Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

W DENGAN KEGAWAT
DARURATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL (CLOSE FRAKTUR
FEMUR) DI RUANG IGD RSUD PATUT PATUH PATJU LOMBOK
BARAT

OLEH:

NAMA : MUHAMMAD ASNUL HUSNI

NPM : 019020963

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

MATARAM

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

CLOSE FRAKTUR FEMUR

A. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya


disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smeltzer, 2001)
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2005)
fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan
atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga
didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur
secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur
femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat
disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung maupun trauma tidak langsung disertai dengan adanya kerusakan
jaringan lunak.

B. Klasifikasi Fraktur Femur


Ada 2 tipe dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul
dan Melalui kepala femur (capital fraktur)
a. Hanya di bawah kepala femur
b. Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
a. Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter. Terjadi di bagian
distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokhanter kecil.

C. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkanoleh kekuatan yang tiba-tiba
berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan
tempat. Bila tekanan kekuatan langsungan, tulang dapat pada tempat yang
terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak serta kerusakan pada
kulit.
2. Akibat kelelahan atau tekanan.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan
benda lain akibat tekanan berulang. Hal ini sering terjadi pada atlet, penari
atau calon tentara yang berbaris atau berjalan dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut
lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh.
D. Nursing Pathway

Gk te`k kalip
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur femur tertutup

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri


akut
langsun
Perb jaringan sekitar g
Kerusakan fragmen tulang
Pergesaran frag tulang Putus Spasme otot
vena/arteri
Tek sumsum
Deformitas Peningkatan tek tulang > kapiler
Perdarahan kapiler

Gg. fungsi Reaksi stress klien


Kehilangan Pelepasan
volume cairan histamin Melepaskan
Hambatan
katekolamin
mobilitas fisik Resiko syok
Protein plasma hilang Memobilisasi
asam lemak
Edema
Bergabung dg
trombosit
Peneknn pem darah

Emboli
Penurunan perfusi jar

Ketidakefektifan Menyumbat
perfusi jaringan pemb darah
perifer
E. Tanda dan Gejala
1. Nyeri
Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atu
kerusakan jaringan sekitarnya.
2. Bengkak
Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.
3. Memar
Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau spasme otot,
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
6. Mobilisasi abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan.
7. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.
8. Deformitas
Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

F. Pengkajian Keperawatan
1. Pemeriksaan fisik : data fokus
a. Primery survey
1) Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya
sumbatan atau obstruksi,
2) Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas
teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan suara
napas vesikuler,
3) Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan
darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena
perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi, capillary
refill >2 detik apabila ada perdarahan.
4) Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil
anisokor apabila adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada
medulla spinalis.
6) Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka
laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut
semakin menegang.
b. Secondary survey
1) Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga,
dan mulut. Temuan yang dianggap kritis: Pupil tidak simetris,
midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebro spinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes?
2) Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher
bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena
jugularis, deviasi trakea atau tugging, emfisema kulit
3) Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot
asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap
kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan
gerakan dada para doksikal, suara paru hilang atau melemah,
gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak adekuat
(disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
4) Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang,
lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan
yang dianggap kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri
tekan pada abdomen bunyi dullness.
5) Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan.
Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan
tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik
6) Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra dan luka
laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi,
fungsi motorik, fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis:
Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun atau
menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
7) Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan
dan tekanan darah.
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow
Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran pada pasien.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
3. Hambatan mobilitas fisik
H. Rencana Tindakan dan Rasional

Tujuan & Kriteria Hasil


No Diagnosa Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
1 Nyeri Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan 1. Perubahan lokasi atau karakter atau intensitas
akut. keperawatan selama lokasi atau karakter dan intensitas nyeri dapat mengindikasikan terjadinya
…x24 jam diharapkan (skala 0-10). komplikasi atau perbaikan.
skala nyeri berkurang 2. Berikan tindakan kenyamanan 2. Meningkatkan relaksasi.
sehingga klien tidak lagi dasar contoh tekhnik relaksasi, 3. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari
meringis kesakitan dengan perubahan posisi dengan sering. luar atau sensivitas pada suara-suara bising
kriteria hasil nyeri teratasi. 3. Berikan lingkungan yang tenang dan meningkatkan istirahat/ relaksasi.
sesuai indikasi. 4. Pernyataan memungkinkan pengungkapan
4. Dorong ekspresi perasaan tentang emosi dan dapat meningkatkan mekanisme
nyeri. koping.
5. Kolaborasikan dalam pemberian 5. Untuk menghilangkan nyeri yang berat serta
analgetik. meningkatkan kenyamanan dan istirahat.
2 Ketidakef Setelah diberikan asuhan 1. Melakukan penilaian 1. Untuk mengetahui kampuan sirkulasi darah
ektifan keperawatan selama komprehensif dari sirkulasi 2. Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
Perfusi ....x24 jam, perfusi perifer (mis : memeriksa denyut 3. Untuk mencegah terjadinya perdarahan
jaringan jaringan perifer pasien nadi perifer, edema, capillary 4. Agara melancarkan sirkulasi darah dan tidak
perifer menjadi efektif dengan refill, warna, dan suhu) terjadi dekubitus
kriteria hasil: 2. Mengevaluasi edema perifer dan 5. Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien
1. Capilary refil dalam denyut nadi dalam tubuh agar tetap cair
batas normal 3. Memberi obat antiplatelet atau 6. Untuk menggantikan cairan yang telh keluar
2. Tekanan darah dalam antikoagulan, jika di perlukan agar tidak terjadi syok
batas normal 4. Merubah posisi pasien
3. Tekanan nadi dalam setidaknya setiap 2 jam, jika di
batas normal perlukan
4. Tidak terjadi edema 5. Mempertahankan hidrasi yang
pada perifer adekuat untuk menurunkan
kekentalan darah
6. Monitor status cairan, termasuk
asupan dan keluaran
3 Hambatan Setelah diberikan asuhan 1. Kaji kemampuan secara 1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan
mobilitas keperawatan selama ….x fungsional/luasnya kerusakan dapat memberikan informasi mengenai
fisik 24 jam, diharapkan awal dan dengan cara yang pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap
mobilisasi klien teratur. intervensi sebab teknik yang berbeda
mengalami peningkatan, 2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam digunakan untuk paralisis spastik dengan
dengan kriteria hasil: (telentang,miring) dan flaksid
1. Mempertahankan sebagainya dan jika 2. Menurunkan risiko terjadinya
posisi optimal, memungkinkan bisa lebih sering trauma/iskemia jaringan. Daerah yang
2. Mempertahankan/me jika diletakkan dalam posisi terkena mengalami perburukan/sirkulasi
ningkatkan kekuatan bagian yang terganggu. yang lebih jelek dan menurunkan sensasii
dan fungsi bagian 3. Latih ROM aktif dan Pasif dan lebih besar menimbulkan kerusakan
tubuh yang terserang 4. Sokong ekstremitas dalam posisi pada kulit/ dekubitus.
hemiparesis dan fungsionalnya, gunakan papan 3. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
hemiplagia. kaki (foot board) seelama sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
3. Mempertahankan periode paralisis flaksid. 4. Mencegah kontraktur/footdrop dan
perilaku yang Pertahankan posisi kepala netral. memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi
memungkinkan 5. Tempatkan bantal di bawah kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu
adanya aktivitas aksila untuk melakukan abduksi kemampuannya untuk menyangga kepala,
pada tangan. dilain pihak paralisis spastik dapat
6. Tempatkan ”handroll’ keras pada meengarah pada deviasi kepala ke salah satu
telapak tangan dengan jari – jari sisi.
dan ibu jari saling berhadapan. 5. Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku
7. Posisikan lutut dan panggul 6. Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi
dalam posisi ekstensi. fleksi jari-jari, mempertahankan jari-jari dan
8. Anjurkan pasien untuk ibu jari pada posisi normal (posisi
membantu pergerakan dan anatomis).
latihan dengan menggunakan 7. Mempertahankan posisi fungsional
ekstremitas yang tidak sakit 8. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan
untuk menyokong/ spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.
menggerakkan daerah tubuh
yang mengalami kelemahan.
4 Hambatan Setelah diberikan asuhan 9. Kaji kemampuan secara 9. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan
mobilitas keperawatan selama ….x fungsional/luasnya kerusakan dapat memberikan informasi mengenai
fisik 24 jam, diharapkan awal dan dengan cara yang pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap
mobilisasi klien teratur. intervensi sebab teknik yang berbeda
mengalami peningkatan, 10. Ubah posisi minimal setiap 2 jam digunakan untuk paralisis spastik dengan
dengan kriteria hasil: (telentang,miring) dan flaksid
4. Mempertahankan sebagainya dan jika 10. Menurunkan risiko terjadinya
posisi optimal, memungkinkan bisa lebih sering trauma/iskemia jaringan. Daerah yang
5. Mempertahankan/me jika diletakkan dalam posisi terkena mengalami perburukan/sirkulasi
ningkatkan kekuatan bagian yang terganggu. yang lebih jelek dan menurunkan sensasii
dan fungsi bagian 11. Latih ROM aktif dan Pasif dan lebih besar menimbulkan kerusakan
tubuh yang terserang 12. Sokong ekstremitas dalam posisi pada kulit/ dekubitus.
hemiparesis dan fungsionalnya, gunakan papan 11. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
hemiplagia. kaki (foot board) seelama sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
6. Mempertahankan periode paralisis flaksid. 12. Mencegah kontraktur/footdrop dan
perilaku yang Pertahankan posisi kepala netral. memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi
memungkinkan 13. Tempatkan bantal di bawah kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu
adanya aktivitas aksila untuk melakukan abduksi kemampuannya untuk menyangga kepala,
pada tangan. dilain pihak paralisis spastik dapat
14. Tempatkan ”handroll’ keras pada meengarah pada deviasi kepala ke salah satu
telapak tangan dengan jari – jari sisi.
dan ibu jari saling berhadapan. 13. Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku
15. Posisikan lutut dan panggul 14. Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi
dalam posisi ekstensi. fleksi jari-jari, mempertahankan jari-jari dan
16. Anjurkan pasien untuk ibu jari pada posisi normal (posisi
membantu pergerakan dan anatomis).
latihan dengan menggunakan 15. Mempertahankan posisi fungsional
ekstremitas yang tidak sakit 16. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan
untuk menyokong/ spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.
menggerakkan daerah tubuh
yang mengalami kelemahan.
I. Pemeriksaan Diagnostik yang mendukung
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai persiapan
transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna akibat cedera
atau tindakan pembedahan.

J. Penatalaksanaan Medis
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
Ada bebearapa prinsipnya yaitu :

a. Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang


membahayakan jiwa airway, breathing, circulation.
b. Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
c. Pemberian antibiotika.
d. Debridement dan irigasi sempurna.
e. Stabilisasi.
f. Penutup luka.
g. Rehabilitasi.
h. Life Saving
i. Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai
penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat lain
yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk
terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat yang
sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi organ.
Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and circulation.
j. Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat.
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang tersebut
terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui bahwa periode
6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi masih dalam
stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah waktu tersebut luka
berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu penanganan patuah
tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden periode terlampaui
agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka, tercapai
walaupun ditinjau dari segi prioritas penanganannya. Tulang secara
primer menempati urutan prioritas ke 6. Sasaran akhir di maksud
adalah mencegah sepsis, penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
k. Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat bervariasi
tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian antibiotika
yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai pemikiran dasar.
Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas untuk kuman gram
positif maupun negatif.
l. Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah patah
terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal yang mati.
Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan cara mencuci
luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak baik dengan
tekanan maupun tanpa tekanan.
m. Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi
fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat patah
tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan 2 dapat
dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer. Untuk
derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini harus
sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari rahabilitasi
penderita. (Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994: 133)
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur
(setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasfanatomis (brunner, 2001).

Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan


untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat
fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya
dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah
jaringan lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema
dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi
semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus
dipersiapkan untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk
melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan.
Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan
dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut.

Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup


dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-
ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan,


sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat
immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas
untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang
benar.

Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi


dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan
aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat
pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.

Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi


terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau
batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum
tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi
fragmen tulang.
c. OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu
dengan cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction
and external fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur
yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan
stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa
penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka
dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi,
pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa
latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan
utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan
tulang secara sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik
organ anggota gerak; baik, proporsional), dan sembuh secara
fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan
gerakan).
d. ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan
internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF
untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan
tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra
Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang
dengan tipe fraktur tranvers.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction
and internal fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup,
bila dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang
bisa dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intra-
artikuler, pada fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi
cepat, bila diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya. Sedangkan
reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF=open reduction and
external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap
jaringan lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga
dilakukan pada politrauma, fraktur pada anak untuk menghindari
fiksasi pin pada daerah lempeng pertumbuhan, fraktur dengan infeksi
atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang
disertai defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada
keadaan malunion dan nonunion setelah fiksasi internal. Alat-alat
yang digunakan berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin,
Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk
fiksasi. Ada 3 macam fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar
uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov dan Taylor Spatial Frame), dan
fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi fiksasi
yang rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan
irigasi dapat dilakukan tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu,
memungkinkan pengamatan langsung mengenai kondisi luka, status
neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan fraktur.
Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi
fraktur saat melepas fiksator, dan kurang baik dari segi
estetikPenanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan
pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan
radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi. Penderita diberi
antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan kultur
pus dan tes sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi
protein untuk menunjang proses penyembuhan.Rawat luka dilakukan
setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang jaringan nekrotik yang
dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama follow-up
ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis
pada tibia sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan
osteotomi. Untuk pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan
radiologis foto femur dan cruris setelah reduksi dan imobilisasi untuk
menilai reposisi yang dilakukan berhasil atau tidak. Pemeriksaan
radiologis serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan
12 bulan sesudah operasi untuk melihat perkembangan fraktur. Selain
itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap rutin.
e. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan
logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
f. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status
neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada
tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan
berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting
otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.
Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai
batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan
mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas
fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada
ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas
dan beban berat badan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahern, N. R & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi


9 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Mansjoer,A.(2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta:


Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta:
Penerbit Mediaction.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai