Anda di halaman 1dari 3

Kasus SPM Latihan 11: Kasus PT Mitra Maju Bersama

(Direct Cost and Indirect Cost of Management Control System)

Nama : Hasna Rosyida


No. Urut : 12
Kelas : 7-02
Program Studi : D-IV Akuntansi (Reguler)

SOAL:

DIMINTA:
1. Tentukan cabang mana yang memperoleh tropy untuk tahun 2019
2. Beri komentar atas cara PT Mitra Maju Bersama menghitung /mengukur kinerja
untuk menentukan Cabang Berkinerja Terbaik , dan apa dampak negative yang bisa
timbul dari pengukuran kinerja tersebut

JAWABAN:
1. Cabang yang memperoleh trophy untuk tahun 2019 adalah Cabang
Semarang.
Untuk menentukan cabang mana yang memperoleh trophy untuk tahun 2019,
terlebih dahulu dibuatkan tabel perhitungan indikator yang menentukan cabang
mana yang memperoleh kinerja terbaik.
Tabel 1 Perhitungan Indikator Penentu Cabang Berkinerja Terbaik
Pertumbuha Pertumbuhan
Indikator
Cabang Penjualan n Penjualan Laba Operasi Laba Operasi
[(A + B) / 2]
(A) (B)
  2018 2019   2018 2019    
Cabang Jakarta 94.3 110.4 17% 15.1 18.7 24% 20%
Cabang Bandung 28.9 32.8 13% 2.6 7.2 177% 95%
Cabang Semarang 122.7 153.8 25% 15.9 21.5 35% 30%
Cabang Surabaya 99.8 111.3 12% 20.9 21.1 1% 6%

Disebutkan dalam soal apabila cabang yang memiliki persentase pertumbuhan


baik penjualan maupun laba operasi yang berada di bawah 15% maka cabang
tersebut tidak berhak mengikuti perlombaan. Dengan begitu menyisakan Cabang
Jakarta dan Cabang Semarang saja yang berhak berkompetisi. Adapun nilai
indikator Cabang Semarang sebesar 30% dan Cabang Jakarta sebesar 20%.
Oleh karenanya cabang yang berhak memperoleh trophy untuk tahun 2019
adalah Cabang Semarang.
2. Komentar atas cara PT Mitra Maju Bersama menghitung /mengukur kinerja
untuk menentukan Cabang Berkinerja Terbaik:
Menurut saya adanya penerapan result control dengan memberikan reward
berupa piala bergilir dan bonus kepada cabang berkinerja terbaik tersebut sudah
baik. Sebab dapat memotivasi setiap cabang untuk meningkatkan nilai penjualan
dan laba operasi yang selaras dengan tujuan perusahaan yaitu memperoleh laba
sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidup (going-concern)
perusahaan. Namun cara menetapkan basis atau indikator untuk menentukan
kinerja dengan menggunakan rumus sebagaimana disebutkan dalam soal
tersebut menurut saya kurang fair dan ideal sebab:
1. Tidak dipertimbangkan potensi setiap cabang dan berapa besarnya sumber
daya yang tersedia. Sangat mungkin ada cabang yang sudah lebih settled
daripada cabang lain sehingga ia bisa menghasilkan baik penjualan dan laba
operasi yang jauh lebih tinggi hingga tidak mungkin dicapai oleh cabang lain.
2. Indikator untuk mengukur kinerja menggunakan rumus Pertumbuhan
penjualan ditambah Pertumbuhan Laba Operasi dibagi dua, menurut saya
seharusnya tidak perlu dimasukkan unsur penjualan atau dapat dikecilkan
porsinya dalam rumus (tidak 50:50 terhadap Laba Operasi) sebab yang lebih
penting diperhatikan adalah Laba Operasi, karena tujuan perusahaan adalah
memperoleh laba sebanyak-banyaknya. Memasukkan unsur penjualan
secara 50:50 terhadap Laba Oeprasi dapat mengecilkan (meng-undermine)
nilai Laba Operasi.
Dampak negative yang bisa timbul dari pengukuran kinerja tersebut:
1. Behavioral displacement
Behavioral displacement terjadi ketika control system yang tidak kosisten dengan
tujuan organisasi atau dengan strategi yang telah ditetapkan. Dalam hal ini PT
Mitra Maju Bersama (PT MMB) menerapkan result control yang kurang selaras
dengan tujuan organisasi dengan menetapkan indikator pengukuran kinerja yang
tidak tepat, yaitu memasukkan unsur penjualan secara 50:50 terhadap laba
operasi. Hal ini mendorong karyawan cabang untuk tidak dapat secara maksimal
atau mempriotitaskan dalam mengejar perolehan laba mungkin sehingga kurang
selaras dengan tujuan organisasi.
2. Negative attitudes
Dalam hal ini bisa terjadi kurang adanya komitmen dari karyawan untuk
mengejar target kinerja sebab meskipun reward ada yang berupa bonus, bisa
jadi bentuk reward berupa tropi tersebut dapat dinilai meaningless (kurang
berharga) bagi sejumlah karyawan, lebih baik dialokasikan untuk menambah nilai
bonus yang dijanjikan. Kemudian cara menilai kinerja tersebut dapat dinilai unfair
sebab tidak dipertimbangkan potensi setiap cabang dan berapa besarnya
sumber daya yang tersedia. Sangat mungkin ada cabang yang sudah lebih
settled daripada cabang lain sehingga ia bisa menghasilkan baik penjualan dan
laba operasi yang jauh lebih tinggi hingga tidak mungkin dicapai oleh cabang
lain.

DAFTAR RUJUKAN
Merchant, K.A. & W.A. Van der Stede (2009), Management Control Systems:
Performnace Measurement, Evaluation and Incentives, 3 rd ed., Harlow: Pearson
Education/Prentice-Hall

Anda mungkin juga menyukai