Anda di halaman 1dari 13

IRIGASI BLADDER DAN BLADDER TRAINING

Dianjukan untuk memenuhi salah satu tugas praktikum “Keperawatan Medikal Bedah II”

Dosen Pengampu : Reni Prima Gusti, S.Kp, M.Kes

OLEH :

BERLIANA SINTYA PUTRI

1911311008

2A 2019

PROGRAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2021
IRIGASI BLADDER
1. Pengertian
Irigasi kandung kemih melalui kateter adalah pencucian kateter urine untuk
mempertahankan kepatenan kateter urine menetap dengan larutan steril yang
diprogramkan oleh dokter. Karena darah, pus, atau sedimen dapat terkumpul di dalam
selang dan menyebabkan distensi kandung kemih serta menyebabkan urine tetap berada
di tempatnya. Ada dua metode untuk irigasi kateter, yaitu :
a. Irigasi kandung kemih secara tertutup. Sistem ini memungkinkan seringnya irigasi
kontinyu tanpa gangguan pada sistem kateter steril. Sistem ini paling sering
digunakan pada kalien yang menjalani bedah genitourinaria dan yang kateternya
berisiko mengalami penyumbatan oleh fragmen lendir dan bekuan darah.
b. Irigasi kandung kemih secara terbuka, dengan membuka sistem drainase tertutup
untuk menginstilasi irigasi kandung kemih. Teknik ini menimbulkan resiko lebih
besar untuk terjadinya infeksi. Namun, demikian kateter ini diperlukan saat kateter
kateter tersumbat dan kateter tidak ingin diganti (misalnya : setelah pembedahan
prostat).
Dokter dapat memprogramkan irigasi kandung kemih untuk klien yang
mengalami infeksi kandung kemih, yang larutannya terdiri dari antiseptik atau antibiotik
untuk membersihkan kandung kemih atau mengobati infeksi lokal. Kedua irigasi tersebut
menerapkan teknik asepsis steril. Dengan demikian Irigasi kandung kemih adalah proses
pencucian kandung kemih dengan aliran cairan yang telah di programkan oleh dokter.

2. Tujuan
Tujuan dari tindakan ini menurut (ACI Urology Network-Nursing, 2012)
a. Membilas bekuan darah dan sedimen keluar dari kateter dan kandung kemih.
b. Mencegah formasi clot
c. Melancarkan aliran urin
d. Menurunkan insiden terjadinya obstruksi kateter
e. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya penyumbatan kateter
urine, misalnya oleh darah dan pus
3. Indikasi
a. Hematuria
b. Distensi dan nyeri kandung kemih
c. Ada tanda tanda infeksi atau inflamasi

Tindakan irigasi kandung kemih perlu mendapat perhatian, bilamana respon pasien :
a. Pasien mengeluh nyeri atau spasme kandung kemih karena irigasi terlalu dingin.
b. Ada darah atau bekuan darah dalam selang irigasi.
Tindakan :
a. Lambatkan atau hentikan irigasi kandung kemih
b. Memerlukan peningkatan kecepatan aliran (tujuan intervensi ini adalah
mempertahankan patensi kateter, sel darah mempunyai potensi menyumbat kateter

4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi kandung kemih
b. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi clot pembekuan darah

5. Pelaksanaan
a. Alat dan Bahan
 Sarung tangan sekali pakai/ disposable
 Duk/ perlak steril/absorbent pad, tahan air yang sekali pakai
 Kateter retensi tiga jalur
 Selang dan kantung drainase steril pada tempatnya
 Swab antiseptic steril
 Wadah penampung steril
 NaCl 0,9% . Normal saline juga sangat dianjurkan sebagai cairan irigasi
bukan glycine ataupun air steril, dengan kecepatan yang
direkomendasikan untuk mengurangi terjadinya hematuria. Air
sebaiknya tidak digunakan sebagai cairan irigasi, karena akan
menyebabkan osmosis, dan akan mudah diabsorbsi dan menyebabkan
sindrom TUR (Afrainin, 2010)
 Aqua destila
 Cairan yang diresepkan
 Larutan irigasi steril yang dihangatkan atau berada pada suhu kamar
 Selang infuse
 Tiang infuse /standar infuse
 Nampan ginjal/ piala ginjal

Set irigasi Absorbent pad

b. Prosedur Tindakan
Tahap Pra Interaksi
• Mengecek file (catatan medis/keperawatan) pasien
• Periksa ulang tindakan yang diminta oleh dokter
• Persiapkan alat
Tahap Orientasi
• Memberikan salam dan memperkenalkan diri
• Melakukan identifikasi pasien
• Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
• Menjaga privasi pasien
Tahap Kerja
• Dekatkan alat-alat ke pasien
• Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman
• Cuci tangan sesuai prosedur
• Pasang sarung tangan bersih
• Kosongkan, ukur dan catat jumlah serta tampilan urin yang ada di dalam
kantong urin. Buang urin dang anti sarung tangan. Pengosongan kantong
drainase memungkinkan pengukuran haluaran urin yang lebih akurat setelah
irigasi dilakukan atau selesai. Pengkajian kateter urin memberikan data dasar
untuk perbandingan selanjutnya.
• Cuci tangan kembali
• Hubungkan selang infus irigasi dengan larutan irigasi dan bilas selang dengan
larutan, jaga agar ujungnya tetap steril. Membilas selang akan mengeluarkan
udara sehingga mencegah udara masuk ke dalam kandung kemih
• Pasang sarung tangan bersih dan bersihkan port irigasi dengan kapas
antiseptic
• Hubungkan selang irigasi ke port cairan pada kateter tiga cabang
• Hubungkan kantong dan selang drainase ke port urin jika belum dihubungkan
• Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
• Lakukan irigasi kandung kemih
• Untuk irigasi kontinyu, buka klem aliran pada selang drainase urin (jika ada).
Hal ini memungkinkan larutan irigasi mengalir keluar dari kandung kemih
secara kontinu
• Buka klem pengatur pada selang irigasi dan atur kecepatan aliran sesuai
dengan program dokter atau aturan kecepatan aliran sebanya 40-60 tetes per
menit jika kecepatan aliran tidak ditentukan
• Kaji jumlah, warna dan kejernihan drainase, jumlah drainase harus sama
dengan jumlah cairan irigasi yang masuk ke kandung kemih ditambah dengan
perkiraan haluaran urin
• Untuk irigasi intermiten, tentukan apakah larutan perlu tetap di kandung
kemih selama waktu tertentu
• Apabila larutan tetap ada di kandung kemih (irigasi atau pemasukan cairan ke
kandung kemih), tutup klem aliran ke selang drainase urin. Menutup klem
aliran memungkinkan larutan tetap berada di kandung kemih dan bersentuhan
dengan dinding kandung kemih
• Apabila larutan sedang dimasukkan untuk irigasi kkateter, buka klem aliran
pada selang drainase urin, larutan irigasi akan mengalir melalui selang dan
port drainase urin, mengeluarkan mukosa atau bekuan darah
• Buka klem aliran pada selang irigasi agar sejumlah larutan yang telah
diprogramkan masuk ke dalam kandung kemih
• Setelah larutan dipertahankan selama waktu yang telah ditetapkan, buka klem
aliran pada selang drainase dan biarkan kandung kemih kosong
• Kaji jumlah, warna dan kejernihan drainase. Jumlah drainase seharusnya sama
dengan jumlah cairan irigasi ditambah dengan perkiraan haluaran urin
• Kaji klien dan haluaran urin
• Kaji kenyamanan klien
• Kosongkan kantung drainase dan ukur isinya
Tahap Terminasi
• Lakukan evaluasi subjektif dan sampaikan hasil pemeriksaan kepada pasien
• Membuat kontrak selanjutnya
• Ucapkan salam dan terima kasih kepada pasien atas kerja samanya
• Cuci tangan dan dokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan

Rasional langkah pelaksanaan :


a. Mendeteksi apakah kateter atau sistem drainase urin tidak berfungsi
b. Mengurangi transmisi mikroorganisme
c. Mencegah kehilangan larutan irigasi
d. Menghilangkan udara silang
e. Mencegah akumulasi larutan di kandung kemih yang dapat menyebabkan distensi
kandung kemih dan kemungkinan cedera
f. Kateter 3 saluran atau konektor Y memberikan cara untuk larutan irigasi masuk ke
kandung kemih dan sistem harus tetap steril.

LINK VIDEO IRIGASI BLADDER :


https://youtu.be/faffoG6mYhw
BLADDER TRAINING
1. Pengertian
Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal
neurogenik. Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif diantara terapi non
farmakologis. Prosedur ini di lakukan terhadap pasien yang mengalami gangguan
berkemih akibat penyakit yang di alaminya khususnya penyakit yang terkait dengan
sistem perkemihan.
Bladder training merupakan latihan yang dilakukan pada kandung kemih dengan
melakukan pengontrolan dalam pengeluaran urin (Ellis & Nowlis, 1994). Bladder
training merupakan bentuk dari rehabilitasi kandung kemih dalam mengatasi masalah
inkontinensia urin (Kozier, et al, 2004). Pada pasien yang menggunakan kateter tindakan
bladder training ini juga dilakukan selama kateter urin terpasang, sebagai persiapan
dalam melatih kandung kemih sebelum kateter dilepaskan. Bladder training yang ideal
adalah dilakukan sejak kateter dipasang dan selama kateter urin ini terpasang (Ellis,
1994)

2. Tujuan
Sampselle (2003), dalam Potter dan Perry, 2005), mengatakan bahwa tujuan
bladder training adalah secara bertahap meningkatkan interval antar waktu pengosongan
ataupun mengurangi frekuensi berkemih selama terjaga sampai dengan waktu tidur.
Tujuan bladder training secara keseluruhan adalah untuk mengembalikan pola berkemih
pasien agar kembali normal (Potter & Perry, 2005). Bagi pasien yang terpasang kateter,
selama kateter urin terpasang maka detrusor kandung kemih tidak bekerja optimal dalam
mengosongkan kandung kemih, karena tugasnya digantikan oleh kateter. Kondisi ini
disebut dengan instabilitas/disabilitas detrusor pasca kateterisasi, dan dengan tindakan
bladder training diharapkan dapat meminimalkan kondisi instabilitas detrusor (Black &
Hawks, 2005). Ditambahkan oleh Hikey (2003), bahwa dengan program bladder training
pasien dibantu dalam belajar menahan atau menghambat sensasi urgensi, menunda untuk
mengeluarkan urin dan berkemih sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
3. Indikasi
a. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
b. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urine
c. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama sehingga fungsi spingter
kandung kemih terganggu
d. Klien dengan inkontinentia urine
e. Pasien yang akan dilakukan pelepasan dower kateter

4. Pengkajian
Sebelum melakukan tindakan ini, maka harus dilakukan pengkajian antara lain :
a. Pola berkemih
Info ini memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang sering
memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk dipelajari.
b. Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab
Bila terdapat ISK atau penyakit yang lainnya maka harus diobati dalam waktu yang
sama.

5. Diagnose Keperawatan
a. Inkontinensia Urine Fungsional
b. Inkontinensia Urine Urgensi
c. Inkontinensia Urine berlanjur
d. Inkontinensia Urin Refleks
e. Risiko Inkontinensia Urine Urgensi

6. Pelaksanaan
a. Alat dan bahan
• Catatan perawat
• Klem 1 buah
• Air minum 200-250 cc dalam tempatnya
• Tissue bila perlu
• Nelaton catheter
b. Prosedur Tindakan
Tahap Pra Interaksi
• Mengecek file (catatan medis/keperawatan) pasien
• Periksa ulang tindakan yang diminta oleh dokter
• Persiapkan alat
Tahap Orientasi
• Memberikan salam dan memperkenalkan diri
• Melakukan identifikasi pasien
• Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
• Menjaga privasi pasien
Tahap Kerja
Pelaksanakan pada klien terpasang dower catheter
• Cuci tangan
• Pada 1 jam pertama klien diberi minum 1 gelas (200-250cc) sekaligus
kemudian klem selang kateter
• Kemudian berikan lagi minum pada jam kedua sebanyak 1 gelas (200-250 cc)
• Anjurkan klien untuk memberitahu perawat apabila ada rangsangan berkemih
• Lakukan observasi setiap jam pada 2 jam pertama, amati tanda-tanda adanya
distensi kandung kemih
• Apabila terdapat distensi kandung kemih buka klem untuk mengeluarkan
urine
• Catat jumlah urine yang keluar dan urine yang tersisa
• Ulangi prosedur tersebut sampai program tersebut berjalan lancar dan berhasil
Pelaksanaan pada klien yang tidak terpasang dower catheter
• Cuci tangan
• Pada 1 jam pertama klien diberi minum 1 gelas (200-250cc)
• Kemudian berikan lagi minum pada jam kedua sebanyak 1 gelas (200-250 cc)
• Anjurkan klien untuk menahan keinginan BAK apabila terasa ingin berkemih
• Observasi kandung kemih: distensi atau tidak
• Apabila klien sudah tidak tahan lagi menahan keinginan BAK, suruh klien
berkemih sampai merasa puas
• Apabila klien tidak merasa ada keinginan BAK tapi kandung kemihnya
penuh, pasang nelaton kateter
• Tamping urine dan ukur jumlah urine yang keluar dan urine yang tersisa di
kandung kemih, kemudian catat pada lembar observasi
• Ulangi latihan minimal 1 siklus selama latihan dilakukan (1 siklus = 2-3 kali
latihan)
Tahap Terminasi
• Lakukan evaluasi subjektif dan sampaikan hasil pemeriksaan kepada pasien
• Membuat kontrak selanjutnya
• Ucapkan salam dan terima kasih kepada pasien atas kerja samanya
• Cuci tangan dan dokumentasikan tindakan keperawatan yang telah dilakukan

Perawat dapat menganjurkan pasien untuk :


• Ketika pasien sudah mampu merasakan dapat mengontrol berkemih, jangka
waktu bisa diperpanjang tanpa adanya inkontinensia.
• Atur asupan cairan, terutama pada siang hari, untuk membantu mengurangi
kebutuhan berkemih pada malam hari.
• Dorong pasien untuk minum Antara pukul 06.00 – 18.00.
• Hindari konsumsi berlebihan dari jus sitrus, minuman berkabonasi (khususnya
minuman dengan pemanis buatan), alkohol dan minuman yang mengandung
kafein, karena dapat mengiritasi bladder, meningkatkan resiko inkontinensia.
• Bila pasien mendapatkan terapi diuretik, jadwalkan pemberian pada pagi hari.
• Jelaskan pada pasien untuk minum air secara adekuat, hal ini dibutuhkan untuk
memastikan produksi urin adekuat yang dapat menstimulasi refleks berkemih.
• Gunakan pengalas untuk mempertahankan tempat tidur dan linen tetap kering.
Hindari penggunaan diaper, menghindari persepsi boleh mengompol.
• Bantu pasien dengan program latihan untuk meningkatkan tonus otot dan
program latihan otot pelvis yang bertujuan untuk menguatkan otot dasar
panggul.
• Berikan reward positif untuk mendorong kemampuan berkemih. Puji pasien
bila dapat melakukan berkemih di toilet dan mempertahankan untuk tidak
mengompol.

LINK VIDEO BLADDER TRAINING :

https://youtu.be/b7l-yqzHrYg
DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Hadi. 2016. Praktikum Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Ellis, J. R, & Nowlis, E. A., (1994). Nursing: A Human Needs Approach. (5th ed.). Philadelphia :
Lippincott Company
Kozier, et al. (2003). Fundamentals of Nursing, Concepts, Process, and Practice. (5th ed.). California:
Addison-Wesley
Potter & Perry. (2005). Fundamental of Nursing.(4th ed.). Volume 1. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai