Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Apendiksitis merupakan penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat, kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendiksitis
dalam hidup mereka dengan angka kejadian pria lebih sering dari pada
wanita dan remaja lebih sering dari pada orang dewasa. World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2014 Apendiksitis
menempati urutan delepan sebagai penyebab utama kematian di dunia dan
diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian kelima di
seluruh dunia. Menurut perkiraan WHO, terdapat 20 juta orang menderita
apendiksitis derajat sedang sampai dengan berat. Lebih dari 3 juta orang
sakit karena apendiksitis pada tahun 2014, sekitar 5% dari jumlah semua
secara global (Boughman, 2011 dalam Thomas, 2016).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2011,
penyakit Apendisitis menduduki peringkat keempat penyebab sakit di
Indonesia setelah sistem sirkulasi, infeksi, danp arasit. Hasil survei penyakit
di 5 Rumah Sakit Propinsi di Indonesia pada tahun 2011, menunjukkan
Apendisitis menempati urutan kelima penyumbang angka kesakitan (25%)
(Depkes RI, 2012). Data dari Ruang flamboyan RSUD Gambiran Kediri
ditemukan data penderita Apendiksitis yang menjalani rawat inap pada
tahun 2012 sebanyak 70 orang dan tahun 2013 sebanyak 66 orang dan pada
tahun 2014 sebanyak 65 orang (Rekam Medis RSUD Gambiran, dalam
Thomas, 2016).

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada pasien
Apendisitis
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Definisi Apendisitis dan Apendiktomi
b. Untuk mengetahui Etiologi Apendisitis
c. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik Apendisitis
d. Untuk mengetahui Patofisiologi Apendisitis
e. Untuk mengetahui Pathway Apendisitis
f. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Apendisitis
g. Untuk mengetahui Komplikasi Apendisitis
h. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Apendisitis
i. Untuk mengetahui Diagnosa Apendisitis
j. Untuk mengetahui Intervensi Apendisitis

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi
Apendiks adalah kasus gawat abdomen yang paling sering terjadi.
Apendiksitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut
juga umbal cacing, istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan
dimasyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya
adalah sekum (Wijaya, 2017). Apendisitis merupakan salah satu penyakit
saluran pencernaan yang paling umum ditemukan dan yang paling sering
memberikan keluhan abdomen yang akut (acu abdomen) (Monica, 2002
dalam Wijaya, 2017).
Apendisitis merupakan peradangan pada suatu tambahan seperti
kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Infeksi
pada apendiks terjadi karena tersumbatnya lumen oleh fekalit (batu feses),
hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus (Brunner & Suddarth, 2013)
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat, apendiksitis akut adalah nyeri atau rasa tidak nyaman di
sekitar umbilicus berlangsung antara 1-2 hari. Apendisitis kronik adalah
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan makroskopik, dan keluhan akan hilang setelah
apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiks kronik adalah fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan perut dan ulkus lama di
mukosa dari infiltrasi sel inflamasi kronik (Peter, 2005 dalam Putri, 2017).
Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat
dilakukan pada pasien dengan menggunakan pendekatan endoskopi namu
adanya perlengkapan multiple posisi retropeitoneal dari apendiks atau robek
perlu dilakukan prosedur pembukaan. Apendiktomy adalah pengangkatan
secara bedah apendiks vermiformis (Wijaya , 2017).
Jadi apendisitis adalah peradangan atau infeksi akut pada apendiks,
inferior dari sekum tepatnya di kuadran bawah kanan rongga abdomen, dan

3
berbahaya jika tidak ditangani dengan segera akan terjadi infeksi yang
kronik. Dan apendiktomi adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk
mengangkat apendiks yang terinfeksi agar tidak bertambah parah.

B. Etiologi
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal
berbearan penting sebagai faktof pencetusnya, diantarnya adalah obstruksi
yang terjad pada lumen apendiks.
1. Obstruksi, biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras
(fekalit)
2. Hiperplasia jaringan limfoid
3. Tumor apendiks
4. Struktur
5. Benda asing dalam tubuh
6. Cacing askaris
7. Mengkonsumsi makanan yang rendah serat dan berpengaruh konstipasi
terhadap timbulnya penyakit apendiksitis (Wijaya, 2017).

C. Manifestasi Klinis
Menurut Thomas (2016), gejala dari apendisitis berkembang cepat,
kondisi baru dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya
gejala pertama.
1. Nyeri perut. Beberapa tanda nyeri yang terjadi sering disertai mual serta
satu atau lebih episode muntah dengan rasa sakit
2. Umumnya nafsu makan akan menurun
3. Konstipasi
4. Nilai leukosit biasanya meingkat dari rentang nilai normal
5. Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis
dan bising usus melemah jika terjadi perforasi.
6. Demam

4
7. Temuan dari hasil USG berupa cairan yang berada di sekita apendiks
menajdi sebuah tanda sonografik penting.

D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Semakin lama mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2011).

5
E. Pathway

6
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis), diduga bahwa tingginya
leukositosis sebanding dengan hebatnya peradangan.
2. Radiologi : terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat
yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-
scan ditemukan densitas pada kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2014).

G. Komplikasi
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massak lunak di kuadran kanan bawah atauu daerah pelvis. Massa ini
mula-mula perupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi bila appendisitisgangren atau
mikroperforasi ditutup oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus, sehingga
bakteri menyebab ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam
pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam.
Perforasi dapat diketahui prapaoperatif pada 70% kasus dengan gambaran
klisis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,5.
Tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear.
3. Peritononitis
Peritononitis adalah peradangan peritoneum, merupakan
komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis. Bila infeksi tersebut luas pada permukaan peritoneum
menyababkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltic berkurang
sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan

1
elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis (Putri, 2017).

H. Penatalaksanaan Apendisitis
Menurut Afidah (2012), penatalaksanaan apendisitis sebagai berikut:
a. Pre Operasi
Persiapan pre operasi dilakukan dengan mengecek identitas pasien,
pemeriksaan fisik, hasil tes diagnostik, inform consent pembedahan dan
anestesi. Inform consent sudah ditandatangani oleh penanggungjawab.
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi dan puasa sejak jam 03.00 WIB,
pasien terpasang infus RL 20 tpm di tangan kiri. Alat dan obat anestesi
yang akan diberikan telah lengkap, instrument pembedahan dalam keadaan
steril, hasil USG telah dipasang di ruang operasi.
1. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda, dan gejala
apendiksitis seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat
perlu dilakukan. Pasien diminta melakukian tirah baring dan
dipuaskan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya
apendiksitis ataupun peritonitis. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta
pemeriksaan darah (leukosit atau hitung jenis) diulang secara periodik,
foto abdomen dan thiorak tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis
ditegakkan dengan lokalisasi nyeri didaerah kanan bawah dalam 12
jam setelah timbulnya keluhan.
2. Antibiotik
Apendiksitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan
antibiotik, kecuali apendiksitis ganggrenosa atau apendikksitis
perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik
dapat mengakibatkan abses atau perporasi.

2
b. Intra Operasi
Apendiktomi. Apendiks di buang, jika apendiks mengalami
porporasi bebas, maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam
jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
oprasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
Pasien dilakukan anestesi pada pukul 09.15 WIB, dan dilakukan
pembedahan pada pukul 09.30 WIB. Jenis anestesi yang diberikan adalah
spinal anestesi pada jam pertama dan kemudian dilanjutkan dengan
general anestesi. Sebelumnya pasien mendapatkan injeksi ketamin 60 mg
dan propofol 50 mg untuk premedikasi. 15 menit pertama pasien
mendapatkan bupivacain 7,5 mg dan fentanyl 25 mcg. 10 menit kemudian
diberikan midazolam 5 mg dan diberikan lagi fentanyl 70 mcg pada menit
ke 35. Selama dilakukan pembedahan, pasien masih merasakan nyeri
sehingga pada awitan waktu satu jam kemudian pasien diberikan general
anestesi dengan LMA (Laryngeal Mask Airway). Hal ini harusnya tidak
terjadi apabila penatalaksanaan pemberian anestesi dilakukan sesuai
dengan prosedur tetap. Berdasarkan prosedur tetap yang ada, perlu dikaji
mengenai kebiasaan seharihari yang dapat mempengaruhi jalannya
anestesi seperti merokok, minuman beralkohol atau pemakai narkoba,
sehingga ambang batas nyeri dan tingkat resistensi pasien terhadap suatu
obat tertentu dapat dikaji.
Insisi sepanjang ± 8cm dilakukan pada gridiron melewati titik
Mc.Burney kemudian dilanjutkan insisi lapis per lapis sampai dengan fasia
muskulus oblikus eksternus. Fasia diinsisi dengan mess dan diperlebar
dengan gunting, dilakukan split terhadap muskulus oblikus eksternus,
muskulus oblikus internus, dan muskulus transversalis abdominis sesuai
arah masing-masing serat otot. Setelah nampak peritoneum, kemudian
peritoneum diangkat dan dilihat hingga tidak terdapat organ intra abdomen

3
yang terikut, kemudian peritoneum dibuka dengan gunting dan diperlebar
sesuai dengan arah insisi kulit dan mengeluarkan cairan jernih.
Sekum diidentifikasi lalu dikeluarkan dan sekum dibungkus
dengan kassa basah, kemudian ditemukan appendiks dengan letak
retrocaecal, oedema, dan hiperemis, namun tidak ditemukan adanya
perforasi. Kemudian dilakukan appendiktomi retrograde, punctum dijahit.
Setelah itu dilakukan cek perdarahan dengan menggunakan kassa (sluber)
untuk mengetahui masih adakah perdarahan dari arteri appendikularis dan
pembuluh darah sekitarnya. Kemudian peritoneum dijahit menggunakan
chromic 2.0, aproksimasi muskulus dengan plain 2.0, fasia dengan
polysorb 2.0, subkutan dengan plain 3.0 dan selanjutnya jahit kulit dengan
menggunakan silk 3.0. Operasi selesai pada pukul 11.45 WIB.
c. Pasca Operasi
Pasien tiba di recovery room pukul 11.50 WIB dengan posisi tidur
terlentang (supine), oksigen 3 ltr/mnt, infus RL 20 tpm, dilakukan
observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di
dalam, syok, hipotermia, atau gangguan pernapasan, angkat sonde
lambung bila pasien sudah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila
dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuaskan, bila
tindakan oprasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis
umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari
pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama
2 x 30 menit. Hari kedua dapat dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari
ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien di bolehkan pulang.

4
BAB III
KASUS

Nama Ny. S umur 35 tahun, jenis kelamin perempuan beragama islam


beramalat Klaten tanggal 11 September 2019, dengan diagnosa medis
Apendiksitis, dengan alasan kunjungan nyeri perut bagian bagian kanan bawah
sejak 3 hari yang lalu, pasien juga mengeluhkan nafsu makan berkurang, kadang
mual dan muntah, serta demam. . Sebelum ke IGD RSUD, pasien memeriksakan
ke puskesmas, kemudian disarankan untuk langsung ke IGD RSUD. Setelah
dilakukan USG Abdomen pasien di diagnosa Apendiksitis dan dianjurkan untuk
di operasi.
Saat dilakukan pengkajian didapatkan pasien mengatakan nyeri perut
bagian kanan, nyeri perih terasa tajam, nyeri semakin terasa jika di buat bergerak,
skala nyeri 6. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, hipertensi, TBC, dan
DM. Pasien mengatakan kurang mengetahui apa saja yang perlu dipersiapkan
sebelum dioperasi. Pemeriksaan fisik diperoleh hasil keadaan umum baik,
compos mentis, BB: 71 kg, TB: 170 cm, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 104
x/mnt, suhu 37,80C, dan pernapasan 20x/mnt, normal pada semua organ kecuali
pada bagian abdomen dimana diperoleh hasil inspeksi simetris, bising usus 15
x/mnt, tympani saat diperkusi, nyeri tekan pada titik Mc.Burney dan nyeri terasa
sampai epigastrium, Hasil pemeriksaan USG diperoleh kesan appendisitis.

1
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian Fokus
Menurut Putri (2017), pengkajian fokus apendisitis meliputi:
Riwayat :
Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan kemungkinan
apendisitis meliputi : umur, jenis kelamin, riwayat pembedahan, dan riwayat
medik lainnya, pemberian barium baik leat mulut/rektal, riwayat diit terutama
makanan yang berserat.
Riwayat kesehatan :
1. Keluhan utama : pasien biasanya mengeluh nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama.
2. Riwayat kesehatan sekarang : selain mengeluh nyeri pada daerah
epigastrium, keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan
mutah, panas.
3. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah
kesehatan klien sekarang, bisa juga penyakit ini sudah pernah dialami oleh
pasien sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit apendisitis ini bukan
merupakan penyakit keturunan, bisa dalam anggota keluarga ada yang
pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien bisa juga tidak ada yang
menderita penyakit yang sama seperti yang dialami pasien sebelumnya.

1
Data seubyektif, Sebelum operasi:
1. Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah
2. Mual, muntah, kembung
3. Tidak nafsu makan, demam
4. Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
5. Diare atau konstipasi

Data Subjektif, Sesudah operasi:


1. Nyeri daerah operasi
2. Lemas
3. Haus
4. Mual, kembung
5. Pusing

Data obyektif, Sebelum operasi:


1. Nyeri tekan di titik Mc. Berney
2. Spasme otot
3. Takhikardi, takipnea
4. Pucat, gelisah
5. Bising usus berkurang atau tidak ada
6. Demam 38-38,5 C

Data objektif, Sesudah operasi:


1. Terdapat luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen
2. Terpasang infus
3. Terdapat drain/pipa lambung
4. Bising usus berkurang
5. Selaput mukosa mulut kering

2
5. Pemerikasaan laboratorium
a. Leukosit : 10.000 – 18.000/mm3
b. Netrofil meningkat 75 %
c. WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin indikasi terjadinya
perforasi (jumlah sel darah merah)
d. Data pemerikasaan diagnostik :
- Radiologi : foto colon yang memungkinkan adanya fecalit pada katup
- Barium enema : apendiks terisi barium hanya sebagian

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Resiko kekukurangan volumecairan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
3. Kekurangan pengetahuan tentang prosedur persiapan dan sesudah operasi
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan.

3
C. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan pada apendisitis menurut Wijaya (2017), adalah sebagai berikut:

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Tindakan

1. Nyeri akut b/d agen Setelah diberikan intervensi keperawatan 1. Kaji tanda-tanda vital
cidera fisik 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang 2. Kaji keluhan nyeri, tentukan lokasi, jenis dan
dengan kriteria hasil: intensitas nyeri. Ukur dengan skala 1-10
1. Klien mengungkapkan rasa sakit 3. Jelaskan penyebab rasa sakit, cara mengurangi
berkurang 4. Beri posisi ½ duduk untuk mengurangi penyebaran
2. Wajah dan posisi tubuh tampak infeksi pada abdomen
rileks 5. Ajarkan teknik relaksasi
3. Skala nyeri berkurang 1-3 6. Kompres es pada daerah sakit untuk mengurangi
4. TTV dalam batas normal nyeri
7. Laksanakan program medic

2. Resiko kekurangan Setelah diberikan intervensi keperawatan 1. Observasi tanda vital suhu, nadi, tekanan darah,
volume cairan 3x24 jam diharapkan cairan dan elektrolit pernapasan tiap 4 jam.
berhubungan dengan dalam keadaan seimbang dengan kriteria 2. Observasi cairan yang keluar dan yang masuk
mual, muntah, anoreksia hasil: 3. Jauhkan makanan atau baubauan yang merangsang
1. Turgor kulit baik mual dan muntah
2. Cairan yang keluar dan masuk 4. Kolaborasi pemberian infus dan pipa lambung
seimbang
3. BB stabil

2
3. Kurang pengetahuan Setelah diberikan intervensi keperawatan 1. Jelaskan prosedur persiapan oprasi
tentang prosedur 3x24 jam diharapkan klien memahami 2. Pemasangan infus
persiapan dan sesudah tentang prosedur persiapan dan sesudah 3. puasa makan dan minum sebelumnya 6-8 jam
operasi operasi dengan kriteria hasil: 4. cukur daerah oprasi
1. Klien kooperatif dengan tindakan 5. jelaskan situasi di kamar bedah
persiapan operasi maupun 6. jelaskan aktivitas yang perlu dilakukan setelah oprasi
sesudah operasi.
2. Klien mendemostrasikan latihan
yang diberikan.

4. Kerusakan integritas Setelah diberikan intervensi keperawatan 1. Pantau luka pembedahan dari tanda taanda
kulit berhubungan 3x24 jam diharapkan integritas kulit baik peradangan
dengan luka dengan kriteria hasil: 2. Rawat luka secara steril
pembedahan 1. Luka insisi sembuh tanpa ada 3. Beri makanan berkualitas atau dukungan klien
tanda infeksi. untuk makan
2. Leukosit normal 4. Beri antibiotika sesuai program medic

3
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Apendisitis akut adalah nyeri atau rasa tidak nyaman di sekitar
umbilicus berlangsung antara 1-2 hari. Apendisitis kronik adalah nyeri perut
kanan bawah lebih dari 2 minggu (Peter, 2005 dalam Putri, 2017).
Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks yang terinflamasi pada pasien.
Jadi apendisitis adalah peradangan atau infeksi akut pada apendiks,
inferior dari sekum tepatnya di kuadran bawah kanan rongga abdomen, dan
berbahaya jika tidak ditangani dengan segera akan terjadi infeksi yang
kronik. Dan apendiktomi adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk
mengangkat apendiks yang terinfeksi agar tidak bertambah parah.

B. Saran
1. Bagi Perawat
Perawat sebagai tim kesehatan yang paling sering berhubungan dengan
pasien sangat perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan agar mampu
merawat pasien secara komprehensif dan optimal. Perawat juga harus
bekerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi) dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit apendisitis.

2. Bagi Keluarga
Untuk perawatan pasien dengan apendisitis, harus ada kerjasama antara
perawat dan keluarga, perawat memberikan informasi kesehatan tentang
perkembangan kesehatan pasien dan memberikan informasi kesehatan
kepada keluarga. Keluarga agar lebih kooperatif selalu memperhatikan
pasien, bila dirumah dapat menjaga diri agar tidak terjadi komplikasi yang
lebih parah.

2
DAFTAR PUSTAKA

Afidah, N. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn.E Dengan Tindakan


Appendiktomi Pada Appendisitis Akut Di Kamar Operasi. Naskah
Publikasi. FIK: Univ Muh Surakarta.

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC

Mansjoer, A. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius


FKUI

NANDA, 2018-2020, Diagnosis Keperawatan NANDA.

Smeltzer, Bare. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Bunner &
Suddart. Edisi 8. Vol 2. Jakarta : EGC.

Thomas, G, dkk. 2016. Angka Kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado. Jurnal e-Clinic. 4 (1): 231-236.

Wijaya, A & Yessi, Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Medah


(Keperawatan Dewasa). Edisi 3. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai