Irigasi Kandung Kemih
Irigasi Kandung Kemih
NIM : 22020114210045
PROGRAM PROFESI ANGKATAN 24
A. PENGERTIAN
Irigasi kandung kemih melalui kateter adalah pencucian kateter urine untuk
mempertahankan kepatenan kateter urine menetap dengan larutan steril yang
diprogramkan oleh dokter. Karena darah, pus, atau sedimen dapat terkumpul di
dalam selang dan menyebabkan distensi kandung kemih serta menyebabkan urine
tetap berada di tempatnya. Ada dua metode untuk irigasi kateter, yaitu :
1. Irigasi kandung kemih secara tertutup. Sistem ini memungkinkan seringnya
irigasi kontinu tanpa gangguan pada sistem kateter steril. Sistem ini paling
sering digunakan pada kalien yang menjalani bedah genitourinaria dan yang
kateternya berisiko mengalami penyumbatan oleh fragmen lendir dan bekuan
darah.
2. Dengan membuka sistem drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi kandung
kemih. Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk terjadinya infeksi.
Namun, demikian kateter ini diperlukan saat kateter kateter tersumbat dan
kateter tidak ingin diganti (misalnya : setelah pembedahan prostat).
Dokter dapat memprogramkan irigasi kandung kemih untuk klien yang mengalami
infeksi kandung kemih, yang larutannya terdiri dari antiseptik atau antibiotik untuk
membersihkan kandung kemih atau mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi tersebut
menerapkan teknik asepsis steril (Potter & Perry, 2005). Dengan demikian Irigasi
kandung kemih adalah proses pencucian kandung kemih dengan aliran cairan yang
telah di programkan oleh dokter.
B. TUJUAN
1. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine
2. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya penyumbatan
kateter urine, misalnya oleh darah dan pus
3. Untuk membersihkan kandung kemih
4. Untuk mengobati infeksi lokal
Pelaksanaan :
1. Persiapan alat :
2. Sarung tangan
3. Penggaris
4. Alat tulis
5. Lembar dokumentasi
6. Persiapan perawat :
7. Memperkenalkan diri
8. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan
9. Memberikan posisi yang nyaman pada pasien
10. Persiapan lingkungan :
11. Ciptakan lingkungan yang nyaman
12. Menjaga privasi klien
13. Minta klien untuk berdiri (jika mampu), amati struktur rangka dan perhatikan
adanya kelainan dan deformitas
14. Amati adanya kontraktur dengan meminta klien untuk menggerakkan persendian
ekstremitas
15. Minta klien merentangkan kedua lengan ke depan, amati adanya tremor, ukuran
otot (atropi, hipertrofi) serta ukur lingkar ekstremitas (perbedaan > 1 cm
dianggap bermakna)
16. Palasi otot unutuk memeriksa apakah ada kelainan otot
17. Sternokleidomastoideus : klien menengok ke salah satu sisi dengan melawan
tahanan tangan pemeriksa
18. Trapezius : letakkan kedua tangan pada bahu klien, minta klien menaikkan bahu
melawan tahanan tangan pemeriksa
19. Deltoideus : minta klien mengangkat kedua tangan dan melawan dorongan
tangan pemeriksa kea rah bawah
20. Otot panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, minta
klien mengangkat salah satu tungkai, dorong tungkai ke bawah
21. Abduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi,
letakkan kedua tangan pada permukaan lateral masing – masing lutut klien,
minta klien meregangkan kedua tungkai, melawan tahanan pemeriksa
22. Aduksi panggul : posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi,
letakkan tangan diantara kedua lutut klien, minta klien merapatkan kedua
tungkai melawan tahanan pemeriksa.
23. Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot, kekuatan otot
24. Bisep : minta klien merentangkan kedua lengan dan mencoba menekuknya,
pemeriksa menahan lengan agar tetap ekstensi
25. Trisep : minta klien menekuk kedua lengan dan mencoba merentangkannya
melawan usaha pemeriksa untuk membuat lengan klien tetap fleksi
26. Otot pergelangan tangan dan jari – jari : minta klien meregangkan kelima jari
dan melawan usaha pemeriksa untuk mengumpulkan kelima jari
27. Kekuatan genggaman : minta klien menggenggam jari telunjuk dan jari tengah
pemeriksa, tarik kedua jari dari genggaman klien
28. Hamstring : posisikan klien telentang, kedua lutut ditekuk, minta klien
meluruskan tungkai melawan tahanan pemeriksa
29. Kuadrisep : posisikan klien telentang, lutut setengah ekstensi, klien menahan
usaha pemeriksa untuk memfleksikan lutut
30. Otot mata kaki dan kaki : minta klien melawan usaha pemeriksa untuk
mendorsofleksikan kakinya dan kembali melawan usaha pemeriksa untuk
memfleksikan kakinya
31. Palpasi tulang ekstremitas dan setiap persendian untuk menemukan area yang
mengalami edema atau nyeri tekan, bengkak, krepitasi dan nodul
32. Rapikan alat dank lien
33. Dokumentasikan hasil pemeriksaan
Referensi :
B.B Purnomo. 2003. Dasar – Dasar Urologi. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya.
Nursalam. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika.
Berman, Audrey. Et al. 2009. Kozier : Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta : EGC