Anda di halaman 1dari 52

ILMU HEWAN PERCOBAAN

BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM

Tim Pengampu:

Prof. Dr. Aulanni`Am, drh., DES


Dr. Dyah Kinasih Wuragil, S.Si., MP., M.Sc.
drh. Yudit Oktanella, M.Si
drh. Tiara Widyaputri, M.Si*
drh. Made Bagus Auriva Mataram, M.Sc.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK DAN HEWAN COBA


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2024
PENUNTUN PRAKTIKUM

ILMU HEWAN PERCOBAAN

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Aulanni`Am, drh., DES
Dr. Dyah Kinasih Wuragil, S.Si., MP., M.Sc.
drh. Yudit Oktanella, M.Si
drh. Tiara Widyaputri, M.Si*
drh. Fitriya Nur Annisa Dewi, PhD

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK DAN HEWAN COBA


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2024

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA ii


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Illahi atas ijin-Nya Buku Penuntun Praktikum Ilmu Hewan
Percobaan ini dapat diselesaikan. Buku ini disusun dengan tujuan untuk membantu dan
memandu mahasiswa dalam mengikuti praktikum Ilmu hewan percobaan. Diharapkan dengan
adanya diktat ini proses transfer ilmu akan lebih baik dan membuahkan hasil yang
memuaskan. Tim penyusun menyadari ada banyak celah-celah kekurangan dalam
penyusunan buku ini, sehingga kami akan menerima segala kritik dan masukan dengan
sepenuh hati. Kritik dan masukan sangat berguna untuk perbaikan kualitas diktat ini, yang
pada akhirnya akan meningkatkan kualitas praktikum. Semoga keberadaan buku petunjuk
praktikum ini bermanfaat bagi pembacanya dan digunakan sebagaimana mestinya.

Tim penyusun

drh. Tiara Widyaputri, M.Si

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
TUJUAN INSTRUKSIONAL v
TATA TERTIB PRAKTIKUM vi
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM vii
JADWAL PRAKTIKUM ILMU HEWAN PERCOBAAN 1
HEWAN PERCOBAAN I RODENTIA : MENCIT (Mus musculus) 3
HEWAN PERCOBAAN II RODENTIA : TIKUS (Rattus norvegicus) 11
HEWAN PERCOBAAN III MAMALIA : KELINCI (Oryctolagus cuniculus) 19
HEWAN PERCOBAAN IV UNGGAS : MERPATI (Columba livia) 29
HEWAN PERCOBAAN V IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp) 36
LEMBAR PENILAIAN MAHASISWA 44
DAFTAR PUSTAKA 45

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA iv


TUJUAN INSTRUKSIONAL

Tujuan Instruksional Umum :

Menuntun mahasiswa agar dapat mempraktekkan teknik penggunaan hewan percobaan


untuk penelitian di bidang ilmu pra-klinik veteriner.

Tujuan Instruksional Khusus :

Mahasiswa dapat mempraktekkan beberapa teknik dalam handling & restrain,


Pelabelan/identifikasi, rute induksi obat, pengambilan darah dan jaringan serta Teknik
anastesi dan euthanasi pada berbagai hewan percobaan.

Ketentuan Umum

1. Mahasiswa yang mengambil mata kuliah Ilmu Hewan Percobaan wajib mengikuti
praktikum Ilmu Hewan Percobaan secara lengkap.
2. Semua mahasiswa diharuskan mengikuti seluruh acara praktikum yang terjadwal kecuali
ada alasan khusus yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan persetujuan
dosen koordinator praktikum.
3. Nilai KKM pretest dimulai dari 70 dan akan bertambah 5 point setiap pergantian materi
hewan coba. Bagi praktikan yang memiliki nilai dibawah KKM diwajibkan untuk
mengikuti remedial.
4. Selama pengamatan harus diawasi asisten/dosen dan dipertanggungjawabkan dengan
persetujuan asisten pada lembar laporan sementara.
5. Tidak diselenggarakan praktikum susulan.
6. Mahasiswa harus membuat laporan akhir yang berisi hasil pengamatan praktikum sesuai
materi yang telah ditentukan.
7. Bersikap dan bertingkah laku yang sopan terhadap dosen, asisten praktikum maupun
sesama mahasiswa
8. Mahasiswa diwajibkan mengikuti Ujian Akhir Praktikum sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA v


TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Peserta praktikum hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai.


2. Selama praktikum di laksanakan, Peserta wajib mengenakan jas praktikum dan memakai
sepatu tertutup dan memakai rok/celana panjang.
3. Peminjaman alat-alat diatur dengan bon peminjaman alat dan dikembalikan dalam
keadaan utuh dan lengkap serta sudah dalam kondisi bersih.
4. Kerusakan alat-alat oleh mahasiswa harus diganti dengan alat yang sama
5. Mahasiswa wajib mengikuti seluruh kegiatan praktikum sesuai jadwal yang telah
ditentukan dan kehadiran penuh (100%).
6. Bila karena sesuatu hal yang sangat penting mahasiswa tidak dapat mengikuti acara
praktikum, maka harus ada surat (keterangan sakit dari dokter), dan tidak ada jadwal
pengganti di kemudian hari, maka nilai yang didapat adalah 0 (nol).
7. Hal-hal yang belum diatur dalam tata tertib ini akan ditentukan kemudian.

PROSENTASE PENILAIAN

Penilaian didasarkan pada prestasi mahasiswa dalam mengerjakan aktivitas


pembelajaran, yaitu :
a. Ujian Akhir Praktikum dengan bobot 50 %
b. Pre test dan Post test dengan bobot 20 %
c. Laporan Praktikum 20 %
d. Kehadiran dan aktivitas lab dengan bobot 10%

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA vi


FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM

BAB I Pendahuluan
Tujuan (Poin-poin) (5)
Tinjauan Pustaka (sesuai acara praktikum (20)
BAB II Metodologi
2.1 Alat dan bahan (poin-poin) (5)
2.2 Langkah kerja(diagram alir) (10)
BAB III Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil (gambar dan foto serta keterangan) (10)
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisa Prosedur (dibandingkan literatur) (20)
3.2.2 Analisa Hasil (dibandingkan literatur) (20)
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan (10)
4.2 Saran (untuk praktikum, non dosen/asisten)
BAB V Daftar Pustaka
Daftar pustaka minimal 2 buku dan 3 jurnal (10 tahun terakhir)
LAMPIRAN
Laporan Sementara dan Literatur yang digunakan  stabilo bagian yang dikutip

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA vii
JADWAL PRAKTIKUM ILMU HEWAN PERCOBAAN (1 SKS)
Dosen Pengampu :
1. Prof.Dr. Aulanni`Am, drh., DES : AUL
2. Dr. Dyah Kinasih Wuragil, S.Si., MP., M.Sc. : DKW
3. drh. Yudit Oktanella, M.Si : YOA
4. drh. Tiara Widyaputri, M.Si* : TWP
5. drh. Made Bagus Auriva Mataram, M.Sc. : MBAM
Jadwal Kuliah:
- Kelas A : Senin, 13.00 - 16.20
- Kelas B : Selasa, 13.00 – 16.20
- Kelas C : Selasa, 07.30 – 11.05
- Kelas D : Jumat, 07.30 – 11.05
- Kelas E : Jumat, 13.00 – 16.20
Tempat : Offline di Laboratorium Patologi Klinik lantai 4 Gedung A FKH UB

minggu Tanggal Pokok Sub Pokok Bahasan Dosen Pengampu


Bahasan Kelas Kelas B Kelas C Kelas Kelas E
A Selasa, Jumat, D Jumat,
Senin, 09.20 – 13.00 – Jumat, 13.00 –
13.00 – 13.00 16.20 07.30 – 16.20
16.20 11.05
1 12, 13, 16 Breafing 1. Overview TWP TWP TWP TWP TWP
Februari Praktikum Perkuliahan:
2024 penjelasan RPS
2. Persiapan alat
dan bahan
praktikum
2 19, 20, 23 Hewan 1. Handling & restrain YOA YOA YOA YOA YOA
Februari percobaan I 2. Pelabelan/identifikasi
2024 Rodentia : 3. Rute Induksi obat
mencit

3 26, 27 Hewan 1. Pengambilan YOA YOA YOA YOA YOA


Februari percobaan I darah dan
dan 1 Rodentia : jaringan
Maret mencit 2. Anastesi
2024 dan
Euthanasi
4 4, 5, 8 Hewan 1. Handling & restrain YOA YOA YOA YOA YOA
Maret percobaan II 2. Pelabelan/identifikasi
2024 Rodentia : 3. Rute Induksi obat
tikus
5 11, 12, 15 Hewan 1. Pengambilan TWP TWP TWP TWP TWP
Maret percobaan II darah dan
2024 Rodentia : jaringan
tikus 2. Anastesi
dan
Euthanasi
6 18, 19, 22 Hewan 1. Handling & restrain TWP TWP TWP TWP TWP
Maret percoba 2. Pelabelan/identifikasi
2024 an III 3. Rute Induksi obat
Mamalia
:Kelinci
7 25, 26, 29 Hewan 1. Pengambilan TWP TWP TWP TWP TWP
Maret percobaan III darah dan
2024 Mamalia jaringan
:Kelinci 2. Anastesi
dan
Euthanasi

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1


8 1, 2, 5 UAP 1 Evaluasi Ujian DKW DKW DKW DKW DKW
April 2024 Akhir Praktikum
1

UJIAN TENGAH SEMESTER


9 29, 30 Hewan 1. Handling & restrain MBAM MBAM MBAM MBAM MBAM
April dan 3 percobaan 2. Pelabelan/identifikasi
Mei 2024 IV 3. Rute Induksi obat
Unggas :
Ayam /
burung
10 6, 5, 10 Hewan 1. Pengambilan MBAM MBAM MBAM MBAM MBAM
Mei 2024 percobaan darah dan
IV Unggas : jaringan
Ayam / 2. Anastesi
burung dan
Euthanasi
11 13, 14, 17 Hewan 1. Handling & restrain MBAM MBAM MBAM MBAM MBAM
Mei 2024 percobaan 2. Pelabelan/identifikasi
IV 3. Rute Induksi obat
Pisces :
Ikan
12 20, 21, 25 Hewan 1. Pengambilan MBAM MBAM MBAM MBAM MBAM
Mei 2024 percobaan IV darah dan
Pisces : jaringan
Ikan 2. Anastesi dan
Euthanasi
13 27, 28, 31 Kuliah 1. Apa itu dokter YOA YOA YOA YOA YOA
Mei 2024 Tamu hewan praktisi
Pengenala hewan
n dokter laboratorium?
hewan
2. Sertifikasi
praktisi
hewan bidang praktisi
laboratorium hewan
& Sertifikasi laboratorium
bidang praktisi
hewan
laboratorium
14 3, 4, 7 juni UAP 2  Evaluasi Ujian DKW DKW DKW DKW DKW
2024 Akhir Praktikum 2

UJIAN AKHIR SEMESTER

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2


HEWAN PERCOBAAN I
RODENTIA : MENCIT (Mus musculus)
A. TUJUAN

1. Melakukan teknik menghandling mencit


2. Mengidentifikasi jenis kelamin dan berat badan mencit
3. Melakukan teknik pelabelan mencit
4. melakukan teknik penyuntikkan dan pengambilan darah
5. Meneliti bagian-bagian organ dalam abdomen dan thorax pada mencit

B. DASAR TEORI
Mencit laboratorium (Mus musculus) adalah hewan yang masih satu kerabat dengan
mencit liar atau mencit rumah. Mencit tersebar di seluruh dunia dan sering ditemukan didekat
gedung ataupun di tempat lain asalkan ada makanan dan tempat untuk berlindung. Semua
galur mencit laboratorium yang ada merupakan keturunan dari mencit liar sesudah melalui
peternakan selektif.
Bulu mencit liar berwarna keabu – abuan dan warna perut sedikit lebih pucat, mata berwarna
hitam dan kulit berpigmen. Berat badan pada umur empat minggu mencapai 18 – 20 gram,
berat dewasa sekitar 18 – 40 gram. Mencit liar termasuk omnivorus, meskipun mencit liar
lebih suka suhu lingkungan tinggi tetapi mencit liar dapat hidup terus pada suhu rendah.
Mencit laboratorium memiliki berat badan hampir sama dengan mencit liar. Tetapi setelah
diternakkan secara selektif selama 80 tahun yang lalu, sekarang terdapat mencit dengan
berbagai warna bulu dan timbul banyak galur dengan berat badan berbeda – beda.

a. Data Biologis Mencit

Lama hidup : 1 – 2 tahun, bisa sampai 3 tahun


Lama produksi ekonomis : 9 bulan
Lama bunting : 19 – 21 hari
Kawin sesudah beranak : 1 – 24 jam
Umur disapih : 21 hari
Umur dewasa : 35 hari
Umur dikawinkan : 8 minggu (jantan dan betina)
Siklus kelamin : poliestrus
Siklus estrus : 4 – 5 hari
Lama estrus : 12 – 14 jam
Perkawinan : pada waktu estrus
Ovulasi : dekat akhir periode estrus, spontan
Fertilisasi : 2 jam sesudah kawin
Berat dewasa : 20 – 40 gr jantan; 18 – 35 gr betina
Berat lahir : 0,5 – 1,0 gr
Jumlah anak : rata – rata 6, bisa 15
Puting susu : 10 puting, 3 psg di dada, 2 psg di perut
Perkawinan kelompok : 4 betina dengan 1 jantan
Kromosom : 2n = 40

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3


Aktivitas : nokturnal (malam)

1 0 0 3
Gigi : 2 ( I – C – P – M ) gigi seri tumbuh terus
1 0 3 3
- Fungsi pembauan :
1. Deteksi pakan
2. Deteksi predator
3. Deteksi pheromone
4. Penglihatan jelek karena sel conus sedikit, sehingga tidak dapat melihat warna.
Tingkah laku : Mencit lab merupakan hewan sosial, bila sudah disapih berada dalam
kelompok banyak boleh asalkan usianya sama.
- Pheromone
Mekanisme :
Pheromone  kemoreseptor  peran  CNS  tingkah laku
Faktor yang mendorong pengeluaran pheromone
Inisiator Efek
1. mencit stres mencit lain menyebar
2. mencit ♀ merangsang ♂mendekat sehingga ♂agresif
3. ♀ asing sifat agresif ♀ lama
4. ♀ laktasi menarik cindil prasapih
5. ♂ menarik ♀
6. ♂ asing menarik ♀
7. ♂ sekelompok agresif pada ♂ asing
- Ransum :
Protein kasar 20 – 25 %
Lemak 5 – 12 %
Karbohidrat 45 – 60 %
Serat 25 %
Konsumsi :
Ransum 3 – 5 gr/ hari/ ekor
Umum 4 – 6 gr/ hari/ ekor
Kenaikan BB 1 gr/ hari
b. Penyakit mencit :
1. Cacar Mencit (Ectromelia)
Penyebab : virus ortopoks
Gejala : akut, mencit mati segera setelah memperlihatkan gejala sakit kronis, tidak
sehat, kaki dan ekor bengkak dengan kulit berlepuh dan lesi ulsuratif
Perubahan pasca mati : pembuluh darah penuh dengan darah, hemoragi organ
visceral, lesi nekrotik pada hati dan limpha
Pengendalian : hewan terinfeksi dibinasakan
2. Tyzzer
Penyebab : Bacillus piliformis
Gejala : mencret, anoreksia, BB menurun, dapat menyebabkan kematian

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4


Diagnosis : ditemukan bakteri dalam sel – sel epitel usus, nodul – nodul pada hati
Pencegahan : koloni mencit terinfeksi dibinasakan
3. Pseudotuberkulosis
Penyebab : Corynebacterian pseudotubercullosis
Gejala : lemah dan frekuensi nTWPs tinggi
Diagnosis : abses pada ginjal, jantung dan hati, namun abses tidak selalu tersifat
Pencegahan : kelompok hewan terinfeksi dibinasakan
4. Salmonellosis
Penyebab : Salmonella typhimurium
Gejala : mencret, bulu kasar, BB turun, lemah
Diagnosis : Isolasi organisme dari tinja, darah, hati atau limpha
Pengendalian : kelompok hewan terinfeksi dibinasakan, makanan dan alat tidur
disterilkan
c. Handling mencit

Gambar 1.1. Teknik handling mencit, sonde peroral dan pengambilan darah pada mencit

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 5


C. ALAT DAN BAHAN
Menyiapakan beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum antara lain:
Alat dan Bahan
1. Ram kawat
2. Timbangan
3. Kanul bengkok
4. Spet
5. Gunting
6. Pinset
7. Scalpel
8. Tabung eppendorf
9. Bahan anastesi
10. Papan fiksasi
11. Jarum pentul
12. Mikrohematokrit
13. Corong
14. Selongsong

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 6


D. CARA KERJA
1. Handling dan restrain

Ditempatkan pada ram kawat,

ekor dipegang sepertiga bagian proksimal,

tarik ke belakang,

ibu jari dan telunjuk tangan lain mengapit daerah leher,

jari kelingking mengapit ekor.


2. Barat badan
Mencit ditimbang dengan timbangan miligram digital.

Catat hasil pengukuran


3. Sexing
Dihandling terlebih dahulu

Melihat jarak antara papila genitalis dengan lubang anus. Pada jantan lebih panjang
daripada betinanya.

Melihat ada tidaknya scrotum pada jantan.

4. Pelabelan / identifikasi
Pelabelan pada hewan coba mencit dapat menggunakan teknik yakni
a. penanda sementara spt spidol marker permanent atau asam pikrat untuk dituliskan
diekor/telinga/tubuh
b. penanda permanen seperti tindik telinga atau tato ekor
5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada mencit yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam cavum orisnya.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit) / SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa,disuntikkan pada kulit longgar
daerah leher.
c. IM (Intra Muscular)
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa, disuntikan pada muskulus bisep
femoris bagian medial

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 7


d. IP ( Intra Peritoneal)
Spet disuntikkan pada daerah peritonium, kanan dari umbilikalis bagian belakang,
Dengan larutan giemsa.

5. Pengambilan darah
1. Flexus retroorbitalis pada tikus dan sinus orbitalis pada mencit
Menggunakan alat mikrohematokrit.

Alat ini ditusukan pada daerah tersebut kemudian agak diputar dan darah ditampung pada
tabung eppendorf .
2. Vena ekor atau vena lateralis ekor
Spuit ditusukkan pada vena.

Setelah mendapatkan darah, gagang spet ditarik agar darah dapat terisap ke dalam spuit,
kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
3. Jantung
Untuk pengambilan darah di jantung sebaiknya dilakukan anastesi terlebih dahulu.

Spuit disuntikkan pada daerah kostae 3 – 4, kemudian darah ditampung di tabung eppendorf

6. Anastesi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah acepromazin, ketamin dan xylazin

Acepromazin, ketamin dan xylazin dicampur dalam satu spet sesuai dosis

mencit di handling dengan benar

anastesi injeksi secara intraperitonial/ intramuskular

7. Eutanasi
Eutanasi dapat menggunakan metode fisik yaitu dekapitasi/dislokasi cervicalis atau
dengan metode kimia yaitu menggunakan anastesi overdosis.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 8


8. Nekropsi
mencit kadaver diletakkan di papan fiksasi dengan keempat kaki dijepit jarum pentul,

membuka rongga perut dan rongga dada

diambil organ-organnya kira-kira 1x1 cm untuk setiap organ.

Masukkan ke dalam larutan fixatif

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Fisiologi mencit
2. Teknik-teknik yang dilaksanakan dalam praktikum

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 9


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA
Species Hewan Coba: ……………………………………..
No. Perlakuan Keterangan

1. Handling dan Restrain 1.


2. Berat badan 2.
3. Sexing 3.
4. Perlakuan /penyuntikan 4.
a. p.o
b. s.c
c. i.m
d. i.p
e. i.t
f. i.v
g. …….
5. Pengambilan darah 5.
a. Vena
b. P.r.orbitalis
c. intracardial
d. irisan ekor
e. ……..
f. ……..
6. Anestesi 6.
Bahan yang digunakan :
1. ………
2. ………
3. ……....
7. Euthanasi 7.
Metode :
1. Fisik
2. Kimiawi
3. ………….
8. Nekropsi 8.
a. Anatomi kasar
b. Sampel jaringan
Organ yang diambil :
1. ………..
2. ………..
3. ………..
4. ………..
5. ………..
6. ………..
9. Pengambilan kelenjar pituitaria dan 9.
tiroid, ,……..

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 10


HEWAN PERCOBAAN II
RODENTIA : TIKUS (Rattus norvegicus)
A. TUJUAN

1. Melakukan teknik menghandling tikus


2. Mengidentifikasi jenis kelamin dan berat badan tikus
3. Melakukan teknik pelabelan tikus
4. melakukan teknik penyuntikkan dan pengambilan darah
5. Meneliti bagian-bagian organ dalam abdomen dan thorax pada tikus

B. DASAR TEORI
Tikus liar, tikus Norwegia dan tikus coklat adalah hewan semarga dengan tikus
laboratorium (Rattus norvegicus). Akan tetapi, nama ilmiah tikus liar (tikus hitam) berbeda
yaitu Rattus rattus. Tikus ini mirip dengan tikus Norwegia dan sering terdapat di kota – kota
di seluruh dunia tetapi jarang dipakai sebagai hewan laboratorium.
Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus dapat tinggal
sendirian dalam kandang, asal dapat melihat dan mendengar tikus lain. Jika dipegang dengan
cara yang benar, tikus – tikus ini tenang dan mudah ditangani di laboratorium. Karena tikus
lebih besar daripada mencit, maka untuk beberapa macam percobaan, tikus lebih
menguntungkan.
Umumya berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus
liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35 – 40 gr dan berat badan dewasa rata –
rata 200 – 250 gr, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai
500 gr tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 gr. Galur Sparague-Dawley paling besar,
hampir sebesar tikus liar.
Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus
tidak dapat muntah karena struktur anatomi yag tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke
dalam lambung, dan tikus tidak mempunyai kantung empedu.

a. Data Biologis Tikus

Lama hidup : 2 – 3 tahun, bisa sampai 4 tahun


Lama produksi ekonomis : 1 tahun
Lama bunting : 20 – 22 hari
Kawin sesudah beranak : 1 – 24 jam
Umur disapih : 21 hari
Umur dewasa : 40 – 60 hari

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 11


Umur dikawinkan : 10 minggu (jantan dan betina)
Siklus kelamin : poliestrus
Siklus estrus : 4 – 5 hari
Lama estrus : 9 – 20 jam
Perkawinan : pada waktu estrus
Ovulasi : 8 – 11 jam setelah timbul estrus, spontan
Fertilisasi : 7 – 10 jam jam sesudah kawin
Berat dewasa : 300 – 500 gr jantan; 250 – 350 gr betina
Berat lahir : 5 – 6 gr
Jumlah anak : rata – rata 9, bisa 20
Puting susu : 12 puting, 3 psg di dada, 3 psg di perut
Perkawinan kelompok : 3 betina dengan 1 jantan
Kromosom : 2n = 42
Aktivitas : nokturnal (malam)
1 0 0 3
Gigi : 2 ( I – C – P – M ) gigi seri tumbuh terus
1 0 0 3
- Tingkah laku sama dengan mencit lab yaitu merupakan hewan sosial, bila sudah
disapih berada dalam kelompok banyak boleh asalkan usianya sama.
- Pheromone dibedakan menjadi 2 yaitu pheromone dan pheromone release.
- Feeding tikus, tikus suka sereal pakan dalam pakan dalam bentuk pelet, tepung, gel,
cair. Keuntungan pakan dalam bentuk pelet yaitu tidak berdebu, palatable, asah gigi,
acceptable, tidak banyak sisa.
b. Penyakit tikus :
1. Pernapasan Kronik (Chronic Respiratory Disease – CRD)
Penyebab : Kombinasi Mycoplasma pulmonis dan Streptobacillus moniliformis
Gejala : bersin dan batu, terdapat radang kronik paru – paru, kepala tikus miring ke
satu sisi, jalannya sempoyongan dan berputar
Diagnosis : mengisolasi organisme dari paru – paru atau dari telinga tengah
Perubahan pasca mati : ditemukan lesi dalam saluran hidung, telinga tengah dan paru
– paru. Semua jaringan ini memperlihatkan radang dengan sedikit eksudat.
Pengendalian : kelompok hewan terinfeksi dibinasakan
Streptobacillus moniliformis dapat menular pada manusia dan penyakit itu disebut
demam gigitan tikus (rat bite fever)

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 12


2. Salmonellosis
Penyebab : Salmonella typhimurium
Gejala : mencret, bulu kasar, BB turun, lemah
Diagnosis : Isolasi organisme dari tinja, darah, hati atau limpha
Pengendalian : kelompok hewan terinfeksi dibinasakan, makanan dan alat tidur
disterilkan
3. Koksidiosis
Penyebab : Eimeria miyairii, Eimeria separata, Eimeria nieschulzi (Eimeria carinii)
Gejala : stres atau diangkut, tikus dapat mencret
Diagnosis : dengan menemukan oosista dalam tinja
Perubahan pasca mati : ditemukan skizon Eimeria miyairii di seluruh dinding usus,
Eimeria separata di dinding usus besar dan Eimeria nieschulzi pada dinding usus kecil
tikus
Pengendalian : memelihara higiene tikus sebaik – baiknya
c. Handling dan restrain tikus

Gambar 2.1 Teknik Handling pada tikus percobaan dengan satu tangan

Gambar 2.2 Teknik Pemberian sediaan peroral pada tikus

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 13


C. ALAT DAN BAHAN
Menyiapakan beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum antara lain:
Alat dan Bahan
1. Ram kawat
2. Timbangan
3. Kanul bengkok
4. Spet
5. Gunting
6. Pinset
7. Scalpel
8. Tabung eppendorf
9. Bahan anastesi
10. Papan fiksasi
11. Jarum pentul
12. Mikrohematokrit
13. Corong
14. Selongsong
15. Glukosa
16. giemza

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 14


D. CARA KERJA
1. Handling dan restrain

Ditempatkan pada ram kawat,

ekor dipegang setengah bagian proksimal dengan tangan kanan

jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri mengapit daerah leher belakang telinga.

Sisa jari (ibu jari, manis, kelingking) mengapit perut tikus


2. Barat badan
Hewan ditimbang dengan timbangan gram.

Catat hasil pengukuran


3. Sexing
Dihandling terlebih dahulu

Melihat jarak antara papila genitalis dengan lubang anus. Pada jantan lebih panjang
daripada betinanya.

Melihat ada tidaknya scrotum pada jantan.

4. Pelabelan / identifikasi
Pelabelan pada hewan coba tikus dapat menggunakan teknik yakni
c. penanda sementara spt spidol marker permanent atau asam pikrat untuk dituliskan
diekor/telinga/tubuh
d. penanda permanen seperti tindik telinga atau tato ekor

5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada tikus yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam cavum orisnya.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit)/ SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa,disuntikkan pada kulit longgar
daerah leher.

c. IM (Intra Muscular)

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 15


Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa, disuntikan pada muskulus bisep
femoris bagian medial
d. IP ( Intra Peritoneal)
Spet disuntikkan pada daerah peritonium, kanan dari umbilikalis bagian belakang,
Dengan larutan giemsa.

5. Pengambilan darah
1. Flexus retroorbitalis pada tikus dan sinus orbitalis pada mencit
Menggunakan alat mikrohematokrit.

Alat ini ditusukan pada daerah tersebut kemudian agak diputar dan darah ditampung pada
tabung eppendorf .
2. Vena ekor atau vena lateralis ekor
Spuit ditusukkan pada vena

Setelah mendapatkan darah, gagang spet ditarik perlahan agar darah dapat terisap ke dalam
spuit, kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
3. Jantung
Untuk pengambilan darah di jantung sebaiknya dilakukan anastesi terlebih dahulu.

Spuit disuntikkan pada daerah kostae 3 – 4, kemudian darah ditampung di tabung eppendorf

6. Anastesi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah acepromazin, ketamin dan xylazin

Acepromazin, ketamin dan xylazin dicampur dalam satu spuit sesuai dosis

tikus di handling dengan benar

anastesi injeksi secara intraperitonial/ intramuskular

7. Eutanasi
Eutanasi dapat menggunakan metode fisik yaitu dekapitasi/ dislokasi cervicalis atau
dengan metode kimia yaitu menggunakan anastesi overdosis.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 16


8. Nekropsi
tikus kadaver diletakkan di papan fiksasi dengan keempat kaki dijepit jarum pentul,

membuka rongga perut dan rongga dada

diambil organ-organnya kira-kira 1x1 cm untuk setiap organ.

Masukkan ke dalam larutan fixatif

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Fisiologi tikus
2. Teknik-teknik yang dilaksanakan dalam praktikum

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 17


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA
Species Hewan Coba: ……………………………………..
No. Perlakuan Keterangan

1. Handling dan Restrain 1.


2. Berat badan 2.
3. Sexing 3.
4. Perlakuan /penyuntikan 4.
a. p.o
b. s.c
c. i.m
d. i.p
e. i.t
f. i.v
g. …….
5. Pengambilan darah 5.
a. Vena
b. P.r.orbitalis
c. intracardial
d. irisan ekor
e. ……..
f. ……..
6. Anestesi 6.
Bahan yang digunakan :
1. ………
2. ………
3. ……....
7. Euthanasi 7.
Metode :
1. Fisik
2. Kimiawi
3. ………….
8. Nekropsi 8.
a. Anatomi kasar
b. Sampel jaringan
Organ yang diambil :
1. ………..
2. ………..
3. ………..
4. ………..
5. ………..
6. ………..
9. Pengambilan kelenjar pituitaria dan 9.
tiroid, ……..

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 18


HEWAN PERCOBAAN III
MAMALIA : KELINCI (Oryctolagus cuniculus)

A. TUJUAN
1. Melakukan teknik menghandling kelinci
2. Mengidentifikasi jenis kelamin dan berat badan kelinci
3. Melakukan teknik pelabelan kelinci
4. melakukan teknik penyuntikkan dan pengambilan darah kelinci
5. Meneliti bagian-bagian organ dalam abdomen dan thorax kelinci

B. DASAR TEORI
Kelinci berasal dari Eropa. Sekarang kelinci liar dapat ditemukan di Amerika, Australia
dan Selandia Baru. Kelinci dimasukkan ke negeri-negeri itu dari Eropa satu – dua ratus tahun
yang lalu. Kelinci liar di Australia menjadi hewan yang sangat merugikan, karena di Australia tidak
ada hewan liar lain yang secara alami menjadi musuh yang mau memburu dan makan kelinci dan
dapat menghambat populasi kelinci liar yang sekarang jumlahnya berjuta-juta. Walaupun kelinci
mampu bertahan hidup di habitat yang berbeda, kelinci berkembang biak paling baik di daerah
beriklim sedang. Galur-galur kelinci yang dijadikan percobaan antara lain New Zealand White,
California, Dutch Belted dan Lops (telinga amat besar). Kelinci mempunyai tabiat menarik sekali
dan sangat penting yaitu memakan tinjanya sendiri (coprophagy). Kelinci mengeluarkan dua
macam tinja, yaitu pada pagi hari berupa tinja yang lembek dan berlendir yang sering dimakan
oleh kelinci dan pada siang hari berupa tinja yang keras dan kering. Tinja pada malam hari akan
dimakan langsung dari dubur dan meliputi 30 – 80 % dari jumlah tinja kelinci sehari-hari. Kelinci
sangat peka terhadap suhu lingkungan dan kelembapan yang tinggi. Suhu ideal bagi kelinci
adalah 15oC sampai 20oC. sukar sekali menimbulkan defisiensi nutrisi pada kelinci karena isi
sistem pencernaan berdaur terus mencegah terjadinya kekurangan gizi.

a. Data biologis kelinci


Lama hidup : 5 – 10 tahun, dapat sampai 12 tahun
Lama produksi ekonomis : 1 – 3 tahun
Lama bunting : 30 – 35 hari, rata-rata 31 – 32 hari
Kawin sesudah beranak : 4 – 6 minggu, biasanya sesudah anaknya disapih
Umur disapih : 6 – 8 minggu
Umur dewasa : 4 – 10 bulan
Siklus kelamin : poliestrus
Siklus birahi : 15 – 20 hari

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 19


Periode estrus : 11 – 15 hari
Berat lahir : 30 – 70 gr, tergantung pada jumlah anak
Berat dewasa : 1,5 – 7 Kg jantan, 1,4 – 6,5 Kg betina
Jumlah anak : rata-rata 4, bisa sampai 10
Suhu : 38 – 40,1oC (rata-rata 39,5oC)
Pernapasan : 35 – 56/menit
Denyut jantung : 205 – 300/menit
Tekanan darah : 90 -130 sistol, 60 – 90 diastol
Kromosom : 2n=44
Aktivitas : krepuskuler ( senja dan subuh )
Rumus gigi 2033
1023
b. Sifat Umum
 Asal : eropa → Amerika, Australia, New Zealand
 Lingkungan Hidup : bervariasi
Tropis (padang pasir)
Sub tropis
Iklim Sedang (berkembang paling baik)
 Kelinci percobaan :
New Zealand White
California
Dutch Belted
Lops (telinga besar dan panjang)
 Ada 3 strain :
Besar > 5 kg
Medium 2-5 kg
Kecil < 2 kg
 Herbivora → sistem pencernaan alami adaptif : Susunan gigi − produksi empedu −
intestinum dengan membentuk caecum panjang (sacculus rotundus berisi jaringan
limpatik)
 COPROPHAGY = CAECOPHAGY = PSEUDORUMINASI
Memakan (re-ingesti) tinjanya sendiri yaitu tinja lunak yang dikeluarkan pagi hari. Ada
2 macam feses kelinci :
Siang : butir tinja keras dan kering

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 20


Pagi : tinja lembek dan berlendir
Dimakan langsung dari dubur, 30 – 80 % ∑ tinja sehari-hari
 Manfaat coprophagy
Memanfaatkan feses yang banyak mengandung nilai nutrisi, vitamin (niasin, vitamin
K, riboflanin, asam pantotenat, sianokobalamin – B12), protein, serat tumbuhan dari
makanan. Oleh karena itu kelinci jarang diemukan mengalami defisiensi nutrisi
 Komposisi tinja kelnci :
Komposisi Lunak (pagi) Keras(siang)

Masa Kering 55,3 % 82,5%


Abu 7,7% 6,2%
Lemak 1,3% 1,4%
Protein kasar 39,7% 20,3%
Serat Kasar 26,4% 47,4%
Ekstr. N bebas 24,9% 24,7%

 Sifat coprophagy : muncul pada umur 3-4 minggu lahir


 Akibat coprophagy :
Tidak bisa digunakan sebagai hewan percobaan SPF (Specific Pathoogeen Free)
karena tidak germ free.
 Berat Badan Kelinci : ♀ > ♂
Kelinci umur 3 tahun berat  45509 lemak 455 g
 Masa hidup :  15 tahun
 Sebagai hewan laboratorium sebaiknya digunakan < 4 tahun
alasannya : > 4 tahun terjadi penurunann fertilitas dan produktifitas
♂ : pada umur > 4 tahun (6-7 tahun) ∑ sperma berkurang  10 milion/ml.♀ : pada
umur > 4 tahun sering menngalami tumor uterus (adenokarsinoma)
 Masa pregnan/pseudo-pregnan
- ada aktivitas membuat sarang
- perlu disediakan bahan-bahan sarang karena apabila kualitas sarang jelek
dan waktu menyediakan sarang telat akan timbul kanibal (memakan
anaknya sendiri)
- perlu kandang individual
 Masa menyusui : agresif

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 21


 Aktivitas: Diurnal
 Kurang protektif, penakut, mudah terkejut
c. Fungsi kelinci sebagai Hewan Laboratorium
1. Studi Reproduksi : ovulasi tidak spontan, tidak ada anestrus, sperma mudah
dikeluarkan
2. Studi Embriologi : Fertilisasi, Segmentasi, Implantasi, Invitro
3. Studi Bedah Jantung : Aterosklerosis, Hipertensi
4. Penyakit infeksius : virologi, bakteri, mikologi
5. Mudah mengambil darah → produksi antibodi/serum
6. Relatif jinak
7. Mudah dipelihara
d. Penyakit pada kelinci
1. Koksidiosis
Penyebab : 1. Bentuk hati : Eimeria stiedae
2. Bentuk usus : E. magna, E. media, E. irresidua
Gejala : hewan yang sudah sembuh menjadi karier, kelinci muda lebih sering dari
dewasa, diare, nafsu makan turun, buku kasar, kurus, perut buncit
Diagnosis : pemeriksaan feses → identifikasi osista dan pemeriksaan pasca mati
(E. stidae), terdapat bintik – bintik putih atau terdapat sista di hati mula-mula lesi
mempunyai bentuk/batas yang jelas → pada keadaan kronis lesi bergabung satu
sama lain
Pengendalian : hewan sakit dipisahkan, sulfakuinnoksalin 0.05% dalam air minum,
30 hari dan bentuk usus = sulfakuinoksalin 0.03% dalam makanan. Nitrofurasan :
dosis pencegahan 0.5 – 1 g/kg (bentuk usus) Eimeria spp tidak bersifat zoonosis
2. Pasteurollosis (Haemorrhagic Septicaemia)
Penyebab : Pasteurella multocida
Penularan : sangat menular, menyebar secara langsung atau tidak langsung, bisa
menimbulkan kekebalan ringan setelah infeksi → hewan menjadi karier penyakit
yaitu hewan tampak sehat, tapi sebagai sumber infeksi dalam koloni kelinci dan
bersifat kronik
Gejala : keluar eksudat encer atau nanah dari hidung dan mata, bulu kaki
(terutama sekeliling kuku) kusut dan terdapat eksudat kering. Bersin dan batuk
serta menimbulkan kematian → bila sembuh menjadi karier, dalam bentuk akut →
mati mendadak

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 22


Diagnosis : Isolasi dan identifikasi organisme (P. multocida) dari paru
Pemeriksaan pasca mati : radang akut sampai kronik pada selaput lendir sistem
pernTWPsan dan paru–paru. Rinitis, sinusitis, otitis, meningitis, bronkopneumoni,
abses pada organ – organ tubuh. Akut → septicemia → kematian : kongesti
pembuluh darah sistem pernTWPsan, radang trakea, limfe membesar,
perdarahan dibawah kulit
Pengendalian : jarang berhasil → hewan dibinasakan atau semua kandang dan
peralatan di sterilkan
Pasteurellosis bersifat zoonosis
3. Tyzzer
Penyebab : Bacillus piliformis
Diagnosis : ditemukan B. piliformis di daerah nekrosis hati, jantung, coecum
Gejala : diare profu, dehidrasi cepat, mortalitas tinggi dan cepat (90%), kematian
12 – 48 jam setelah terlihat diare
Pemeriksaan pasca mati : nekrosis mukosa ileum (distal), coecum colon
(proximal), hemoragi coecum, nekrosis hati dan jantung
Penularan : kelinci sakit dapat bersifat Carrier/subklinis, organisme masuk dari
feses dan infeksi terjadi bila kelinci lain menelan spora
Pengendalian : menejemen baik, kurangi stres saat menyusui, kontrol temperatur,
kurangi over crowding dalam kandang, sanitasi yang baik

4. Mucoid Enteropathy (ME) = Rabbit Diarrhea Complex


Penyebab : Tidak jelas, multifaktor dan komplek
Gejala : biasa terjadi pada kelinci muda umur 7 – 10 minggu, terlihat gejala – gajala
enteritic (diare profuse dan cair, konstipasi, bloat atau timbunan gas dan cairan
dalam usus), mucoid enteritis, mucoid diare, hypoamylasemia
Pemeriksaan pasca mati : coecum isi kering dan gas, lambung dan usus berisi gas
dan cairan, colon (usus besar) → lendir
Pengobatan : tidak ada yang efektif, antibiotika (hanya untuk atasi infeksi
sekunder)

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 23


d. Handling kelinci

Gambar 2.1 Teknik Handling pada kelinci dengan kedua tangan

Gambar 2.2 Teknik Pemberian sediaan peroral pada kelinci

C. ALAT DAN BAHAN


Menyiapakan beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum antara lain:
Alat dan Bahan
1. Timbangan
2. Kanul bengkok
3. Spet
4. Gunting
5. Pinset
6. Scalpel
7. Eppendorf
8. Bahan anastesi
9. Papan fiksasi
10. Jarum pentul
11. Corong
12. Glukosa
13. giemza
14. Selongsong
15. Formalin

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 24


D. CARA KERJA
1. Handling

kelinci dewasa dipegang daerah kuduk dengan tangan kanan

badan area panggul disangga dengan tangan kiri,

posisikan arah kaki menjauh dari operator

2. Barat badan

hewan diletakkan di atas timbangan gram digital

Catat hasil pengukuran


3. Sexing
Kelinci dihandling

Pada jantan dengan melihat jarak antara anus dan papilla genitalis membentuk huruf I dan
punya scrotum,

sedangkan pada betina membentuk huruf V

4. Pelabelan / identifikasi
Pelabelan pada hewan coba kelinci dapat menggunakan teknik yakni
a. penanda sementara spt spidol marker permanent atau asam pikrat untuk dituliskan
diekor/telinga/tubuh
b. penanda permanen seperti tindik telinga, tato atau mikrocip

5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada kelinci yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam cavum orisnya.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit)/ SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa,disuntikkan pada kulit longgar
daerah leher.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 25


c. IM (Intra Muscular)
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa, disuntikan pada muskulus bisep
femoris bagian medial
d. IP ( Intra Peritoneal)
Spet disuntikkan pada daerah peritonium, kanan dari umbilikalis bagian belakang,
Dengan larutan giemsa.

5. Pengambilan darah
1. Vena Marginalis (telinga)
Spuit ditusukkan pada vena.

Setelah mendapatkan darah, gagang spet ditarik perlahan agar darah dapat terisap ke dalam
spuit kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
2. Jantung
Untuk pengambilan darah di jantung sebaiknya dilakukan anastesi terlebih dahulu.

Spuit disuntikkan pada daerah kostae 3 – 4, kemudian darah ditampung di tabung eppendorf

6. Anastesi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah acepromazin, ketamin dan xylazin

Acepromazin, ketamin dan xylazin dicampur dalam satu spuit sesuai dosis

tikus di handling dengan benar

anastesi injeksi secara intraperitonial/ intramuskular

7. Eutanasi
Eutanasi dapat menggunakan metode fisik yaitu emboli udara (spuit 10 ml diisi udara,
diinjeksikan ke jantung) atau dengan metode kimia yaitu menggunakan anastesi overdosis

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 26


8. Nekropsi
kadaver diletakkan di papan fiksasi dengan keempat kaki dijepit jarum pentul,

membuka rongga perut dan rongga dada

diambil organ-organnya kira-kira 1x1 cm untuk setiap organ.

Masukkan ke dalam larutan fixatif

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Fisiologi kelinci
2. Teknik-teknik yang dilaksanakan dalam praktikum

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 27


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA
Species Hewan Coba: ……………………………………..
No. Perlakuan Keterangan

1. Handling dan Restrain 1.


2. Berat badan 2.
3. Sexing 3.
4. Perlakuan /penyuntikan 4.
a. p.o
b. s.c
c. i.m
d. i.p
e. i.t
f. i.v
g. …….
5. Pengambilan darah 5.
a. Vena
b. P.r.orbitalis
c. intracardial
d. irisan ekor
e. ……..
f. ……..
6. Anestesi 6.
Bahan yang digunakan :
1. ………
2. ………
3. ……....
7. Euthanasi 7.
Metode :
1. Fisik
2. Kimiawi
3. ………….
8. Nekropsi 8.
c. Anatomi kasar
d. Sampel jaringan
Organ yang diambil :
1. ………..
2. ………..
3. ………..
4. ………..
5. ………..
6. ………..
9. Pengambilan kelenjar pituitaria dan 9.
tiroid, kand. empedu,……..

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 28


HEWAN PERCOBAAN IV
UNGGAS : MERPATI (Columba livia)

A. TUJUAN
1. Melakukan teknik menghandling Merpati
2. Mengidentifikasi jenis kelamin dan berat badan merpati
3. Melakukan teknik pelabelan merpati
4. melakukan teknik penyuntikkan dan pengambilan darah merpati
5. Meneliti bagian-bagian organ dalam abdomen dan thorax merpati

B. DASAR TEORI
Beberapa jenis merpati menurut tujuan pemeliharaannya terbagi menjadi 3 macam yaitu
merpati pacuan (currier pigeon); merpati konsumsi (hummer king); dan merpati hias (hummer
jacobin). Keistimewaan merpati adalah mampu mengenali medan makanan, mudah
dikembangbiakan, perilaku sangat jinak, dapat mendeteksi gas beracun, perawatannya tidak sulit
serta memiliki keanekaragaman jenis.
a. Aksonomi merpati (Columba livia)
 Taksonomi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Genus : Columba
Spesies : Columba livia
Melalui domestikasi silang, columba livia berkembang menjadi berbagai macam merpati domestik
(columba domestica) yang dikenal sebagai merpati jinak. Kemudian berkembang menjadi merpati
balap, mepati potong dan merpati hias.
b. Data biologis merpati
Berat badan : 230 – 370 gr
Umur disapih : 5 – 6 minggu
Umur dewasa : 5 – 6 bulan atau lebih dari 121 hari
Inkubasi telur : 16 -19 hari
Dewasa kelamin : 4 – 6 bulan
Breeding : 4 – 5 x / tahun; 1 -2 telur

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 29


Ganti bulu : 7 minggu – 6 bulan

 Kandang
Kandang untuk merpati tidak mengikat dari segi bentuk, bahan dan ukurannya
tergantung dari selera peternak. Kandang merpati memerlukan ventilasi yang baik,
bebas dari hama pengganggu dan dapat melindungi hewan dari cuaca buruk.
Berdasarkan cara pemeliharaan, kandang dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Kandang sistem pasang
2. Kandang sistem voliere
3. Kandang sistem diumbar
 Pakan
Makanan merpati biasanya dalam bentuk butiran atau biji – bijian, makanan pokok
berupa jagung pipilan dengan butiran kecil, selain itu dapat juga diberikan
gabah/beras, kedelai, kacang hijau dan kacang tanah.
Merpati merupakan unggas tidak tahan haus, sehingga air harus tersedia tiap saat,
air minum harus bersih, segar dan tidak tercemar. Serta pemeberian vitamin harus
tetap diberikan bersama mineral yang lain. Kebutuhan gizi dapat juga dipenuhi dengan
memberikan campuran dari kulit kerang, batu kapur, tepung tulang dan garam yang
ditumbuk halus atau disebut dengan gril.
c. Penyakit pada merpati :
1. Pullorum (Berak Putih)
Penyebab : Salmonella Pullorum
Cara Penyebaran : terutama lewat telur dan tinja
Gejala : depresi, anoreksia, acuh, jengger pucat dan mencret
2. Salmonellosis
Penyebab : Salmonella typhimurium
Cara Penyebaran : melalui telur dan makanan tercemar
Gejala : depresi progresif, kepala direndahkan, mata tertutup, sayap menggantung
dan bulu kasar
Diagnosis : Isolasi organisme dari tinja, darah, hati atau limpha
Pengendalian : kelompok hewan terinfeksi dibinasakan, makanan dan alat tidur
disterilkan
3. Pernapasan Kronik (Chronic Respiratory Disease – CRD)
Penyebab : Mycoplasma gallisepticum

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 30


Cara Penyebaran : sentuhan dengan hewan carier, debu udara dan telur
Gejala : ngorok, leleran hidung, batuk, anoreksia dan BB turun
4. Kolera Unggas
Penyebab : Pasteurella multocsida
Gejala : jengger dan pial kebiru – biruan, lesu, ngorok, anoreksia, leleran hidung
kental dan kadang mencret
5. Koksidiosis
Penyebab : Eimeria tenella, Eimeria necatrix
Cara Penyebaran : melalui sanitasi yang tidak baik
Gejala : kurus progresif, pertumbuhan terhambat dan kematian mendadak
Diagnosis : dengan menemukan oosista dalam tinja
6. Aflatoksikosis
Penyebab : Aspergillus flavus
Cara Penyebaran : bahan maanan yang tidak dikeringkan dengan baik
Gejala : lemah, sayap menggantung, bulu kasar dan anoreksia
Pencegahan : pemberian makanan kualitas tinggi dan disimpan dalam keadaan
kering
d. Handling merpati

Gambar 2.1 Teknik Handling pada burung merpati

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 31


C. ALAT DAN BAHAN
Menyiapakan beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum antara lain:
Alat dan Bahan
1. Timbangan
2. Kanul bengkok
3. Spet
4. Gunting
5. Pinset
6. Scalpel
7. Eppendorf
8. Bahan anastesi
9. Papan fiksasi
10. Jarum pentul
11. Corong
12. Glukosa
13. giemza
14. Selongsong
15. Formalin

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 32


D. CARA KERJA
1. Handling

Pegang merpati,

jari tengah dan ibu jari menjepit kedua kaki merpati,

sedangkan ibu jari menjepit ekor


2. Barat badan

hewan diletakkan di atas timbangan gram digital (direstrain dalam box kertas)

Catat hasil pengukuran


3. Sexing
Dengan melihat ukuran berat badan
Pada betina : kloaka dan bagian perut lebih tumpul
Rongga tulang pelvis lebih lebar
Pada jantan : kloaka dan bagian perut lebih runcing
Rongga tulang pelvis sempit
Bulu jantan lebih mengkilap dan suara lebih bervariasi

4. Pelabelan / identifikasi
Pelabelan pada hewan coba merpati dapat menggunakan teknik yakni
c. penanda sementara spt spidol marker permanent
d. penanda permanen seperti gelang kaki, kalung atau mikrocip

5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada merpati yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam paruh merpati.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit)/ SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa,disuntikkan pada kulit longgar
daerah leher.

c. IM (Intra Muscular)

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 33


Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa, disuntikan pada muskulus bisep
femoris atau M.Pectorales
d. IP ( Intra Peritoneal)
Spet disuntikkan pada daerah peritonium dengan larutan giemsa.

5. Pengambilan darah
1. Vena Brachialis (sayap)
Spuit ditusukkan pada vena brachialis.

Setelah mendapatkan darah, gagang spet ditarik perlahan agar darah dapat terisap ke dalam
spuit kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
2. Jantung
Untuk pengambilan darah di jantung sebaiknya dilakukan anastesi terlebih dahulu.

Spuit disuntikkan pada daerah stermnum tepat ditenga-tengah, kemudian darah ditampung di
tabung eppendorf
6. Anastesi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah acepromazin, ketamin dan xylazin

Acepromazin, ketamin dan xylazin dicampur dalam satu spuit sesuai dosis

tikus di handling dengan benar

anastesi injeksi secara intramuskular


7. Eutanasi
Eutanasi dapat menggunakan metode fisik yaitu emboli udara (spuit 10 ml diisi udara,
diinjeksikan ke jantung) atau dengan metode kimia yaitu menggunakan anastesi overdosis
8. Nekropsi
kadaver diletakkan di papan fiksasi secara rebah dorsal  Bulu dibasahi  iris kulit bagian
medial paha dari abdomen kemudian tarik paha ke lateral hingga persendian coxofemuris
terlepas  membuka cavum abdomen  iris melintang pada dinding peritonium di ujung sternum
ambil organ-organ dalam dengan ukuran 1x1 cm untuk setiap organ  masukkan ke formalin 10
%

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Fisiologi Merpati
2. Teknik-teknik yang dilaksanakan dalam praktikum

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 34


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA
Species Hewan Coba: ……………………………………..
No. Perlakuan Keterangan

1. Handling dan Restrain 1.


2. Berat badan 2.
3. Sexing 3.
4. Perlakuan /penyuntikan 4.
a. p.o
b. s.c
c. i.m
d. i.p
e. i.t
f. i.v
g. …….
5. Pengambilan darah 5.
a. Vena
b. P.r.orbitalis
c. intracardial
d. irisan ekor
e. ……..
f. ……..
6. Anestesi 6.
Bahan yang digunakan :
1. ………
2. ………
3. ……....
7. Euthanasi 7.
Metode :
1. Fisik
2. Kimiawi
3. ………….
8. Nekropsi 8.
Anatomi kasar
Sampel jaringan
Organ yang diambil :
1. ………..
2. ………..
3. ………..
4. ………..
5. ………..
6. ………..
9. Pengambilan kelenjar / organ lainnya 9.

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 35


HEWAN PERCOBAAN V
IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp)

A. TUJUAN
1. Melakukan teknik menghandling ikan
2. Mengidentifikasi jenis kelamin dan berat badan ikan
3. Melakukan teknik pelabelan ikan
4. melakukan teknik penyuntikkan dan pengambilan darah ikan
5. Meneliti bagian-bagian organ dalam ikan

B. DASAR TEORI
a. Data biologis ikan nila merah
Umur dewasa : 5 – 6 bulan
Jumlah sisik : 34 buah pada gurat sisi
Berat benih : 30 gram
Berat dewasa : 300 – 500 gram dalam tempo enam bulan.
Ikan nila bersifat omnivora dan hidup di air tawar/payau, agak kuat terhadap
kekurangan oksigen, pH 4,5 – 11 dan memijah sepanjang tahun dan bila induknya baik maka
akan memijah 1,5 bulan sekali. Dapat pula beradaptasi pada air dengan kadar garam tinggi
walaupun tidak dapat berkembang biak. Ikan nila merah masih dapat berkembang dengan
baik pada kadar garam 35 %.
Ikan nila merah dewasa pada umur 5 – 6 bulan, mencapai berat badan 400 – 600
gram. Ciri dari ikan nila merah jantan ialah sisik besar, alat kelamin berupa tonjolan agak
meruncing, warnanya cenderung lebih gelap dan rahang bawah melebar. Sedangkan ikan
nila merah betina memiliki lubang genital di dekat lubang anus, warna lebih pucat, bentuk
hidung dan rahang runcing. Keadaan suhu air yang optmal untuk nila merah adalah 25 –
28 derajat celcius. Perubahan suhu yang terlalu tinggi dapat mengganggu kelangsungan
hidup nila merah. Kehidupan nila merah mulai terganggu pada suhu dibawah 14 derajat
celcius atau diatas 38 derajat celcius. Nila merah akan mati pada perairan dengan suhu
dibawah 6 derajat celcius atau diatas 42 derajat celcius.
b. Taksonomi Nila Merah (Oreochromis sp)
 Taksonomi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteicththyes

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 36


Subclass : Acanthopterigii
Ordo : Percomorphy
Subordo : Percaidae
Famili : Cichildae
Genus : Oreochormis
Species : Oreochormis sp
Merupakan persilangan antara O. Mossambica (mujair)/O. nilotica dengan O. hornorum,
O. aures/O. zillii. Bentuk tubuh pipih dan berwarna kemerah – merahan atau kuning keputih
– putihan. Termasuk ikan yang mengeram telurnya dalam mulut
Persilangan :
Oreocromis mossambbicus / O. Nilaticus X oreochromis aureus o. horneum

Oreochromis sp.

c. Penyakit pada ikan nila merah :


1. HVS (Viral Hemorrhagic Septicaemia)
Penyebab : Virus RNA, Rhabdovirus
Gejala : Tubuh tampak gelap, perdarahan pada mata, sirip pektoral, insang tampak pucat,
hemorragargi pada jaringan lemak, usus, swimblader, otot, kematian mencapai 50%
Penularan : Melalui air dari ikan carier, stress, terlalu padat, suhu air naik.
Pengendalian : Notreatmen, karantina, dan vaksinasi.

2. IPN (Infectious Pancreatic Necrosis)


Penyebab : Birnavirus
Gejala : Erosi mukosa usus, nafsu makan turun, nekrosis pada pankreas mortalitas mencapai
20%
Penularan : Vertikel dan horisontal (feses, urine), air dan peralatan.
Pencegahan : 90% ikan yang tahan hidup menjadi karier, desinfeksi, vaksinasi.
Pengendalian : Notreat, desinfeksi alat dengan klorine (200 mg/1 selama 1 jam) air ditretment
dengan ozone/UV.
3. Penyakit Bakterial Furunkolosis
Penyebab : Aeromonas salmonicida
Spesies ikan yang terserang : Salmonida, terutama yang hidup didaerah atlantik dan ikan air
tawar dan ikan air laut.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 37


Penularan : Kontak dengan ikan sakit, air yang tercemar, alat perlengkapan tambak dan
melalui telur yang terinfeksi. sebagai faktor prediposisi adalah temperatur air yang tinggi,
kadar oksigen yang rendah dan tambak yang sangat padat.
Gejala : Ikan berwarna lebih gelap, anoreksia, berkumpul disekitar saluran pembuangan dari
kolam
Pencegahan : Cegah kontaminasi air, keluarkan semua ikan yang terinfeksi.
Pengendalian : Pemberian antibiotika/antibakteri
4. RSD (Red Sore Disease)
Penyebab : Aeromonas hydrophila
Spesies ikan yang terserang : Beberapa jenis ikan air tawar
Penularan : Kontak dengan ikan sakit, air yang tercemar bakteri tersebut, dapat pula melalui
ektoparasit.
Gejala : Adanya daerah hemorrhagik yang meerah pada permukaan tubuh dan dasar sirip,
terlihat adanya asitesis
Pencegahan : Perbaikan sanitasi lingkungan, terutama pengurangan polutan organik dan
penyesuaian temperatur.
Pengendalian : Pemberian antibiotik secara parental (oleh karena nafsu makan dan minum
hilang)

5. Pseudomoniasis
Penyebab : Pseudomonas fluorescens
Spesies ikan yang terserang : Terutama ikan air tawar dan kadang – kadang ikan air laut
Penularan : Kontak dengan ikan sakit/lingkungan yang tercemar.
Gejala : Perdarahan pada kulit, yang diikuti oleh angka kematian yang tinggi, kongasti dan
pendarahan daerah visceral, kasus kronis terlihat adanya peritonitis fibrinosa, ascites
Pencegahan : Perbaikan sanitasi lingkungan, kualitas air dan kurangi kepadatan ikan.
Pengendalian : Pemberian antibiotika (misalnya oksitetrasiklin) per oral ataupun per injeksi
(infra peritoneal) misalnya kanamisi
6. Vibrosis
Penyebab : Vibrio anuillarum
Penularan : Ikan carier dalam lingkungan tambak, penuaran secara tidak langsung melalui
invertebrata yang hidup di lingkungan tambak, kontak dengan ikan sakit/lingkungan yang
tercemar.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 38


Gejala : Anoreksia, kulit akan berwarna gelap diikuti oleh kematian mendadak, ulserasi,
exophtalamus, asites ataupun tanpa gejala sama sekali pada infeksi kronis adanya lesi
granulomatosa kulit, insang pucat, peritoneum, bagian visceralis dan parietalis mengalami
adhesi fibrinosa
Pencegahan : Vaksinasi dan seleksi ginetik
Pengendalian : Pembrian antibiotika.
7. Tubercolosis
Penyebab : Mycrobacterium marinum dan Mycrobacterium fortutum.
Spesies ikan yang terserang : Semua spesies dapat terserang (ikan air laut dan ikan air tawar)
Penularan : Mengkonsumsi ikan sakit atau air/bahan yang tercampur oleh ikan sakit, secara
vertikel terutama pada spesies avovivivarous. Kulit yang luka dapat memudahkan masuknya
baktei , bersifat zoonosis.
Gejala : Emasiasi, ulserasi, sirip busuk, warna kulit yang gelap, Deformitas dan exopthalmus
Pencegahan : Cegah pemberian pakan yang tercemar oleh ikan sakit, ikan sakit harus
dimusnahkan dan peralatan harus di sterilisasi.
Pengendalian : Diobati dengan antibiotika
e. Anatomi ikan

Gambar 2.1 topografi anatomi ikan

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 39


C. ALAT DAN BAHAN
Menyiapakan beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum antara lain:
Alat dan Bahan
1. Timbangan
2. Spet
3. Minyak cengkeh (Anastesi)
4. Gunting
5. Pinset
6. Scalpel
7. Eppendorf
8. Papan fiksasi
9. giemza
10. Formalin

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 40


D. CARA KERJA
1. Handling

Ikan nila dipegang dengan kedua tangan menggunakan glove

kemudian ditempatkan ke busa/spon yang telah dibentuk sesuai panjang ikan dan telah
dibasahi air sebelumnya
2. Barat badan

hewan diletakkan di atas timbangan gram digital

Catat hasil pengukuran


3. Sexing
Melihat morfologi dari ikan yakni
- Jantan warna badan lebih gelap, saat memijah tepi sirip merah cerah, alat kelamin berupa
tonjolan, bila diurut keluar sperma serta tulang rahang melebar ke belakang.
- Betina warna tubuh lebih cerah, gerakan lebih lamban, perut ikan lebih besar.
4. Pelabelan / identifikasi
Pelabelan pada hewan coba ikan dapat menggunakan teknik yakni penanda pada box/aquarium
secara individual atau dengan melihat pattern pada tubuh ikan

5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada ikan yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam mulut ikan nila.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit)/ SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa, disuntikan pada daerah tepat di
belakang sirip pectorales (pinnae pectorales).
c. IM (Intra Muscular)
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa, disuntikan pada M. epaxial (daerah
di atas linea lateralis) dan M hepaxial (daerah di bawah linea lateralis)
d. IP ( Intra Peritoneal)
Spet disuntikkan pada daerah peritonium (tepi posterior dari linea lateralis) dengan
larutan giemsa.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 41


5. Pengambilan darah
1. Aorta descendens (dorsalis) menggunakan spet yang telah diisi sedikit udara. Disuntikan pada
bagian belakang palatum durum atas (langit-langit keras).

Arteri caudalis menggunakan spet yang telah diisi sedikit udara. Disuntikan dari belakang pinna
analis ke arah linea lateralis sampai menyentuh vertebrae, agak ke bawah sedikit dari vertebrae
lalu pembuluh darah agak dirusak.

Jantung menggunakan spet yang telah diisi sedikit udara. Disuntikan di pinggir posterior tutup
insang, dorsocaudal membentuk sudut 450
6. Anastesi
Air dicampurkan minyak cengkeh dengan perbandingan 3 : 1

Masukkan ikan ke dalam air tersebut selama 3 detik

Angkat ikan dari air tersebut.


7. Eutanasi
Menggunakan anastesi overdosis.

Ikan direndam dalam campuran minyak cengkeh dan air sampai ikan benar-
benar mati.
8. Nekropsi

Ikan direbah dexter  daerah abdomen dibuka dimulai dari anus membentuk setengah lingkaran
sampai belakang sirip  organ dalam diambil dengan ukuran 1x1 cm untuk setiap organ,
kemudian masukkan ke dalam formalin 10 %.

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Fisiologi ikan
2. Teknik-teknik yang dilaksanakan dalam praktikum

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 42


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA
Species Hewan Coba: ……………………………………..
No. Perlakuan Keterangan

1. Handling dan Restrain 1.


2. Berat badan 2.
3. Sexing 3.
4. Perlakuan /penyuntikan 4.
a. p.o
b. s.c
c. i.m
d. i.p
e. i.t
f. i.v
g. …….
5. Pengambilan darah 5.
a. Vena
b. P.r.orbitalis
c. intracardial
d. irisan ekor
e. ……..
f. ……..
6. Anestesi 6.
Bahan yang digunakan :
1. ………
2. ………
3. ……....
7. Euthanasi 7.
Metode :
1. Fisik
2. Kimiawi
3. ………….
8. Nekropsi 8.
e. Anatomi kasar
f. Sampel jaringan
Organ yang diambil :
1. ………..
2. ………..
3. ………..
4. ………..
5. ………..
6. ………..
9. Pengambilan kelenjar/organ lain 9.

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 43


LEMBAR PENILAIAN MAHASISWA
1. Presentasi - Diskusi kelompok
2. Laporan Individu

No Aspek penilaian Bobot Nilai angka


1. Presentasi kelompok 20
- tampilan PPT
- Kepercayaan diri, keterampilan
mengutarakan ide, dan materi
Tanya Jawab (penguasaan materi) 30
- umum
- keilmuan
- Teknik/teknologi
2. Penulisan laporan individu 50
- sistematika
- isi
Jumlah 100

Malang,
Penguji,

( )

Keterangan
> 80 =A
> 75 – 80 = B+
> 70 – 75 =B
> 65 – 70 = C+
> 60 – 65 =C

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 44


DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Penggunaan Tikus Sebagai Hewan Uji Laboratotium. Lesmana, R, Geonawan,


H., & Dewi, FNA. EGC Press. 2020.
2. Pedoman praktikum ilmu hewan laboratorioum Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Gadjah Mada
3. The laboratory rat / Sharp, Patrick, and Jason S. Villano. CRC press, 2012
4. Handbook of Laboratory Animal Science / Jann Hau, Steven J. Schapiro, Volume II, Third
Edition_ Essential Principles and Practices -CRC Press (2011)
5. Management of laboratory animal care and use programs / Suckow, Mark A., Fred A.
Douglas, and Robert H. Weichbrod, eds. CRC press, 2001
6. Restraint and handling of wild and domestic animals / Murray E. Fowler. – 3rd.ed. 2008

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA 45

Anda mungkin juga menyukai