Anda di halaman 1dari 161

MODUL

(MAHASISWA)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2018/2019
PRAKTIK

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Penyusun:

T. Samsul Bahri, S.Kp., MNSc

Reviewer:

Ns. Halimuddin, M.Kep., Sp. KMB

Program Studi Ilmu Keperawatan


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT serta shalawat
dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sehingga Modul ”Praktik Keperawatan
Medikal Bedah” ini telah dapat dirampungkan. Modul ini disusun untuk meningkatkan
kompetensi mahasiswa dalam Keperawatan Medikal Bedah sehingga mampu
memahami dan mempraktekkan pemenuhan kebutuhan klien.
Modul ini diharapkan mampu memberikan acuan bagi tutor dan mahasiswa untuk
melaksanakan pembelajaran dengan sistem Student Centered Learning (SCL) pada
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diterapkan pada Fakultas Keperawatan
Universitas Syiah Kuala. Selain itu, modul ini diharapkan dapat mendukung proses
belajar mengajar dengan pendekatan metode pembelajaran yang berorientasi pada
mahasiswa sehingga dapat memfasilitasi dalam mencapai kompetensi yang diharapkan.
Penyusunan modul ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, pada
kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dekan beserta Wakil Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala
2. Ns. Halimuddin, M.Kep., Sp. KMB sebagai reviewer modul
3. Staf Pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul.
Penulis berharap semoga modul ini dapat memberikan manfaat kepada tutor,
dosen, mahasiswa dan para pembaca. Penulis menyadari dalam penyusunan modul ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat diharapkan.

Banda Aceh, 04 Februari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

BAB II. PENYAJIAN ........................................................................................................ 13

BAB III. PENUTUP .......................................................................................................... 140

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI SINGKAT
1. Nama Blok : Praktik Keperawatan Medikal Bedah
2. Beban Studi : 3 SKS (Praktikum)
3. Tujuan Modul
Mata kuliah Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah merupakan salah satu mata
kuliah keahlian (MKK) yang berfokus pada penerapan asuhan keperawatan yang
diajarkan pada mata ajar Keperawatan Dewasa (KD). Fokus mata kuliah ini adalah
pada pemenuhan kebutuhan pasien dewasa dengan resiko/gangguan pada sistem
pernafasan, muskuloskeletal, integumen kardiovaskuler, hematologi, endokrin,
imun, pencernaan, perkemihan, persepsi sensori dan persarafan. Penerapan Praktik
Klinik Keperawatan Medikal Bedah dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien dewasa dengan memiliki kemampuan profesionalisme, belajar reflektif
(reflective learning) dan kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan.

4. Deskripsi Modul
Pada blok ini mahasiswa akan mempelajari tentang konsep pemenuhan kebutuhan
pasien dewasa dengan gangguan pada sistem pernafasan, muskuloskeletal,
integumen, kardiovaskuler, hematologi, endokrin, imun, pencernaan dan
perkemihan, persepsi sensori dan persarafan. Selain itu mahasiswa akan
mempelajari tentang pemberian asuhan keperawatan meliputi membina hubungan
saling percaya dengan pasien, dan menerapkan komunikasi teurapeutik dalam
melakukan pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosis keperawatan yang
sesuai dengan kasus, melakukan implementasi keperawatan, dan evaluasi yang
sesuai dengan rencana tindakan. Pada modul ini membahas beberapa prosedur
tindakan keparawatan dan terapi modalitas dengan berbagai kondisi termasuk
terapi komplementer.

5. Profesional Profil
Setelah mengikuti proses pembelajaran pada tahap ini, mahasiswa
diharapkan memahami dan mengaplikasikan konsep dan keterampilan dalam
memenuhi kebutuhan pasien dewasa dengan gangguan sistem pernafasan,

4
muskuloskeletal, integumen, kardiovaskuler, hematologi, endokrin, imun,
pencernaan dan perkemihan, , persepsi sensori dan persarafan terutama pada
institusi pelayananan di rumah sakit dan komunitas. Diharapkan keterampilan ini
dapat dipergunakan oleh mahasiswa pada tahap pendidikan profesi dan setelah
mereka menyelesaikan pendidikan Ners.

B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Kompetensi
HARD SKILLS
KNOWLEDGE SOFTSKILLS

Mahasiswa mampu memahami pengertian, tujuan, indikasi 1. Berfikir kritis


di lakukan prosedur tindakan keperawatan diantaranya 2. Beretika
latihan ROM, fisioterapi dada/postural drainage,
nebulisasi, pemberian oksigen, suctioning, perawatan
trakeostomi, perawatan WSD, EKG, kateter Urin,
perawatan kolostomi, enema, pembidaian, managemen
nyeri (relaksasi progresif), Irigasi mata dan tetes mata,
Irigasi telinga dan tetes telinga, Tranfusi, mengganti infus,
Interpretasi AGD. Serta mampu mengidentifikasi bahan
dan peralatan yang di butuhkan dan memahami mampu
memahami penatalaksanaan prosedur tindakan secara
sistematis, efektif dan aman

2. Jadwal Praktikum
No Hari/tanggal Waktu Tutor Metode
1 Senin 11 Feb 2019 08.00 – 08.50 Koordinator Kuliah
Introduksi
08.50 – 09.40 Tutor (1) Pre conference
09.40 – 10.30 Tutor (2) Pre tes
10.30 – 11.20 Tutor (3) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (4) Praktikum
12.30 – 13.20 Tutor (5) Post Tes
13.20 – 14.30 Tutor (6)
13.20 – 14.30 Tutor (7)

5
No Hari/tanggal Waktu Tutor Metode
2 Selasa, 12 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
3 Rabu, 13 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
4 Kamis, 14 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
5 Senin, 18 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
6 Selasa, 19 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
7 Rabu, 20 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
8 Kamis, 21 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
6
No Hari/tanggal Waktu Tutor Metode
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
9 Senin 25 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
10 Selasa, 26 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
11 Rabu, 27 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Pre conference
08.50 – 09.40 Tutor (2) Pre tes
09.40 – 10.30 Tutor (3) Praktikum
10.30 – 11.20 Tutor (4) Praktikum
11.20 – 12.30 Tutor (5) Post Tes
12.30 – 13.20 Tutor (6) Belajar Mandiri
13.20 – 14.30 Tutor (7)
No Hari/tanggal Waktu Tutor Metode
12 Kamis, 28 Feb 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) Klinik RSUZA
08.50 – 09.40 Tutor (2)
09.40 – 10.30 Tutor (3)
10.30 – 11.20 Tutor (4)
11.20 – 12.30 Tutor (5)
12.30 – 13.20 Tutor (6)
13.20 – 14.30 Tutor (7)
13 Senin, 2 Maret 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) RAUDAH 5 Klinik RSUZA
08.50 – 09.40 Tutor (2) AQSA 1
09.40 – 10.30 Tutor (3) SHAFA
10.30 – 11.20 Tutor (4) AQSA 2
11.20 – 12.30 Tutor (5) RAUDAH I
12.30 – 13.20 Tutor (6) MINA I
13.20 – 14.30 Tutor (7) NABAWI
14 Selasa, 3 Maret 2019 08.00 – 08.50 Lab Mandiri
08.50 – 09.40
09.40 – 10.30
10.30 – 11.20
11.20 – 12.30
12.30 – 13.20
13.20 – 14.30
15 Rabu, 4 Maret 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) OSPE
08.50 – 09.40 Tutor (2)
7
No Hari/tanggal Waktu Tutor Metode
09.40 – 10.30 Tutor (3)
10.30 – 11.20 Tutor (4)
11.20 – 12.30 Tutor (5)
12.30 – 13.20 Tutor (6)
13.20 – 14.30 Tutor (7)
16 Kamis, 5 Maret 2019 08.00 – 08.50 Tutor (1) OSPE
08.50 – 09.40 Tutor (2)
09.40 – 10.30 Tutor (3)
10.30 – 11.20 Tutor (4)
11.20 – 12.30 Tutor (5)
12.30 – 13.20 Tutor (6)
13.20 – 14.30 Tutor (7)

3. Kasus Dan Materi Praktikum


No Kasus Materi Prkatikum Tutor
1 Gagal Ginjal 1. PENGKAJIAN GI/K TEUKU SAMSUL
Kronik, Hepatitis 2. WOUND CARE BAHRI, S.Kp., Mnsc
3. COLOSTOMY CARE
4. KATETER URIN
5. IRIGASI BLADDER

2 DM, PSMBA 1. INFUS NS. CUT HUSNA,


2. TRANSFUSI MNS
3. PEMERIKSAAN GDS
4. BALANCE CAIRAN
5. TERAPI INSULIN
3 STEMI,CHF, 1. EKG DEVI DARLIANA,
PNEUMONIA 2. PEMBERIAN OXYGEN M.Kep. Sp. MB
3. Analiasa Gas Darah
4. Suction
5. WSD

4 Gastritis, 1. PENGKAJIAN NS. NANI SAFUNI,


ARTHRITIS, GOSTROENTESTINAL MNS
2. NGT
3. BILAS LAMBUNG
4. ENEMA
5. TURNIQET TEST

5 FRAKTUR / 1. PENGKAJIAN NS. ANDA KAMAL,


CA MAMAE NEUROMUSKULAR MNS
2. MANAGEMENT NYERI
3. SUCTION
4. CEMOTERAPI
5. NUTRISI /DIET
6 STROKE, 1. PENGKAJIAN SARAF (NS. HALIMUDDIN,
8
Cedera Kepala CRANIAL M,Kep)
2. PEMERIKSAN GCS
3. PEMBIDAIAN DAN
IMMOBOLISASI
4. PENGUKURAN
KEKUATAN OTOT
5. AMBULASI DINI
7 OMA,OMK 1. TRAKEOSTOMI Ns.FAKRIYANTI,Skep.,
KATARAK 2. GARPHU TALLA MNS
3. IRIGASI MATA
4. TETES MATA
5. IRIGASI TELINGA
6. TETES TELINGA

5. Kompetensi Praktik Keperawatan Medikal Bedah Fokus Pada Observasi


Di Rumah Sakit

NO RUANG/TUTOR GANGGUAN KOMPETENSI


RAUDAH 1 FRAKTUR / 1. PENGKAJIAN
1 (NS. ANDA KAMAL, MNS) CA MAMAE NEUROMUSKULAR
2. MANAGEMENT NYERI
3. SUCTION
4. CEMOTERAPI
5. NUTRISI /DIET
RAUDAH 5 GGK, 6. PENGKAJIAN GI/K
2 (NS.TEUKU SAMSUL HEPATITIS, 7. WOUND CARE
BAHRI, S.KP., MNSC) 8. COLOSTOMY CARE
9. KATETER URIN
10. IRIGASI BLADDER

3 SHAFA STEMI,CHF, 11. EKG


(NS. DEVI DARLIANA, PNEUMONIA 12. TERAPI OXYGEN
M.KEP. SP. MB) 13. FISIOTERAPI DADA
14. NEBULISASI
15. WSD

AQSA 1 DM, PSMBA 16. INFUS


4 (NS. CUT HUSNA, MNS) 17. TRANSFUSI
18. PEMERIKSAAN GDS
19. BALANCE CAIRAN
20. TERAPI INSULIN

9
5 AQSA 2 GASTRITIS 21. PENGKAJIAN
(NS. NANI SAFUNI, MNS) ARTHRITIS, GOSTROENTESTINAL
22. NGT
23. BILAS LAMBUNG
24. ENEMA
25. TURNIQET TEST
6 MINA I STROKE, 26. PENGKAJIAN SARAF
(NS. HALIMUDDIN, M,KEP) LBP, CRANIAL
27. PEMERIKSAN GCS
28. PEMBIDAIAN DAN
IMMOBOLISASI
29. PENGUKURAN
KEKUATAN OTOT
30. AMBULASI DINI
7 NABAWI OMA,OMK 31.TRAKEOSTOMI
(NS.FAKRIYANTI,SKEP., KATARAK 32. GARPHU TALLA
MNS) 33. IRIGASI MATA
34. TETES MATA
35. IRIGASI TELINGA
36. TETES TELINGA
6. Klinik Rumah Sakit
No Kelompok Kamis, 28 Februari 2019 Senin, 2 Maret 2019
08.00 – 11.00 11.00 -14.00 08.00 – 11.00 08.00 – 11.00
1 I Raudah 5 Nabawi Mina 1 Shafa
2 II Aqsa 1 Raudah 5 Nabawi Mina 1
3 III Aqsa2 Aqsa1 Raudah 5 Nabawi
4 IV Raudah 1 Aqsa 2 Aqsa1 Raudah 5
5 V Shafa Raudah 1 Aqsa 2 Aqsa1
6 VI Mina 1 Shafa Raudah 1 Aqsa 2
7 VII Nabawi Mina 1 Shafa Raudah1

7. Rancangan Pelaksanaan Blok


a. Nama Tutor:
1) Ns. Ahyana, MNS
2) Ns. Anda Kamal, MNS
3) Ns. Cut Husna, MNS
4) Ns. Devi Darliana, M.Kep., Sp. MB
5) Ns.Teuku Samsul Bahri, S.Kp., MNSc
6) Ns. Halimuddin, SKp.,M.Kep
7) Ns. Fikriyanti, MNS

10
b. Kegiatan Tutor
1) Tutor diharapkan membaca, memahami dan menganalisa isi modul dengan
baik.
2) Tutor diharapkan dapat memotivasi dan memfasilitasi mahasiswa agar lebih
aktif dalam proses pembelajaran.
3) Memahami sasaran belajar dan kompetensi yang diharapkan dengan baik pada
setiap kasus pemicu dengan berbagai metode pembelajaran.
4) Mendemontrasikan prosedur tindakan keperawatan yang sesuai berbagai jenis
tindakan yang telah ditetapkan
5) Mengarahkan mahasiswa untuk berfikir kritis dalam menyelesaikan masalah
keperawatan sesuai dengan tahapan proses keperawatan pada setiap gangguan
system tubuh.
6) Mengarahkan mahasiswa untuk mentaati peraturan dan ketertiban di ruang
belajar, laboratorium dan klinik/rumah sakit.
7) Mengisi seluruh format evaluasi yang disiapkan untuk proses penilaian
pelaksanaan modul.
8) Apabila mengalami kesulitan dalam memahami isi modul ini, silahkan
menghubungi penyusun modul
c. Kegiatan Mahasiswa
Pada awal pembelajaran modul ini, mahasiswa diberikan kuliah pengantar
(Introduction Lecturer) secara umum oleh koordinator blok mengenai
gambaran secara komprehensif pada mahasiswa tentang modul yang akan
dipelajari, kompetensi, tujuan pembelajaran yang diharapkan, serta metode
pembelajaran yang digunakan. Selanjutnya mahasiswa akan mengikuti
pembelajaran sesuai dengan metode pembelajaran yang telah direncanakan,
proses pembelajaran di klinik didampingi oleh tutor, mahasiswa mempunyai
kesempatan meng- observasi kasus terkait prosedur tindakan yang telah
diberikan, Adapun ruang rawat yang digunakan adalah ruang rawat, penyakit
dalam, bedah, saraf dan THT, mata, rehabilitasi medis dan lain-lain. Sehingga
mahasiswa dapat melihat secara langsung prosedur tindakan keperawatan,
alat-alat medis yang di gunakan pada pasien.
d. Metode Pembelajaran

11
Proses pembelajaran dilaksanakan di laboratorium ,dan praktik klinik
di Rumah Sakit, dengan metode; diskusi, presentasi kasus, dan belajar
mandiri serta demontrasi setiap prosedur tindakan keperawatan medical
bedah.
e. Metode Evaluasi
1) Pretest : 25%
2) Soft skill : 10%
3) Portopolio(sesuai dg obs kasus/kompetensi) : 20%
4) Absensi : 5%
5) Demontrasi :10%
6) Ujian SOCA :30%

12
BAB II
PENYAJIAN
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. Prosedur pada system pernafasan


1. Memberikan Oksigen
a. Pengertian
Pemberian terapi oxygen adalah suatu tata cara pemberian bantuan gas oksigen
pada pasien yang mengalami gangguan pernafasan ke dalam paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat khusus.
b. Tujuan pemberian oksigen
1. Mencegah hipoksia.
2. Memenuhi kekurangan oksigen.
3. Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung.
4. Membantu kelancaran metabolisme sebagai tindakan pengobatan.
c. Indikasi
Terapi oksigen dilakukan pada pasien :
1. Dengan anoksia atau hipoksia. (saturasi Oxgen < 90%, dan Carbon dioksida >
45%)
2. Dengan kelumpuhan alat-alat pernafasan.
3. Selama dan sesudah dilakukan narcose umum.
4. Mendapat trauma paru.
5. Tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda , dispneu, cyanosis, apnea.
6. Dalam keadaan coma.
e. Persiapan Alat dan Pasien
1. Tabung oksigen beserta isinya
2. Regulator dan flow meter
3. Handscoon non steril
4. Botol pelembab (humidifier)
5. Alat remberg oksigen (Masker atau nasal prong)
6. Selang penghubung
7. Kapas
8. Aqua/NaCl 0,9%

13
9. Tanda “AWAS API!!!”(Dilarang merokok/menyalakan lilin/membakar obat
nyamuk)
f. Persiapan Pasien
a. Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan diberikan
b. Pasien ditempatkan pada posisi yang aman dan nyaman.

g. Prosedur pemberian oksigen


1. Mengucapkan salam (“Assalammualaikum,” Selamat pagi/siang/malam)
2. Menjelaskan tujuan tindakan
3. Menjaga privasi pasien
4. Perawat mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
5. Masukkan flow meter ke outlet didinding atau tabung oksigen didekat
pasien.
6. Siapkan humidifier, tambahkan air sampai batas.
7. Sambungkan flow meter ke humidifier.
8. Sambungkan humidifier ke nasal kanul atau masker
9. Buka oksigen flow meter sampai terlihat gelembung air pada humidifier.
Jika tidak ada gelembung air cek apakah flow meter sudah benar-benar
masuk, humidifier telah tepat, dan sambungan telah benar. Hubungi
technicians atau supervisor apabila ada masalah.
10. Atur kecepatan oksigen sesuai dengan permintaan atau sesuaikan dengan
kondisi pasien
11. Gunakan sarung tangan
12. Pasang oksigen kanul atau oksigen masker pada pasien.
13. Bersihkan nares dari sekret dengan kapas.
14. Sambungkan kanul dengan nares pasien atau masker pada pasien
15. Pasangkan selang mengitari telinga lalu ke bawah dagu pasien (diantara
telinga dengan selang) jaga rasa kenyamanan pasien.
16. Kencangkan selang dan yakinkan pasien merasa nyaman
17. Kontrol kembali selang setiap shift atau 8 jam sekali untuk memeriksa
keadaan kulit pasien, berikan petroleum jelly pada nares dan bersihkan
sekret yang ada.
18. Atur posisi pasien semi fowler apabila tidak ada kontra indikasi.

14
19. Pindahkan alat-alat yang tidak diperlukan untuk menghindari kontaminasi.
20. Pasang tanda “AWAS API!!!”.( dilarang merokok/membakar obat
nyamuk/ menyalakan lilin)
21. Evaluasi pernafasan pasien.
22. Pasien dirapikan kembali
23. Cuci tangan
24. Terminasi/mengucapkan salam (“Assalammualaikum,” Selamat
pagi/siang/malam)
25. Mendokumentasik

f. Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :


1. Sistem aliran rendah terdiri:
a) Kanula nasal,
b) Sungkup muka sederhana,
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
d) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing sistem aliran rendah :
a) Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu
dengan aliran 1 - 6 l/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
1) Keuntungan
Pemberian O2 stabil, pasien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah
dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
2) Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%, tehnik
memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi
distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran
dengan lebih dari 6 l/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat.
b) Kanula nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu
dengan aliran 1 - 6 l/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal.

15
Digunakan ketika pasien membutuhkan kosentrasi O2 aliran rendah sampai
sedang.
1) Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
mudah memasukkan kanul disbanding kateter, pasien bebas makan,
bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir pasien dan nyaman.
2) Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2
berkurang bila pasien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam
kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.

Gambar 1. Nassal Kanul


d) Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 - 8 l/mnt dengan
konsentrasi O2 40 - 60%.
1) Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan
sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi
aerosol.
2) Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.

16
Gambar 2. Simple Mask
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Suatu tehnik pemberian oksigen (O2) dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 -
80% dengan aliran 8 - 12 l/mnt

Gambar 3. Sungkup muka dengan kantong rebreathing


1) Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir
2) Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen (O2) konsentrasi rendah, jika aliran lebih
rendah dapat menyebabkan penumpukan carbon dioksida (CO2), kantong
O2 bisa terlipat.
d) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Merupakan tehnik pemberian O2 dengan konsentrasi O2 mencapai 99%
dengan aliran 8 - 12 l/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan
udara ekspirasi.

17
Gambar 4. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
1) Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapai 100%, tidak
mengeringkan selaput lendir.
2) Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.
2. Sistem aliran tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi
oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan
konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur.
Adapun contoh tehnik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan
menuju ke sungkup yang kemudian akan ditahan untuk mengatur suplai O2
sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar dapat diisap dan aliran
udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitar 4 - 14
l/mnt dengan konsentrasi 30 - 55%.
1) Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat
dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan
kelembaban gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2
2) Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka
yang lain pada aliran rendah.

18
Gambar 5. Venturi Mask
2. Suctioning
a. Pengertian
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan
nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya
sendiri (Ignativicius, 2003).
Pengisapan lendir adalah tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang
tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir secara mandiri dengan menggunakan
alat penghisap. Metode ini digunakan untuk melepaskan sekresi yang berlebihan
pada jalan nafas. Pengisapan lendir (suctioning) dapat diterapkan pada oral,
nasofaringeal tracheal, serta endotrakheal atau trakheostomi Tube.
b. Tujuan
1) Membantu mengeluarkan sekret dijalan nafas
2) Membantu pengembangan paru

c. Indikasi
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya secret yang
menyumbat jalan nafas, ditandai dengan:
1) Suara pernafasan burgling (seperti berkumur)
2) Hasil auskultasi: ditemukan suara crackels atau ronkhi
3) Sekrersi (mukus) pada alat Bantu nafas
4) Meningkatnya peak airway pressure pada mesin ventilator
d. Persiapan alat
1. Mesin suction, gunakan alat penghisap dengan tekanan:

19
a. Pada orang dewasa 110 - 150 mmHg
b. Pada anak-anak 95 - 110 mmHg
c. Pada bayi: 50 - 95 mmHg untuk bayi,
tempat pengumpul sekret dan cairan.
2. Disposible suction tray atau sterile suction kateter : 12 Fr atau 14 Fr
3. Tempat penampung sekret dan cairan.
4. Handscoon steril (untuk tracheal dan tracheostomi suctioning)
5. Kom steril atau kotak steril (tempat steril untuk irigasi)
6. Spuit berukuran 5 ml, 10 ml
7. Cairan NaCl 0,9% steril untuk irigasi trachea
8. Selang plastik bening untuk penyambung
9. Tonsilar suction tip
10. Jelli steril
11. Masker
12. Tissue
13. Kasa steril
14. Handuk steril
15. Manometer untuk mengukur jumlah kekuatan vakum

e. Prosedur tindakan
1. Mengucapkan salam (“Assalammualaikum bagi muslim/salama pagi non
muslim”)
2. Menjelaskan tujuan dan kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan
penghisapan (usahakan tidak terlalu sering melakukan penghisapan karena
menyebabkan penurunan saturasi oksigen ke otak, kerusakan mukosa,
perdarahan, dan bronkospasme)
3. Menjaga privasi pasien dengan menutup gordyn dan tutup pintu kamar
4. Siapkan alat-alat
5. Atur posisi tidur semi fowler bila tidak ada kontraindikasi
6. Letakkan handuk atau disposable pad (perlak) di sekitar bahu diatas dada pasien
7. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, gunakan alat pelindung diri
(masker dan handscoon)

20
8. Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan dirasakan selama
penghisapan seperti nafas pendek, batuk, dan rasa tidak nyaman.
9. Kontrol mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction pada level
80 - 120 mmHg untuk menghindari hipoksia dan trauma mukosa
10. Pasangkan selang sampai ke sumber suction, letakan ujung selang dekat
dengan bagian kepala tempat tidur area kerja perawat
11. Buka penutup cairan steril atau normal saline letakkan botol diatas meja
tempat tidur
12. Buka jelly steril diatas meja tempat tidur
13. Buka set steril selang suction perhatikan tehnik steril letakan pada area
steril diatas meja tempat tidur
14. Pakai sarung tangan steril
15. Siapkan kom kecil steril untuk tempat cairan irigasi
16. Tuangkan cairan steril 100 ml kedalam kom steril gunakan tangan yang
non dominan.
17. Keluarkan jelly sedikit dari tempatnya taruh di tray dengan menggunakan
tangan bersih
18. Ambil kateter dengan tangan steril dan gulungkan pada tangan sehingga
ujung kateter dipegang dengan ibu jari dan jari-jari
19. Ambil selang penyambung dengan tangan bersih dan sambungkan dengan
kateter yang berada ditangan steril, oleskan jelly pada ujung kateter
20. Hidup/nyalakan suction dengan tangan bersih
21. Ujung kateter letakkan pada pot cairan steril
22. Observasi cairan saline terisap disepanjang kateter dan selang penyambung
serta masuk ke botol penampung. Observasi tekanan negatif
23. Lakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 30 detik sampai 3 menit
untuk mencegah terjadinya hipoksemia.
24. Secara cepat dan hati-hati masukkan ujung selang suction yang steril
kedaerah yang ingin dilakukan suction (hidung) dengan hati-hati (± 2 detik ujung
selang suction berada didalam pernafasan dengan cara diputar sehingga semua
rongga saluran pernafasan terhisap lendirnya), jangan lakukan suction saat
selang sedang dimasukkan

21
25. Tarik kateter 1 - 2 cm, dan mulai lakukan suction. Lakukan suction secara
intermitten , tarik kateter sambil menghisap dengan cara memutar. Jangan pernah
melakukan suction lebih dari 10 - 15 “
26. Lakukan pembilasan dengan cairan steril
27. Hiperoksigenasi selama 1 - 5 menit atau bila nadi dan SaO2 pasien normal
28. Ulangi prosedur bila diperlukan (maksimal 3 x suction dalam 1 waktu)
29. Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika diperlukan, lakukan
juga mouth care setelah tindakan suction pada mulut.
30. Matikan sumber suction dengan tangan bersih, jika suction tidak dilakukan
lagi
31. Letakkan kateter terbungkus kertas steril
32. Rapikan alat
33. Cuci tangan
34. Catat tindakan dalam dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik
Sputum (jumlah, warna, konsistensi, bau, adanya darah) dan respon pasien.

f. Jenis-jenis suctioning:
1) Oral suctioning
a. Tahap persiapan:
1) Siapkan alat-alat termasuk ekstra kateter. Hubungkan botol pengumpul
lendir dan Tube ke sumber vakum
2) Suctioning siap dengan mengobservasi pernafasan, mengauskultasi
suara paru-paru
3) Cuci tangan sesuai dengan cara mencuci tangan yang benar
4) Hidupkan mesin suction untuk memeriksa a p a k a h sistem dan
pengaturan tekanan berfungsi dengan baik
5) Isi kom steril dengan air steril
6) Posisikan pasien dengan kepala lebih rendah
7) Pakai sarung tangan dengan prinsip steril
8) Sambungkan kateter ke tube suction.
9) Gunakan sarung tangan jika memeg a n g k a t eter
10) Masukkan ujung kateter ke dalam baskom (ember) dan isap air steril
tersebut

22
b. Tahap pelaksanaan
1) Gunakan tongue spatel untuk memisahkan gigi atas dan gigi bawah
2) Biarkan vent terbuka hingga kontak dengan udara bebas saat
mendorong kateter masuk ke dalam bagian yang akan dihisap
3) Tutup vent dengan ibu jari dan tarik secara perlahan sambil
memutarkan kateter tersebut antara ibu jari dan jari lain. Jika
isapan terlalu kuat, maka lepaskan ibu jari dari vent
4) Masukkan kateter ke dalam basin (ember) dan angkat kembali
kemudian isapkan air steril melalui kateter tersebut untuk
membersihkannya.
5) Ulangi 1 - 4 kali sesuai yang dibutuhkan, tetapi setiap
periode suctioning tidak boleh lebih dari 10 detik dan sela/jeda waktu
antara periode sekitar 1 - 3 menit.
c. Tahap tindak lanjut
1) Matikan mesin suction, lepaskan kateter dari tube dan
bungkus tube dengan handuk steril. Bila kateter tersebut disposable,
maka lebih baik dibuang saja

Gambar 6. Oral suctioning


2) Posisikan pasien senyaman mungkin dan lakukan perawatan
mulut
3) Mengkaji efektivitas dari suctioning dengan mengobservasi
pernafasan dan mengauskultasi paru-paru
4)Catat karakteristik sekret, adakah perdarahan, dan reaksi pasien
terhadap suctioning

2) Nasofaringeal suction:
a. Tahap persiapan
23
Persiapan yang dilakukan pada nasofaringeal suctioning ini sama dengan
persiapan Oral su c t i o n i n g . Hanya saja hal yang perlu diperhatikan
adalah menentukan seberapa dalam kateter dimasukkan ke dalam
nasofaringeal. Oleh karena itu, perlu diukur panjang atau jarak antara
hidung pasien dengan tragus telinga.
b. Tahap pelaksanaan
1) Biarkan vent kateter terbuka, naikkan ujung hidung, dan masukkan
kateter pada dasar dari hidung
2) Jika ada sumbatan jangan dipaksa, tapi cobalah masukkan lagi melalui
sudut/sisi lain dari hidung atau pada lubang hidung lainnya
3) Ikuti prosedur 3) sampai 5) seperti pada tahap ora l s u c t i o n i n g
c. Tahap tindak lanjut
Sama seperti halnya oral suctioning

Gambar 7. Nasofaringeal suctioning


3) Nasotracheal Suctioning
a. Tahap persiapan
1) Ikuti langkah 1) sampai 4) pada oral suctioning
2) Atur kekuatan suction sesuai kebutuhan
3) Pastikan bahwa sumber oksigen tersedia
4) Gunakan teknik aseptik, isi kom steril dengan air steril
5) Posisikan pasien dengan kepala agak ekstensi
6) Buka bungkus kateter steril, sambungkan kateter tersebut pada tabung
suction
7) Letakkan ujung kateter pada kom steril dan isapkan air bilasan.

b.Tahap pelaksanaan
24
1) Biarkan vent kateter terbuka, tinggikan ujung hidung lalu masukan
kateter menyisiri dasar hidung
2) Jika terjadi sumbatan jangan dipaksa, tetapi lepaskan dan masukan pada
sudut yang lain ataupun pada lubang hidung yang lain
3) Gerakkan kateter di dalam trakhea, tutup vent dengan ibu jari dan
tarik kateter perlahan-lahan dengan gerakan memutar di antara ibu jari
dan jari lainnya
4) Lepaskan ibu jari dari vent untuk beberapa detik antara inspirasi
5) Masukkan dan keluarkan kateter ke dalam kom steril dan isap air steril
untuk membersihkannya
6) Ulangi prosedur ini sesuai yang dibutuhkan, tetapi setiap periode
suctioning tidak boleh lebih dari 5 detik dan jeda waktu antara periode
sekitar 1 - 3 menit

Gambar 8. Nasotracheal suctioning


c. Tahap tindak lanjut
1) Prosedur sama dengan oral suction
2) Berikan oksigen jika dibutuhkan dan bergantung kondisi pasien
g. Evaluasi
1. Saluran pernafasan paten, tidak ada bunyi seperti kumur atau gelembung-
gelembung pada saat inspirasi atau ekspirasi, tidak ada bunyi crackles pada
saat auskultasi paru-paru, pulsa normal sesuai dengan usia dan sex pasien
2. Pasien mengatakan tidak cemas baik secara verbal maupun non verbal.
3. Respons pasien secara verbal atau non verbal tidak ada tanda-tanda trauma,
tidak ada keluhan nyeri pada membran mukosa saluran pernafasan.
h. Dokumentasi

25
1) Dokumentasikan metoda, waktu, dan frekwensi suction.
2) Dokumentasikan status pernafasan pasien sebelum dan sesudah suction
3) Laporkan warna da kekentalan dari sputum.
4) Laporkan setiap respons klien selama melakukan prosedur
5) Jika ada tanda peningkatan hypoksia selama atau setelah suction segera
laporkan ke dokter.
6) Siapkan nursing order untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas,
dokumentasikan pada catatan keperawatan.
3. Perawatan Trakeostomi
a. Pengertian
Trakeostomi adalah insisi operasi dimana memasukkan selang ke dalam trakea agar
pasien dapat bernafas dengan lebih mudah dan mengeluarkan sekretnya. Dalam
keadaan tertentu, trakeostomi adalah tindakan kritikal yang dilakukan pada pasien
yang sedang dalam keadaan terancam jiwa karena kesulitan bernafas.
b. Tujuan
1) Trakeostomi dilakukan agar sekret di dalam saluran pernafasan dapat
dipindahkan secara efektif sebelum pernafasan pasien rusak.
2) Untuk menurunkan jumlah ruang udara yang terperangkap di jalan nafas dan
kemudian meningkatkan pola nafas pasien.
3) Untuk memberikan jalan nafas yang efektif ketika bengkak saluran nafas terjadi,
misalnya setelah operasi pada leher.
c. Indikasi
1) Bila sekresi dapat terlihat atau suara sekresi yang terdengar dengan atau tanpa
menggunakan stetoskop
2) Setelah prosedur fisioterapi dada
3) Setelah prosedur pengobatan bronchodilator
4) Peningkatan atau popping off dari puncak tekanan jalan nafas terhadap pasien
yang sedang menggunakan ventilasi mekanik
d. Peralatan
1. Perawatan trakeostomi
1) Sarung tangan steril
2) Kassa ukuran 4 x 4 cm

26
3) Larutan pembersih (Hidrogen peroksida yang sudah diencerkan atau normal
saline)
4) Basin (ember)
5) Sikat trakeostomi, pembersih pipa, atau swab untuk membersihkan
permukaan kanul.
6) Air steril. Jika kita juga akan mengganti balutan, siapkan sekalian agar tidak
menghabiskan waktu.

Gambar 9. Alat-alat trakeostomi


2. Ganti balutan trakeostomi
1. Meja trolley
2. Handuk
3. Suction tracheostomi
4. Hidrogen peroksida (H2O2)
5. NaCl 0,9%
6. Set trakeostomi steril (3 kasa steril 4 x 4 cm, kapas lidi steril, sikat
steril, ikatan trakeostomi - velcro)
7. Gunting verban
8. Satu pasang sarung tangan steril dan satu pasang sarung tangan bersih
9. Masker
10. Rubbish bag
11. Spuit 25 ml (2)

27
Gambar 10. Tempat pemasangan Trakeostomi
e. Pengkajian
1. Kaji tanda dan gejala mengenai kebutuhan perawatan trakeostomi; sekresi
periostomal yang berlebih, sekresi intratrakeal yang berlebihan, ikatan
trakeostomi yang rusak, perawatan trakeostomi yang tidak baik, berkurangnya
aliran udara melalui selang trakeostomi, atau tanda dan gejala dari obstruksi
jalan nafas yang memerlukan tindakan suction.
2. Observasi mengenai faktor-faktor (misalnya: hidrasi, kelembaban, infeksi,
nutrisi, kemampuan pasien untuk batuk) dimana mempengaruhi fungsi jalan
nafas trakeostomi.
3. Kaji pengertian pasien dan kemampuan untuk melakukan tindakan perawatan
trakeostomi secara mandiri.
4. Lihat catatan/dokumen kapan perawatan trakeostomi terakhir dilakukan.
f. Perencanaan
Hasil yang diharapkan berfokus kepada mencegah infeksi dan kerusakan di sekitar
jalan nafas buatan.
g. Kriteria hasil
1. Jalan nafas buatan pasien berada dalam posisi yang tepat dan aman sepenuhnya
2. Pasien tetap berada dalam kondisi afebris tanpa tanda dan gejala infeksi
3. Membran mukosa oral pasien bebas dari pecahnya atau akumulasi sekret
4. Jalan nafas buatan pasien utuh tanpa adanya sekret kering yang persisten
5. Pasien mengerti tujuan dan kooperatif selama perawatan
6. Pasien dapat mendemonstrasikan tehnik yang benar dari perawatan trakeostomi
saat dibutuhkan.

28
h. Prosedur tindakan
1. Kontrol trakeostomi dengan frekuensi yang berbeda bagi setiap orang. Karena
masing-masing pasien mempunyai sekresi yang berbeda. Perawatan trakeostomi
dan ganti balutan bisa dilakukan sekali per shift bagi sebagian pasien. Sedangkan
bagi pasien yang lain mungkin harus lebih sering.
2. Cuci tangan
3. Siapkan peralatan yang akan dibutuhkan
4. Identifikasi pasien untuk memastikan bahwa apakah prosedur ini tepat dilakukan
pada pasien tersebut.
5. Menjaga privasi pasien
6. Menjelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan. Kebanyakan pasien menjadi
takut akan tabung yang lepas selama perawatan.
7. Sediakan pensil dan kertas sebagai alat berkomunikasi bagi pasien
8. Posisikan pasien ke posisi supine atau setengah fowler untuk memberikan
kenyamanan.
9. Set alat yang sudah diambil
10. Gunakan sarung tangan bersih

11. Untuk membersihkan trakeostomi dengan kanul:


a. Tahan kanul bagian luar dengan hati-hati pada tempatnya dengan satu tangan
bersamaan dengan membuka kuncinya searah dengan jarum jam.

Gambar 11. Melepas selang trakeostomi dengan tangan kiri. Tangan


kanan memegang selang trakeostomi untuk dimasukkan
12. Keluarkan sedikit kanul dalam dengan membengkokannya ke arah perawatan.

29
13. Letakan kanul di dalam basin steril.
14. Rendam kanul dengan normal saline atau larutan pembersih selama beberapa
menit untuk mengecerkan sekret.
15. Sikat kanul dengan sikat trakeostomi, pipa pembersih, atau swab untuk
memindahkan residu yang lain
16. Bersihkan kanul dengan baik pada air steril dingin atau normal saline.
17. Keringkan kanul secara keseluruhan dengan steril, kassa atau handuk.
18. Jika sekret pasien sangat tebal atau jika pasien batuk saat perawat sedang
membersihkan kanul dalam (sehingga sekret kontak dengan permukaan dalam
dari kanul luar), pindahkan sekret, dan dengan keseluruhan keringkan.
a. Tahan kanul luar, dan ganti kanul dalam yang sudah dibersihkan
b. Kunci kembali dengan memutar berlawanan arah dengan jarum jam
c. Pastikan kanul dalam telah terkunci dengan sempurna dengan cara
mencoba menaruk kanul dengan jari.
19. Jika trakeostomi tidak mempunyai kanul dalam, dengan hati-hati bersihkan
permukaan bagian dalam dengan pembersih pipa atau swab yang sudah
diberikan cairan normal saline untuk mencegah aspirasi.
20. Mengganti balutan trakeostomi. Masih dengan sarung tangan pindahkan
balutan lama dan buang pada tempatnya.
a. Tahan selang pada tempatnya saat perawat memindahkan balutan
yang baru
b. Untuk melakukan hal ini, pegang satu tangan di sekeliling selang untuk
menekannya sementara tangan yang satu membuang balutan lama dengan
hati-hati.
21. Buang sarung tangan yang sudah terkontaminasi, dan cuci tangan kembali.
22. Siapkan peralatan steril, termasuk hidrogen peroksida (H2O), normal salin
atau air steril, aplikator berujung kapas, balutan.
23. Gunakan sarung tangan steril
24. Dengan swab steril yang sudah diberikan Normal Saline atau larutan
Hydrogen peroksida yang sudah diencerkan, bersihkan luka dan lempeng
trakeostomi sekitar ujung dari pembukaan trakeostomi.
25. Perhatikan apakah ada kemerahan atau pembengkakan luka

30
26. Gunakan salep bakteriostatik pada pinggiran luka trakeostomi jika
diresepkan
27. Jika tali lama telah basah, letakkan tali twill dalam posisinya untuk
mengamankan selang trakeostomi.
a. Masukkan satu ujung tali melalui lubang samping kanula terluar
b. Lingkarkan tali tersebut sekeliling leher pasien dan ikatkan tali tersebut
melalui lubang yang berlawanan dari kanula terluar.
c. Kumpulkan kedua ujungnya sehingga keduanya bertemu pada satu sisi
leher.
d. Amankan dengan simpulan.
e. Kencangkan sampai hanya dua jari yang dapat menyusup diantara tali
tersebut

Gambar 12. Selang trakeostomi dengan tali. Pada contoh atas simpul
diikat ke belakang, pada contoh bawah simpul diikat ke
samping

31
Gambar 13. Tali trakeostomi diikat sampai kencang hingga hanya satu
jari saja yang dapat diselipkan dibawahnya
28. Siapkan balutan yang baru. Gunakan kassa 4 x 4 cm
a. Buka lipatan pertama kassa 4 x 4 cm
b. Lipat menjadi setengahnya
c. Lipat setiap ujungnya ke arah tengah. Model balutan seperti ini
mengurangi perlunya memotong material, dimana potongan kassa bisa
menyebabkan kesulitan bernafas pasien.

Gambar 14. Penggantian balutan dan plester selang trakeostomi.


29. Gunakan tekanan ringan di selang untuk mencegah selang berpindah,
sementara perawat memotong tali lama dan membuangnya.

32
30. Dengan hati-hati sisipkan balutan trakeostomi steril yang sudah disiapkan,
dimana ujungnya berdiri ke atas, mengelilingi flange selang trakeostomi
sehingga insisi tertutup. Kemudian ikatkan kembali tali di sekeliling leher
pasien.
31. Letakkan kembali peralatan pada tempatnya
i. Pengisapan Trakea (Selang Trakeostomi atau endotrakea)
Saat selang trakeostomi atau endotrakea terpasang, biasanya diperlukan
pengisapan sekresi pasien karena keefektifan mekanisme batuk menurun.
Pengisapan trakea dilakukan ketika bunyi nafas tambahan terdeteksi atau ketika
terdapat sangat banyak sekresi. Pengisapan yang tidak diperlukan menyebabkan
bronkospasme dan menyebabkan trauma pada mukosa trakea.
Semua peralatan yang kontak langsung dengan jalan nafas bawah pasien harus
steril untuk mencegah infeksiparu dan sistemik yang membahayakan.
Berikut prosedur untuk pengisapan trakeostomi:
1. Peralatan
a. Kateter penghisap
b. Sarung tangan
c. Goggles untuk pelindung mata
d. Spuit 5 - 19 ml
e. Normal salin steril yang dituangkan ke dalam cangkir untuk irigasi
f. Bag yang dapat mengembang sendiri milik pasien (resusitator tangan)
dengan oksigen suplemental (kantung diganti setiap hari untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi)
g. Mesin pengisap (suction)
2. Prosedur tindakan
a. Beri salam dan bina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Jelaskan prosedur pada pasien sebelum memeulai dan berikan ketenangan
selama pengisapan, karena klien mungkin gelisah berkenaan dengan
tersedak dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
c. Mulai dengan mencuci tangan secara menyeluruh
d. Hidupkan sumber mesin penghisap (tekanan tidak boleh melebihi 120
mmHg)
e. Buka kit kateter pengisap

33
f. Isi baskom kesil/cangkir dengan normal salin steril
g. Ventilasi pasien dengan ambu bag resusitasi manual dan aliran oksigen
yang tinggi.
h. Pakailah sarung tangan pada tangan yang dominan

Gambar 15. Membilas dan melumasi kateter pengisap dengan ibu


jari pada kontrol pengisap
h. Ambil kateter pengisap dengan tangan yang mengenakan sarung tangan
dan hubungkan ke pengisap.
i. Hiperinflasi atau hiperoksigenasikan paru-paru pasien selama beberapa
kali nafas dalam dengan kantung yang dapat mengembang sendiri.
j. Masukkan kateter sejauh mungkin sampai ujung selang tanpa memberikan
isapan, cukup untuk menstimulasi refleks batuk.

34
Gambar 16. Memasukkan kateter trakeostomi di selang trakeostomi
dengan ibu jari tidak pada kontrol pengisap. Kateter
dimasukkan tidak lebih dari 0,5 cm dari panjang selang

k.Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360
derajat (tidak lebih dari 10 detik sampai 15 detik, karena klien dapat
menjadi hipoksik dan disritmia, yang dapat mengarh pada henti jantung)

Gambar 17. Memutar kateter sambil mengeluarkannya dari selang


trakeostomi dengan ibu jari pada kontrol pengisap.
l. Reoksigenasikan dan inflasikan paru-paru pasien selama beberapa kali
nafas
m. Masukan 3 sampai 5 ml normal salin ke dalam jalan nafas hanya jika
refleks batuk tertekan
n. Ulangi empat langkah sebelumnya (langkah 10 sampai 13) sampai jalan
nafas
bersih
o. Bilas kateter dalam basin dengan normal salin steril antara tindakan bila
perlu
p. Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakeal
q. Bilas selang pengisap
r. Buang kateter, sarung tangan dan basin.

35
j. Evaluasi
1) Observasi jalan nafas untuk tetap ditempatnya dengan plester atau
ikatan aman dan nyaman bagi pasien.
2) Ukur temperatur pasien; observasi stoma atau tanda dan gejala infeksi
3) Observasi mukosa oral pasien bandingkan pengkajian sebelum dan
sesudah perawatan jalan nafas artifisial.
4) Observasi tanda dari iritasi jaringan atau sekresi kering yang persisten
5) Observasi pasien untuk mengetahui adanya keluhan saat melakukan
prosedur
6) Berikan waktu kepada pasien untuk memutuskan kapan perawatan
trakeostomi diperlukan dan demonstrasikan secara mandiri untuk
perawatan trakeostomi.
4. Fisioterapi Dada
b. Pengertian
Fisioterapi dada (FTD) merupakan kelompok terapi yang digunakan dengan
kombinasi untuk memobilisasi sekresi pulmonar. Terapi ini terdiri dari postural
drainage, perkusi dada, dan vibrasi. Melakukan perkusi dan fibrasi dada untuk
membantu mengembalikan fungsi paru-paru agar kembali normal dan mencegah
infeksi pada pasien yang bedrest/ tirah baring lama.
c. Tujuan
1. Mengembalikan dan memelihara fungsi optimal paru-paru (otot-otot pernafasan)
2. Membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan
sekret serta memperbaiki pergerakan dan aliran sekret
3. Mencegah infeksi dada pada klien bedrest lama
d. Indikasi
Direkomendasikan untuk pasien-pasien yang memproduksi sputum dengan jumlah
lebih dari 30 ml per hari atau menunjukkan bukti atelektasis dengan sinar X-dada.
e. Persiapan alat
1. Handuk
2. Masker oksigen jika perlu
3. Penghisap lendir
4. Kertas tissue
5. Sarung tangan

36
6. Suction
f. Prosedur tindakan
1. Mengucapkan salam
2. Menjelaskan maksud dan tujuan
3. Perawat mencuci tangan
4. Berikan posisi miring kiri/kanan, telentang atau telungkup
5. Tutup bagian dada yang akan diperkusi dengan handuk
6. Lakukan perkusi dada dengan tangan yang membentuk piala dimulai dari lobus
bawah kelobus atas
7. Angkat handuk dan letakkan tangan anda pada pasien, saat pasien
menghembuskan nafas dari paru-paru, lakukan tehnik vibrasi untuk melepaskan
secret dari paru-paru
8. Bantu pasien untuk mengeluarkan sputum dari paru-paru, anjurkan pasien untuk
batuk efektif
9. Evaluasi hasil fisioterapi dada dan catat hasilnya
10. Perawat mencuci tangan
11. Dokumentasi
12. Terminasi

5. Postural Drainage
a. Pengertian
Postural Drainage adalah pembersihan berdasarkan gravitasi secret jalan nafas dari
segmen bronkus khususnya.tindakan ini menggunakan posisi spesifik sekresi
mengalir dari bronkiolus yang terkena didalam bronki dan trakea dan
membuangnya dengan membatukkan atau pengisapan.
Karena pasien biasanya duduk dalam posisi duduk tegak, sekresi sepertinya akan
menumpuk pada bagian yang lebih rendah dari paru-paru. Jika tindakan ini
digunakan posisi pasien dibaringkan secara bergantian dalam posisi yang berbeda.
Sehingga gaya gravitasi membantu untuk mengalirkan sekresi dari jalan nafas
bronchial yang lebih kecil ke bronchi yang besar dan trakea.
Postural Drainage dilakukan 2 - 4 kali sehari, sebelum makan (untuk mencegah
mual dan muntah dan aspirasi) dan saat menjelang tidur.
b. Tujuan

37
Untuk mengurangi atau mencegah terjadi obstruksi bronkial yang disebabkan oleh
akumulasi sekresi.
c. Indikasi
Pasien dengan penumpukan sekresi di bagian yang lebih rendah dari paru-paru.
Untuk tujuan mencegah akumulasi sekret, Postural Drainage dapat dilakukan pada
pasien berikut :
1) Yang melakukan tirah baring yang lama, khususnya pada mereka yang tergolong
"high risk" yaitu pasien penyakit paru kronik, pasien pasca bedah yang
mengalami imobilisasi dan mereka yang telah dilakukan sayatan pada toraks dan
abdomen.
2) Yang sputumnya banyak, seperti bronkhoektasis atau fibrosis kistik
3) Yang merasakan sakit waktu nafas. Pada pasien yang batuknya tidak efektif
karena sakit.
Penepukan dan vibrasi pada kasus seperti ini tidak dilakukan.Untuk tujuan
mengeluarkan sekret, Postural Drainage dapat dilakukan pada pasien sebagai
berikut :
1) yang mengalami atelektasis akibat sumbatan sekret yang mengakibatkan kolaps
paru.
2) yang mengalami proses supurasi, dimana diperlukan drainage yang baik dan
cepat, seperti pada abses paru.
3) yang tidak sadar seperti misalnya karena dosis obat yang berlebih, tumor otak
atau koma.
4) pada mereka yang akan dilakukan pembedahan dimana pengeluaran sekret akan
memperbaiki faal paru, khususnya pada pasien penyakit paru dengan faal paru
yang sudah berkurang atau perokok berat
d. Persiapan pasien
1) Jelaskan prosedur pada pasien
2) Berikan posisi yang nyaman pada pasien
e. Persiapan alat
1) Sarung tangan sekali pakai
2) Wadah dengan ukurannya (kom)
3) Kertas tissue
4) Kantung kertas atau plastic

38
5) Air minum dan tempatnya ( teko )
6) Kursi (untuk drainage lobus atas)
7) Papan miring untuk menyangga badan
8) Tempat tidur rumah sakit dapat ditempatkan jika pasien tidak dapat beraktivitas
f. Prosedur tindakan
Untuk melakukan PD, tidak ada persiapan khusus dari pasien. Yang penting adalah
perlu diketahui lokasi kelainan pada paru serta keadaan umum pasien.
Untuk mengetahui dengan cepat perubahan klinik pasien yang mungkin terjadi
selama dilakukan PD maka sebaiknya kita yang mengerjakan PD berada di muka
pasien.
PD dilakukan dengan mengatur pasien pada posisi tertentu yaitu pada posisi supaya
terjadi pengeluaran (drainage) sputum yang cepat karena pengaruh gaya beratnya
disertai pengaruh perkusi dan vibrasi dada. Posisi pasien yang diharapkan terjadi
drainage sesuai dengan lokasi kelainan paru adalah sebagai berikut :
1) Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi untuk drainage kedua lobus
atas dari segmen apikal (Gambar 19).

Gb. 18 Kedua lobus atas -- segmen apikal


2) Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut untuk
drainage lobus atas kanan segmen anterior (Gambar 2), dan beberapa bantal
tanpa bantal bawah lutut untuk drainage lobus atas kiri segmen anterior (Gambar
3)

39
Gb.19 Lobus atas kanan - segmen anterior. Perhatikan : paha dalam
rotasi eksternal, bantal kecil di bawah lutut untuk menyangga
sendi-sendi dan agar enak

Gb.20 Lobus atas kiri - segmen anterior.

3) Tidur menelungkup pada bantal untuk drainage lobus atas segmen


posterior (Gambar 21A dan B, serta 22A dan B).

A B

Gb. 21 A. Lobus atas kanan – segmen posterior (dipandang dari


depan). B. Dipandang dari belakang.

40
Gb. 22 A. Lobus atas kiri -- segmen posterior. B. Lobus atas kiri
segmen posterior (posisi Lain)

4) Tidur pada sisi kiri dengan ¾ bagian badan tidur, untuk drainage lobus tengah
kanan dan lobus bawah kanan segmen anterior. Kepala lebih bawah dari bagian
tubuh lainnya (Gambar 23).

Gb. 23 Lobus tengah kanan. Perhatikan : klien ¾ bagian badan terlentang

5) Tidur pada sisi kanan dengan ¾ bagian badan tidur, untuk drainage lingula dan
lobus bawah kiri segmen anterior (Gambar 25). Letak kepala sama seperti No. 4.

Gb. 24-- Lingula (dipandang dari belakang)


6) Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut dengan letak
kepala seperti no. 4, untuk drainage kedua lobus bawah segmen anterior
(Gambar 26).

41
Gb. 25 Kedua lobus bawah - segmen anterior.

7) Tidur pada sisi kiri, letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah
kanan segmen lateral (Gambar 26).

Gb. 26 Lobus bawah kanan - segmen lateral


8) Tidur pada sisi kanan dengan letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage
lobus bawah kiri segmen lateral dan lobus bawah kanan segmen kardiak
(Gambar 27).

Gb.27 Lobus bawah kiri - semen lateral, dan lobus bawah kanan segmen kardiak
(medial)
9) Tidur menelungkup dengan satu bantal dibawah perut dengan letak kepala sama
seperti no. 4 (Gambar 28) atau beberapa bantal di bawah perut (Gambar 29)
untuk drainage kedua lobus bawah.

42
Gb. 28 Kedua lobus bawah - segmen posterior. Perhatikan bantal di bawah
perut dan lutut, kepala tanpa bantal

Gb. 29 Kedua lobus bawah - segmen posterior (dengan beberapa bantal atau
buku di bawah perut).
10) Tidur pada sisi kiri dengan ¾ bagian badan miring, letak kepala sama seperti no.
4, untuk drainage lobus bawah kanan segmen posterior (Gambar 30)

Gb. 30 Lobus bawah kanan - segmen posterior (posisi dimodifikasi untuk


penekanan khusus)

6. Perkusi
a. Pengertian
Perkusi dilakukan dengan membentuk mangkuk pada telapak tangan dan dengan
ringan ditepukan pada dinding dada dalam gerakan berirama di atas segmen paru
yang akan dialirkan (Smeltzer & Bare, 2002).
43
b. Tujuan
Membantu mengeluarkan mukus yang melekat pada bronkiolus dan bronki.
c. Indikasi
Pada pasien yang sulit mengeluarkan mukus/sekret
d. Kontra indikasi
1. Hindari perkusi diatas selang drainage dada, sternum, tulang belakang, ginjal,
limpah, atau payudara (pada wanita)
2. Perkusi dilakukan hati-hati pada lansia karena peningkatan osteoporosis dan
resiko fraktur iga.
3. Bila perkusi dilakukan dengan benar, tindakan ini tidak akan menyakiti pasien
atau menyebabkan kulit pasien menjadi teriritasi atau kemerahan seperti
ditampar akibat kontak langsung dengan kulit.
e. Persiapan
1. Jelaskan prosedur kepada pasien
2. Berikan posisi yang nyaman dan aman bagi pasien pada saat prosedur dilakukan.
3. Siapkan handuk untuk menutupi bagian tubuh pasien yang terbuka pada saat
perkusi atau anjurkan pasien untuk menggunakan kaos tipis sehingga tangan
anda tidak langsung menyentuh kulit pasien.
4. Pasien dianjurkan menggunakan pernafasan diafragmatik selama prosedur
perkusi dilakukan.
f. Prosedur tindakan
1. Mengatur posisi pasien pada posisi drainage
2. Posisikan tangan anda seperti ketika menampung cairan atau bedak kemudian
balikan atau membentuk mangkuk pada tangan.
3. Tepukkan tangan anda dengan ringan pada dinding dada pasien dalam gerakan
berirama di atas segmen paru yang akan dialirkan.
4. Keseluruhan lengkung tangan anda harus menyentuh dada pasien.
5. Tangan ditungkupkan selama kira-kira 1 menit pada setiap posisi.
6. Pergelangan tangan secara bergantian fleksi dan ekstensi sehingga dada dipukul
atau ditepuk dalam cara yang tidak menimbulkan nyeri.
7. Anjurkan klien untuk menggunakan pernafasan diafragmatik selama prosedur
untuk meningkatkan relaksasi.

44
8. Perkusi bergantian dengan vibrasi, dilakukan selama 3 sampai 5 menit untuk
setiap posisi.

7. Vibrasi
a. Pengertian
Adalah teknik memberikan kompresi dan getaran manual pada dinding dada selama
phase ekhalasi pernafasan.
b. Tujuan
Untuk meningkatkan verositas (pengeluaran) udara yang di ekpirasikan dari jalan
nafas yang kecil, dengan demikian akan membebaskan mucus
c. Indikasi
Pada pasien yang batuk dan sulit mengeluarkan secret

Gambar 31. Perkusi dan vibrasi dada


d. Persiapan alat
3. Sputum pot
4. Tissue
5. Underdug
e. Prosedur tindakan
1. Pergelangan tangan dan siku dijaga agar tetap kaku dan gerakan memvibrasi
dilakukan oleh otot-otot bahu
2. Setelah 3 - 4 kali vibrasi pasien didorong untuk batuk dengan menggunakan otot-
otot abdomen

45
8. Terapi Nebulizer
a. Pengertian
Nebulizer adalah :
1) Memberikan campuran zat aerosol dalam partikel udara dengan tekanan udara.
2) Alat yang menyemburkan medikasi atau agens pelembab, seperti agens
bronkodilator/mukolitik menjadi partikel mikroskopik dan mengirimkannya
kedalam paru-paru ketika pasien menghirup nafas.
3) Alat yang bertenaga udara dengan cara kompersor melalui selang penghubung

b. Tujuan
untuk memberikan obat melalui saluran pernafasan secara spontan kepada pasien
melalui alat nebulizer.
c. Persiapan
1. Alat dan obat
2. Nebulizer
3. Aquades
4. Obat-obatan yang diperlukan
5. NaCl 0.9%
6. Tissue
7. Handscoon
8. Sputum pot
9. Lingkungan : Bersih dan nyaman
10. Petugas/perawat : 1 orang
Gambar 32. Alat Nebulizer
a. Prosedur tindakan
1) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pengobatan khususnya pada pasien yang
menggunakan bronkodilator.
2) Jelaskan prosedur pada pasien. Atur posisi pasien senyaman mungkin paling
sering dalam posisi semifowler, jaga privasi.
3) Petugas mencuci tangan.

46
4) Nebulizes diisi obat (sesuai program pengobatan) dan cairan normal salin ± 4-6
ml.
5) Hidupkan nebulizer kemudian hubungkan nebulizer dan selangnya ke flow meter
oksigen dan set aliran pada 4 - 5 liter/menit, atau ke kompresor udara.
6) Instruksikan pasien untuk buang nafas.
7) Minta pasien untuk mengambil nafas dalam melalui mouth piece, tahan nafas
beberapa saat kemudian
8) Buang nafas melalui hidung.
9) Observasi pengembangan paru/dada pasien.
10) Minta pasien untuk bernafas perlahan-lahan dan dalam setelah seluruh obat
diuapkan.
11) Selesai tindakan, anjurkan pasien untuk batuk setelah tarik nafas dalam
beberapa kali (teknik batuk efektif).
12) Pasien dirapikan.
13) Alat dirapikan.
14) Petugas mencuci tangan.
15) Catat respon pasien dan tindakan yang telah dilakukan.

9. Perawatan Water Sealed Drainage (WSD)


a. Pengertian
Adalah suatu tindakan merawat luka dan selang WSD, agar alat tersebut tetap
bersih dan terawat dengan baik.
Mekanisme pernafasan normal bekerja atas prinsip tekanan negatif, yaitu tekanan
dalam rongga dada lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dapat
bergerak ke paru selama inspirasi. Jika dada dibuka, untuk alasan apa saja, akan
terjadi kehilangan tekanan negatif, yang dapat mengakibatkan kolaps paru.
Pemasangan selang dada bertujuan untuk memulihkan tekanan negatif dalam ruang
intrapleural. Tujuan ini dicapai dengan membuang akumulasi udara atau cairan
(misal; darah) dari dalam ruang pleural. Akumulasi tersebut biasanya diakibatkan
oleh trauma,penyakit pernafasan kronis, atau bedah toraks. Selang dada dipasang ke
dalam rongga torakik pasien dan dihubungkan pada sistem WSD.
b. Tujuan
1. Mencegah infeksi

47
2. Memberikan rasa nyaman pada pasien
3. Mencegah udara masuk kembali ke dalam ruang pleural ketika akumulasi udara
atau cairan dialirkan dari ruang pleural

Gambar 33. Tempat atau lokasi pemasangan WSD


c. Indikasi
Pada pasien yang terpasang WSD
d. Jenis Drainage
1. Sistem satu botol
Ujung selang drainage dari dada pasien dicelupkan dalam air, yang
memungkinkan drainage udara dan cairan dari ruang pleural tetapi tidak
memungkinkan udara untuk mengalir kembali ke dalam dada. Secara
fungsional, drainage hanya menggunakan gaya gravitasi untuk mendorong
drainase udara atau cairan dari ruang pleural dan pada mekanisme pernafasan.
Dengan ketinggian cairan dalam botol, maka menjadi lebih sulit bagi udara dan
cairan untuk keluar dari dada. Karenanya dapat ditambahkan pengisap. Sistem
satu botol biasanya digunakan untuk mengatasi Pneumotoraks (Smeltzer & Bare,
2002).

48
Gambar 34. Sistem satu botol
2. Sistem dua botol
Sistem dua botol terdiri atas bilik water-seal yang sama ditambah dengan satu
botol pengumpul cairan. Drainage mirip dengan unit tunggal, kecuali bahwa
ketika cairan pleura terkumpul, sistem seal dibawah air tidak terpengaruh oleh
volume drainage.
Drainage yang efektif tergantung pada gaya gravitasi atau pada jumlah isapan
yang ditambahkan kepada sistem. Ketika vakum (isapan) ditambahkan ke dalam
sistem dari sumber vakum, seperti pengisapan dinding, hubungan dibuat pada
batang vent dari botor underwater-seal. Jumlah isapan yang diterapkan pada
sistem diatur oleh diameter dinding (Smeltzer & Bare, 2002).
Botol pertama digunakan sebagai penampung cairan dan udara dan botol kedua
digunakan untuk mengatasi hemotoraks (darah), hemopneumotoraks (darah dan
udara), dan efusi pleural (cairan serosa)

Gambar 35. Sistem dua botol


3. Sistem tiga botol
Sistem tiga botol hampir sama dalam senua aspek dengan sistem dua botol,
kecuali untuk tambahan botol ketiga untuk mengontrol jumlah isapan yang
49
diberikan. Jumlah isapan ditentukan oleh kedalaman sampai mana ujung tabung
kaca vent dicelupkan. (Sebagai contoh, pencelupan sampai 10 cm dibawah
permukaan air akan sama dengan 10 cm isapan air yang diterpakan pada pasien).
Pada sistem tiga botol (seperti juga pada dua sistem lainnya), drainage
tergantung pada gaya gravitasi atau jumlah isapan yang diberikan. Jumlah isapan
pada sistem ini dikendalikan oleh botol manometer. Motor pengisap mekanis
atau pengisap pada dinding menciptakan dan mempertahankan tekanan negatif di
seluruh tekana drainage tertutup.
Botol ketiga mengatur jumlah vakum dalam sistem. Hal ini tergantung pada
kedalaman sampai mana selang dicelupkan. Kedalaman yang lazim adalah 20
cm.
Bila vakum dalam sistem menjadi lebih besar dari kedalaman dimana selang
dicelupkan, udara luar kana terisap ke dalam sistem. Hal ini mengakibatkan
penggembungan konstan dalam botol manometer (atau pengatur tekanan), yang
menunjukkan bahwa sistem berfungsi dengan baik.
Catatan: bila vakum dinding dimatikan, sistem drainage harus terbuka ke
atmosfer sehingga udara intrapleural dapat keluar dari sistem. Hal ini dapat
dilakukan dengan melepaskan selang dari lubang pengisap ke vent yang tersedia
(Smeltzer & Bare, 2002).
Fungsi dua botol pertama adalah sama seperti pada sistem drainase dua botol,
dan botol ketiga dihubungkan pada alat pengotrol suction. Sistem ini dapat
digunakan untuk kondisi-kondisi seperti yang disebutkan di atas.

Gambar 36. Sistem tiga botol


e. Persiapan alat
1. Botol steril
2. Selang steril
3. Pinset anatomis

50
4. Pincet sirurgis
5. Klem
6. Gunting heating
7. NaCl 0,9 %, atau aquadest
8. Betadine
9. Alcohol 70%
10. Kapas
11. Kassa
12. Gunting verban
13. Plester
14. Neirrbekken
15. Handscoon
16. Bensin
f. Prosedur tindakan
1. Mengucapkan salam (assalammualaikum bagi muslim/salama pagi non
muslim)
2. Pasien diberitahu tentang maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
3. Jaga privasi pasien
4. Atur posisi yang menyenangkan pasien
5. Perawat mencuci tangan
6. Pasang handscoon
7. Buka plester dengan solf bensin mulai yang tengah (fiksasi) lalu yang atas
dan terakhir yang bawah
8. Bersihkan luka sekitar selang dengan kapas dengan betadin dari arah dalam
kearah luar, ulangi 2 - 3 kali.
9. Siapkan kassa steril 3 lembar, belah ditengah 3 - 4 cm. beri salep kemitidine
ditengahnya, lalu tutupkan keluka dengan posisi belahan menghadap keatas,
pasang plester
10. Pasang klem pada selang
11. Buka klem dibagian sambungan, bersihkan konektor dengan alcohol, ganti
konektor bila perlu
12. Ganti botol lama dengan botol baru yang berisi NaCl 0,9 % 200ml atau
aquadest 200 ml + 10 ml betadine

51
13. Perhatikan apakah sambungan sudah tertutup rapat
14. Buka klem, apakah undulasi ada atau tidak
15. Catat jumlah dan karakteristik cairan yang keluar jika ada
16. Rapikan pakaian pasien
17. Bereskan alat-alat
18. Perawat mencuci tangan
19. Dokumentasi
20. Terminasi

B. Prosedur pada System musculoskeletal


1. Pemasangan Bidai
a. Pengertian
Pembidaian adalah teknik yang digunakan untuk mengimmobilisasi atau
menstabilkan ekstremitas yang cedera. Imobilisasi menurunkan nyeri, bengkak,
spasme otot, perdarahan jaringan dan resiko emboli lemak. Imobolisasi juga
dapat mencegah fraktur tertutup menjadi fraktur terbuka.
b. Indikasi
Pembidaian diindikasikan jika ada trauma pada ekstremitas yang ditandai dengan
bukti deformitas, krepitasi, edema, ekimosis, nyeri signifikan atau cedera
jaringan lunak terbuka, objek yang tertancap atau penurunan neurovascular
c. Tujuan
1) Mencegah gerakan tulang yang patah
2) Mengurangi rasa nyeri
3) Mencegah lebih lanjut jaringan sekitar
4) Mengistirahatkan daerah patah tulang
5) Mengurangi perdarahan
d. Persiapan alat
1) Bidai
Bahan pembidaian yang tepat untuk cedera. Berikut adalah empat kategori
umum bidai.
a) Bidai tidak kaku dan halus: bantal, selimut, kain mitela, kain gendong dan
kain selendang.

52
b) Bidai semi kaku dan sangat kaku: aluminium, papan kayu, plastic yang
dapat dilengkungkan, plaster, serat kaca dan bidai vakum.
c) Bidai yang dapat dikembangkan dengan udara: bidai udara dan garmen
antisyok pneumatic (PSAG).
d) Bidai traksi: bidai hare, sager dan Thomas.
e) Peralatan lain mungkin mencakup plester, bahan bantalan, dan perban
elastic (balutan Ace)
2) Bantalan
Sebagai bantalan biasa digunakan kapas atau jika tidak tersedia kapas.
3) Pembalut
Pembalut yang digunakan adalah pembalut gulung.
4) Sling
Adalah suatu pembalut yang tergantung dari leher untuk menggantungkan
lengan yang mengalami patah tulang.
5) Swathe
Adalah pita yang digunakan lebih lanjut untuk mengimmobilisasi suatu
patah tulang yang sudah dibidai. Pembalut segitiga sering digunakan sebagai
pembalut swathe. Penggunaan swathe ditempatkan di bagian atas dan/ di
bawah patah tulang (tidak tepat pada area patah tulangnya).
e. Prosedur pelaksanaan
1. Tindakan keperawatan awal
a) Bila pasien sadar, jelaskan prosedur kepada pasien.
b) Pakai sarung tangan.
c) Siapkan pasien untuk pembidaian dengan melepaskan pakaian tempat
cedera, balut luka yang terbuka, lepaskan perhiasan, dan lengkapi
pengkajian neurovascular dasar (nadi distal dan proksimal, warna, suhu,
gerakan, sensasi dan CRT).
d) Bila ada perdarahan lakukan control perdarahan terlebih dahulu dengan
balut tekan periksa bagian-bagian yang diduga patah tulang. Tutup luka
terbuka dengan kasa steril yang dibasahi dengan NaCl 0,9%.
e) Gunakan bantalan di atas penonjolan tulang.
f) Pasanglah bidai pada tempatnya.

53
g) Untuk selain sendi, imobilisasikan area cedera bersamaan dengan sendi
di atas dan di bawah tempat tersebut.
h) Bidai sendi dengan posisi seperti saat ditemukan, kecuali nadi distal
berkurang atau tidak ada. Jika nadi tidak teraba, pasang traksi kontinu
dan lembut sepanjang aksis panjang ekstremitas, bagian distal cedera,
sampai nadi dapat dipalpasi.
i) Bidai tidak boleh terlalu ketat sampai konstriktif.
j) Bidai harus meliputi kedua sendi dari tulang yang patah.
k) Periksa status neurovascular sebelum dan sesudah pembidaian.

Gambar 121. Cara memasang bidai pada tungkai dan sendi

54
Gambar 122. Cara memasukkan lengan bawah yang cedera ke dalam sling darurat
b. Pemasangan bidai khusus
Bidai tungkai pendek posterior (pergelangan kaki)
1) Ukur (dari jari kaki sampai bawah lutut) dan potong gulungan dengan
lebar 4 atau 6 inci
2) Posisikan kaki pada sudut 90 derajat terhadap tungkai
3) Pasang gulungan secara posterior, lipat plester ke arah belakang pada
jari kaki
4) Lekuk ke dalam pada area tumit. Fiksasi lipatan tersebut dengan
perban plastic
5) Lebarkan plester tersebut ke belakang di bawah lutut, fiksasi plester
dengan perban elastic dan posisikan serta pegang kaki pada sudut 90
derajat derajat terhadap tungkai sampai plester terbentuk

Gambar 123. Pemasangan bidai pada pergelangan kaki

Bidai lekukan ulnar

55
1) Potong gulungan 3 atau 4 inci dengan mengukur dari ujung jari sampai
tepat di bawah siku
2) Lipat gulungan untuk membentuk lekukan yang diinginkan dan pasang
penutup pada telapak tangan (gbr. P28-4)
3) Beri bantalan di bagian jari. Posisikan tangan dengan jari pada “posisi
fungsi” dengan fleksi 50 derajat pada sendi metakarfalang, fleksi 15
sampai 20 derajat pada sendi interfalang dan pergelangan tangan pada
posisi netral

Gambar 124. Pemasangan bidai pada ulnar


Bidai sugar tong
1) Lengan bawah: ukur dari buku jari sampai pada siku yang fleksi dan
mengelilingi bagian belakang tangan pada lipatan mid palemar.
2) Humerus: ukur dari prosesus akromion ke bawah humerus, mengelilingi
siku dan sampai aksila
3) Dengan menggunakan gulungan yang lebarnya 3 atau 4 inci, pasang bidai
dengan fleksi siku 90 derajat dan fiksasi bidai dengan perban elastis.

Gambar 125. Bidai pada lengan bawah


2. Managemenet Nyeri (Relaksasi Progresif)

56
1. Perlengkapan
a. Naskah relaksasi yang dapat dibaca oleh pasien sampai pasien mempelajari
teknik tersebut
b. Kaset dan radio (pilihan). Radio dapat digunakan untuk memutar kaset yang
berisi cara relaksasi atau memutar musik pengiring.
2. Persiapan
Pastikan bahwa lingkungan tenang, damai, dan memiliki suhu yang memberikan
kenyamanan pada pasien.
3. Pelaksanaan
a. Beritahu pasien bagaimana cara kerja relaksasi progresif
1) Berikan rasional dan prosedur
2) Minta pasien untuk mengidentifikasi stresor yang ada dalam kehidupan
pasien dan reaksi terhadap stresor tersebut
3) Demonstrasikan metode menegangkan dan mengendurkan otot
b. Cuci tangan dan mengobservasi pengendalian infeksi lain yang sesuai
c. Berikan privasi pasien
d. Bantu pasien ke posisi yang nyaman
1) Pastikan seluruh tubuh disangga dan sendi agak fleksi tanpa ada tekanan
atau tarikan pada otot (misal: tangan dan kaki tidak boleh bersilangan)
e. Beri support pada pasien untuk mengistirahatkan pikiran
1) Minta pasien untuk memandang sekeliling ruangan secara perlahan
(missal: seluruh atap, dinding-dinding, sekitar gorden jendela, pola kain
gorden, dan pola kertas dinding).
f. Minta pasien untuk menegangkan dan kemudian merelaksasi setiap kelompok
otot dimulai dari sisi yang dominan:
1) Lakukan pada setiap kelompok otot dengan urutan sebagai berikut, dimulai
dari sisi yang dominan:
a) Tangan dan lengan bawah
b) Lengan atas
c) Dahi
d) Wajah tengah
e) Wajah bawah dan rahang
f) Leher

57
g) Dada, bahu dan punggung atas
h) Abdomen
i) Paha
j) Otot betis
k) Kaki
2) Dorong pasien untuk bernapas perlahan dan dalam selama pelaksanaan
prosedur
3) Dorong pasien untuk berfokus pada setiap kelompok otot yang sedang
mengalami peregangan dan relaksasi.
4) Bicara dengan suara tenang yang mendorong relaksasi dan memimpin
pasien untuk berfokus pada setiap kelompok otot
g. Minta pasien untuk menyebutkan apabila masih ada otot yang tegang setelah
semua kelompok otot telah ditegangkan dan direlaksasikan
1) Ulangi prosedur untuk kelompok otot yang tidak rileks
h. Akhiri latihan relaksasi secara perlahan dengan menghitung mundur dari 4
hingga 1
1) Minta pasien untuk menggerakkan badan secara perlahan: pertama tangan
dan kaki, kemudian lengan dan tungkai dan terakhir kepala dan leher
i. Dokumentasikan respons pasien terhadap latihan.

3. Range of Motion (ROM)


a. Pengertian
Latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
b. Tujuan
Mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot
c. Indikasi
Pasien dengan keterbatasan rentang pergerakan sendi.
d. Proses keperawatan
1) Pengkajian

58
a) Anamnese: Kemampuan fisik, toleransi terhadap latihan, pertimbangkan
terhadap adanya indikasi, dan kemampuan memahami instruksi.
a) Inspeksi: kondisi umum pasien, respon verbal dan non verbal, dan tingkat
kesadaran.
b) Perkusi: refleks otot dan sendi-sendi ektremitas.
c) Beberapa aspek kesehatan lain yang dapat memberi dampak bagi proses
kesehatan pasien.
2) Diagnosa keperawatan
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleran aktivitas dan penurunan
massa otot( Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014,hal 304 )
3) Perencanaan
a. Kaji kondisi pasien, tingkat kesadaran dan toleransi terhadap tindakan.
b. Review catatan perawat tentang kemampuan pasien untuk latihan.
c. Catat dan awasi vital sign pasien (nadi, pernafasan, tekanan darah dan
suhu tubuh).
d. Siapkan pasien untuk latihan rentang gerak sendi.

4) Prosedur ROM
a) Pada Leher, Spina Servikal (pivotal/putar)
1) Fleksi: menggerakkan dagu menempel ke dada (450).
2) Ekstensi: mengembalikan kepala ke posisi tegak (450).
3) Hiperekstensi: menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin (100).

Gambar 37. Hiperekstensi leher

4) Fleksi lateral: memiringkan kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu


(40-450).
59
Gambar 38. Fleksi lateral leher

5) Rotasi: memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler (1800).

Gambar: 39. Rotasi leher

b) Bahu (ball and socket)


1) Fleksi: menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di
atas kepala (1800).
2) Ekstensi: mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh (1800).
3) Hiperekstensi: menggerakkan lengan ke belakang tubuh, siku tetap lurus
(45-600).

60
Gambar 40. Hiperekstensi bahu

4) Abduksi: menaikkan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan


telapak tangan jauh dari atas kepala (1800).
5) Adduksi: menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh
mungkin (3200).

Gambar 41 Abduksi dan adduksi lengan

6) Rotasi dalam: dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan


lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang (900).
7) Rotasi luar: dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari
ke atas dan samping kepala (900).

61
Gambar 42. Rotasi luar siku
8) Sirkumduksi: menggerakkan lengan dengan lingkaran penuh
(sirkumduksi adalah kombinasi semua gerakan sendi ball-and-socked)
(3600).

Gambar 43. Sirkumduksi lengan


c) Siku (tipe sendi: Hinge)
1) Fleksi: menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke depan sendi
bahu dan tangan sejajar bahu (1500).
2) Ekstensi: meluruskan siku dengan menurunkan tangan (1500).

Gambar 44. Fleksi dan ekstensi siku


d) Lengan bawah (Tipe sendi pivotal/putar)
1) Supinasi: memutar lengan bawah dan tangan sehingg telapak tangan
menghadap ke atas (70-900).
2) Pronasi: memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke
bawah (70-900).
62
Gambar 45. Supinasi dan pronasi lengan bawah
e) Pergelangan tangan (Tipe sendi kondoloid).
1) Fleksi: menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan
bawah (80-900).
2) Ekstensi: menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan, dan lengan
bawah berada dalam arah yang sama (80-900).

Gambar 46. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan


3) Hiperekstensi: membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh
mungkin (89-900).
4) Abduksi(fleksi radial): menekuk pergelangan tangan miring (medial) ke
ibu jari (sampai 300)
5) Adduksi(fleksi ulnar): menekuk pergelangan miring (lateral) ke arah
lima jari (30-500).

63
Gambar 47. abduksi dan adduksi pergelangan tangan
f) Jari-jari tangan (Tipe sendi: Condyloid hinge)
1) Ekstensi: membuat genggaman (900).
2) Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan (900)

Gambar 48. Ekstensi jari-jari tangan

3) Hiperekstensi: menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh


mungkin (30-600).

Gambar 49. Hiperekstensi jari-jari tangan


4) Abduksi: merenggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain
(300).
5) Adduksi: merapatkan kembali jari-jari tangan (300).

Gambar 50. Adduksi jari-jari tangan


g) Ibu Jari (tipe sendi: Pelana)
1) Fleksi: menggerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan
(900).
2) Ekstensi: menggerakkan ibi jari lurus menjauh dari tangan (900).
3) Abduksi: menjauhkan ibu jari ke samping (biasa dilakukan ketika jari-
jari tangan berada abduksi dan adduksi) (300).
4) Adduksi: menggerakkan ibu jari ke depan tangan (300).
64
5) Oposisi: menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan
yang sama (300).

Gambar 51. Rentang gerak ibu jari

h) Pinggul (Tipe sendi: Ball and socket)


1) Fleksi: menggerakkan tungkai ke depan dan atas (90-1200)
2) Ekstensi: menggerakkan kembali ke samping tungkai yang lain (90-
1200).

Gambar 52. Rentang gerak pinggul dan tungkai


3) Hiperekstensi; menggerakkan tungkai ke belakang tubuh (30-500).

Gambar 53. Ekstensi tungkai


4) Abduksi: menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh (30-500).
5) Adduksi: menggerakkan tungkai kembali ke posisi medial dan
melebihi jika mungkin (30-500).
6) Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain (900).

65
Gambar 54. Rotasi dalam
7) Rotasi luar memutar kaki dan tungkai menjauh dari tungkai lainnya.

Gambar 55. rotasi luar


8) Sirkumduksi: Menggerakkan tungkai melingkar.

Gambar 56. Sirkumduksi tungkai


i) Lutut (Tipe sendi: Hinge)
1) Fleksi: menggerakkan tumit ke arah belakang paha (120-1300).
2) Ekstensi: mengembalikan tungkai ke lantai (120-1300).

66
Gambar 57. Fleksi dan ekstensi lutut

j) Mata kaki (Tipe sendi: Hinge)


1) Dorsifleksi: menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas
(20-300).
2) Plantarfleksi: menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
bawah (45-500).

Gambar 58. Rentang gerak mata kaki

k) Kaki (Tipe sendi: Gliding)


1) Inversi: memutar telapak kaki ke samping dalam (medial) (100 atau
kurang)
2) Eversi: memutar telapak kaki ke samping luar (lateral) (100 atau
kurang).

67
Gambar 59. Inversi dan eversi kaki

l) Jari-jari kaki (Tipe sendi: condyloid)


1) Fleksi: melengkungkan jari-jari kaki ke bawah (30-60).
2) Ekstensi: meluruskan jar-jari kaki (30-60).

Gambar 60. Fleksi dan ekstensi jari- jari kaki


3) Abduksi: merenggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain (15 atau
kurang)
4) Adduksi: merapatkan kembali bersama-sama (15 atau kurang)

Gambar 61. Abduksi dan adduksi jari-jari kaki

C. Prosedure tindakan pada system intergumen


1. Skin test:
a. Pengertian
68
Suatu tindakan dilakukan untuk mengetahui reaksi obat terhadap tubuh pasien atau
mengetahui hypersensitivits terhadap obat tertentu.
b. Tujuan
1) Untuk mengetahui hypersensitivitas terhadap obat.
c. Indikasi
2) Pasien yang akan diberikan obat tertentu. (Seperti: ATS, Antibiotika)
3) Pasien yang mengalami hypersensitive terhadap obat
d. Alat dan bahan
1) Sarung tangan
2) Spuit 2 ml
3) Obat yang akan diberikan (seperti; ATS, Amoxillin, dll)
4) Aquabidest
5) Kapas alcohol
6) Pulpen
d. Prosedur
1) Beri salam (assalammualaikum/selamat pagi,siang,malam)
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
4) Mencuci tangan
5) Gunakan sarung tangan
6) Ambil obat yang akan ditest menggunakan spuit dan encerkan dengan
aquadest steril
7) Oleskan kapas alcohol pada kulit tunggu kering, lalu lalukan skin test dan beri
lingkaran pada area injeksi.
8) Setelah 5 – 10 menit nilai reaksi obat terhadap pasien apakah ada kemerahan,
gatal-gatal atau tanda-tanda alergi lainya.
9) Bila tidak ada tanda tersebut diatas berarti obat ini boleh diberikan pada
pasien.
10) Terminasi dengan pasien
11) Cuci tangan dan rapikan alat
12) Dokumentasikan
2. Perawatan luka
a. Pengertian

69
Suatu tindakan yang dilakukan menggantikan verban luka untuk mencegah
terjadinya infeksi
b. Tujuan:
1) Mencegah infeksi pada luka
2)Menjaga rasa aman dan nyaman pasien
c. Indiksi
1) Post operasi 3 hari
2) Keadaan verban kotor/berdarah
d. Alat dan bahan:
1) Kassa steril pada tempatnya
2) Kom kecil 2 buah
3) Piset cirrughis 2 buah
4) Pinset anatomis 2 buah
5) Gunting Jaringan
6) Gunting verban
7) Sarung tangan on steril pada tempatnya
8) Sarung tangan steril
9) Na Cl 0,9%
10) Obat seperti (Zalf, Daryantule, atau obat sesuai dengan rencana medis)
11) Plaster
12) Kapas lidi
13) Solf Bensin/minyak kayu putih
14) Dug bolong bila perlu
15) Bengkok
16) Perlak
e. Prosedur:
1) Mengucapkan salam (“Assalammualaikum bagi muslim/salama pagi non
muslim”)
2) Menjelaskan tujuan dan kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan
3) Menjaga privasi pasien dengan menutup gordyn dan tutup pintu kamar
4) Dekatkan alat-alat dengan pasien
5) Mencuci tangan
6) Mengunakan sarung tangan

70
7) Mengatutur posisi pasien
8) Memasang perlak disisi bawah luka
9) Mendekatkan bengkok
10) Membuka veban lama dengan menggunakan pinset cirrughis
11) Gunakan sarung tangan steril
11) Ambil kasa steril yang telah dibashi dengan NaCl 0,9% dan peras sampai
kering.
12) Membersihkan luka dari arah yang jauh ke area dekat satu arah
13) Bila luka lebar dari mulai dari tengah kearah luar melingkar menuju arah luar
14) Ulangi sampai luka bersih
15) Berikan obat/zalf antibiotic/daryantulle pada luka
16) Tutup luka dengan kassa steril minimal 3 lapis
17) Fiksasi dengan plaster
18) Baca Alhamdulillah
19) Rapikan pasien dan bersihkan alat
20) Terminasi
21) Cuci Tangan
22) Dukumentasi tentang (keadaan luka, panjang, lebar, jahitan dll)
3. Verban elastic (Baca mudul KMB II)
D. Prosedur pada System Cardiovaskuler

1. Pemasangan EKG
a. Pendahuluan
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari aktivitas listrik jantung.
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman
listrik jantung. Kegiatan listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam
melalui elektrode-elektroda yang dipasang pada permukaan tubuh.
b. Pengertian
Alat yang dipasang untuk mengetahui adanya kelainan irama jantung
c. Tujuan
Untuk mengetahui adanya kelainan jantung serta untuk menilai fungsi pacu
jantung.
b. Indikasi

71
Pasien yang mengalami kelainan/gangguan irama jantung (disritmia), hipertrofi
atrium danventrikel, iskemia/infark otot jntung, perikarditis, efek beberapa obat-
obatan terutama digitalis dan aritmia, dan kelainan elektrolit yang juga dapat
menyebabkan kelainan EKG.
Sebelum sampai dengan interpretasi EKG, berikut akan di bahas dulu mengenai:
2. Sandapan EKG
Untuk memperoleh rekaman EKG, dipasang elektrode-elektroda di kulit pada
tempat-tempat tertentu. Lokasi penempatan elektrode ini penting, karena
penempatan yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda.
a. Sandapan Bipolar
Dinamakan sandapan bipolar karena sandapan ini hanya merekam
perbedaan potensial dari 2 elektroda, sandapan ini ditandai dengan
angka romawi I,II, dan III.
1) Sandapan I
Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan
kiri (LA), dimana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri
bermuatan (+).
2) Sandapan II
Merekam beda potensial anatara tangan kanan (RA) dengan kaki
kiri (F), dimana tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri
bermuatan (+).
3) Sandapan III
Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri
(LF), dimana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+).
Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga
sama sisi (segitiga EINTHOVEN).

72
Gambar 62. Sandapan baku bipolar

b. Sandapan Unipolar
Sandapan unipolar terdiri dari 2, yaitu: sandapan unipolar ekstremitas
dan sandapan unipolar prekordial.
1) Sandapan unipolar ekstremitas
Merekam beda potensial listrik pada satu ekstremitas, elektroda
eksplorasi diletakkan pada ekstremitas yang akan diukur. Gabungan
elektroda pada ekstremitas lain membentuk elektroda indiferen
(potensial 0).
1.1) Sandapan aVR

73
Merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), dimana
tangan kanan bermuatan (+), tangan kiri dan kaki kiri
membentuk elektrode indeferen.
1.2) Sandapan aVL
Merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), dimana
tangan kiri bermuatan (+), tangan kanan dan kaki kiri
membentuk elektrode indeferen.
1.3) Sandapan aVF
Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), dimana kaki
kiri bermuatan (+), tangan kanan dan tangan kiri
membentuk elektrode indeferen.

Gambar 63. Sandapan unipolar ekstremitas


2) Sandapan unipolar prekordial
Merekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan elektrode
eksplorasi yang ditempatkan di beberapa tempat pada dinding dada.
Elektrode indeferen diperoleh dengan menggabungkan ketiga
elektrode ekstremitas. Sadapan tersebut adalah V1 = ruang
interkostal IV garis sternal kanan,V2= ruang interkostal IV garis
sternal kiri, V3= Pertengahan antara V2 dan V4, V4 = ruang
interkostal V garis midklavikula kiri, V5 = sejajar V4 garis aksila
depan, V6= sejajar V4 garis aksila tengah
Umumnya perekaman EKG lengkap dibuat 12 sandapan (lead),
akan tetapi pada keadaan tertentu perekaman dibuat sampai V7,
V8,V9, atau V3R, V4R.

74
Gambar 64. sandapan unipolar prekordial
3. Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan vertikal
dengan jarak 1 mm. Garis yang lebih tebal terdapat pada setiap 5 mm. Garis
horizontal menggambarkan waktu dimana 1 mm = 0,04 detik; → 5 mm = 0,20
detik. Garis vertikal menggambarkan voltase dimana 1 mm = 0,1 milliVolt (mV);
→ 10 mm = 1 millivolt.
Pada praktek sehari-hari perekaman dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik.
Kalibrasi yang biasa dilakukan adalah 1 millivolt yang menghasilkan defleksi
setinggi 10 mm. Pada keadaan tertentu kalibrasi dapat diperbesar yang akan
menghasilkan defleksi setinggi 5 mm. Hal ini harus dicatat pada kertas hasil
rekaman, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang salah bagi pembacanya.

Gambar 65. Kertas EKG


4. Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel.
Proses listrik ini terjadi dari:
a. Depolarisasi atrium
b. Sepolarisasi atrium
c. Depolarisasi ventrikel
75
d. Repolarisasi ventrikel
sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal
memperlihatkan 3 proses listrik yaitu; depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel
dan repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium umumnya tidak terlihat pada
EKG karena disamping intensitasnya kecil juga sepolarisasi atrium waktunya
bersamaan dengan depolarisasi ventrikel yang mempunyai intensitas yang jauh
lebih besar.

Gambar 66. Gambaran EKG Normal


Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P, Q, R, S dan T serta kadang–kadang
terlihat gelombang U. Selain itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG.
a) Gelombang P
Merupakan gambaran proses depolarisasi atrium.
Nilai normal : - Lebar ≤ 0,12 detik
- Tinggi ≤ 0,3 mV
- Selalu (+) di Lead II
- Selalu (-) di Lead aVR

Gambar 67. Gelombang P


b) Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel
Nilai normal : - Lebar 0,06 – 0,12 detik
- Tinggi tergantung sandapan Lead
Gelombang QRS terdiri dari gelombang Q, R dan S.
Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama pada gelombang QRS.
76
Nilai gelombang Q adalah: - Lebar < 0,04 detik
- Dalamnya < 1/3 tinggi R
Gelombang Q abnormal disebut gelombang Q pathologis.
Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS.
Umumnya gelombang QRS positif di L I, L II, V5 dan V6. Di Lead
aVR, V1 dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada sama sekali.
Gelombang S adalah defleksi negatif setelah gelombang R. Di Lead
aVR, V1, dan V2, gelombang S terlihat lebih dalam, di Lead V4,
V5 dan V6 semakin berkurang dalamnya.

Gambar 68. Gelombang QRS


c) Gelombang T
Merupakan gambaran proses sepolarisasi ventrikel. Umumnya
gelombang T positif, di hampir semua Lead kecuali di aVR.
Nilai normal : - < 1 mV di Lead dada
- < 0,5 mV di Lead ekstremitas
- Minimal ada 0,1 mV

Gambar 69. Gelombang T


d) Gelombang U
Gelombang U adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum
gelombang P berikutnya.
Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun di
duga timbul akibat repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikuler.

e) Interval PR
77
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan
gelombang QRS. Nilai normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik. Ini
merupakan waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi atrium dan
jalannya impuls melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi
ventrikel. Interval PR biasanya untuk melihat kelainan sistem konduksi.

Gambar 70. Interval PR


f) Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan
gelombang T. Segmen ini normalnya isoelektris, tetapi pada lead
prekordial dapat bervariasi dari -0,5 sampai +0,2 mm. Segmen ST yang
naik di atas garis isoelektris disebut ST elevasi dan yang turun di bawah
garis isoelektri disebut ST depresi.

Gambar 71. Segmen ST


5. Cara Menilai EKG Strip

Gambar 72. EKG 1 Beat


78
a. Tentukan iramanya teratur atau tidak, dengan cara melihat jarak
antara QRS satu dengan QRS yang lain jaraknya sama atau tidak.

b. Tentukan frekuensi jantung (Heart Rate)


Menghitung frekuensi jantung (HR) melalui gambaran EKG dapat
dilakukan dengan 3 cara:
1) 300 ____
Jumlah kotak besar antara R – R’
2) 1500 ___
Jumlah kotak kecil antara R – R’
3) Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS
dalam 6 detik tersebut kemudian dikalikan dengan 10 atau ambil
dalam 12 detik dan kalikan dengan 5.
c. Tentukan gelombang P normal atau tidak, juga lihat apakah setiap
gelombang P selalu diikuti gelombang QRS? (P : QRS)?
d. Tentukan interval PR normal atau tidak?
e. Tentukan gelombang QRS normal atau tidak?

Irama EKG yang normal impuls (sumber listrik)nya berasal dari Nodus
SA, maka iramanya disebut dengan irama sinus (Sinus Rhythm).
Kriteria irama sinus normal adalah:
1) irama : teratur
2) frekuensi jantung (heart rate) : 60 - 100 kali/menit
3) gelombang P : normal, setiap gelombang P selalu diikuti
gelombang
QRS, T
4) interval PR : normal (0,12 - 0,20 detik)
5) gelombang QRS : normal (0,06 - 0,12 detik)
Irama yang tidak mempunyai kriteria tersebut diatas disebut ARITMIA
atau DISTRITMIA.
Aritmia terdiri dari aritmia yang disebabkan oleh terganggunya
pembentukan impuls atau aritmia dapat terjadi juga dikarenakan oleh
gangguan penghantaran impuls.

79
Beberapa contoh gambaran aritmia yang disebabkan oleh
terganggunya pembentukan impuls.
1. Takhikardi Sinus (ST)
Kriteria :
- Irama : teratur
- Frekuensi (HR) : > 100 – 150 x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gel. P selalu diikuti gel. QRS
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 73. Takikardi sinus

2. Bradikardi Sinus (SB)


Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi (HR) : < 60 x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gel. P selalu diikutigel. QRS
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 74. Bradikardi sinus


3. Aritmia Sinus
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi (HR) : Biasanya antara 60 – 100 x/menit
80
- Gelombang P : Normal, setiap gel. P selalu diikutigel. QRS
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 75. Aritmia Sinus


4. Sinus Arrest
Kriteria :
- Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gelombang P, QRS dan T
- Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
- Frekuensi (HR) : Biasanya < 60 x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gel. P selalu diikutigel. QRS
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
Hilangnya gel. P, QRS, T tidak menyebabkan kelipatan jarak antara R –
R’.

Gambar 76. Sinus Arrest

5. Ekstrasistol Atrial (AES/PAB/PAC)


Kriteria :
Ekstrasistol selalu mengikuti irama dasar
- Irama : Tidak teratur, karenaada gel. Yang timbul lebih
dini
- Frekuensi (HR) : tergantung irama dasarnya
81
- Gelombang P : Bentuknya berbeda dari gel P irama dasar
- Interval PR : biasanya normal, bisa juga memendek
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 77. Ekstrasistol Atrial


6. Takhikardi Supraventrikel (SVT)
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi (HR) : 150 - 250 x/menit
- Gelombang P : Sukar karena bersatu dengan gel T. Kadang
gel. P terlihat kecil
- Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 78. Takikardi Supra Ventrikel


7. Flutter Atrial (AFL)
Kriteria :
- Irama : Biasanya teratur bisa juga tidak
- Frekuensi (HR) : Bervariasi
- Gelombang P : Bentuknya seperti gigi gergaji, diman gel P
timbulnya teratur dan dapat dihitung, P : QRS = 2 : 1, 3 : 1 atau 4 : 1
- Interval PR : Tidak dapat dihitung
- Gelombang QRS : Normal

82
8. Fibrilasi Atrial (AF)
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi (HR) : Bervariasi
- Gelombang P : tidak dapat diidentifikasi
- Interval PR : tidak dapat di hitung
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 79. Fibrilasi Atrial


9. Irama Junctional (JR)
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi (HR) : 40 - 60 x/menit
- Gelombang P : terbalik di depan di belakang atau menghilang
- Interval PR : Kurang dari 0,12 detik atau tidak ada
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 80. Irama Junctional


10. Ekstrasistol Junctional (JES)
Kriteria :
83
- Irama : Tidak teratur, karena ada gelombang yang
timbul lebih dini
- Frekuensi (HR) : tergantung irama dasarnya
- Gelombang P : Tidak normal, sesuai dengan letak asal impuls
- Interval PR : Memendek atau tidak ada
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 81. Ekstrasistol Junctional (JES)

11. Takhikardi Junctional (JT)


Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi (HR) : > 100 x/menit
- Gelombang P : Terbalik di depan, belakang atau menghilang
- Interval PR : < 0,12 detik atau tidak ada
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 82. Takhikardi Junctional (JT)


12. Irama Idioventrikuler (IVR)
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi (HR) : 20 - 40 x/menit
- Gelombang P : Tidak terlihat
84
- Interval PR : Tidak ada
- Gelombang QRS : > 0,12 detik

Gambar 83. Irama Idioventrikuler


13. Ekstrasistol ventrikel (VES/PVB/PVC)
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur, karena ada gelombang yang
timbul dini
- Frekuensi (HR) : Tergantung irama dasarnya
- Gelombang P : tidak ada
- Interval PR : tidak ada
- Gelombang QRS : > 0,12 detik

Gambar 84. Ekstrasistol ventrikel


Lima bentuk ekstrasistol ventrikel yang berbahaya:
1) Ekstrasistol Ventrikel > 6 kali/menit

Gambar 85. Ekstrasistol Ventrikel

85
2) Ekstrasistol Ventrikel bigemini

Gambar 86. Ekstrasistol Ventrikel Bigemini

3) Ekstrasistol ventrikel Multifocal

Gambar 87. Ekstrasistol Ventrikel Multifokal

4) Ekstrasistol Ventrikel Consecutif

Gambar 88. Ekstrasistol Ventrikel Consecutif

5) Ekstrasistol Ventrikel R on T

86
Gambar 89. Ekstrasistol Ventrikel R on T

14. Takhikardi Ventrikel (VT)


Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi (HR) : > 100 x/menit
- Gelombang P : tidak terlihat
- Interval PR : tidak ada
- Gelombang QRS : > 0,12 detik

Gambar 90. Takhikardi Ventrikel


15. Fibrilasi Ventrikel (VF)
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi (HR) : tidak dapat di hitung
- Gelombang P : tidak ada
- Interval PR : tidak ada
- Gelombang QRS : tidak dapat dihitung, bergelombang dan tidak
teratur

2 macam fibrilasi Ventrikel (VF) :


1) Fibrilasi Ventrikel Kasar (Coarse)

87
2) Fibrilasi Ventrikel Halus (Fine)

Beberapa contoh gambaran aritmia yang disebabkan oleh


terganggunya penghantaran impuls.
16. Blok Sinoatrial (SA Blok)
Kriteria :
- Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gelombang P, QRS, T
- Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
- Frekuensi (HR) : Biasanya < 60 x/menit
- Gelombang P : normal, setiap gel. P selalu diikuti gel. QRS
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 91. Sinus Blok


17. Blok Atrioventrikuler Derajat 1
Blok AV derajat satu biasanya berhubungan dengan penyakit jantung
organik atau mungkin disebabkan oleh efek digitalis. Hal ini biasa
terlihat pada klien dengan infark miokard dinding inferior jantung.
Kriteria :
- Irama : Teratur
- Frekuensi (HR) : Biasanya antara 60 - 100 x/menit
- Gelombang P : normal, setiap gel. P selalu diikuti gel. QRS
- Interval PR : Memanjang > 0,20 detik
- Gelombang QRS : Normal
- Hantaran : hantaran menjadi lambat, biasanya di setiap
tempat antara jaringan penyambung dan jaringan purkinje,
menghasilkan interval PR yang panjang. Hantaran ventrikel biasanya
normal.

88
Gambar 92. AV Blok derajat I
18. Tipe Mobitz 1 (Wenchebach)
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi (HR) : 60 - 100 x/menit atau < 60 x/menit
- Gelombang P : normal, tetapi ada satu gel. P yang tidak diikuti
gel. QRS dalam satu siklus
- Interval PR : Makin lama makin panjang sampai ada gel. P
yang tidak diikuti gel. QRS, kemudian siklus berulang.
- Gelombang QRS : Normal

Gambar 93. AV Blok derajat II tipe 1


19. Blok Atrioventrikuler Derajat 2 Tipe Mobitz 2
Kriteria :
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi (HR) : Biasanya < 60 x/menit
- Gelombang P : normal, ada satu atau lebih gel. P yang tidak
diikuti gel. QRS
- Interval PR : Normal/memanjang secara konstan
- Gelombang QRS : Normal

89
Gambar 94. AV blok derajat II tipe 2
20. Blok Atrioventrikuler Derajat 3 (TAVB)
Blok atrioventrikuler derajat tiga (penyekat jantung lengkap) juga
berhubungan dengan penyakit organik, intoksikasi digitalis, dan
miokard infark. Frekuensi jantung berkurang drastis, mengakibatkan
penurunan perfusi ke organ vital, seperti otak, jantung, ginjal, paru dan
kulit.
Penyekat lengkap – penyekat AV derajat tiga – mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
Kriteria :
- Asal : impuls berasal dari nodus SA, tetapi tidak
dihantarkan ke serat purkinje. Mereka disekat
secara lengkap. Maka setiap irama yang lolos
dari daerah penyambung atau ventrikel akan
mengambil alih pacemaker.
- Irama : Biasanya lambat, tapi teratur
- Frekuensi (HR) : < 60 x/menit
Frekuensi atrium, 60 – 100 denyut/menit,
frekuensi ventrikel 40 – 60 denyut/menit bila
irama yang lolos berasal dari daerah
penyambung, 20 – 40 denyut/menit bila irama
yang lolos berasal dari ventrikel.
- Gelombang P : Normal, akan tetapi gel. P dan gel. QRS berdiri
sendiri, sehingga gel. P kadang-kadang diikuti,
kadang tidak
- Interval PR : Berubah-ubah/ tidak ada
- Gelombang QRS : Normal/ > 0,12 detik

90
- Hantaran : Nodus SA melepaskan impuls, dan gelombang
P
dapat dilihat. Namun mereka disekat dan tidak
dihantarkan ke ventrikel. Irama yang lolos dari
daerah penyambung biasanya dihantarkan
secara normal ke ventrikel. Irama yang lolos
dari ventrikel bersifat ektopik dengan
konfigurasi yang menyimpang.

Gambar 95. AV Blok derajat III


2. Prosedur pemasangan EKG
a. Persiapan alat
1. Mesin EKG
2. Pulpen untuk menulis
3. Tissue
4. Jelly
5. Kertas EKG
6. Sarung tangan
b. Prosedur tindakan
1. Mengucapkan salam
2. Menjelaskan maksud dan tujuan
3. Menjaga privasi pasien
4. Perawat memakai alat pelindung diri jika diperlukan
5. Pasang kabel pada stop kontak
6. Siapkan pasien
7. Buka baju bagian atas
8. Beri jelly pada manset, pasang pada:
a) kaki kiri kabel warna hijau

91
b) Kaki kanan kabel warna hitam
c) Tangan kiri kabel warna kuning
d) Tangan kanan kabel warna merah
9. Beri jelly pada:
a) V1 pada sela iga ke 4 garis sternum kanan
b) V2 pada sela iga ke 4 garis strernum kiri
c) V3 pada pertengahan antara V2 dan V4
d) V4 pada sela iga ke 5 pada garis midklavikula
e) V5 sejajar pada V 4 ( antara V4 dan V6)
f) V6 sejajar pada V5 pada garis mid aksila ( garis tengah ketiak)
g) EKG diatas untuk batas normal ( EKG 12 Lead).

Gambar 96. Penempatan elektrode EKG


10. Lakukan perekaman standard kecepatan 25 mm/dth
11. Pasien dirapihkan kembali
92
12. Alat-lat dibersihkan dan dirapikan
13. Perawat mencuci tangan
14. Dokumentasi

4. Pengambilan darah Arteri


a. Pengertian
Mengambilkan darah sampel langsung pada arteri menggunakan spuit 2
ml/5ml
b. Tujuan:
1) Untuk menilai kesimbangan asam basa
2) Untuk mengetahui respon tubuh terhadap tindakan
3) Untuk mengukur komponen gas darah artei dan PH
c. Indikasi
1) Pada Pasien gangguan system pernafasan (asthma,dispneoe)
2) Pada pasien gangguan system jantung
d. Persiapan alat dan bahan
1) Aseptik (kapas alcohol)
2) Spuit 2 ml/ 5ml
3) Heparin
4) Betadin
5) Sarung tangan
6) Tabung gelas
7) Lebel specimen
8) Perlak kecil
9) Bengkok
10) Plaster
11) Gunting Verban
e. Prosedur
1) Memberi salam
2) Mendekatkan alat dengan pasien
3) Memperkenalakan diri dan menjelaskan tujuan tindakan
4) Jaga privasi pasien
5) Beri kesempatan bertanya oleh pasien

93
6) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
7) Buka spuit dan kuatkan nidle
8) Raba area arteri yang akan difungsi
9) Oleskan dengan swap/kapas alcohol pada area tusukan
10) Tusuk jurum dengan sudut 90 derajat
11) Bila berhasil darah keluar sendiri tanpa disedot
12) Cukup sampai batas 2 ml / 5 ml darah terisi spuit.
13) Lalu cabut spuit beri swap dan plaster area tusukan
14) Terminasi dengan pasien
15) Beri label specimen dan kirim kelaboratorium
16) Cuci tangan dan rapikan alat
17) Dokumentasi
18)
3.Interpretasi hasil analisa gas darah
a. Pengertian
Kegiatan untuk menginterpretasi hasil analisa sampel darah arteri melalui
kompenen-komponen gas yang terdapat pada sampel darah arteri
b. Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi keseimbangan komponen-komponen gas dalam arteri
2. Evaluasi diagnostik pada pemberian terapi oksigen.

c. Gambaran interpretasi
Tabel 4. Analisa gas normal dari sampel arteri
No Parameter Sampel arteri
1 Ph 7,35 – 7,45
2 PaCO2 35-45 mmHg
3 PaO2 80-100 mmHg
4 Saturasi Oksigen 95-100%
5 HCO3 22-26 mEq/L

Tabel 5.Gangguan-gangguan asam basa


No Gangguan PaCO2 HCO3 pH

94
1 Asidosis respiratorik ↑ Normal atau ↑ ↓

2 Alkalosis respiratorik ↓ Normal atau ↓ ↑

3 Asidosis metabolik Normal atau ↓ ↓ ↓

4 Alkalosis metabolik Normal atau ↑ ↑ ↑

E. Prosedur pada system gastrointestinal:


1. Prosudur tindakan pemasangan noga gastri tube (NGT)
a. Pengrtian.
Pemasangan naso gastrik tube adalah mamasukan selang karet dalam lambung
melalui hidung atau mulut.
b. Tujuan
1) Untuk dekompresi lambung dan mengeluarkan gas
2) Untuk memberikan obat dan makanan
3) Untuk pengambilan cairan lambung
4) Untuk mendiagnosis mortalitas gastrointestinal
c. Indikasi:
1) Pasien yang tidak mampu menelan
2) Paska operasi THT (Stenosis eshophagus, tumor mulut, faring, dan eshopagus)
3) Pasien coma
d. Alat dan bahan
1) Selang NGT (untuk dewasa ukuran 8 – 16 Fr, anak ukuran 5 – 7 Fr)
2) Spuit 50 ml untuk dewasa, 20 ml untuk anak)
3) Yelly
4) Sarung tangan
5) Pinset
6) Klem
7) Mangkok kecil
8) Nier bekken
9) Plaster
10) Tong spatel
11) Kertas tissue
12) Handuk

95
13) Stateskop
14) Pen light
e. Prosedur tindakan
1) Memberikan salam
2) Menjelaskan prosedur dan tujuan
3) Mencuci tangan
4) Menjaga privasi pasien
5) Menggunakan sarung tangan
6) Membuka dan mengukur panjang NGT yang masuk kelambung (dari procesus
cypoideus ke hidung belok ketelinga atau dari procesus cypoideus ke dahi)
7)Berikan/oleskan jelly pada ujung NGT yang akan dimasukan dan ujung satu lagi
diklem.
9) Masukan selang NGT secara perlahan dan suruh pasien rileks dan anjurkan
menelan
10) Bila sudah sampai batas ukuran memasukan (control dengan memasukan
ujung NGT dalam air yang telah duisedikan dalam kom kecil, bila ada
gelembung pertanda NGT masuk kedalam paru, bila tidak ada gelembung
berarti NGT masuk kedalam gaster, atau dengan memasukan 5 ml udara
dengan spuit dan mendengarkan dengan Stateskop pada area gaster akan
berbunyi suara pertanda NGT masuk dalam gaster).
11) Fiksasi dengan plater dan tutup ujung NGT
12) Beri makan sesuai dengan Program Diet
13) Terminasi
14) Dokumentasi
2. Pemberian Enema
a. Pengertian
Enema adalah tindakan memasukkan larutan ke dalam rektum dan kolon sigmoid
dan fungsinya adalah mengeluarkan feses dan flatus (Kozier dan Erb, 2003).
b. Tujuan:
1) Untuk meningkatkan defekasi dengan merangsang peristaltik
2) Untuk megosongkan rektum dan kolon bawah untuk prosedur diagnostik
atau pembedahan.
c. Indikasi:

96
1) Pasien yang tidak bab sudah 3 Hari atau sembelit
2) Pasien dengan tindakan prosedur tertentu (Rongent, Operasi dll)
3) Pasien Stroke dan Coma
d. Alat dan Bahan (Gambar 6-19-2)
1) Sarung tangan sekali pakai (sarung tangan disposible)
2) Cairan enema
3) Commode atau pispot jika pasien tidak bisa ke kamar mandi
4) Tabung dengan klem dan nozzle
5) Jelly
6) Perlak
7) Pispot
8) Thermometer untuk cairan enema
9) Handuk
10) Standar infus (tiang)
e. Prosedur tindakan
1) Memberi salam
2) Mencuci tangan
3) Mendekatkan alat pada pasien (lihat Gambar 6-19-2 )
4) Memberi tahukan pasien tentan prosedur dan tujuan tindakan
5) Menjaga privasi pasien
6) Memakai sarung tangan bersih dan gown
7) Mengatur tinggikan tempat tidur pasien sejajar dengan dengan pinggang
perawat
dan pasang perlak.

Gambar 112 alat dan bahan enema


97
8) Bantu pasien ke posisi lateral kiri,dengan tungkai kanan di fleksikan
sedapat
mungkin dan letakkan bantalan pelindung seprei di bawah bokong.
9) Oleskan jelly pada selang sekitar 5 cm (beberapa set enema kemasan
memiliki alat penyemprot yang telah di lumasi). Pelumasan
memfasilitasi masuknya selang melalui sfingter ani.
10) Alirkan sedikit larutan melalui selang penyambung dari set enema dan
selang rektal untuk mengeluarkan semua udara di dalam selang ,
kemudian ditutup dan di klem. Udara yang dimasukkan ke dalam
rektum, walaupun tidak membahayakan, dapat menyebabkan distensi
11) Memasukkan larutan enema secara perlahan-lahan
a. Tambahkan cairan hangat ke dalam kantong enema untuk
mencegah kram
dan ketidaknyamanan, dengan temperatur :
- dewasa : 105 ° - 110 ° F (40,5 ° - 43 ° C)
- anak-anak : 100 ° F (37,7 ° C)
b. Tinggikan wadah larutan, dan buka klem untuk membiarkan cairan
mengalir, selanjutnya tekan wadah yang lentur dengan
menggunakan tangan
c. Gantung wadah larutan tidak lebih tinggi dari 30 cm di atas
rektum. Semakin tinggi wadah larutan di pegang di atas rektum,
semakin cepat alirannya dan semakin besar tekanan di dalam
rektum.
d. Bila ada terasa mau buang air besar kasih tahu perawat agar
memasukan pispot.
e. Evaluasi jumlah kotoran, warna dan bentuknya
f. Bersihkan pasien dan alat
g. Cuci tangan
h. Dukumentasi dan lapor dokter bila ada kelainan.
3. Perawatan Kolostomi
a. Pengertian
Kolostomi adalah pembuatan lubang dari kolon ke permukaan abdomen.
Feses keluar melalui stoma dengan aksi peristaltik. Berhubung karena stoma

98
tidak mempunyai spincter, maka flatus dan feses keluar tidak terkontrol. Stoma
yang normal adalah segar, lembab, merah mengkilap, sama dengan mukosa
bibir. Lokasi stoma bisa dimana saja ditentukan oleh lesi kolon seperti : sekum,
tranverse, dan sigmoid (Brunner&Suddarth, 2001).
Perawatan kolostomi adalah tindakan perawat membersihkan dan menjaga
area stoma dan periostoma tetap bersih dan terhindar dari iritasi dan infeksi.
Lokasi stoma untuk sigmoid umumnya dipertengahan antara lipatan paha dan
garis pinggang serta pertengahan garis tengah abdomen sebelah kiri. Lokasi
yang sama tapi sebelah kanan umumnya adalah lokasi untuk stoma kolon
assenden. Keluaran dari stoma sigmoid maupun stoma assenden dari semi solid
sampai solid (Brunner&Suddarth, 2001).
b. Tujuan :
a) Menjaga rasa aman dan nyaman pasien
c. Persiapan Alat:
1. Cairan skin barrier.
2. Pasta barrier.
3. Kantong kolostomi, clear drainable colostomy/ileostomy dengan ukuran
yang tepat untuk two-piece dengan klem system atau one piece yang ada skin
barrier.
4. Bensin wash.
5. Sarung tangan bersih.
6. Ostomy deodorant (pewangi ruangan).
7. Kapas lembab.
8. Perlak (under pad).
9. Baskom dengan air hangat.
10. Gunting kolostomi.
11. Plester atau ostomy belt.
12. Kolostomi guide.
13. Powder kolostomi (bagi pasien yang iritasi kulit).
14. Kantong sampah.
15. Near beken.
16. Kom.
17. Spidol

99
d. Procedure tindakan
1. Mengucapkan salam terapeutik, Memperkenalkan diri (bina hubungan
saling percaya dengan pasien).
2. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan dilaksanakan. Pasien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk
klarifikasi.
3. Menjaga privacy pasien
4. Membuat kontrak waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
5. Mendekatkan alat dengan pasien.
2. Cuci tangan, pasang, sarung tangan bersih, dan gown,
3. Berikan privasi pasien Bantu posisi pasien supine atau berdiri yang nyaman,
lebih baik pada posisi berdiri atau duduk di dalam kamar mandi.posisi
berbaring atau berdiri dapat memfasilitasi penempelan kantong dengan
lebih lancar, yaitu menghindari terbentuknya kerutan (Kozier dan Erb,
2009).
4. Pasang pengalas (under pad).
5. Angkat kantong
6. kolostomi lama dengan menekan kulit sekitar kolostomi, gunakan bensin
wash untuk mempermudah membuka dan letakkan ke kantong sampah.

Gambar 113. Cara melepaskan kolostomi bag dari pasien.


7. Bersihkan peristoma secara hati-hati dengan menggunakan kapas lembab
atau gunakan air hangat, sabun ringan (pilihan), dan gulungkan kapas atau
waslap dan handuk untuk membersihkan kulit dan stoma, lalu dikeringkan
dengan tissue/kasa./handuk dengan cara menepuk -nepukkan handuk atau
kasa ke area tersebut. Menggosokkan yang berlebihan dapat mengiritasi
kulit
8. Kaji stoma dan kulit peristoma
9. Inspeksi warna, ukuran, bentuk, dan perdarahan stoma.

100
10. Inspeksi kulit peristomauntuk melihat adanya kemerahan, ulserasi atau
irritasi. Kemerahan sementara setelah melepaskan plester adalah hal yang
normal.
11. Letakkan selembar tisu atu bantalan kasa di atas stoma, dan ganti sesuai
kebutuhan. Tisu atau kasa ini akan menyerap semua rembesan cairan feses
dari stoma, kemudian angkat tisu dari atas stoma sebelum menempelkan
kantong

Gambar 114. Cara membersihkan area peristoma pada pasien


12. Gunting lubang kantong kolostomi baru dengan menggunakan colostomi
guide (1/16-1/8 inchi lebih besar dari lubang kolostomi) sebelum membuka
plastik penutup perekat kantong/face plate.

Gambar 115.

13. Oleskan barrier kulit tipe pasta jika perlu,


14. Masukkan pasta ke dalam lipatan atau cekungan abdomen. Hal ini akan
membuat permukaan abdomen lebih halus untuk melekatkan barrier kulit
dan kantong
15. Biarkan pasta mengering selama 1-2 menit atau sesuai rekomendasi pabrik

101
Gambar 116. Cara mengoleskan skin barrier
Tekan pinggir kantong kolostomi dengan telunjuk secara pelan.

Gambar 117. Cara menekan kantong kolostomi


16. Jika kantong kolostomi telah terpasang dengan baik letakkan tangan
perawat diatas kolostomi selama 2 menit untuk meyakinkan bahwa kantong
terpasang dengan benar.

Gambar 118. Cara memasang kolostomi bag pada pasien

Gambar 119. Cara merekatkan kolostomi bag


17. Pasang belt kolostomi atau plester non allergic.
18. Rapikan alat-alat dan semprot ruangan dengan deodorant kolostomi
(pewangi ruangan).
19. Buka sarung tangan dan cuci tangan.
20. Evaluasi respon pasien terhadap tindakan yang dilakukan
a. Tidak ada kemerahan, iritasi, erosi, dan gangguan kulit sekitar
peristoma.
b. Sekitar stoma bebas dari kebocoran.

102
c. Kantong stoma hanya berisi setengah oleh feses dan bebas dari flatus
(tidak kembung).
d. Bebas bau dari kantong stoma.
e. Pasien dapat merawat stoma secara mandiri
21. Dokumentasi
a. Laporkan adanya peningkatan ukuran stoma, perubahan warna yang
mengindikasikan adanya gangguan sirkulasi, dan adanya iritasi atau erosi
kulit
b. Penampilan dari stoma, kulit peristoma, karakter keluaran dari stoma.
c. Dokumentasikan respon pasien terhadap stoma.
d. Laporkan proses pembelajaran dalam merawat stoma secara mandiri.
Note : Kantong kolostomi dapat dipertahankan 3-7 hari serta dapat
dipakai saat mandi dan setelah mandi dan keringkan dengan baik
F. Prosedur pada system perkemihan
1. Pemasangan, perawatan dan pelepasan kateter urine
a. Pengertian
Kateterisasi urine adalah memasukkan sebuah gelang karet atau plastic adalah
malalui uretra ke visika urinaria untuk mengeluarkan urin dari blass. Tehnik
aseptic harus digunakan ketika memasukkan kateter ke dalam meatus urinaria
karena system urinaria adalah steril (Brunner&Suddarth, 2001). Pemasangan
kateter dilakukan untuk tindakan bedah selama beberapa hari post operative
atau selama beberapa bulan apabila pasien mengalami inkontinensia dalam
waktu yang lama. Kondisi ini berubah setiap 1 sampai 2 bulan tergantung
kebijaksanaan institusi. Sehingga, perawat dapat melepaskan kateter pasien
pada berbagai kondisi yang berbeda, seperti post anasthesi, perawatan akut,
dan perawatan dalam waktu yang lama (Brunner & Suddarth, 2001)
b. Tujuan
1. Menghilangkan ketidaknyamanan karena distensi kandug kemih.
2. Mendapatkan urine steril untuk specimen.
3. Mengkaji residu urine.
4. Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medula spenalis.
5. Gangguan neuromuskuler, atau inkompeten kandung kemih, serta pasca operasi
besar.

103
6. Mengatasi obstruksi aliran urine.
7. Mengatasi retensi perkemihan.

c. Indikasi
1. Pada pasien dengan resistensi urine.
2. Persiapan tindakan operasi (caesaria, kandung kemih).
3. Persiapan sebelum cytoskopi

d. Pengkajian.
Data subjektif dan data objektif
1. Observasi apakah pasien ada inkontinensia urin.
2. Kontrol pasien apakah ada distensi urine.
3. Palpasi abdomen khusus area diatas simpisis pubis, bila ada massa indikasi
adanya full blas.
4. Lakukan perkusi abdomen apabila diatas pubis suaranya dullness indikasi
adanya full blas.
5. Tanyakan pasien keinginan untuk berkemih, frekuensi atau anyang-anyangan.
6. Tanyakan kepada pasien apakah sudah pernah dilakukan kateterinisasi
sebelunya.
7. Observasi pasien apakah mampu untuk mempertahankan posisi selama
dilakukan prosedur.
8. Observasi pasien apakah ada tanda-tanda kecemasan.
9. Tentukan metode kateterisasi yang paling tepat berdasarkan tujuan dan semua
kriteria
10. Tanyakan kepada pasien kapan terakhir kencing dan palpasi kandung
kemih
11. Lihat jenis kelamin pasien kontrol kondisi patologi yang bisa menghambat
aliran di cateter ( pembesaran prostat pada laki-laki)
12. Kaji apakah pasien alergi terhadap antiseptik, plester, latex, jeli dan
betadin.
13. Lihat order pasien di medical record (dokter order dan catatan perawat).
14. Kaji pengetahuan pasien tentang tujuan di pasang kateter

104
15. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan, mengapa hal
tersebut perlu dilakukan, dan bagaimana pasien dapat bekerja sama dan
jelaskan prosedur kepada pasien.jelaskan pada saat memasukan kateter, pasien
akan merasakan sensasi berkemih dan mungkin saja rasa terbakar
e. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan eliminasi urine.
2) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kateterisasi.

f. Perencanaan
1) Alat dan Bahan
1. Kateter kit yang berisi :
a. Katetet steril
b. Pinset
c. Duk bolong steril
d. Duk steril
e. Kain kasasteril
f. Kapas bulat
g. Bengkok steril
2. Urin bag
3. Eksrta kateter steril dan sarung tangan steril
4. Sarung tanagan bersih
5. Under pad (Perlak)
6. Selimut Ekstra
7. Lampu sorot bila perlu
8. Pengukur urine bila perlu
9. Cairan antiseptiic secukupnya
10. Spuit dengan cairan 5 ml atau 10 ml
11. Rabbish bag

105
Gambar 97. Peralatan untuk memasang kateter
g. Implementasi
1. Cuci tangan
2. Jaga privasi pasien
3. Tinggikan bed pasien sejajar dengan pinggang perawat
4. Hadapkan pasien ke sebelah kiri, jauhkan meja pasien dari tempat tidur, dan
pasang pengaman tempat sebelah kiri pasien
5. Pasang pengalas/perlak
6. Tempatkan pasien dalam posisi yang benar adan minta pasien untuk rilek
a. Wanita: posisi supine dengan lutut fleksi dan rotasi eksternal.
b. Pria : posisi supine, dengan tungkai agak abduksi
7. Selimuti pasien kecuali area perineum
8. Beri pencahayaan yang cukup. Berdirilah di samping kanan pasien jika tangan
dominan adalah tangan kanan dan berdirilah di samping kiri pasien jika tangan
dominan anda adalah tangan kiri.
9. Pakai sarung tangan disposible.
10. Bawa alat-alat kedekat pasien.
11. Tempatkan tempat sampah disamping perawat
Buka set kateterisasi. Letakkan alas antiair di bawah bokong (wanita) atau di
bawah penis(pria)tanpa mengkontaminasi bagian tengah alas tersebut dengan
tangan anda.

Gambar 98. Mendekatkan peralatan dengan pasien


12. Bersihkan perineal area.Gunakan tangan non dominan dengan jari telunjuk dan
ibu jari untuk membuka labia mayor dan labia minor.

106
13. Ambil kapas bulat pertama dengan pinset dan bersikkan laboa mayor bagian
distal diusap dari anterior ke bagian posterior perineum. Dioles hanya satu kali
satu kapas dan dibuang kapas ketempat sampah.
14. Ambil kapas kedua dengan pingset steril bersihkan labia minor bagian distal lalu
buang. Ambil kapas yang lainya bersihkan labia minor bagian proksimal lalu
buang ketempat sampah. Dan kapas yang terakhir untuk membersihkan bagian
tengah dari perenium bagian atas dari meatus dari uretra lalu dibuang ketempat
sampah.
15. Periksa kondisi Perineum dan identifikasi uretra
12. Buka sarung tangan dan cuci tangan kembali
13. Siapkan cairan aquades ke dalam spuit sebanyak 5 - 30 ml sesuai yang tertera
pada kateter
14. Buka bungkus kateter kit, jaga kesterilan alat terutama bagian area dalam (jika
kateter terbungkus didalam kantong plastic, dekatkan kedekat perawat dan
letakkan didalam container yang disposibel.

Gambar: 99
15. Gunakan sarung tangan steril
16. Pasang duk bolong steril pada daerah perineum sehingga hanya bagian
perineum yang tampak.

Gambar 100. Memasang duk bolong steril


17. Letakkan plastik pembungkus kateter bagian dalam (bagian yang steril) diantara
kedua paha pasien diatas duk steril.

107
18. Tes balon kateter dengan memasukkan cairan kedalam kateter (pastikan hanya
membuka ujung kateter, sedangkan bagian lain tetap steril), bila telah yakin
kateter tidak bocor, sedot kembali cairan tersebut kedalam spuit. Kateter siap
untuk digunakan.
19. Minta bantuan rekan untuk membuka bungkus xylocain jelly dan letakkan
xylocain diarea steril.Jika bekerja sendiri, persiapkan jelly sebelum
menggunakan sarung tangan steril.
20. Oleskan jelly pada bagian ujung kateter pada wanita sepanjang 2,5 - 5 cm dan
pada laki-laki sepanjang 12,5 - 17,7 cm
g.1. Memasukkan kateter pada wanita:
21. Beritahu pasien untuk tarik nafas dalam apabila mulai memasukkan kateter.

Gambar: 101
22. Pertahan tangan tetap membuka labia dan letakkan ujung kateter pada bengkok
lalu masukkan secara hati-hati sampai ada tanda urine keluar lalu angkat tangan
non dominan dorong lagi masuk sampai seluruh kateter masuk kecuali cabang
yang tertinggal.
g.2 Memasang kateter untuk pria :
23. Oleskan kateter dengan jelly sepanjang 12,5 - 17,5 cm dan ujung kateter
ditaruh dibengkok.
24. Pegang penis dengan tegas dibelakang gland penis dengan tangan yang non
dominan.
25. Bagi pasien yang tidak disirkumsisi tarik penis dengan tangan yang non
dominan dan dilebarkan sehingga meatus terbuka. Ambil kapas bulat dengan
pingset dan mulai bersihkan meatus dengan mulai dari tengah keluar secara
sirkuler lalu kapas dibuang. Ulangi dan lakukan hal yang sama minimal dua
kali gunakan kapas yang baru tiap kali membersihkan.
26. Angkat penis hingga sudut 90 derajat dari tubuh dan dengan hati-hati tarik
keatas.

108
27. Ambil kateter 3 - 4 inchi dan dengan hati-hati masukkan ke uretra hingga 8
inchi atau ada tanda urin keluar. Apabila ada tahanan anjurkan pasien tarik
nafas dalam dan masukkan lagi secara pelan-pelan, dorong lagi masuk sampai
seluruh kateter masuk hingga ke cabangnya, lalu ubah sudut penis mungkin
dapat memebuka urethra. Apabila tahanan berlanjut jangan terlalu dipaksa
tetapi diangkat dan lapor dokter.

109
Gambar 102
28. Sambungkan kateter dengan kantong urin
29. Ambil spuit yang berisi cairan lalu sambungkan ke kateter pot dan masukkan
cairan tersebut sebanyak 5-30 cc sesuai dengan kapasitas yang tertera.

Gambar 103. Kateter kit


36) Tarik kateter dengan hati-hati untuk mengecek apakah kateter telah masuk
dengan baik.
37) Lepaskan duk bolong dari pasien.
38) Rekatkan kateter dibagian tengah paha dengan plester
39) Gantung urin bag ditempat tidur bagian samping dengan posisi lebih rendah
dengan bagian bledder.
40) Bersihkan daerah perineum dari jelly dan cairan antiseptic untuk mencegah iritasi
mukosa.
41) Pastikan aliran urine lancar
42) Rapikan alat-alat.
43) Posisikan pasien yang nyaman.
44) Buka sarung tangan dan cuci tangan.
h. Evaluasi
1. Urin keluar secara lancar tanpa hambatan melalui kateter
2. Tidak ada pendarahan atau tanda injuri pada meatus dan bledder selama
melakukan prosedur.

110
3. Tidak ada tanda-tanda infeksi selama 24 jam setelah pemasangan kateter.
4. Pasien memperlihatkan perilaku nyaman tanpa rasa nyeri
5. Dokumentasi
2. Merawat kateter Rutin
a. Pengertian
Kateter yang terpasang untuk mengalirkan urine dari vesika urinaria dapat menjadi
jalan untuk terjadi infeksi di tubuh. Sehingga dibutuhkan perawatan untuk
memastikan bahwa area yang terpasang kateter tetap bersih dan mengurangi kateter
terkontaminasi dengan bakteri flora.
b. Indikasi
Pasien yang terpasang kateter
c. Tujuan
1. Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi saluran urinaria.
2. Pasien mengerti alasan dipasangkan kateter dan dilakukan perawatan kateter
secara berkesinambungan.
3. Area meatus dan saluran urinaria bersih dan bebas dari drainase.
d. Diagnosa
1. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya peralatan invasive.
2. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tekanan dan infeksi dari
kateter.
3. Resiko perubahan body image berhubungan dengan terpasangnya kateter
e. Alat dan Bahan
1. Cairan antiseptik
2. Kasa steril
3. Sarung tangan bersih
4. Kom steril
5. Handuk, sabun, air bersih
6. Pembungkus kit

111
Gambar 104. Peralatan perawatan kateter rutin
f. Prosedur perawatan kateter rutin
2. Identifikasi pasien dan jelaskan prosedur
3. Jaga privasi

Gambar 105. Cara membersihkan meatus


4. Cuci tangan
5. Tempatkan pasien pada posisi supine buka area perineal dan kateter
6. Pakai sarung tangan
7. Bersihkan area perineal dengan sabun dan air bersih
8. Bersihkan meatus dari dalam keluar dengan membuat lingkaran, gunakan sabun
dan air bersih tanpa banyak menggunakan air. Boleh gunakan cairan antiseptik
yang lain pada handuk pembersih.

112
Gambar 106. Membersihkan area perineal dengan menggunakan waslap.
9. Bersihkan kateter dari luar meatus sampai ke ujung kateter, Jaga kateter
jangan sampai tertarik.
10. Pastikan untuk mengulang perawatan beberapa kali apabila kateter sudah
kotor oleh cairan dan pengganjal.
11. Tempatkan kain yang dibentuk bola pada wadah pembuangan/daur ulang
yang tepat.
12. Lepaskan sarung tangan dan kemudian cuci tangan.
g. Evaluasi
1) Pasien terbebas dari tanda dan gejala infeksi saluran urinari.
2) Pasien memahami alasan dilakukan perawatan kateter.
3) Meatus dan area sekitarnya bersih, utuh dan terbebas dari cairan.
h. Dokumentasi
Dokumentasi waktu prosedur dilakukan dan kondisi area sekitar kateter.
3. Melepaskan kateter Urin
a. Pengertian
b. Tujuan
1. Kateter terlepas dari dalam uretra.
2. Pasien akan BAK setelah 8 jam kateter di lepas tanpa merasa terbakar,
merasa ingin BAK, atau incontinensia.
3. Pasien tidak akan mengeluarkan darah, nyeri atau komplikasi lain
berhubungan dengan pelepasan kateter.
4. Pasien mengatakan bahwa pasien paham terhadap prosedur dan
memberitahu staff ketika ingin mengosongkan urin dan mempunyai masalah
ketika ingin mengosongkan urin.
c. Alat dan bahan
1. Syringe tanpa jarum 10 ml.
2. Sarung tangan non steril.
3. Perlak.
4. Sabun, handuk, waslap.
5. Wadah untuk tempat pembuangan sekali pakai.
6. Pispot di ruangan apabila pasien tidak dapat berjalan.

113
7. Tempat spesimen urin steril dan gunting steril untuk kateter
d. Prosedur
1. Cuci tangan
2. Kontrol/Cek permintaan tim ahli terhadap pelepasan kateter.
3. Identifikasi pasien dan jelaskan prosedur.
4. Jaga privasi dan posisikan pasien ke belakang.
5. Tarik penutup dan gorden, lihat kateter dan jangan terlalu membuka area
perineal.
6. Pakai sarung tangan non steril.

7. Letakkan perlak di bawah area perineal pasien

8. Kosongkan urin pada kantong kateter.


9. Pindahkan plester yang terpasang di paha.

Gambar 108. Memindahkan plester perekat kateter dan selang drainase.

10. Masukkan ujung syringe pada ujung kateter yang terhubung dengan baloo

114
11. Pindahkan semua udara ataupun cairan dari baloon, biasanya 5 - 10 ml.

Gambar 109. Cara memindahkan cairan dari baloon ke syringe

12. Minta pasien untuk bernapas dalam, dengan lembut dan cepat pindahkan
kateter ketika pasien ekspirasi. Hentikan apabila kateter tidak dapat
berpindah, cek kembali udara atau cairan di dalam baloon.
13. Catat adanya endapan, mucus ataupun darah yang ada pada kateter. Jika
diperlukan, potong ujung kateter dengan gunting steril dan tempatkan di
wadah steril untuk di kultur.
14. Bersihkan area perineal atau jaga kehangatan, kelembaban pakaian dengan
perawatan diri.

Gambar 110. Cara melepaskan kateter


15. Bereskan alat dan bahan, lepaskan sarung tangan, cuci tangan.
16. Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman (kecuali apabila kateter mau
dipasang kembali).

115
17. Minta pasien untuk banyak minum melalui oral sesuai toleransi dan
memanggil perawat apabila pasien ingin BAK. Catat waktu pertama pasien
BAK setelah kateter dilepas. Jika perlu, tempatkan perlak dibawah pasien
untuk selama 2 - 4 jam sampai pasien merasa ingin BAK.

Gambar 111. Memindahkan alat dan bahan setelah tindakan


18. Jika pasien tidak merasa ingin BAK setelah 8 jam kateter dilepas, laporkan
pada tim ahli.

e. Evaluasi
1. Kateter telah dilepaskan
2. Pasien ingin BAK setelah 8 jam kateter dilepaskan, tanpa merasa seperti
terbakar, ingin BAK, atau inkontinensia.
3. Tidak ditemukan adanya darah, atau komplikasi lain berhubungan dengan
pelepasan kateter.
4. Pasien mengatakan paham terhadap prosedur dan memanggil perawat ketika
ingin BAK atau punya masalah dengan BAK (Altman, Buchsel,2009)
G. Prosedur pada system penglihatan
1. Irigasi Mata dan Tetes Mata
a. Pengertian
Suatu tindakan pemberian obat pada mata dengan cara mengaliri. Irigasi mata
dilakukan untuk mencuci kantong konjungtiva. Obat untuk mata diinstilasi dalam
bentuk cair atau salep. Tetes mata dikemas dalam wadah plastik tetesan tunggal
yang di gunakan untuk meneteskan sediaan. Salep biasanya tersedia dalam tube

116
kecil. Semua wadah harus menyatakan bahwa obat digunakan untuk mata.
Biasanya digunakan sediaan steril, tetapi teknik steril tidak selalu diindikasikan.
Cairan yang diresepkan biasanya diencerkan (misal: konsentrasi cairan 1%).
b. Pengkajian
Selain pengkajian yang dilakukan oleh perawat berkaitan dengan pemberian setiap
obat, kaji juga hal berikut ini sebelum memberikan obat mata:
1) Tampilan mata dan struktur daerah sekitarnya untuk melihat adanya lesi,
eksudat, eritema, atau pembengakakn.
2) Lokasi dan sifat dasar setiap rabas, aliran air mata, dan pembengkakan kelopak
mata, atau pembengkakan kelenjar air mata.
3) Keluhan pasien (misal: rasa gatal, rasa terbakar, nyeri, penglihatan kabur, dan
fotofobia)
4) Perilaku pasien (misal: memicingkan mata, berkedip yang berlebihan,
mengerutkan dahi, atau menggosok mata)
c. Perencanaan
Pemberian obat mata tidak didelegasikan kepada UAP karena memerlukan
pengkajian, interpretasi status pasien, dan penggunaan teknik steril.
d. Implementasi
a. Perlengkapan
1) Sarung tangan bersih
2) Spons steril yang direndam dalam normal salin steril
3) Obat
4) Pembalut (bantalan) mata steril bila diperlukan dan plester mata dari kertas
untuk memfiksasinya
Tambahan alat untuk irigasi
5) Larutan irigasi (misal: salin normal) dan spuit atau selang irigasi
6) Spons steril yang kering
7) Handuk tahan lembab
8) Baskom (missal: neirbeken)
b. Persiapan
1) Kontrol catatan pemberian obat
a) Kontrol nama obat, dosis, dan kekuatan obat pada catatan pemberian
obat. Juga konfirmasikan frekuensi instilasi yang diprogramkan dan mata

117
yang akan diobati. Singkatan sering digunakan untuk mengidentifikasi
mata: OD (mata kanan), OS (mata kiri), OU (kedua mata).
b) Bila catatan pemberian obat tidak jelas atau informasi terkait tidak ada,
bandingkan dengan program tertulis dokter yang terbaru
c) Laporkan setiap ketidaksesuaian kepada perawat atau dokter jaga, sesuai
ketetntuan kebijakan institusi.
2) Ketahui alasan mengapa pasien menadapat obat tersebut, klasifikasi obat,
kontraindikasi, rentang dosis obat yang biasa, efek samping, dan
pertimbangan keperawatan dalam memberikan dan mengevaluasi hasil akhir
yang diharapkan dari obat.
c. Pelaksanaan
1) Bandingkan label yang ada pada tube atau botol obat dengan catatan obat
dan cek tanggal kedaluwarsanya
2) Bila diperlukan, hitung dosis obat
3) Jelaskan kepada pasien apa yang akan Anda lakukan, mengapa hal tersebut
perlu dilakukan, dan bagaimana pasien dapat bekerja sama. Pemberian
obat mata biasanya tidak nyeri. Salep sering menyejukkan mata, tetapi
beberapa sediaan cair pada awalnya dapat menimbulkan perih. Diskusikan
bagaimana hasilnya akan digunakan dalam merencanakan perawatan atau
terapi selanjutnya.
4) Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi yang sesuai
5) Jaga privasi pasien
6) Persiapkan pasien
a) Cek gelang pengenal pasien, dan tanyakan nama pasien.
b) Bantu pasien ke posisi yang nyaman, baik duduk atau berbaring.
7) Bersihkan kelopak dan bulu mata
a) Pasang sarung tangan bersih
b) Gunakan bulatan kapas sterill yang telah dibasahi dengan cairan irigasi
steril atau salin normal steril, dan usap dari kantus dalam ke kantus luar.
8) Berikan obat mata dan irigasi mata
Obat Mata
a) Cek nama, kekuatan, dan jumlah tetesan sediaan obat mata, bila dalam
bentuk cair. Tarik sejumlah tetesan yang diperlukan ke dalam alat tetes,

118
bila menggunakan alat tetes. Bila menggunakan salep, buang salep yang
keluar pertama.
b) Minta pasien untuk melihat keatas. Berikan spons kering yang steril
kepada pasien.
c) Pajankan kantong konjungtiva bawah dengan meletakkan ibu jari atau
jari dari tangan Anda yang tidak dominan pada tulang pipi pasien tepat
di bawah mata dan secara perlahan tarik kulit pipi ke bawah. Bila
jaringan mengalami edema, pegang jaringan secara hati-hati untuk
menghindari kerusakan.
d) Dekati mata dari samping dan teteskan obat dalam jumlah yang benar
pada sepertiga luar kantong konjungtiva bagian bawah. Pegang alat
tetes 1-2 cm di atas kantong.
e) Pegang tube di atas kantong konjungtiva bawah, pencet tube sehingga
keluar salep sepanjang 2 cm dan masukkan ke kantong konjungtiva
bawah, dari arah kantus dalam ke kantus luar.
f) Minta pasien untuk menutup kelopak mata, tetapi tidak menutup mata
dengan erat.
g) Untuk obat mata cair, tekan dengan kuat atau minta pasien untuk
menekan duktus naso lakrimalis secara kuat minimal selama 30 detik.

Irigasi Mata
a) Letakkan bantalan penyerap di bawah kepala, leher dan bahu. Letakan
neirbeken di samping mata untuk menampung drainase
b) Pajankan kantong konjungtiva bawah. Atau, untuk mengirigasi dengan
menggunakan tahapan, pertama tarik kelopak mata bawah ke bawah,
kemudian tarik kelopak mata atas ke atas. Tekan penonjolan tulang pada
tulang pipi dan penonjolan tulang di bawah alis mata agar kelopak mata
terpisah.
c) Isi dan pegang alat irigasi mata sekitar 2,5 cm di atas mata.
d) Lakukan irigasi mata, arahkan larutan kekantong konjungtiva bagian
bawah dan dari arah kantus dalam ke kantus luar.
e) Lakukan irigasi sampai larutan yang keluar dari mata menjadi jernih
(tidak ada rabas) atau sampai semua larutan telah habis digunakan.

119
f) Minta pasien untuk menutup dan menggerakkan mata secar periodik.
9) Bersihkan dan keringkan kelopak mata sesuai keperluan. Lap kelopak mata
secara perlahan dari arah kantus dalam ke kantus luar untuk membersihkan
obat yang berlebih.
10) Pasang bantalan mata bila diperlukan, dan tempelkan dengan plester mata
dari kertas.
11) Kaji respon pasien
Kaji respons segera setelah instilasi atau irigasi dan setelah obat bekerja
12) Dokumentasikan semua pengkajian dan intervensi yang relevan.
Pendokumentasian meliputi nama obat atau larutan irigasi, kekuatan,
jumlah tetesan bila menggunakan obat mata cair, waktu pelaksanaan dan
respons pasien.
d. Memberikan obat mata bayi/anak
1) Jelaskan teknik pemberian obat mata kepada orang tua bayi/anak
2) Untuk anak yang lebih muda atau bayi, minta bantuan untuk melakukan
imobilisasi lengan dan kepala bayi. Orang tua dapat membantu memegang
bayi atau anak yang lebih muda
3) Untuk anak yang lebih muda, gunakan boneka untuk mendemonstrasikan
prosedur.
4) Kantong intravena dan slang mungkin digunakan untuk mengalirkan cairan
irigasi ke mata.
1. Evaluasi.
a. Lakukan tindak lanjut berdasarkan hasil keefektifan pemberian obat.
b. Respon pasien setelah tindakan.
c. Analisa data dan hubungkan temuan dengan data sebelumnya.
d. Laporkan ke dokter bila ada kelainan.

H. Prosedur pada system pendengaran


1. Irigasi Telinga dan Tetes Telinga
a. Pengertian
Suatu tindakan yang dilakukan pada saluran pendengaran eksternal, dengan tujuan
pembersihan, dan pemberian obat tertentu, serta program pemberian larutan panas
dan antiseptik. Irigasi yang dilakukan di rumah sakit memerlukan teknik aseptik

120
sehingga mikroorganisme tidak akan masuk ke dalam telinga. Teknik steril
digunakan bila gendang telinga mengalami perforasi. Posisi saluran pendengaran
eksternal berbeda-beda sesuai dengan usia. Pada anak yang berusia di bawah 3
tahun, saluran ini mengarah ke atas. Pada dewasa, struktur saluran pendengaran
eksternal berbentuk S dengan panjang sekitar 2,5 cm.
b. Pengkajian
Selain pengkajian yang dilakukan perawat berkaitan dengan pemberian setiap
obat, kaji hal berikut sebelum memberikan obat telinga:
1) Tampilan daun dan lubang telinga untuk melihat adanya tanda kemerahan dan
lecet
2) Tipe dan jumlah setiap rabas

c. Perencanaan
Pemberian obat telinga tidak didelegasikan kepada UAP karena memerlukan
pengkajian, interpretasi kasus pasien, dan penggunaan teknik aseptik.
d. Implementasi
a. Perlengkapan alat
1) Sarung tangan bersih
2) Kapas Lidi
3) Botol obat yang benar dengan alat tetes
4) Ujung karet yang fleksibel (pilihan) pada ujung alat tetes, yang mencegah
terjadinya cedera karena gerakan mendadak, contohnya pada pasien yang
mengalami disorientasi
Untuk irigasi, tambahkan:
5) Handuk tahan lembap
6) Baskom (mis., neirbeken)
7) Larutan irigasi sekitar 500 ml atau sesuai program pada suhu yang sesuai
8) Wadah untuk larutan irigasi
9) Spuit (bulb karet atau spuit Asepto sering digunakan)
b. Persiapan
1) Kontrol catatan pemberian obat
a) Kontrol/cek nama obat, kekuatan, jumlah tetesan, dan frekuensi yang
diprogramkan dalam catatan pemberian obat

121
b) Bila catatan pemberian obat tidak jelas atau informasi terkait tidak ada,
bandingkan catatan tersebut dengan program tertulis dari dokter terbaru
c) Laporkan setiap ketidaksesuaian kepada perawat atau dokter jaga,
sesuai yang ditetapkan oleh kebijakan institusi
2) Ketahui alasan mengapa pasien mendapat obat tersebut, klasifikasi obat,
kontraindikasi, rentang dosis yang biasanya, efek samping, dan
pertimbangan keperawatan dalam memberikan serta mengevaluasi hasil
akhir yang diharapkan dari obat.
c. Pelaksanaan
1) Bandingkan label pada wadah obat dengan catatan obat dan kontrol tanggal
kedaluwarsanya.
2) Bila diperlukan, hitung dosis obat
3) Jelaskan kepada pasien apa yang akan Anda lakukan, mengapa hal tersebut
perlu dilakukan, dan bagaimana pasien dapat bekerja sama. Pemberian
obat telinga biasanya tidak menyebabkan nyeri. Diskusikan bagaimana
hasilnya akan digunakan dalam merencanakan perawatan atau terapi
selanjutnya.
4) Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi yang sesuai.
5) Jaga privasi pasien
6) Persiapkan pasien
a) Kontrol/Cek gelang pengenal pasien, tanyakan nama pasien
b) Bantu pasien ke posisi yang nyaman untuk meneteskan obat telinga,
yaitu berbaringdengan telinga yang akan diobati berada paling atas.
7) Bersihkan daun telinga dan lubang saluran telinga
a) Pakai sarung tangan bila dicurigai ada infeksi
b) Gunakan kapas lidi dan larutan untuk membersihkan daun dan lubang
telinga
8) Berikan obat telinga dan irigasi telinga
Obat Telinga
a) Hangatkan wadah obat ditangan anda, atau letakan sebentar dalam air
hangat
b) Isi sebagian alat tetes telinga dengan obat
c) Luruskan saluran pendengaran. Tarik daun telinga ke atas dan belakang

122
d) Teteskan obat sesuai dosis di sepanjang sisi saluran telinga
e) Tekan tragus telinga secara hati-hati namun kuat sebanyak beberapa kali
f) Minta pasien untuk tetap pada posisi miring sekitar 5 menit.
g) Masukan potongan kecil kapas halus dengan longgar pada lubang
saluran telinga selama 15-20 menit. Jangan memadatkan kapas tersebut
ke dalam saluran.
Irigasi Telinga
a) Jelaskan bahwa pasien akan mengalami perasaan penuh, hangat, dan
kadang-kadang tidak nyaman saat cairan kontak dengan membran
timpani
b) Bantu pasien untuk duduk atau berbaring dengan kepala dimiringkan ke
arah telinga yang sakit
c) Letakan handuk tahan lembab di sekitar pundak pasien di bawah telinga
yang akan diirigasi, dan letakan neirbeken di bawah telinga yang akan
diirigasi
d) Isi spuit dengan larutan
e) Atau gantung wadah irigasi, dan alirkan larutan melalui selang dan
corong.
f) Luruskan saluran telinga
g) Masukan ujung spuit ke dalam lubang telinga, dan arahkan larutan ke
atas menuju bagian atas saluran secara perlahan
h) Lanjutkan memasukan cairan sampai seluruh larutan terpakai atau
sampai saluran bersih, bergantung pada tujuan irigasi. Hati-hati agar
spuit tidak menyumbat aliran larutan yang keluar
i) Bantu pasien ke posisi berbaring miring pada sisi yang sakit.
j) Letakkan potongan kecil kapas halus pada lubang telinga untuk
menyerap cairan yang berlebih.
9) Kaji respons pasien
a) Kaji karakter dan jumlah rabas, tampilan saluran, ketidaknyamanan, dan
sebagainya. Segera setelah instilasi dan ketika obat diperkirakan telah
bekerja. Inspeksi adanya drainase pada kapas.
10) Dokumentasikan semua pengkajian dan intervensi keperawatan yang
terkait dengan prosedur. Pendokumentasian mencakup nama obat atau

123
larutan irigasi, kekuatan, jumlah tetesan bila obat berbentuk cair, waktu
pelaksanaan, dan respons pasien.
d. Memberikan obat telinga bayi/anak
1) Dapatkan bantuan untuk menenangkan bayi atau anak yang lebih muda.
Hal ini untuk mencegah cedera yang tdiak disengaja karena gerakan yang
tiba-tiba pada saat prosedur dilakukan
2) Pada bayi dan anak yang berusia di bawah 3 tahun, saluran telinga
diarahkan ke atas. Untuk bayi, tarik daun telinga secara perlahan ke arah
bawah dan belakang. Untuk anak yang berusia lebih dari 3 tahun, tarik
daun telinga ke arah atas dan ke belakang.

1. Evaluasi
a. Lakukan tindak lanjut berdasarkan pada hasil pemberian obat, atau hasil akhir
yang menyimpang dari yang diharapkan atau dari normal bagi pasien.
Bandingkan temuan dengan data sebelumnya bila ada.
b. Laporkan penyimpangan yang signifikan dari normal kepada dokter.

I. Prosedur pada system heamotologi


1. Pemberian cairan intra vena.
a. Pengertian
Memasukan cairan ataupuun obat langsung kepembuluh darah vena dalam jumlah
dan waktu tertentu dengan menggunakan infus set
b. Tujuan:
1) Untuk mencegah gangguan keseimbangan cairan.
2) Untuk memberikan obat secara langsung ke pembuluh darah
3) Untuk dapat mengontrol cairan intake
c. Indikasi:
1) Dehidrasi
2) Pada pasien yang tidak dapat makan dan minum
3) Hypoglikemi
4) Coma diabetic
d. Persiapan alat dan bahan
1) Seperangkat alat infus set

124
2) Cairan yang dibutuhkan (seperti; RL, NaCl 0,9%, dll)
3) Kapas alcohol/swap
4) Abbocath/Wing nidle
5) Betadin
6) Kain kasa steril
7) Plaster
8) Gunting Verban
9) Perlak kecil
10) Bengkok
11) Tourniquet
12) Standar infus
13) Lampu
e. Prosedur:
1) Memberikan salam
2) Mendekatkan alat dengan pasien
3) Menjelaskan tujuan pemberian infus, beri kesempatan pada pasien dimana di
pasang infus tangan kiri atau tangan kanan
4) Menggunakan sarung tangan
5) Mempersiapkan Cairan yang dibutukan dan memasang slang infus
6) Kontrol udara yang ada pada selang infus
7) Memasang perlak dibawah tangan yang akan dipasang infus
8) Membendung vena dengan menggunakan tourniquet
9) Fiksasi dan desenfeksi area pemasangan infus
10) Buka abbocut lalu arah tusukan dengan 30 derajat pada vena yang akan di
infus
11) Perhatikan saat melakukan tusukan lubang jarum menghadap keatas
12) Bila berhasil darah keluar pada pangkai abbocat, lalu tekan sedikit pada
ujung abbocut lepaskan mandrain lalu sambung dengan selang cairan infus
13) Berikan perekat dengan menutup dengan kassa steril pada area tusukan
14) Atur tetesan infus sesuai dengan rencana medis
15) Cuci tangan rapi kan alat
16) Terminasi dengan pasien
17) Dokumentasi

125
2. Pemberian Transfusi Darah
a. Pengertian
Memasukan darah yang berasal dari donor ke dalam tubuh pasien melalui vena.
b.Tujuan
Melaksanakan tindakan pengobatan dan memenuhi kebutuhan pasien terhadap
darah sesuai dengan program pengobatan.
c. Indikasi
1) Pasien yang banyak kehilangan darah
2) Pasien dengan penyakit kelainan darah (misalnya; anemia dan leukemia).
d. Alat dan Bahan
1) Transfusi set
2) Cairan NaCl 0,9 %
3) Persediaan darah sesuai dengan golongan darah dan kebutuhan
4) Sarung tangan bersih
5) Kapas alkohol
6) Plester
7) Gunting verban.
e. Prosedur Pelaksanaan
1. Memberi salam dan bina hubungan saling percaya
2. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai pemberian transfusi darah
3. Perhatikan lingkungan dan jaga privasi pasien
4. Cuci tangan
5. Gunakan sarung tangan bersih
6. Buat jalur intravena sebagaimana dilakukan pada prosedur pemberian infus
7. Gunakan selang infus yang memiliki filter dengan tipe-Y. Penggunaan
infus set tipe-Y memungkinkan untuk pemberian volume akspander
dengan mudah dan penginfusan segera NaCl 0,9% setelah penginfusan
awal selesai
8. Berikan cairan NaCl 0,9% terlebih dahulu, kemudian darahnya
9. Atur tetesan sesuai dengan program
10. Bersihkan alat-alat dan rapikan
11. Lepaskan sarung tangan
12. Teminasi (Alhamdulillah telah selesai, permisi)

126
13. Cuci tangan.
14. Dukumentasi

Gambar 126. Transfusi darah


f. Perhatian
a. Suhu darah dalam botol harus sesuai dengan suhu tubuh normal
b. Cocokkan label pada botol darah dengan identitas pasien
c. Perhatikan keadaan darah. Bila ada gumpalan darah, tidak boleh ditransfusi
d. Monitor reaksi pasien terhadap transfusi. Bila pasien tampak menggigil,
sesak nafas, suhu tubuh meningkat, transfusi darah dihentikan dulu
e. Dokumentasikan dengan baik mengenai tanggal, waktu pemberian,
golongan darah, jumlah darah yang diberikan, dan reaksi pasien.
3. Mengganti Larutan Intravena
a.Pengertian
Prosedur mengganti larutan intravena yang telah habis dengan larutan yang baru.
b. Tujuan
1) Untuk mempertahankan keseimbangan dari pemasukan cairan ke dalam tubuh
2) Melanjutkan terapi cairan
c. Alat dan bahan
1. Sarung tangan bersih
2. Cairan intravena yang dibutuhkan
3. Nierbeken
4. Alcohol pad
d. Prosedur Pelaksanaan
1. Identifikasi pasien
2. Kaji kembali program atau kolaboratif dalam mempersiapkan larutan berikut
sekurang-kurangnya satu jam sebelum diperlukan. Apabila larutan sudah

127
disiapkan di bagian farmasi, pastikan bahwa larutan tersebut sudah dibawa ke
ruang perawatan. Periksa bahwa larutan benar dan diberi label yang sesuai
3. Siapkan untuk mengganti larutan jika sisa cairan di dalam botol kurang dari 50
ml
4. Pastikan bahwa bilik tetesan masih setengah penuh
5. Cuci tangan
6. Siapkan larutan baru untuk mengganti cairan yang lama. Apabila cairan IV
berada dalam wadah plastic, lepaskan pembungkus pelindung yang menutupi
tempat masuknya selang set infus. Apabila wadah IV menggunakan botol
gelas, lepaskan penutup logam, cakram logam dan cakram karet. Pertahankan
steriltas tempat masuknya selang set infus pada kantung atau botol
7. Geser klem penggeser untuk menurunkan kecepatan aliran
8. Lepaskan botol larutan lama dari penggantung botol IV
9. Dengan cepat lepaskan spike dari larutan IV yang lama dan pasangkan ke botol
larutan yang baru tanpa menyentuh ujungnya
10. Gantung kantung atau botol larutan yang baru. Buang kantong atau botol
yang kosong sesuai dengan kebijakan lembaga
11. Periksa adanya udara di selang, jika ada maka hilangkan udara tersebut
dalam selang
12. Pastikan bilik tetesan berisi larutan
13. Atur kecepatan aliran sesuai dengan kecepatan yang diprogramkan
14. Observasi sistem intravena untuk memeriksa kelancaran, tidak adanya
infiltrasi, flebitis dan inflamasi
15. Observasi respon terhadap terapi intravena
4. Mengganti Selang Intravena
a. Alat dan bahan
1) Selang infus
2) Kassa steril berukuran 2 x 2 cm
3) Sarung tangan tidak steril.
b. Prosedur Pelaksanaan
1. Tentukan waktu dibenarkannya pemasangan set infus yang baru
2. Kontrol/Cek peralatan
3. Jelaskan prosedur kepada pasien

128
4. Cuci tangan
5. Buka set infus yang baru, pertahankan penutup pelindung diatas spike infus dan
tempat insersi untuk jarum kupu-kupu
6. Kenakan sarung tangan tidak steril sekali pakai
7. Letakkan kasa berukuran 2 x 2 cm diatas tempat tidur dekat dengan tempat pungsi
IV
8. Apabila jarum atau hub kateter tidak terlihat, geser balutan IV. Jangan melepaskan
plester yang memfiksasi jarum atau kateter ke kulit
9. Geser klem penggeser pada selang IV yang baru, pada posisi menghentikan aliran
cairan
10. Perlambat kecepatan infus dengan mengatur kecepatan tetesan pada selang yang
lama
11. Dengan selang lama yang masih terpasang, tekan bilik tetesan dan isi bilik
tersebut
12. Hentikan aliran larutan di selang yang lama dan gantung bilik tetesan diatas tiang
intravena
13. Pasang spike insersi selang yang baru ke dalam larutan IV yang lama dan
gantung larutan ditiang
14. Tekan dan lepaskan tekanan pada bilik tetesan pada selang IV yang baru
15. Buka klem penggeser, lepaskan penutup pelindung dari adapter jarum dan bilas
selang dengan larutan
16. Adapter jarum pada selang IV yang baru diletakkan diantara kasa berukuran 2x2
di dekat tempat penusukan IV, tanpa terpasangnya penutup pelindung
17. Klem penggeser pada selang yang lama dipindahkan pada posisi tertutup
18. Stabilkan hubungan kateter dengan jarum IV, tarik keluar selang yang lama
dengan perlahan dan dengan cepat masukkan adapter jarum selang yang baru ke
dalam hub
19. Buka klem penggeser pada selang yang baru
20. Atur tetesan IV sesuai dengan program dokter atau pantau kecepatannya setiap
jam
21. Buang selang yang lama dan sarung tangan yang telah dipakai di wadah tempat
barang-barang yang terkontaminasi dan cuci tangan

129
22. Evaluasi kecepatan aliran dan observasi tempat sambungan untuk melihat adanya
kebocoran
23. Catat penggantian selang dan larutan pada catatan pasien dan letakkan sehelai
plester yang bertuliskan tanggal dan waktu penggantian dibawah ketinggian
cairan pada bilik tetesan
24. Catat cairan yang diinfuskan dalam format asupan dan keluaran.

5. Mengganti Balutan Intravena


a. Alat dan bahan
1) Kassa steril ukuran 2 x 2 cm atau balutan transparan
2) Larutan atau salep povidon iodine
3) Pinset
4) Sofl bensin/minyak kayu putih
5) Plaster
6) Gunting Verban
5) Lembaran plester atau balutan polyurethane film
6) Sarung tangan sekali pakai
7) Kapas lidi
8) Neir bekken (Bengkok)
9) Perlak kecil
10) Na Cl 0,9 %
11) Kom kecil
b. Prosedur Pelaksanaan
1. Kaji adanya kebutuhan untuk mengganti balutan
2. Kontrol/Cek peralatan yang dibutuhkan
3. Jelaskan prosedur kepada pasien
4. Gunakan sarung tangan sekali pakai
5. Lepaskan balutan transparan searah dengan arah pertumbuhan rambut pasien
atau lepaskan plester dan kassa selapis demi selapis. Untuk kedua balutan
transparan dan balutan kassa, biarkan plester yang memfiksasi jarum IV tetap
di tempat
6. Buka/aff infus jika terjadi infiltrasi, phlebitis atau bekuan atau jika ada
instruksi untuk menghentikan infus tersebut

130
7. Apabila infus IV mengalir dengan baik, lepaskan plester yang memfiksasi
jarum atau kateter. Stabilkan jarum atau abbochat dengan satu tangan
8. Gunakan pengangkat plester untuk membersihkan kulit dan mengangkat sisa
plester
9. Bersihkan tempat insersi dengan gerakan memutar dimulai dari tempat pungsi
kearah luar dengan menggunakan povidon iodine. Biarkan tempat insersi
tersebut mengering selama 30 detik
10. Ganti plester perekat yang berada setengah inchi dibawah kateter dengan
plester yang menghadap ke atas untuk memfiksasi kateter atau jarum
11. Oleskan salep atau berikan larutan povidon iodine di tempat pungsi vena.
Biarkan larutan mengering. Rekatkan lembaran kedua plester yang kecil
langsung diatas kateter
12. Pasang kasa berukuran 2 x 2 cm atau balutan transparan di atas tempat pungsi
vena. Apabila balutan transparan dipilih, pasang balutan tersebut searah
dengan arah pertumbuhan rambut
13. Fiksasi selang intravena dengan lembaran plester tambahan (jangan menutupi
balutan transparan)
14. Tulis tanggal dan waktu penggantian balutan langsung pada balutan
15. Buang peralatan di wadah yang sudah disediakan, lepas dan buang sarung
tangan serta cuci tangan
16. Kaji kembali fungsi dan kelancaran tetesan infus sebagai respon terhadap
penggantian balutan
17. Catat waktu penggantian balutan, tipe balutan yang digunakan, dan
kelancaran kecepatan tetesan infus, observasi daerah pungsi vena.
18. Terminasi dengan pasien

J. Prosedur pada system saraf


1. Pengkajian saraf kranial
a. Pengertian
Melakukan pengkajian system saraf pada pasien yang mempunyai resiko dan
gangguan saraf cranial.
b. Tujuan
1) Untuk mengetahui kelainan pada system saraf kranial

131
2) Untuk mengetahui kemampuan pasien
c. Persiapan alat/bahan:
1) Termometer
2) Spimonamanometer
3) Stateskope
4) Meteran dan rol
5) Reflex hummer
6) Pen light
7) Zat menimbulkan wangi (seperti: Kopi, Teh, minyak kayu putih, dll)
8) Tong spatel
9) Kapas
10) Jarum
11) Sarung Tangan
d. Prosedur pemeriksaan saraf cranial
1) Mengucapkan salam (“Assalammualaikum bagi muslim/salama pagi non
muslim”)
2) Menjelaskan tujuan dan kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan
3) Menjaga privasi pasien dengan menutup gordyn dan tutup pintu kamar
4) Dekatkan alat-alat dengan pasien
5) Mencuci tangan
6) Mengunakan sarung tangan
7) Melakukan pemeriksaan saraf:
a) Nervus I Alfaktorius; memeriksa dengan menggunakan zat yang
menimbulkan wangi (Kopi/Teh), dekat kan zat tersebut pada salah satu
hidung pasien dan lubang hidung yang lain anjurkan tutup dengan tangan ,
lalu tanyakan pada pada pasien zat apa yang digunakan, apakah sesuai
dengan zat yang ditanyakan oleh pemeriksa.
Zat yang digunakan boleh ditukar beberapa macam. Pasien dapat
menyebutkan semua zat yang ditanyakan berarti pencium baik (Normal)
juga disebut Normosmi, bila daya cium berkurang disebut hyposmi, dan
sama sekali tidak dapat mengena wangi disebut anosmia.

132
b) Nervus II Optikus; sebelum memeriksa juga perawat harus mengetahui
kelainan yang dialami pasien seperti katarak, conjungtivitis, dan penggunaan
kaca mata.
Ketajaman penglihatan dengan menyuruh pasien membaca dengan jarak
35 cm kemudian dinilai apakah pasien dapat membaca dengan jelas, kalau
tidak dekatkan seberapa jauh pasien dapat membaca dan kemudian catat.
Lapangan pandang; pemeriksan menggunakan jari sebagai objek, lalu
berdiri dihadapan pasien, anjurkan menutup mata sebelah, lalu tanyakan
pada pasien berapa jari-jari yang dipresentasikan oleh pemeriksa dengan
jarak 60 - 100 cm. Objek yang digerakan oleh pemeriksa mulai dari tengah
sampai berapa derajat pasien dapat melihat kesamping kiri/kanan. Catat
berapa derajat tingkat penglihatan pasien.
c) Nervus III Okulomotorius; Pemeriksa menyuruh pasien mengerakan bola
mata keri dan kekanan atau keatas kebawah untuk mengkaji saraf lavatory
palpebra,mengunakan pen light menkaji pupil apakah terjadi pengecilan
(kontriksi) atan pelebaran (dilatasi), gunakan pen light dari arah samping
menuju kertengah. Observasi apakah ada edema kelopak mata, hyperemi
konjungtiva, kelopak mata jatuh, celah mata sempit, dan bola mata
menonjol.
d) Nervus IV Trokhlearis (motorik); pemeriksa menilai pupil pasien dengan
menggunakan penlight dengan cara mengarah penlight dari arah samping
menuju kepupil lalu nilai apakah terjadi pengecilan/pelebaran ukuran pupil
atau sama/tidak antara mata kiri dan kanan. Apakah terjadi isokor/unisokor
(sama/tidak) dan miosis/medriasis (ukuran < 2 mm/ukuran > 5 mm).
e) Nervus V Trigeminus (Sensorik-motorik); memeriksa sensori wajah dan
otot wajah alat yang digunakan kapas, jarum, botol berisi air panas, jangkar,
garphutalla rasa raba, rasa nyeri, rasa suhu, sikap, getar, mengunyah, posisi
mulut semetris atau tidak simetris.
f) Nervus VI Abduksen (Motorik); memeriksa otot bola mata lateral atas,
medial bawah, medial atas, lateral bawah, lateral bawah, pasien mengikuti
arah yang dianjurkan oleh pemeriksa ini berarti normal bila tidak ini ada
kelemahan otot mata, nistagmus bila gerakan bola mata bolak
balik/involunter.

133
g) Nervus VII Facialis(Sensorik-motorik; memeriksa dengan menggunakan
zat asin/manis letakan pada 2/3 lidah depan, pasien dianjurkan menjulurkan
lidah lalu tanyakan apa zat yang dirasakan. Dan minta pasien menggerakan
kedua alis mata, mengerutkan dahi, menutup mata dengan erat sehingga
pemeriksa tidak dapat membukanya. Ajurkan tersenyum, dan
mengembungkan kedua pipi/ bersiul.
h) Nervus VIII Vestibularis dan kolearis (Sensorik); periksa dengan
menggunakan arlogi atau garphu talla, mendengar bunyi. Keseimbangan
dengan ajuran berjalan/berdiri dengan menutup mata.
i) Nervus IX Glosofaringeal (motoric-sensorik); periksa dengan menyentuh
farings bagian posterior dengan tong spatel ajkan muncul reflek muntah ini
pertanda normal, bila tidak ada reflek muntah berarti negatip
j) Nervus X Vagus (motoric-sensorik); pasien disuruh buka mulut lebar-lebar
dan disuruh mengucapkan “aaaa” kemudian dilihat apakah terjadi
regurgitasi kehidung. Observasi denyut jantung apakah ada bradycardy atau
tachycardia.
k) Nervus XI Aksensoris (motorik); dengan menyuruh pasien melihat kesatu
sisi dan tangan pemeriksa yang sedang palpasi otot wajah. Tes angkat bahu
dengan pemeriksa menekan bahu pasien kebawah dan pasien mengangkat
bahu keatas. Normal pasien dapat mengakat bahunya dengan baik, bila tidak
berarti mengalami parese.
l) Nervus XII Hypoglosus (motorik); pasien disuruh menjulurkan lidah
kemudian menarik kembali, ini dilakukan secara berulang kali. Normal bila
geragan lidah terkoordinasi dengan baik, bila tidak terjadimiring kesalah
sartu sisi berarti ada parese
2. Pengkajian saraf dengan menggunakan Glass Coma Scale (GCS)
a. Pengertian
Skala yang dipakai untuk menentukan/menilai tingkat kesadaran pasien mulai
sadar penuh sampai keadaan koma. Tingkat penilaian respon terhadap 3
komponen yaitu respon membuka mata, respon motoric dan respon verbal dengan
total nilai sempurna yaitu E;4, M;6 V;5
b. Tujuan
1) Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien

134
2) Mendapatkan data objective pasien
3) Evaluasi perkembangan pasien
c. Indikasi:
Pasien dengan tingkat kesadaran menurun
d. Persiapan alat/bahan:
1) Sarung tangan
2) Pen light
3) Meteran
4) reflek hummer
5) dll
e. Prosedur tindakan
1) Panggil pasien untuk melihat respon penglihatan dan verbalnya.
2) Jika pasien tidak berespon dengan panggilan beri rangsangan nyeri dengan cara
menekan pada dahi, sternum, dan ujung jari.
3) Tanyakan pada pasien (Nama, tempat, waktu) untuk menilai respon verbal
4) Anjurkan p-asien untuk menggerakan ektermitas atas dan bawah untuk menilai
motoric.
f) Respon
Mata (Eye opening):
- Sponta membuka mata …………………………………………… 4
- Terhadap suara membuka mata……………………………………3
- Terhadap nyeri membuka mata ……………………………………2
- Tidak ada respon membuka mata …………………………………1
Repon motoric ( M)
- Ikuti perintah menggerakan ………………………………………6
- Mealokasikan nyeri ………………………………………………5
- Flexi normal (menarik anggota bila dirangsang) ………………...4
- Flexi abnormal …………………………………………………..3
- Ektensi abnormal …………………………………………………2
- Tidak ada respon …………………………………………………1
Respon Verbal (V)
- Berorientasi baik ………………………………………………..5
- Berbicara kacau …………………………………………………4
135
- Kata-kata tidak teratur………………………………………….3
- Suara tidak jelas ………………………………………………..2
- Tidak ada suara…………………………………………………1

Perhatian:
Composmentis nilai GCS : 14 – 15
Apatis : 12 – 13
Delirium : 10 – 11
Samnollen :7–9
Stupor :4–6
Coma :3

K. Prosedur pada sisten Endokrine/imun


2. Injeksi Insulin
a. Pengertian
Memberikan obat insulin untuk mengfontrol kadar gula darah pada pasien yang
menderita diabetes millitu type 1 dan type 2 yang tidak bias dikontrol dengan
pengobatan oral.
b. Tujuan
1) Menurukan kadar gula darah

c. Indikasi
1) Pasien diabetes mellitus type 1 dan type 2
d. Alat dan bahan
1) Obat insulin
2) Sarung tangan
3) Spuit
4) Pen insulin isi ulang
5) Catrigde insulin
6) Kapas alcohol
7) Bengkok
e. Prosedur
1) Beri salam

136
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
4) Mencuci tangan
5) Gunakan sarung tangan
6) Menyiapkan obat insulin sesuai dengan rencana medis
7) Buka tutup plastic pada botol insulin
8) Hangatkan botol insulin dengan kedua tangan perawat agar insulin terlarut dan
jangan mengocok botol insulin
9) Usap kapas alcohol pada tutup botol insulin lalu tusukan dengan spuit yang
telah diberi ruang isap sebanyak dosis yang telah ditentukan.
10) Atau tarik plunger sesuai dengan jumlah unit insulin yang dibutuhkan
11) Periksa adanya gelembung udara dalam spuit, bila ada keluarkan.
12) Oleskan alcohol pada kulit lalu injeksi insulin diakukan.
13) Ajarkan pasien untuk dapat melakukan tindakan ini sendiri kemudian
14) Terminasi
15) Cuci tangan rapikan alat
16) Dokumentasi

3. Pemeriksaan Kadar Gula Darah


a. Pengertian.
Suatu tindakan yang dilakukan untuk mengetahui kadar gula dalam darah
menggunakan glukocheck
b. Tujuan:
1) Untuk mengetahui kadar gula darah
2) Untuk menilai respon pasien terhadap tindakan yang diberikan
c. Indikasi:
1) Pasien gangguan nutrisi
2) Pasien diabetes mellitus
3) Pasien kritis
4) Pasien gangguan pernafasan.
d. Alat dan Bahan:
1) Glukometer (mesin) Strip
2) Nidl

137
3) Kapas alcohol
4) Sarung tangan
5) Lanset
6) Plaster
7) gunting verban
8) Perlak kecil
e. Prosedur
1) Beri salam (assalammualaikum/selamat pagi,siang,malam)
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
4) Mencuci tangan
5) Gunakan sarung tangan
6) Hidupkan mesin glukocheck
7) Buka nidle
8) Berikan desenfektan pada ujung jari yang akan ditusuk
9) Pegang ujung jari lalu tusuk dan keluarkan darah
10) Alirkan darah pada stik glukocheck
11) Nilai angka yang tertera pada mesin
12) Beri tahu pasien bahwa kadar gula darah yang tertera pada alat
13) Terminasi dengan pasien
14) Dokumentasi

138
DAFTAR PUSTAKA
Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., & Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis
Kozier & Erb. 5 th Ed. New Jersey: Upper Saddle River.
Black, Joyce M. (2005). Medical Surgical Nursing: Clinical Management For Positive
Outcomes. 7th ed. USA: Elsevier Inc.
Dochterman, J. M & Bulechek,G. M. (2004). Nursing intervention classification (NIC) 4th
edition. Mosby. United States of America
Ignatavicius, Workman. (2006). Medical Surgical Nursing: Critical Thinking For
Collaborative Care. 5th ed. USA: Elsevier Inc.
Kozier et al. (2004). Fundamental of nursing: conceps, process,and practice, 7th edition.
Upper Sanddle River: Pearson education, Inc.
Masfuri, Amelia, K., & Suprapti. (2010). Basic Emergency Nursing: Bantuan Hidup
Dasar Untuk
Perawat. Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia
(HIBGABI).
Moorhead,S, Jhonson,M & Maas, M. (2004). Nursing outcomes classification (NOC) 4th
edition. Mosby. United States of America.
National Cardiovasculer Center Harapan Kita. (2008).
Potter, P.A., & Perry, A. G. (2005). Fundamental of Nursing. 6th ed. USA: Elsevier
Mosby.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth.
Vol. 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth.
Vol. 2. Jakarta : EGC.

139
BAB III
PENUTUP

A. KASUS PRAKTIKUM

1. Kasus Untuk system pernafasan:

Seorang laki-laki berusia 42 tahun, masuk rumah sakit dengan sesak nafas, bernafas
dengan menggunakan otot pernafasan, pada pemeriksaan fisik; TD 140/90 mmHg, RR 32
x/menit, Nadi 84 x/menit, suhu 37 derajat Celsius, suara nafas ronchi, lalu dirawat
diruang paru mendapatkan pemeriksaan dokter ternyata pasien perlu dilakukan tindakan
trakeatomi perawat mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan tersebut setelah itu
pasien dirawat kembali dengan pengawasan dan pemberian oksigen menggunakan
sungkup. buat rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut diatas

2. Kasus untuk system cardiovaskuler:


Seorang laki-laki berusia 64 tahun, dirawat di unit jantung rumah sakit dengan keluhan
cepat lelah, bernafas merasa tertekan, nyeri dada kiri menjalar kebahu, pada pemeriksaan
fisik; TD 180/90 mmHg, RR 30 x/menit, suhu 37.5 derajat Celcius, dikonsulkan kedokter
dianjurkan rekamana EKG, control saturasi oksigen setiap 2 jam sekali, buat rencana
asuhan keperawatan pada pasien tersebut diatas.

3. Kasus untuk system perkemihan:

Seorang laki-laki berusia 68 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sukar buang air
kecil sudah 3 bulan yang lalu, pada pemeriksaan fisik; TD 140/80 mmHg, RR 20 x/menit,
Nadi 84 x/menit, blas penuh, dokter menganjurkan untuk pemasangan kateter. buat
rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut

4. Kasus untuk system pencernaan:

Seorang laki-laki berusia 66 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan muntah-muntah
bila makan makanan, ini sudah 1 bulan yang lalu, berat badan sudah turun pada
pemeriksaan fisik; BB 48 kg, kurus, TD 120/80 mmHg, Suhu 37 derajat Celsius, RR 20
x/menit, konsul dengan dokter dianjurkan memasang NGT pada tahap awal, ternyata hasil
radiologi ada masa pada usus bagian bawah, dokter mengajurkan persiapan pre operasi
untuk tindakan kolostomi. buat rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut

5. Kasus untuk system musculoskeletal:

Seorang laki-laki berusia 24 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan kecelakaan
lalulintas mengalami patah tulang kering, pada pemeriksaan fisik; TD 120/80 mmHg,
Suhu 37 derajat Celsius, RR 20 x/menit, hasil pemeriksaan radiologi patah tulang kering
1/3 bagian bawah, dokter rencana melakukan operasi lalu pasien dirawat di rawat bedah,
setelah 3 hari dianjurkan verban luka diganti buat rencana asuhan keperawatan pada
pasien tersebut
140
6. Kasus untuk imum/endokrin:
Seorang laki-laki berusia 26 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan sering kencing,
banyak makan, dan banyak minum,dan bila minum obat tertentuk menimbulkan gatal
gatal pada kulit, pada pemeriksaan fisik; TD 120/80 mmHg, Suhu 37 derajat Celsius, RR
20 x/menit, cepat lelah, hasil pemeriksaan laboratorium kgd 230, gr%, lalu pasien di
rawat penyakit dalam, caba saudara buat rencana keperawatan pada pasien tersubut diatas

7. Kasus untuk system saraf:

Seorang laki-laki berusia 60 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan jatuh pinsang di
kamar mandi, lalu keluarga membawa ke rumah sakit pada pemeriksan fisik pasien
tampak mulut merot kiri, tangan dan kaki kanan hemiparese, TD 180/90 mmHG, Nadi 86
x/menit, RR 24 x/menit, dokter mengajurkan di rawat diruang saraf. Caba anda buat
rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut

8. Kasus untuk system penglihatan.

Serorang laki-laki berusia 70 tahun masuk kerumah sakit dengan pandangan kabur akibat
masuknya cairan air keras kedalam matanya, pada pemeriksaan fisik mata merah, keluar
air mata, banyak kotoran mata.TD 140/90 mmHg, Nadi 72 x/menit, RR 18 x/menit. buat
rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut

9. Kasus untuk system pendengaran

Seorang laki-laki berusia 72 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan pendengaran
berkurang, ada perasaan penuh ditelinga sudah 3 bulan terakhir saat dilakukan
pemeriksaan fisik tampak diliang telinga ada segmenprof, TD 140/80 mmHg, nadi 76
x/menit RR 20 x/menit. buat rencana asuhan keperawatan pada pasien tersebut

Soal pre tes

1. Sebutkan tujuan tidakan


2. Jelaskan Indikasi
3. Sebutkan alat dan bahan
4. Jelaskan prosudure tindakan

141
B. CHECKLIST PRAKTIKUM

FORMAT PENILAI MEMASANG INFUS

No PROSEDUR N I L A I Ket
0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Membuka cairan dan memasang selang infus
12 Menggantungka pada standar infus
13 Menentukan area pemasangan infus
14 Mamasang perlak kecil dibawah tangan pasien
15 Mendekatkan nearbeken
16 Memasang tourniquet
17 Menyuruh pasien mengepalkan tangan
18 Menepuk pada area tusukan jarum infus
19 Melakukan desinfektan pada area tusukan dengan
alcohol
20 Membuka abochat/wing nidle
21 Menusuk dengan sudut 30 derajat
22 Membuka mandrain dan menyambung ke selang
infus
23 Mengatur tetesan infus
24 Mengucapkan Alhamdulillah
25 Memasang verban 2 x 2 cm pada area tusukan
26 Melakukan fiksasi dengan plaster
27 Memberi label tanggal pemasangan
28 Merapikan alat dan mencuci tangan
29 Terminasi
30 Dukumentasi
Total nilai
Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

142
FORMAT PENILAI PENGAMBILAN DARAH ARTERI

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Beri kesempatan bertanya oleh pasien
12 Pasang perlak kecil dibawah tangan yang akan
difungsikan
13 Buka spuit dan kuatkan nidle
14 Palpasi area arteri radialis yang akan difungsi
15 Desenfektan area tusukan dengan swap/kapas
alcohol
16 Membaca bismillah sebelum menusuk
17 Tusuk dengan tegak lurus pada arteri
18 Bila berhasil darah akan mendorong …..spuit
19 Jumlah darah mencukupi permintaan (2 - 5 ml)
cabut jarum
20 Membaca Alhamdulillah dan lalu plaster area
tusukan
21 Masukan darah pada tabung yang telah disiapkan
22 Beri label pada specimen nama pasien sesuia
dengan status
23 Rapikan alat dan pasien
24 Mencuci tangan
25 Terminasi
26 Kirim keloboratorium
27 Dokumentasi
Total nilai
Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

143
FORMAT PENILAI PENGUKURAN KADAR GULA DARAH

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Hidupkan mesin glukocheck
12 Masukan stik glukocech pada tempatnya
13 Tentukan ujung jari yang akan difungsikan
14 Desinfektan ujung jari yang akan difungsikan
15 Tunggu kering lalu buka nidle
16 Baca bismillah lalu menusuk ujung jari
17 Tekan agar darah keluar lalu alirkan ke stik
gluchocek
18 Nilai angka yang muncul pada mesin
19 Perlihatkan pada pasien angka kadar gula
darahnya
20 Baca Alhamdulillah
21 Rapikan alat dan pasien
22 Teminasi
23 Cuci tangan
24 Dukumentasi
Total nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

144
FORMAT PENILAI PEMBERIAN INSULIN

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Menyiapkan obat insulin sesuai dengan rencana
medis
12 Hangatkan botol insulin dengan kedua tangan
perawat
13 Buka tutup plastic pada botol insulin
14 Disenfektan pada tutup botol insulin
15 Berikan ruang pada spuit sebatas dosis insulin
16 Tusukan spuit kebotol insulin lalu dorong plunger
kedalam
17 Lalu balikan botol insulin tunggu sampai masuk
obat
18 Periksa gelembung dalam spuit bila keluarkan
19 Baca bismillah
20 Desinfektan kulit area tusukan tunggu kering
21 Suntik insulin
22 Baca Alhamdulillah
23 Rapikan alat dan pasien
24 Terminasi
25 Cuci tangan
26 Dokumentasi
Total nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

145
FORMAT PENILAIAN MENGGANTIKAN VERBAN LUKA OPERASI

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Memasang perlak
12 Mendekankan bengkok
13 Buka plaster dengan mengoleskan sofl
bensin/minyak kayu putih dari arah yang jauh
14 Gunakan pinset chirrugies Tarik dengan perlahan-
lahan
15 Buka secara bertahap (lapis demi lapis)
16 Letakan dalam bengkok
17 Ganti sarung tangan steril
18 Ambil kassa yang telah dibasahi Na Cl 0,9%
dengan pinset peras dengan cara memutarkan
19 Bersihkan luka satu arah, mulai arah yang jauh ke
dekat
20 Ulangi sampai 3 kali atau sampai luka bersih
21 Beri obat/ zalf antibiotic/daryantulle pada luka
22 Tutup dengan kassa steril sampai 3 lapis
23 Fiksasi dengan plaster
24 Baca Alhamdulillah
25 Rapikan alat dan pasien
26 Terminasi
27 Cuci tangan
28 Dokumentasi
Total nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

146
FORMAT PENILAIAN MENGGANTIKAN VERBAN LUKA KOTOR

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Memasang perlak
12 Mendekatkan bengkok dengan pasien
13 Buka plaster dengan mengoleskan sofl
bensin/minyak kayu putih dari arah yang jauh
14 Gunakan pinset chirrugies Tarik dengan perlahan-
lahan
15 Buka secara bertahap (lapis demi lapis)
16 Letakan dalam bengkok
17 Ganti sarung tangan steril
18 Ambil kassa yang telah dibasahi Na Cl 0,9%
dengan pinset peras dengan cara memutarkan
19 Bersihkan luka satu arah, mulai mulai dari arah
yang jauh kearah yang dekat atau dari dalam
melingkar keluar bila luka lebar
20 Ulangi sampai 3 kali atau sampai luka bersih
21 Beri obat/ zalf antibiotic/daryantulle pada luka
22 Tutup dengan kassa steril sampai 3 lapis
23 Fiksasi dengan plaster
24 Baca Alhamdulillah
25 Rapikan alat dan pasien
26 Terminasi
27 Cuci tangan
28 Dokumentasi
Total nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

147
FORMAT PENILAIAN PEMASANGAN KATETER

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Minta pada pasien untuk melepaskan pakaian
11 Mengatur posisi pasien lithotomi
12 Memasang perlak
13 Mendekatkan bengkok
14 Baca Bismillah
15 Pasang dug bolong
16 Bersih orifisium penis/labia minora dan mayora
dengan kapas sublimat sampai bersih
17 Klem pada ujung bagian luar
18 Buka kateter oleskan jelly 5 – 10 cm pada ujung
kateter
19 Pegang penis dengan tangan kiri masukan
dengan tangan kanan secara perlaha dengan
menggunakan pinset
20 Anjurka pasien rileks dengan menarik nafas dalam
21 Masukan kateter sampai urin keluar (sampai
kepangkal)
22 Sambung ujung kateter bagian luar dengan selang
urine bag
23 Isikan aquades/udara 20 ml kedalam balon
kateter dengan spuit
24 Fiksasi kateter diatas paha pasien dengan plaster
25 Gantung urine bag disisi bawah tempat tidur
26 Baca Alhamdulillah
27 Rapikan alat dan pasien
28 Terminasi
29 Cuci tangan
30 Dokumentasi jlh urin, warna , bau, kosentrasi
Total nilai
Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

148
FORMAT PENILAIAN PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Pasang handuk disisi dada pasien
12 Ambil NGT ukur dari prcesus xypoideus kedahi
belok ketelinga atau ke dahi, tandai
13 Klem ujung bagian luar dan oleskan jelly pada
ujung yang akan dimasukan
14 Baca Bismillahirrahmannirahim
15 Ajurkan pasien rileks dan berusaha menelan saat
dimasukan selang
16 Beri aba-aba bahwa kita masuk selang secara
pelan pelan, usahakan bapak/ibu menelan
17 Masukan selang sampai batas yang ditandai tadi,
lalu evaluasi apakah selang masuk ke lambung
dengan cara mencelupkan ujung dalam air, bila
ada gelembung cabut selang. Atau dengan
memasukan udara 5ml dengan spuit dengar
dengan menggunakan statekope, atau menarik
sedikit cairan lambung dengan spuit.
18 Bila sudah yakin masuk lakukan fiksasi dengan
plaster
20 Baca Alhamdulillah
21 Tutup ujung NGT dengan klem, dan tutup dengan
kassa
22 Letakan ujung NGT pada sisi kepala tempat tidur
23 Rapikan alat dan pasien
24 Terminasi
25 Cuci tangan
26 Dokumentasi
Total nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

149
FORMAT PENILAIAN FISIOTERAPI DADA

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien (miring kiri/kanan,
terlentang)
11 Menbentangkan handuk pada daerah yang akan
diperkusi dan vibrasi
12 Melakukan perkusi dada mulai dari lobus bawah
ke atas dengan tangan membentuk piala
13 Angkat handuk letakan tangan pemeriksa pada
area vibrasi sambil menganjurkan pasien bernafas
dalam dan batuk efektif
14 Dekatkan bengkok untuk menampung secret
15 Rapikan pasien dan bersihkan alat
16 Cuci tangan
17 Baca Alhamdulillah
18 Rapikan alat dan pasien
19 Terminasi
20 Cuci tangan
21 Dokumentasi
Total nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

150
FORMAT PENILAIAN SADAPAN EKG

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan mesin EKG dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Ajurkan pasien membuka pakaian (baju) dan
tanggalkan perhiasan yang berbentuk logam
12 Tentukan tempat pemasangan elektroda unipolar
pericardial
13 Oleskan jelly pasang Elektroda unipolar
pericardial:
V1 = inter costa 4 midl sternum kanan
V2 = inter costa 4 midl sternum kiri
V3 = midl antar V2 dan V4
V4 = intercostal 5 kiri
V5 = sejajar V4 midl papila
V6 = sejajar V 4 midl axilla
14 Oleskan jelly pasang
15 Oleskan jelly Pasang elektroda unipolar
ektermitas:
Tangan kiri = merah, tangan kanan = merah
Kaki kiri = ungu, kaki kanan =
16 Ajurkan pasien tenang tidak boleh bergerak
17 Hidupkan mesin EKG control kalibrasi
18 Rekaman dilakukan let I, II, III, aVR, aVL, aVF,
V1, V2, V3, V4, V5,V6
19 Setelah selesai tulis tgl, pukul, operator yang
merekam
20 Baca Alhamdulillah
21 Rapikan alat dan pasien
22 Terminasi
23 Cuci tangan
24 Dokumentasi
Total nilai
Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

151
FORMAT PENILAIAN IRIGASI MATA

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien miring kearah lateral
kiri/kanan
11 Pasang perlak dibawah sisi mata yang akan
diirigasi
12 Bentangkan handuk lalu lakukan irigasi dari arah
dalam ke arah luar/lateral
13 Letakan bengkok dibawah sisi mata yang di irigasi
14 Irigasi dilakukan sampai obat yang diberikan habis
15 Baca Alhamdulillah
16 Rapikan alat dan pasien
17 Terminasi
18 Cuci tangan
19 Dokumentasi
Total nilai
Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

152
FORMAT PENILAIAN IRIGASI TELINGA

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan

10 Mengatur posisi pasien semi powler


11 Mengambil cairan/obat yang dibutuhkan
12 Memasang perlak di sisi bawah telinga yang akan
diirigasi
13 Memegang daun telinga lalu mengalirkan cairan
secara perlahan-lahan dalam liang telinga
14 Tampung menggunakan bengkok pada sisi bawah
telinga
15 Lakukan sampai dengan cairan yang disediakan
habis
16 Baca Alhamdulillah
17 Rapikan alat dan pasien
18 Terminasi
19 Cuci tangan
20 Dokumentasi
Total nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

153
FORMAT PENILAIAN TRAKHEOSTOMI

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Menjelaskan apa yang dirasakan saat dilakukan
tindakan
12 Sediakan alat tulis (Pupen, kertas) untuk
berkomunikasi
13 Baca Bismillah
14 Buka kanul bagian dalam dengan memutar
serarah jarum jam
15 Keluarkan secara pelan kanul dalam dengan
membengkokan kearah perawat
16 Letakan kanul dalam kom steril yang telah
diberikan normal salin beberapa menit
17 Tutup kanul yang tinggal pada pasien dengan
kassa bila pasien batuk tidak terkontaminasi
dengan sputum
18 Bersih dengan menyikat kanul trakheostomi, pipa
pembersih, swab untuk menghilangkan residu
19 Keringkan kanul dengan tissue, kassa
20 Gantikan kanul dalam dan kunci dengan memutar
terbalik arah jarum jam
21 Ganti balutan pada trakeatomi
22 Buka secara pelan pelan balutan pada
trakheastomi dan letakan dalam bengkok
23 Bersihan luka pada lingkaran trakheastomi
dengan kassa yang dibasahi NaCl 0,9% sampai 3
x, atau sampai bersih
24 Bersihkan juga permukaan trakrostomi dengan
kassa yang telah dibasahi NaCl 0,9% sampai
bersih
25 Evaluasi tanda-tanda radang (calor,rubor, dolor)
26 Berikan zalf antibiotic pada area luka
27 Gunakan Verban 4 x 4 cm, buka memanjang lalu
lipat 1,5 cm dan masukan dari arah bawah keatas
mengelilingi lingkaran trakheastomi
28 Fiksasi verban dengan plaster
29 Menggantikan tali pada trakheastomi buka tali
pada sisi yang jauh kemudian tarik secara
perlahan dan buka ujung tali yang dekat tarik
kebawah secara parlahan sampai tali terlepas dari
trakheastomi
154
30 Ganti dengan tali yang baru dengan cara
memasukan ujung tali pada lempeng trakheastomi
sisi yang jauh ikat lalu masukan ujung tali
kebelakang leher lalu masukan ujung tali pada
lempeng trakheastomi sisi dekat eratkan
32 Baca Alhamdulillah
33 Rapikan alat dan pasien
34 Terminasi
35 Cuci tangan
36 Dokumentasi

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

155
FORMAT PENILAIAN PROSEDUR MENGGATIKAN COLOSTOMI

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman (duduk, miring)
11 Membentangkan perlak pada sisi bawah stomac
Mendekatkan bengkok dengan pasien
12 Baca Bismillah
13 Membuka kantong kolostomi dari arah yang jauh kea
rah yang dekat dan letak dalam bengkok
14 Bersihkan stomac sampai bersih dan tutup dengan
kassa sementara
15 Ukur lubang kantong kolostomi dan potong secara
melingkar sesuai dengan lingkaran ukuran stomac
16 Keringkan kulit sekitar stomac dengan tissue
17 Buka perekat pada kantong kolostomi ½ lingkaran,
lalu lipat, letakan pada sisi stomac yang jauh
rekatkan dan Tarik secara perlahan perekat ½ lagi,
lalu tekan sehingga katong kolostumi benar-benar
lengket.
18 Baca Alhamdulillah
19 Rapikan alat dan pasien
20 Terminasi
21 Cuci tangan
22 Dokumentasi
Total nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

156
FORMAT PENILAIAN PEMBERIAN NEBULIZER

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien duduk semipowler
11 Baca Bismillah
12 Mengukur tanda-tanda vital sebelum dilakukan
tindakan
13 Kotrol mesin nebulizer siap untuk digunakan
14 Hubungkan selang dengan mesin nebulizer lalu ambil
tabung penampung obat hubungkan pada ujung
selang yang telah dihubungkan dengan mesin
nebulizer
15 Isikan obat sesuai dengan rencana medis (baca
apakah perlu pengenceran obat dengan aqubidest)
16 Pasang sungkup kehidung pasien lalu hidupkan
mesin
17 Ajurkan pasien menarik nafas dalam dan menahan
beberapa saat serta mengeluarkan nafas secara
perlahan.
18 Perhatikan keadaan pasien selama nebulizer
19 Tunggu sampai obat dalam tabung nebulizer habis
lalu lepaskan sungkup
20 Ajurkan pasien nafas dalam dan batuk efektif
beberapa kali
21 Ukur kembali tanda-tanda vital setelah tindakan
diberikan
22 Baca Alhamdulillah
23 Rapikan alat dan pasien
24 Terminasi
25 Cuci tangan
26 Dokumentasi

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

157
FORMAT PENILAIAN PERAWATAN WATER SEAL DRANAGE (WSD)

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Membentangkan perlak pada sisi bawah WSD
12 Mendekatkan bengkok
13 Baca Bismillah
14 Membuka plater pada verban area WSD dengan
mengleskan sofl bensin/minyak kayu putih diatas nya
15 Membuka dari arah yang jauh kearah yang dakat
16 Buka verban lapis demi lapis dan perhatikan area
luka
17 Bersihkan dengan kassa yang telah dibasahi NaCl
0,9% dengan satu arah dari dalam keluar sampai 3 x
18 Siapkan kassa 4 x 4 cm sebanyak 3 lembar potong ½
ditengah bagian kassa.
19 Olekan zalf antibiotic
20 Tutup dengan kassa yang telah disiapkan lalu fiksasi
dengan plaster
21 Baca Alhamdulillah
22 Rapikan alat dan pasien
23 Terminasi
24 Cuci tangan
25 Dokumentasi
Total nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

158
FORMAT PENILAIAN MENGGANTIKAN BOTOL WATER SEAL DRANAGE (WSD)

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Mengatur posisi pasien yang aman
11 Baca Bismillah
12 Mengklem selang WSD
13 Membuka botol yang sudah penuh dengan cairan
WSD
14 Lalu membuang pada tempatnya, mengingat jumlah
cairan
15 Membersihkan botol dengan cairan desinfektan
sampai bersih.
16 Mengisi air residu sebatas yang telah ditetapkan
pada botol dengan memberikan cairan desinfaktan
17 Menyambungkan lagi selang dengan botol
penampung
18 Buka klem
19 Evaluasi undulasi pada selang WSD
20 Baca Alhamdulillah
21 Rapikan alat dan pasien
22 Terminasi
23 Cuci tangan
24 Dokumentasi
Total Nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

159
FORMAT PENILAIAN TEHNIK RELAKSASI PROGRESIF

No KETRAMPILAN MAHASISWA N I L A I Ket


0 1 2 3 4
1 Memberi salam
2 Memperkenalkan diri dan kontrak waktu
3 Menjaga privasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
5 Mendekatkan alat dengan tempat tidur pasien
6 Mencuci tangan
7 Menggunakan sarung tangan
8 Mempersiapkan alat dan bahan
9 Minta pasien kerja sama dalam tindakan
10 Baca Bismillah
11 Mengatur posisi pasien rileks
12 Menganjurkan pasien menutup mata
13 Melakukan sentuhan yang hangat bila pasien merasa
tidak terancam
14 Menggunakan kata/nama yang disukai pasien
15 Berkata dengan jelas suara yang tenang dan neteral
16 Menganjurkan pasien menarik nafas dalam secara
perlahan untuk merelaksasikan semua otot
17 Mengingatkan pasien untuk menghayalakan tempat
yang sangat indah dan menyenangkan dirinya seolah
olah dirinya ada disana, bayangkan….. mendalam
18 Meminta pasien untuk menjelaskan perasaan yang
muncul saat melakukan relasasi
19 Mengarahkan pasien keluar dari khayalan dengan
cara menghitung mundur dari 5 hingga 1,
mengucapakan pada pasien bahwa ia telah
beristirahat ketika matanya dibuka
20 Mendiskusikan bersama pasien tentang pengalaman
yang sangat indah dalam kehidupannya
21 Menganjurkan hal ini dapat dilakukan kapan saja
22 Baca Alhamdulillah
23 Rapikan alat dan pasien
24 Terminasi
25 Cuci tangan
26 Dokumentasi
Total Nilai

Banda Aceh, 2019

Tutor,

(……………………………………)

160

Anda mungkin juga menyukai