Anda di halaman 1dari 48

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nifas (Peurperium)

1. Definisi

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,

plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali

organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6

minggu (Walyani & Purwoastuti, 2015).

Masa nifas (puerperium) adalah maasa pamulihan kembali, mulai

dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti

sebelum hamil, lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Amru, 2012).

Periode post partum atau puerperium adalah masa dari kelahiran

plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum)

hingga kembalinya traktur reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil

(Varney, 2008).

Jadi post partum atau masa nifas (puerperium) adalah masa dimana

kondisi pemulihan dari persalinan hingga kembali ke kondisi sebelum

hamil, kurang lebih terjadi selama 6 minggu.

16

Asuhan Keperawatan Pada..., Dewi Indah Wulandari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
2. Etiologi

Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori menghubungkan dengan factor hormonal, struktur

rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011).

2.1 Teori penurunan hormone

1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone perogesterone dan estrogen. Fungsi progesterone

sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila

progesterone turun.

2.2 Teori placenta menjadi tua

Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan

kontraksi rahim.

2.3 Teori distensi Rahim

xvii
Asuhan Keperawatan Pada..., Dewi Indah Wulandari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkaniskemik otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi

utero-plasenta.

2.4 Teori iritasi mekanik

Di belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss). Bila ganglion ini digeser dan di tekan misalnya

oleh kepala janin akan timbul kontraksi uterus.

2.5 Induksi partus

Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam kanalis servikalis dengan tujuan

merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan ketuban, oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut

tetesan perinfus.

3. Tahapan Masa Nifas

Tahapan masa nifas menurut walyani & Purwoastuti (2015) menjadi 3, yaitu:
3.1 Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta beraktivitas layaknya

wanita noemal.

3.2 Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

3.3 Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau

watru persalinan mempunyai komplikasi.

4. Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas

Perubahan fisiologis pada masa nifas menurut Walyani & Purwoastuti (2015), yaitu :

4.1 Sistem kardiovaskuler

4.1.1 Volume darah

xix
Asuhan Keperawatan Pada..., Dewi Indah Wulandari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
Perubahan pada volume darah tergantung pada beberapa variable, contoh kehilangan darah selama persalinan,

mobilisasi, dan pengeluaran cairan ekstravaskuler, dalam 2-3 minggu setelah persalinan volume darah

seringkali menurun sampai pada nilai sebelum kehamilan.

4.1.2 Cardiac output

Cardiac output terus meningkat selama kala 1 dan kala 2 persalinan. Puncaknya selama masa nifas dengan

tidak memperhatikan tipe persalinan dan penggunaan anastesi, cardiac output akan kembali seperti semula

sebelum hamil dalam 2-3 minggu.

4.2 Sistem haematologi

4.2.1 Keadaan hematokrit dan hemoglobin akan kembali pada keadaan semula seperti sebelum hamil dalam 4-5

minggu post partum.

4.2.2 Leukosit selama 10-12 hari setelah persalinan umumnya bernilai antar 20.000-25.000/mm3.

4.2.3 Factor pembekuan, pembekuan darah setelah melahirkan. Keadaan produksi tertinggi dari pemecahan fibrin

mungkin akibat pengaluaran dari tempat plasenta.

xx
Asuhan Keperawatan Pada..., Dewi Indah Wulandari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
4.2.4 Kaki ibu diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya tanda-tanda thrombosis (nyeri, hangat dan lemas, vena

bengkak kemerahan yang dirasakan keras atau padat ketika disentuh).

4.2.5 Varises pada vulva umumnya kurang dan akan segera kembali setelah persalinan.

4.3 Sistem reproduksi

4.3.1 Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehigga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

4.3.2 Lochea adalah cairan secret ysng berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.

 Lochea rubra : darah segar, sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan

mekonium, selama 2 hari post partum.

 Lochea sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan lender, hari 3-7 post partum.

 Lochea serosa : berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, hari ke 7-14 post partum.

 Lochea alba : cairan putih setelah 2 minggu.

 Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

 Locheastasis : lochea tidak lancer keluarnya.

4.3.3 Serviks mengalami involusi bersama uterus, setelah persalinan ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3

jari tengah, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.


4.3.4 Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar seelama proses melahirkan bayi,

dalam beberapa hari pertama setelah partus keadaan vulva dan vagina masih kendur, setelah 3 minggu secara

perlahan-lahan akan kembali ke keadaan sebelum hamil.

4.3.5 Perineum akan menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekana kepala bayi dan tampak terdapat

robekan jika dilakukan episiotomi yang akan terjadi masa penyembuhan selama 2 minggu.

4.3.6 Payudara, suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan vascular sementara, air susu

saat diproduksi disimpan di alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif dengan cara didisap oleh bayi untuk

pengadaan dan keberlangsungan laktasi.

4.4 Sistem perkemihan


Buang air kecil sering sulit selama 24 jam, urin dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam

sesudah melahirkan. Keadaan ini menyebabkan dieresis, ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6

minggu.

4.5 Sistem gastrointestinal

Kerapkali diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal, namun asupan makan kadang juga

mengalami penurunan selama 1-2 hari, rasa sakit didaerah perineum dapat menghalangi keinginan ke belakang.

4.6 Sistem endokrin

Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam post partum, progesterone turun pada hari ke 3 post

partum, kadar prolaktin dalam darah berangsur-angsur hilang.


4.7 Sistem musculoskeletal

Abulasi pada umumnya dimulai 4-8 jam post partum, ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah

komplikasi dan mempercepat proses involusi.

4.8 Sistem integument

Penurunan melanin umumnya setelah persalinan menyebabkan berkurangnya hyperpigmentasi kulit.


5. Perubahan Psikologis pada Masa Nifas

Perubahan psikologis pada masa nifas menurut Walyani & Purwoastuti (2015), yaitu :

5.1 Fase taking in

Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dar hari pertama sampai hari kedua setelah

melahirkan, pada fase ini ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri, ibu akan berulang kali menceritakan

proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.

5.2 Fase taking hold

Fase taking hold adalah periode yang berlangsung atara 3-10 hari setelah melahirkan, pada fase ini timbul rasa

khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.

5.3 Fase letting go


Fase letting go adalah periode menerima tanggung jawab akan peran barunya sebagai orang tua, fase ini

berlangsung 10 hari setelah melahirkan.


6. Anatomi dan Fisiologi

Menurut Gibson (2013) anatomi organ reproduksi wanita secara garis besar dibagi dalam dua golongan yaitu :

genetalia eksterna dan genetalia interna.

Gambar 2.1 Anatomi Eksterna Wanita

Sumber : Gibson (2013)

6.1 Genetalia Eksterna (bagian luar)


Meliputi semua organ-organ yang terletak antara os pubis, ramus inferior dan perineum. Antara lain :

6.1.1 Mons veneris / mons pubis (daerah tumbuhnya rambut)

Merupakan bagian yang menonjol (bantalan) berisi jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat yang terletak di

atas shympisis pubis. Setelah pubertas kulit dari mons veneris tertutup oleh rambut-rambut. Mons veneris

berfungsi untuk melindungi alat genetalia dari masuknya kotoran selain itu untuk estetika.

6.1.2 Labia Mayora (bibir besar)

Merupakan kelanjutan dari mons veneris berbentuk lonjong dan menonjol, berasal dari mons veneris dan

berjalan ke bawah dan belakang. Kedua bibir ini di bagian bawah bertemu membentuk perineum (pemisah

anus dengan vulva). Permukaan ini terdiri dari :

 Bagian luar : tertutup rambut, yang merupakan kelanjutan dari rambut pada mons veneris.

 Bagian dalam : tanpa rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak).

Berfungsi untuk menutupi organ-organ genetalia di dalamnya dan mengeluarkan cairan pelumas pada

saat menerima rangsangan.

6.1.3 Labia Minora atau Nimfae (bibir kecil)


Merupakan lipatan di bagian dalam bibir besar, tanpa rambut. Dibagian atas klitoris, bibir kecil bertemu

membentuk prepusium klitoridis dan di bagian bawahnya bertemu membentuk frenulum klitoridis. Bibir kecil

ini mengelilingi orifisium vagina.

6.1.4 Clitoris (kelentit/ jaringan yang berisi saraf)

Merupakan sebuah jaringan erektil kecil yang serupa dengan penis laki-laki. Mengandung banyak urat-urat

syaraf sensoris dan pembuluh-pembuluh darah sehingga sangat peka. Letaknya anterior dalam vestibula.

Berfungsi untuk menutupi organ-organ genetalia di dalamnya serta merupakan daerah erotik yang mengandung

pambuluh darah dan syaraf.

6.1.5 Vestibulum (muara vagina)

Merupakan alat reproduksi bagian luar yang dibatasi oleh kedua bibir kecil, bagian atas klitoris, bagian

belakang (bawah) pertemuan kedua bibir kecil. Pada vestibulum terdapat muara uretra, dua lubang saluran

kelenjar Bartholini, dua lubang saluran Skene. Berfungsi untuk mengeluarkan cairan yang berguna untuk

melumasi vagina pada saat bersenggama.

6.1.6 Kelenjar Bartholini (kelenjar lendir)


Merupakan kelenjar terpenting di daerah vulva dan vagina karena dapat mengeluarkan lendir. Pengeluaran

lendir meningkat saat hubungan seks, dan salurannya keluar antara himen dan labia minora.

6.1.7 Hymen (selaput darah)


Merupakan jaringan yang menutupi lubang vagina, bersifat rapuh dan mudah robek. Himen ini berlubang

sehingga menjadi saluran dari lendir yang dikeluarkan uterus dan darah saat menstruasi. Bila himen tertutup

seluruhnya disebut hymen imperforata dan menimbulkan gejala klinik setelah mendapat menstruasi.

6.1.8 Lubang kencing (orifisium uretra externa)

Tempat keluarnya air kencing yang terletak dibawah klitoris. Fungsinya sebagai saluran untuk keluarnya air

kencing.

6.1.9 Perineum (jarak vulva dan anus)

Terletak diantara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4cm.Terdapat otot-otot yang penting yaitu sfingter

anus eksterna dan interna serta dipersyarafi oleh saraf pudendus dan cabang-cabangnya.

Gambar 2.2 Anatomi Interna Wanita


Sumber : Gibson (2013)

6.2 Genetalia Interna (bagian dalam)

Genetalia interna antara kandung terdiri dari :

6.2.1 Vagina (liang senggama)

Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan uterus dengan vulva. Jaringan muskulusnya

merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena itu dapat dikendalikan.

Vagina terletak di antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding

belakangnya sekitar 11 cm. Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebur rugae dan terutama

di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina, menonjol serviks bagian dari uterus. Bagian serviks yang

menonjol ke dalam vagina disebut porsio. Porsio uteri membagi puncak vagina menjadi forniks anterior

(depan), forniks posterior (belakang), forniks dekstra (kanan), forniks sinistra (kiri). Sel dinding vagina

mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam susu dengan pH 4,5. Keasaman vagina memberikan

proteksi terhadap infeksi. Fungsi utama vagina adalah:

 Sebagai saluran keluar dari uterus yang dapat mengalirkan darah pada waktu haid dan sekret dari

uterus.

 Sebagai alat persetubuhan.


 Sebagai jalan lahir pada waktu partus.

6.2.2 Uterus (rahim)

Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir, terletak di dalam pelvis (panggul), antara rektum

di belakang dan kandung kencing di depan. Berfungsi sebagai tempat calon bayi dibesarkan. Bentuknya seperti

buah alpukat dengan berat normal 30-50 gram. Pada saat tidak hamil, besar rahim kurang lebih sebesar telur

ayam kampung. Diding rahim terdiri dari 3 lapisan :

 Peritoneum

Yang meliputi dinding uterus bagian luar, dan merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan

pembuluh darah limfe dan urat saraf. Bagian ini meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen (perut).

 Myometrium

Merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga

dapat mendorong isinya keluar saat proses persalinan. Diantara serabut-serabut otot terdapat pembuluh

darah, pembuluh lymfe dan urat syaraf.

 Endometrium

Merupakan lapisan terdalam dari uterus yang akan menebal untuk mempersiapkan jika terjadi

pembuahan. Tebalnya sususnannya dan faalnya berubah secara siklis karena dipengaruhi hormon-

hormon ovarium. Dalam kehamilan endometrium berubah menjadi decidua.


Fungsi uterus yaitu untuk menahan ovum yang telah di buahi selama perkembangan. Sebutir ovum,

sesudah keluar dari ovarium, diantarkan melalui tuba uterina ke uterus. (pembuahan ovum secara normal

terjadi di dalam tuba uterina). Endometrium disiapkan untuk penerimaan ovum yang telah dibuahi itu dan

ovum itu sekarang tertanam di dalamnya. Sewaktu hamil, yang secara normal berlangsung selama kira-kira 40

minggu, uterus bertambah besar, dindingnya menjadi tipis, tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar

pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan fetus.

Pada waktu saatnya tiba dan mulas tanda melahirkan mulai, uterus berkontraksi secara ritmis dan

mendorong bayi dan plasenta keluar kemudian kembali ke ukuran normalnya melalui proses yang dikenal

sebagai involusi.

6.2.3 Tuba Uterina (saluran telur)

Tuba uterina atau saluran telur, terdapat pada tepi atas ligamentum latum, berjalan ke arah lateral, mulai

dari ostium tuba internum pada dinding rahim.Tuba fallopi merupakan tubulo muskular, dengan panjang

sekitar 12 cm dan diametrnya 3 dan 8 mm. Tuba fallopi terbagi menjadi 4 bagian :

 Pars interstitialis (intramularis), terletak di antara otot rahim, mulai dari ostium internum tuba.

 Pars isthmika tuba, bagian tuba yang berada di luar uterus dan merupakan bagian yang paling sempit.

 Pars ampularis tuba, bagian tuba yang paling luas dan berbentuk S.

 Pars infundibulo tuba, bagian akhir tubae yang memiliki umbai yang disebut fimbriae tuba.
Fungsi tuba fallopi sangat penting, yaitu untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi, sebagai

saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi,tempat terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan

perkembangan hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula, yang siap mengadakan implantasi.

6.2.4 Ovarium (indung telur)

Ovarium adalah kelenjar berbentuk buah kenari, terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba uterina,

dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri. Ovarium berisi sejumlah besar ovum belum

matang, yang disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilingi sekelompok sel folikel pemberi makanan. Pada

setiap siklus haid sebuah dari ovum primitif ini mulai mematang dan kemudian cepat berkembang menjadi

folikel ovari yang vesikuler (folikel Graaf).

Sewaktu folikel Graff berkembang, perubahan terjadi di dalam sel-sel ini, dan cairan likuor folikuli

memisahkan sel-sel dari membran granulosa menjadi beberapa lapis. Pada tahap inilah dikeluarkan hormon

estrogen. Pada masa folikel Graff mendekati pengembangan penuh atau pematangan, letaknya dekat

permukaan ovarium, dan menjadi makin mekar karena cairan, sehingga membenjol, seperti pembengkakan

yang menyerupai kista pada permukaan ovarium. Tekanan dari dalam folikel menyebabkannya sobek dan

cairan serta ovum lepas melalui rongga peritoneal masuk ke dalam lubang yang berbentuk corong dari tuba
uterina. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan sebuah ovum dilepaskan dan dikeluarkan pada saat kira-

kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi.

7. Patofisiologi

Persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dngan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Di dalam poses

persalinan normal atau partus spotan terkadang harus melalui proses induksi atau pacuan agar bayi dapat keluar. Ada

beberapa hal yang menyebabkan persalinan tersebut harus dilakukan pacuan atau induksi, indikasi pada ibu yaitu penyakit

yang diderita, komplikasi kehamilan, kondisi fisik ibu, rupture sponan berlebih, perdarahan antepartum, kanker, kala 1

lama, kemudian ada beberapa indikasi pada janin yang menyebabkan persalinan harus menggunakan induksi atau pacuan

yaitu kehamilan lewat waktu (post mature), plasenta previa parsialis, solution plasenta ringan, kematian intrauterine,

kematian berulang dalam rahim, ketuban pecah dini, diabetes kehamilan, recurrent intrauterine death. Pada pasien post

partum spontan atau nifas akan mengalami perubahan fisiologis dan psikologis. Perubahan yang terjadi pada pasien post

partum spontas akan menyebabkan pengeluaran ASI tidak lancer yang disebabkan oleh penurunan hormone estrogen dan

progesterone sehingga menstrimulasi hipofisis anterior dan posterior lalu sekresi prolactin dan oksitosin terjadi membuat

diagnosa kerewatan ketidakefektifan pemberian ASI muncul. Pada ibu nifas juga akan mengalami involusi uteri yang

menyebabkan pelepasan desidua lalu mengalami kontraksi uterus dan munculnya lochea. Ibu nifas yang dilakukan
tindakan episiotomi saat persalinan akan menyebabkan resiko infeksi karen luka dari insisi akan menjadi post de entris

bagi kuman. Dari proses persalinan bisa terjadi komplikasi post partum pada ibu nifas yaitu perdarahan yang

menyebabkan volume cairan menurun dan menimbulkan diagnosa keperawatan resiko kekurangan volume cairan. Dari

luka episiotomi tersebut menimbulkan nyeri di perineum saat defekasi menyebabkan konstipasi pada ibu nifas. Perubahan

psikologis juga terjadi pada ibu nifas pada fase taking in yang berlangsung 1-3 hari setelah persalinan ibu terfokus pada

diri sendiri termasuk dalam pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan untuk dirinya, kurangnya informasi tentang

pemilihan alat kontrasepsi yang cocok digunakan untuk sang ibu membuat dignosa keperawatan defisiensi pengetahuan

muncul. Fase taking hold berlangsung selama 3-10 hari, timbul rasa khawatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung

jawab ibu dalm merawat bayinya, hal ini menyebabkan defisiensi pengetahuan tentang peran menjadi orang tua. Fase

letting go berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan disini ibu sudah mandiri dalam menyesuaikan diri dengan

kebiasaan bayinya.

B. Konsep Induksi

1. Devinisi
Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin menjelang aterm, dalam keadaan belum terdapat tanda

persalinan atau belum in-partu, dengan kemungkinan janin dapat hidup diluar kandungan (umur diatas 28 minggu)

(Manuaba, 2007).

Induksi persalianan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan

dengan jalan merangsang timbulnya his (Israr, 2008).

2. Indikasi Induksi Persalinan

2.1 Indikasi ibu

2.1.1 Berdasarkan penyakit yang diderita

Penyakit ginjal, penyakit jantung, penyakit hipertensi, diabetes militus, keganasan payudara dan pasrio.

2.1.2 Komplikasi kehamilan

Pre eklamsi dam eklamsi

2.1.3 Berdasarkan kondisi fisik

Kesempitan panggul, kelainan bentuk panggul, kelainan bentuk tulang belakang.

2.1.4 Rupture spontan ketuban : jika kehamilan sudah dalam 2 minggu aterm dan persalinan belum mulai setelah 24

jam, maka induksi dengan oksitosin harus dipertimbangkan.


2.1.5 Perdarahan antepartum : termasuk disini semua kasus placenta letak rendah dan solution placenta yang ringan,

dimana perdarahan tidak bisa diatasi dengan istirahat ditempat tidur atau jika bayi sudah meninggal

2.1.6 Kanker : pengakhiran kehamilan bertujuan untuk memungkinkan tindakan pembedahan, radiasi atau terapi

dengan bahan-bahan kimia untuk lesi tersebut, atau semata-mata hanya untuk mengurangi beban yang

menimpa daya tahan kekuatan diri si penderita.

2.1.7 Kala 1 lama

 Definisi

Kala 1 adalah kala pembukaan yang berlangsung antara 0-10 cm. Proses ini terbagi menjadi 2 fase yaitu

fase laten (8 jam) dimana servik membuka sampai 3 cm dan fase aktif (6 jam) dimana servik membuka

dari 3-10 cm (Sulistyowati, 2010).

Kala 1 lama adalah persalinan yang fase latennya berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju

pembukaannya tidak adekuat atau bervariasi ; kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang
dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-

rata 0,5 cm per jam) (Saifuddin, 2009).

 Klasifikasi kala 1 lama

Kala 1 lama diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:


Fase laten memanjang (prolonged latent phase)

Adalah fase pembukaan servik yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu (Saifuddin, 2009).
 Fase aktif memanjang (prolonged active phase)

Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan servik kurang dari 1,2 cm perjaam

pada primigravisa dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per

jam pada multigravida (Oxorn, 2010).

2.2 Indikasi janin / fetal

2.2.1 Kehamilan lewat waktu / post mature

Kehamilan lewat waktu / post mature adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu

(Lisnawati, 2013).

Post mature tetap menjadi indikasi umum untuk induksi persalinan, terutama karena dikhawatirkan

akan terjadi anoreksia janin (Hanretty, 2010).

Induksi persalinan dapat dilakukan asal tidak janin besar >4000gram ( Lisnawati, 2013).

2.2.2 Plasenta previa

Plasenta previa diartikan sebagai keadaan di mana plasenta ternidasi secara tidak normal sehingga

menghalangi jalan lahir (Irianti dkk, 2013).

Plasenta previa adalah tempat implantasi plasenta yang rendah di rahim menyebabkan plasenta terletak

di sepanjang atau di depan bagian presentasi janin (Hanretty, 2010).


Menurut Irianti dkk (2013) berdasarkan letak implantasinya, plasenta previa dibedakan menjadi empat,

yaitu :

Plasenta previa totalis, di mana bagian plasenta menutup ostium secara menyeluruh

Plasenta previa parsialis, di mana plasenta tertanam menutup sebagian dari ostium uteri internum

Plasenta previa marginalir, di mana plasenta tertanam tepat di atas ostium uteri internum


Plasenta letak rendah, di mana plasenta tertanam agak rendah dan mendekati ostium uteri internum
Tatalaksana plasenta previa saat ini selalu dengan pembedahan Sectio Caesarea, kecuali pada plasenta

letak rendah yang selaput ketubannya mungkin sudah pecah, jika perdarahan sudah terjadi, persalinan

spontan dapat ditunggu atau dibantu dengan induksi (Hanretty, 2010).

2.2.3 Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya implantasi plasenta sebagian atau komplit dari normal implantasi

dinding uterus sebelum melahirkan setelah 20 minggu usia kehamilan (Irianti dkk, 2013).

Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum

janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat
janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis

yang menyebabkan hematoma retroplasenter (Lisnawati, 2013).

Partus per vaginam dapat dilakukan apabila :



Janin hidup, gawat janin dan syarat untuk melahirkan per vaginam dengan segera dapat dipenuhi
(pembukaan lengkap, bagian terendah sudah di dasar panggul dan tindakan untuk akselerasi persalinan

dapat diaplikasikan.

Kondisi ibu baik, janin telah meninggal dan hasil evaluasi kondisi serviks cukup baik untuk induksi/
akselerasi.

2.2.4 Kematian intrauterine

2.2.5 Kematian berualang dalam Rahim

2.2.6 Ketuban pecah dini

 Definisi

Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan dimulai

(Prawirohardjo, 2010).

 Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat

terjadi infeksi maternal atupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat,

deformitas janin, meningkatnya insiden section caesarea, atau gagalnya persalinan norma.

2.2.7 Diabetes kehamilan : bayi cenderung menjadi besar dan sering meninggal dalam rahim pada minggu -

minggu terakhir kehamilan. Karena itu, kehamilan harus di akhiri pada saat skitar minggu ke-37.

2.2.8 Inkompatibilitas rhesus : kalau janin mengalami sensitisasi atau kalau ada riwayat kematian janin dalam

rahim pada kehamilan-kehamilan sebelumnya, induksi dini persalinan kadang kala merupakan indikasi

diperlukan.

2.2.9 Recurrent intrauterine death : kematian intrauterine dekat saat aterm pada kehamilan yang lalu merupakan

alas an yang rasional untuk melakukan induksi dini persalinan.

3. Persyaratan Induksi Persalinan

3.1 Presentasi, presentasi harus kepala. Induksi persalinan tidak boleh dilakukan bila ada letak lintang, presentasi

majemuk dan sikap ekstansi pada janin, dan hamper tidak boleh dilakukan kalau bayi dengan presntasi bokong.

3.2 Stadium kehamilan, semakin kehamilan mendekati masa aterm, semakin mudah pelaksanaan induksi.
3.3 Stasiun, kepala bayi harus sudah masuk panggul, semakin rendah kepala bayi, semakin mudah dan semakin aman

prosedur tersebut.

3.4 Kematangan service : service harus sudah mendatar, panjangnya <1,3 cm (0,5 inci), lunak, bisa dilebarkan dan sudah

membuka untuk dimasuki sedikitnya 1 jari tangan dan sebaiknya 2 jari tangan.

xlv
Asuhan Keperawatan Pada..., Dewi Indah Wulandari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
3.5 Pritas, induksi pada multipara jauh lebih mudah dan lebih aman dari pada primigravida, dan angka keberhasilannya

meningkat bersama-samaparitas.

3.6 Maturitas janin, umumnya semakin kehamilan mendekati 40 minggu, semakin baik hasilnya bagi janin. Kalau

kehamilan harus diakhiri sebelum aterm, pengujian maturitas janin harus dilakukan untuk menetapkan sajauh

mungkin apakah janin akan dapat hidup di luar kandungan.

C. ASI Ekslusif

1. Definisi

ASI ekslusif atau lebih tepat pemberian ASI (Air Susu Ibu) secra ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, sejak usia

30 menit post natal (setelah lahir) sampai usia 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti: susu formula, sari buah, air

putih, madu, air teh, dan tanpa tambahan makanan padat seperti buah-buahan, biscuit, bubur susu, bubur nasi dan nasi tim

(Walyani & Purwoastuti, 2015).

ASI eklusif adalah pemberian ASI saja sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain, ASI dapat

diberikan sampai bayi berusia 2 tahun (Dewi & Sunarsih, 2013).

2. Komposisi ASI

Menurut Walyani & Purwoastuti (2015) komposisi ASI dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
2.1 Kolostrum

ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum merupakan cairan yang agak

kental berwarna kekuningan-kuningan, lebih kuning disbanding dengan ASI mature, berbentuk agak kasar karena

mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel, kasiat kolostrum sebgai berikut:

2.1.1 Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran pencernaan siap untuk menerima makanan.

2.1.2 Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gama globulin sehingga dapat memberikan perlindungan

tubuh terhadap infeksi.

2.1.3 Mengandug zat antibody sehingga mampu melindungi tubuh bayi dan bebagai penyakit infeksi untuk jangka

waktu sampai dengan 6 bulan.

2.2 ASI Masa Transisi

ASI yang dihasilkan mulai dari hari ke-4 sampai hari ke-10.

2.3 ASI Matur

ASI yang dihasilkan mulai hari ke-10 sampai seterusnya.


Komposisi Kandungan ASI

Tabel 2.1 Komposisi ASI

Kandungan Kolostrum Transisi ASI Matur


Energy (Kg kla) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/ 100 ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/ 100 ml) 2,9 3,7 3,8
Protein (gr/ 100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/ 100 ml) 0,3 0,3 0,2
Imunoglobin :
Ig A (mg/ 100 ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/ 100 ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/ 100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosim (mg/ 100 ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5
Laktoferin 420-520 - 250-270

Sumber : Walyani & Purwoastuti (2015)

3. Perawatan Payudara

Pewatan payudara adalah suatu tindakan untuk merawat payudara terutama pada masa nifas (masa menyusui) untuk

memperlancarkan pengeluaran ASI. Perawatan payudara adalah perawatan payudara setelah ibu melahirkan dan

menyusui yang merupakan suatu cara yang dilakukan untuk merawat payudara agar air susu keluar dengan lancer

(Walyani & Purwoastuti, 2015).


Tujuan perawatan payudara adalah memperlancar pengeluaran ASI saat masa menyususi. Untuk pasca persalinan,

lakukan sedini mungkin, yaitu 1 sampai 2 hari dan dilakukan 2 kali sehari (Dewi & Sunarsih, 2013).

4. Tujuan Perawatan Payudara

Tujuan dari perawatan payudara menurut Walyani & Purwoastuti (2015), yaitu :

4.1 Memelihara hygene payudara

4.2 Melenturkan dan menguatkan putting susu

4.3 Payudara yang terawatt akan memproduksi ASI cukup untuk kebutuhan bayi

4.4 Dengan perawatan payudara yang baik ibu tidak perlu khawatir bentuk payudaranya akan cepat berubah sehingga

kurang menarik

4.5 Dengan perawatan puting susu yang baik putting susu tidak akan lecet sewaktu dihisap oleh bayi

4.6 Melancarkan aliran ASI

4.7 Mengatasi puting susu datar atau terbenam supaya dapat dikeluarkan sehingga siap untuk disusukan kepada bayinya.

5. Anatomi Payudara

Menurut Walyani dan Purwoastuti (2015) anatomi payudara dijelaskan sebagai berikut :
Secara vertical payudara terletak diantara kosta II dan IV, secara horizontal mulai dari pinggir sternum linea aksilaris

medialis. Kelenjar susu berada di jaringan sub kutan, tepatnya di antara jaringan sub kutan superficial dan profundus,

yang menutupi muskulus pectoralis mayor.

Ukuran normal payudara 10-12 cm dengan beratnya pada wanita hamil adalah 200 gram, pada wanita hamil aterm

400-600 gram dan pada masa laktasi sekitar 600-800 gram. Bentuk dan ukuran payudara akan bervariasi menurut

aktifitas fungsionalnya. Payudara menjadi besar saat hamil dan menyusui dan biasanya mengecil setelah menopause.

Pembesaran ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan struma jaringan pengangga dan penimbunan jaringan lemak.

Ada 3 bagian utama payudara, korpus (badan), aerola, papilla atau puting. Aerola mamae (kalang payudara) letaknya

mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada

kulitnya. Perubahan warna ini tergantung dari corak kulitnya, kuning langsat akan berwarna jingga kemerahan, bila

kulitnya kehitaman maka warnanya akan lebih gelap dan kemudian menetap.

Puting susu terletak setinggi interkosta IV,tetapi berhubung adanya variasi bentuk dan ukuran payudara maka letaknya

pun akan bervariasi pula. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus,

ujung-ujung serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehungga bila ada kontraksi maka duktus lektiferus akan

memadat dan menyebabkan puting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali

putting susu tersebut.


Ada 4 macam bentuk putting yaitu bentuk yang normal/ umum, pendek/ datar, panjang dan terbenam (inverted).

Namun bentuk-bentuk puting ini tidak terlalu berpengaruh pada proses laktasi, yang penting adalah bahwa puting susu

dan aerola dapat ditarik sehingga membentuk tonjolan atau “dot” ke dalam mulut bayi. Kadang dapat terjadi puting tidak

lentur terutama pada bentuk puting terbenam, sehingga butuh penanganan khusus agar bayi bisa menyusu dengan baik.

Gambar 2.3 Macam-macam Bentuk Puting

li
Asuhan Keperawatan Pada..., Dewi Indah Wulandari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
Sumber : Walyani & Purwoastuti (2015)

Struktur payudara terdiri dari 3 bagian, yakni kulit, jaringan subkutan (jaringan bawah kulit), dan corpus mammae. Corpus mammae

terdiri dari parenkim dan stroma. Parenkim merupakan suatu struktur yang terdiri dari Duktus Laktiferus (duktus), Duktulus (duktulli),

Lobus dan Alveolus.


Gambar 2.4 Payudara Tampak dari Samping
Sumber : Walyani & Purwoastuti (2015)

Ada 15-20 duktus lakteferus. Tiap-tiap duktus bercabang menjadi 20-40 duktuli. Duktulus bercabang menjadi 10-100 alveolus dan

masing-masing dihubungkan dengan saluran air susu (sistem duktus) sehingga merupakan suatu pohon. Bila diikuti pohon tersebut dari

akarnya pada puting susu, akan didapatkan saluran air susu yang disebut duktus laktiferus. Di daerah kalang payudara duktus laktiferus

ini melebar membentuk sinus laktiferus tempat penampungan air susu. Selanjutnya duktus laktiferus terus bercabang-cabang menjadi

duktus dan duktulus, tapi duktulus yang pada perjalanan selanjutnya disusun pada sekelompok alveoli. Di dalam alveoli terdiri dari

duktulus yang terbuka, sel-sel kelenjar yang menghasilkan air susu dan mioepitelium yang berfungsi memeras air susu keluar dari

alveoli.
Gambar 2.5 Struktur Payudara

Sumber : Walyani & Purwoastuti (2015)


6. Fisiologi Payudara

Menurut Walyani & Purwoastuti (2015) fisiologi payudara dijelaskan sebagai berikut:

Selama proses kehamilan, hormone prolactin dari plasenta meningkat tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh

kadar estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga pasca persalinan, kadar estrogen dan progesterone turun drantis, sehingga

pengaruh prolactin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini terjadi perangsangan

puting susu, terbentuklah prolactin hipofisis, sehingga sekresi ASI semakin lancer. Dua reflek pada ibu yang sangat penting dalam

proses laktasi yaitu reflek prolactin dan reflek aliran timbul akibat perangangan putting susu oleh hisapan bayi.

6.1 Refleks Prolaktin

Sewaktu bayi menyusu, ujung sarap peraba yang terdapat pada putting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent

dibawa ke hipotalamus ke dasar otak, lalu memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormone prolactin ke dalam darah. Melalui

sirkulasi prolactin memacu sel kelenjar (alveoli) untuk memproduksi air susu. Jumlah prolactin yang disekresi dan jumlah susu yang

diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi, intensitas dan lamanya bayi menghisap.
6.2 Refleks Aliran (Let Down Reflex)

Rangsangan yang ditumbulkan oleh bayi saat menyusu selain mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormone

prolactin juga memengaruhi hipofise posterior mengeluarkan hormone oksitosin. Di mana setelah oksitosin dilepas kedalam darah

mengacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan

sinus menuju putting susu.

Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan atau dapat juga ibu merasakan sansei apapun. Tanda-tanda lain

let-down adalah tetesan pada payudara lain yang sedang dihisap oleh bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu.

7. Teknik Perawatan Payudara

Menurut Walyani & Purwoastuti (2015) langkah-langkah perawatan payudara adalah sebagai berikut:

7.1 Tempelkan kapas yang sudah diberi minyak kelapa atau baby oil selama ± 5 menit, kemudian puting susu

dibersihkan.

7.2 Tempelkan kedua telapak tangan di antara kedua payudara


7.3 Pengurutan dimulai kearah atas, kesamping, lalu kearah bawah. Dalam pengurutan posisi tangan kiri kearah sisi kiri, telapak tangan

kanan kearah sisi kanan.

7.4 Pengurutan diteruskan ke bawah, ke samping selanjutnya melintang, lalu telapak tanagn mengurut ke depan kemudian kedua tangan

dilepaskan dari payudara, ulangi gerakan 20-30 kali.

7.5 Tangan kiri menopang payudara kiri, lalu tiga jari tangan kanan membuat gerakan memutar sambil menekan mualai dari pangkal

payudara sampai pada puting susu. Lalu lakukan tahap yang sama pada payudara kanan, lakukan dua kali gerakan pada tiap

payudara.

7.6 Satu tangan menopang payudara, sedangkan tangan yang lain mengurut payudara dengan sisi kelingking dari arah tepi kearah puting

susu. Lakukan tahap yang sama pada kedua payudara. Lakukan gerakan ini sekitar 30 kali.

7.7 Selesai pengurutan, payudara di bilas dengan air hangat dan air dingin bergantian selama 5 kali, keringkan payudara dengan handuk

bersih kemudian gunakan BH yang bersih dan menopang.

Indikasi Ibu Indikasi Bagi Janin

- Penyakit yang diderita - Kehamilan lewat waktu (post


- Koplikasi kehamilan - mature)
D. Pathway - Kondisi fisik Ibu Plasenta pervia parsialis
- Ruptur spontan berlebih - Solusio plasenta ringan
Gambar 2.6 - Perdarahan antepartum - Kematian intrauterine
- Janjer - Kematian berulang dalam rahim
Pathway Post Partum - Ketuban pecah dini
- Diabetes kehamilan

Induksi / Pacuan

Partus Spontan

Adaptasi Fisiologis Adaptasi Psikologis

Penurunan Hormon Sensitivitas


Episiotemi Komplikasi Fase takingin Fase taking hold Fase letting go

Esterogen Terputusnya Perdarahan Luka episiotomi 1-3 hari 3 – 10 hari 10 hari setelah
progesteron kontinuitas
melahirkan
jaringan
Timbul rasa khawatir
Ibu focus
Menstimulasi hopifisi Jalan masuk Volume cairan Nyeri akan ketidak mampuan
kuman menurun diperineum pada diri rasa tangung jawabnya Mampu menyesuai
Sekresi Sekresi saat defekasi sendiri dalam merawat bayi diri dengan bayiny
MK.2
proloktin oksitosin Pemilihan alat
Resiko Infeksi MK.3 MK.4 kontrasepsi Butuh Mandiri
informasi
Laktasi Resiko kurang Konstipasi
Involusi Kurang
Pengeluaran ASI informasi
tidak lancar Pelepasan desidua lx MK.6
MK.5
MK.1 Konteraksi uterus Asuhan Keperawatan Pada..., Dewi Indah Wulandari,DefisiensiFakultaspengetahuanIlmuKesehatan UMP, 2017
Summber : Elisabeth dan Endang (2015) Defisiensi tentang peran menjadi
Ketidakaktifan Lochea pengetahuan tentang
E. Intervensi Keperawatan

Table 2.2 intervensi keperawatan

No. Diagnosa Kep NOC Intervensi


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Breastfeeding Assistence
pemberian ASI selama …x24 jam klien menunjukkan 1. Evaluasi pola menghisap/ menelan bayi
b.d respon breast feeding adekuat dengan 2. Tentukan keinginan dan motivasi ibu untuk
ketidakadekuatan indicator: menyusui
suplai ASI a. Pasien mengetahui cara perawatan 3. Kaji pengetahuan ibu tentang perawatan
payudara payudara
b. ASI dapat keluar 4. Kaji berapa banyak pengeluaran kolostrum
c. Payudara tampak bersih 5. Lakukan tindakan keperawatan breastcare
d. Tidak ada pembendungan di payudara 6. Evaluasi pemahaman ibu tentang isyarat
menyusui dari bayi (missal reflex rooting,
menghisap dan terjaga)
7. Kaji kemampuan bayi untuk latch on dan
menghisap secara efektif
8. Pantau keterampilan ibu dalam menempelkan
bayi ke putting
9. Pantau integritas kulit putting ibu
10. Evaluasi pemahaman tentang sumbatan
kelenjar susu dan mastitis
11. Pantau kemampuan untuk mengurangi
kongesti payudara dengan benar
12. Pantau berat badan dan pola eliminasi bayi
13. Kolaborasu dengan ahli gizi mengenai nutrisi
untuk ibu menyusui

Breast Examination
Lactation Supresion
1. Fasilitasi proses bantuan interaktif untuk
membantu mempertahankan keberhasilan
proses pemberian ASI
2. Sediakan informasi tentang laktasi dan teknik
memompa ASI (secara manual atau dengan
pompa elektrik), cara mengumpulkan dan
menyimpan ASI.
3. Ajarkan pengasuh bayi mengenai topic-topik,
seperti penyimpanan dan pencairan ASI dan
penghindaran memberi botol susu pada dua
jam sebelum ibu pulang
4. Ajarkanorangtuamempersiapkan,
menyimpan, menghangatakan dan
kemungkinan pemberian tambahan susu
formula
5. Apabila penyapihan diperlukan, informasikan
ibu mengenaikembalinya proses ovulasi dan
seputar alat kontrasepsi yang sesuai
Lactation Conseling
1. Sediakan informasi tentang keuntungan dan
kerugian pemberian ASI
2. Demonstrasikan latihan menghisap jika perlu
3. Diskusikan metode alternative pemberian
makanan bayi

lxii

Asuhan Keperawatan Pada..., Dewi Indah Wulandari, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Infection Control (Kontrol Infeksi)
b.d prosedur selama …x24 jam diharapkan resiko 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
invasif infeksi terkontrol dengan indicator: lain
Immune Status 2. Pertahankan teknik isolasi
Knowledge : Infection control 3. Batasi pengunjung bila perlu
Risk control 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
Kriteria Hasil : tangan saat berkunjung dan setelh berkunjung
a. Klien bebas dari tanda dan gejala meninggalkan pasien
infeksi 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
b. Mendeskripsikan proses penularan tangan
panyakit, factor yang mempengaruhi 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
penularan serta penatalaksanaannya tindakan keperawatan
c. Menunjukkan kemampuan untuk 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
mencegah timbulnya infeksi pelindung
d. Jumlah leukosit dalam batas normal 8. Pertahankan lingkungan aseptikselama
e. Menunjukan perilaku hidup sehat pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotic bila perlu
Infection Protection (Proteksi Terhadap
Infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
local
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi

4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Pertahankan asepsis pada pasien yang berisiko
7. Pertahankan isolasi k/p
8. Berikan perawatan kulit pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
11. Dorong masukan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong intirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic
sesuai resep
15. Ajarkan pasien da keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

3. Resiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan Fluid Management


kekurangan selama …x24 jam diharapkan resiko 1. Timbang popok/ pembalut jika diperlukan
volume cairan kekurangan volume cairan terkontrol 2. Pertahankan catatan intake dan output yang
b.d kehilangan dengan indicator: akurat
volume cairan Fluid balance 3. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane
aktif Hydration mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
(perdarahan) Nutritional Status : Food and Fluid ortostatik), jika perlukan
Intake 4. Monitor vital sign
5. Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung
Kriteria Hasil: intake kalori harian
a. Mempertahankan urine output sesuai 6. Lakukan terapi IV
dengan usia dan BB, BJ urine 7. Monitor status nutrisi
noermal, HT normal 8. Berikan cairan
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh 9. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
dalam batas normal 10. Dorong masukan oral
c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, 11. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
elastisitas turgor kulit baik, membrane 12. Dorong keluarga untuk membantu pasien
mukosa lembab, tidak ada rasa haus makan
yang berlebihan 13. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
14. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul memburuk
15. Atur kemungkinan transfuse
16. Persiapan untuk transfuse

4. Konstipasi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Constipation / Impaction Managemen


selama …x24 jam diharapkan konstipasi 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
dapat teratasi dengan indicator: 2. Monitor bising usus
Bowel Elimination 3. Monitor feses: frekuensi, konsistensi dan
Hydration volume
Kriteria Hasil: 4. Konsultasi dengan dokter tentang penurunan
a. Mempertahankan bentuk feses lunak dan peningkatan bising usus
setiap 1-3 hari 5. Monitor tanda dan gejala rupture usus/
b. Bebas dari ketidaknyamanan dan peritonitis
konstipasi 6. Jelaskan etiologi dan rasionalisasi tindakan
c. Mengidentifikasi indicator untuk terhadap pasien
mencegah konstipasi 7. Identifikasi factor penyebab dan kontribusi
d. Feses lunak dan berbentuk konstipasi
8. Dukung intake cairan
9. Kolaborasikan pemberian laktasif
10. Pantau tanda-tanda dan gejala impaksi
11. Memantau gerakan usus, termasuk konsistensi
frekuensi, bentuk, volume, dan warna
12. Memantau bising usus
13. Konsultasikan dengan dokter tentang
penurunan/ kenaikan frekuensi bising usus
14. Pantau tanda-tanda dan gejala pecahnya usus
dan / atau peritonitis
15. Jelaskan etiologi masalah dan pemikiran
untuk tindakan pasien
16. Menyususn jadwalke toilet
17. Mendorong meningkatkan asupan cairan,
kecuali dikontraindikasikan
18. Evaluasi profil obat untuk efek samping
gastrointestinal
19. Anjurkan pasien / keluargauntuk mencatat
warna, volume, frekuensi, dan konsistensi
tinja
20. Anjurkan pasien / keluarga bagaimana untuk
menjaga buku harian makan
21. Anjurkan pasien/ keluarga untuk diet tinggi
serat
22. Anjurkan pasien/ keluaraga pada penggunaan
yang tepat dari obat pencahar
23. Anjurkan pasien/ keluarga pada hubungan
asupan diet, olahraga, dan cairan sembelit/

impaksi
24. Menyarankan pasien untuk berkonsultasi
dengan dokter jika sembelit terus adda
25. Menginformasikan pasien prosedur
penghapusa manual dari tinja,jika perlu
26. Lepaskan impaksi tinja secara manual jika
perlu
27. Timbang pasien secra teratur
28. Ajarkan pasien atau keluarga tentang proses
pencernaan yang normal
29. Ajarkan pasien/ keluarga tentang kerangka
waktu untuk resolusi sembelit

5. Defisisensi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Teaching : disease Process


pengetahuan b.d selama …x24 jam diharapkan 1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pengetahuan pasien bertambah dengan pasien tentang proses penyakit yang sepesifik
indicator: 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
Knowledge : disease process bagaimana hal ini berhubungan dengan
Knowledge : health behavior anatomi ddan fisiologi, dengan cara yang tepat
Kriteria Hasil : 3. Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul
a. Pasien dan keluarga menyatakan pada penyakit, dengan cara yang tepat
pemahaman tentang penyakit, kondisi, 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
prognosis dan program pengobatan tepat
b. Pasien dan keluarga mampu 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan
melaksanakan prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan secara benar 6. Sediakan informasi pada pasien tentang
c. Pasien dan keluarga mampu kondisi, dengan cara yang tepat
menjelaskan kembali apa yang 7. Hindari jaminan yang kosong

dijelaskan apa yang dijelaskan 8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi


perawat/ tim kesehatan lainnya tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan dating dan atau
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan piihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
12. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas local, dengan cara yang tepat
13. Instruksian pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkanpada pemberian perawatan
kesehatan,dengan cara yang tepat

Anda mungkin juga menyukai