saja,


yang lokasinya tidak terlalu jauh dari halte sekolah. Berikut
kutipannya.
―Baru ambil kain, pesanan bapakku.‖ Inggil menyerahkan satu
kantong kepada Ping. ―Tunggu di rumahku saja. Jalan kaki. Kuat?‖
Ping bangkit berdiri. Ia siap berlari jika diminta. Apa pun yang
penting bebas dari panggangan halte itu.122
Dari kutipan-kutipan di atas, sikap yang dilakukan oleh Inggil
terhadap Ping merupakan sikap yang sangat terpuji. Inggil
memberikan Ping kupon makan siang, merupakan kepedulian Inggil
terhadap Ping. Karena Inggil mengetahui, bahwa Ping si siswa baru
itu, belum memilki kupon maka siang. Dan kantin di sekolahnya
tersebut, tidak bisa menerima uang rupiah. Kantin sekolah mereka
hanya menerima kupon. Selain memberikan Ping kupon makan siang,
Inggil pun menawarkan Ping untuk menunggu Ardi di rumahnya,
sebab Inggil merasa kasihan kepada Ping yang harus berpanas-panasan
selama beberapa jam itu. Sikap yang dilakukan oleh Inggil itu
merupakan suatu bentuk kepeduliannya terhadap siswa baru yang
belum mengetahui banyak hal mengenai sekolah Pradipa Bangsa
tersebut.
Selain membantu Ping, tokoh Inggil memiliki jiwa menolong
tinggi, hal itu dibuktikan dengan ia membantu Rakai untuk
mengirimkan berkas pendaftaran lomba band ke TVRI. Meskipun
Inggil harus mengantarkan berkas tersebut dengan menggunakan
kendaraan umum, tapi Inggil melakukannya dengan senang hati.
Berikut kutipannya.
―Gil, makasih banget sudah mau bantu. Gue nggak tahu harus
minta tolong siapa lagi.‖
―Santai.‖ Sahut Inggil. ―Hari ini aku memang kosong. TVRI nggak
jauh. Tinggal naik bus satu kali.‖123
Sikap tolong menolong yang dilakukan oleh Inggil tersebut
merupakan hal yang baik. Dalam novel Rapijali 1: Mencari karya Dee

122
Ibid., h. 121
123
Ibid., h. 249
98

Lestari ini, sikap peduli sosial yang ditonjolkan ialah dimiliki oleh
Inggil.
C. Implikasi terhadap Pembelajaran Sastra di SMP
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada kurikulum 2013
revisi menekankan pada pembelajaran berbasis teks. Di mana pada bahan
ajarnya siswa diajak untuk membaca dan memahami teks-teks secara lebih
mendalam. Mengapresiasi karya sastra seperti novel, cerpen, cerbung,
puisi, dan drama mampu membentuk karakter seseorang. Penanaman nilai
kerakter pada siswa mampu memberikan nilai lebih, seperti toleransi,
disiplin, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan peduli
terhadap lingkungan sosialnya. Novel Rapijali 1: Mencari karya Dee
Lestari ini dapat menjadi media efektif dan edukatif dalam menunjang
penanaman nilai-nilai pendidikan karakter.
Melalui tokoh-tokohnya Rapijali 1: Mencari seperti tokoh Ping,
Inggil, dan Rakai, Dee Lestari memberikan gambaran tentang kekuatan
dan rintangan seorang pelajar dalam menjalani kehidupaannya yang
kompleks. Siswa SMA miskin yang bersekolah di sekolah elit itu harus
memupuk mimpi dan bersaing dengan anak orang kaya yang memiliki
fasilitas yang mencukupi. Melalui tokoh Ping, Inggil, dan Rakai, Dee
Lestari melukiskan nilai karakter peduli sosial, disiplin, demoktaris, rasa
ingin tahu, dan menghargai prestasi.
Hal penting yang tidak bisa dipungkiri dari novel Rapijali 1:
Mencari ini adalah penanaman ide-ide untuk menyelesaikan masalah yang
terjadi dengan teman di sekolah. Melalui tokoh-tokohnya, Dee Lestari
memberikan gambaran bahwa semua siswa, baik yang berasal dari
keluarga kaya maupun biasa itu mampu berprestasi sesuai dengan
bakatnya masing-masing. Kesuksesan dan mimpi siswa itu bukan terletak
dari perekonomian keluarganya, namun dari kesungguhan usahanya.
Perjuangan tokoh Ping dan Inggil yang rela meninggalkan, teman-
temannya, bahkan segala kenangan mengenai kampung halamannya demi
pendidikan yang lebih baik, dapat menjadi inspirasi bagi siswa bahwa
99

meraih mimpi atau cita-cita itu perlu dipengorbanan. Novel ini dapat
membangun semangat belajar dan berjuang dari karakter tokoh-tokohnya.
Kisah mengenai Rapijali 1: Mencari ini membuat siswa mampu untuk
tidak menyerah dalam meraih cita-cita, peduli terhadap sesama, dan
mewujudkan mimpi dengan segala pengorbanan.
Dengan memahami konsep pendidikan karakter dalam novel
Rapijali 1: Mencari, diharapkan dapat menginspirasi dan memacu
semangat siswa untuk terus belajar menjadi seorang yang berintelektual,
bersikap sesuai dengan harapan orang tua, guru, dan masyarakat
sekitarnya. Novel Rapijali 1: Mencari ini cocok dipilih sebagai bahan
bacaan dalam pembelajaran sastra karena di dalamnya mengandung kisah
yang sesuai dengan zaman milenial yang inspiratif dari tokoh-tokohnya,
khususnya Ping dan Inggil. Novel Rapijali 1: Mencari ini dapat menjadi
pilihan karena menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami
oleh siswa.
Penelitian pendidikan nilai karakter dalam novel Rapijali 1:
Mencari ini dapat dimanfaatkan sebagai alternatif kajian materi
pembelajaran teks buku fiksi dan nonfiksi di SMP kelas VIII semester dua,
pada K.D. 3.17 Menggali dan menemukan informasi dari buku fiksi dan
non fiksi yang di baca. Dan K.D 4.17 Membuat peta konsep/garis alur dari
buku fiksi dan nonfiksi yang dibuat.
Pembelajaran sastra diarahkan pada penumbuhan kemampuan
siswa dalam mengidentifikasi struktur, kebahasaan, dan alur novel. Serta
siswa mampu menceritakan kembali kisah novel yang telah dibacanya.
Novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari ini dapat digunakan sebagai
bahan ajar kelas VIII SMP materi buku fiksi dan nonfiksi dalam bentuk
Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS ini sebagai alternatif bahan ajar yang
bisa digunakan. LKS ini dapat digunakan pada sekolah-sekolah sebagai
bahan ajar yang menunjang siswa dalam proses pembelajaran. LKS ini
berisi materi atau uraian singkat yang terkait dengan pokok bahasan dan
sejumlah pertanyaan baik berupa soal-soal pilihan ganda. Manfaat
100

penggunaan LKS bagi siswa ialah untuk memudahkan pemahaman


terhadap materi pelajaran yang didapat dengan materi ringkas. Serta kaya
akan tugas untuk berlatih agar bisa mengukur kemampuan siswa dalam
memahami materi yang sedang dipelajari.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada novel
Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari dapat disimpulkan:
1. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa unsur intrinsik dalam
novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari itu memiliki tujuh
unsur intrinsik yang lengkap, yaitu tema, alur/plot, tokoh dan
penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat.
Ketujuh komponen tersebut membuat novel Rapijali 1: Mencari
karya Dee Lestari mampu dipahami dengan jelas isinya. Sehingga
pembaca mampu mengetahui apa yang disampaikan oleh penulis.
2. Nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam novel Rapijali 1 :
Mencari karya Dee Lestari yaitu: toleransi, disiplin, demokratis,
rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan peduli sosial. Nilai
pendidikan karakter ini harus diterapkan oleh peserta didik dalam
kehidupan sehari-harinya. Untuk menghubungkan nilai pendidikan
karakter ini dengan pembelajaran bahasa Indonesia pun dapat
dilakukan oleh pendidik di sekolah menengah pertama sebab sesuai
dengan kurikulum 2013 yang menekankan penanaman pendidikan
karakter pada peserta didik. Silabus yang sesuai dan dapat
dihubungkan dengan pembelajaran bahasa Indonesia ialah pada
kelas VIII pada kd 3.17 dan 4.17 yang berfokus pada penemuan
informasi dari buku fiksi dan nonfiksi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian serta pengaplikasian terhadap
pembelajaran sastra di sekolah, maka penulis menyarankan:
1. Melalui penelitian nilai pendidikan karakter dalam novel Rapijali
1: Mencari karya Dee Lestari, peserta didik dapat mengambil
pelajaran dari nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat pada
novel tersebut. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut harus selalu

101
102

diaplikasikan oleh peserta didik agar mampu menjalani kehidupan


dengan baik sesuai dengan norma yang berlaku dan harapan para
pemimpin bangsa ini.
2. Pendidik dapat memberikan referensi bacaan fiksi kepada peserta
didik. Melalui penelitian nilai pendidikan karakter dalam novel
Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari, pendidik dapat
mengenalkan dan mengajak peserta didik untuk membaca karya
sastra yang dibungkus dengan kesan milenial dan mengandung
banyak cara-cara untuk menyelesaikan permasalahan yang biasa
ditemui oleh para peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari.
3. Melalui hadirnya penelitian ini, peneliti lain dapat menggunkaan
novel Rapijali 1: Mencari karya Dee Lesatri sebagai penelitian
lebih lanjut. Penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang lebih luas dalam dunia sastra Indonesia. Selain itu,
penelitian dapat dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, bahasa,
dan sastra Indoneisa.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ma‘ruf, Ali Imron. dan Farida Nugrahani. Pengkajian Sastra Teori dan
Aplikasi. Surakarta: CV. Djiwa Amartha Press. 2017.

Alfin, Jauharoti. Apresiasi Sastra Indonesia. Surabaya: UIN SA Press. 2014.

Ardianto, David. ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Akar Karya Dewi Lestari:
Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran
Sastra Di SMA‖. yang diajukan sebagai skripsinya pada Universitas
Muhammadiyah Surakarta Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta. 2014Arif, Muhamad. Jesica Dwi Rahmayanti. dan Fitri Diah
Rahmawati. ―Penanaman Karakter Peduli Sosial Pada Siswa Sekolah Dasar‖.
Qalamuna-Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama. Vol.13 No.2. 2021.
Azhari, Tiara Yuniar. ―Nilai Pendidikan Karakter dalam Novel dan Relevansinya
sebagai materi ajar di SMA‖. Jurnal Edukasi Katulistiwa. 2018.
Baety, Salma Noer. Didin Muhammad Zaenal Muchyi. dan Desti Fatin Fauziyyah.
―Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya
Dee Lestari‖. Literasi, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Vol.12. No.1. Januari 2022. E-ISSN 2549-2594.
Brilyancie, Claudia Allinsya. Yunita Anas Sriwulandari. dan Azza Aulia
Ramadhani. ―Konflik Batin Tokoh Utama dalam Novel Rapijali 1:
Mencari Karya Dewi Lestari (Kajian Psikologi Sastra)‖. Proseding
Seminar Nasional Sastra, Lingua, dan Pembelajarannya (Salingga). 26
Oktober 2021.
BTS Indonesia Army. BTS Diary. Depok: Hiraku Publishing. 2018.

Chastanti, Ika. Maharani Gultom. dan Novi Fitriandika Sari, ―Analisis


Penggunaan Internet Terhadap Karakter Bersahabat/Komunikatif Pada
Pembelajaran Biologi‖. Jurnal Pelita Pendidikan. Volume 7 Nomor 4.
2019.
Dari, Retno Wulan dan Maulidinah. ―The Implementation of the Character
Appreciates the Achievement of Students in Physics Learning‖, Jurnal
Ilmiah Pendidikan Fisika-Compton. Volume 6. Nomor 1 Juni 2019.

Darmawati, Uti. Ensiklopedia Bahasa dan Sastra Indoneisa: Apresiasi Prosa.


Jakarta: PT Intan Pariwara. 2018.
Daryanto dan Suryatri Darmaitun. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogyakarta: 2013Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter Konsep dan
Implementasi. Bandung: CV Alfabet. 2012Ensiklopedia
Kemendikbud.http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/De
wi_Lestari, diakses pada 30 Juni 2021 pukul 10.00 WIB
Erowati, Rosida dan Ahmad Bahtiar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

Erviana, Vera Yuli. ―Penanganan Dekadensi Moral melalui Penerapan Karkater


Cinta Damai dan Nasionalisme‖. Jurnal Penelitian dan Ilmu Pendidikan.
Volume 14. Nomor 1. 2021.

Fajriyah, Carolina Hidayah Citra Khusnul dan M. Arief Budiman. ―Pembentukan


Karakter Rasa Ingin Tahu Melalui Kegiatan Literasi‖. Jurnal Ivecj Vol 2.
No 2. 2019Ikhwan, Wahid Khoirul. ―Pendekatan Pragmatik Dalam Novel
Para Bedebah Karya Tere Liye‖. Jurnal Metalingua. Volume 6. No. 1.
April 2021.
Firmansyah, Wira. ―Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pemebntukan Karakter Anak
Di Era Globalisasi‖, Jurnal Primary Education Journal Silampari, Volume
1. Nomor 1. 2019.
Hendrastomo, Grendi. "Nasionalisme vs Globalisasi ‗Hilangnya‘ Semangat
Kebangsaan dalam Peradaban Modern". Jurnal Dimensia. Volume I. No.
1. Maret 2007.

Hidayah, Rizky Fitri. ―Nilai Perjuangan Dalam Rapijali 1: Mencari Karya Dee
Lestari‖, skripsi yang diajukana pada Universita Muhammadiyah Jember.
Jember: Universitas Muhammadiyah Jember. 2021
Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi. Bandung: CV
Alfabet. 2012.
Hendrastomo, Grendi. "Nasionalisme vs Globalisasi ‗Hilangnya‘ Semangat
Kebangsaan dalam Peradaban Modern". Jurnal Dimensia. Volume I. No.
1. Maret 2007
Hidayah, Rizky Fitri. ―Nilai Perjuangan Dalam Rapijali 1: Mencari Karya Dee
Lestari‖, skripsi yang diajukana pada Universita Muhammadiyah Jember,
Jember: Universitas Muhammadiyah Jember. 2021.
Kemendikbud, ―Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan
PendidikanNasional‖.https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/pe
nguatanpendidikan-karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-
nasional, diunduh pada 7 Januari 2022. Pukul 21.02 WIB.
Kurniawan, Syamsul. Pendidikan Karkater: Konsep & Implementasi secara
Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan
Masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz. Cetakan kedua 2016.
Lestari, Dee. https://deelestari.com/biografi/ diakses pada 30 Juni 2021 pukul
12.32 WIB
Lestari, Dee. Rapijali 1: Mencari. Yogyakarta: Bentang Pustaka. 2021.
Lestianingsih, Nima. ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Novel
Supernova: Partikel Karya Dewi Lestari‖. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret. 2013.
Lickona, Thomas. terjemahan Character Matters (Persoalan Karkater) Bagimana
Membantu Anak Mengembangkan Penilaian Yang Baik, Integritas, dan
Kebajikan Penting Lainnya. Jakarta: Bumi Aksara. 2012.
Luxemburg, Jan Van. Miekel Ball, dan Williem G. Weststeijn. Pengantar Ilmu
Sastra, Terj. dari Inleiding in de Literatuurwetenschap oleh Dick Hartoko.
Jakarta: PT Gramedia. cetakan ketiga 1989.
Mashabi, Sania. ―KPAI: Angka Putus Sekolah pada Masa Pandemi Covid-19
CukupTinggi‖, https://nasional.kompas.com/read/2021/03/06/12561341/k
pai-angka-putus-sekolah-pada-masa-pandemi-covid-19-cukup-tinggi
diakses pada 21 Juni 2021, pukul 13.01 WIB.
Murzakki, Akhmad. Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2006.
Musbikin, Imam. Pendidikan Karakter Jujur. Tanpa Kota: Nusa Media. 2021.
Musbikin, Imam. Penguatan Karakter Kerja Keras, Demokrasi, dan Kreatif.
Tanpa Kota: Nusa Media. 2021

Musbikin, Imam. Pendidikan Karakter Toleransi. Tanpa Kota: Nusa Media.


2021.

Musbikin, Imam. Pendidikan Karakter Disiplin. Tanpa Kota: Nusa Media. 2021.
Naim, Ngainun. Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam
Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media. 2012.
Narwanti, Sri. Pendidikan Karakter: Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk
Karakter dalam Mata Pelajara. Yogyakarta: Familia. 2014.

Ningrum, Carolina Hidayah Citra. Khusnul Fajriyah. M. Arief Budiman.


―Pembentukan Karakter Rasa Ingin Tahu Melalui Kegiatan Literasi‖.
Jurnal Ivecj Vol 2. No 2. 2019.

Noor, Rohinah M. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra Solusi Pendidikan Moral


yang Efektif. Sleman: Ar-Ruzz Media. 2011

Nurcahyati, Fitri. ―Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Perahu Kertas Karya


Dewi Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra dan Pembelajarannya Di SMP
Negeri 2 Bulu Kabupaten Sukohajo‖ skripsi yang diajukan pada
Universitas Muhamadiyah Surakarta. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2018.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press. cetakan
kesebelas. 2015.

Nurgiantoro, Burhan. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, cetakan keempat. 2016.
Nurliana, ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Pada Novel Perahu Kertas
Karya Dewi Lestari‖ skripsinya yang diajukan kepada Universitas Maritim
Raja Ali Haji. Tanjung Pinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji. 2013.
Purwanti, Dwi. ―Pendidikan Karakter Peduli Lingkungan Dan Implementasinya‖.
Dwijacendekia Jurnal Riset Pedagogik. Volume 1. Nomor 2. 2017.
Putri, Clarisa Septiani. Suci Sundusiah. dan Deka Dwi Agustiningsih.
―Representasi Tokoh Perempuan dalam Novel Rapijali 1: Mencari Karya
Dee Lestari‖. Jurnal Artikulasi. Volume 1. Nomor 2. Oktober 2021.
Rahman, Rifqi. ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Partikel
Karya Dewi Lestari‖, tesis yang diajukan kepada UIN Sunan Ampel
Surabaya: UIN Sunan Ampel. 2017.
Rahmanto, B. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2000.
Rohman, Saifur. Pengantar Metodologi Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media. 2012.
Santoso. Buku Ajar Metodologi Penelitian. Bogor: PT Penerbit IPB Press. 2012.

Santoso, Apriyanto Dwi. Prosa Fiksi. Yogyakarta: PT Penerbit Intan Perwira.


2019.
Saputri, Lintang Cahya. dan Yoyoh Nur Laeliyah. ―Nilai Pendidikan Karakter
Pada Novel Perahu Kertas Karya Dewi Lestari‖. Jurnal Klitika. volume 2
nomor 2 pada tahun 2020.

Sehandi, Yohanes. Mengenal 25 Teori Sastra. Yogyakarta: Penerbit Ombak.


2014.
Semi, Atar. Kritik Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa. 2021.
Setiawan, Didik Aris. ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Akar Karya Dewi
Lestari dalam Tinjuan Sosiologi Sastra‖ pada skripsinya yang diajukan
kepada Universitas Muhammadiyah Jember. Jember: Universitas
Muhammadiyah Jember. 2018Shintya, Marlina. dkk, ―Implementasi
Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas Bahasa Indonesia Kurikulum
2013‖. Jurnal Dialektika volume 8 nomor 1. 2021.
Sumaryanto. Karya Sastra Bentuk Prosa. Semarang: Penerbit Mutiara Aksara.
2019.
Susiati, dkk., ―Nilai Edukasi Pada Novel Partikel Karya Dewi Lestari‖. Buru:
Jurnal Uniqbu, Universitas Iqro Buru. 2020.
Tridonanto, Al. dan Beranda Agency. Mengembangkan Pola Asuh Demokratis.
Jakarta: PT Elex Media Komplitudo. 2014.
Ulya, Khairatul. dan Zikra Hayati, ―Perkembangan Rasa Ingin Tahu Mahasiswa
Melalui Pengintegritasan Nilai Islam dalam Pembelajaran Matematika‖.
Jurnal Didaktik Matematika. Vol. 7. No. 2. September 2020.
Utami, Larasati Diyah ―Tingkat Literasi Indonesia Di Dunia Rendah, Rangking 62
dari 70 Negara‖, https://perpustakaan.kemendagri.go.id/?p=4661 diakses
pada 28 Agustus pukul 21.09 WIB.
Ucu, Karta Raharja. https://www.republika.co.id/berita/qwp7ny282/game-online-
bikin-kecanduan-masa-depan-bangsa-terancam-part1. diunduh pada Sabtu,
18 Juni 2022. Pukul 06.11.
Warsiman, Membumikan Pembelajaran Sastra yang Humanis. Malang:
Universitas Brawijaya Press. 2016.

Wellek, Rene. Austin Warren. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia. cetakan


keenam. 2016.
Wicaksono, Andri. Pengkajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca.
2017.
Widayanti, Sri. Buku Ajar Kajian Prosa Fiksi. Baubau:LPPM Universitas
Muhammadiyah Buton Press. 2020.
Widyanuratikah, Inas dan Agus Yulianto. ―Inilah alasan Anak Putus Sekolah
Menurut KPAI‖ https://www.republika.co.id/berita/qpjcj4396/ini-alasan-
anak-putus-sekolah-menurut- kpai. Diakses pada 21 Juni 2021. Pukul
12.38 WIB.
Yanti, Irma. Suhardi. dan Ahada Wahyusari. ―Analisis Nilai Moral dalam Novel
Rapijali Mencari Karya Dee Lestari‖, Student Online Journal. Vol.3
Nomor 1. 2022.
Yaumi, Muhammad. Pendidikan Karkater: Landasan, Pilar & Implementasi.
Jakarta: Prenamedia Group. 2014.
Zafirah, Afifah. dkk. ―Penanaman Nilai-Nilai Karakter Terhadap Peserta Didik
Melalui Permainan Congkak Sebagai Media Pembelajaran‖. Jurnal
Pendidikan Karakter. Tahun VIII. Nomor 1. April 2018.
Zaroroh, Novi. ―Nilai-Nilai Edukasi dalam Novel Perahu Kertas Karya Dewi
Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra‖. diajukan sebagai skripsi pada
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2013.
Lampiran
Sinopsis Novel Rapijali karya Dee Lestari
Novel Rapijali diawali dengan kisah Ping atau Lovinka yang tinggal di
Batu Karas. Kesibukan Ping sebagai gadis desa yang hidup bersama dengan
kakeknya sebagai pemain band dan anak pantai. Ping yang merasakan indahnya
kehidupan sederhana bersama dengan Oding, sahabat Ping dan keluarganya
merasa kehidupan yang ada padanya sangat indah. Namun, semua hal yang Ping
anggap indah itu sirna tatkala Yuda Alexander, kakek Ping meninggal dunia.
Sebenarnya keanehan yang dialami Ping ketika mendekati kematian
kakeknya telah terasa, seperti saat kakeknya pergi ke Jakarta untuk menagih
utang, hotel Kinari yang telah dijual sebagian kepada keluarga Oding, dan lain
sebagainya. Namun, hal itu baru terlihat jelas saat kakeknya meninggal dunia.
Yuda Alexander membawa kehidupan baru untuk Ping, membawa Ping ke dalam
dunia baru yang amat asing.
Seusai kematian Yuda, Oding tetap rajin menemui Ping di rumahnya
untuk menemani gadis sebatang kara itu. namun, Ping selalu menolak dan minta
Oding untuk pulang. Beberapa hari kemudian, Ping dihubungi oleh Dahlia untuk
menemuinya disebuah tempat makan. Ping measa Dahlia dan dirinya sangat
berbeda jauh dengannya.
Pembicaraan Ping dan Dahlia membentuk kesepakatan, bahwa Ping akan
pindah dan bersekolah di Jakarta. Ping akan disekolahkan di sekolah elit oleh
calon gubernur Jakarta. Dan itu atas persetujuan almarhum kakeknya. Ping
teramat kaget dengan kenyataan seperti itu. Ping merasa bahwa selama kakeknya
pergi ke Jakarta benar untuk menagih utang seperti yang dikatakan padanya,
namun kenyataannya untuk mengurus kehidupan Ping seletah kakeknya
meninggal dunia.
Oding dan keluarganya mengetahui bahwa Ping akan pergi Ping ke
Jakarta, Oding teramat sedih dan meminta orang tuanya untuk menahan Ping agar
tetap tinggal di Batu Karas. Namun, orang tua Oding pun tidak dapat berbuat apa-
apa sebab itu wasiat dari kakek Ping, meskipun orang tua Oding amat menyayangi
Ping.
Kehidupan baru Ping dimulai ketika ia sampai di Jakarta. Ping tinggal di
rumah yang sangat mewah dan merasakan dunia baru. Ia kerap kali merasa
didiamkan oleh seluruh penghuni rumah terkecuali Guntur, calon gubernur
Jakarta. Dan Ping merasa sikap Guntur yang seperti itu menjadi asing dan aneh
diantara penghuni rumah yang lainnya.
Di sekolah Ping ditempatkan duduk bersama dengan Inggil, seorang anak
individual yang sangat cerdas. Mulanya Inggil merasa keberadaan Ping sangat
menggangunya, namun karena Ping berasal dari latar belakang yang sama dengan
Inggil, ia pun merasa Ping adalah temannya. Hingga mereka menjadi kawan
akrab.
Ping sangat menyukai musik, begitupun Inggil. Ketika di sekolah Ping
mengetahui ada perekrutan anggota band ia sangat bersemangat dan mengajak
Inggil untuk ikut. Namun, karena salah satu anggota band itu adda Buto, musuh
Inggil (karena kerap kali memanggil Inggil kartun). Inggil pun marah dan tidak
ingin mengikuti band sekolah.
Namun berkat klarifikasi dan permohonan maaf tulus dari Buto akhirnya
Inggil pun mengikuti band itu. Band mereka pun dinamakan RAPIJALI yang
merupakan akronim dari para personel band tersebut yaitu Rakai, Ping, Jemi,
Lodeh, Andre (Buto), dan Inggil. Band mereka pun mulai menapaki karirnya di
ajang pencarian band di televisi.
Permasalahan menjadi kompleks ketika Ardi, anak kandung Guntur
membuka jurnal-jurnal milik ibunya. Ardi mengetahui bahwa ia dan Ping ialah
saudara tiri. Ardi merasakan dunianya runtuh, sebab Sarnita, ibunya menuliskan
bahwa apakah mungkin selama ini ia dan Ardi hanyalah pelampiasan dari sosok
Kinari dan Ping?
RANCANGAN PELAKSAAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMP/MTs ….
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : VIII / Genap
Tahun Pelajaran : 2021/ 2022
Materi Pokok : Buku Fiksi dan Nonfiksi
Alokasi Waktu : 2 X 40 menit (2 pertemuan)

A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian

Kompetensi Dasar (KD) Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK)


3.17 Menggali dan menemukan informasi 3.17.1 Mampu memberikan informasi dari
dari buku fiksi dan non fiksi yang di baca. buku yang telah dibacanya.
3.17.2 Mampu mengklasifikasikan unsur-
unsur intrinsik pada buku fiksi dan mampu
menggarisbawahi hal penting dalam buku
nonfiksi.
3.17.3 Mampu menjelaskan kembali isi
buku yang telah dibacanya secara runtut.
4.17 Membuat peta konsep/garis alur dari 4.17.1 Mampu membuat dan memahami
buku fiksi dan nonfiksi yang dibuat. peta konsep dari buku yang telah dibacanya.
4.17.2 Mampu membuat uruatan alur
kejadian pada buku yang dibacanya.

B. Tujuan Pembelajaran
Melalui kegiatan pembelajaran dengan model discovery ini peserta didik
diharapakan dapat:
1. Menelaah dan memahami struktur kebahasaan buku fiksi dan nonfiksi.
2. Memahami isi dari buku fiksi dan nonfiksi yang telah dibaca.
3. Menyajikan peta konsep atau bagan dari buku fiksi dan nonfiksi.
C. Media dan Sumber Pembelajaran
1. Titik Harsiati, Agus Trianto, dan E. Kosasih. 2017. Bahasa Indonesia
untk kelas VII SMP/MTS. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
2. Dee Lestari. Rapijali 1 Mencari. 2021. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
3. Ms. Power Point
4. Google Classroom
5. Google Meet
6. WhatsApp

D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Langkah-langkah Pembelajaran Waktu

Kegiatan 1  Wali kelas mengingatkan seluruh siswa


Pembukaan perwaliannya untuk masuk ke tautan
Google Classroom.
 Guru membuka pembelajaran di Google
Classroom dengan salam, dan meminta
seluruh peserta didik untuk berdoa
terlebih dahulu.
 Guru mengabsen seluruh peserta didik. 10 menit
 Guru menyampaikan tujuan dan manfaat
dari pembelajaran.
 Guru menyampaikan motivasi kepada
peserta didik mengenai perinta membaca
seperti yang terdapat dalam Alquran
surah Al-Alaq ayat 1-5.
 Peserta didik bertanya mengenai materi
yang akan dipelajari
Kegiatan 2  Guru memperlihatkan novel Rapijali 1
Isi Mencari karya Dee Lestari kepada
seluruh siswa. Kemudian, guru mengajak 60 menit
siswa untuk berdiskusi mengenai isi
novel tersebut (setiap siswa diminta untuk
membaca novel Rapijali 1 Mencari karya
Dee Lestari seminggu sebelum
pembelajaran dimulai).
 Guru membagi pserta didik menjadi
beberapa kelompk yang beranggotakan 4-
5 orang setiap kelompoknya
 Kemudian guru mengajukan pertanyaan
mengenai unsur intriksik dan peta konsep
dalam novel tersebut.
 Peserta didik berdiskusi dengan teman
sekelompoknya mengenai unsur intrinsik
dan peta konsep tersebut, sembari
dibimbing oleh guru.
 Peserta didik mempresentasikan hasil
diskusinya di depan kelas, dan ditanggapi
oleh kelompok yang lainnya.
Kegiatan 3  Guru dan peserta didik menyimpulkan
Penutup hasil pembelajaran.
 Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara lisan mengani unsur intrinsik dan
peta konsep kepada peserta didik untuk 60 menit
mengevalusai hasil pembelajaran yang
telah dilakukannya.
 Guru dan peserta didik menutup
pembelajaran dengan doa.
 Guru melakukan penilaian.
E. Penilaian

No. Aspek Kriteria Penilaian Skor Skor


Penilaian Maksimal

1 Sikap Observasi saat pembelajaran 10-25 25


berlangsung mengenai tanggung jawab,
berprilaku jujur, rasa ingin tahu dan
komunikatif selama pembelajaran.

2 Pengetahuan Menjawab pertanyaan mengenai buku


fiksi/novel Rapijali 1: Mencari karya
Dee Lestari:

1. Apa yang dimaksud dengan


buku fiksi? 10
2. Apa perbedaan buku fiksi dan
15
buku nonfiksi? 45

3. Sebutkan dan jelaskan unsur


intrinsik yang terdapat di dalam
20
novel Rapijali :1 Mencari karya
Dee Lestari!

3 Keterampilan Produk hasil yaitu peta konsep novel 10-30 30


Rapijali 1: Mencari karya Dee Lestari

Total Skor 100

Jakarta, …… 2022

Mengetahui,

Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

……………. Rifda Nur Hamidah


Novel Rapijali 1: Mencari Karya Dee Lestari Sebagai Alternatif Bahan Ajar
dalam Bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS) Pada Materi Buku Fiksi dan Non Fiksi
Kelas VIII

BAB 8
KEMBANGKAN KEGEMARAN MEMBACA
(Subbab Buku Fiksi)

Kompentensi Inti:
K-1 : Menghargai dan menghayatiagama yang dianutnya
K-2 : Menghargai dan menghayati perilaku jujur
K-3 :Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan
rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian tampak mata.
K-4 : Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan
yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

Materi Pokok:
- Definisi buku fiksi
- Struktur cerita fiksi
- Amanat cerita fiksi

Uraian Materi
Pada penggolangannya buku dibagi menjadi dua jenis, yaitu buku fiksi dan
buku nonfiksi. Buku fiksi ialah buku yang isinya berupa rekaan dan khayalan,
sedangkan buku nonfiksi ialah buku yang isinya merupakan fakta yang berisi data
dan kebenarannya dapat dipertangungjawabkan keabsahannya. Bagaimana cara
membedakan kedua jenis buku tersebut? Mari kita bahas bersama di bawah ini.
A. Definis Buku Fiksi
Buku fiksi ialah buku yang isinya berupa rekaan atau khayalan
pengarangnya saja. Tujuan orang membaca buku fiksi ialah untuk hiburan,
mengisi watu luang, serta menambah wawasan sosial mengenai
kehidupan. Buku fiksi terbagi dalam beberapa jenis, diantaranya ialah
drama, puisi, dan narasi. Untuk pembelajaran di kelas 8 ini, akan
difokuskan pada buku fiksi bentuk narasi.
Buku berbentuk narasi ialah buku yang isinya berupa cerita. Jenis
buku fiksi yang ditulis dalam bentuk teks narasi ialah novel, komik, cerita
pendek (cerpen), dan cerita bersambung (cerbung).
B. Unsur Intrinsik dan Struktur Cerita Fiksi
Unsur intrinsik ialah unsur pembangun sebuah cerita. Unsur
intrinsik terbagi menjadi tujuh bagian, diantaranya: tema, alur,
tokoh/penokohan, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Berikut
penjelasan rincinya.
- Tema
Tema ialah gagasan pokok atau inti dari sebuah cerita.
- Alur
Alur ialah jalan cerita pada sebuah teks narasi. Alur dibagai menjadi
tiga, yaitu alur maju, mundur, dan maju-mundur (campuran).
- Tokoh/penokohan
Tokoh ialah orang yang memerankan cerita. Tokoh dibagi mejadi dua
jenis, yaitu tokoh antagonis dan tokoh protagonis. Tokoh antagonis
ialah tokoh yang menentang atau tokoh berperilaku jahat dalam sebuah
cerita. Sedangkan tokoh protagonist ialah tokoh yang berlaku sesuai
dengan keinginan pembaca atau biasa juga disebut sebagai tokoh baik.
- Latar
Latar ialah ruang dan waktu terjadinya sebuah cerita. Latar dibagi
menjadi tiga yaitu latar waktu, latar tempat, dan latar suasana. Latar
waktu menunjukan waktu terjadinya cerita, biasanya disebutkan
waktunya pagi, siang, sore, malam, atau langsung dituliskan pukul
berapanya. Latar tempat ialah tempat terjadinya sebuah cerita, dapat
dituliskan Bogor, sungai, dan lain sebagainya. Sedangkan latar suasana
ialah suasana yang tercipta dari peristiwa berlangsungnya sebuah
cerita. Misalnya suasana sedih, senang, haru, pilu, iba, dan lain
sebagainya.
- Sudut pandang
Sudut pandang ialah posisi pengarang dalam memposisikan dirinya
dalam cerita. Sudut pandang dibedakan menjadi dua, yakni sudut
pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut
pandang orang pertama ialah penulis yang memposisikan dirinya
sebagai pencerita atau tokoh dalam cerita ini. sudut pandang orang
pertama ditandai dengan narasi yang menggunakan kata aku ataupun
saya. Sedangkan sudut pandang orang ketiga ialah penulis yang
memposisikan dirinya sebagai pembawa cerita saja, maka kata yang
digunakan dalam narasinya pun ia, dia, ataupun nama tokoh secara
langsung.
- Gaya bahasa
Gaya bahasa ialah gaya atau cara penulis membahasan sebuah cerita.
- Amanat
Amanat ialah pesan yang ingin disampaikan oleh penulis kepada
pembaca.

Kegiatan 1

Tentukanlah unsur intrinsik pada cerita di bawah ini!


Rapijali 1: Mencari
Ping merasa dunianya runtuh, Aki Yuda telah meninggal dunia. Hari itu,
seluruh teman-teman, guru, dan tetangga Ping datang ke rumahnya dengan
sangat manis. Mimik wajah mereka menunjukan bela sungkawa yang
menalam, Ping si gadis yang menjadi sebatang kara beberapa saat yang
lalu. Bukannya merasa ditemani, Ping malah merasa itu semua seolah
buatan. Teman-temannya seakan kompak sebelum masuk ke rumah Ping,
untuk memasang mimik penuh duka dan bersahabat meskipun dalam
kehidupan Ping yang sebenarnya, mereka semua tidaklah dekat dengan
Ping.
Hari itu, terasa sangat ganjil. Ping menganggap tubuh yang terbujur kaku
di depannya bukanlah kakeknya. Ping tidak pernah tahu, ia akan menjadi
sebatang kara secepat ini. Malam harinya, Oding datang ke rumah Ping
untuk menemaninya, ia ketuk pintu rumah Ping. Namun, Ping tak
membukananya hal tersebut terus berulang hingga berhari-hari.
Meskipun Oding teman terbaik yang dimiliki oleh Ping, namun saat
kehilangan Ping membutuhkan waktu untuk sendiri. Selang beberapa hari,
Ping ditelpon oleh seorang perempuan yang mengajaknya untuk bertemu
disebuah tempat makan. Ping berangkat menemuinya dengan pakaian
bututnya, ia mengenakan celaba pendek, kaus oblong dan sandal jepit
kebesaran, yang sepertinya milik mendiang kakeknya.
Perempuan itu ternyata Dahlia Gunadi salah seorang pegawai Guntur
Putra Sasmita, calon gubernur Jakarta. Ia menceritakan banyak hal kepada
Ping, dari banyak hal itu Ping baru mengetahui beberapa hal diantaranya ia
merupakan anak asuh Guntur sedari SMP dan kini ia akan diajak untuk
tinggal bersama dengannya di Jakarta. Ping menyetujui hal itu, meski pun
ia kesal kepada kakeknya yang merancang hidupnya setidak menyenangkan
itu.
C. Menyajikan Peta Konsep Buku Fiksi
Untuk menyajikan sebuah peta konsep dari buku fiksi dapat
dilakukan dengan cara seperti pada bagan di bawah ini.
Apresiasi
Sastra

Pendahuluan

Pengertian Manfaat Jenis-jenis


Sastra Karya Sastra Karya Sastra
Atau untuk lebih memudahkannya dapat buat seperti ini:
1. Pengenalan cerita
2. Pengenalan peristiwa
3. Terjadinya konflik
4. Penyelesaian konflik
5. Penutup cerita

Ayo Berkolaborasi

Buatlah kelompok bersama dengan temanmu, kemudian carilah sebuah


novel yang terdapat di perpustakaan sekolahmu. Jika sudah menemukan novelnya,
buatlah peta konsepnya, kemudian persentasikan di depan kelasmu!

Uji Kompetensi

A. Berilah tanda silang (X) pada salah satu huruf a, b,c, atau d pada
jawaban yang anda anggap benar!
Bacalah teks di bawah ini!
Yuda memang tak memiliki bahan basa-basi apa pun buat manusia satu itu.
Langsung dan lugas, Yuda menyampaikan alasan kedatangannya. Saat ia
berbicara, hampir selalu matany minggat ke arah lain. Muka Guntur mengundang
terlalu banyak kesakitan. Kemarahan. (Rapijali 1: Mencari, h.4)

1. Dari teks di atas, latar yang tergambarkan ialah latar...


a. Tempat
b. Suasana
c. Waktu
d. Kegiatan

Bacalah teks di bawah ini!


Sebagai orang yang paling sering berinteraksi denga D'Brehoh, Ping sudah kebal
dengan gurauan khas Toto da kawan-kawannya. Sembilan puluh sembilan persen
omongan mereka hanya menumpang lewat dari kuping kanan ke kupin kiri tanpa
menetap di hati. (Rapijali 1: Mencari, h.19)

2. Kata mereka pada teks di atas merujuk pada...


a. Ping
b. Toto
c. Anggota D'Brehoh
d. Rapijli

Bacalah teks di bawah ini untuk menjawab soal nomor 3-6!


Ping merasa seseorang bergerak mendekat, berangsur menghalangi cahaya. Ia
mendongak. Laki-laki berbadan tinggi dan lebar berdiri bagai menara di dekat
meja mereka. Wajahnya memunggungi cahaya hingga tak terlampau kentara.
Ketika ia mendekat, barulah Ping lebih jelas melihat sosoknya. Laki-laki itu
bermata sipit, beralis tebal, berbibir tebal, dan rambutnya diruncingkan ke atas
memakai pengeras rambut. Ia menyeringai dan berderetlah gigi besar dan rapi
seperti model iklan pasta gigi.
"Nama dia siapa?" tanya laki-laki itu kepada Ping sambil menunjuk Inggil.
Suaranya menggelegar.
"Inggil...."
"Salah!" (Rapijali 1: Mencari, h.111)

3. Siapakah tokoh dari teks di atas...


a. Laki-laki berbadan tinggi
b. Inggil
c. Ping
d. Inggil, Ping, dan laki-laki berbadan tinggi

4. Dari teks di atas tokoh siapakan yang digambar secera jelas...


a. Laki-laki berbadan tinggi
b. Inggil
c. Ping
d. Inggil, Ping, dan laki-laki berbadan tinggi

5. Bagaimakah latar suasana yang tergambarkan dalam teks di atas...


a. Senang
b. Riang
c. Menegangkan
d. Damai

6. Di bawah ini ciri fisik dari laki-laki berbadan tinggi, kecuali..


a. Bermata sipit
b. Berbadan tinggi
c. Beralis tebal
d. Berbibir tipis
Bacalah teks di bawah ini untuk menjawab soal nomor 7-11!
"Kantin, yuk?" Inggil muncul di balik pintu lokernya. "Ayo. Tapi... kupon
kamu yang kemarin boleh saya ganti besok saja, nggak?"
"Oalah. Kamu belum langganan katering juga? Belum dikasih sama a
bapak kos? Belum dibelikan kupon?" "Dikasih duit, sih, tapi-"
Lawan bicaranya tiba-tiba tersentak seperti melihat hantu, kemudian
mengeloyor begitu saja tanpa menunggu Ping selesai berbicara. Ping berputar,
ikut kaget menemukan Ardi berdiri di belakangnya.
"Nih." Ardi menyerahkan segepok kupon. Merah, biru, oranye. "Nasi goreng di
kantin enak."
"Makasih," ucap Ping, kaku. (Rapijali 1: Mencari, h.135)

7. Latar tempat pada teks di atas ialah


a. Di rumah
b. Di pasar
c. Di indekos
d. Di sekolah
8. Latar waktu yang tergambar pada teks di atas ialah...
a. Pagi hari
b. Siang hari
c. Sore hari
d. Malam hari

9. Sikap seperti apakah yang dapat kita tiru dari tokoh Ardi...
a. Membantu teman yang tidak memiliki uang
b. Menanyakannya teman memiliki bekal atau tidak
c. Menemani teman yang sedang berduka
d. Mengajak teman makan bersama di kantin

10. Sikap seperti apakah yang dapat kita tiru dari tokoh Inggil...
a. Memberikan makanan pada teman
b. Memaksa teman makan di kantin
c. Memberikan tiket jalan-jalan pada teman
d. Menasehati teman agar rajin belajar

11. Sikap seperti apakah yang perlu kita titu ari tokoh Ping...
a. Memberikan makanan pada teman
b. Membantu teman yang tidak memiliki uang
c. Mengajak teman makan bersama di kantin
d. Berterus terang pada teman

Bacalah teks di bawah ini untuk menjawab soal nomor 12-15!


Pintu tinggi dari kayu jati tua itu membuka. Sepasang staf restoran dalam baju
tradisional membungkuk seraya menyilakan mereka masuk dengan ramah.
Embusan angin wangi yang berasal dari karangan sedap malam menerpa wajah
Ardi. Suasana elegan Restoran Tanah Air mendorongnya melirik ke samping.
Ping berjalan setengah langkah di belakangnya memakai kaus kebesaran, jins
kependekan, dan sepatu sama yang dipakai ke sekolah. Seolah acara makan
malam yang merupakan paksaan ayahnya masih kurang menyiksa, Ping
menyempurnakannya dengan berpenampilan macam gembel tersasar ke restoran
bintang lima. (Rapijali 1: Mencari, h.297-298)
12. Latar tempat yang digambarkan pada teks di atas ialah...
a. Restoran
b. Rumah keluarga Ardi
c. Rumah
d. Kegiatan

13. Latar waktu pada penggalangan teks di atas ialah...


a. Pagi
b. Siang
c. Sore
d. Malam

14. Tokoh pada penggalangan teks di atas berjumlah...


a. Satu
b. Dua
c. Tiga
d. Empat

15. Pada penggalangan teks di atas, siapakah yang berpenampilan seperti


gembel…
a. Ping
b. Ingil
c. Ayah Ping dan Ardi
d. Ardi
Kunci Jawaban
1. B
2. C
3. D
4. A
5. C
6. B
7. D
8. B
9. A
10. A
11. D
12. A
13. D
14. C
15. A
Daftar Uji Referensi
Nama : Rifda Nur Hamidah
NIM : 11170130000044
Jurusan/Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Nilai Pendidikan Karakter pada Novel Rapijali 1: Mencari
Karya Dee Lestari
Dosen Pembimbing : Ahmad Bahtiar, M.Hum
No Identitas Buku Halaman Halaman Paraf
Kutipan Skripsi Pembimbing
1 Alfin, Jauharoti. Apresiasi Sastra 128, 132, 9, 14
Indonesia. Surabaya: UIN SA 131,
Press. 2014.

2 Al-Ma‘ruf, Ali Imron. Farida 93, 97 12, 14,


Nugrahani. Pengkajian Sastra
Teori dan Aplikasi. Surakarta: CV.
Djiwa Amartha Press. 2017.
3 Arif, Muhamad. Jesica Dwi 290 28, 29
Rahmayanti. Fitri Diah
Rahmawati. ―Penanaman Karakter
Peduli Sosial Pada Siswa Sekolah
Dasar‖. Qalamuna-Jurnal
Pendidikan, Sosial, dan Agama,
Vol.13 No.2. 2021.
4 BTS Indonesia Army. BTS Diary. 1 73
Depok: Hiraku Publishing. 2018.
5 Chastanti, Ika. Maharani Gultom. 179 26
Novi Fitriandika Sari. ―Analisis
Penggunaan Internet Terhadap
Karakter Bersahabat/Komunikatif
Pada Pembelajaran Biologi‖.
Jurnal Pelita Pendidikan. Volume
7 Nomor 4. 2019.
6 Dari , Retno Wulan. Maulidinah. 26 25
―The Implementation of the
Character Appreciates the
Achievement of Students in
Physics Learning‖. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Fisika-Compton.
Volume 6. Nomor 1 Juni 2019.
7 Darmawati, Uti. Ensiklopedia 6 9
Bahasa dan Sastra Indoneisa:
Apresiasi Prosa. Jakarta: PT Intan
Pariwara. 2018.
8 Daryanto dan Suryatri Darmaitun. 47 18
Implementasi Pendidikan Karakter
di Sekolah. Yogyakarta: 2013.

9 Ensiklopedia Kemendikbud. 36, 37


http://ensiklopedia.kemdikbud.go.i
d/sastra/artikel/Dewi_Lestari,
diakses pada 30 Juni 2021 pukul
10.00 WIB
10 Erowati, Rosida dan Ahmad 147 39
Bahtiar Sejarah Sastra Indonesia.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.
11 Erviana, Vera Yuli. ―Penanganan 3 26
Dekadensi Moral melalui
Penerapan Karkater Cinta Damai
dan Nasionalisme‖. Jurnal
Penelitian dan Ilmu Pendidikan.
Volume 14. Nomor 1. 2021.

12 Escarpit, Robert. Sosiologi Sastra. 14 16


Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
Edisis kedua 2005.

13 Gunawan, Heri. Pendidikan 1, 23 16, 17


Karakter Konsep dan
Implementasi. Bandung: CV
Alfabet. 2012.
14 Hendrastomo, Grendi. 10 24
"Nasionalisme vs Globalisasi
‗Hilangnya‘ Semangat
Kebangsaan dalam Peradaban
Modern". Jurnal Dimensia.
Volume I. No. 1. Maret 2007.
15 Hidayah, Rizky Fitri. ―Nilai 71 23, 30
Perjuangan Dalam Rapijali 1:
Mencari Karya Dee Lestari‖,
skripsi yang diajukana pada
Universita Muhammadiyah
Jember, Jember: Universitas
Muhammadiyah Jember. 2021.
16 Kemendikbud, ―Penguatan 1 18
Pendidikan Karakter Jadi Pintu
Masuk Pembenahan Pendidikan
Nasional‖.https://www.kemdikbud
.go.id/main/blog/2017/07/pe
nguatanpendidikan-
karakter-jadi-pintu-masuk-
pembenahan-pendidikan-nasional,
diunduh pada 7 Januari 2022.
Pukul 21.02 WIB.
17 Kurniawan, Syamsul. Pendidikan 32 17
Karkater: Konsep & Implementasi
secara Terpadu di Lingkungan
Keluarga, Sekolah, Perguruan
Tinggi, dan Masyarakat.
Yogyakarta: Ar-Ruzz. Cetakan
kedua 2016.
18 Lestari, Dee. 36, 37
https://deelestari.com/biografi/
diakses pada 30 Juni 2021 pukul
12.32 WIB
19 Lestari, Dee. Rapijali 1: Mencari. 229,281, 41, 42, 43,
Yogyakarta: Bentang Pustaka. 236, 43, 52, 44, 45, 46,
2021. 5, 9, 54, 296, 47,48, 49,
12,13, 16, 50, 51, 52,
31, 32, 35, 53, 54,55,
70,61, 72, 1- 56, 57,58,
2, 103, 107, 59, 60, 61,
111, 140, 62, 63, 64,
142, 145, 65, 66, 67,
111-112, 68, 69, 70,
159, 114, 71, 72, 73,
258, 259, 74, 75, 76,
205, 207, 77, 78, 79,
193, 26-27, 80, 81, 82,
27, 7, 62, 11, 83, 84, 85,
38, 11, 15, 86, 87, 88,
30, 14-15, 89, 90, 91,
56, 88, 73, 92, 93, 94
74, 85, 102,
54, 59, 122-
123, 10,
14,15, 13,
24, 42, 43,
81, 88-89,
96, 97, 99,
121, 144,
273-274,
185, 315,
265, 240,
318, 117,
134, 1, 7, 17,
128, 169,
127, 107,
234, 232,
266-267,
247-248, 31,
188, 228,
342, 38, 110,
126, 149,
153, 204,
210, 272,
296,
283,286-287,
336, 36,99,
62, 109,
121, 249
20 Lickona, Thomas. terjemahan 16-20 18
Character Matters (Persoalan
Karkater) Bagimana Membantu
Anak Mengembangkan Penilaian
Yang Baik, Integritas, dan
Kebajikan Penting Lainnya.
Jakarta: Bumi Aksara. 2012.
21 Luxemburg, Jan Van. Miekel Ball, 149 11
dan Williem G. Weststeijn.
Pengantar Ilmu Sastra, Terj.
dari Inleiding in de
Literatuurwetenschap oleh Dick
Hartoko. Jakarta: PT Gramedia.
cetakan ketiga 1989.
22 Mashabi, Sania. ―KPAI: Angka 1 1
Putus Sekolah pada Masa Pandemi
Covid-19 Cukup
Tinggi‖, https://nasional.kompas.c
om/read/2021/03/06/12561341/kpa
i-angka-putus-sekolah-pada-masa-
pandemi-covid-19-cukup-tinggi
diakses pada 21 Juni 2021, pukul
13.01 WIB.
23 Musbikin, Imam. Pendidikan 3-4, 15-16 19, 20
Karakter Jujur. Tanpa Kota: Nusa
Media. 2021.
24 Musbikin, Imam. Penguatan 18 22
Karakter Kerja Keras, Demokrasi,
dan Kreatif. Tanpa Kota: Nusa
Media. 2021

25 Musbikin, Imam. Pendidikan 3,4 20


Karakter Toleransi. Tanpa Kota:
Nusa Media. 2021.

26 Musbikin, Imam. Pendidikan 4, 1,7 20, 21


Karakter Disiplin. Tanpa Kota:
Nusa Media. 2021.

27 Naim, Ngainun. Character 151, 153, 21, 22, 85


Building: Optimalisasi Peran 161, 178
Pendidikan dalam Pengembangan
Ilmu & Pembentukan Karakter
Bangsa. Yogyakarta: Ar- Ruzz
Media. 2012.
28 Narwanti, Sri. Pendidikan 14, 29, 30 17, 19, 20,
Karakter: Pengintegrasian 18 21, 23, 24,
Nilai Pembentuk Karakter dalam 25, 26
Mata Pelajara. Yogyakarta:
Familia. 2014.

29 Ningrum, Carolina Hidayah Citra. 71 23


Khusnul Fajriyah. M. Arief
Budiman. ―Pembentukan Karakter
Rasa Ingin Tahu Melalui Kegiatan
Literasi‖. Jurnal Ivecj Vol 2. No
2. 2019.
30 Noor, Rohinah M. Pendidikan 78, 82-83 27, 28
Karakter Berbasis Sastra Solusi
Pendidikan Moral yang Efektif.
Sleman: Ar-Ruzz Media. 2011.

31 Nurgiyantoro, Burhan. Teori 133, 114, 10, 12,13


Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: 303-304,
UGM Press. cetakan kesebelas 338,
2015.

32 Nurgiantoro, Burhan. Sastra Anak 251, 254, 12, 13


Pengantar Pemahaman Dunia 270
Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. cetakan keempat.
2016.

33 Purwanti, Dwi. ―Pendidikan 16 28


Karakter Peduli Lingkungan Dan
Implementasinya‖. Dwijacendekia
Jurnal Riset Pedagogik. Volume 1.
Nomor 2. 2017.

34 Ratna, Nyoman Kutha. Paradigma 4, 8, 11, 9 15, 16


Sosiologi Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Cetakan kedua
2009.

35 Santoso, Buku Ajar Metodologi 9 7


Penelitian. Bogor: PT Penerbit
IPB Press. 2012.
36 Santoso, Apriyanto Dwi. Prosa 16 9
Fiksi. Yogyakarta: PT Penerbit
Intan Perwira. 2019.

37 Sehandi, Yohanes. Mengenal 25 51 12


Teori Sastra. Yogyakarta: Penerbit
Ombak. 2014.

38 Shintya, Marlina. dkk, 16 18


―Implementasi Penguatan
Pendidikan Karakter Berbasis
Kelas Bahasa Indonesia
Kurikulum 2013‖. Jurnal
Dialektika volume 8 nomor 1.
2021.
39 Soyomukti, Nurani. Pengantar 29, 44, 30 14
Sosiologi Dasar Analisis, Teori &
Pendekatan Menuju Analisis
Masalah-Masalah Sosial,
Perubahan Sosial, & Kajian-
Kajian Stategis. Sleman: Ar-Ruzz
Media. cetakan kedua 2014.

40 Sumaryanto. Karya Sastra Bentuk 6 11


Prosa. Semarang:Penerbit Mutiara
Aksara. 2019.

41 Sutejo dan Kasnadi, Sosiologi 1, 2 15


Sastra Menguak Dimensionalitas
Sosial dalam Sastra. Bantul:
Terakata. 2016.
42 Tridonanto, Al. dan Beranda 40 23
Agency. Mengembangkan Pola
Asuh Demokratis. Jakarta: PT Elex
Media Komplitudo. 2014.
43 Ulya, Khairatul. Zikra Hayati. 172 23
―Perkembangan Rasa Ingin Tahu
Mahasiswa Melalui
Pengintegritasan Nilai Islam dalam
Pembelajaran Matematika‖. Jurnal
Didaktik Matematika. Vol. 7, No.
2, September 2020.
44 Utami, Larasati Diyah. ―Tingkat 1 27
Literasi Indonesia Di Dunia
Rendah, Rangking 62 dari 70
Negara‖,https://perpustakaan.keme
ndagri.go.id/?p=4661 diakses pada
28 Agustus pukul 21.09 WIB.
45 Wellek, Rene dan Austin Warren. 260 9
Teori Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia. Cetakan keenam 2016.

46 Wicaksono, Ardi. Pengkajian 320, 321, 16,17


Prosa Fiksi. Yogyakarta: Penerbit 326
Garudhawaca. 2014.

47 Widyanuratikah, Inas dan Agus 1 1


Yulianto. ―Inilah alasan Anak
Putus Sekolah Menurut KPAI‖
https://www.republika.co.id/berita/
qpjcj4396/ini-alasan- anak-putus-
sekolah-menurut-kpai,diakses pada
21 Juni 2021, pukul 12.38 WIB.
48 Widayanti, Sri. Buku Ajar Kajian 56, 58, 60, 12, 13
Prosa Fiksi. Baubau :LPPM
Universitas Muhammadiyah
Buton Press. 2020.
49 Yaumi, Muhammad. Pendidikan 73, 74-75 29
Karkater: Landasan, Pilar &
Implementasi, Jakarta: Prenamedia
Group. 2014.

50 Zafirah, Afifah. dkk. ―Penanaman 102 17


Nilai-Nilai Karakter Terhadap
Peserta Didik Melalui Permainan
Congkak Sebagai Media
Pembelajaran‖. Jurnal Pendidikan
Karakter. Tahun VIII. Nomor 1.
April 2018.

Jakarta, 19 Mei 2022


Dosen Pembimbing

Ahmad Bahtiar, M.Hum


NIP. 197601182005121002
TENTANG PENULIS

Rifda Nur Hamidah, lahir pada tanggal 13 Februari 1999


di Bogor, Jawa Barat. Terlahir sebagai putri bungsu dari
pasangan Bapak Odih dan Ibu Acih. Penulis yang tumbuh
di kota kelahirannya ini, mulai mengenyam pendidikan di
SD Negeri 02 Sukaharja (2005-2011), SMP Negeri 1
Tamansari (2011-2014), dan SMA Negeri 1 Tamansari
(2014-2017). Menyukai dunia tulis-menulis dan
petualangan dari sejak usia dini, mendorong penulis untuk melanjutkan
pendidikannya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan mengambil jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Selain mengenyam pendidikan di UIN Syraif Hidayatullah Jakarta, penulis
pun turut aktif dalam komunitas kepenulisan seperti Kelas Menulis Online (KMO)
dan Sobat Kopi_213, sehingga tidak asing jika beberapa tulisannya telah
diterbitkan oleh media online maupun offline.

Anda mungkin juga menyukai