Anda di halaman 1dari 19

SGD 1 LBM 3

SKENARIO

Dari berbagai jurnal yang dibaca, Fira mendapatkan informasi bahwa buah markisa
kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa) mengandung polifenol dan karotenoid yang
mempunyai efek antioksidan. Sementara itu, senyawa antioksidan diketahui dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker melalui mekanisme cell cycle arrest pada fase G1.
Buah markisa kuning juga sudah dibuktikan secara in vitro mempunyai efek sitotoksik pada
lini sel kanker payudara T47D. Fira tertarik untuk melanjutkan penelitian tersebut ke tahap
uji in vivo. Untuk melakukan penelitiannya, Fira merancang desain penelitian yang tepat
dengan mempertimbangkan pemilihan subyek uji, metode uji, parameter yang akan diukur
serta uji analisisnya.

Step 1

1. In vitro: di dalam kaca


2. In vivo: di dalam kehidupan

Step 2

1. Apa saja perbedaan dari in vivo dan in vitro?


2. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari in vivo dan in vitro?
3. Bagaimana merencanakan desain penelitian?
4. Apa saja parameter yang akan diukur pada scenario?
5. Bagaimana cara pemilihan subjek uji?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi in vitro maupun in vivo?
7. Bagaimana cara pemilihan metode uji?
8. Bagaimana cara pemilihan analisis uji?

Step 3

1. Apa definisi in vivo dan in vitro?


In vivo: di dalam kehidupan. Suatu uji farmakologis dalam suatu sist tubuh yg hidup.
Subjek uji menggunakan hewan coba sprit mencit, tikus dll.
In vitro: uji farmakologis dalam cawan petri dengan media kultur. Lebih ke sel dan
biomolekuler. Tidak bisa dilakukan uji toksisitas,
Uji ADME (farmakokinetik) tidak bisa secara in vitro/ in vivo?
2. Apa saja perbedaan dari in vivo dan in vitro?
In vivo In vitro
- Terletak di dalam tubuh yg - Di dalam tabung uji / media
hidup contoh : rodent kultur
- Membutuhkan sampel banyak - Sampel yg dibutuhkan sedikit
- Biaya lebih mahal - Yang diuji mikroorganisme
- Waktu lama - Biaya lebih murah
- Hewan uji harus memenuhi - Berfokus pada sel, jaringan,
syarat 3R sel, dan biomolekuler
- Bisa dilakukan untuk hewan non - Primary bioassay
rodent - Untuk uji toksisitas cont: uji
- Secondary bioassay sitotoksik
- Untuk meneliti secara sistemik Apakah uji toksisitas bisa di in
Untuk mengetahui paparan obat. vivo?
Ex: efek obat anti kanker thdp Misal uji efek toksik dari sebuah
hewan uji. Apakah bisa di uji in obat tertentu, dan tingkat sel
vitro? Contoh:
Contoh: Uji anti kanker yg sitotoksik thd
Uji fertilitas. sel kanker
Uji anti emetik pada burung Uji anti mikroba
Uji anti hipertensi pd Uji anti fungi
kucing/anjing Uji anti oksidan
Uji anti kanker  dilihat ada efek Uji anti inflamasi di lihat anti
sistemik atau tidak bodi dan faktor inflamasinya
Uji anti inflamasi dilihat dari Apakah ada yang bisa diujikan
respon inflamasi untuk uji in vivo?

Uji in vitro dilanjutkan dengan uji in vivo?


Uji in vitro banyak pengaruh dr faktor internal dan eksternal bisa dilakukan uji
lanjutan uji in vivo. Target obat untuk makhluk hidup, lebih baik dilanjutkan dengan
uji in vivo.

Uji urutan in vitro (primary bioassay) kemudian di lakukan in vivo (secondary


bioassay)
Bisa aja ada uji yang tidak menggunakan in vitro langsung menggunakan uji in vivo
In vitro:
1. Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)
2. Uji antifungi
3. Uji antikalkuli
4. Uji efek mukolitik
5. Uji farmakodinamik dg organ terisolir
6. Uji toksisitas in vitro
- metode Brain Shrimp Test (BST)
- metode Sitotoksisitas

EFEK SITOTOKSIK IN VITRO DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (PHALERIA


MACROCARPA) TERHADAP KULTUR SEL KANKER MIELOMA
Uji Aktivitas Sitotoksik. Sediaan uji dan sediaan kontrol pelarut masing-masing sebanyak
0,1 ml dimasukkan dalam sumur microwell plateyang telah berisi 0,9 ml suspensi sel
hasil inisiasi. Replikasi dilakukan sebanyak dua kali. Selanjutnya diinkubasi dalam
inkubator CO2 suhu 37ºC selama 24 jam. Kemudian dari masing-masing sumur diambil
sebanyak 0,1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah dengan larutan tripan
blue 0,5% sebanyak 0,1 ml (perbandingan 1:1) dan dihomogenkan. Dari campuran
tersebut dipipet dan diletakkan diatas ruang hitung hemositometer. Perhitungan
dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Viabilitas sel dihitung

dengan rumus:

(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06%20vol%207%20april%202008%20(48-54).pdf)

Antifungi
UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG RAMBUTAN (Nephelium
lappaceum L.) TERHADAP JAMUR Candida Albicans SECARA IN VITRO
Pengujian Aktivitas Antijamur
a. Media dasar PDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan mengeras.
b. Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur sedemikian rupa
sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona hambat yang terjadi.
c. PDA yang mengandung suspensi jamur uji dituang ke dalam cawan petri di sekeliling
pencadang.
d. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri sehingga terbentuk sumur yang akan
digunakan untuk larutan uji, larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
e. Diteteskan larutan uji ekstrak sampel kering etanol, ekstrak sampel basah etanol,
larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
f. Dilakukan pengulangan secara triplo dengan cara yang sama.
g. Diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 1x24 jam.
h. Diamati zona hambat yang terjadi di sekitar sumuran kemudian diukur diameter zona
hambat secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan penggaris berskala.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=123510&val=5543)

Organ Terisolasi
EFEK EKSTRAK DAUN CIPLUKAN (Physalis minima L) TERHADAP RELAKSASI OTOT
POLOS TERPISAH TRAKEA MARMUT (Cavia porcellus)
METODOLOGI
Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan coba marmut jantan (n=5).
Percobaan dilakukan dengan metoda organ terpisah yaitu menggunakan rantai cincin
trakea yang dimasukkan ke dalam organ bathdan dihubungkan dengan rekorder
macLab. Selama percobaan rantai cicin trakea di dalam organbath direndam cairan
fisiologis Kreb”s yang selalu diganti setiap 15 menit, temperatur dipertahankan 35-37 C
dan terus menerus dialiri gas karbogen (9). Daun ciplukan (Physalis minima L) dibuat
ekstrak dengan menggunakan etanol. Untuk melihat respon relaksasi dari pemberian
ekstrak daun ciplukan, dilakukan stimulasi kontraksi otot polos trakea terlebih
duludengan menggunakan histamin 10-5 M (9,10), jika sudah terjadi kontraksi yang
stabil, kemudian baru ditambahkan ekstrak daunciplukan secara kumulatif dengan dosis
0,3 %, 0,5 %, 0,7 % dan diamati respon relaksasi otot polos trakea dari penurunan kurva
yang terekam di komputer mac lab dan dapat diukur besar kontraksi dan relaksasi
dalam satuan mv. Ekstrak daun ciplukan diberikan secara kumulatif berdasar penelitian
pendahuluan yang didapatkan hasil bahwa efek relaksasi ekstrak daun ciplukan bertahan
lama dan baru hilang responsnya setelah dilakukan pencucian. Data yang diperoleh
adalah besar kontraksi dari otot polos trakea setelah pemberian histamin (kontrol) dan
penurunan kontraksi (relaksasi) otot polos trakea setelah pemberian ekstrak daun
ciplukan (perlakuan). Besar kontraksi yang terekam pada komputer maclab
menggunakan satuan mili volt Data yang didapatkan dianalisis dengan uji anova, dan uji
korelasi regresi.
(http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/237/229)

Mukolitik
SKRINING KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS MUKOLITIK EKSTRAK RIMPANG
BANGLE (Zingiber purpureum Roxb.) TERHADAP MUKOSA USUS SAPI SECARA IN VITRO
Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Uji
Larutan stok ekstrak uji dibuat dari ekstrak uji yang ditimbang sesuai kadar yang di-
inginkan (1 % b/v dan 0,5 % b/v) dan dibasahi dengan tween 80 hingga konsentrasi
tween 80 dalam larutan mencapai 1% dengan cara mela-rutkan tween sebanyak 1 g
dengan 100 ml akua-dest, lalu diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam ekstrak uji dan
dihomogenkan hingga terbentuk dispersi ekstrak.

Larutan Stok Kontrol Positif dan Kontrol Negatif


Larutan stok kontrol positif yang diguna-kan asetilsistein 50 mg/ml dengan tween 80
hingga konsentrasi tween 80 dalam larutan mencapai 1 %, sedangkan kontrol negatif
adalah mukus sapi dalam larutan dapar fosfat pH 7.

Pembuatan Dapar Fosfat pH 7


Larutan dapar pH 7 dibuat dengan men-campurkan 125 ml kalium dihidrogen fosfat 0,2
M dengan 72,75 ml natrium hidroksida 0,2 N dan di-encerkan dengan air bebas CO2
hingga 500 ml.

Penyiapan Mukus
Mukus didapatkan dari mukosa usus sapi yang dicuci dengan air mengalir sampai bersih,
kemudian dibelah dan dikerok. Mukus ditampung pada gelas kimia. Mukus yang
didapatkan berwarna putih kecoklatan sampai putih kekuningan.

Pengujian Aktivitas Mukolitik


Efek mukolitik diuji secara in vitro dengan mengukur perubahan viskositas mukus
usus sapi. Hasil pengukuran dibandingkan dengan hasil pa-da kontrol positif dan kontrol
negatif. Campuran mukus dibuat dalam larutan dapar fosfat pH 7 dengan perbandingan
70 : 30. Pengukuran dilakukan dengan menghi-tung efek mukolitik menggunakan alat
viscometer Brookfield spindle no. 3 dengan kecepatan 50 rpm. Sebelumnya, sampel
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C. Pada saat pengukuran, sampel uji
ditempatkan pada plat panas (hot plate) dan dijaga suhunya pada 37 0,5 C).
Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing sampel uji.
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=29862&val=2174)

3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari in vivo dan in vitro?


In vivo In vitro
kelebihan Bisa melihat efek secara Lebih murah
sistemik dalam tubuh Membutuhkan sedikit
Bisa meneliti efek sampel
farmakokinetiknya Waktu dibutuhkan lebih
sebentar
Lebih spesifik karena lebih
molekuler
Tergantung pada
lingkungan biologis,
misalnya harus sesuai
media kulturnya bisa
dimanipulasi sesuai
keinginan
kekurangan Lebih mahal Hanya di sel, tidak tahu
Membutuhkan banyak efek fisiologis tubuh dan
sampel tidak bisa di amati secara
Waktu dibutuhkan lebih sistemik
lama

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi validitas dari hasil uji in vitro maupun in vivo?
In vivo In vitro
Faktor internal Faktor eksternal
- Usia: usia hewan coba harus - pH
diperhatikan - kandungan nutrisi
- Jenis kelamin: pada uji - suhu
hipertensi yg jantan lebih stabil, - kelembapan
dari segi hormonnya - dari faktor o2 untuk bakteri aerob/
- Berat badan anaerob
- Sifat genetik: spesies hewan uji - faktor dari peneliti
yg digunakan. Ex. Pada SD lebih Faktor internal
aktif di malam hari -usia sel
Faktor eksternal -jenis sel
- Keadaan kandang
- Suhu
- Cahaya
- Kebisingan
Apa saja kriteria penentuan uji in vitro ataupun in vivo?
- Bila ingin melihat efek thd suatu sistemik tubuh  in vivo
- Bisa berlanjut dr in vitro ke in vivo
- Bisa juga apabila efek atau bukti empirisnya sudah ada, langsung menggunakan in
vivo
- Usia sel lebih pendek dibanding hewan. Apabila melihat toksisitas kronis maupun
subkronis  dilakukan uji in vivo
- Penentuan uji in vivo maupun in vitro tergantung tujuan penelitiannya
5. Bagaimana merencanakan desain penelitian pada efek anti kanker payudara buah
markisa kuning?
Bisa menggunakan post test control group
- Pada hewan coba (tikus) dibuat kanker terlebih dahulu dengan cara diinduksi dgn
sel kanker
- Setelah di induksi diberikan ekstrak buah
- Ditentukan waktu pemberiannya misal 14 hr
- Tikus di matikan dilihat dr histopatologisnya sebagai parameter penelitian
- Hasil di analisis kemudian cek datanya berpasangan atau tidak
Apakah bisa dilakukan prepost test?
Untuk parameter melihat efek berat badan bisa
Tetapi untuk anti kanker dilakukan post test
6. Bagaimana cara pemilihan subjek uji pada efek anti kanker payudara buah markisa
kuning?
Kenapa memilih subjek uji tikus? Galurnya apa?
Bisa tidak menggunakan mencit atau kelinci?
- Mudah dipelihara
- Waktu hidup relative singkat
- Fisiologisnya di sesuaikan terhadap manusia
- Ekstrak mudah di berikan
7. Apa saja parameter yang akan diukur pada efek anti kanker payudara buah markisa
kuning?
- Histopatologi: menggunakan IHC: dinilai sitokin
- Makroskopis: ukuran nodul, ukuran massa tumor
- Selera makan dan berat badan diukur sabagai data tambahan
8. Bagaimana cara pemilihan metode uji?
- Induksi? Bagaimana cara induksi?
- Pengukuran massa
-
9. Bagaimana cara pemilihan analisis uji?
- penentuan skala variabel yang dipakai
ukuran massa: rasio
- lihat jenis hipotesis: komparasi atau korelasi
memakai komparasi
- lihat berpasangan atau tidak? Di skenario tidak berpasangan
- jumlah kelompok
bisa >2 kelompok: kelompok kontrol, kelompok dosis 1, kelompok dosis 2, kelompok
dosis 3, kelompok dosis 4

Step 7

1. Apa definisi in vivo dan in vitro?


In vivo: di dalam kehidupan. Suatu uji farmakologis dalam suatu sist tubuh yg hidup.
Subjek uji menggunakan hewan coba sprit mencit, tikus dll.
In vitro: uji farmakologis dalam cawan petri dengan media kultur. Lebih ke sel dan
biomolekuler. Tidak bisa dilakukan uji toksisitas,
Uji ADME (farmakokinetik) tidak bisa secara in vitro/ in vivo?

Prabu S. L., Thirumurugan R., Suriyaprakash T. N. K.; The Role of the Drug Discovery,
Clinical, and Regulatory Affairs Teams
in Turning a Potent Agent into a Registered Product;2014;Oxford;Elsevier.

Uji farmakokinetik bisa dilakukan dengan in vivo dan in vitro terutama untuk
menguji metabolisme

 In vitro (Primary bioassay)


adalah penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di
laboratorium Terletak di dalam suatu sistem tetapi di luar tubuh manusia.
 In vivo (Secondary bioassay)
adalah penelitian yg menggunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar
atau teranestesi). Syarat hewan yg digunakan tergantung jenis
obatnyaharus dilakukan kontrol terhadap galur/spesies, jenis kelamin,
umur, berat badan (mempengaruhi dosis), dan harus dilakukan pada minimal
2 spesies yakni rodent/hewan pengerat dan non rodent. Alasannya karena
sistem fisiologi dan patologi pada manusia merupakan perpaduan antara
rodent dan non rodent.
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992
Tentang Pedoman Fitofarmaka)

2. Apa saja perbedaan dari in vivo dan in vitro?


In vivo In vitro
- Terletak di dalam tubuh yg - Di dalam tabung uji / media
hidup contoh : rodent kultur
- Membutuhkan sampel banyak - Sampel yg dibutuhkan sedikit
- Biaya lebih mahal - Yang diuji mikroorganisme
- Waktu lama - Biaya lebih murah
- Hewan uji harus memenuhi - Berfokus pada sel, jaringan,
syarat 3R sel, dan biomolekuler
- Bisa dilakukan untuk hewan non - Primary bioassay
rodent - Untuk uji toksisitas cont: uji
- Secondary bioassay sitotoksik
- Untuk meneliti secara sistemik Apakah uji toksisitas bisa di in
Untuk mengetahui paparan obat. vivo?
Ex: efek obat anti kanker thdp Misal uji efek toksik dari sebuah
hewan uji. Apakah bisa di uji in obat tertentu, dan tingkat sel
vitro? Contoh:
Contoh: Uji anti kanker yg sitotoksik thd
Uji fertilitas. sel kanker
Uji anti emetik pada burung Uji anti mikroba
Uji anti hipertensi pd Uji anti fungi
kucing/anjing Uji anti oksidan
Uji anti kanker  dilihat ada efek Uji anti inflamasi di lihat anti
sistemik atau tidak bodi dan faktor inflamasinya
Uji anti inflamasi dilihat dari Apakah ada yang bisa diujikan
respon inflamasi untuk uji in vivo?

Uji in vitro dilanjutkan dengan uji in vivo?


Uji in vitro banyak pengaruh dr faktor internal dan eksternal bisa dilakukan uji
lanjutan uji in vivo. Target obat untuk makhluk hidup, lebih baik dilanjutkan dengan
uji in vivo.

Uji urutan in vitro (primary bioassay) kemudian di lakukan in vivo (secondary


bioassay)
Bisa aja ada uji yang tidak menggunakan in vitro langsung menggunakan uji in vivo

In vitro (primary bioassay)


 adalah penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di
laboratorium; Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
 Murah dan cepat
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol,
misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung
untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau
biomolekul
 in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada subjek hidup
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992
Tentang Pedoman Fitofarmaka)

In vitro :
 Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
 dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol,
misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan Petri
 Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel
eksperimental pada subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung
untuk memfokuskan pada organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau
biomolekul
 tingkat penyederhanaan sistem yang diteliti lebih besar , sehingga peneliti dapat
fokus pada sejumlah komponen. Sebagai contoh , identitas protein dari sistem
kekebalan tubuh ( misalnya antibodi ) , dan mekanisme yang mengenali dan
mengikat antigen asing akan tetap sangat jelas jika tidak untuk penggunaan ekstensif
kerja in vitro untuk mengisolasi protein , mengidentifikasi sel-sel dan gen yang
memproduksi mereka , mempelajari fisik sifat interaksi mereka dengan antigen , dan
mengidentifikasi bagaimana interaksi mereka menyebabkan sinyal seluler yang
mengaktifkan komponen lain dari sistem kekebalan tubuh. Respon seluler adalah
spesies - spesifik , lintas analisis - bermasalah spesies . Metode baru spesies - sasaran
yang sama - , studi multi- organ yang tersedia untuk memotong hidup , pengujian
lintas-spesies

In vivo (secondary bioassay)


 Terletak di dalam tubuh manusia
 Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
 Mahal dan lama
 dalam lingkungan yang terkendali
Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar
atau teranestesi). Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya,
missal yang jelas harus dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin,
umur, berat badan (mempengaruhi dosis), dan harus dilakukan pada minimal 2
spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non rodent. Alasannya krn system
fisiologi dan patologi pada manusia merupakan perpaduan antara rodent dan non
rodent
(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 761/Menkes/Sk/Ix/1992
Tentang Pedoman Fitofarmaka)
Contoh in vivo Contoh in vitro
Anti kanker: Anti kanker:
- histopatologi, jumlah nodul, -uji sitotoksik ekstrak daun kelor pada sel
ukuran nodul. Gambaran T47D
histopatologi payudara mencit yg - pake MTT ujinya, diuji assay MTT nya
diinduksi benzoapirene dan diambil sel dari hewan cobanya hitung
ekstrak kunyit selnya
- sesudah induksi hewan kanker
lihat organ dan histopatologi Antimikroba
Anti mikroba - dilakukan di cawan petri
- dimasukan ke hewan coba dikultur
- penggunaan dengan mencit
diinduksi salmonella  di PCR
jumlah koloni
dilihat organ histopatologi, mencit
dicek dr organ liver dll.
Control kerusakan liver dan
spleen
Perlakuan tidak ada kerusakan

Efikasi antibacterial: dilihat dr


jumlah konsentrasi bakteri di feses
- perlakuan mencit cek jumlah
bakteri dari feses
- pake mencit  dilihat dr feses
hitung jumlah koloni dan di
kultur. Dibedakan jumlah koloni.
Kultur termasuk in vitro

Gofa sabarni, 2018 aktivitas sitotoksik ekstrak etanol etil asetat N heksana daun
kelor thd sel T47D, jurnal penelitian kimia, vol 14 No 2P303-313

Daniel zips., et al, 2005, New Anticancer Agents: In Vitro and In Vivo
Evaluation,

2016, In vitro and in vivo protocols of antimicrobial bioassay of


medicinal herbal extracts: A review, Journal of Tropical Disease,
Review article doi: 10.1016/S2222-1808(16)61106

2008, In vivo and in vitro antibacterial activity Punica granatum peel


extract pada salmonella, journal evidence base alternative medicine

Aktivitas antimikroba

3. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari in vivo dan in vitro?


In vivo In vitro
kelebihan Bisa melihat efek secara Lebih murah
sistemik dalam tubuh Membutuhkan sedikit
Bisa meneliti efek sampel
farmakokinetiknya Waktu dibutuhkan lebih
sebentar
Lebih spesifik karena lebih
molekuler
Tergantung pada
lingkungan biologis,
misalnya harus sesuai
media kulturnya bisa
dimanipulasi sesuai
keinginan
kekurangan Lebih mahal Hanya di sel, tidak tahu
Membutuhkan banyak efek fisiologis tubuh dan
sampel tidak bisa di amati secara
Waktu dibutuhkan lebih sistemik
lama

Type of bioassay Advantages Disadvantages

In vitro assays with High throughput; no cell culture or animal Prone to irrelevant hits (compounds with
purified proteins facilities necessary. low bioavailability unable to reach the
respective target in intact cells or in vivo).

In vitro cell-based Medium- to high-throughput; demonstrate Require access to cell culture facility; do
target-oriented efficacy of the hits at the cellular level; the not assure efficacy in vivo (e.g., identified
assays affected molecular target is known, saving hits may not reach their site of in
further work for mechanism of action studies. vivo action, for example as a result of rapid
catabolism in the liver).

In vitro phenotypic Medium- to high-throughput; demonstrate Require access to cell culture facility; great
cell-based assays efficacy of the hits at the cellular level; useful effort might be needed to identify the
for addressing the underlying mechanism of affected molecular target(s) underlying the
action, whereby such investigations might lead changed phenotype; do not assure
to the discovery of new molecular targets or efficacy in vivo (e.g., identified hits may
pathways affecting the respective phenotype. not reach their site of in vivo action, for
example as a result of rapid catabolism in
the liver).

In situ / ex High pathophysiological relevance; some of Lower throughput in comparison to cell-


vivo assays with the applications allow reduction of the based assays; ethical concerns related to
isolated tissues or number of used animals and offer higher the use of animals; short ex vivo half-life of
organs throughput in comparison to rodent models. the isolated tissues and organs.

In vivo rodent High pathophysiological relevance Low throughput; ethical considerations;


models demonstrating activity of hits on the level of a need access to an animal facility; require
whole organism; reasonably high homology in higher amount of the tested substances;
Type of bioassay Advantages Disadvantages

genomes and similarity in physiology to possibility of existence of species-related


humans; possibility to generate transgenic differences (the observed effects might
models. not be relevant for humans); require a
great amount of follow-up work to identify
the affected molecular targets.

In vivo models in Medium- to high-throughput due to the Increased possibility of species-related


zebrafish and C. possibility to implement automation; differences (the observed effects might
elegans pathophysiological relevance due to not be relevant for humans); ethical
pharmacological testing in a whole organism; considerations; require a great amount of
possibility to generate transgenic models; follow-up work to identify the affected
lower price compared to rodent models; molecular target.
requires lower amount of the tested
substances in comparison to rodent models.

Biotechnology Advances
Volume 33, Issue 8, December 2015, Pages 1582-1614

Discovery and resupply of


pharmacologically active plant-derived
natural products: A review
Author links open overlay panelAtanas G.Atanasova1BirgitWaltenbergerb1Eva-MariaPferschy-
Wenzigc1ThomasLinderdChristophWawroschaPavelUhrineVeronikaTemmlfLimeiWangaStefanSchw
aigerbElke H.HeissaJudith M.RollingerabDanielaSchusterfJohannes
M.BreusseValeryBochkovgMarko D.MihovilovicdBrigitteKoppaRudolfBauercVerena
M.DirschaHermannStuppnerb

4. Apa saja faktor yang mempengaruhi validitas dari hasil uji in vitro maupun in vivo?
In vivo In vitro
Faktor internal Faktor eksternal
- Usia: usia hewan coba harus - pH
diperhatikan - kandungan nutrisi
- Jenis kelamin: pada uji - suhu
hipertensi yg jantan lebih stabil, - kelembapan
dari segi hormonnya - dari faktor o2 untuk bakteri aerob/
- Berat badan anaerob
- Sifat genetik: spesies hewan uji - faktor dari peneliti
yg digunakan. Ex. Pada SD lebih Faktor internal
aktif di malam hari -usia sel
Faktor eksternal -jenis sel
- Keadaan kandang
- Suhu
- Cahaya
- Kebisingan
Apa saja kriteria penentuan uji in vitro ataupun in vivo?
- Bila ingin melihat efek thd suatu sistemik tubuh  in vivo
- Bisa berlanjut dr in vitro ke in vivo
- Bisa juga apabila efek atau bukti empirisnya sudah ada, langsung menggunakan in
vivo
- Usia sel lebih pendek dibanding hewan. Apabila melihat toksisitas kronis maupun
subkronis  dilakukan uji in vivo
- Penentuan uji in vivo maupun in vitro tergantung tujuan penelitiannya
- Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil percobaan diantaranya:
1. Faktor internal
a) Variasi biologic
- Usia (berpengaruh pada dosis yang harus diberikan)
- Jenis kelamin (ada obat-obat yang lebih peka untuk jantan dan untuk betina)
- Ras dan sifat genetic faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap hewan
yang akan di jadikan percobaan karena akan mempengaruhi hasil dari percobaan
disebabkan oleh pengaruh dosis dan cairan tubuh hewan tersebut sehingga hasil dari
pengamatan akan berbeda-beda, sehingga memepengaruhi efek farmakologinya.
b) Status kesehatan
c) Nutrisi
d)Bobot tubuh serta luas permukaan tubuh berpengaruh pada dosis yang harus
diberikan.
2. Faktor eksternal
a) Suplai oksigen
b) Pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau baru,
pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan ruangan tempat hidup seperti
suhu, kelembaban, ventilasai, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan)
c) Pemilihan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk
percobaan. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil percobaan, dan
mempengaruhi efek farmakologinya, apabila hewan yang sudah biasa di beri obat
maka akan terlihat lebih rileks dan santai berbeda dengan hewan percobaan yang
masih baru dan masih asing makan akan lebih berontak dan agresif, sehingga kita
membutuhkan penelitian dan perawatan yang baik terhadap hewan percobaan
sebelum melakukan percobaan.
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan Hewan Coba.Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press)

5. Bagaimana merencanakan desain penelitian pada efek anti kanker payudara buah
markisa kuning?
Bisa menggunakan post test control group
- Pada hewan coba (tikus) dibuat kanker terlebih dahulu dengan cara diinduksi dgn
sel kanker
- Setelah di induksi diberikan ekstrak buah
- Ditentukan waktu pemberiannya misal 14 hr
- Tikus di matikan dilihat dr histopatologisnya sebagai parameter penelitian
- Hasil di analisis kemudian cek datanya berpasangan atau tidak
Apakah bisa dilakukan prepost test?
Untuk parameter melihat efek berat badan bisa
a. Tetapi untuk anti kanker dilakukan post test

Desain: uji post test


Daminggo, Caesar Huseindy (2017) UJI SITOTOKSISITAS PERASAN BUAH MARKISA
KUNING (Passiflora edulis f. flavicarpa) TERHADAP LINI SEL KANKER PAYUDARA MCF-
7. Undergraduate thesis, Fakultas Kedokteran UNISSULA.

b. In vivo: hewan coba (tikus SD betina) di induksi kanker DMBA  diberikan 2x


seminggu slm 5 mgg dibagi 6 kelompok:
kel normal (gadiberi induksi)
kel control (–) ( di induksi, tanpa perlakuan),
kel 3 (di induksi, setelah 1 mgg diberi perlakuan dengn ekstrak 300mg),
kel 4 (di induksi, setelah 1 mgg diberi perlakuan dengn ekstrak 750mg),
kel 5 (di induksi, setelah 6 mgg diberi perlakuan dengn ekstrak 300mg),
kel 6 (di induksi, setelah 6 mgg diberi perlakuan dengn ekstrak 750mg),
diamati: jumlah nodul dengan palpasi sampai minggu ke 16
analisis : kruskal wallis dilanjutkan dengan mann whitney

Edi mayanto, 2007, penghambatan karsinogenik kanker payudara tikus diinduksi


DMBA olek ekstrak daun ginura procuminens, majalah farmasi Indonesia, vol 18 No 4
Hal. 169-175
c. Contoh pada jurnal
d. Diukur volume adenokarsinoma
Pengaruh Pemberian Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa L.) terhadap
Volume Adenokarsinoma Mammae secara In Vivo menggunakan dengan
rancangan pre and post test control group design.

e. Induksi ca payudara di induksi dengan benzoapirene


Parameter: uji histopatologi  dilihat jaringan tumor diidentifikasi sel kromatin, sel
radang, penebalan lapisan epitel kuboid
Uji pada mencit

6. Bagaimana cara pemilihan subjek uji pada efek anti kanker payudara buah markisa
kuning?
Kenapa memilih subjek uji tikus? Galurnya apa?
Bisa tidak menggunakan mencit atau kelinci?
- Mudah dipelihara
- Waktu hidup relative singkat
- Fisiologisnya di sesuaikan terhadap manusia
- Ekstrak mudah di berikan
Carere C., Mastripieri D.;Animal Personalities:Behavior, Physiology, and
Evolution;2013;Chicago;The University of Chicago Press.
Many of the links between human personality and physiological function have
- focused on stress-related processes (e.g., glucocorticoid production and
- sympathetic/cardiovascular activity; see chapter 12), and thus we focus on
these
- physiological processes in our review of the data on laboratory rodents.
Given the
- established relationships between behavioral traits and physiological
functioning, it is
- reasonable to hypothesize that consistent, even low-grade, physiological
biases
- associated with personality can have long-lasting influences on the
development and
- progression of diseases, particularly chronic or slow-to-manifest diseases
(e.g., cancer,
- Segerstrom 2003).
- In animals, personality-linked behavioral traits have also been associated
with
- specific physiological biases, and to a lesser extent with health outcome
biases (Gentsch
- et al. 1982; Walker et al. 1989; Sandi et al. 1991, Capitanio et al. 1999, 2004;
Kavelaars
- et al. 1999; Koolhaas et al. 1999; Laudenslager et al. 1999; Ruis et al. 2000;
Maninger et
- al. 2003; Cavigelli and McClintock 2003; Carere and Van Oers 2004;
Tõnissaar et al.
- 2004; Coppens et al. 2010; chapter 12). Several of these studies link
behavioral traits to
- differential stress and immune physiological processes and thus provide clear
- physiological mechanisms by which personality traits can influence health
and disease
- processes. Given the fact that some of the behavioral traits identified in
laboratory
- rodents are similar to traits identified in humans (e.g., aggression and
behavioral
- inhibition), and that physiological processes can be more completely
elucidated in
- animals than in humans, the above array of studies indicate strong potential
for
- application of results with animal models to understanding differential
behavior-linked
- disease susceptibility in humans. Animal research provides an opportunity to
examine
- how personality-linked behavioral traits associate with physiological traits,
and how
- these physiological biases may influence disease progression and health,
while holding
- environment and health-related behaviors relatively constant.

Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah galur Sprague Dawley


berjenis kelamin jantan berumur kurang lebih 2 bulan. Tikus Sprague
Dawley dengan jenis kelamin betina tidak digunakan karena kondisi
hormonal yang sangat berfluktuasi pada saat mulai beranjak dewasa,
sehingga dikhawatirkan akan memberikan respon yang berbeda dan dapat
mempengaruhi hasil penelitian (Kesenja 2005). Tikus putih galur ini
mempunyai daya tahan terhadap penyakit dan cukup agresif dibandingkan
dengan galur lainnya (Harkness dan Wagner 1983).

Anjing
Anjing dengan bulu pendek dan berat sekitar 12 kg paling sesuai untuk uji
toksikologi. Umur paling baik dipakai adalah 14-16 minggu, sementara
dibutuhkan 4 minggu untuk adaptasi dengan lingkungan yang baru.
Primata
Pengguanaan kera lebih menguntungkan dibandingkan pemakaian hewan-
hewan lain, terutama dalam hal berat badan dan postur tubuhnya yang
menyerupai manusia. Postur seperti ini memungkinkan untuk mencatat
observasi penting terutama bila neurophaty perifer merupakan manifestasi
toksik. Kerugiannya perlu banyak hewan yang dibutuhkan untuk uji fertilitas
karena produktivitasnya rendah.
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press)
- satwa primata (macaca fascicularis) lebih mirip dengan manusia
lebih menyarankan perempuan: insiden lebih banyak wanita, dan ada hormone
terkait
Pengaruh Pemberian Minyak Jinten Hitam (Nigella sativa L.) terhadap
Volume Adenokarsinoma Mammae secara In Vivo menggunakan dengan
rancangan pre and post test control group design.

7. Apa saja parameter yang akan diukur pada efek anti kanker payudara buah markisa
kuning?
- Histopatologi: dilihat jaringan tumor diidentifikasi sel kromatin, sel radang, penebalan lapisan
epitel kuboid
- Makroskopis: ukuran nodul, ukuran massa tumor
- Selera makan dan berat badan diukur sabagai data tambahan
- Buah markisa kuning Hambat kanker angiogenesis dari CA payudara lihat
makroskopisnya
Parameter yg di ukur dari berat badan
Plantamajoside, a potential anti-tumor herbal medicine inhibits breast cancer
growth and pulmonary metastasis by decreasing the activity of matrix
metalloproteinase-9 and -2

 Shimin Pei,
 Xu Yang,
 Huanan Wang,
 Hong Zhang,
 Bin Zhou,
 Di Zhang &
 Degui Lin

BMC Cancer volume 15, Article number: 965 (2015) Cite this article
 2698 Accesses
 27 Citations
 1 Altmetric
 Metricsdetails

8. Bagaimana cara pemilihan metode uji?


- Induksi?
a. Dengan cara gene modification
b. Grafting disuntik dr suspensi sel tumor payudara
c. Menggunakan senyawa karsinogenik
- Pengukuran massa

9. Bagaimana cara pemilihan analisis uji?


- Parameter jumlah modul
- penentuan skala variabel yang dipakai
ukuran massa: rasio
- lihat jenis hipotesis: komparasi atau korelasi
memakai komparasi
- lihat berpasangan atau tidak? Di skenario tidak berpasangan
- jumlah kelompok
6 kelompok: kelompok kontrol negatif, kelompok control positif, kelompok dosis 1,
kelompok dosis 2, kelompok dosis 3, kelompok dosis 4

analisis: data normal dan homogen  one way annova kel 1,2, negative dengan kel
3,4, negative
ada perbedaan pemberian waktu 
-dibandingkan kel 1 dan kel 3 dengan uji independent T test
-dibandingkan kel 2 dan kel 4 dengan uji independent T test
Dilihat mana yang lebih bagus

Anda mungkin juga menyukai