Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PEMERINTAH


DALAM PROSES BISNIS PENGANGGARAN

Disusun Oleh:
KELOMPOK 1
Adam Martin Immanuel (1402270050)
David Rori Mikhael (1401170019)
Hasna Noor Alifa (1401170013)
Setyo Baskoro Wicaksono (1401170009)

DIPLOMA IV AKUNTANSI
KELAS 5-01
Pendahuluan
Pemerintah melalui Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 3 Tahun
2003 Tanggal 9 Juni 2003, melaksanakan proses transformasi menuju e-
government. Untuk mewujudkan terbentuknya e-government di lingkup
Kementerian Keuangan dan memungkinkan tercapainya profesionalitas dan
kualitas pengelolaan keuangan negara, maka pemerintah melaksanakan sebuah
proyek penyempurnaan manajemen keuangan dan administrasi penerimaan
pemerintah (Government Financial Management and Revenue Administration
Project atau GFMRAP) yang meliputi 4 bidang besar, yaitu Public Financial
Management, Revenue Administration, Governance and Accountability dan
Project Governance and Implementation. Dalam bidang Public Financial
Management, perubahan yang terbesar adalah dalam hal budget and treasury
modernization dimana bentuk riilnya adalah dengan adanya implementasi
SPAN.
SPAN adalah komponen terbesar GFMRAP dan selanjutnya akan
menjadi pondasi untuk reformasi PFM (Public Financial Management). SPAN
akan memfasilitasi arah kebijakan penganggaran, mensuport
pertanggungjawaban dari para pengguna anggaran, meningkatkan efisiensi
pengelolaan perbendaharaan, memfasilitasi reformasi akuntansi dan pelaporan,
mengurangi biaya pinjaman dan memperkuat keamanan dan kredibilitas data
keuangan. Diharapkan pengembangan SPAN merupakan langkah awal menuju
implementasi IFMIS. IFMIS merupakan paket pengelolaan keuangan yang
terintegrasi dan terkomputerisasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan
efektifitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. SPAN
merupakan sub-program dari program reformasi keuangan publik terbesar
dalam sejarah di Indonesia yakni Government Financial Management and
Revenue Administration Project (GFMRAP).
Di luar Modul SPAN, dikembangkan Modul Manajemen Satker yang
mengatur tugas dan kewenangan Satker dalam mengelola APBN, yang meliputi
proses persiapan penganggaran, pelaksanaan anggaran, pelaporan dan
pertanggungjawaban. Dalam lingkup satuan kerja, perubahan yang akan
dilaksanakan meliputi penyederhanaan aplikasi yang sangat banyak pada satuan
kerja dengan data base yang terpisah-pisah, menjadi satu aplikasi dengan data
base yang terintegrasi. Penyederhanaan sistem aplikasi ini untuk mengurangi
terjadinya duplikasi pekerjaan dan entry data.

Dasar Hukum
1. Bab VIII Undang-Undang Dasar 1945 Amendemen IV pasal 23 mengatur
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang
dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
Ayat (3): Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden,
Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang
lalu.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara Bab III Penyusunan Dan Penetapan APBN
3. Undang-undang Nomor 12 tahun 2018 tentang APBN Tahun Anggaran 2019
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
5. PMK Nomor 142/PMK.02/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 94/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga Dan Pengesahan Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran.
6. PMK Nomor 197/PMK.05/2017 tentang Rencana Penarikan Dana, Rencana
Penerimaan Dana, dan Perencanaan Kas.

International Best Practice Budgeting dan Treasury System


Terdapat banyak referensi yang membahas mengenai best practice untuk
manajemen anggaran dan perbendaharaan. Namun, di beberapa negara tentu praktik
atau sistem yang dibangun/dilaksanakan akan berbeda-beda, hal ini disebabkan
karena terdapat perbedaan prioritas dan kapasitas ekonomi, serta pencapaian target
yang realistis di masing-masing negara. Dalam paper yang diterbitkan oleh IMF
(International Monetary Fund) mengenai “Treasury System Design”, mereka
membagi kemampuan suatu negara beserta sistem penganggaran dan perbendaharaan
yang sesuai dengan karakteristiknya, sebagai berikut:
a. Developing economies
Negara berkembang perlu memberikan penekananan yang kuat pada kontrol
fiskal dan keuangan, karena negara ini memiliki kapasitas domestik yang lemah untuk
manajemen keuangan modern. Negara ini akan sulit untuk menjalankan semua fitur
dari sistem perbendaharaan modern dalam waktu yang singkat, sehingga diperlukan
sistem yang lebih sederhana untuk dapat diterapkan sementara. Karena mereka
masalah yang lebih urgent dan diprioritaskan dibanding dengan masalah lainnya.
Pemerintah daerah biasanya memiliki kapasitas yang lebih sedikit daripada
pemerintah pusat.
b. Transition/emerging economies
Negara dengan ekonomi yang sedang berkembang juga perlu memberi
penekanan yang besar pada pengendalian fiskal dan disiplin keuangan. Masalah yang
dialami kelompok negara ini mungkin masih cukup banyak, tetapi mereka cenderung
lebih stabil daripada negara berkembang. Negara-negara ini biasanya dapat
mengembangkan dan melaksanakan sistem manajemen yang cukup komprehensif.
Desentralisasi lebih dapat dijalankan dibanding dengan negara berkembang dan
pemerintah daerah mungkin sudah memiliki kapasitas yang cukup tinggi untuk
mengatur manajemen fiskal.
c. Advanced economies
Kelompok negara ini diasumsikan telah memiliki pengendalian yang baik
dalam hal sistem penganggaran dan perbendaharaan. Pengendalian Ex-ante telah
digantikan dengan akuntabilitas Ex-post. Mereka dapat memprioritaskan untuk
terciptanya sistem penganggaran dan perbendaharaan yang lebih efisien dan efektif.
Desentralisasi dan dekonsentrasi telah dijalankan dengan baik. Pengelompokan
tersebut tidak dapat dibilang lengkap. Dalam praktiknya, banyak negara dalam posisi
diantara kategori tersebut atau dalam masa transisi ke kategori lain.

Konsep Dasar Penganggaran dan APBN


Anggaran merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan
nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah dan prioritas
pembangunan secara umum. Anggaran memiliki fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan dan
pengeluaran adalah hak bahwa tugas negara dalam suatu tahun anggaran harus
dimasukkan dalam APBN. Pendapatan surplus dapat digunakan untuk
membiayai belanja publik tahun fiskal berikutnya.
a. Fungsi otorisasi, menyiratkan bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja untuk tahun ini, dengan demikian,
pengeluaran atau pendapatan bertanggung jawab kepada rakyat.
Perencanaan fungsi, menyiratkan bahwa anggaran negara dapat menjadi
pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan untuk tahun ini. Ketika
pengeluaran pra-direncanakan, maka negara dapat membuat rencana untuk
mendukung belanja ini. Sebagai contoh, telah direncanakan dan
dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai
sekian miliar. Dengan demikian, pemerintah dapat mengambil tindakan
untuk mempersiapkan proyek tersebut agar berjalan lancar.
b. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan organisasi pemerintah negara sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi orang untuk
menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk
keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
c. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
d. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
e. Fungsi stabilisasi, yang berarti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
ekonomi.

Tujuan Penganggaran
Tujuannya adalah untuk memandu anggaran pendapatan negara dan
belanja negara dalam melaksanakan kegiatan negara untuk meningkatkan
produksi dan kesempatan kerja, dalam rangka meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kemakmuran bagi rakyat.
Sebelum Reformasi Bidang KN:
Pengelolaan KN diatur dalam Indonesiche Comptabiliteitswet (ICW) yang
dicantumkan dalam Stbl. Tahun 1864 Nomor 106, terakhir diubah dengan Stbl.
Tahun 1925 Nomor 448. Selain itu ada juga Indische Bedrijvenwet (IBW) stbl.
1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No.445 dan Reglement voor het Administratief
Beheer (RAB) stbl. 1933 No.381. Sedangkan pelaksanaan pemeriksaan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara diatur dalam Insctructie en
verdere bapelingen voor Algemeene Rekenkamer (IAR) stbl. 1933
1945: Perencanaan dan Penganggaran Dengan Pendekatan Tradisional
UU warisan kolonial Belanda yang tetap berlaku bagi NKRI berdasarkan UUD
1945 aturan peralihan pasal I: “Segala peraturan perundangundangan yang ada
masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-
Undang Dasar ini “ I. UU Pengelolaan Keuangan Negara: 1. Indonesiche
Comptabiliteitswet (ICW) yang dicantumkan dalam Stbl. Tahun 1864 Nomor
106, terakhir diubah dengan Stbl. Tahun 1925 Nomor 448. 2. Indische
Bedrijvenwet (IBW) stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No.445 3. Reglement
voor het Administratief Beheer (RAB) stbl. 1933 No.381 II. UU Pelaksanaan
Pemeriksaan Keuangan Negara: Insctructie en verdere bapelingen voor
Algemeene Rekenkamer (IAR) stbl. 1933 No.320
2003: Mewajibkan Perencanaan dan Penganggaran Menggunakan
Pendekatan: Unified Budget, MTEF, dan PBB
Reformasi Bidang KN
Diterbitkan beberapa UU Keuangan Negara yang baru (incl.UU bidang
Perencanaan) yang masuk dalam paket UU Keuangan Negara sebagai
pengganti UU warisan kolonial Belanda, sbb: 1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara. 4. UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN). 5. Dan diikuti dengan
pemberlakuan/perubahan peraturan perundangan lainnya yang saling
mendukung.
Sekarang: Penyempurnaan Regulasi UU KN secara berkesinambungan:
Penyempurnaan Regulasi UU KN secara berkesinambungan:
Telah diberlakukan juga UU yang baru lainnya yang mengatur tatanan
pengelolaan (Incl. perencanaan) dan pengawasan, serta pemeriksaan dan
pertanggung jawaban keuangan negara yang selalu disempurnakan

Pendekatan Penyusunan Anggaran


Penerapan pendekatan penganggaran dari tahun ke tahun mengalami
penyempurnaan. Salah satu alasan penyempurnaan ini untuk penyesuaian
dengan perkembangan dalam bidang pengelolaan anggaran. Pendekatan
penganggaran yang digunakan saat ini adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan Penganggaran Terpadu
Penganggaran terpadu merupakan unsur yang paling mendasar bagi
pelaksanaan elemen reformasi penganggaran lainnya, yaitu PBK dan KPJM.
Dengan kata lain bahwa pendekatan anggaran terpadu merupakan kondisi yang
harus terwujud terlebih dahulu. Penyusunan anggaran terpadu dilakukan
dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di
lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen RKA-KL dengan klasifikasi
anggaran menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
Integrasi atau memadukan proses perencanaan dan penganggaran dimaksudkan
agar tidak terjadi duplikasi dalam penyediaan dana untuk K/L baik yang bersifat
investasi maupun untuk keperluan biaya operasional.
b. Pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)
PBK merupakan penyusunan anggaran yang dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang
diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Penyusunan anggaran tersebut mengacu kepada indikator kinerja, standar
biaya, dan evaluasi kinerja. Penerapan PBK mendukung alokasi anggaran
terhadap prioritas program dan kegiatan. Sebagai suatu pendekatan PBK
berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (outputs) dengan hasil
(outcomes) yang disertai dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi
terhadap anggaran yang dialokasikan. Secara lebih rinci maksud dan tujuan
PBK adalah:
1. mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja berupa keluaran (ouput) dan
hasil (outcome) atas alokasi belanja (input) yang ditetapkan;
2. disusun berdasarkan sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun
anggaran sesuai dengan Renstra dan/atau tugas-fungsi K/L.
c. Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM)
KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan
pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka
waktu lebih dari satu tahun anggaran. Secara umum penyusunan KPJM yang
komprehensif memerlukan suatu tahapan proses penyusunan perencanaan
jangka menengah meliputi:
a. penyusunan proyeksi/rencana kerangka (asumsi) ekonomi makro untuk
jangka menengah;
b. penyusunan proyeksi/rencana/target-target fiskal (seperti tax ratio, defisit,
dan rasio utang pemerintah) jangka menengah;
c. rencana kerangka anggaran (penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan)
jangka menengah (medium term budget framework), yang menghasilkan pagu
total belanja pemerintah (resources envelope);
d. pendistribusian total pagu belanja jangka menengah ke masing-masing K/L
(line ministries ceilings). Indikasi pagu K/L dalam jangka menengah tersebut
merupakan perkiraan batas tertinggi anggaran belanja dalam jangka menengah;
e. penjabaran pengeluaran jangka menengah (line ministries ceilings) masing-
masing K/L ke masing-masing program dan kegiatan berdasarkan indikasi pagu
jangka menengah yang telah ditetapkan. Dalam rangka penyusunan RKA-KL
dengan pendekatan KPJM, K/L perlu menyelaraskan kegiatan/program yang
disusun dengan RPJM Nasional dan Renstra K/L, yang pada tahap sebelumnya
menjadi acuan dalam menyusun RKP dan
Renja-KL.

Proses Penyusunan APBN


Proses Penyusunan APBN sejak disahkannya UU No.17/2003 tentang
Keuangan Neg1ara dan UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara,
pengelolaan APBN mengalami perubahan dalam proses penganggaran, dari
perencanaan hingga pelaksanaan anggaran. Berikut ini adalah tahapan proses
perencanaan dan penyusunan APBN:
1. Tahap Pendahuluan
a) Tahap awal mempersiapkan rancangan APBN oleh pemerintah meliputi
penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala
prioritas, dan penyusunan budget exercise. Asumsi dasar APBN meliputi:
a. pertumbuhan ekonomi,
b. tingkat inflasi,
c. nilai tukar rupiah,
d. suku bunga SBI tiga bulan,
e. harga minyak internasional, dan
f. lifting.
b) Mengadakan rapat komisi antarkomisi masing-masing dengan mitra kerjanya
(departemen/lembaga teknis).
c) Melakukan proses finalisasi penyusunan RAPBN oleh pemerintah
2. Tahap Pengajuan
Tahapan ini dimulai dengan pidato presiden sebagai pengantar RUU
APBN dan Nota Keuangan. Selanjutnya, membahas baik antara menteri
keuangan dan panitia anggaran DPR maupun antara komisi-komisi dan
departemen/ lembaga teknis terkait. Hasil dari pembahasan berupa UU APBN
memuat satuan anggaran sebagai bagian tidak terpisahkan dari UU tersebut.
Satuan anggaran adalah dokumen anggaran yang menetapkan alokasi dana per
departemen/lembaga, sektor, subsektor, program,dan proyek/kegiatan. Untuk
membiayai tugas umum pemerintah dan pembangunan, departemen/lembaga
mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL)
kepada Departemen Keuangan dan Bappenas untuk kemudian dibahas menjadi
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan diverifikasi sebelum proses
pembayaran. Proses ini harus diselesaikan dari Oktober hingga Desember.
Dalam pelaksanaan APBN dibuat petunjuk berupa Keputusan Presiden
(Kepres) sebagai Pedoman Pelaksanaan APBN. Dalam melaksanakan
pembayaran, kepala kantor/pimpinan proyek di masing-masing kementerian
dan lembaga mengajukan Surat permintaan Pembayaran kepada Kantor
Wilayah Perbendaharaan Negara (KPPN).
3. Tahap Pengawasan APBN
Fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan APBN dilakukan oleh
pengawas fungsional baik eksternal maupun internal pemerintah. Sebelum
berakhirnya tahun anggaran (sekitar bulan November), pemerintah melalui
Menteri Keuangan membuat laporan pertanggung jawaban pelaksanaan APBN
dan melaporkannya dalam bentuk Rancangan Perhitungan Anggaran Negara
(RUU PAN) yang paling lambat dilakukan lima belas bulan setelah berakhirnya
pelaksanaan APBN tahun anggaran yang bersangkutan. Laporan ini disusun
atas dasar realisasi yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa keuangan (BPK).
Apabila hasil pemeriksaaan perhitungan dan pertanggung jawaban pelaksanaan
yang dituangkan dalam RUU PAN disetujui oleh BPK, RUU PAN tersebut
diajukan kepada DPR untuk mendapat pengesahan menjadi UU Perhitungan
Anggaran Negara (UU PAN) tahun anggaran bersangkutan.

Penerapan Sistem SPAN Dan SAKTI Dalam Pengelolaan Keuangan


Negara
SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara) adalah program
reformasi di bidang keuangan negara. SPAN mengintegrasikan proses bisnis
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga ke pelaporan keuangan negara
dalam satu aplikasi teknologi informasi dengan database yang terpusat. SPAN
bertujuan untuk meningkatkan efektifias, efiiensi, akuntabilitas, dan
transparansi di dalam pengelolaan keuangan negara. Efektifias diperoleh
melalui akurasi data sedangkan efiiensi diperoleh melalui integrasi sistem
sehingga pengelolaan keuangan negara menjadi akuntabel dan transparan.
Idealnya pengembangan aplikasi SPAN diarahkan agar dapat diakses
oleh seluruh satker dri seluruh K/L. Namun jaringan sistem yang melibatkan
kurang lebih 24.000 satker tentu membutuhkan ketersediaan infrastruktur yang
sangat besar dan investasi yg sangat besar (terutama dlm hal lisensi penggunaan
aplikasi butuh biaya besar). Jadi dibentuk SAKTI atau “SPAN mini”. SAKTI
(Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi) merupakan integrasi dari berbagai
aplikasi yang telah digunakan oleh Satuan Kerja (Satker). Selain integrasi
aplikasi, SAKTI juga dirancang berdasarkan proses bisnis SPAN yang baru.
Berbagai modul yang ada di SAKTI :
1. Modul Penganggaran,
2. Modul Komitmen,
3. Modul Pembayaran,
4. Modul Bendahara,
5. Modul Persediaan,
6. Modul Aset Tetap,
7. Modul Pelaporan,
8. Modul Administrator.

Modul Penganggaran Dalam SAKTI


Modul Penganggaran terdiri dari 3 aktivitas utama yaitu penyusunan
RKA-K/L, pengesahan DIPA, dan revisi DIPA. Ketiga proses tersebut di bagi
dalam beberapa alur kerja sesuai dengan cakupan masing-masing. Alur kerja
untuk tiap-tiap bisnis proses adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan Standar Biaya Kegiatan (SBK)
Dalam menyusun anggaran juga diperlukan SBK (Standar Biaya
Keluaran) dan SBM (Standar Biaya Masukan) sebagai acuan dalam
perhitungan kebutuhan anggaran. Standar biaya keluaran diperlukan untuk
menghasilkan sebuah keluaran yang standar atas kegiatan yang dilaksanakan
oleh Kementerian Negara/Lembaga tertentu dan/atau di wilayah tertentu.
Usulan SBK dapat diajukan oleh masing – masing Eselon I untuk kemudian
dilakukan penelaahan dan penetapan oleh Kemenkeu.
2. Penyusunan RKA-K/L
Proses penyusunan RKA-K/L terdiri dari 2 (dua) tahapan proses yaitu :
a. Tahap penyusunan Kertas Kerja di Level Satker
Pada tahap penyusunan Kertas Kerja di Level Satker, terdapat beberapa proses
yang dilalui yaitu Review Baseline, Penyusunan Kertas Kerja dan Penyusunan
Rencana Realisasi Anggaran yang dilakukan oleh user sebagai operator/
validator, kemudian dilanjutkan dengan proses memvalidasi data Kertas kerja
dan rencana realisasi anggaran.
b. Tahap konsolidasi di Level Unit Eselon I .
Setelah Kertas Kerja dan Rencana Realisasi Anggaran tersebut diapprove di
level satker, data kertas Kerja tersebut dikirimkan ke unit Eselon I masing –
masing Satker untuk kemudian dilakukan konsolidasi Kertas Kerja menjadi
RKA-K/L.
3. Penyusunan Rencana Penarikan Dana Dan Rencana Penerimaan Dana
Penyusunan rencana penarikan dan penerimaan dana bertujuan untuk
mengatasi penyerapan anggaran yang sampai saat ini masih memiliki pola yang
tidak ideal yaitu cenderung menumpuk di akhir tahun anggaran, dimana
realisasi anggaran rendah sampai dengan triwulan ketiga, namun meningkat
tajam pada triwulan keempat. Kondisi tersebut disebabkan karena Kementerian
Negara/Lembaga masih belum optimal dalam menyusun rencana pelaksanaan
kegiatan yang dituangkan dalam rencana penarikan dana dan rencana
penerimaan dana termasuk dalam pengawasan implementasinya.
Setelah penyusunan RPD, maka satker akan mengirimkan datanya
kepada Eselon I berupa ADK bersama konsep RKAKL untuk ditelaah kembali
sebelum data dikirim ke SPAN untuk penelaahan RKAKL.
4. Revisi Anggaran
Pada tahun anggaran berjalan, Satker dapat melakukan perubahan pada
anggarannya. Revisi Anggaran terdiri dari:
a. Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran berubah, merupakan perubahan
rincian anggaran yang disebabkan oleh penambahan atau pengurangan pagu
belanja bagian anggaran Kementerian/Lembaga dan BA BUN, termasuk
pergeseran rincian anggarannya.
b. Revisi Anggaran dalam hal Pagu Anggaran tetap, termasuk perubahan
rincian belanja bagian anggaran Kementerian/Lembaga dan BA BUN yang
dilakukan dengan pergeseran rincian anggaran dalam 1 (satu) program yang
sama atau antar program dalam 1 (satu) bagian anggaran dan/atau pergeseran
anggaran antarsubbagian anggaran dalam BA BUN yang tidak menyebabkan
penambahan atau pengurangan pagu belanja.
c. Revisi Administrasi, merupakan revisi yang disebabkan oleh kesalahan
administrasi, perubahan rumusan yang tidak terkait dengan anggaran, dan/atau
revisi lainnya yang ditetapkan sebagai revisi administrasi.

Revisi Anggaran tidak diperbolehkan untuk mengubah alokasi anggaran


terhadap:
a. Belanja pegawai satker, kecuali untukk memenuhi kebutuhan belanja Satker
yang lain
b. Pembayaran berbagai tunggakan
c. Rupiah Murni Pendamping sepanjang paket pekerjaan masih berlanjut (on
going)
d. Paket pekerjaan yang telah dikontrakan dan/atau direalisasikan dananya
sehingga dananya sudah menjadi minus

Selain itu, Revisi Anggaran juga tidak diperkenankan untuk mengubah target
kinerja
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak mengubah sasaran kinerja
b. Tidak mengubah jenis dan satuan keluaran
c. Tidak mengubah keluaran yang telah direalisasikan
5. Pengesahan DIPA
Proses penyusunan dokumen DIPA dimulai dari penyusunan RKAKL.
DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
(BUN). DIPA berlaku untuk satu tahun anggaran dan memuat informasi satuan-
satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatandan
penggunaan anggaran.
Tahapan proses/ kegiatan DIPA :
1. Setelah Satker menerima Pagu Anggaran dan Telah menyusun dokumen
RKAKL dan dokumen pendukung lainnya (ADK, Kertas Kerja, Term of
Reference, Rincian Anggaran Biaya, POK dll) data dikirimkan kepada unit
eselon I masing-masing untuk dilakukan review dan validasi.
2. Bagian Penyusunan Anggaran, pada Eselon I melakukan konsolidasi dan
mereview dokumen RKAKL yang telah dikirimkan Satuan Kerja, apakah telah
sesuai Pagu, baseline, Standar Biaya Masukan (SBM) dan Standar Biaya
Keluaran (SBK) dan telah memiliki Rencana Penarikan Dana dan Rencana
Penerimaan Dana tiap bulannya.
3. Jika data telah sesuai maka Bagian Penyusunan Anggaran, akan melakukan
validasi dan mengirimkan data ke SPAN
4. DJA akan melakukan penelaahan RKAKL Satker sesuai dengan peraturan
PMK Nomor 142/PMK.02/2018 mengenai Penelaahan RKAKL dan
Pengesahan DIPA.
5. Jika telah sesuai, DJA akan mengeluarkan catatan hasil penelaahan dan juga
mengesahkan dan mencetak DIPA, yang terdiri dari DIPA Induk (untuk eselon
I) dan DIPA Petikan (tingkat satker).
6. Proses pelaksanaan Anggaran oleh satker dengan telah diterimanya DIPA.

Keterkaitan Modul Anggaran dengan Modul/ Sistem Lain


Modul Anggaran pada SAKTI merupakan penggabungan dari
aplikasi/modul RKAKL, DIPA dan Aplikasi Forecasting Satker (AFS), yang
mana output dari kegiatan ini adalah data mengenai RKAKL, DIPA, POK, dan
Annual Financial Plan (AFP) serta jurnal terkait allotment belanja dan estimasi
pendapatan. Adapun hubungan integrasi modul anggaran, dengan modul
lainnya adalah sebagai berikut:
1. Modul Pembayaran : Modul Anggaran akan membutuhkan informasi
realisasi anggaran yang akan dilihat dalam modul pembayaran, hal ini
digunakan untuk menyusun baseline dan rencana penarikan dana. Selain
itu Modul Pembayaran, KPPN membutuhkan informasi mengenai DIPA,
AFP, dan POK untuk melakukan pemeriksaan SPM dan dokumen kontrak
yang diajukan satker untuk pembayaran.
2. Modul Komitmen: Modul Anggaran membutuhkan informasi mengenai
transaksi kontrak untuk menyusun anggaran tahun selanjutnya,
berdasarkan kegiatan dan output yang dilaksanakan oleh Satker.
Sedangkan Modul Komitmen memerlukan informasi mengenai DIPA dan
POK, sebagai dasar satker untuk melakukan kontrak dengan vendor.
3. Modul GLP (General Ledger dan Pelaporan): Modul Anggaran akan
memberikan informasi kepada Modul GLP untuk tujuan penjurnalan
anggara berupa allotment belanja dan estimasi pendapatan.
4. Aplikasi GPP: Modul Anggaran membutuhkan informasi mengenai Data
Pegawai dan Data Gaji untuk menyusun anggaran belanja pegawai.
5. Modul Administrasi: Referensi, Modul Anggaran membutuhkan informasi
mengenai user/operator yang berhak mengakses dan mengubah data yang
ada dalam modul, berdasarkan User ID yang terdaftar dalam Modul
Administrasi.
6. Modul Manajemen Kas: Modul Anggaran akan memberikan data kepada
Modul Manajemen Kas berupa Rencana Penarikan Dana dan Rencana
Penerimaan Dana, untuk digunakan oleh KPPN untuk dapat menyediakan
Kas sesuai dengan rencana tersebut.

Resiko dan Pengendalian


Dalam rangka penggunaan modul SPAN dan SAKTI terdapat beberapa
resiko yang dapat terjadi pada beberapa aktivitas dalam penggunakan modul
aplikasi SPAN dan SAKTI. Ancaman umum yang sering terjadi adalah pada
saat dilakukan entri data dalam modul. Ancaman tersebut berupa aplikasi yang
mendadak Crash/Bug sehingga pada saat input data aplikasi pada layar menjadi
freeze sehingga data yang telah diinput bisa hilang dan harus dilakukan input
data ulang yang dapat menghabiskan waktu. Salah satu pengendalian dari
ancaman tersebut adalah dengan melakukan penyimpanan data sesering
mungkin agar apabila terjadi Crash/Bug yang mendadak data yang telah diinput
tidak hilang. Ancaman pada saat entri data juga dapat berasal dari gangguan
server pada modul aplikasi yang menyebabkan data yang telah diinput tidak
terbaca pada modul aplikasi. Pengendalian yang dapat dilakukan untuk
mencegah ancaman tersebut terjadi dengan melakukan pemeriksaan jaringan
server pada modul aplikasi sebelum melakukan input data.
Ancaman dalam penggunaan modul SPAN dan SAKTI juga dapat
terjadi pada aktivitas login account. Ancaman tersebut dapat berupa
Pengungkapan yang tidak diotorisasi atas informasi sensitive. Pengendalian
yang dapat dilakukan untuk mencegah ancaman tersebut adalah dengan
pengendalia akses berupa pemberian password dalam akun dan juga
mengingatkan kepada pegawai untuk tidak memberitahukan password yang
telah diberikan kepada pihak lain yang tidak berkepentingan untuk menjaga
keamanan data. Ancaman lainnya pada saat proses login account yaitu akun
tidak bisa login dikarenakan bug pada modul aplikasi sehingga menyebabkan
akun yang sudah tersambung dengan login tidak bisa masuk atau keluar.
Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi ancaman
tersebut adalah dengan melakukan kill account melalui server agar akun yang
terhambat dalam aplikasi modul dapat keluar dan digunakan kembali.
Proses pembuatan DIPA dan RK K/L melalui modul aplikasi SPAN
maupun SAKTI juga dapat terjadi ancaman yang dapat menghambat
pembuatan anggaran untuk kepentingan pemerintahan. Ancaman tersebut
berupa pengisian data yang kurang tepat dan yang tidak sesuai dengan standar
yang telah ditentukan. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan
melakukan penelaahan terhadap data data yang telah diinput dalam modul
aplikasi.
Kehilangan dan kerusakan data merupakan ancaman yang umum yang
dapat terjadi terhadap penggunaan system informasi. Oleh karena itu
pengendalian berupa melakukan Backup terhadap data yang hilang serta
recover data terhadap data yang rusak merupakan pencegahan yang dapat
dilakukan untuk mengurangi ancaman tersebut terjadi.
Kebijakan yang sering berubah mengakibatkan penganggaran yang
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga ikut berubah sesuai peraturan
perundangundangan yang berlaku. Oleh karena itu pengendalian yang harus
dilakukan adalah dengan menggunakan modul aplikasi khusus bernama
Custom Web yang dapat mengikuti perubahan kebijakan yang berlaku.

Saran
Aplikasi SAKTI yang baru diterapkan di tingkat satker pada tahun 2019,
membuat aplikasi SAKTI masih mengalami beberapa pembaharuan, selain itu
fitur aplikasi saat ini masih belum sempurna dimana fitur yang bisa digunakan
baru Revisi 69 POK, rencana penarikan dan penerimaan dana, sedangkan untuk
fitur lainnya di modul penganggaran masih menggunakan aplikasi eksisting,
sehingga masih dilakukan penyempurnaan aplikasi SAKTI diharapkan segera
diselesaikan agar fitur dari aplikasi ini bisa digunakan sepenuhnya. Selain itu
perlu perlu juga diperbaiki masalah yang sering terjadi yaitu sering terjadi error/
not responding. Selain itu karena sistem yang digunakan masih baru, maka
diperlukan sosialisai penggunaan aplikasi SAKTI dan SPAN, untuk dapat
mengoperasikan aplikasi dengan baik dan benar, khususnya bagi satker yang
sering melakukan mutasi pegawai.

Daftar Pustaka
Hamzah, Andy P dan Nur Aisyah Kustiani. 2014. Seri Akuntansi Pemerintah
Indonesia: Dasar-Dasar Akuntansi Pemerintah. Jakarta: STAN PRESS.
http://www.anggaran.depkeu.go.id/Content/09-07-15,%20MateriDJPB.pdf
http://www.span.depkeu.go.id/sites/default/files/files/span-1.pdf

Anda mungkin juga menyukai