Anda di halaman 1dari 24

SGD LBM 5

Seorang pemuda 17 tahun dibawa ke IGD setelah terlibat perkelahian ketika menonton
pertandingan sepakbola. Dokter jaga melakukan primary survey. Pada pemeriksaan didapatkan:
Keadaan umum: somnolen, tampak pucat, dan tampak luka-luka di sekujur tubuh.
Tanda vital: tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110 kali permenit reguler teraba kecil dan
cepat, laju pernapasan 24 kali permenit, SpO2 97%
Ekstremitas : Akral dingin (+)
Kepala leher : oedema regio nasal, nyeri pada regio maksila, mulut tidak bisa menutup,
tampak nafas cuping hidung, dan didapatkan floating jaw.
Thoraks: tampak luka tusuk pada dinding dada kanan lateral di sela iga 10. Luka masih
mengeluarkan darah, tetapi tidak ada sucking chest wound.
Abdomen: terdapat nyeri tekan sebelah kanan disertai dengan nyeri lepas. Bising usus
melemah pada perut kanan. Colok dubur didapati ampulla tidak kolaps, sewaktu sarung
tangan dikeluarkan didapati feses dan darah.

Dokter jaga segera melakukan penatalaksanaan awal pada penderita dan memonitoring
keberhasilan penatalaksanaan.

STEP 1

1. Floating jaw: Disebut juga fraktur le fort 1/guerin (ketidak stabilan di bagian rahang atas
yang retak) rahang yg mengalami pergerakan krn defek di bagian maksila. Klo di
mandibular false movement.
2. sucking chest wound: suara seperti menghisap ktika melakukan inspirasi. Terjadi jika ada
luka di thoraks.

STEP 2

1. Mengapa dokter mencari tanda sucking chest wound?


2. Jelaskan macam macam pneumothoraks
3. Mengapa pada px kepala didapatkan oedema regio nasal, nyeri pada regio maksila,
mulut tidak bisa menutup, tampak nafas cuping hidung, dan didapatkan floating jaw?
Jelaskan klasifikasi dari fraktur le fort
4. kenapa pada px RT didapatkan feses dan keluar darah
5. Mengapa pada pasien didapatkan bising usus melemah pada perut kanan?
6. Pada scenario ditemukan tanda tanda shock. Mengapa bisa timbul shock? Termasuk
shock apa? Dan bagaimana cara mengetahui tanda tanda shock?
7. Bagaimana pemeriksaan penujang pada scenario?
8. Bagaimana primary survey dan secondary survey yang akan dilakukan?
9. bagaimana penatalaksanaan awal pada penderita dan memonitoring keberhasilan
penatalaksanaan?

Step 3

1. Mengapa dokter mencari tanda sucking chest wound?


Tanda luka tusuk di ics 10 cari tanda tanda pneumothoraks
Tanda tanda dr open pneumothoraks. Ada ics 10 udah bagian GIT (hepar, usus)
Kena di ICS 10
Trauma padat(hepar dan lien) pendarahan lebih banyak shock krn bisa kena di
vena porta / hepatica. Klo di lien darah bakal ngumpul di pericardial, peri hepatic,
perisplenik, pelvis
Trauma berongga(selain hepar dan lien)

2. Jelaskan macam macam pneumothoraks


Close: rongga pleura tertutup, tekanan intrapleura < dr tek atmosfer. Dinding dada
masih utuh. Ada udara di dalme
Open : grgr luka tusuk, trauma yg menyebabkan fraktur iga robek ke pleura. Tek intra
pleura= tek atmosfer
Tension: pleura yg robek bebbntuk spt katup. Unra dr luar bisa masuk, ketika di aspirasi
dia ga bisakeluar. Mnybbkan pendorongan organ ke kontralateral

Pada pf: hipersonor, ada dada tertinggal, tidak terdengar suara paru, strem fremitus
menurun.
Foto thorax: gambaran luscent avascular. Pada posisi berdiri, luscent di apex.
Penanganan  dilakukan thorakosintesis, abocat no 14 ditusuk di ICS 2 linea mid
clavicula dekstra/sinistra
Klo tension dijadiin open dilakukan WSD untuk ngilangin sisa udara
Bisa juga dilakukan kasa tiga sisi buat open pneumothorak

Berdasarkan KGD
a. Tension
b. Open ukuran 2/3 dr diameter trakea udara masih bisa keluar. Tx: oclusif
dressing
c. Failed chest: fraktus > 2 costa, dan > dua tempat  ggn pergerakan dinding dada
hipoksia
d. Hemathoraks massif ada darah > 1500 ml
e. Tamponade jantung ada cairan di rongga pericardium jantung. Ditandai dengan
Trias bag
3. Mengapa pada px kepala didapatkan oedema regio nasal, nyeri pada regio maksila,
mulut tidak bisa menutup, tampak nafas cuping hidung, dan didapatkan floating jaw?
Jelaskan klasifikasi dari fraktur le fort?
Fraktur fascial
 Fraktur le fort
a. Le fort 1: terjadi pada maksila secara horizontal. Memisahkan gigi dgn wajah.
Gejala yg timbul maloklusi (tidak bertemunya gigi atas dan gigi bawah),
guerin sign (ekimosis/ memar pada langit langit mulut krn pecahnya a.
palatine mayor yg brsl dr pleksus kiesselbach), floating palatal/floating jaw
b. Le fort 2 : letak lebih tinggi dr le fort 1, berbentuk segitiga melewati sutura
nasofrontalis terjadi floating maksilaris
c. Le fort 3 : craniofasial, memisahkan wajah dengan cranial. Melewati sutura
nasofrontal masuk ke dinding orbita. Disebut floating face. Khas dishface
(muka datar)
Klasifikasi Fraktur Maksila
Guerin membuat deskripsi fraktur maksila 35 tahun sebelum Le Fort membuat klasifikasi.
1. Fraktur Maksila Le Fort I
Fraktur Le Fort I (fraktur Guerin) meliputi fraktur bagian bawah. Fraktur ini bisa unilateral atau
bilateral. Garis fraktur berjalan sepanjang maksila bagian bawah sampai bagian bawah rongga hidung.
Seluruh rahang atas dapat bergerak dan hanya tertahan oleh jaringan lunak mulut, antrum dan hidung.
Kerusakan yang mungkin terjadi pada fraktur ini berupa kerusakan pada prosesus arteroralis, bagian
dari sinus maksilaris, palatum durum, bagian bawah lamina pterigoid. Gerakan tidak normal pada
fraktur ini dapat dirasakan dengan palpasi. Garis fraktur yang mengarah vertikal, membagi muka
menjadi dua bagian.
Gejala-gejala yang mungkin timbul:
 Pembengkakan pada muka dan bibir atas
 Ekimosis
 Mukosa bibir, mulut dan hidung rusak
 Oklusi gigi terganggu dan pasien tidak dapat mengunyah
 Bila rahang atas tergeser ke belakang dapat terjadi gigitan terbalik
 Bila rahang atas tergeser ke atas tampak muka menjadi pendek dan terjadi open bite
 Ada perdarahan pada sinus maksilaris dan keluar melalui hidung, dapat menyumbat jalan
pernapasan
4. kenapa pada px RT didapatkan feses dan keluar darah?
Pasien trauma di ics 10 diafragma, hepar, colon ascendens, vesika fellea, ren
Keluar darah kemungkinan rupture di colonnya, hollow viskous. Gejala peritonitis
fenomena papan catur, nyeri tegang abdomen, bising usus menurun. Klo ada darah di
lumen usus harus di laparotomy. Bisa terjadi shock, kemungkinan hipovolemik/ sepsis
( dari fesesnya). Untuk sepsis koagulopati, tanda tdanda hintraabdomen hipertensi
(dgn cara simple u tube pasang urin bag sejajar dengan abdomen pasien)
 intraabdomen hipertensi
a. derajat 1: 12-15 mmHg
b. 2 : 16-20 mmHg
c. 3 : 21-25
d. 4 : > 25

Cara: pasien terlentang urin bag pertama dibuang/dikosongkan diisi dgn


Nacl 25 cc di klem. Pasangkan penggaris sejajar linea mid aksilaris klem
dibuka cairan diukur lewat penggaris. 1cm H20 setara denga 0,73 mmHg.
Derajat 3 dan 4 ACS ditambah MOF gejala berupa: akral dingin, urin output
mnrn, distensi gaster, map dan kesadaran menrn

Trauma bisa tumpul: semua darah pindah ke organ yg rusak hipoperfusi spanik
hipoperfusi koagulopati. Bisa juga hipertermi
Trauma tajam asidosis, edema, pendararan IHAACS (gejala halo viscous). Pad RT
ada darah krn dr tek intraabdomennya

Costa 123 bagian atas rupture bronkus, trakea


4-9 pneumothorak
10,11,12 abdomen: hepar, fleksura coli perforasi perdarahan darah masuk ke
usus mengikuti gerakan peristaktik RT darah dan feses
 Nyeri lepas di parietal terkena di peritoneumnya
 Pasang NGT supaya tidak terjadi ACS
 Apanila masih ACS  lakukan laparotomi
5. Mengapa pada pasien didapatkan bising usus melemah pada perut kanan?
Pasien trauma di ics 10 diafragma, hepar, colon ascendens, vesika fellea, ren
Keluar darah kemungkinan rupture di colonnya, hollow viskous. Gejala peritonitis
fenomena papan catur, nyeri tegang abdomen, bising usus menurun. Klo ada darah di
lumen usus harus di laparotomy. Bisa terjadi shock, kemungkinan hipovolemik/ sepsis
( dari fesesnya). Untuk sepsis koagulopati, tanda tdanda hintraabdomen hipertensi
(dgn cara simple u tube pasang urin bag sejajar dengan abdomen pasien)
 Peritonitis ileus paralitik bising usus turun (harus ada defans muscular)
 Dari darah yg perforasi bising usus tidak terdengar
6. Pada scenario ditemukan tanda tanda shock. Mengapa bisa timbul shock? Termasuk
shock apa? Dan bagaimana cara mengetahui tanda tanda shock?
Shock hipovolemik
Perdarahan hepar darah sulit berhenti shock hemoraggik

Tanda vital: tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110 kali permenit reguler teraba kecil dan
cepat, laju pernapasan 24 kali permenit, SpO2 97% , akral dingin, capillary refill
Tipe 2 kehilangan 750-1500 butuh kristaloid (RL / NaCl)

Trauma abdomen banyak organ dgn vaskularisasi banyak


 Organ padat resiko perdarahan lebih besar ics 10 hepar (kanan) ada
vena porta, a. heptika, VCI
Kiri lien v.a. lienalis, a. gastoienalis.
Cara mencegah shock laparatomi eksplorasi
 Organ berongga: tingkatnya tidak separah padat, yg ditakurtkan syok sepsis
feses, bakteri keliar peritonitis
Cara mencegah shock laparatomi eksplorasi
7. Bagaimana pemeriksaan penujang pada scenario?
a. Px radiologi:
fraktur maksila (waters open mouth)
b. CT scan: bandingin fraktur bagian kanan dan kiri
c. organ GIT: pake FAST (focus assessment with sonografi for trauma) nyari ada
darah atau tdk, cari lokasi di pericardium, perihepatik, perisplanik, pelvis. Cek
hemodinamik trlb dahul, klo ga stabil FAST, DPL. Klo stabil  pake CT SCAN
gold standard: CT SCAN
keuntungan dan kerugian
DPL: cepat, u/ dx dini, invasive, tdk deteksi cedera retroperitoneal
FAST: non invasive, cepat, bisa diulang, tergantung keahlian operator, bisa tgg o/ udara
di usus dan subkutan, tdk bisa deteksi cedera di diafragma usus dan pancreas
CT SCAN: lebih spesifik, non invasive, tdk bisa deteksi cedera di diafragma usus dan
pancreas
ABDOMEN
Trauma tumpul: lien
Trauma tajam:
Fikirkan hemodinamik: baik ct scan. Klo ga bagus DPL/USG FAST
USG FAST cek di 4 regio gambaran unekoik >1 cm laparotomy
CT scan tentukan grade 1-4  liat dr laserasi, di liver, usus, dll. Butuh paling idak 10
mnt, pasien diberi diazepam agar tenang.
CERVIKAL foto ap lateral
THORAK foto anteroposterior
KEPALA bagusnya pake CT scan
8. Bagaimana primary survey dan secondary survey yang akan dilakukan?
A. Airway: px jal nafas, liat pernafasan, pasang opa, cek oksigenisasi jika sulit pasang
airway definitif
C spine pakai cervical collar
B. B: cek dinding dada (sesak? Simetris? Jvp?), gerakan nafas, pengembangan dada
C. C: nilai TTV, capillary refill, resusitasi cariranberi RL mll iv dengan dua jalur
Bleeding control
D. D: cek GCS
E. E: buka baju, liat depan dan belakang cek hipotermia

Secondary survey:

Radiologi, bisa pake FAST klo kondisi ga stabil

Trauma dilakukan reduksi, kembalikan ke posisi semula, dilakukan fiksasi di craniofascial


(barton fixation), dilakukan imobilisasi biar ga banyak gerak

PRIMARY SURVEY
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a. Mengenal patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid
c. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
- Pasang airway definitif sesuai indikasi

Kebutuhan untuk perlindungan Kebutuhan untuk ventilasi


airway

Tidak sadar Apnea

• Paralisis neuromuskuler

• Tidak sadar

Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat

• Takipnea

• Hipoksia

• Hiperkarbia
• Sianosis

Bahaya aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang

• Perdarahan membutuhkan hiperventilasi singkat,

• Muntah - muntah bila terjadi penurunan keadaan neurologis

Bahaya sumbatan

• Hematoma leher

• Cedera laring, trakea

• Stridor

3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi
trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi
B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
1. Penilaian
a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-
line immobilisasi
b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat
deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot
tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e. Auskultasi thoraks bilateral
2. Pengelolaan
a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (non rebreathing mask 11-12 liter/menit)
b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c. Menghilangkan tension pneumothorax
d. Menutup open pneumothorax
e. Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
C. Circulation dengan kontrol perdarahan
1. Penilaian
a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
b. Mengetahui sumber perdarahan internal
c. Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
e. Periksa tekanan darah
2. Pengelolaan
a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi
pada ahli bedah.
c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan
darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-pasien
fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
f. Cegah hipotermia
3. Evaluasi
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
E. Exposure/Environment
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.
RESUSITASI
A. Re-evaluasi ABCDE
B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg
pada anak dengan tetesan cepat
C. Evaluasi resusitasi cairan
1. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal
2. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta awasi
tanda-tanda syok
D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
1. Respon cepat
 Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
 Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian darah
 Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
 Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masih
diperlukan
2. Respon Sementara
 Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
 Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
 Konsultasikan pada ahli bedah.
3. Tanpa respon
 Konsultasikan pada ahli bedah
 Perlu tindakan operatif sangat segera
 Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade jantung atau
kontusio miokard
 Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya.

SECONDARY SURVEY
A. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat:
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
B. Pemeriksaan Fisik
Hal yang Identifikasi/ Konfirmasi
Penilaian Penemuan Klinis
Dinilai tentukan dengan

Tingkat • Beratnya trauma • Skor GCS •  8, cedera • CT Scan


kapitis kepala berat
Kesadaran • Ulangi tanpa
• 9 -12, cedera relaksasi Otot
kepala sedang

• 13-15, cedera
kepala ringan

Pupil • Jenis cedera • Ukuran • "mass effect" • CT Scan


kepala
• Bentuk • Diffuse axional
• Luka pada mata injury
• Reaksi
• Perlukaan mata

Kepala • Luka pada kulit • Inspeksi adanya • Luka kulit kepala • CT Scan
kepala luka dan fraktur
• Fraktur impresi
• Fraktur tulang • Palpasi adanya
tengkorak fraktur • Fraktur basis

Maksilofasial • Luka jaringan • Inspeksi : • Fraktur tulang • Foto tulang


lunak deformitas wajah wajah

• Fraktur • Maloklusi

• Kerusakan syaraf • Palpasi : krepitus • Cedera jaringan • CT Scan tulang


lunak wajah
• Luka dalam
mulut/gigi

Leher • Cedera pada • Inspeksi • Deformitas • Foto servikal


faring faring
• Palpasi • Angiografi/
• Fraktur servikal • Emfisema Doppler
• Auskultasi subkutan
• Kerusakan • Esofagoskopi
vaskular • Hematoma
• Laringoskopi
• Cedera esofagus • Murmur

• Gangguan • Tembusnya
neurologis platisma

• Nyeri, nyeri
tekan C spine

Toraks • Perlukaan • Inspeksi • Jejas, deformitas, • Foto toraks


dinding toraks gerakan
• Palpasi • CT Scan
• Emfisema • Paradoksal
subkutan • Auskultasi • Angiografi
• Nyeri tekan
• Pneumo/ dada, krepitus • Bronchoskopi
hematotoraks • Tube
• Bising nafas
• Cedera bronchus berkurang torakostomi

• Kontusio paru • Bunyi jantung •Perikardiosintesis


jauh • USG Trans-
• Kerusakan aorta
torakalis • Krepitasi Esofagus
mediastinum

• Nyeri punggung
hebat

Hal yang Identifikasi/ Penilaian Penemuan klinis Konfirmasi


tentukan dengan
Dinilai

Abdomen/ • Perlukaan dd. • Inspeksi • Nyeri, nyeri • DPL


pinggang Abdomen tekan abd.
• Palpasi • FAST
• Cedera intra- • Iritasi peritoneal
peritoneal • Auskultasi • CT Scan
• Cedera organ
• Cedera • Tentukan arah viseral • Laparotomi
retroperitoneal penetrasi
• Cedera • Foto dengan
retroperitoneal kontras

• Angiografi

Pelvis • Cedera Genito- • Palpasi simfisis • Cedera Genito- • Foto pelvis


urinarius pubis untuk rinarius
pelebaran (hematuria) • Urogram
• Fraktur pelvis
• Nyeri tekan • Fraktur pelvis • Uretrogram
tulang pelvis • Sistogram
• Perlukaan
• Tentukan perineum, • IVP
instabilitas pelvis rektum, vagina
• CT Scan dengan
(hanya satu kali) kontras

• Inspeksi
perineum

• Pem. Rektum
/vagina

Medula • Trauma kapitis • Pemeriksaan • "mass effect" • Foto polos


motorik unilateral
Spinalis • Trauma medulla • MRI
spinalis • Pemeriksaan • Tetraparesis
sensorik
• Trauma syaraf Paraparesis
perifer
• Cedera radiks
syaraf

Kolumna • Fraktur • Respon verbal • Fraktur atau • Foto polos


terhadap nyeri, dislokasi
vertebralis • lnstabilitas • CT Scan
kolumna tanda lateralisasi
Vertebralis
• Nyeri tekan
• Kerusakan syaraf
• Deformitas

Ekstremitas • Cedera jaringan • Inspeksi • Jejas, • Foto ronsen


lunak pembengkakan,
• Palpasi pucat • Doppler
• Fraktur
• Mal-alignment • Pengukuran
• Kerusakan sendi tekanan
• Nyeri, nyeri kompartemen
• Defisit neuro- tekan, Krepitasi
vascular • Angiografi
• Pulsasi hilang/
berkurang

•Kompartemen

• Defisit
neurologis

9. bagaimana penatalaksanaan awal pada penderita dan memonitoring keberhasilan


penatalaksanaan?
Airway: px jal nafas, liat pernafasan, pasang opa, cek oksigenisasi jika sulit pasang airway
definitif
C spine pakai cervical collar
B: cek dinding dada (sesak? Simetris? Jvp?), gerakan nafas, pengembangan dada
C: nilai TTV, capillary refill, resusitasi cariranberi RL mll iv dengan dua jalur
Bleeding control
D: cek GCS
E: buka baju, liat depan dan belakang cek hipotermia

Secondary survey:

Radiologi, bisa pake FAST klo kondisi ga stabil

Trauma dilakukan reduksi, kembalikan ke posisi semula, dilakukan fiksasi di craniofascial


(barton fixation), dilakukan imobilisasi biar ga banyak gerak

Urin output
Saturasi o2
Hb serial

Curiga GIT trauma dilakukan laparotomy eksplorasi untuk hentikan pendarahan


10. trauma itu apa? Macam macam trauma?
11. Akibat dari trauma?
12. Dx multiple trauma?
13. Tx untuk multiple trauma?
14. Akibatnya terjadi abdomen akutum? Bagaimana? Etiologinya?

Step 3

1. Mengapa dokter mencari tanda sucking chest wound?


Tanda luka tusuk di ics 10 cari tanda tanda pneumothoraks
Tanda tanda dr open pneumothoraks. Ada ics 10 udah bagian GIT (hepar, usus)
Kena di ICS 10
Trauma padat(hepar dan lien) pendarahan lebih banyak shock krn bisa kena di
vena porta / hepatica. Klo di lien darah bakal ngumpul di pericardial, peri hepatic,
perisplenik, pelvis
Trauma berongga(selain hepar dan lien)
2. Jelaskan macam macam pneumothoraks
Close: rongga pleura tertutup, tekanan intrapleura < dr tek atmosfer. Dinding dada
masih utuh. Ada udara di dalme
Open : grgr luka tusuk, trauma yg menyebabkan fraktur iga robek ke pleura. Tek intra
pleura= tek atmosfer
Tension: pleura yg robek bebbntuk spt katup. Unra dr luar bisa masuk, ketika di aspirasi
dia ga bisakeluar. Mnybbkan pendorongan organ ke kontralateral

Pada pf: hipersonor, ada dada tertinggal, tidak terdengar suara paru, strem fremitus
menurun.
Foto thorax: gambaran luscent avascular. Pada posisi berdiri, luscent di apex.
Penanganan  dilakukan thorakosintesis, abocat no 14 ditusuk di ICS 2 linea mid
clavicula dekstra/sinistra
Klo tension dijadiin open dilakukan WSD untuk ngilangin sisa udara
Bisa juga dilakukan kasa tiga sisi buat open pneumothorak

Berdasarkan KGD
f. Tension
g. Open ukuran 2/3 dr diameter trakea udara masih bisa keluar. Tx: oclusif
dressing
h. Failed chest: fraktus > 2 costa, dan > dua tempat  ggn pergerakan dinding dada
hipoksia
i. Hemathoraks massif ada darah > 1500 ml
j. Tamponade jantung ada cairan di rongga pericardium jantung. Ditandai dengan
Trias bag
3. Mengapa pada px kepala didapatkan oedema regio nasal, nyeri pada regio maksila,
mulut tidak bisa menutup, tampak nafas cuping hidung, dan didapatkan floating jaw?
Jelaskan klasifikasi dari fraktur le fort?
Fraktur fascial
 Fraktur le fort
d. Le fort 1: terjadi pada maksila secara horizontal. Memisahkan gigi dgn wajah.
Gejala yg timbul maloklusi (tidak bertemunya gigi atas dan gigi bawah),
guerin sign (ekimosis/ memar pada langit langit mulut krn pecahnya a.
palatine mayor yg brsl dr pleksus kiesselbach), floating palatal/floating jaw
e. Le fort 2 : letak lebih tinggi dr le fort 1, berbentuk segitiga melewati sutura
nasofrontalis terjadi floating maksilaris
f. Le fort 3 : craniofasial, memisahkan wajah dengan cranial. Melewati sutura
nasofrontal masuk ke dinding orbita. Disebut floating face. Khas dishface
(muka datar)
4. kenapa pada px RT didapatkan feses dan keluar darah?
Pasien trauma di ics 10 diafragma, hepar, colon ascendens, vesika fellea, ren
Keluar darah kemungkinan rupture di colonnya, hollow viskous. Gejala peritonitis
fenomena papan catur, nyeri tegang abdomen, bising usus menurun. Klo ada darah di
lumen usus harus di laparotomy. Bisa terjadi shock, kemungkinan hipovolemik/ sepsis
( dari fesesnya). Untuk sepsis koagulopati, tanda tdanda hintraabdomen hipertensi
(dgn cara simple u tube pasang urin bag sejajar dengan abdomen pasien)
 intraabdomen hipertensi
e. derajat 1: 12-15 mmHg
f. 2 : 16-20 mmHg
g. 3 : 21-25
h. 4 : > 25
Trauma bisa tumpul: semua darah pindah ke organ yg rusak hipoperfusi spanik
hipoperfusi koagulopati. Bisa juga hipertermi
Trauma tajam asidosis, edema, pendararan IHAACS (gejala halo viscous). Pad RT
ada darah krn dr tek intraabdomennya
5. Mengapa pada pasien didapatkan bising usus melemah pada perut kanan?
Pasien trauma di ics 10 diafragma, hepar, colon ascendens, vesika fellea, ren
Keluar darah kemungkinan rupture di colonnya, hollow viskous. Gejala peritonitis
fenomena papan catur, nyeri tegang abdomen, bising usus menurun. Klo ada darah di
lumen usus harus di laparotomy. Bisa terjadi shock, kemungkinan hipovolemik/ sepsis
( dari fesesnya). Untuk sepsis koagulopati, tanda tdanda hintraabdomen hipertensi
(dgn cara simple u tube pasang urin bag sejajar dengan abdomen pasien)
6. Pada scenario ditemukan tanda tanda shock. Mengapa bisa timbul shock? Termasuk
shock apa? Dan bagaimana cara mengetahui tanda tanda shock?
Shock hipovolemik

Tanda vital: tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110 kali permenit reguler teraba kecil dan
cepat, laju pernapasan 24 kali permenit, SpO2 97%
Tipe 2 kehilangan 750-1500 butuh kristaloid

7. Bagaimana pemeriksaan penujang pada scenario?


d. Px radiologi:
fraktur maksila (waters open mouth)
e. CT scan: bandingin fraktur bagian kanan dan kiri
f. organ GIT: pake FAST (focus assessment with sonografi for trauma) nyari ada
darah atau tdk, cari lokasi di pericardium, perihepatik, perisplanik, pelvis. Cek
hemodinamik trlb dahul, klo ga stabil FAST, DPL. Klo stabil  pake CT SCAN
gold standard: CT SCAN
keuntungan dan kerugian
DPL: cepat, u/ dx dini, invasive, tdk deteksi cedera retroperitoneal
FAST: non invasive, cepat, bisa diulang, tergantung keahlian operator, bisa tgg o/ udara
di usus dan subkutan, tdk bisa deteksi cedera di diafragma usus dan pancreas
CT SCAN: lebih spesifik, non invasive, tdk bisa deteksi cedera di diafragma usus dan
pancreas
8. Bagaimana primary survey dan secondary survey yang akan dilakukan?
F. Airway: px jal nafas, liat pernafasan, pasang opa, cek oksigenisasi jika sulit pasang
airway definitif
C spine pakai cervical collar
G. B: cek dinding dada (sesak? Simetris? Jvp?), gerakan nafas, pengembangan dada
H. C: nilai TTV, capillary refill, resusitasi cariranberi RL mll iv dengan dua jalur
Bleeding control
I. D: cek GCS
J. E: buka baju, liat depan dan belakang cek hipotermia

Secondary survey:

Radiologi, bisa pake FAST klo kondisi ga stabil

Trauma dilakukan reduksi, kembalikan ke posisi semula, dilakukan fiksasi di craniofascial


(barton fixation), dilakukan imobilisasi biar ga banyak gerak
9. bagaimana penatalaksanaan awal pada penderita dan memonitoring keberhasilan
penatalaksanaan?
Airway: px jal nafas, liat pernafasan, pasang opa, cek oksigenisasi jika sulit pasang airway
definitif
C spine pakai cervical collar
B: cek dinding dada (sesak? Simetris? Jvp?), gerakan nafas, pengembangan dada
C: nilai TTV, capillary refill, resusitasi cariranberi RL mll iv dengan dua jalur
Bleeding control
D: cek GCS
E: buka baju, liat depan dan belakang cek hipotermia

Secondary survey:

Radiologi, bisa pake FAST klo kondisi ga stabil

Trauma dilakukan reduksi, kembalikan ke posisi semula, dilakukan fiksasi di craniofascial


(barton fixation), dilakukan imobilisasi biar ga banyak gerak

Urin output
Saturasi o2
Hb serial

Curiga GIT trauma dilakukan laparotomy eksplorasi untuk hentikan pendarahan


Monitoring:
1. Hb serial  untuk menilai jumlah perdarahan
2. TTV
3. Urin output
4. Px abdomen (Lingkar perut , bising usus, Ct-scan lagi)
5. Peningkatan TIK muntah proyektil, papilla edema, sefalgia berat

10. trauma itu apa? Macam macam trauma?

11. Akibat dari trauma?


12. Dx multiple trauma?
Multiple Traumadapat didefinisikan sebagai cedera pada minimal dua sistem organ
yang menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Secara khusus, Multiple Trauma
adalah suatu sindrom dari cedera multiple dengan derajat keparahan yang cukup
tinggi dengan Injury Severity Score (ISS)> 16 yang disertai dengan reaksi sistemik
akibat trauma yang kemudian menimbulkan terjadinya disfungsi atau kegagalan dari
organ yang letaknya jauh dan sistem organ yangvital yang tidak mengalami cedera
akibat trauma secara langsung.
13. Tx untuk multiple trauma?
14. Akibatnya terjadi abdomen akutum? Bagaimana? Etiologinya?

Anda mungkin juga menyukai