Tim Pengampu:
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Aulanni`Am, drh., DES
Dr. Dyah Kinasih Wuragil, S.Si., MP., M.Sc.
drh. Yudit Oktanella, M.Si
drh. Tiara Widyaputri, M.Si*
drh. Fitriya Nur Annisa Dewi, PhD
Puji syukur kehadirat Illahi atas ijin-Nya Buku Penuntun Praktikum Ilmu Hewan
Percobaan ini dapat diselesaikan. Buku ini disusun dengan tujuan untuk membantu dan
memandu mahasiswa dalam mengikuti praktikum Ilmu hewan percobaan. Diharapkan dengan
adanya diktat ini proses transfer ilmu akan lebih baik dan membuahkan hasil yang
memuaskan. Tim penyusun menyadari ada banyak celah-celah kekurangan dalam
penyusunan buku ini, sehingga kami akan menerima segala kritik dan masukan dengan
sepenuh hati. Kritik dan masukan sangat berguna untuk perbaikan kualitas diktat ini, yang
pada akhirnya akan meningkatkan kualitas praktikum. Semoga keberadaan buku petunjuk
praktikum ini bermanfaat bagi pembacanya dan digunakan sebagaimana mestinya.
Tim penyusun
LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
TUJUAN INSTRUKSIONAL v
TATA TERTIB PRAKTIKUM vi
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM vii
JADWAL PRAKTIKUM ILMU HEWAN PERCOBAAN 1
HEWAN PERCOBAAN I RODENTIA : MENCIT (Mus musculus) 3
HEWAN PERCOBAAN II RODENTIA : TIKUS (Rattus norvegicus) 11
HEWAN PERCOBAAN III MAMALIA : KELINCI (Oryctolagus cuniculus) 19
HEWAN PERCOBAAN IV UNGGAS : MERPATI (Columba livia) 29
HEWAN PERCOBAAN V IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp) 36
LEMBAR PENILAIAN MAHASISWA 44
DAFTAR PUSTAKA 45
Ketentuan Umum
1. Mahasiswa yang mengambil mata kuliah Ilmu Hewan Percobaan wajib mengikuti
praktikum Ilmu Hewan Percobaan secara lengkap.
2. Semua mahasiswa diharuskan mengikuti seluruh acara praktikum yang terjadwal kecuali
ada alasan khusus yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan persetujuan
dosen koordinator praktikum.
3. Nilai KKM pretest dimulai dari 70 dan akan bertambah 5 point setiap pergantian materi
hewan coba. Bagi praktikan yang memiliki nilai dibawah KKM diwajibkan untuk
mengikuti remedial.
4. Selama pengamatan harus diawasi asisten/dosen dan dipertanggungjawabkan dengan
persetujuan asisten pada lembar laporan sementara.
5. Tidak diselenggarakan praktikum susulan.
6. Mahasiswa harus membuat laporan akhir yang berisi hasil pengamatan praktikum sesuai
materi yang telah ditentukan.
7. Bersikap dan bertingkah laku yang sopan terhadap dosen, asisten praktikum maupun
sesama mahasiswa
8. Mahasiswa diwajibkan mengikuti Ujian Akhir Praktikum sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan.
PROSENTASE PENILAIAN
BAB I Pendahuluan
Tujuan (Poin-poin) (5)
Tinjauan Pustaka (sesuai acara praktikum (20)
BAB II Metodologi
2.1 Alat dan bahan (poin-poin) (5)
2.2 Langkah kerja(diagram alir) (10)
BAB III Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil (gambar dan foto serta keterangan) (10)
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisa Prosedur (dibandingkan literatur) (20)
3.2.2 Analisa Hasil (dibandingkan literatur) (20)
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan (10)
4.2 Saran (untuk praktikum, non dosen/asisten)
BAB V Daftar Pustaka
Daftar pustaka minimal 2 buku dan 3 jurnal (10 tahun terakhir)
LAMPIRAN
Laporan Sementara dan Literatur yang digunakan stabilo bagian yang dikutip
LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK & HEWAN COBA FKH UNIVERSITAS BRAWIJAYA vii
JADWAL PRAKTIKUM ILMU HEWAN PERCOBAAN (1 SKS)
Dosen Pengampu :
1. Prof.Dr. Aulanni`Am, drh., DES : AUL
2. Dr. Dyah Kinasih Wuragil, S.Si., MP., M.Sc. : DKW
3. drh. Yudit Oktanella, M.Si : YOA
4. drh. Tiara Widyaputri, M.Si* : TWP
5. drh. Made Bagus Auriva Mataram, M.Sc. : MBAM
Jadwal Kuliah:
- Kelas A : Senin, 13.00 - 16.20
- Kelas B : Selasa, 13.00 – 16.20
- Kelas C : Selasa, 07.30 – 11.05
- Kelas D : Jumat, 07.30 – 11.05
- Kelas E : Jumat, 13.00 – 16.20
Tempat : Offline di Laboratorium Patologi Klinik lantai 4 Gedung A FKH UB
B. DASAR TEORI
Mencit laboratorium (Mus musculus) adalah hewan yang masih satu kerabat dengan
mencit liar atau mencit rumah. Mencit tersebar di seluruh dunia dan sering ditemukan didekat
gedung ataupun di tempat lain asalkan ada makanan dan tempat untuk berlindung. Semua
galur mencit laboratorium yang ada merupakan keturunan dari mencit liar sesudah melalui
peternakan selektif.
Bulu mencit liar berwarna keabu – abuan dan warna perut sedikit lebih pucat, mata berwarna
hitam dan kulit berpigmen. Berat badan pada umur empat minggu mencapai 18 – 20 gram,
berat dewasa sekitar 18 – 40 gram. Mencit liar termasuk omnivorus, meskipun mencit liar
lebih suka suhu lingkungan tinggi tetapi mencit liar dapat hidup terus pada suhu rendah.
Mencit laboratorium memiliki berat badan hampir sama dengan mencit liar. Tetapi setelah
diternakkan secara selektif selama 80 tahun yang lalu, sekarang terdapat mencit dengan
berbagai warna bulu dan timbul banyak galur dengan berat badan berbeda – beda.
1 0 0 3
Gigi : 2 ( I – C – P – M ) gigi seri tumbuh terus
1 0 3 3
- Fungsi pembauan :
1. Deteksi pakan
2. Deteksi predator
3. Deteksi pheromone
4. Penglihatan jelek karena sel conus sedikit, sehingga tidak dapat melihat warna.
Tingkah laku : Mencit lab merupakan hewan sosial, bila sudah disapih berada dalam
kelompok banyak boleh asalkan usianya sama.
- Pheromone
Mekanisme :
Pheromone kemoreseptor peran CNS tingkah laku
Faktor yang mendorong pengeluaran pheromone
Inisiator Efek
1. mencit stres mencit lain menyebar
2. mencit ♀ merangsang ♂mendekat sehingga ♂agresif
3. ♀ asing sifat agresif ♀ lama
4. ♀ laktasi menarik cindil prasapih
5. ♂ menarik ♀
6. ♂ asing menarik ♀
7. ♂ sekelompok agresif pada ♂ asing
- Ransum :
Protein kasar 20 – 25 %
Lemak 5 – 12 %
Karbohidrat 45 – 60 %
Serat 25 %
Konsumsi :
Ransum 3 – 5 gr/ hari/ ekor
Umum 4 – 6 gr/ hari/ ekor
Kenaikan BB 1 gr/ hari
b. Penyakit mencit :
1. Cacar Mencit (Ectromelia)
Penyebab : virus ortopoks
Gejala : akut, mencit mati segera setelah memperlihatkan gejala sakit kronis, tidak
sehat, kaki dan ekor bengkak dengan kulit berlepuh dan lesi ulsuratif
Perubahan pasca mati : pembuluh darah penuh dengan darah, hemoragi organ
visceral, lesi nekrotik pada hati dan limpha
Pengendalian : hewan terinfeksi dibinasakan
2. Tyzzer
Penyebab : Bacillus piliformis
Gejala : mencret, anoreksia, BB menurun, dapat menyebabkan kematian
Gambar 1.1. Teknik handling mencit, sonde peroral dan pengambilan darah pada mencit
tarik ke belakang,
Melihat jarak antara papila genitalis dengan lubang anus. Pada jantan lebih panjang
daripada betinanya.
4. Pelabelan / identifikasi
Pelabelan pada hewan coba mencit dapat menggunakan teknik yakni
a. penanda sementara spt spidol marker permanent atau asam pikrat untuk dituliskan
diekor/telinga/tubuh
b. penanda permanen seperti tindik telinga atau tato ekor
5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada mencit yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam cavum orisnya.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit) / SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa,disuntikkan pada kulit longgar
daerah leher.
c. IM (Intra Muscular)
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa, disuntikan pada muskulus bisep
femoris bagian medial
5. Pengambilan darah
1. Flexus retroorbitalis pada tikus dan sinus orbitalis pada mencit
Menggunakan alat mikrohematokrit.
Alat ini ditusukan pada daerah tersebut kemudian agak diputar dan darah ditampung pada
tabung eppendorf .
2. Vena ekor atau vena lateralis ekor
Spuit ditusukkan pada vena.
Setelah mendapatkan darah, gagang spet ditarik agar darah dapat terisap ke dalam spuit,
kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
3. Jantung
Untuk pengambilan darah di jantung sebaiknya dilakukan anastesi terlebih dahulu.
Spuit disuntikkan pada daerah kostae 3 – 4, kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
6. Anastesi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah acepromazin, ketamin dan xylazin
Acepromazin, ketamin dan xylazin dicampur dalam satu spet sesuai dosis
7. Eutanasi
Eutanasi dapat menggunakan metode fisik yaitu dekapitasi/dislokasi cervicalis atau
dengan metode kimia yaitu menggunakan anastesi overdosis.
B. DASAR TEORI
Tikus liar, tikus Norwegia dan tikus coklat adalah hewan semarga dengan tikus
laboratorium (Rattus norvegicus). Akan tetapi, nama ilmiah tikus liar (tikus hitam) berbeda
yaitu Rattus rattus. Tikus ini mirip dengan tikus Norwegia dan sering terdapat di kota – kota
di seluruh dunia tetapi jarang dipakai sebagai hewan laboratorium.
Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus dapat tinggal
sendirian dalam kandang, asal dapat melihat dan mendengar tikus lain. Jika dipegang dengan
cara yang benar, tikus – tikus ini tenang dan mudah ditangani di laboratorium. Karena tikus
lebih besar daripada mencit, maka untuk beberapa macam percobaan, tikus lebih
menguntungkan.
Umumya berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus
liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35 – 40 gr dan berat badan dewasa rata –
rata 200 – 250 gr, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai
500 gr tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 gr. Galur Sparague-Dawley paling besar,
hampir sebesar tikus liar.
Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lain, yaitu bahwa tikus
tidak dapat muntah karena struktur anatomi yag tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke
dalam lambung, dan tikus tidak mempunyai kantung empedu.
Gambar 2.1 Teknik Handling pada tikus percobaan dengan satu tangan
jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri mengapit daerah leher belakang telinga.
Melihat jarak antara papila genitalis dengan lubang anus. Pada jantan lebih panjang
daripada betinanya.
4. Pelabelan / identifikasi
Pelabelan pada hewan coba tikus dapat menggunakan teknik yakni
c. penanda sementara spt spidol marker permanent atau asam pikrat untuk dituliskan
diekor/telinga/tubuh
d. penanda permanen seperti tindik telinga atau tato ekor
5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada tikus yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam cavum orisnya.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit)/ SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa,disuntikkan pada kulit longgar
daerah leher.
c. IM (Intra Muscular)
5. Pengambilan darah
1. Flexus retroorbitalis pada tikus dan sinus orbitalis pada mencit
Menggunakan alat mikrohematokrit.
Alat ini ditusukan pada daerah tersebut kemudian agak diputar dan darah ditampung pada
tabung eppendorf .
2. Vena ekor atau vena lateralis ekor
Spuit ditusukkan pada vena
Setelah mendapatkan darah, gagang spet ditarik perlahan agar darah dapat terisap ke dalam
spuit, kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
3. Jantung
Untuk pengambilan darah di jantung sebaiknya dilakukan anastesi terlebih dahulu.
Spuit disuntikkan pada daerah kostae 3 – 4, kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
6. Anastesi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah acepromazin, ketamin dan xylazin
Acepromazin, ketamin dan xylazin dicampur dalam satu spuit sesuai dosis
7. Eutanasi
Eutanasi dapat menggunakan metode fisik yaitu dekapitasi/ dislokasi cervicalis atau
dengan metode kimia yaitu menggunakan anastesi overdosis.
A. TUJUAN
1. Melakukan teknik menghandling kelinci
2. Mengidentifikasi jenis kelamin dan berat badan kelinci
3. Melakukan teknik pelabelan kelinci
4. melakukan teknik penyuntikkan dan pengambilan darah kelinci
5. Meneliti bagian-bagian organ dalam abdomen dan thorax kelinci
B. DASAR TEORI
Kelinci berasal dari Eropa. Sekarang kelinci liar dapat ditemukan di Amerika, Australia
dan Selandia Baru. Kelinci dimasukkan ke negeri-negeri itu dari Eropa satu – dua ratus tahun
yang lalu. Kelinci liar di Australia menjadi hewan yang sangat merugikan, karena di Australia tidak
ada hewan liar lain yang secara alami menjadi musuh yang mau memburu dan makan kelinci dan
dapat menghambat populasi kelinci liar yang sekarang jumlahnya berjuta-juta. Walaupun kelinci
mampu bertahan hidup di habitat yang berbeda, kelinci berkembang biak paling baik di daerah
beriklim sedang. Galur-galur kelinci yang dijadikan percobaan antara lain New Zealand White,
California, Dutch Belted dan Lops (telinga amat besar). Kelinci mempunyai tabiat menarik sekali
dan sangat penting yaitu memakan tinjanya sendiri (coprophagy). Kelinci mengeluarkan dua
macam tinja, yaitu pada pagi hari berupa tinja yang lembek dan berlendir yang sering dimakan
oleh kelinci dan pada siang hari berupa tinja yang keras dan kering. Tinja pada malam hari akan
dimakan langsung dari dubur dan meliputi 30 – 80 % dari jumlah tinja kelinci sehari-hari. Kelinci
sangat peka terhadap suhu lingkungan dan kelembapan yang tinggi. Suhu ideal bagi kelinci
adalah 15oC sampai 20oC. sukar sekali menimbulkan defisiensi nutrisi pada kelinci karena isi
sistem pencernaan berdaur terus mencegah terjadinya kekurangan gizi.
2. Barat badan
Pada jantan dengan melihat jarak antara anus dan papilla genitalis membentuk huruf I dan
punya scrotum,
4. Pelabelan / identifikasi
Pelabelan pada hewan coba kelinci dapat menggunakan teknik yakni
a. penanda sementara spt spidol marker permanent atau asam pikrat untuk dituliskan
diekor/telinga/tubuh
b. penanda permanen seperti tindik telinga, tato atau mikrocip
5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada kelinci yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam cavum orisnya.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit)/ SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa,disuntikkan pada kulit longgar
daerah leher.
5. Pengambilan darah
1. Vena Marginalis (telinga)
Spuit ditusukkan pada vena.
Setelah mendapatkan darah, gagang spet ditarik perlahan agar darah dapat terisap ke dalam
spuit kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
2. Jantung
Untuk pengambilan darah di jantung sebaiknya dilakukan anastesi terlebih dahulu.
Spuit disuntikkan pada daerah kostae 3 – 4, kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
6. Anastesi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah acepromazin, ketamin dan xylazin
Acepromazin, ketamin dan xylazin dicampur dalam satu spuit sesuai dosis
7. Eutanasi
Eutanasi dapat menggunakan metode fisik yaitu emboli udara (spuit 10 ml diisi udara,
diinjeksikan ke jantung) atau dengan metode kimia yaitu menggunakan anastesi overdosis
A. TUJUAN
1. Melakukan teknik menghandling Merpati
2. Mengidentifikasi jenis kelamin dan berat badan merpati
3. Melakukan teknik pelabelan merpati
4. melakukan teknik penyuntikkan dan pengambilan darah merpati
5. Meneliti bagian-bagian organ dalam abdomen dan thorax merpati
B. DASAR TEORI
Beberapa jenis merpati menurut tujuan pemeliharaannya terbagi menjadi 3 macam yaitu
merpati pacuan (currier pigeon); merpati konsumsi (hummer king); dan merpati hias (hummer
jacobin). Keistimewaan merpati adalah mampu mengenali medan makanan, mudah
dikembangbiakan, perilaku sangat jinak, dapat mendeteksi gas beracun, perawatannya tidak sulit
serta memiliki keanekaragaman jenis.
a. Aksonomi merpati (Columba livia)
Taksonomi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Columbiformes
Family : Columbidae
Genus : Columba
Spesies : Columba livia
Melalui domestikasi silang, columba livia berkembang menjadi berbagai macam merpati domestik
(columba domestica) yang dikenal sebagai merpati jinak. Kemudian berkembang menjadi merpati
balap, mepati potong dan merpati hias.
b. Data biologis merpati
Berat badan : 230 – 370 gr
Umur disapih : 5 – 6 minggu
Umur dewasa : 5 – 6 bulan atau lebih dari 121 hari
Inkubasi telur : 16 -19 hari
Dewasa kelamin : 4 – 6 bulan
Breeding : 4 – 5 x / tahun; 1 -2 telur
Kandang
Kandang untuk merpati tidak mengikat dari segi bentuk, bahan dan ukurannya
tergantung dari selera peternak. Kandang merpati memerlukan ventilasi yang baik,
bebas dari hama pengganggu dan dapat melindungi hewan dari cuaca buruk.
Berdasarkan cara pemeliharaan, kandang dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Kandang sistem pasang
2. Kandang sistem voliere
3. Kandang sistem diumbar
Pakan
Makanan merpati biasanya dalam bentuk butiran atau biji – bijian, makanan pokok
berupa jagung pipilan dengan butiran kecil, selain itu dapat juga diberikan
gabah/beras, kedelai, kacang hijau dan kacang tanah.
Merpati merupakan unggas tidak tahan haus, sehingga air harus tersedia tiap saat,
air minum harus bersih, segar dan tidak tercemar. Serta pemeberian vitamin harus
tetap diberikan bersama mineral yang lain. Kebutuhan gizi dapat juga dipenuhi dengan
memberikan campuran dari kulit kerang, batu kapur, tepung tulang dan garam yang
ditumbuk halus atau disebut dengan gril.
c. Penyakit pada merpati :
1. Pullorum (Berak Putih)
Penyebab : Salmonella Pullorum
Cara Penyebaran : terutama lewat telur dan tinja
Gejala : depresi, anoreksia, acuh, jengger pucat dan mencret
2. Salmonellosis
Penyebab : Salmonella typhimurium
Cara Penyebaran : melalui telur dan makanan tercemar
Gejala : depresi progresif, kepala direndahkan, mata tertutup, sayap menggantung
dan bulu kasar
Diagnosis : Isolasi organisme dari tinja, darah, hati atau limpha
Pengendalian : kelompok hewan terinfeksi dibinasakan, makanan dan alat tidur
disterilkan
3. Pernapasan Kronik (Chronic Respiratory Disease – CRD)
Penyebab : Mycoplasma gallisepticum
Pegang merpati,
hewan diletakkan di atas timbangan gram digital (direstrain dalam box kertas)
4. Pelabelan / identifikasi
Pelabelan pada hewan coba merpati dapat menggunakan teknik yakni
c. penanda sementara spt spidol marker permanent
d. penanda permanen seperti gelang kaki, kalung atau mikrocip
5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada merpati yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam paruh merpati.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit)/ SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa,disuntikkan pada kulit longgar
daerah leher.
c. IM (Intra Muscular)
5. Pengambilan darah
1. Vena Brachialis (sayap)
Spuit ditusukkan pada vena brachialis.
Setelah mendapatkan darah, gagang spet ditarik perlahan agar darah dapat terisap ke dalam
spuit kemudian darah ditampung di tabung eppendorf
2. Jantung
Untuk pengambilan darah di jantung sebaiknya dilakukan anastesi terlebih dahulu.
Spuit disuntikkan pada daerah stermnum tepat ditenga-tengah, kemudian darah ditampung di
tabung eppendorf
6. Anastesi
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah acepromazin, ketamin dan xylazin
Acepromazin, ketamin dan xylazin dicampur dalam satu spuit sesuai dosis
A. TUJUAN
1. Melakukan teknik menghandling ikan
2. Mengidentifikasi jenis kelamin dan berat badan ikan
3. Melakukan teknik pelabelan ikan
4. melakukan teknik penyuntikkan dan pengambilan darah ikan
5. Meneliti bagian-bagian organ dalam ikan
B. DASAR TEORI
a. Data biologis ikan nila merah
Umur dewasa : 5 – 6 bulan
Jumlah sisik : 34 buah pada gurat sisi
Berat benih : 30 gram
Berat dewasa : 300 – 500 gram dalam tempo enam bulan.
Ikan nila bersifat omnivora dan hidup di air tawar/payau, agak kuat terhadap
kekurangan oksigen, pH 4,5 – 11 dan memijah sepanjang tahun dan bila induknya baik maka
akan memijah 1,5 bulan sekali. Dapat pula beradaptasi pada air dengan kadar garam tinggi
walaupun tidak dapat berkembang biak. Ikan nila merah masih dapat berkembang dengan
baik pada kadar garam 35 %.
Ikan nila merah dewasa pada umur 5 – 6 bulan, mencapai berat badan 400 – 600
gram. Ciri dari ikan nila merah jantan ialah sisik besar, alat kelamin berupa tonjolan agak
meruncing, warnanya cenderung lebih gelap dan rahang bawah melebar. Sedangkan ikan
nila merah betina memiliki lubang genital di dekat lubang anus, warna lebih pucat, bentuk
hidung dan rahang runcing. Keadaan suhu air yang optmal untuk nila merah adalah 25 –
28 derajat celcius. Perubahan suhu yang terlalu tinggi dapat mengganggu kelangsungan
hidup nila merah. Kehidupan nila merah mulai terganggu pada suhu dibawah 14 derajat
celcius atau diatas 38 derajat celcius. Nila merah akan mati pada perairan dengan suhu
dibawah 6 derajat celcius atau diatas 42 derajat celcius.
b. Taksonomi Nila Merah (Oreochromis sp)
Taksonomi
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteicththyes
Oreochromis sp.
5. Pseudomoniasis
Penyebab : Pseudomonas fluorescens
Spesies ikan yang terserang : Terutama ikan air tawar dan kadang – kadang ikan air laut
Penularan : Kontak dengan ikan sakit/lingkungan yang tercemar.
Gejala : Perdarahan pada kulit, yang diikuti oleh angka kematian yang tinggi, kongasti dan
pendarahan daerah visceral, kasus kronis terlihat adanya peritonitis fibrinosa, ascites
Pencegahan : Perbaikan sanitasi lingkungan, kualitas air dan kurangi kepadatan ikan.
Pengendalian : Pemberian antibiotika (misalnya oksitetrasiklin) per oral ataupun per injeksi
(infra peritoneal) misalnya kanamisi
6. Vibrosis
Penyebab : Vibrio anuillarum
Penularan : Ikan carier dalam lingkungan tambak, penuaran secara tidak langsung melalui
invertebrata yang hidup di lingkungan tambak, kontak dengan ikan sakit/lingkungan yang
tercemar.
kemudian ditempatkan ke busa/spon yang telah dibentuk sesuai panjang ikan dan telah
dibasahi air sebelumnya
2. Barat badan
5. Penyuntikkan
a. Perlakuan peroral
Perlakuan PO pada ikan yaitu dengan memasukkan kanul bengkok yang diisi dengan
larutan glukosa ke dalam mulut ikan nila.
b. Subcutan ( daerah longgar di bawah kulit)/ SC
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa, disuntikan pada daerah tepat di
belakang sirip pectorales (pinnae pectorales).
c. IM (Intra Muscular)
Menggunakan spuit yang telah diisi larutan giemsa, disuntikan pada M. epaxial (daerah
di atas linea lateralis) dan M hepaxial (daerah di bawah linea lateralis)
d. IP ( Intra Peritoneal)
Spet disuntikkan pada daerah peritonium (tepi posterior dari linea lateralis) dengan
larutan giemsa.
Arteri caudalis menggunakan spet yang telah diisi sedikit udara. Disuntikan dari belakang pinna
analis ke arah linea lateralis sampai menyentuh vertebrae, agak ke bawah sedikit dari vertebrae
lalu pembuluh darah agak dirusak.
Jantung menggunakan spet yang telah diisi sedikit udara. Disuntikan di pinggir posterior tutup
insang, dorsocaudal membentuk sudut 450
6. Anastesi
Air dicampurkan minyak cengkeh dengan perbandingan 3 : 1
Ikan direndam dalam campuran minyak cengkeh dan air sampai ikan benar-
benar mati.
8. Nekropsi
Ikan direbah dexter daerah abdomen dibuka dimulai dari anus membentuk setengah lingkaran
sampai belakang sirip organ dalam diambil dengan ukuran 1x1 cm untuk setiap organ,
kemudian masukkan ke dalam formalin 10 %.
Malang,
Penguji,
( )
Keterangan
> 80 =A
> 75 – 80 = B+
> 70 – 75 =B
> 65 – 70 = C+
> 60 – 65 =C