Anatomi
II. Fisiologi
1. Telinga bagian luar
Bagian ini merupakan bagian luar dari Telinga manusia yang terdiri dari daun telinga
dan saluran luar telinga.
a. Daun telinga : Fungsi Daun Telinga ini adalah mengumpulkan suara,
memperkuatnya dan mengarahkan suara atau bunyi tersebut ke saluran telinga.
b. Saluran telinga : Fungsi saluran atau liang telinga ini adalah untuk
menyalurkan suara atau bunyi ke telinga bagian tengah.
2. Telinga bagian tengah
Telinga Bagian Tengah terdiri dari beberapa bagian, diantaranya adalah Eardrum
(gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran seperti Malleus (tulang martil), Incus
(tulang landasan), Stapes (tulang sanggurdi) dan Eustachian tube (saluran
Pendengaran).
a. Gendang telinga : Fungsi Gendang Telinga atau Membran Timpani adalah
merespon suara yang diterimanya dengan cara menggetarkannya.
b. Malleus : Fungsi Tulang Martil ini adalah menghantarkan getaran suara dari
gendang telinga (eardrum) ke tulang landasan (incus).
c. Incus (tulang landasan) : Fungsi tulang landasan atau incus ini adalah
membantu mentranmisikan getaran suara dari tulang martill (malleus) ke
tulang sanggurdi (stapes).
d. Stapes (tulang sanggurdi) : Fungsi tulang sanggurdi adalah menerima getaran
suara dari tulang landasan dan kemudian diantar ke membran di telinga dalam
melalui tingkap oval.
e. Eustachian Tube (tabung oendengaran) : Fungsi tabung pendengaran ini
adalah membantu mengalirkan lendir dari telinga tengah dan menyamarkan
tekanan di dalam dan di luar telinga.
3. Telinga bagian dalam
Telinga Bagian Dalam atau disebut juga Auris interna adalah bagian terdalam dari
struktur telinga. Fungsi Telinga Bagian Dalam ini adalah mendeteksi suara/bunyi dan
menjaga keseimbangan. Telinga Bagian Dalam pada dasarnya terdiri dari dua bagian
utama yaitu Bony Labirynth (tulang labirin yang menonjol) dan Membran Labyrinth.
a. Bony Labyrinth : Disebut juga Labirin Tulang adalah rongga berlubang di
dalam telinga bagian dalam yang terdiri dari tulang yang dilapisi dengan
Periosteum sedangkan Membran Labyrinth atau Labirin Membran
membentang di dalam Labirin Tulang. Di antara kedua lapisan tersebut
terdapat lapisan cairan Perilimfe. Bony Labirynth terdiri dari beberapa bagian
yaitu Vestibule, Koklea (Cochlea) dan kanal setengah lingkaran (Semicircular
canals).
b. Vestibule : Fungsi Vestibular adalah menjaga keseimbangan posisi kepala
terhadap gaya gravitasi dan merespon perubahan kedudukan tubuh. Vestibular
menggunakan sejenis cairan dan sel pendeteksi atau sel rambut yaitu Sakula
dan Utrikula untuk merespon perubahan kedudukan tubuh ini.
c. Koklea : Fungsi Koklea adalah mengubah getaran suara menjadi persepsi
pendengaran.
d. Semicircular canals (Kanal Setengah Lingkaran) : Fungsi Kanal Setengah
Lingkaran atau Semicircular ini adalah membantu menjaga keseimbangan
dengan mendeteksi gerakan kepala.
III. Definisi
Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau
seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai
dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa
saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa
lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita
tidak bergerak sama sekali (Israr, 2012).
Vertigo adalah sensasi atau perasaan yang mempengaruhi orientasi ruang dan
mungkin dapat didefinisikan sebagai suatu ilusi gerakan. Keluhan ini merupakan
gejala yang sifatnya subyektif dan karenanya sulit dinilai. Walupun pengobatan
sebaiknya langsung pada penyebab yang mendasari penyebab atau kelainannya, asal
atau penyebab vertigo sering tidak diketahui ataupun tidak mungkin diobati
(Doengoes, Marilynn E. 2009).
IV. Etiologi
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa disebabkan oleh kelainan di
dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam
otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau
perubahan tekanan darah yang terjadi secara tibatiba. (Carpenitto, Lynda Juall 2015).
V. Manifestasi Klinis
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang
berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa disebabkan oleh kelainan di
dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam
otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau
perubahan tekanan darah yang terjadi secara tibatiba. (Israr, 2010).
VI. Klasifikasi
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas :
1. Vertigo Paroksismal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung beberapa
menit atau hari, kemudian menghilang sempurna tetapi suatu ketika serangan
tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas
keluhan.
Vertigo jenis ini dibedakan menjadi:
a Yang disertai keluhan telinga:
Termasuk kelompok ini adalah: Morbus Meniere, Arakhnoiditis
pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa cranii
posterior, kelainan gigi/ odontogen.
b Yang tanpa disertai keluhan telinga:
Termasuk di sini adalah: Serangan iskemi sepintas arteria
vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo
de L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
c Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi:
Termasuk di sini adalah: Vertigo posisional paroksismal laten, Vertigo
posisional paroksismal benigna.
2. Vertigo Kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa serangan akut,
dibedakan menjadi:
a Yang disertai keluhan telinga: Otitis media kronika, meningitis Tb,
labirintitis kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor
serebelopontin.
b Tanpa keluhan telinga: Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca
komosio, pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan
okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan
endokrin.
c Vertigo yang dipengaruhi posisi: Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
3. Vertigo yang serangannya mendadak atau akut, kemudian berangsur-angsur
mengurang, dibedakan menjadi:
a Disertai keluhan telinga: Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis
akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva
interna/arteria vestibulokoklearis.
b Tanpa keluhan telinga: Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis
anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks,
hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.
Ada pula yang membagi vertigo menjadi:
1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.
VII. Patofisiologi
Dalam kondisi fisiologi/ normal, informasi yang tiba dipusat integrasi alat
keseimbangan tubuh yang berasal dari resptor vestibular, visual dan propioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya sinkron dan wajar akan diproses
lebih lanjut secara wajar untuk direspon. Respon yang muncul beberapa penyesuaian
dari otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu
orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Tidak
ada tanda dan gejala kegawatan (alarm reaction) dalam bentuk vertigo dan gejala dari
jaringan otonomik.
Namun jika kondisi tidak normal/ tidak fisiologis dari fungsi alat
keseimbangan tubuh dibagian tepi atau sentral maupun rangsangan gerakan yang aneh
atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi yang wajar tidak berlangsung dan
muncul tanda-tanda kegawatan dalam bentuk vertigo dan gejala dari jaringan
otonomik. Di samping itu respon penyesuaian otot-otot menjadi tidak adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal dari mata disebut nistagnus.
VIII. Pathway
Menurut NANDA Internasional 2006
VERTIGO
X. Penatalaksanaan
1. Medis
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian
anti biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis
vestibuler lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang
terkena dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu
tempat atau benda.
2. Keperawatan
a. Vertigo posisional Benigna (VPB)
Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada
sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari
dan merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk
dipinggir tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya
untuk membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia
kembali ke posisi duduk semula. Gerakan ini diulang kembali sampai
vertigo melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari,
tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon vertigo.
b. Obat-obatan
obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen dapat
digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau
jika muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan rasa
enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek
samping obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter
menyakinkan pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat
mereda sendiri maka dengan membatasi perubahan posisi kepala dapat
mengurangi gangguan.
XI. Komplikasi
1. Stroke
2. Obstruksi peredaran darah dilabirin
3. Labirintitis (Viral, Bakterial)
4. Penyakit Meniere
5. Infeksi, Inflamasi
6. Tumor
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/
tekanan syaraf, vasospressor, peningkatan intrakranial.
Ditandai dengan menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal,
perubahan posisi, perubahan pola tidur, gelisah.
b. Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan
relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
c. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan
kurang mengingat.
Ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti
instruksi.
3. Intervensi
a. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/
tekanan syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan
menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi,
perubahan pola tidur, gelisah.
Tujuan: Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
1. Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
2. Tanda-tanda vital normal
3. pasien tampak tenang dan rileks.
Intervensi:
a) Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri.
Rasional: Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan.
b) Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
Rasional: istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
c) Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional: posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah
ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
d) Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional: relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan
lebih nyaman.
e) Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional: analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga
pasien menjadi lebih nyaman.
Carpenitto, Lynda Juall. (2015). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa : Monica
Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta.
Sudart dan Burnner, (2006). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3. EGC : Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia, 2009, Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan
Terapi, Malang : Perdossi