Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu gaya hidup masyarakat yang sangat
berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Seseorang yang telah lama merokok
mempunyai prevalensi tinggi terhadap beberapa penyakit seperti atherosclerosis dan
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) dengan dampak sistemik yang
signifikan. Penyakit yang ditimbulkan karena merokok tersebut membunuh satu dari
sepuluh orang dan menyebabkan kematian sekitar 4 juta orang per tahun. Merokok
dapat menyebabkan kematian hingga 1 dari 6 orang, apabila hal tersebut terus
menerus berlangsung hingga 2030.
Gagal jantung atau biasa disebut decompensasi cordis adalah suatu keadaan
pathologis adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung terjadi akibat
penyakit atau keadaan –keadaan pathologis pada jantung itu sendiri maupun penyakit
pada sistim peredaran darah. Penyebab yang paling sering pada gagal jantung adalah
Coronari Arteri deases (CAD), hipertensi, penyakit jantung reumatik, Acut Miocard
Infark( AMI), Disretmia, Conginetal Heart Deases (penyakit jantung bawaan),
bakterial endokarditis, dan anemia. Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai
macam penyakit jantung, meskipun demikian tidak semua penyakit jantung harus
disertai dengan kegagalan jantung dalam melakukan fungsinya sebagai pompa.
Jantung yang lemah masih dapat memompakan darah dalam jumlah yang cukup bila
penderita dalam keadaan istirahat, tetapi tidak mampu lagi bila ada beban tambahan
akibat kegiatan, kehamilan, demam dan lain-lain.
Faktor-faktor pencetus adalah infeksi pada paru-paru, anemia akut atau
menahun, tidak teratur minum obat jantung atau obat diuretic, terjadi infark jantung
yang berulang, melakukan pekerjaan berat apa lagi mendadak (lari, naik tangga),
stress emosional, hipertensi yang tidak terkontrol. Gagal Jantung dibagi menjadi gagal
jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung kiri terjadi sebagai akibat dari
disfungsi ventrikel kiri yang menyebabkan darah kembali ke atrium kiri kemudian ke
paru-paru sehingga menaikan tekanan kapiler paru-paru. Akibatnya terjadi
peningkatan tekanan koloid osmotic kapiler paru dan cairan akan bocor ke ruang
intestisil, lalu ke alveoli. Hasilnya adalah terjadi hipoksia karena pertukaran oksigen
yang buruk. Ketika terjadi hipertensi jantung harus memompa darah melawan tekanan

1
arterial yang tinggi. Keadaan tersebut dapat berakibat terjadi hipertropi ventrikel kiri.
Otot-otot yang hipertropi mempunyai daya konstraksi yang jelek dan lama kelamaan
akan menyebabkan kegagalan. Kelainan pada katub aortic yang stenosis membuat
jantung harus memompa lebih kuat untuk mengirim darah ke seluruh tubuh. Keadaan
ini akan membuat otot jantung menjadi hipertropi dan daya kontraksinya akan jadi
buruk.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit COPD ?
2. Bagaimana etiologi penyakit COPD ?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit COPD ?
4. Bagaimana manifestasi klinis penyakit COPD ?
5. Apakah yang dimaksud dengan penyakit decompensasi cordis ?
6. Bagaimana etiologi penyakit decompensasi cordis ?
7. Bagaimana patofisiologi penyakit decompensasi cordis ?
8. Bagaimana klasifikasi penyakit decompensasi cordis ?
9. Apa saja komplikasi penyakit decompensasi cordis ?
10. Bagaimana manifestasi klinis penyakit decompensasi cordis ?
11. Bagaimana pemeriksaaan penunjang penyakit decompensasi cordis ?
12. Bagaimana penatalaksanaan penyakit decompensasi cordis ?
13. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada penyakit decompensasi cordis ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit COPD.
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit COPD.
3. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit COPD.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit COPD.
5. Untuk mengetahui pengertian penyakit decompensasi cordis.
6. Untuk mengetahui etiologi penyakit decompensasi cordis.
7. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit decompensasi cordis.
8. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit decompensi cordis.
9. Untuk mengetahui komplikasi penyakit decompensasi cordis.
10. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit decompensasi cordis.
11. Untuk mengetahui pemeriksaaan penunjang penyakit decompensasi cordis.
12. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit decompensasi cordis.

2
13. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada penyakit decompensasi
cordis.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penyakit COPD
Penyakit paru obstruksi kronis (COPD) Chronic Obstructive Pulmonary
Disease adalah penyakit paru-paru yang mengakibatkan penderitanya sulit
bernafas. Penyakit ini terjadi akibat komplikasi dua penyakit yang
ditimbulakan oleh rokok yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Lama kelamaan
penyakit ini dapat menyebabkan pernafasan pendek dan masalah jantung.
COPD tidak bisa disembuhkan, tapi obat-obatan dan perubahan pola
hidup dapat mengurangi resiko yang terjadi. Cara terbaik adalah dengan
berhenti merokok. Penyakit COPD atau sering disebut dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru yang belangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya.
2.2 Etiologi Penyakit COPD
Secara keseluruhan penyebab terjadinya penyakit COPD/PPOK
tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama
hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. Asap rokok
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
2. Polusi udara
a. Poluisi di dalam ruangan-asap rokok-asap kompor
b. Polus di luar ruangan-gas buang kendaraan bermotor-debu jalan
3. Polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. Infeksi saluran nafas bawah berulang
2.3 Patofisiologi Penyakit COPD
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan
keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang

4
sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu
gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan
aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat
gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan
obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1),
dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP). Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul
peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi terutama
ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan. Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif
merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps. Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi
predominan berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas
pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi
makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase,
yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan. Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan
adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan
dengan adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan
hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik
pada arteriol .

5
2.4 Manifestasi Klinis Penyakit COPD
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah
menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya parahnya
batuk penderita. Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang
berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak
pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas
yang menetap.
2.5 Pengertian Penyakit Decompensasi Cordis
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung untuk mempertahankan
peredaran darah sesuai kebutuhan. Gagal jantung kongestif atau congetive
heart failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa
untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk
memenuhi keperluan-keperluan tubuh.
Gagal jantung adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat
disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan
pengisian ventrikel-(disfungsi diastolik dan/atau kontraktilitas miokardikal
(disfungsi sistolik). Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen
dan nutrient.
2.6 Etiologi Penyakit Decompensasi Cordis
Secara umum gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai hal yang
dapat dikelompokkan menjadi :
1. Klasifikasi gagal jantung menurut gejala dan intensitas gejalanya :
a. Gagal jantung akut yaitu timbulnya gejala secara mendadak,
biasanya selama beberapa hari atau beberapa jam.
b. Gagal jantung kronik yaitu perkembangan gejala selama
beberapa bulan sampai beberapa tahun dan menggambarkan
keterbatasan kehidupan sehari-hari.
2. Klasifikasi gagal jantung menurut letaknya :

6
a. Gagal jantung kiri merupakan kegagalan ventrikel kiri untuk
mengisi atau mengosongkan dengan benar dan dapat lebih
lanjut diklasifikasikan menjadi disfungsi sistolik dan diastolik.
b. Gagal jantung kanan merupakan kegagalan ventrikel kanan
untuk memompa secara adekuat. Gagal jantung kanan dapat
juga disebabkan oleh penyakit paru dan hipertensi arteri
pulmonary primer.
3. Menurut derajat sakitnya :
a. Derajat 1 : Tanpa keluhan
Pasien masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari
tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas.
b. Derajat 2 : Ringan
Aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan
pun hilang.
c. Derajat 3 : Sedang
Aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau
sesak napas, tetapi keluhan hilang jika aktivitas dihentikan.
d. Derajat 4 : Berat
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari,
bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin
berat jika melakukan aktivitas walaupun aktivitas ringan.
2.7 Patofisiologi Penyakit Decompensasi Cordis
a. Mekanisme dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu
kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi cardiac output dan meningkatkan volume ventrikel.
Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolic ventrikel)
maka terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolic kiri (LEDV).
Sehingga terjadi peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung kedalam anyaman veskuler paru-paru.
Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan
osmotic vaskuler, maka akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan
drainase limfatik, maka akan terjadi edema interstitial. Peningkatan

7
tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan
terjadilah edema paru-paru.

b. Respon kompensatorik
1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik
Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas
andregenik simpatik yang dengan merangsang pengeluaran
katekolamin dan saraf-saraf andrenegik jantung dan medula adrenal.
2. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas system rennin
angiotensin aldosteron (RAA)
Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal,
meningkatkan volume ventrikel-ventrikel tegangan tersebut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktibilitas
miokardium.
3. Atropi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah
hidrotropi miokardium akan bertambah tebalnya dinding.
4. Efek negative dari respon kompensatorik
Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun
pada akhirnya menimbulkan berbagai gejala, meningkatka laju
jantung dan memperburuk tingkat gagal jantung.
Akibat kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen
juga meningkat, yang juga ditambah lagi adanya hipertensi miokard
dan perangsangan simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard
akan oksigen tidak terpenuhi maka akan terjadi iskemia miokard,
akhirnya dapat timbul beban miokard yang tinggi dan serangan
gagal jantung yang berulang.

2.8 Klasifikasi Penyakit Decompensasi Cordis


b. Klasifikasi I
 Gejala
1. Aktifitas biasa tidak menimbulkan kelelahan, dipsnea, palpitasi,
tidak ada kongesti pulmonal atau hipotensi perifer
8
2. Asimptomatik
3. Kegiatan sehari-hari tidak terbatas
 Prognosa : baik
c. Klasifikasi II
 Gejala
1. Kegiatan Sehari-Hari Sedikit Dan Terbatas
2. Gejala Tidak Ada Saat Istirahat
3. Ada Bailar ( Krekels Dan S3 Murmur)
 Prognosa : baik
d. Klasifikasi III
 Gejala
1. Kegiatan sehari-hari terbatas
2. Klien merasa nyaman saat istirahat
 Prognosa : baik
e. Klasifikasi IV
 Gejala
1. Gejala insufisiensi jantung ada saat istirahat
 Prognosa : buruk

2.9 Komplikasi Penyakit Decompensasi Cordis


1. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri.
2. Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongesti akibat penurunan
curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung
dan otak)
3. Episode trombolitik
Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi dengan
aktifitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
4. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kekantung perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium
sampai ukuran maksimal. COP menurun dan aliran balik vena kejantung –
tamponade jantung.
2.10 Manifestasi Klinis Penyakit Decompensasi Cordis
1. Gagal jantung kiri

9
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanisme kontrol pernapasan.
Gejala :
1. Dispnea.
2. Orthopnea.
3. Paroximal nocturnal dispnea.
4. Batuk.
5. Mudah lelah.
6. Ronchi.
7. Gelisah.
8. Cemas.
2. Gagal jantung kanan
Menyebabkan peningkatan vena sistemik.
Gejala :
1. Oedem perifer.
2. Peningkatan BB.
3. Distensi vena jugularis.
4. Hepatomegali.
5. Asites.
6. Pitting edema.
7. Anorexia.
8. Mual.
3. Secara luas peningkatan COP dapat menyebabkan perfusi oksigen kejaringan
rendah, sehingga menimbulkan gejala :
1. Pusing.
2. Kelelahan.
3. Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas.
4. Ekstermitas dingin.
4. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan rennin serta sekresi
aldosteron dan retensi cairan dan natrium yang menyebabkan eningkatan
volume intravaskuler.
2.11 Pemeriksaan Penunjang Penyakit Decompensasi Cordis
1. Radiogram dada
a. Kongesti vena paru.

10
b. Redistribusi vaskuler pada lobus-lobus atas paru.
c. Kardiomegali.
2. Kimia darah
a. Hiponatremia.
b. Hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung.
c. BUN dan kreatinin meningkat.
3. Urine
a. Lebih pekat.
b. BJ meningkat.
c. Na meningkat.
4. Fungsi hati
a. Pemanjangan masa protombin.
b. Peningkatan bilirubin dan enzim hati (SGOT dan SGPT meningkat).
2.12 Penatalaksanaan Penyakit Decompensasi Cordis
Dalam penatalaksanaan ini bertujuan untuk :
1. Mengurangi beban kerja jantung
 Melalui pembatasan aktivitas fisik yang ketat tanpa menimbulkan
kelemahan otot-otot rangka.
2. Mengurangi beban awal
 Pembatasan garam.
 Pemberian diuretik oral.
3. Meningkatkan kontraktilitas
 Dengan pemberian obat inotropik.
4. Mengurangi beban akhir
Pemberian vasodilator seperti hidralazine dan nitrat yang menimbulkan
dilatasi anyaman vaskuler melalui 2 cara :
 Dilatasi langsung otot polos pembuluh darah.
 Menghambat enzim konversi angiotensin.
2.13 Konsep Dasar Keperawatan Pada Penyakit Decompensasi Cordis
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian fisik:
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :

11
 Keletihan, kelelahan terus sepanjang hari.
 Insomnia.
 Nyeri dada dengan aktivitas.
 Dispnea pada saat istirahat atau pada pengerahan tenaga.
Tanda :
 Geilsah, perubahan status mental: letargi, TTV berubah pada
aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala:
 Riwayat hipertensi, MCI episode gagal jantung karena
sebelumnya.
 Penyakit katub jantung, bedah jantung, endokarditis, SLE anemia,
syok septik, bengkak pada kaki, telapak tangan, abdomen, sabuk
terlalu kuat (pada gagal jantung kanan).
Tanda :
 TD mungkin menurun (gagal pemompaan), normal GJK ringan/
kronis atau tinggi (kelebihan volume cairan/ peningkatan TD).
 Tekanan nadi menunjukkan peningkatan volume sekuncup.
 Frekuensi jantung takikardia (gagal jantung kiri).
 Irama jantung : sistemik, misalnya : fibrasi atrium, kontraksi
ventrikel prematur / takikardi blok jantung.
 Nadi apikal disritmia, misal : PMI mungkin menyebar dan berubah
posisi secara inferior kiri.
 Bunyi jantung S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin lemah.
 Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya katup
atau insufisiensi.
 Nadi sentral mungkin kuat, misal: nadi jugularis coatis abdominal
terlihat.
 Warna kulit : kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik.
 Punggung kuku : pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler
lambat.
 Hepar : pembesaran/ dapat teraba, reflek hepato jugularis.

12
 Bunyi napas : krekels, ronchi.
 Edema : mungkin dependen, umum atau pitting, khususnya pada
ekstremitas.
 DVJ.
3. Integritas ego
Gejala :
 Ansietas, khawatir, takut.
 Stres yang berhubungan dengan penyakit/ finansial.
Tanda :
 Berbagai manifestasi perilaku, misal : ansietas, marah, ketakutan.
4. Eliminasi
Gejala :
 Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkamih malam hari
(nokturia), diare/ konstipasi.
5. Makanan/cairan
Gejala :
 Kehilangan nafsu makan.
 Mual/ muntah.
 Penambahan BB signifikan.
 Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
 Pakaian/ sepatu terasa sesak.
 Diet tinggi garam/ makanan yang telah diproses, lemak gula dan
kafein.
 Penggunaan diuretik.
Tanda :
 Penambahan BB cepat.
 Distensi abdomen (asites), edema (umum, dependen, atau pitting).

6. Hygiene
Gejala :
 Keletihan, kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
Tanda :
 Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

13
7. Neurosensori
Gejala :
 Kelemahan, peningkatan episode pingsan.
Tanda :
 Letargi, kuat fikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah
tersinggung.
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
 Nyeri dada, angina akut atau kronis.
 Nyeri abdomen kanan atas.
Tanda :
 Tidak tenang, gelisah.
 Fokus menyempit (menarik diri).
 Perilaku melindungi diri.
9. Pernapasan
Gejala :
 Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal.
 Batuk dengan/ tanpa sputum.
 Riwayat penyakit paru kronis.
 Penggunaan bantuan pernapasan, misal oksigen atau medikasi.
Tanda :
 Pernapasan takipnea, napas dangkal, pernapasan laboral,
penggunaan otot aksesori.
 Pernapasan nasal faring.
 Betuk kering/ nyaring /non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa sputum.
 Sputum : mungkin bercampur darah, merah muda/ berbuih, edema
pulmonal.
 Bunyi napas : mungkin tidak terdengar dengan krakels banner dan
mengi.
 Fungsi mental : mungkin menurun, letrgik, kegelisahan, warna
kulit pucat/sianosis.

14
10. Pemeriksaan penunjang
a. Radiogram dada
 Kongesti vena paru.
 Redistribusi vaskular pada lobus-lobus atas paru.
 Kardiomegali.
b. Kimia darah
 Hiponatremia.
 Hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung.
 Bun dan kreatinin meningkat.
c. Urine
 Lebih pekat.
 BJ meningkat.
 Na meningkat.
d. Fungsi hati
 Pemanjangan masa protombrin.
 Peningkatan bilirubin dan enzim hati (SGOT dan SGPT
meningkat).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas mocard,
perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik.
2. Intoleransi aktivitas berhungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan tubuh.
3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler alveolus.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunya laju filtrasi
gromelurus/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium dan air.
5. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan statis vena.
6. Kecemasan berhubungan dengan kesulitan napas dan kegelisahan akibat
oksigenasi yang tidak adekuat.
7. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah.
8. Resiko kurang pengetahuan mengenai program perawatan berhubungan
dengan tidak bisa menrima perubahan gaya hidup baru yang dianjurkan.

15
9. Bersihan jalan napas tidak efeksif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret, sekret tertahan, sekret kental, peningkatan energi dan
kelemahan.
3. Intervensi keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miocard, perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik.
 Tujuan :
 Diharapkan curah jantung kembali adekuat.
 KH :
 TTV dalam batas normal.
 Ortopnea tidak ada
 Nyeri dada tidak ada.
 Terjadi penurunan episode dispnea.
 Hemodinamik DBN.
 Intervensi :
Mandiri :
 Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi dan irama jantung.
 Catat bunyi jantung.
 Palpasi nadi perifier.
 Pantau tekanan darah.
 Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
 Kaji perubahan sensasi (letargi, bingung, orientasi cemas).
 Berikan istirahat psikologis dan lingkungan yang tenang,
bantu pasien mengatsi stres.
 Berikan istirahat semi fowler pada tempat tidur / kursi.
 Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut.
Kolaborasi :
 Berikan oksigen sesuai indikasi.
 Berikan obat sesuai indikasi :
o Vasodilator nitat, digoxin (lanoxin).
o Catopril.
o Pantau EKG dan perubahan foto dada.

16
o Pantau pemeriksaan lab BUN, kreatinin.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan tubuh.
 Tujuan :
o diharapkan klien dapat beraktivitas dengan bantual minimal atau
peningkatan toleransi aktivitas.
 KH :
o Menurunnya kelemahan dan kelelahan.
o Hb meningkat.
o Diaporesis berkuran / tidak ada.
o TTV DBN.
 Intervensi
Mandiri :
1. Periksa TTV sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
pasien menggunakan vasodilator, diuretik.
2. Catat respon kardio pulmonal terhadap aktivitas, catat takikardia,
disritmia, dispnea, pucat.
3. Kaji penyebab kelemahan, contoh pengobatan nyeri otot.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Kolaborasi :
1. Implementasi program rehabilitas jantung aktivitas.
2. Diet yang sesuai.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Penyakit paru obstruksi kronis (COPD) Chronic Obstructive Pulmonary
Disease adalah penyakit paru-paru yang mengakibatkan penderitanya sulit
bernafas. Penyakit ini terjadi akibat komplikasi dua penyakit yang ditimbulakan
oleh rokok yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Lama kelamaan penyakit ini
dapat menyebabkan pernafasan pendek dan masalah jantung.
Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung untuk mempertahankan
peredaran darah sesuai kebutuhan. Gagal jantung kongestif atau congetive heart
failure (CHF) adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk
mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi
keperluan-keperluan tubuh.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung
jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di
jelaskan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylinn G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC,Jakarta 2000


Anna Ulfa, 2002. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kardiovaskuler. Diklat RS. Harapan
Kita, Jakarta.
Barbara C Long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pejajaran Bandung.
Saferi Andra. 2014. Keperawatan Medical Bedah. Nuha Medika, Yogyakarta.
Wilkinson,Judith M.2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta: ECG

19

Anda mungkin juga menyukai