Anda di halaman 1dari 9

Daffa Umar Reza (8)

5-14

MODUL PENERIMAAN
Beberapa dasar hukum terkait dengan pedoman pelaksanaan penerimaan negara, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;


2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.05/2009 tentang Pelaksanaan Uji
Coba Rekening Penerimaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bersaldo Nihil
dalam rangka Penerapan Treasury Single Account (TSA);
6. Keputusan Menteri Keuangan No. 100/KMK.01/2008 tentang Struktur Organisasi
Departemen Keuangan.
7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/Pmk.05/2014 Tentang
Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik.
8. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 202 /Pmk. 05/2018 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32 /Pmk. 05/2014
Tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan


berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penganggaran. Berbagai perubahan ini
membutuhkan dukungan sistem penganggaran yang lebih responsive, yang dapat
memfasilitasi upaya memenuhi tuntutan masyarakat atas peningkatan kinerja pemerintah
dalam bidang pembangunan, pelayanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya.

Perubahan mendasar atas struktur APBN dan jenis, format serta cara pelaporannya
dimuat dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-
Undang Nomor 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor
15 tahun 2004 Tentang Pemeriksaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (DJPBN) sebagai salah satu unit eselon I Departemen Keuangan
merupakan salah satu entitas yang harus melaksanakan ketentuan tersebut. Dalam rangka
melaksanakan ketentuan tersebut, maka DJPBN telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Selain
penyempurnaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, direktorat jenderal ini juga
telah berhasil menyusun Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK-BUN) sejak 2008
lalu.

Upaya lainnya, direktorat jenderal ini juga berupaya melakukan penyempurnaan sistem
penerimaan negara. Sejalan dengan pelaksanaan reformasi administrasi keuangan negara,
beberapa rekening liar dan anggaran nonbujeter, yang sangat menonjol dalam masa Orde
Baru mulai ditertibkan dan diintegrasikan dengan APBN/APBD. Instansi negara tidak boleh
lagi mendirikan badan usaha, yayasan dan koperasi yang marak pada masa Orde Baru dan
pada hakikatnya merongrong instansi induknya. Sementara itu, pemungutan Penerimaan
Bukan Pajak semakin ditertibkan termasuk penertiban asset (Barang Milik Negara) ataupun
peningkatan kompetensi K/L dalam penyusunan LK.

Upaya-upaya tersebut dilakukan sebagai wujud nyata dari komitmen DJPBN pada
khususnya dan pemerintah pada umumnya dalam memberikan pelayanan yang terbaik
kepada masyarakat.

Managemen GR yang efektif adalah starting point utk pengelolaan kas yang efektif.
Dengan meminjam konsep Grindle dan Thomas (1991:4), kebijakan (policy) reformasi
haruslah diarahkan untuk mencermati dan membenahi berbagai kesalahan kebijakan di
masa lalu maupun kebijakan yang berlaku sekarang serta mekanisme pengaturan
kelembagaan yang ada. Kebijakan atas government receipt haruslah bisa menjadi dasar bagi
pengambil kebijakan sekaligus informasi bagi yang berkepentingan atas berapa total
penerimaan yang dimiliki oleh Negara Indonesia pada setiap saat. Dengan demikian fungsi
penataan keuangan Negara yang salah satunya agar negara mampu memenuhi
kewajibannya, mampu melunasi semua ikatan keuangan jangka pendek dan jangka panjang
dapat terpenuhi (Devas : 1989).

Salah satu implementasi dari Government Receipt saat ini adalah MPN. Dalam
perjalanannya MPN masih mengalami beberapa permasalahan. Selain permasalahan wajib
pajak/wajib setor/wajib bayar belum terlayani dengan baik dan adanya beberapa transaksi
pada MPN masih diragukan keakuratan datanya, juga belum diterapkannya accrual basis
dalam sistem ini. Saat ini implementasi accrual basis diyakini secara mendunia sebagai cara
membawa pemerintahan menjadi lebih akuntabel dan transparan dalam penggunaan
resources dan kebijakan oleh pemerintah guna menjalankan dan melaksanakan tugas-tugas
negara (Kaganova dkk, 2002).

Pengimplementasian Goverment Receipt dengan basis akrual merupakan solusi yang


tepat atas kekurangakuratan data, karena basis akrual menyediakan informasi yang paling
komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat, termasuk transaksi internal, in-kind
transaction, dan arus ekonomi lainnya. Kelebihan lain accrual basis diantaranya:
perencanaan kebijakan yang lebih baik, pendekatan yang lebih informatif terhadap
manajemen asset dan fokus pada keadilan antar generasi (inter-generational equity) (IFAC :
2002) .

Perubahan dari cash basis menjadi accrual basis merupakan elemen yang penting dalam
reformasi sektor public (Ryan, 1998). Pengenalan akuntansi akrual dimaksudkan untuk
memfasilitasi transparansi yang lebih besar dalam kegiatan instansi sektor publik, selain itu
dimaksudkan pula untuk memperkuat akuntabilitas pemerintah dan untuk meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan (Christensen, 2002). Penerapan accrual accounting dalam
Government Receipt juga sudah menjadi keharusan karena UU No.17 tahun 2003 yang
merupakan salah satu paket UU Keuangan Negara mengamanahkan demikian.

Selain accrual accounting, penatausahaan penerimaan negara yang lebih mudah, aman,
cepat, akurat, dan efisien dalam rangka menghasilkan laporan yang dapat dipertanggu
ngjawabkan juga menjadi alasan perlunya pengembangan lebih lanjut terhadap MPN
kedepan. Hal ini sejalan dengan pendapat Dadang (2001) bahwa ada beberapa prinsip yang
harus dipegang dalam penatausahaan penerimaan negara yaitu tertib, taat pada peraturan
perundang- undangan yang beriaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Mardiasmo (2002) perubahan dalam
pengelolaan keuangan Negara harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan negara (anggaran) yang baik. Prinsip manajemen keuangan yang diperlukan untuk
mengontrol kebijakan keuangan tersebut meliputi:

1. Akuntabilitas.
2. Value for Money.
3. Kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity).
4. Transparansi.
5. Pengendalian.

Lebih lanjut Mardiasmo (2002) menegaskan bahwa prinsip-prinsip yang mendasari


pengelolaan keuangan negara tersebut harus senantiasa dipegang teguh dan dilaksanakan
oleh penyelenggara pemerintahan, karena pada dasarnya masyarakat (publik) memiliki hak
dasar terhadap pemerintah, yaitu:

1. Hak untuk mengetahui (right to know), yaitu:


2. Hak untuk diberi informasi (right to be informed)
3. Hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to).

Melalui MPN-G2 pencatatan penerimaan negara sepenuhnya menggunakan sistem


switching dan billing. Sistem switching adalah sebuah sistem yang mengatur lalu lintas data
antar pihak dalam MPN-G2 System. Selain itu, Sistem Switching juga bertugas melakukan
rekonsiliasi antara MPN-G2 system dengan sistem di Collecting Agent. Sedangkan system
Billing adalah kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk
menghasilkan data tagihan bagi wajib pajak/wajib setor/wajib bayar, serta menghasilkan
laporan baik bagi manajemen (biller) maupun wajib pajak/wajib setor/wajib bayar.

Dalam lingkup yang lebih kecil, Government Receipt juga diarahkan dapat menjadi
sebuah sub sistem yang mendukung bagi masing-masing eselon I dalam rangka
pembangunan sistem/project yang sedang dilaksanakan pada masing-masing eselon I
tersebut. Seperti diketahui bahwa sistem/project yang sedang dibangun tersebut antara lain
adalah Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) melalui Government Financial
Management and Revenue Administration Project (GFMRAP) pada Direktorat Jenderal
Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Anggaran, Project for Indonesia Tax Administration
Reform (PINTAR) pada Direktorat Jenderal Pajak serta Indonesia National Single Window
(INSW) pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Aspek teknologi merupakan salah satu
faktor penting dalam pembangunan Government Receipt. Aspek teknologi ini terutama
berkaitan dengan infrastruktur baik perangkat keras maupun jaringan komunikasi data,
perangkat lunak aplikasi, sistem operasi dan database. Penggunaan masing-masing aspek
teknologi ini akan mempengaruhi proses pengelolaan Government Receipt secara
keseluruhan. Penetapan kebijakan untuk menerapkan teknologi tertentu dalam
implementasi Government Receipt akan berdampak luas terhadap investasi yang telah
dikeluarkan oleh masing-masing instansi. Hal ini dapat menimbulkan pemborosan yang
sangat besar dan merugikan keuangan negara secara keseluruhan. Sebagaimana terjadi
pada negara-negara sedang berkembang alasan utama menurunnya penerimaan
pemerintah adalah kelemahan yang melekat dalam pengumpulan pendapatan secara
kelembagaan (Mudenda, 1994). Kebutuhan akan integrasi data dan informasi merupakan
suatu keharusan di masa depan. Berkaitan dengan kepentingan integrasi dan kolaborasi
data dan informasi di antara unit eselon 1 terkait, perlu dirumuskan secara bersama metode
dan teknologinya. Adanya tuntutan interaksi data yang lebih luas dan komprehensif di
antara unit eselon 1 terkait terutama dalam hal penggunaan data dan informasi secara
bersama-sama, seharusnya mendorong adanya kesepahaman dan keserempakan tindak
untuk menyelenggarakan Government Receipt tersebut. Pada sisi aplikasi, salah satu
wujudnya adalah layanan MPN-G2, perkembangan internet dan teknologi pendukungnya
menunjukkan kecenderungan pemanfaatan yang semakin luas.

Mengingat pengembangan aplikasi MPN-G2 lingkupnya mencakup skala cukup besar


yang melibatkan beberapa unit eselon 1, maka diperlukan kerangka komunikasi antar sub
sistem aplikasi MPN untuk saling berhubungan dan saling bekerjasama. Di samping itu,
masing-masing sub sistem aplikasi MPN-G2 tersebut lingkup fungsinya juga cukup besar
(menyangkut semua hal yang berhubungan dengan penerimaan negara yang
ditatausahakan) sehingga dalam pembangunannya memungkinkan dilakukan secara
berbeda, sehingga diperlukan mekanisme komunikasi baku antar sub sistem, sehingga
masing-masing sub sistem aplikasi dapat saling bersinergi untuk membentuk layanan MPN-
G2 yang lebih besar dan kompleks. Oleh karena itu, dalam membangun MPN-G2 selanjutnya
diperlukan standardisasi kebutuhan pengembangan sistem aplikasi yang akan menjamin
bahwa komunikasi antar sistem aplikasi tersebut dapat dilakukan. Berikut adalah Standar
Kebutuhan Sistem MPN-G2- yang harus dipenuhi oleh setiap sub sistem MPN-G2:

1. Reliable,
2. Interoperable,
3. Scalable,
4. User Friendly,
5. Integrateable,

MPN-G2 disusun berdasarkan pendekatan fungsional layanan dari sistem penerimaan


negara yang harus diberikan oleh pengelola MPN-G2 kepada masyarakatnya, dan urusan
penatausahaan penerimaan negara serta fungsi lain yang berhubungan dengan penerimaan
negara secara keseluruhan, yang pada akhirnya diperlukan guna terselenggaranya sistem
keuangan negara yang baik dan efisien. Potensi penerapan MPN-G2 ini sangatlah besar,
anggap saja pada tahap awal penerapan MPN-G2 difokuskan kepada kota-kota besar
(ibukota provinsi) yang disadari bahwa wajib pajak/wajib setor/wajib bayar lebih bersifat IT
minded dan tingkat literacy yang dinilai cukup tinggi. Berdasarkan data penerimaan negara
yang ditatausahakan melalui MPN diketahui bahwa pada sektor perkotaan inilah sebagian
besar penerimaan negara didapatkan.

Proses Bisnis
Proses bisnis siklus penerimaan dimulai dari biller yaitu DJA, DJP, dan DJBC sebagai
pengelola billing kemudian si wajib bayar, wajib setor atau dan wajib pajak melakukan
pembayaran sesuai dengan kode billing yang diberikan (kecuali wajib pajak karena self
assessment membuat billing secara mandiri), kemudian setelah proses billing dan
settlement telah dilakukan, maka akan terbit BPN (BPN dapat dijadikan bukti sebagai WP
dalam melaporkan spt tahunannya untuk bukti lampiran SSP) keseluruhan proses diatas
dilakukan oleh MPNG2 hingga terbitnya NTPN yang dikelola langsung oleh pihak DJPB
bahkan tidak terbatas pada itu, DJPB juga berhak melakukan switching atas settlement yang
dilakukan ke pihak bank persepsi sebagai collecting agent (CA).

Setelah proses diatas telah selesai MPNG2, uang kemudian masuk ke Bank persepsi dan dan
kemudian nanti masuk ke RKBUN BI sebelum dikirim ke RKUN.

Modul – modul yang terkait adalah:

1. Modul government receipt (GR),


2. Modul cash management (CM) ,
3. Modul payment management (PM), dan
4. Modul general ledger (GL).

Untuk lebih jelas mengenai flowchart proses bisnis dari billing sampai collecting agent (CA),
berikut ini gambarannya :
2. Input, Proses/Aktivitas, dan Output

Input, proses, dan output pada siklus penerimaan adalah :

3. Gambaran Sistem Aplikasi, Arsitektur

Aspek teknologi merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan MPN-G2.
Aspek teknologi ini terutama berkaitan dengan infrastruktur baik perangkat keras maupun
jaringan komunikasi data, perangkat lunak aplikasi, sistem operasi, dan database.
Penggunaan masing-masing aspek teknologi ini akan mempengaruhi proses pengelolaan
MPN-G2 secara keseluruhan. Penetapan kebijakan untuk menerapkan teknologi tertentu
dalam implementasi MPN-G2 akan berdampak luas terhadap investasi yang telah
dikeluarkan oleh masing-masing instansi. Hal ini dapat menimbulkan pemborosan yang
sangat besar dan merugikan keuangan negara secara keseluruhan. Kebutuhan akan integrasi
data dan informasi merupakan suatu keharusan di masa depan.

Berkaitan dengan kepentingan integrasi dan kolaborasi data dan informasi di antara unit
eselon 1 terkait, perlu dirumuskan secara bersama metode dan teknologinya. Adanya
tuntutan interaksi data yang lebih luas dan komprehensif di antara unit eselon 1 terkait
terutama dalam hal penggunaan data dan informasi secara bersama-sama, seharusnya
mendorong adanya kesepahaman dan keserempakan tindak untuk menyelenggarakan
MPN-G2 tersebut. Pada sisi aplikasi layanan MPN-G2, perkembangan internet dan teknologi
pendukungnya menunjukkan kecenderungan pemanfaatan yang semakin luas.
Pengembangan aplikasi berbasis web khususnya persiapan proses billing akan
mempermudah integrasi data dan informasi serta perlu mendapat perhatian secara
memadai.

Hal penting lainnya dalam integrasi data dan informasi adalah pengelolaan keamanan.
Perlu dirumuskan sejak awal bagaimana scenario pengelolaan keamanan data dan informasi
yang dipertukarkan serta dampak-dampaknya terhadap aplikasi dan sistem secara
keseluruhan. Dalam konteks keamanan ini, perlu dikembangkan prosedur-prosedur kerja
sesuai kultur dan nature dari teknologi informasi itu sendiri. Perumusanan teknologi
informasi dalam MPN berbasis elektronik akan berpengaruh besar dalam pengelolaan
keamanan dan efisiensi proses- prosesnya. Pengembangan konsep dan strategi
interoperabilitas merupakan salah satu agenda penting pengembangan MPN secara
menyeluruh untuk mencapai pemanfaatan data dan informasi yang terintegrasi, aman dan
efisien.

Mengingat pengembangan aplikasi MPN-G2 lingkupnya mencakup skala cukup besar


yang melibatkan beberapa unit eselon-1, maka diperlukan kerangka komunikasi antar sub
sistem aplikasi MPN untuk saling berhubungan dan saling bekerjasama. Di samping itu,
masing-masing sub sistem aplikasi MPN-G2 tersebut lingkup fungsinya juga cukup besar
(menyangkut semua hal yang berhubungan dengan penerimaan Negara yang
ditatausahakan) sehingga dalam pembangunannya memungkinkan dilakukan secara
berbeda, sehingga diperlukan mekanisme komunikasi baku antar sub sistem, sehingga
masing-masing sub sistem aplikasi dapat saling bersinergi untuk membentuk layanan MPN-
G2 yang lebih besar dan kompleks. Oleh karena itu, dalam membangun MPN-G2 selanjutnya
diperlukan standardisasi kebutuhan pengembangan sistem aplikasi yang akan menjamin
komunikasi antar sistem aplikasi tersebut dapat dilakukan.

Berikut adalah Standar Kebutuhan Sistem MPN-G2 - yang harus dipenuhi oleh setiap sub
sistem MPN-G2:

 Reliable, menjamin bahwa sub sistem akan dapat berjalan dengan handal, robust
terhadap kesalahan pemasukan data, perubahan sistem operasi, dan bug free.
 Interoperable, menjamin bahwa sub sistem akan dapat saling berkomunikasi serta
bertukar data dan informasi dengan sub sistem lain untuk membentuk sinergi
sistem.
 Scalable, menjamin bahwa sub sistem akan dapat dengan mudah ditingkatkan
kemampuannya, terutama penambahan fitur baru, penambahan user, dan
kemampuan pengelolaan data yang lebih besar.
 User Friendly, menjamin bahwa sub sistem akan mudah dioperasikan dengan user
interface (antar muka pengguna) yang lazim berlaku di pemerintahan dan dan
perbankan (collecting agent) sesuai dengan kebiasaan bahasa dan budaya
penggunanya.
 Integrateable, menjamin bahwa sub sistem mempunyai fitur untuk kemudahan
integrasi dengan sub sistem lain, terutama untuk melakukan transaksi pertukaran
data dan informasi antar sub sistem MPN-G2, baik dalam lingkup satu sub sistem
ataupun dengan sub sistem lainnya.
Keterkaitan dengan Modul/Sistem Lain

 Keterkaitan antara modul penerimaan dengan MPN G-2


Proses upload data transaksi penerimaan negara yang dilakukan pada MPN G2
hampir sama dengan yang diberlakukan pada ADK dari Bank/Pos Persepsi, yaitu
menyampaikan data transaksi penerimaan negara melalui ADK ke KPPN yang
merupakan bagian dari Laporan Harian Penerimaan (LHP), selanjutnya KPPN akan
melakukan proses upload terhadap ADK tersebut ke sistem SPAN yang nantinya akan
menjadi penerimaan pada Modul Government Receipt (GR). Proses upload data
transaksi dari MPN G2 dilakukan secara sentralisasi oleh unit khusus dibawah
Direktorat PKN. Hal ini sesuai dengan arah penyempurnaan MPN melalui MPN G2
yang menganut sentralisasi pengelolaan dan penatausahaan termasuk sentralisai
terhadap rekening kas negara dalam rangka penerimaan yang disetor oleh wajib
pajak/wajib setor/wajib bayar pada Bank/Pos Persepsi. Proses upload data transaksi
penerimaan dari MPN G2 ke SPAN juga dilakukan secara interface langsung atau
database to database.

Adapun informasi penerimaan negara yang akan disampaikan dari SPAN ke MPN G2
adalah ADK dan tabel database SPAN yang berisi informasi untuk kepentingan dari
masing-masing unit eselon 1 terkait, baik untuk kepentingan DJP, DJA, maupun DJBC.

 Keterkaitan antara modul penerimaan dengan modul GL


Antara modul penerimaan dan modul general ledger memiliki koneksi satu sama
lain. Modul general ledger akan memberikan informasi mengenai peta jurnal dan
proses tutup buku kepada modul penerimaan, sedangkan modul penerimaan akan
memberika informasi terkait jurnal penerimaan kepada modul general ledger.
 Keterkaitan antara modul penerimaan dengan modul CM
Antara modul penerimaan dan modul kas memiliki koneksi satu sama lain. Modul
penerimaan akan memberikan data catatan penerimaan kepada modul kas yang
akan dijadikan sumber informasi untuk melakukan rekonsiliasi, sedangkan modul kas
akan memberikan data mengenai rekonsiliasi bank dan data bank transfer kepada
modul penerimaan.
Kontrol/Pengendalian

1. Adanya penatausahaan sistem billing oleh masing-masing unit eselon 1 terkait agar
masing-masing unit eselon 1 tersebut dapat mengelola penerimaan negara sesuai
dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing. Baik itu untuk tujuan dalam rangka
pengambilan keputusan dan kebijakan maupun dalam rangka peningkatan
pelayanan kepada stakeholders yang terlibat yang diharapkan mampu mengurangi
beban kerja pada sistem MPN saat ini.
2. Adanya kegiatan yang dilakukan oleh bank/pos untuk mengirimkan LHP (Laporan
Harian Penerimaan) dan rekening koran elektronik ke KPPN Khusus Penerimaan
melalui Portal Rekonsiliasi, bertujuan agar dapat mengetahui total penerimaan
negara yang didapatkan beserta nominal dan asal bank yang jelas.
3. Adanya sentralisasi penerimaan negara melalui rekening persepsi pada kantor pusat
sehingga dapat mempercepat penguasaan kas, memudahkan pengelolaan dan
monitoring atas rekening BUN.

Kesimpulan

1. Paket Perundang-undangan di bidang keuangan negara telah menyediakan landasan


hukum yang kuat bagi pengembangan dan penerapan penatausahaan penerimaan
negara. Disisi yang lain, kerangka teori juga merupakan batasan yang harus
diperhatikan dalam memunculkan inisiataif perubahan dan pemilihan alternatif.
2. Proses bisnis penatausahaan penerimaan negara yang sudah ada harus menjadi fokus
perhatian dalam pelaksanaan penyempurnaan proses bisnis penatausahaan penerimaan
negara kedepan.
3. MPN-G2 harus dilaksanakan secara harmonis dengan mengoptimalkan hubungan
antara inisiatif masing-masing unit operasional dan penguatan kerangka kebijakan
untuk menjamin keterpaduannya dalam suatu jaringan sistem manajemen dan proses
kerja.
4. Sistem penerimaan negara secara keseluruhan haruslah dirancang dan dikendalikan
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan tentunya dikoordinasikan dengan pihak-
pihak terkait termasuk DJP, DJBC, DJA, bank/pos persepsi dan pihak lainnya.
Dengan harapan, rancangan sistem penerimaan negara tersebut hendaknya dapat
menyediakan data dan informasi yang cepat dan akurat kepada masing-masing unit
eselon 1 terkait dalam rangka pengambilan keputusan dan kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai