Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Wilayah perkotaan mengalami perubahan yang sangat besar akibat banyaknya industri
yang didirikan. Hal ini menyebabkan penduduk yang tinggal di pedesaan mulai berpindah ke
kota untuk menjadi tenaga kerja. Selain itu faktor yang menyebabkan mereka berpindah
(urban) adalah faktor ekonomi.Dengan adanya pendirian industri tersebut menyebabkan
lingkungan yang hijau kini menjadi gersang akibat ditebang untuk dijadikan lahan industri
dan perumahan.Seiring dengan perubahan waktu maka hal tersebut menimbulkan beberapa
dampak terhadap lingkungan sekitar, salah satu dampaknya adalah penularan penyakit.
Penyakit tular Vektor dan zoonotik merupakan penyakit menular melalui Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit, antara lain malaria, demam berdarah, filariasis (kaki gajah),
chikungunya, japanese encephalitis (radang otak), rabies (gila anjing), leptospirosis, pes, dan
schistosomiasis (demam keong). Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi
serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan/atau wabah serta memberikan
dampak kerugian ekonomi masyarakat.
Upaya penanggulangan penyakit tular Vektor dan zoonotik selain dengan pengobatan
terhadap penderita, juga dilakukan upaya pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit, termasuk upaya mencegah kontak secara langsung maupun tidak langsung dengan
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, guna mencegah penularan penyakit menular, baik
yang endemis maupun penyakit baru (emerging).
Dalam rangka pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, pemerintah telah
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 374/Menkes/Per/III/2010 tentang
Pengendalian Vektor. Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014
tentang Kesehatan Lingkungan, Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit merupakan media
lingkungan yang perlu ditetapkan Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan serta upaya pengendaliannya.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Vector dan Tikus?
2. Apa Tanda-Tanda Kebaradaan Vektor Dan Tikus?
3. Bagaimana Penularan Vektor Dan Tikus?
4. Bagaimana Cara Pengendalian Vector dan Tikus?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian Vector dan Tikus.
2. Mengetahui Tanda-Tanda Kebaradaan Vektor Dan Tikus.
3. Mengetahui Penularan Vektor Dan Tikus.
4. Mengetahui Cara Pengendalian Vector Penyakit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
A.Pemukiman
Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah bagian dari lingkungan
hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana,
utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan.
B. Vektor
Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi menyebarkannya dengan
membawa patogen dari satu inang ke yang lain. Berbagai jenis nyamuk, sebagai contoh,
berperan sebagai vektor penyakit malaria yang mematikan.Pengertian tradisional dalam
kedokteran ini sering disebut "vektor biologi" dalam epidemiologi dan pembicaraan
umum.Vektor adalah arthtopoda yang dapat memindahkan atau menularkan sesuatu.
Infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan(suspectible
host). Vektor dapat menyebarkan agen dari manusia atau hewan yangterinfeksi ke manusia
atau hewan lain yang rentan melalui kotoran, gigitan, dancairan tubuhnya, atau secara tidak
langsung melalui kontaminasi pada makanan.Vektor dapat memindahkan atau menularkan
agent penyakit yang berada didalam atau pun yang menempel dan terdapat di bagian luar tubuh
vektor tersebut.
C. BINATANG PENGGANGGU
Binatang pengganggu Adalah Binatang (golongan pengerat/Rodent) yang dapat
mengganggu, menyerang ataupun menularkan penyakit terhadap manusia.
3
Tabel 2.1. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Vektor
Nilai Baku
No Vektor Parameter Satuan Ukur
Mutu
4
No Parameter Satuan Ukur Nilai Baku
(1) Vektor (3) (4) Mutu
(2) yang positif larva (5)
7 Mansonia sp. MHD (Man Hour Angka nyamuk yang <5
Density) hinggap per orang
per jam
Keterangan:
1. Man Biting Rate (MBR)
Man Biting Rate (MBR) adalah angka gigitan nyamuk per orang per malam, dihitung
dengan cara jumlah nyamuk (spesies tertentu) yang tertangkap dalam satu malam (12
jam) dibagi dengan jumlah penangkap (kolektor) dikali dengan waktu (jam)
penangkapan.
5
MBR =
Contoh, penangkapan nyamuk malam hari dilakukan oleh lima orang kolektor,
dengan metode nyamuk hinggap di badan (human landing collection) selama 12 jam
(jam 18.00-06.00), yang mana setiap jam menangkap 40 menit, mendapatkan 10
Anopheles sundaicus, dua Anopheles subpictus dan satu Anopheles indefinitus. Maka
MBR Anopheles sundaicus dihitung sebagai berikut.
Diketahui:
Jumlah nyamuk Anopheles sundaicus yang didapatkan sebanyak 10
Jumlah penangkap sebanyak 5 orang
Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit, sehingga dalam satu malam
(12 jam) sebanyak 8 jam (8/12)
Indeks Habitat =
Contoh, pengamatan dilakukan terhadap 30 habitat perkembangbiakan nyamuk
Anopheles spp., setelah dilakukan pencidukan didapatkan 5 habitat positif larva
Anopheles dan 6 habitat positif larva Culex spp. Maka indeks habitat larva Anopheles
dihitung sebagai berikut.
Diketahui:
Jumlah seluruh habitat diamati 30 buah
Jumlah habitat positif larva Anopheles spp. 5 buah
6
3. Angka Istirahat
Angka istirahat (resting rate) adalah angka kepadatan nyamuk istirahat (resting) per
jam, dihitung dengan cara jumlah nyamuk Aedes spp. yang tertangkap dalam satu hari
(12 jam) dibagi dengan jumlah penangkap (kolektor) dikali lama penangkapan (jam)
dikali dengan waktu penangkapan (menit) dalam tiap jamnya.
RR =
Contoh, penangkapan nyamuk istirahat siang hari dilakukan oleh lima orang kolektor,
dengan menggunakan aspirator selama 12 jam (jam 06.00-18.00), yang mana setiap
jam menangkap 40 menit, mendapatkan lima nyamuk Aedes spp. dan lima nyamuk
Culex spp. Maka angka istirahat per jam dihitung sebagai berikut.
Diketahui:
Jumlah nyamuk Aedes yang didapatkan sebanyak 5
Jumlah penangkap sebanyak 5 orang
Lama penangkapan 12 jam
Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit (40/60)
RR= 24
ABJ =
ABJ =
7
5. Man Hour Density (MHD)
Man Hour Density (MHD) adalah angka nyamuk yang hinggap per orang per jam,
dihitung dengan cara jumlah nyamuk (spesies tertentu) yang tertangkap dalam enam
jam dibagi dengan jumlah penangkap (kolektor) dikali dengan lama penangkapan
(jam) dikali dengan waktu penangkapan (menit).
MHD =
Contoh, penangkapan nyamuk malam hari dilakukan oleh lima orang kolektor,
dengan metode nyamuk hinggap di badan (human landing collection) selama 6 jam
(jam 18.00-12.00), yang mana setiap jam menangkap 40 menit, mendapatkan 10
Culex spp. dan 8 Mansonia spp. Maka MHD Culex spp. dihitung sebagai berikut.
Diketahui:
Jumlah nyamuk Culex spp. yang didapatkan sebanyak 10
Jumlah penangkap sebanyak 5 orang
Lama penangkapan 6 jam
Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit (40/60).
Diketahui:
Jumlah nyamuk Mansonia spp. yang didapatkan sebanyak 8
Jumlah penangkap sebanyak 5 orang
Lama penangkapan 6 jam
Waktu penangkapan dalam satu jam selama 40 menit (40/60).
8
6. Indeks Pinjal
Indeks pinjal khusus adalah jumlah pinjal Xenopsylla cheopis dibagi dengan jumlah
tikus yang tertangkap dan diperiksa. Adapun indeks pinjal umum adalah jumlah pinjal
umum (semua pinjal) dibagi dengan jumlah tikus yang tertangkap dan diperiksa.
Diketahui:
Jumlah pinjal Xenopsylla cheopis yang didapatkan sebanyak 40 pinjal
Jumlah tikus yang diperiksa sebanyak 50 ekor
Diketahui:
Jumlah seluruh pinjal yang didapatkan sebanyak 70 pinjal
Jumlah tikus yang diperiksa sebanyak 50 ekor
9
8. Indeks Populasi Kecoa
Indeks populasi kecoa adalah angka rata-rata populasi kecoa, yang dihitung
berdasarkan jumlah kecoa tertangkap per perangkap per malam menggunakan
perangkap lem (sticky trap).
Diketahui:
Jumlah kecoa yang didapat sebanyak 6 ekor.
Jumlah perangkap sebanyak 4 buah.
10
Tabel 2.2. Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk Binatang
Pembawa Penyakit
Binatang
Nilai Baku
No Pembawa Parameter Satuan Ukur
Mutu
Penyakit
1 Tikus Success trap Persentase tikus <1
yang tertangkap
oleh perangkap
Keterangan:
1. Success Trap
Success trap adalah persentase tikus yang tertangkap oleh perangkap, dihitung
dengan cara jumlah tikus yang didapat dibagi dengan jumlah perangkap dikalikan
100%.
Success trap =
Succes trap =
11
2.3 PENULARAN
Mekanisme penularan penyakit oleh vektor terbagi menjadi dua macam,
yaitupenularan penyakit melalui vektor secara mekanik dan penularan penyakit melaluivektor
secara biologis.
1. Penularan Mekanik
Penularan mekanik berlangsung karena kuman penyakit terbawa denganperantaraan
alat-alat tubuh vektor.Kuman penyakit dalam tubuh seranggatidak bertambah banyak ataupun
berubah bentuk.Pada penularan penyakitmelalui vektor secara mekanik, maka agen dapat
berasal dari tinja, urinemaupun sputum penderita hanya melekat pada bagian tubuh vektor
dankemudian dapat dipindahkan pada makanan atau minuman pada waktuhinggap/menyerap
makanan tersebut.
Contoh :
- Lalat Tabanus melalui probosisnya menularkan basil Anthrax danTrypanosoma evansi
- Lalat rumah (Musca domestica) dengan perantara kaki dan badannya,mularkan telur
cacing dan bakteri
2. Penularan Biologis
Penularan biologis berlangsung dengan bertindak sebagai tuan rumah(host), berarti
adanya kelanjutan hidup kuman penyakit yang dipindahkan.Penularan penyakit melalui
vektor secara biologis, agen harus masuk kedalam tubuh vektor melalui gigitan ataupun
melalui keturunannya. Selamadalam tubuh vektor, agen berkembang biak atau hanya
mengalamiperubahan morfologis saja, sampai pada akhirnya menjadi bentuk yanginfektif
melalui gigitan, tinja atau cara lain untuk berpindah ke pejamupotensial. Pada penularan
penyakit melalui vektor secara biologis,perubahan bentuk atau perkembangbiakan agen
dibedakan sebagai berikut:
a. Propagative transmission
Agen berkembang biak di dalam tubuh vektor tanpa mengalamiperubahan stadium.
Contoh :
- Yersinia pestis (agen pes) di dalam tubuh pinjal (flea) Xenopsyllacheopis. Pinjal sebagai
vektor bisa mati oleh Yersinia pestis.
b. Cyclo propagative transmission
Agen mengalami perubahan stadium dan perkembangbiakan didalam tubuh vector
12
Contoh :
- Plasmodium (agen malaria) di dalam tubuh nyamuk Anopheles.
c. Cyclo developmental transmission
Agen mengalami perubahan stadium hingga mencapai stadiuminfektif di dalam tubuh vektor
tetapi tidak mengalamiperkembangbiakan.
Contoh :
- Cacing filaria di dalam tubuh nyamuk dengan genus Mansonia danAnopheles, serta spesies
nyamuk Culex quinquefasciatus.
d. Transovarian/Hereditary (keturunan)
Generasi yang terkena infeksi tidak menularkan penyakit padamanusia, tetapi menularkan
pada anaknya.Penularan terjadi melaluigenerasi berikutnya.
Contoh:
- Penyakit Scrub thypus yang disebabkan oleh Ricketsiatsutsugamushi dari tikus Trombicula
akamushi (sejenis tungau ataumites)
2.5. PENGENDALIAN
A. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau
mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan
dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternative.
Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain kondisi
geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor, belum
teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua wilayah endemis,
belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor, peningkatan
populasi resisten beberapa vektor terhadap pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik
tenaga, logistik maupun biaya operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian
vektor.
Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian sampai tuntas,
yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan menurunkan populasi
kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan manusia.Namun hendaknya dapat
diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka menurunkan populasi vektor dapat mencapai
hasil yang baik.Untuk itu perlu diterapkan teknologi yang sesuai.
14
Ada beberapa carapengendalian vector penyakit yaitu:
Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis dan social
budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung jawab sector kesehatan saja
tetapi memerlukan kerjasama lintas sector dan program.Pengendalian vektor dilakukan
dengan memakai metode pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan
yang menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas pelaksanaannya serta
denganmempertimbangkan kesinambungannya.
1.Dapat meningkatkan keefektifan dan efisiensi sebagai metode atau cara pengendalian
2. Dapat meningkatkan program pengendalian terhadap lebih dari satu penyakit tular vektor
3. Melalui kerjasama lintas sector hasil yang dicapai lebih optimal dan saling
menguntungkan.
Pengendalian Vektor Terpadu merupakan pendekatan pengendalian vektor
menggunakan prinsip-prinsip dasar management dan pertimbangan terhadap penularan dan
pengendalian peyakit. Pengendalian Vektor Terpadu dirumuskan melalui proses pengambilan
keputusan yang rasional agar sumberdaya yang ada digunakan secara optimal dan kelestarian
lingkungan terjaga.
B. Pengendalian Tikus
1. Teknik Budidaya
Pengendalian dengan cara ini adalah melakukan penanaman padi secara serentak agar
serangan hama tidak mengarah hanya pada beberapa petak sawah saja.
2. Cara Biologis
Pengendalian secara biologis antara lain membiarkan berbagai hewan predator tikus seperti
ular sawah dan burung hantu hidup di sekitar aral persawahan.
3. Cara Fisik
Pengendalian tikus secara fisik dilakukan dengan cara pemasangan perangkap.
4. Cara Mekanis
Pengendalian secara mekanis adalah melakukan upaya goropyokan, yaitu memburu tikus
dengan menghancurkan atau membongkar sarang-sarang tikus yang ada di sekitar areal
persawahan.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Vektor adalah seekor binatang yang membawa bibit penyakit dari seekorbinatang atau
seorang manusia kepada binatang atau seorang manusia kepada binatang lainnya atau
manusia lainnya. Sedangkan vektor penyakit yang (sering) disebabkan anthropoda dikenal
sebagai arthopodborne disease atau vectorborne diseasemerupakan arthropoda yang dapat
menularkan, memindahkan atau menjadi sumber penularan penyakit pada manusia.
Mekanisme penularan penyakit oleh vektor terbagi menjadi dua macam,
yaitupenularan penyakit melalui vektor secara mekanik dan penularan penyakit melaluivektor
secara biologis.
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan secara fisik atau
mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat serta dapat mempertahankan
dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternative.
3.2 SARAN
Untuk mewujudkan kualitas dan kuantitaslingkungan yang bersih dan sehat serta
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimalsebagai salah satu unsur
kesepakatan umum dari tujuan nasional, sangat diperlukan pengetahuan yang cukup serta
mendalam pengetahuan tentang vektor penyakit dan pengendalianvektor penyakit,sehingga
kita dapat meminimalisir dan memutus rantai penyebaran penyakit dan menuju Indonesia
yang sehat.
17