Anda di halaman 1dari 15

GINEKOLOGI

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

NAMA : MEGA SILVIYAH NINGSIH


KELAS : D4 EKSTENSI

DOSEN PENGAMPU : Dr. RIZAL, S.POG

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKUILTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di Indonesia pada umumnya kelainan kongenital merupakan kelainan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati
atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini
seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang
dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital besar, umumnya akan
dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk
masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-
kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Di Indonesia juga pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk
menegakkan diagnosis kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya
diagnosis pre/ante-natal kelainan kongenital dengan beberapa cara pemeriksaan
tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi pemeriksaan air ketuban dan darah
janin.
Angka kejadian yang sering terjadi biasanya berupa satu jenis kelainan saja
atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara bersamaan sebagai
kelainan kongenital multipel. Angka kejadian kelainan kongenital yang besar berkisar
15 per 1000 kelahiran, angka kejadian ini akan menjadi 4-5% bila bayi diikuti terus
sampai berumur 1 tahun. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (1975-1979)
secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi
diantara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,61 per 1000 kelahiran hidup,
sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%)
diantara 14.504 kelahiran bayi, dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada (1974-
1979) sebesar 1,64% dari 4.625 kelahiran bayi. Angka kejadian dan jenis kelainan
kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat
tergantung pada cara perhitungan besar kecilnya kelainan kongenital.

1
1.2. Rumusan Masalah
Apa sajakah kelainan-kelainan kongenital pada sistem genitalia dan traktus
urinarius?

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami kelainan-kelainan kongenital pada genitalia
dan traktus urinarius, serta akibat yang terjadi akibat kelainan-kelainan tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Genitalia dan Sistem Traktus Urinarius


Secara fungsional sistem urigenital dibagi menjadi 2 bagian yang meliputi
sistem urinarius dan sistem genital. Secara embriologis keduanya berasal dari
struktur mesodermal yang terletak di dinding posterior rongga abdomen.
Dalam pertumbuhannya mempunyai hubungan yang dekat sehingga dapat
terjadi kelainan dalam pertumbuhannya yang dapat mengenai kedua sistem
tersebut. Termaksud dalam hal ini kloaka persistem apabila tidak terbentuk
septum urorektale. Ekstrofi kandung kencing dengan vagina terdorong ke depan
di daerah suprapubik dan klitoris terbagi dua karena dinding perut bagian bawah
tidak terbentuk.

2.2 Kelainan pada Sistem Genitalia dan Sistem Traktus Urinarius


A. Ekstrofi Kandung Kemih
Ekstrofi Kandung Kemih adalah kelainan kongenital di mana kandung
kemih pada bayi baru lahir terletak di luar tubuh. Penyebab pastinya belum
diketahui tapi sering dihubungkan dengan perkembangan abnormal kulit, otot,
dan tulang panggul yang menyatukan bagian bawah tubuh. Ekstrofi kandung
kemih adalah salah satu tipe kelainan bawaan dari sistem genitourinaria, ditandai
terbukanya kandung kemih pada dinding bawah abdomen. Kondisi ini jarang
ditemukan, dan sering terjadi pada bayi laki-laki. Ratio kejadian antara anak laki-
Iaki dan perempuan 2 : l.
Defek ekstrofi kandung kemih menyebabkan berbagai risiko gangguan
berkemih saat preoperatif maupun paska operatif. Selain problem saluran
kencing seperti infeksi, pemakaian kateter intermiten, risiko refluk vesiko-ureter,
juga terdapat masalah abnormalitas penampilan genitalia eksternal maupun
internal yaitu mikropenis, dan masalah testis yang tidak turun dalam kantung
skrotum atau Cryptorchidism. Seringkali, bayi dengan kondisi seperti ini dapat
dideteksi melalui sonogram sebelum kelahiran karena tidak dapat menemukan
urin yang mengisi kandung kemih. Penanganan khusus biasanya telah
direncanakan sebelum kelahiran, untuk melakukan koreksi pembedahan segera
setelah bayi dilahirkan.

3
Kasus adalah bayi laki-Iaki umur 4 bulan yang dirawat untuk menjalani
operasi korektif penutupan celah kandung kemih, pemotongan penis aksesoris,
dan penutupan celah skrotum. Paska operasi masih menghadapi berbagai
masalah yaitu testis tidak turun, testis kiri belum ditemukan, mikropenis, faktor
risiko ISK dan risiko gangguan fungsi berkemih paska operasi.

B. Malformasi Anorektal (MAR)


1. Definisi
Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital
yang terdiri dari anus imperforata dan kloaka persisten. Anus imperforata
merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus
urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Istilah Malforasi
Anorektum merujuk pada suatu spektrum cacat. Perhatian utama ditujukan pada
pengendalian usus selanjutnya, fungsi seksual dan saluran kencing. Malformasi
anorektal merupakan kerusakan berspektrum luas pada perkembangan bagian
terbawah dari saluran intestinal dan urogenital. Malformasi anorektal (anus
imperforata) adalah malformasi kongenital di mana rectum tidak mempunyai
lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum
pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal
rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina.
Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena
mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini
menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada
kompleksitas sebenarnya dari malformasi. Ketika malformasi terjadi, otot dan
saraf yang berhubungan dengan anus juga sering mengalami malformasi dalam
derajat yang sama. Tulang belakang dan saluran urogenital juga dapat terlibat.
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih
sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi
anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen
dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ
lainnya. Defek urologi adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan
malformasi anorektal, diikuti defek pada vertebra, ekstrimitas dan sistem
kardiovaskular. Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal
sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan

4
yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin
untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih
baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal
dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam memanajemen,
akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.
Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata
dengan fistula rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula
rektovesika atau bladder neck. Pada wanita, yang tersering adalah defek
rektovestibuler, kemudian fistula kutaneusperineal. Yang ketiga yang tersering
adalah persisten kloaka. Lesi ini adalah malformasi yang berspektrum luas
dimana rektum, vagina, dan traktus urinarius bertemu dan bersatu membentuk
satu saluran. Pada pemeriksaan fisik, dapat dilihat satu lubang saja pada
perineum. Dan terletak dimana uretra biasanya ada. Pada keaadaan ini, genital
eksternanya hipoplastik.
Beberapa kelainan yang memerlukan pembedahan kolostomi adalah :
1. Fistula Rektovesika
Pada penderita Fistula Rektovesika, rektum berhubungan dengan saluran
kencing pada setinggi leher vesika urinaria. Mekanisme sfingter sering
berkembang sangat jelek. Sakrum sering tidak terbentuk atau sering kali tidak
ada. Perineum tampak datar. Cacat ini mewakili 10% dari seluruh penderita laki-
laki dengan cacat ini. Prognosis fungsi ususnya biasanya jelek. Kolostomi
diharuskan selama masa neonatus yang disertai dengan operasi perbaikan
korektif.
2. Fistula Rektouretra
Pada kasus Fistula Rektouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah
uretra atau bagian atas uretra. Mereka yang mempunyai Fistula Rektoprostatik
mengalami perkembangan sakrum yang jelek dan sering perineumnya datar.
Penderita ini mengalami kolostomi protektif selama masa neonatus. Fistula
Rektouretra merupakan cacat anorektum yang paling sering pada penderita laki-
laki.
3. Atresia Rektum
Atresia Rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomali
anorektum. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai
kanal anus dan anus yang normal.
4. Fistula Vestibular

5
Fistula Vestibular adalah cacat yang paling sering ditemukan pada
perempuan. Kolostomi proteksi diperlukan sebelum dilakukan operasi koreksi,
walaupun kolostomi ini tidak perlu dilakukan sebagai suatu tindakan darurat
karena fistulanya sering cukup kompeten untuk dekompresi saluran cerna.
5. Kloaka Persisten
Pada kasus Kloaka Persisten, rektum, vagina, dan saluran kencing bertemu
dan menyatu dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang
yang terletak sedikit di belakang klitoris. Kolostomi pengalihan terindikasi pada
saat lahir, lagipula penderita yang menderita kloaka mengalami keadaan darurat
urologi, karena sekitar 90% diserai dengan cacat urologi. Sebelum kolostomi,
diagnosis urologi harus ditegakkan untuk mengosongkan saluran kencing, jika
perlu pada saat yang bersamaan dilakukan kolostomi.

2. Klasifikasi:
a. Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain:
1. Pada Laki-Laki
a) Fistula perineum (kutaneus)
Adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita
mempunyai lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari titik
pusat, sfingter eksterna didekat skrotum pada pria / vulva pada perempuan.
b) Fistula rektrovesika
Pada penderita dengan fistula rektrovesika, rektum berhubungan
dengan saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria.
c) Fistula rektrouretra
Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian
bawah uretra (uretra bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat).
d) Anus imperforate tanpa vistula
Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin
Rectum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas
kulit perineum
e) Atresium rektum
Adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomaly anorektum
Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis kelamin.

6
Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal
anul & anus yang normal. Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit.
2. Pada Perempuan
a) Kloaka persisten
Pada kasus kloaka persisten ini , rectum, vagina dan saluran kencing
bertemu dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang
terletak sedikit di belakang klitoris.

b) Fistula vestibular
Adalah cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum bermuara
ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit diluar salaput dara.

b. Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum


dengan otot puborektal :
1) Kelainan letak rendah (low anomalies)
Pada letak ini rektum menyambung pada otot puborektal,spinter interna
dan eksterna fungsi berkembang normal, tidak ada hubungan dengan traktus
genitourinaria.
2) Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies)
Rektum terletak dibawah otot puborektal, terdapat cekungan anus, dan
posisi spinter eksterna normal.
3) Kelainan letak tinggi (high anomalies)
Akhir rektum terletak diatas otot puborektal, tidak terdapat spinter interna
dan terdapat hubungan dengan genitourinaria pada laki-laki fistula
rektouretra, pada perempuan rektovaginal.

3. Manifestasi Klinis
Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Perut kembung, sedang muntah timbul kemudian.
2) Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja.
3) Kejang usus.
4) bising usus meningkat.
5) Distensi abdomen.
6) Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak fistel).

7
7) Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.

4. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Tidak ada faktor resiko jelas yang
mempengaruhi seorang anak dengan anus imperforata. Tetapi, hubungan genetik
terkadang ada. Paling banyak kasus anus imperforata jarang tanpa adanya riwayat
keluarga, tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan malformasi.

5. Patofisiologi
Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus berkembang dari
bagian dorsal usus atau ruang cloaca ketika mesenchym bertumbuh ke dalam
membentuk septum anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum dan
canalis anus secara dorsal dari vesica urinaria dan uretra. Ductus cloaca adalah
penghubung kecil antara 2 usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis menutup
ductus ini selama 7 minggu kehamilan.
Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar;
membran analis dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan
tuberculum analis dan invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang
mengarah ke rectum tetapi terpisah oleh membran anal. Membran pemisah ini akan
terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.
Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam
menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforate, atau
agenesis anus dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara tractus
urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula rectourethralis atau
rectovestibularis.

6. Komplikasi.
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3. Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
4. Komplikasi jangka panjang :
a) Eversi mukosa anal
b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)

8
d) Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training
e) Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
f) Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan
persisten)
g) Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi )

7. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


1) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang
umum dilakukan pada gangguan ini
2) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium
3) Pemeriksaan sinar-X lateral inverse (teknik Wangensteen-Rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada
atau di dekat perineum; dapat menyesatkan jika rectum penuh dengan
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal
4) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal.
5) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan
jarum tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada
saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat
tinggi

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi
anorektal ada dua macam yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan definitive,
sebagai berikut:
1) Tindakan Sementara
a. Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera
dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum, bayi
harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi transversum
akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus
dan bayi yaitu transversokolostomi dan sigmoidkolostomi. Khusus untuk
defek tipe kloaka pada perempuan selain kolostomi juga dilakukan
vaginostomi dan diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5
tahun).

9
b. Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/ diiris hanya
pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan apabila
ada lubang dilanjutkan dengan kelingkin yang dilapisi vaselin didorong masuk
sampai teraba/ menonjol ujung rektum kemudian ujung rektum di insisi tanpa
dijahit. Pada defek letak rendah langsung dilakukan terapi definitif yaitu
anorektoplasti posterior sagital (PSARP), sisanya dilakukan kolostomi
sementara.
2) Tindakan Definitif
a. Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan
mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi
berumur 6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti posterior sagital
(PSAVURP).
b. Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek ;
a) Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal dimple
dilakukan insisi dianal dimple melalui tengah sfingter ani eksternus.
b) Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung ditembus
tapi lebih dulu fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila tidak bisa kasus
dianggap dan diperlakukan sebagai kasus malformasi rektum.
c) Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan
mencapai 10 kg tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal atau
abdomino perineal dimana kolon distal ditarik ke aneterior ke muskulus
puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada anomali ini, sfingter ani
eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter internus, sehingga
kontinensi fekal tergantung pada fungsi muskulus pubo rektalis. Sebagai
hasil dari anak dengan kelainan tinggi tanpa muskulatur atau muskolatur
yang buruk, kontinensia mungkin didapat secara lambat tetapi dengan
pelatihan intensif dengan menggunakan otot yang ada, pengencangan otot
kemudian dengan levator plasti, nasihat tentang diet dan memelihara
"neorektum" tetap kosong, kemajuan dapat dicapai.

9. Data fokus pengkajian


a. Pengkajian Pre Operatif
1) Pemeriksaan fisik :
 Daerah perineum

10
Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari
hubungan fistula ke kulit untuk menemukan muara anus ektopik atau
stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk melihat
adanya mekonium untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan
letak fistel dan terapi segeranya.
 Abdomen
Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung) Amati
adanya distensi abdomen Ukur lingkar abdomen Dengarkan bising usus
( 4 koadran) Perkusi abdomen Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)
Kaji hidrasi dan status nutrisi Timbang berat badan tiap hari Amati
muntah proyektif (karakteristik muntah)
 TTV
Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan) Ukur frekuensi
pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea) Ukur nadi (terjadinya
takikardia)
 Observasi manifestasi malformasi anorektal
- Pemeriksaan colok dubur pada anus yang tampak normal, tapi bila
tidak dapat masuk lebih 1 – 2 cm berarti terjadi atresia rektum.
- Pemeriksaan dengan kateter untuk membedakan fistel uretra dan
fistel vesika.
b. Pengkajian Post Operatif
1) Kaji integritas kulit meliput tekstur, warna, suhu kulit.
2) Amati tanda-tanda infeksi
3) Amati pola eliminasi dan keadaan umum pasien.

10. Dioagosa Keperawatan yang mungkin muncul


a. Pra Operatif
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
muntah.
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder
terhadap distensi abdomen.
3. Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur
pembedahan.

11
b. Post operatif
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru
sekunder terhadap pemberian anestesi.
2. Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder terhadap
pembedahan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada
pembedahan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam laktat
sekunder terhadap tirah baring
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan
6. Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
melemahnya kemampuan fisik dan proses hospitalisasi

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Secara fungsional system urigenital dibagi menjadi 2 bagian yang meliputi
sistem urinarius dan system genital. Secara embriologis keduanya berasal dari
struktur mesodermal yang terletak di dinding posterior rongga abdomen.
Dalam pertumbuhannya mempunyai hubungan yang dekat sehingga dapat
terjadi kelainan dalam pertumbuhannya yang dapat mengenai kedua sistem
tersebut.

3.2 Saran
Selain menarik kesimpulan di atas, kami juga memberikan saran sebagai berikut :
1. Adanya makalah ini diharapkan pembaca agar mempelajari isi dari makalah
tersebut.
2. Agar lebih meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai kelainan
kongenital pada sistem genitalia dan traktus urinarius. Sebaiknya pembaca
mencari buku ataupun mencari di internet mengenai kelainan kongenital pada
sistem genitalia dan traktus urinarius agar lebih memahami.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Mochamad Anwar. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.
2. Errol Nurwita. 2006. At Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Erlangga
3. Abdul Bari Saifuddin. 2006. Onkologi Ginekologi. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4. Dr. Taufan Nugroho.2012. Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan dan
Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika
5. Dr. Joko Pranoto. 2013. Pengantar Ginekologi.
http://www.slideshare.net/JokoWiwied/1-pengantar-ginekologi. Diakses 29
September 2013 Pukul 11.30 WIB.
6. Fakultas Kedokteran USU. 2013. Kelainan Kongenital pada Sistem Reproduksi
dan Masalah Interseks.http://ocw.usu.ac.id/course/download/1110000106-
reproductive-
system/rps138_slide_kelainan_kongenital_pada_sistem_reproduksi_dan_masalah
_interseks.pdf. Diakses 29 september 2013 Pukul 11.30 WIB.
7. Adi Santoso. 2005. Pediatric Urology (urologi anak).
http://www.iaui.or.id/ast/file/pediatric_urology.doc. diakses 29 Sepetember 2013
pukul 11.30 WIB
8. Clinic Mayo. 2008. Women Health.
http://www.womenshealthlondon.org.uk/leaflets/prolapse/prolapse. Diakses
tanggal 29 September 2013 pukul 11.00 WIB.
9. Fakultas Keperawatan UNAND. 2012. Kesehatan Reproduksi dan Masalah
Ginekologi.http://fkep.unand.ac.id/images/Kesehatan_Reproduksi_dan_Masalah_
Ginekologi.ppt. Diakses tanggal 29 Sepetember 2013 Pukul 11.30 WIB.

14

Anda mungkin juga menyukai