Anda di halaman 1dari 9

Step 7

1. Apa definisi in vivo dan in vitro?


In vivo: di dalam kehidupan. Suatu uji farmakologis dalam suatu sist tubuh yg hidup.
Subjek uji menggunakan hewan coba sprit mencit, tikus dll.
In vitro: uji farmakologis dalam cawan petri dengan media kultur. Lebih ke sel dan
biomolekuler. Tidak bisa dilakukan uji toksisitas,
Uji ADME (farmakokinetik) tidak bisa secara in vitro/ in vivo?
2. Apa saja perbedaan dari in vivo dan in vitro?
In vivo In vitro
- Terletak di dalam tubuh yg hidup - Di dalam tabung uji / media
contoh : rodent kultur
- Membutuhkan sampel banyak - Sampel yg dibutuhkan sedikit
- Biaya lebih mahal - Yang diuji mikroorganisme
- Waktu lama - Biaya lebih murah
- Hewan uji harus memenuhi syarat - Berfokus pada sel, jaringan, sel,
3R dan biomolekuler
- Bisa dilakukan untuk hewan non - Primary bioassay
rodent - Untuk uji toksisitas cont: uji
- Secondary bioassay sitotoksik
- Untuk meneliti secara sistemik Apakah uji toksisitas bisa di in
Untuk mengetahui paparan obat. vivo?
Ex: efek obat anti kanker thdp Misal uji efek toksik dari sebuah
hewan uji. Apakah bisa di uji in obat tertentu, dan tingkat sel
vitro? Contoh:
Contoh: Uji anti kanker yg sitotoksik thd
Uji fertilitas. sel kanker
Uji anti emetik pada burung Uji anti mikroba
Uji anti hipertensi pd Uji anti fungi
kucing/anjing Uji anti oksidan
Uji anti kanker  dilihat ada efek Uji anti inflamasi di lihat anti
sistemik atau tidak bodi dan faktor inflamasinya
Uji anti inflamasi dilihat dari Apakah ada yang bisa diujikan
respon inflamasi untuk uji in vivo?

In vitro (primary bioassay)


 adalah penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di
laboratorium; Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
 Murah dan cepat
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol,
misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung
untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau
biomolekul
 in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada subjek hidup
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992
Tentang Pedoman Fitofarmaka)

In vitro :
 Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol,
misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung
untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau
biomolekul
 tingkat penyederhanaan sistem yang diteliti lebih besar , sehingga peneliti dapat
fokus pada sejumlah komponen. Sebagai contoh , identitas protein dari sistem
kekebalan tubuh ( misalnya antibodi ) , dan mekanisme yang mengenali dan
mengikat antigen asing akan tetap sangat jelas jika tidak untuk penggunaan ekstensif
kerja in vitro untuk mengisolasi protein , mengidentifikasi sel-sel dan gen yang
memproduksi mereka , mempelajari fisik sifat interaksi mereka dengan antigen , dan
mengidentifikasi bagaimana interaksi mereka menyebabkan sinyal seluler yang
mengaktifkan komponen lain dari sistem kekebalan tubuh. Respon seluler adalah
spesies - spesifik , lintas analisis - bermasalah spesies . Metode baru spesies - sasaran
yang sama - , studi multi- organ yang tersedia untuk memotong hidup , pengujian
lintas-spesies

In vivo (secondary bioassay)


 Terletak di dalam tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
 Mahal dan lama
 dalam lingkungan yang terkendali
Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar
atau teranestesi). Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya,
missal yang jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin,
umur, berat badan (mempengaruhi dosis), dan harus dilakukan pada minimal 2
spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non rodent. Alasannya krn system
fisiologi dan patologi pada manusia merupakan perpaduan antara rodent dan non
rodent
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992
Tentang Pedoman Fitofarmaka)
In vitro:
1. Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)
2. Uji antifungi
3. Uji antikalkuli
4. Uji efek mukolitik
5. Uji farmakodinamik dg organ terisolir
6. Uji toksisitas in vitro
- metode Brain Shrimp Test (BST)
- metode Sitotoksisitas

EFEK SITOTOKSIK IN VITRO DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (PHALERIA


MACROCARPA) TERHADAP KULTUR SEL KANKER MIELOMA
Uji Aktivitas Sitotoksik. Sediaan uji dan sediaan kontrol pelarut masing-masing sebanyak
0,1 ml dimasukkan dalam sumur microwell plateyang telah berisi 0,9 ml suspensi sel
hasil inisiasi. Replikasi dilakukan sebanyak dua kali. Selanjutnya diinkubasi dalam
inkubator CO2 suhu 37ºC selama 24 jam. Kemudian dari masing-masing sumur diambil
sebanyak 0,1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah dengan larutan tripan
blue 0,5% sebanyak 0,1 ml (perbandingan 1:1) dan dihomogenkan. Dari campuran
tersebut dipipet dan diletakkan diatas ruang hitung hemositometer. Perhitungan
dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Viabilitas sel dihitung

dengan rumus:

(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06%20vol%207%20april%202008%20(48-54).pdf)

Antifungi
UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RAMBUTAN (Nephelium
lappaceum L.) TERHADAP JAMUR Candida Albicans SECARA IN VITRO
Pengujian Aktivitas Antijamur
a. Media dasar PDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras.
b. Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur sedemikian rupa
sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona hambat yang terjadi.
c. PDA yang mengandung suspensi jamur uji dituang ke dalam cawan petri di sekeliling
pencadang.
d. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri sehingga terbentuk sumur yang akan
digunakan untuk larutan uji, larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
e. Diteteskan larutan uji ekstrak sampel kering etanol, ekstrak sampel basah etanol,
larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
f. Dilakukan pengulangan secara triplo dengan cara yang sama.
g. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 1x24 jam.
h. Diamati zona hambat yang terjadi di sekitar sumuran kemudian diukur diameter zona
hambat secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan penggaris berskala.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123510&val=5543)

Organ Terisolasi
EFEK EKSTRAK DAUN CIPLUKAN (Physalis minima L) TERHADAP RELAKSASI OTOT
POLOS TERPISAH TRAKEA MARMUT (Cavia porcellus)
METODOLOGI
Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan coba marmut jantan (n=5).
Percobaan dilakukan dengan metoda organ terpisah yaitu menggunakan rantai cincin
trakea yang dimasukkan ke dalam organ bathdan dihubungkan dengan rekorder
macLab. Selama percobaan rantai cicin trakea di dalam organbath direndam cairan
fisiologis Kreb”s yang selalu diganti setiap 15 menit, temperatur dipertahankan 35-37 C
dan terus menerus dialiri gas karbogen (9). Daun ciplukan (Physalis minima L) dibuat
ekstrak dengan menggunakan etanol. Untuk melihat respon relaksasi dari pemberian
ekstrak daun ciplukan, dilakukan stimulasi kontraksi otot polos trakea terlebih
duludengan menggunakan histamin 10-5 M (9,10), jika sudah terjadi kontraksi yang
stabil, kemudian baru ditambahkan ekstrak daunciplukan secara kumulatif dengan dosis
0,3 %, 0,5 %, 0,7 % dan diamati respon relaksasi otot polos trakea dari penurunan kurva
yang terekam di komputer mac lab dan dapat diukur besar kontraksi dan relaksasi
dalam satuan mv. Ekstrak daun ciplukan diberikan secara kumulatif berdasar penelitian
pendahuluan yang didapatkan hasil bahwa efek relaksasi ekstrak daun ciplukan bertahan
lama dan baru hilang responsnya setelah dilakukan pencucian. Data yang diperoleh
adalah besar kontraksi dari otot polos trakea setelah pemberian histamin (kontrol) dan
penurunan kontraksi (relaksasi) otot polos trakea setelah pemberian ekstrak daun
ciplukan (perlakuan). Besar kontraksi yang terekam pada komputer maclab
menggunakan satuan mili volt Data yang didapatkan dianalisis dengan uji anova, dan uji
korelasi regresi.
(http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/237/229)

Mukolitik
SKRINING KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS MUKOLITIK EKSTRAK RIMPANG
BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.) TERHADAP MUKOSA USUS SAPI SECARA IN VITRO
Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Uji
Larutan stok ekstrak uji dibuat dari ekstrak uji yang ditimbang sesuai kadar yang di-
inginkan (1 % b/v dan 0,5 % b/v) dan dibasahi dengan tween 80 hingga konsentrasi
tween 80 dalam larutan mencapai 1% dengan cara mela-rutkan tween sebanyak 1 g
dengan 100 ml akua-dest, lalu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam ekstrak uji dan
dihomogenkan hingga terbentuk dispersi ekstrak.

Larutan Stok Kontrol Positif dan Kontrol Negatif


Larutan stok kontrol positif yang diguna-kan asetilsistein 50 mg/ml dengan tween 80
hingga konsentrasi tween 80 dalam larutan mencapai 1 %, sedangkan kontrol negatif
adalah mukus sapi dalam larutan dapar fosfat pH 7.

Pembuatan Dapar Fosfat pH 7


Larutan dapar pH 7 dibuat dengan men-campurkan 125 ml kalium dihidrogen fosfat 0,2
M dengan 72,75 ml natrium hidroksida 0,2 N dan di-encerkan dengan air bebas CO2
hingga 500 ml.

Penyiapan Mukus
Mukus didapatkan dari mukosa usus sapi yang dicuci dengan air mengalir sampai bersih,
kemudian dibelah dan dikerok. Mukus ditampung pada gelas kimia. Mukus yang
didapatkan berwarna putih kecoklatan sampai putih kekuningan.

Pengujian Aktivitas Mukolitik


Efek mukolitik diuji secara in vitro dengan mengukur perubahan viskositas mukus
usus sapi. Hasil pengukuran dibandingkan dengan hasil pa-da kontrol positif dan kontrol
negatif. Campuran mukus dibuat dalam larutan dapar fosfat pH 7 dengan perbandingan
70 : 30. Pengukuran dilakukan dengan menghi-tung efek mukolitik menggunakan alat
viscometer Brookfield spindle no. 3 dengan kecepatan 50 rpm. Sebelumnya, sampel
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C. Pada saat pengukuran, sampel uji
ditempatkan pada plat panas (hot plate) dan dijaga suhunya pada 37 0,5 C).
Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing sampel uji.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=29862&val=2174)

3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari in vivo dan in vitro?


In vivo In vitro
kelebihan Bisa melihat efek secara Lebih murah
sistemik dalam tubuh Membutuhkan sedikit
Bisa meneliti efek sampel
farmakokinetiknya Waktu dibutuhkan lebih
sebentar
Lebih spesifik karena lebih
molekuler
Tergantung pada
lingkungan biologis,
misalnya harus sesuai
media kulturnya bisa
dimanipulasi sesuai
keinginan
kekurangan Lebih mahal Hanya di sel, tidak tahu
Membutuhkan banyak efek fisiologis tubuh dan
sampel tidak bisa di amati secara
Waktu dibutuhkan lebih sistemik
lama

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi validitas dari hasil uji in vitro maupun in vivo?
In vivo In vitro
Faktor internal Faktor eksternal
- Usia: usia hewan coba harus - pH
diperhatikan - kandungan nutrisi
- Jenis kelamin: pada uji hipertensi - suhu
yg jantan lebih stabil, dari segi - kelembapan
hormonnya - dari faktor o2 untuk bakteri aerob/
- Berat badan anaerob
- Sifat genetik: spesies hewan uji yg - faktor dari peneliti
digunakan. Ex. Pada SD lebih aktif Faktor internal
di malam hari -usia sel
Faktor eksternal -jenis sel
- Keadaan kandang
- Suhu
- Cahaya
- Kebisingan
Apa saja kriteria penentuan uji in vitro ataupun in vivo?
- Bila ingin melihat efek thd suatu sistemik tubuh  in vivo
- Bisa berlanjut dr in vitro ke in vivo
- Bisa juga apabila efek atau bukti empirisnya sudah ada, langsung menggunakan in
vivo
- Usia sel lebih pendek dibanding hewan. Apabila melihat toksisitas kronis maupun
subkronis  dilakukan uji in vivo
- Penentuan uji in vivo maupun in vitro tergantung tujuan penelitiannya
Faktor yang mempengaruhi hasil uji
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan diantaranya:
1. Faktor internal
Meliputi variasi biologik, yaitu usia (berpengaruh pada dosis yang harus diberikan)
dan jenis kelamin (ada obat-obat yang lebih peka untuk jantan dan untuk betina).
Kemudian ras dan sifat genetic, faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap
hewan yang akan di jadikan percobaan karena akan memepengaruhi hasil dari
percobaan disebabkan oleh pengaruh dosis dan cairan tubuh hewan tersebut
sehingga hasil dari pengamatan akan berbeda-beda, sehingga memepengaruhi efek
farmakologinya. Selain itu, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh serta luas
permukaan tubuh akan berpengaruh pada dosis yang harus diberikan.

2. Faktor eksternal
Meliputi suplai oksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang,
suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan
ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembaban, ventilasai, cahaya, kebisingan serta
penempatan hewan), pemilihan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau
organ untuk percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil
percobaan, dan mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan yang sudah
biasa di beri obat maka akan terlihat lebih rilex dan santai berbeda dengan hewan
percobaan yang masih baru dan masih asing makan akan lebih berontak dan agresif,
sehingga kita membutuhkan penelitian dan perawatan yang baik terhadap hewan
percobaan sebelum melakukan percobaan.
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press)

5. Bagaimana merencanakan desain penelitian pada efek anti kanker payudara buah
markisa kuning?
Bisa menggunakan post test control group
- Pada hewan coba (tikus) dibuat kanker terlebih dahulu dengan cara diinduksi dgn sel
kanker
- Setelah di induksi diberikan ekstrak buah
- Ditentukan waktu pemberiannya misal 14 hr
- Tikus di matikan dilihat dr histopatologisnya sebagai parameter penelitian
- Hasil di analisis kemudian cek datanya berpasangan atau tidak
Apakah bisa dilakukan prepost test?
Untuk parameter melihat efek berat badan bisa
Tetapi untuk anti kanker dilakukan post test
6. Bagaimana cara pemilihan subjek uji pada efek anti kanker payudara buah markisa
kuning?
Kenapa memilih subjek uji tikus? Galurnya apa?
Bisa tidak menggunakan mencit atau kelinci?
- Mudah dipelihara
- Waktu hidup relative singkat
- Fisiologisnya di sesuaikan terhadap manusia
- Ekstrak mudah di berikan

Pemilihan Hewan Uji.


Paling tidak hal yang harus diperhatikan dalam memilih hewan uji, yaitu :
a. species dan strain hewan yang akan digunakan,
b. usia,
c. jenis kelamin dan
d. jumlahnya.
 Species mamalia yang umum digunakan adalah tikus, mencit dan kelinci. Untuk
unggas digunakan embrio ayam (percobaan in ovo). Kemajuan teknik
laboratorium yang ada sekarang dan reaksi dari pemerhati hak binatang telah
membuka kemungkinan penggunaan hanya organ, jaringan atau sel saja
menggantikan hewan uji (kultur organ atau kultur sel melalui percobaan in vitro).
Teknik ini sangat penting terutama dalam upaya mengungkap mekanisme
teratogenesis suatu agensia. Di Indonesa hewan uji yang populer digunakan
adalah mencit dan tikus, karena itu tulisan ini selanjutnya akan membicarakan
pengujian dengan menggunakan hewan uji tersebut.
 Hewan betina yang digunakan adalah betina dara sedangkan untuk jantan dipilih
pejantan yang sudah terbukti baik fertilitasnya. Hewan dikawinkan di malam hari
dengan cara mencampur 1 jantan dengan 3 betina dalam satu kandang. Jika
keesokan harinya ditemukan adanya sumbat vagina (vaginal plug) atau adanya
sperma di vagina yang dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis apusan vagina,
maka itu pertanda perkawinan sudah berlangsung dan hari tersebut dtentukan
sebagai hari ke nol kebuntingan.
Jumlah hewan uji yang digunakan paling tidak sebanyak 20 ekor betina bunting
untuk tiap kelompok perlakuan. Karena kelompok perlakuan biasanya terdiri atas
paling tidak 3 taraf dan 1 kelompok kontrol, maka jumlah hewan bunting yang
dibutuhkan adalah 80 ekor.
 Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteria-kriteria sebagai
berikut:
- Berat badan lebih kecil dari 1 kg
- Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup banyak
- Mudah dipegang dan dikendalikan
- Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)
- Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
- Lama hidup relative singkat
- Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press)
7. Apa saja parameter yang akan diukur pada efek anti kanker payudara buah markisa
kuning?
- Histopatologi: menggunakan IHC: dinilai sitokin
- Makroskopis: ukuran nodul, ukuran massa tumor
- Selera makan dan berat badan diukur sabagai data tambahan
8. Bagaimana cara pemilihan metode uji?
- Induksi? Bagaimana cara induksi?
- Pengukuran massa
-
9. Bagaimana cara pemilihan analisis uji?
- penentuan skala variabel yang dipakai
ukuran massa: rasio
- lihat jenis hipotesis: komparasi atau korelasi
memakai komparasi
- lihat berpasangan atau tidak? Di skenario tidak berpasangan
- jumlah kelompok
bisa >2 kelompok: kelompok kontrol, kelompok dosis 1, kelompok dosis 2, kelompok
dosis 3, kelompok dosis 4
-

Anda mungkin juga menyukai