Anda di halaman 1dari 30

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PEMERINTAH

MODUL PENERIMAAN NEGARA

KELOMPOK 5

Astri Lutfiatul Anisah (05)

Febtoryan Ardama Sumarna (14)

Michael Febrian (23)

Rizki Hardika (32)

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN


D III AKUNTANSI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penerimaan Negara (Government Receipt) adalah jumlah pendapatan suatu negara yang
berasal dari penerimaan negara dari pajak, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan
hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Dalam hal ini tidak hanya meliputi penerimaan yang
menambah kekayaan negara saja tetapi seluruh uang yang masuk ke negara menjadi penerimaan
negara. Di Indonesia sendiri hingga saat ini belum memiliki sistem baku yang terintegrasi dalam
pengelolaan penerimaan negara. Namun saat ini sedang diupayakan suatu sistem dalam
penatausahaan penerimaan negara dengan menggunakan MPN (Modul Penerimaan Negara).

Modul Penerimaan Negara adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur
mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai
dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Secara umum penatausahaan penerimaan negara
melalui MPN diharapkan mampu untuk menciptakan suatu sistem penerimaan negara yang
terintegrasi dalam satu database sehingga memudahkan koordinasi dari masing-masing institusi
dan dapat diarahkan sesuai dengan apa yang diprioritaskan dan dituju oleh Pemerintah.

Pengembangan MPN difokuskan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan teknologi


informasi yang salah satunya adalah pengembangan sistem pembayaran penerimaan negara yang
lebih modern (transaksi elektronik) yang selanjutnya disebut/ditulis dengan istilah MPN-G2
(electronic – Modul Penerimaan Negara). Jenis penerimaan negara yang ditatausahakan melalui
Government Receipt adalah apa yang telah dan sedang ditatausahakan pada MPN saat ini seperti
penerimaan perpajakan dan non perpajakan yang melalui bank/pos persepsi, dan juga penerimaan
lain yang di luar penatausahaan MPN seperti penerimaan BLU dan lain-lain penerimaan yang
dilakukan melalui Bank Indonesia.

B. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan modul penerimaan negara dan bagaimana proses
bisnisnya.
2. Mengetahui gambaran sistem aplikasi dan arsitektur modul penerimaan negara.
3. Mengetahui keterkaitan modul penerimaan negara dengan modul atau sistem lain.
4. Mengetahui bagaimana pengendalian dan improvement terkait modul penerimaan negara.

C. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan modul penerimaan negara dan bagaimana proses bisnisnya?
2. Bagaimana gambaran sistem aplikasi dan arsitektur modul penerimaan negara?
3. Bagaimana keterkaitan modul penerimaan negara dengan modul atau sistem lain?
4. Bagaimana bagaimana pengendalian dan improvement terkait modul penerimaan negara?
BAB II
DASAR HUKUM, KERANGKA TEORI, DAN BEST PRACTICE

A. DASAR HUKUM

Beberapa dasar hukum terkait dengan pedoman pelaksanaan penerimaan negara, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.


2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
37/PMK.05/2007.
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.05/2009 tentang Pelaksanaan Uji Coba.
6. Peraturan Menteri Keuangan No.32/PMK.05/2010 tentang Pelaksanaan Rekening
Penerimaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bersaldo Nihil dalam rangka
Penerapan Treasury Single Account (TSA).
7. Keputusan Menteri Keuangan No.100/KMK.01/2008 tentang Struktur Organisasi Departemen
Keuangan.

B. KERANGKA TEORI

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan


berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan penganggaran yang didorong oleh berbagai
faktor termasuk di antaranya perubahan yang begitu cepat di bidang politik, desentralisasi dan
berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi pemerintah.

Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN), sebagai salah satu unit eselon I Departemen
Keuangan yang harus melaksanakan ketentuan tersebut, telah melakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Selain
penyempurnaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, direktorat jenderal ini juga telah
berhasil menyusun Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK-BUN) sejak 2008 lalu. Upaya
lainnya, direktorat jenderal ini juga berupaya melakukan penyempurnaan sistem penerimaan
negara.

Manajemen GR yang efektif adalah starting point untuk pengelolaan kas yang efektif. Salah
satu implementasi dari Government Receipt saat ini adalah MPN. Dalam perjalanannya MPN
masih mengalami beberapa permasalahan, di antaranya permasalahan wajib pajak/wajib
setor/wajib bayar belum terlayani dengan baik, adanya beberapa transaksi pada MPN masih
diragukan keakuratan datanya, juga belum diterapkannya accrual basis dalam sistem ini.
Penerapan accrual accounting dalam Government Receipt juga sudah menjadi keharusan
karena UU No.17 tahun 2003 yang merupakan salah satu paket UU Keuangan Negara
mengamanahkan demikian. Selain accrual accounting, penatausahaan penerimaan negara yang
lebih mudah, aman, cepat, akurat, dan efisien dalam rangka menghasilkan laporan yang dapat
dipertanggungjawabkan juga menjadi alasan perlunya pengembangan lebih lanjut terhadap MPN
ke depan.

Pelaksanaan MPN-G2 yang merupakan bagian dari Government Receipt merupakan salah
satu wujud pelaksanaan wewenang Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara
dalam mengelola penerimaan negara berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara. Melalui MPN-G2 pencatatan penerimaan negara sepenuhnya
menggunakan sistem switching dan billing.

Sebagai salah alat pengelolaan keuangan Negara, arah Government Receipt harus
mengacu pada penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada Asas Umum
Penyelenggaraan Negara. Dalam lingkup yang lebih kecil, Government Receipt juga diarahkan
dapat menjadi sebuah subsistem yang mendukung bagi masing-masing eselon I dalam rangka
pembangunan sistem/project yang sedang dilaksanakan pada masing-masing eselon I tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN

A. PROSES BISNIS MODUL PENERIMAAN NEGARA


1. Penatausahaan Penerimaan Negara Saat Ini

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 100/KMK.01/2008 tentang Struktur


Organisasi Departemen Keuangan, tugas dan fungsi masing-masing unit eselon I terkait dalam
rangka penatausahaan dan pengelolaan penerimaan negara adalah sebagai berikut:

Direktorat Jenderal Pajak.

a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan.


b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan.
c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang perpajakan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang kepabeanan dan
cukai.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai.
Direktorat Jenderal Anggaran
a. Pelaksanaan penagihan dan atau pemungutan di bidang PNBP.
b. Penatausahaan di bidang PNBP dan subsidi yang ditugaskan pada direktorat.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
a. Penyusunan petunjuk teknis di bidang penerimaan dan pengeluaran kas.
b. Pengendalian dan monitoring pelaksanaan sistem penerimaan negara.

Dari tugas dan fungsi masing-masing unit eselon I tersebut di atas terlihat jelas bahwa
Direktorat Jenderal Perbendaharaan mempunyai tugas dan fungsi yang lebih spesifik dan
menyeluruh dalam rangka pelaksanaan sistem penerimaan negara terutama terkait dengan
penerimaan kas dibandingkan unit eselon I lainnya. Unit eselon I lainnya (DJP, DJBC, dan DJA)
dibatasi oleh ruang lingkup bidang tugas dan fungsi di mana sebagian besar tugas dan fungsi
tersebut adalah melakukan penyiapan perumusan kebijakan yang sekaligus melaksanakan dari
pada kebijakan tersebut sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing unit eselon I.
Sudah sewajarnya jika sistem penerimaan negara secara keseluruhan haruslah dirancang dan
dikendalikan oleh DJPBN dan tentunya dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait termasuk
DJP, DJBC, DJA, bank/pos persepsi dan pihak lainnya.

Dalam rangka penatausahaan penerimaan negara tersebut telah ditetapkan ketentuan


penatausahaan penerimaan negara yaitu di antaranya melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara dan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui
Modul Penerimaan Negara.

Konsep pembangunan MPN pada awalnya adalah menciptakan suatu sistem penerimaan
negara yang terintegrasi dengan menggunakan satu data base, di mana sebelumnya sistem
penerimaan negara dikelola secara terpisah oleh masing-masing unit eselon I di lingkungan
Departemen Keuangan, yaitu Direktorat Jenderal Pajak dengan MP3-nya, Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai dengan EDI-nya dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan SISPEN-nya.

Adapun penatausahaan penerimaan negara melalui MPN (existing) dapat digambarkan


sebagai berikut:

a. MPN Untuk Setoran Non PBB/BPHTB (Existing/G1)


b. MPN Untuk Setoran PBB/BPHTB (Existing/G1)

2. Penatausahaan Penerimaan Negara Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Perbendaharaan


Dan Anggaran Negara

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.05/2007 tentang


Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul
Penerimaan Negara disebutkan bahwa Modul Penerimaan Negara adalah modul penerimaan
yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data,
pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan
negara dan merupakan bagian dari SPAN. Pada pelaksanaannya, Sistem MPN diharapkan
mampu menatausahakan penerimaan negara secara cepat, mudah, tepat dan efisien
sehingga dapat menyajikan laporan yang transparan dan akuntabel.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2010 tentang Pelaksanaan


Rekening Penerimaan KPPN Bersaldo Nihil dalam rangka Penerapan Treasury Single Account
(TSA). Pelaksanaan rekening penerimaan bersaldo nihil meliputi semua rekening penerimaan
KPPN selaku kuasa BUN di daerah pada bank persepsi/bank devisa persepsi/pos persepsi
kecuali rekening penerimaan yang menampung penerimaan PBB dan BPHTB. Rekening
tersebut dioperasikan sebagai rekening bersaldo nihil, yang seluruh penerimaannya wajib
dilimpahkan ke Rekening 501.00000X Sub Rekening KUN. Bank Persepsi/Bank Devisa
Persepsi/Pos Persepsi mitra kerja KPPN wajib melimpahkan seluruh penerimaan negara pada
Rekening Penerimaan ke Rekening 501.00000X Sub Rekening KUN KPPN pada Kantor Bank
Indonesia pada akhir hari kerja bersangkutan.

Dalam rangka menerapkan TSA sebagaimana diuraikan di atas, penerimaan yang berasal
dari wajib bayar/wajib pajak/harus disetorkan melalui bank/pos persepsi untuk segera
dilimpahkan ke Rekening KUN di Bank Indonesia. Adapun mekanisme penerapan TSA terkait
dengan penerimaan negara dapat dijelaskan dengan gambar sebagai berikut:

Dengan diberlakukannya Treasury Single Account (TSA), diharapkan pengelolaan


penerimaan negara akan berjalan secara sederhana dan efisien. Opportunity cost yang terjadi
akibat adanya idle cash. Pengelolaan rekening penerimaan yang efisien akan meminimalkan
selang waktu (gap) penerimaan negara sampai ke rekening kas negara. Dengan demikian,
negara akan memperoleh keuntungan terkait dengan TSA antara lain dari remunerasi yang
diperoleh dari terkumpulnya uang pada satu rekening serta mampu menjamin adanya
ketersediaan dana terkait dengan perencanaan pengeluaran/belanja dan pembayaran
angsuran pokok hutang dan bunganya. Hal tersebut dapat mengurangi biaya pinjaman (cost
of capital) sehingga pada akhirnya mampu mengurangi beban keuangan negara.

Adapun penerimaan negara sejalan dengan akan dilaksanakannya SPAN dan MPN G2
dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu penerimaan negara melalui Bank Indonesia, Bank
Persepsi dan KPPN sebagaimana dijelaskan dalam gambar berikut:
a. Penatausahaan Penerimaan Melalui Setoran Pada Bank/Pos Persepsi.
Ruang lingkup Sistem Penerimaan Negara (MPN G1) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara
ini meliputi beberapa penerimaan negara sebagai berikut:
1. Penerimaan Pajak
2. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
3. Penerimaan Bea dan Cukai.
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
5. Penerimaan Non Anggaran (PFK)
6. Penerimaan Pengembalian Sisa UP
7. Penerimaan Pengembalian Belanja
Proses Bisnis Penerimaan Negara Yang Ditatausahakan Dalam MPN melalui Bank/Pos
Persepsi (MPN G1/Existing)

Penerimaan PBB Melalui BO III (MPN G1)


Penerimaan Negara melalui Bank Persepsi Valuta Asing

Setoran Pada Bank/Pos Persepsi Melalui MPN G2


Rekstrukturisasi Rekening Penerimaan Negara

b. Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui KPPN (diluar MPN)


Sebagaimana kita ketahui bersama, KPPN adalah ujung tombak dari Ditjen
Perbendaharaan dalam melayani satker dalam hal penatausahaan keluarnya uang
negara untuk membiayai operasional pemerintahan dalam melayani masyarakat
melalui penerbitan SP2D. Disamping fungsi tersebut, melekat juga fungsi
penatausahaan penerimaan negara terkait dengan pembayaran melalui potongan
SPM sebagaimana digambarkan dibawah ini:
Potongan SPM
SPM Pengesahan BLU

SPM Pengembalian Pendapatan (Pengurang Pendapatan)


Penerimaan Pembiayaan Melalui SP4HLN (untuk LC/PL)
c. Pencatatan Penerimaan Melalui Bank Indonesia
Selain Melalui Modul Penerimaan Negara dan Potongan SPM, ada juga penerimaan
negara yang disetorkan melalui rekening penerimaan di Bank Indonesia. Dalam
pengelolaannya, penerimaan negara melalui Bank Indonesia dicatat dan
ditatausahakan secara terpusat oleh Direktorat PKN. Secara umum, jenis-jenis
penerimaan negara melalui Bank Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:

B. INPUT, PROSES, DAN OUTPUT


1. MPN Untuk Setoran Non PBB/BPHTB (existing)
a. Wajib pajak/wajib bayar/wajib Setor/bendahara penerimaan dapat melakukan
pembayaran setiap saat melalui bank/pos persepsi yang terhubung dengan MPN.
b. Informasi mengenai data transaksi penerimaan negara disampaikan oleh bank/pos
persepsi ke dalam sistem MPN. Setelah menerima pembayaran setoran oleh wajib
pajak/wajib pajak/wajib bayar/wajib setor/bendahara penerimaan, maka bank/pos
persepsi melakukan pelaporan transaksi penerimaan negara (memproses NTPN)
berupa pajak kepada sistem MPN dengan menyertakan NTB (Nomor Transaski Bank)
dan NTP (Nomor Transaksi Pos). Sistem MPN kemudian menerbitkan dan
menyampaikan Nomor Transaski Penerimaan Negara (NTPN) kepada bank/pos
persepsi.
c. Selanjutnya, bank/pos persepsi melakukan pelimpahan kas setiap hari ke rekening 501
pada Bank Indonesia.
d. Bank/pos persepsi melakukan pelaporan kepada KPPN dalam bentuk Laporan Harian
Penerimaan (LHP) dan Arsip Data Komputer (ADK) untuk di tatausahakan. Dalam hal
terjadi kesalahan perekaman atas elemen-elemen data, maka Bank/Pos melakukan
prosedur pembalikan (reversal) sebelum dilakukan penyampaian LHP ke KPPN.
e. KPPN mengesahkan data penerimaan yang berasal dari potongan SPM (ePay Point)
yang sudah diterbitkan SP2D-nya untuk mendapatkan NTPN paling lambat setiap akhir
hari kerja.
f. Selanjutnya dari rekening Kas Negara (501) di Bank Indonesia, pelimpahan kas ke
RKUN dilakukan dengan fasilitas transfer Bank Indonesia.
g. KPPN menyampaikan LKP (Laporan Kas Posisi) yang memuat data penerimaan ke
Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
h. Bank Indonesia mengeluarkan rekening Koran (nota Kredit) untuk disampaikan kepada
Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
i. Selanjutnya dilakukan rekonsiliasi antara Direktorat Pengelolaan Kas Negara dengan
sistem MPN mengenai data penerimaan negara.
2. MPN Untuk Setoran PBB/BPHTB (Existing)
a. Wajib Pajak (WP)/Wajib Bayar (WB)/Wajib Setor (WS)/Bendahara Penerimaan dapat
melakukan pembayaran setiap saat melalui Bank/Pos yang terhubung dengan MPN.
b. Informasi mengenai data transaksi penerimaan negara disampaikan oleh bank/pos
persepsi ke dalam MPN. Setelah menerima pembayaran setoran oleh
WP)/WB/WS/Bendahara Penerimaan, maka Bank/pos persepsi melakukan pelaporan
transaksi penerimaan negara (memproses NTPTN) berupa pajak kepada MPN dengan
menyertakan NTB (Nomor Transaski Bank) dan NTP (Nomor Transaksi Pos). MPN
kemudian menerbitkan Nomor Transaski Penerimaan Negara (NTPN) kepada
bank/pos persepsi.
c. Selanjutnya, bank/pos persepsi melakukan pelimpahan kas ke rekening Bank
Operasional III (BO III) setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya jika hari Jumat
adalah hari libur.
d. Bank/pos persepsi melakukan pelaporan kepada KPPN dalam bentuk Laporan Harian
Penerimaan (LHP) dan Arsip Data Komputer (ADK) untuk di tatausahakan. Dalam hal
terjadi kesalahan perekaman atas elemen-elemen data, maka Bank/Pos dapat
melakukan prosedur pengembalian (reversal) maupun perbaikan data sebelum LHP
disampaian kepada KPPN.
e. Selanjutnya, dilakukan rekonsiliasi antara Bank/pos persepsi dengan KPPN perihal
penerimaan PBB/BPHTB.
f. KPPN menyampaikan LKP (Laporan Kas Posisi) yang memuat data penerimaan ke
Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
g. Berdasarkan LHP dan ADK yang diterima dari Bank/pos persepsi, KPPN menerbitkan
SP2D Bagi Hasil PBB/BPHTB kepada BO III.
h. BO III mentransfer bagian Pemda secara langsung sedangkan untuk bagian
pemerintah, pusat BO III melakukan transfer kepada Rekening 501 di KBI.
i. Selanjutnya BO III menyampaikan rekening Koran (Nota Kredit/Debet) kepada KPPN.
j. Bagi hasil untuk pemerintah pusat selanjutnya ditransfer ke Rekening KUN di Bank
Indonesia.
k. Bank Indonesia menyampaikan rekening Koran (Nota Kredit) kepada Direktorat
Pengelolaan Kas Negara.
l. Selanjutnya dilakukan rekonsiliasi antara Direktorat Pengelolaan Kas Negara dengan
sistem MPN sehubungan dengan data penerimaan negara.
3. Penerimaan Negara Yang Ditatausahakan Dalam MPN melalui Bank/Pos Persepsi (MPN
G1/Existing)
a. Wajib bayar/wajib pajak/wajib setor melakukan pembayaran setiap saat melalui
bank/pos persepsi.
b. Berdasarkan setoran dan data yang diterima, Bank Persepsi melimpahkan uang ke
Rekening Sub RKUN (501 terpusat) di Bank Indonesia.
c. Selanjutnya pada saat yang sama penerimaan tersebut langsung dilimpahkan ke
Rekening RKUN (502) pada Bank Indonesia.
d. Bank/pos persepsi melakukan pelaporan kepada KPPN dalam bentuk LHP dan ADK
untuk di tatausahakan. Dalam hal terjadi kesalahan perekaman atas elemen-elemen
data, maka bank/pos persepsi melakukan prosedur reversal sesuai ketentuan sebelum
dilakukan penyampaian LHP ke KPPN.
e. Bank Indonesia mengeluarkan rekening koran (nota kredit) untuk disampaikan kepada
Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
f. Selanjutnya dengan menggunakan rekening Koran (nota Kredit) tersebut, dilakukan
rekonsiliasi antara Direktorat Pengelolaan Kas Negara dengan sistem MPN mengenai
data penerimaan negara.
4. Penerimaan PBB Melalui BO III (MPN G1)
a. Wajib pajak membayar tagihan PBB melalui bank/pos persepsi, untuk beberapa jenis
PBB misalnya PBB pedesaan, pembayaran dapat ditampung dulu sementara pada
tempat pembayaran (TP) sebelum disetor ke bank persepsi PBB secara berkala
(mingguan).
b. Bank Persepsi menerima setoran PBB mulai hari Jumat sampai dengan hari Kamis pada
minggu berikutnya. Dari hasil penerimaan PBB tersebut, selanjutnya bank persepsi
melimpahkan penerimaan PBB pada hari jumat di minggu berikutnya ke BO III.
c. Pada hari Jumat minggu berikutnya paling lambat pukul 10.00 waktu setempat, bank
persepsi PBB menyampaikan Laporan Harian Peneruimaan (LHP) ke mitra KPPN yang
terdiri dari rekapitulasi penerimaan, Daftar Nominatif Penerimaan (DNP), Rekening
Koran, Nota Kredit, Nota Debit, BPN, Bukti Setoran, yang disertai dengan ADK.
d. Selanjutnya dilakukan upload ADK yang disampaikan oleh Bank Persepsi PBB yang
dilakukan pada Modul Government Receipt (SPAN). Kemudian KPPN atau unit khusus
yang ditunjuk melakukan pemeriksaan realisasi penerimaan PBB tersebut sebagai
dasar penerbitan SPM Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB).
Selanjutnya KPPN mengeluarkan SP2D bagi hasil PBB sebagai dasar bagi BO III dalam
melakukan transfer bagi hasil PBB sesuai dengan bagian pemerintah pusat maupun
Pemda (Termasuk upah pungut). Penerbitan SP2D DBH PBB tersebut dilakukan dalam
Modul Payment Management (PM).
e. Adapun bagi hasil untuk Pemda ditransfer secara periodik (mingguan) langsung
kepada Pemda sesuai dengan porsi bagi hasil atas realisasi penerimaan PBB tersebut.
f. Untuk penerimaan yang menjadi bagian pusat, transfer kas akan dilakukan oleh BO III
ke rekening sub RKUN 501 pada Bank Indonesia.
g. Selanjutnya bagian pusat terkait bagi hasil realisasi penerimaan PBB tersebut tersebut
dilimpahkan ke RKUN pada Bank Indonesia.
5. Penerimaan Negara melalui Bank Persepsi Valuta Asing
a. Wajib pajak/wajib setor/wajib bayar melakukan penyetoran penerimaan negara
dalam valuta asing pada bank persepsi (channeling) valuta asing baik yang ada di luar
negeri maupun dalam negeri.
b. Berdasarkan setoran dan data yang diterima, bank persepsi valuta asing yang
bertindak selaku channel pembayaran meneruskan data penerimaan ke kantor pusat
bank persepsi atau salah satu kantor cabang bank persepsi valuta asing koordinator
dan mengkreditkan rekening kas negara pada kantor pusat bank persepsi dimaksud
sesuai ketentuan perundang-undangan.
c. Berdasarkan setoran dan data yang diterima, bank persepsi valuta asing selaku kantor
pusat atau bank persepsi koordinator melimpahkan dana valuta asing ke RKUN Valas
(600) di Bank Indonesia yang terlebih dahulu melalui bank koresponden setiap akhir
hari kerja. Perintah transfer tersebut disampaikan dalam bentuk Message Type (MT)
202 yang intinya berupa perintah kepada bank koresponden bank persepsi valuta
asing yang bersangkutan untuk mengkreditkan rekening bank persepsi valuta asing
yang berada pada bank koresponden. Pada saat yang sama pula, bank persepsi valuta
asing tersebut memberitahukan bahwa bank persepsi valuta asing yang bersangkutan
telah mengirimkan uang melalui bank korespondennya dengan tujuan Rekening Kas
Umum Negara pada Bank Indonesia atau dengan kata lain Bank Indonesia akan
menerima sejumlah uang dari bank pengirim (bank persepsi valuta asing) dalam
bentuk MT 210. Selanjutnya pada akhir hari kerja, bank persepsi valuta asing tersebut
wajib menyampaikan laporan harian penerimaan (secara elektronik) yang dilampiri
copy dari MT 202 ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara (Subdit Penerimaan Negara).
d. Bank Koresponden dari bank persepsi valuta asing melakukan transfer dana ke
rekening RKUN Valas di Bank Indonesia. Apabila Bank Koresponden dari bank persepsi
valuta asing adalah sama dengan bank korespondennya Bank Indonesia maka transfer
tersebut dilakukan hanya dengan pemindahbukuan saja. Bentuk pesan yang
disampaikan kepada Bank Indonesia dari bank koresponden tersebut adalah melalui
MT 910/940/950 yang intinya adalah informasi/konfirmasi adanya pengkreditan
rekening Bank Indonesia pada bank koresponden yang disertai dengan statement of
account.
e. Setelah menerima pelimpahan penerimaan negara dari bank persepsi valuta asing
melalui bank koresponden, Bank Indonesia menyampaikan rekening rekening
korannya (secara elektronik) ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara (Subdit
Penerimaan Negara).
6. Setoran Pada Bank/Pos Persepsi Melalui MPN G2
a. Wajib Bayar/Wajib Pajak/Wajib Setor melakukan pembayaran setiap saat melalui
Bank/Pos yang terhubung dengan MPN.
b. Cabang-cabang bank persepsi yang ditunjuk terkait pembayaran tersebut melakukan
transfer kepada bank persepsi pusat.
c. Berdasarkan setoran dan data yang diterima, Bank Persepsi pusat melimpahkan uang
kepada Rekening Sub RKUN (501XXXXXXXX) di Bank Indonesia.
d. Selanjutnya penerimaan tersebut segera dilimpahkan ke Rekening RKUN
(502XXXXXXXX) pada Bank Indonesia.
e. Bank Perspsi koordinator menyampaikan laporan data penerimaan (LHP) ke dalam
Database MPN G2.
f. Untuk setoran penerimaan negara menggunakan MPN G2, Modul GR (SPAN) tidak lagi
melakukan upload ADK dari Bank/pos persepsi tetapi langsung dilakukan interfacing
antara SPAN dengan MPN G2. Penerimaan negara akan dicatat dalam Modul GR
(SPAN) setelah ada data penerimaan yang masuk dari MPN G2.
g. Bank Indonesia mengirimkan rekening Koran terkait dengan pelimpahan setoran uang
kepada rekening sub RKUN(501XXXXXXXX).
h. Bank Indonesia mengirimkan rekening Koran terkait dengan pelimpahan setoran uang
kepada rekening RKUN (502XXXXXXXX). Kemudian pada Modul CM dilakukan
rekonsiliasi terkait penerimaan rekening Koran tersebut.
7. Rekstrukturisasi Rekening Penerimaan Negara
a. Tidak lagi melibatkan Kantor Bank Indonesia (Rekening 501.00000X) dalam rangka
penampungan sementara dana pelimpahan kas dari bank/pos persepsi. Penghapusan
rekening ini juga disebabkan oleh struktur penerimaan negara secara terpusat yang
hanya melibatkan kantor pusat bank/pos persepsi untuk pelimpahan penerimaan
negara.
b. Tidak ada lagi rekening penerimaan pada setiap cabang bank/pos persepsi. Rekening
penerimaan tersebut digantikan dengan hanya membuka satu rekening penerimaan
pada kantor pusat atau cabang bank/pos persepsi yang ditunjuk sebagai koordinator.
Rekening penerimaan tersebut tidak lagi dibuka terpisah antara penerimaan PBB, dan
penerimaan lainnya pada bank/pos persepsi. Sehingga seluruh penerimaan negara
yang melalui bank/pos persepsi terkumpul ke satu rekening penerimaan saja.
Sedangkan untuk keperluan pemisahan jenis penerimaan dapat dibedakan dengan
melihat kode akun atau mata anggaran yang digunakan. Bank/pos persepsi diharuskan
menunjuk satu cabang bank/pos persepsi sebagai bank/pos persepsi koordinator dan
seluruh transaksi pembayaran elektronik dibukukan pada rekening penerimaan
negara di bank/pos persepsi koordinator.
c. Tidak ada lagi rekening penerimaan pada BO III dalam rangka pembagian hasil PBB
karena seluruh transaksi penerimaan negara yang terjadi selama satu hari kerja
periode penerimaan pada bank/pos persepsi harus dilimpahkan ke rekening kas
negara (RKUN 502.000000) setiap akhir hari kerja. Sedangkan untuk pembagian hasil
PBB kepada pemerintah daerah (provinsi maupun kabupaten/kota), dilakukan secara
terpusat oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan melalui mekanisme pengeluaran
APBN (SP2D) secara periodik (mingguan atau bulanan).
d. Setiap minggu/bulan, DJPB dalam hal ini adalah salah satu KPPN yang ditunjuk/unit
khusus yang akan dibentuk, harus menerbitkan SP2D sebanyak jumlah kab/kota
ditambah provinsi se-Indonesia (kurang lebih 500 SP2D) lengkap dengan lampiran
berupa rincian PHP dan Upah pungut per sektor penerimaan (PBB). Atau pembagian
PBB tersebut dapat juga dilakukan dengan menerbitkan 1 (satu) SP2D dengan
lampiran kurang lebih 500 rekening. Mengingat banyaknya rekening tujuan dalam
rangka pembagian penerimaan PBB tersebut, tentunya akan membutuhkan cukup
waktu dalam proses persiapan dan penyelesaiannya, sehingga diusulkan proses
transfer dana dalam rangka pembagian penerimaan PBB tersebut ke masing-masing
rekening penerima (yang berhak) dilakukan per bulan.
e. Tidak ada lagi rekening penerimaan negara (500.000000) pada Bank Indonesia.
Pelimpahan langsung dilakukan dari ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN
502.000000). Namun jika masih diperlukan rekening antara untuk menampung
seluruh penerimaan negara sebelum masuk ke RKUN atau sebagai pengganti rekening
500.000000 dapat dibuka rekening 501.000000 yang terpusat berada di BI dimana
fungsinya adalah sebagai rekening penampung untuk seluruh pelimpahan dari
rekening kas negara yang ada pada bank/pos persepsi.
f. Berkurangnya jenjang tahapan pelimpahan kas dari rekening penerimaan pada
bank/pos persepsi sampai ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Dan dengan
hilangnya keterlibatan BO III dan Bank Indonesia untuk rekening 501.00000X dan
500.000000 dalam rangkaian proses pelimpahan penerimaan negara, tentunya
menghilangkan tiga jenjang tahapan pelimpahan kas menjadi hanya satu jenjang
pelimpahan.
g. Jumlah rekening penerimaan negara diperkirakan tidak lebih dari 100 rekening dimana
saat ini jumlah rekening penerimaan negara tersebut hampir mencapai 5.000
rekening. Pengurangan jumlah rekening penerimaan yang signifikan diperoleh dari
restrukturisasi rekening itu sendiri yang diakibatkan dari penerapan pada angka 1 dan
2 diatas.
8. Potongan SPM
a. Satker mengajukan SPM (dilampiri ADK) ke KPPN dan KPPN memproses penerbitan
SP2D melalui front office, middle office dan back office.
b. Dari General Ledger (GL), terkait data pemotongan pajak, maka akan dilakukan
interface ke MPN-G2.
c. Setelah pencatatan GL, maka semua data penerimaan melalui pemotongan SPM yang
terdiri dari penerimaan Pajak, Penerimaan PNBP (sewa Rumah Dinas), Pengembalian
sisa UP, penerimaan PFK dan Penerimaan Pengembalian belanja diteruskan dalam
sistem data base SPAN.
9. SPM Pengesahan BLU
a. Satker BLU mengirimkan ADK SPM Pengesahan ke KPPN.
b. KPPN memproses SP2D pengesahan dan mengajukan create account ke GL, dari GL
akan dimasukkan dalam SPAN.
c. SPAN akan mencatat penerimaan negara ke Modul GR, jika diperlukan dapat
dihasilkan laporan atas ADK penerimaan yang diunggah dari Bank/Pos Persepsi.
d. Laporan atas penerimaan selanjutnya akan direkonsiliasi.
10. SPM Pengembalian Pendapatan (Pengurang Pendapatan)
a. Biller (KPP, KPBC dan KPPN) mengeluarkan SPM pengembalian (SPM KP, SPM KC, SPM
PP, dll) dan ADK ke KPPN.
b. Selanjutnya KPPN memeriksa SPM Pengembalian dan ADK sebagai dasar pengesahan
SP2D pengembalian pendapatan.
c. KPPN melakukan upload data potongan SPM dan mengirimkan data pengembalian
belanja ke sistem SPAN.
d. Untuk selanjutnya, SP2D pengembalian pendapatan tersebut ditatausahakan dalam
modul Payment Management.
11. Penerimaan Pembiayaan Melalui SP4HLN (untuk LC/PL)
a. Satker mengajukan Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung (APDPL) atau
Aplikasi Penarikan Dana Letter of Credit (APDLC) ke KPPN.
b. KPPN memproses aplikasi dimaksud dan mengeluarkan cover letter untuk APDPL dan
SKP untuk APDLC, kemudian dilakukan pembayaran (dibahas di Modul Manajemen
Pembayaran).
c. Untuk pembayaran langsung lender menyampaikan NOD/bukti pembayaran ke DJPU
dan ke Bank Indonesia untuk L/C.
d. DJPU memproses NOD menjadi SP4HLN dan meneruskan ke KPPN sebagai dasar
penerbitan SP3 (Surat Perintah Pembukuan/Pengesahan).
e. Bank Indonesia meneruskan NOD atas realisasi LC dalam bentuk NODIS (Nota
Disposisi) ke KPPN sebagai dasar penerbitan SP3. KPPN memproses SP3 dan
menyimpan data transaksi tersebut dalam database KPPN, dan secara periodik KPPN
akan melaporkan penerimaan pembiayaan dimaksud ke Direktorat PKN.

C. GAMBARAN SISTEM APLIKASI MODUL PENERIMAAN NEGARA

Gambar 1. Halaman awal Aplikasi Modul Penerimaan Negara G2/G3


Langkah awal antara lain:

1. Buka situs mpn.kemenkeu.go.id


2. Pada halaman awal akan terdapat pilihan login dan registrasi.
3. Apabila belum mempunyai akun silahkan pilih bagian registrasi untuk mendaftarkan diri
Anda terlebih dahulu.
4. Apabila Anda sudah memiliki akun, masukkan username dan password.
5. Jika sudah, klik login dan Anda akan masuk ke halaman selanjutnya.

Gambar 2. Pengisian data Wajib Bayar, Wajib Setor maupun Wajib Pajak

Langkah-langkah terkait pengisian data untuk memperoleh Kode Billing

1. Isikan semua data yang ada di halaman tersebut mulai dari tipe penyetor, NPWP, jenis
setoran, masa, tahun beserta jumlahnya.
2. Apabila sudah sesuai klik Simpan.
3. Data yang diisikan tersebut kemudian akan di proses lebih lanjut untuk mendapatkan Kode
Billing seperti Gambar 3.
Gambar 3. Proses pemerolehan Kode Billing dalam MPN G2/G3

Gambar 4. Proses pembayaran untuk memperoleh NTPN

Langkah-langkah Pembayaran antara lain:

1. Pastikan Anda memperoleh Kode Billing dari proses sebelumnya.


2. Apabila belum mendapatkan Kode Billing maka lakukan proses dari awal
3. Jika tidak dapat juga bisa segera lapor ke Settlement MPN G2/G3
4. Jika sudah mendapatkan, Anda bisa memilih klik lanjutkan pembayaran.
5. Pilih Bank yang akan kalian tuju untuk melaksanakan pembayaran.
6. Jika sudah melakukan pembayaran maka Anda akan memperoleh NTPN yang akan
digunakan untuk pengisian Bukti Penerimaan Negara.
D. HUBUNGAN ANTARA MODUL PENERIMAAN NEGARA DENGAN MODUL LAIN

Gambar keterikaitan MPN G2 dengan modul lainnya dalam SPAN

Modul Penerimaan Negara di dalam gambar tersebut merupakan Modul GR atau


Government Receipt. Dalam hal ini terdapat tiga modul dalam SPAN yang terkait dengan
Modul Penerimaan Negara (Government Receipt) antara lain:
1. Modul PM (Payment Management)
Modul Payment Management ini tidak langsung bersinggungan dengan modul
Government Receipt tetapi harus melalui modul CM (Cash Management) terlebih dahulu.
Dalam hal ini seperti yang diketahui bahwa Modul PM di SPAN sama dengan modul
pembayaran yang ada di SAKTI tetapi perbedaannya adalah kalau di SAKTI lebih terkait dengan
menerbitkan, mencetak dan mengesahkan SPP dan SPM sedangkan di SPAN berupa
pengesahan SPM dan juga penerbitan SP2D sehingga dihasilkan nomor SP2D. Selain itu juga
ada potongan-potongan terkait dengan SPM yang akan disahkan. Dari situ kemudian
diserahkan ke modul Cash Management untuk memeriksa apakah SP2D tersebut sudah sesuai
atau belum. Apabila sudah sesuai maka kas akan diserahkan kepada modul pembayaran. Kas
tersebut tentu salah satunya berasal dari penerimaan yang diserahkan dari modul
Government Receipt ke modul Cash Management.

2. Modul CM (Cash Management)


Modul Cash Management ini bisa dikatakan sebagai pusat dari ketiga modul lainnya
karena semua terkait dengan kas baik itu keluar maupun masuk akan melalui modul ini.
Keterkaitannya dengan modul Government Receipt tentu terlihat jelas dari sisi
penerimaannya. Government Receipt menyerahkan penerimaan yang telah diterimanya dari
awal proses inquiry kemudian proses billing oleh DJP, DJA dan DJBC kemudian masuk ke
settlement sampai akhirnya dilakukan pembayaran ke Bank Persepsi maupun Bank
Operasional dan masuk ke dalam modul Government Receipt. Selain itu juga ada penerimaan
retur terkait dengan SP2D.

3. Modul General Ledger dan Pelaporan

Dalam modul ini, keterkaitannya dengan modul Government Receipt tentu sudah jelas
terkait dengan penjurnalan. Segala penerimaan yang diperoleh baik itu dari sisi kredit maupu
debit harus dijurnal ke dalam modul General Ledger dan Pelaporan untuk dibukukan dan
dibuat rekonsiliasi yang nantinya hasil rekonsiliasi tersebut akan ditujukan kepada Satker. Dan
tentunya Modul General Ledger dan Pelaporan ini akan melakukan tutup buku pada setiap
periode (tiap tahun) terkait dengan modul Government Receipt.

E. IMPROVEMENT

Sejalan dengan pembangunan sistem MPN-G2 terkait dengan setoran penerimaan melalui
bank persepsi telah disempurnakan dilakukan dengan pembangunan sistem billing dan switching
untuk mempermudah penyetoran maupun penatausahaan penerimaan negara. Dengan
konfigurasi sistem MPN-G2 sebagaimana digambarkan tersebut di atas, penyetoran penerimaan
negara dengan sistem biling dapat dilakukan di beberapa channel pembayaran antara lain: via
teller bank, internet-banking, phone-banking, sms-banking, ATM, dan lain-lain.

Secara umum, beberapa pokok perubahan atau penyempurnaan proses bisnis


penatausahaan penerimaan negara dalam rangka implementasi Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN) seperti yang terlihat berikut ini.

Pokok-Pokok Perubahan (improvement) :

1. Sentralisasi penatausahaan penerimaan negara melalui single database dalam SPAN.


2. Sentralisasi pengelolaan Modul Penerimaan Negara melalui MPN G2 untuk setoran
penerimaan negara yang disetor pada bank/pos persepsi.
3. Restrukturisasi rekening penerimaan (rekening kas negara) pada bank/pos persepsi
terkait penerapan MPN G2, terutama terkait dengan pemusatan rekening kas negara
untuk masing-masing bank/pos persepsi (BP Pusat).
4. Pembayaran setoran penerimaan negara pada bank/pos persepsi dapat dilakukan
pada lintas (luar) wilayah kerja KPPN yang bersangkutan. Untuk itu dilakukan jurnal intra-
entity (antar satker) pada setiap setoran yang dilakukan.
5. Penerimaan terkait pajak dan bea cukai dicatat (diakui) sebagai penerimaan masing-masing
Satker (KPP/KPBC) bersangkutan. Sehingga proses rekonsiliasi data penerimaan dapat
dilakukan di tingkat Satker dan KPPN. Untuk itu setiap transaksi pada data MPN harus dapat
di mapp ing sebagai penerimaan KPP/KPBC selaku Satker.
6. Penerimaan dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan dapat mengembalikan sisa
pagu yang didahului dengan surat pengajuan pengembalian sisa pagu oleh Satker.
7. Penyampaian LHP dan rekening koran dari bank persepsi/BI secara elektronik dan
terstandarisasi.
BAB IV
SIMPULAN

1. Modul Penerimaan Negara adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur
mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai
dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
2. Proses bisnis Modul Penerimaan Negara meliputi penatausahaan penerimaan melalui setoran
pada Bank/Pos Persepsi, penerimaan melalui KPPN, dan penerimaan melalui Bank Indonesia.
3. Dalam pelaksanaannya, modul penerimaan negara terkait dengan modul-modul lain, di
antaranya modul PM (Payment Management), Modul CM (Cash Management), serta Modul
GL (General ledger) dan Pelaporan.
4. Improvement dilakukan sejalan dengan pembangunan sistem MPN-G2, yaitu berupa
pembangunan sistem billing dan switching untuk mempermudah penyetoran maupun
penatausahaan penerimaan negara. Improvement atau penyempurnaan proses bisnis modul
penerimaan negara yang dilakukan meliputi beberapa pokok perubahan.
5. Arah penyempurnaan MPN G2 meliputi perubahan dari sistem manual ke billing system, dari
layanan over the counter (teller) ke layanan on line, dari single currency menjadi dapat
melayani dalam valas, dari terbatas pada beberapa jenis penerimaan menjadi mencakup
keseluruhan penerimaan.

Anda mungkin juga menyukai