Anda di halaman 1dari 75

PATOLOGI KLINIK

VETERINER
BUKU PENUNTUN PRAKTIKUM

Tim Penyusun:
drh. Ahmad Fauzi, M.Sc.
drh. Dyah Ayu Oktavianie AP., M.Biotech.
drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech.
drh. Dian Vidiastuti, M.Si.
drh. Aldila Noviatri, M.Biomed.
drh. Tiara Widyaputri, M.Si.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
PENUNTUN PRAKTIKUM

PATOLOGI KLINIK VETERINER

Dosen Pengampu:
drh. Ahmad Fauzi, M.Sc.
drh. Dyah Ayu Oktaviani, M.Biotech.
drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech.
drh. Aldila Noviatri, M.Biomed.
drh. Tiara Widyaputri, M.Si.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA ii


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Illahi atas ijin-Nya Buku Penuntun Praktikum


Patologi Klinik Veteriner ini dapat diselesaikan. Buku ini disusun dengan tujuan
untuk membantu dan memandu mahasiswa dalam mengikuti praktikum
patologi klinik. Diharapkan dengan adanya diktat ini proses transfer ilmu akan
lebih baik dan membuahkan hasil yang memuaskan. Tim penyusun menyadari
ada banyak celah-celah kekurangan dalam penyusunan buku ini, sehingga
kami akan menerima segala kritik dan masukan dengan sepenuh hati. Kritik
dan masukan sangat berguna untuk perbaikan kualitas diktat ini, yang pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas praktikum. Semoga keberadaan buku
petunjuk praktikum ini bermanfaat bagi pembacanya dan digunakan
sebagaimana mestinya.

Tim penyusun

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA iii


DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR JUDUL ............................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................ iii

DAFTAR ISI ................................................................................... iv

TUJUAN PRAKTIKUM ..................................................................... v

TATA TERTIB PRAKTIKUM ............................................................. vii

JADWAL PRAKTIKUM .................................................................... viii

FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM ................................................... ix

PRAKTIKUM I. PENGENALAN ALAT LABORATORIUM .................. 1

PRAKTIKUM II. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL DARAH .............. 4

PRAKTIKUM III. HEMATOLOGI ERITROSIT ..................................... 9

PRAKTIKUM IV. PERHITUNGAN LEUKOSIT .................................... 16

PRAKTIKUM V. INTERPRETASI HASIL HEMATOLOGI ................... 20

PRAKTIKUM VI INTERPRETASI ULAS DARAH. ............................... 26

PRAKTIKUM VII ANALISA URIN. ..................................................... 28

PRAKTIKUM VIII INTERPRERASI HASIL URIN. ............................... 36

PRAKTIKUM IX PEMERIKSAAN FUNGSI HATI. ............................... 43

PRAKTIKUM X. INTERPRETASI KIMIA KLINIK ................................ 48

PRAKTIKUM XI. TRANSUDAT EKSUDAT ......................................... 50

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 52

LAMPIRAN ...................................................................................... 53

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA iv


Tujuan Instruksional Umum :

Menuntun mahasiswa agar dapat mengetahui teknik pemeriksaan dan menganalisa hasil
laboratorium di bidang patologi klinik veteriner.

Tujuan Instruksional Khusus :

Mahasiswa dapat memahami dan mempunyai keterampilan dalam pemeriksan dan


menginterpretasi hasil laboratorium darah, kimia klinik, cairan tubuh, dan urinalisis.

Ketentuan Umum

1. Mahasiswa yang mengambil mata kuliah Patologi Klinik Veteriner wajib mengikuti
praktikum Patologi Klinik Veteriner secara lengkap.
2. Semua mahasiswa diharuskan mengikuti seluruh acara praktikum yang terjadwal kecuali
ada alasan khusus yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan persetujuan
dosen koordinator praktikum.
3. Nilai pretest dibawah 60 tidak diperbolehkan mengikuti praktikum, kecuali dengan
persetujuan dosen koordinator praktikum.
4. Selama pengamatan harus diawasi asisten/dosen dan dipertanggungjawabkan dengan
persetujuan asisten pada lembar laporan sementara.
5. Tidak diselenggarakan praktikum susulan.
6. Mahasiswa harus membuat laporan akhir yang berisi hasil pengamatan praktikum sesuai
materi yang telah ditentukan.
7. Bersikap dan bertingkah laku yang sopan terhadap dosen, asisten praktikum maupun
sesama mahasiswa
8. Mahasiswa diwajibkan mengikuti Ujian Akhir Praktikum sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA v


TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Peserta praktikum hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai.

2. Praktikum di Laboratorium, Peserta wajib mengenakan jas praktikum dan memakai

sepatu tertutup dan memakai rok/celana panjang.

3. Peminjaman alat-alat diatur dengan bon peminjaman alat dan dikembalikan dalam

keadaan utuh dan lengkap serta sudah dalam kondisi bersih.

4. Kerusakan alat-alat oleh mahasiswa harus diganti dengan alat yang sama (tidak

diperkenankan mengganti dengan uang).

5. Mahasiswa wajib mengikuti seluruh kegiatan praktikum sesuai jadwal yang telah

ditentukan dan kehadiran penuh (100%).

6. Bila karena sesuatu hal yang sangat penting mahasiswa tidak dapat mengikuti acara

praktikum, maka harus ada surat (keterangan sakit dari dokter), dan tidak ada jadwal

pengganti di kemudian hari, maka nilai yang didapat adalah 0 (nol).

7. Peserta praktikum diwajibkan untuk membawa bahan sampel (darah, serum dan

urine) sesuai dengan acara praktikum.

8. Hal-hal yang belum diatur dalam tata tertib ini akan ditentukan kemudian.

PROSENTASE PENILAIAN
Penilaian didasarkan pada prestasi mahasiswa dalam mengerjakan aktivitas
pembelajaran, yaitu :
a. Kehadiran dan aktivitas lab dengan bobot 20%
b. Ujian Akhir Praktikum dengan bobot 30 %
c. Pre test dan Post test dengan bobot 25 %
d. Laporan 25 %

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA vi


JADWAL PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK VETERINER
Jadwal praktikum : Senin 07.30 – 11.05 : Kelas C
Senin 13.00 – 16.20 : Kelas A
Selasa 07.30 – 11.05 : Kelas B
Selasa 13.00 – 16.20 : Kelas D
Tempat : Online : Zoom Meeting dan Google meeting
Offline di Laboratorium Patologi Klinik lantai 4 Gedung A FKH UB

Mgg Tgl Pokok TIK PBM PIC


ke Bahasan A B C D
1 30-31 Brefing Overview dan Persiapan TWP TWP TWP TWP
Agustus praktikum praktikum
2021
2 30-31 Praktikum I Mahasiswa mampu TWP TWP TWP TWP
Agustus Pengenalan mengetahui nama, jenis dan
2021 alat-alat prinsip kerja alat
laboratorium pemeriksaan darah, kimia
patologi klinik klinik dan urinalisis
laboratorium patologi klinik
veteriner.
3 06-07 Praktikum II Mahasiswa mampu ANV ANV ANV ANV
September Teknik melakukan handling hewan
2021 Pengambilan coba, mampu melakukan
sampel darah pengambilan sampel darah
dan sitologi FNA dan sitologi jaringan, mampu
melakukan ulas darah.
Hewan coba : kucing
4 13-14 Praktikum III Mampu melakukan teknik ANV ANV ANV ANV
September Hematologi pemeriksaan dan
2021 Eritrosit penghitungan eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, total
protein plasma dan
fibrinogen.
Hewan coba : kucing,
anjing, tikus, sapi dan
unggas
5 20 -21 Praktikum IV Mampu melakukan teknik ANV ANV ANV ANV
September Diffential pemeriksaan dan
2021 Leukosit dan penghitungan nilai relatif dan
ulas darah absolut pada sel leukosit
(neutrofil, basofil, eosinofil,
monosit dan limfosit).
Hewan coba : kucing,
anjing, tikus, sapi dan
unggas
6 27-28 Praktikum V Mampu melakukan ANV ANV ANV ANV
September Interpretasi interpretasi hasil
2021 Hasil pemeriksaan darah rutin
pemeriksaan pada beberapa case report.
Hematologi Presentasi/interpretasi
hasil pemeriksaan/case
report

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA vii


7 04-05 UAP 1 TWP TWP TWP TWP
Oktober
2021
8 18-19 Praktikum VI Mampu melakukan TWP TWP TWP TWP
Oktober Interpretasi ulas interpretasi hasil ulas darah.
2021 darah Presentasi/interpretasi
hasil pemeriksaan/case
report
9 25-26 Praktikum VII Mampu melakukan TWP TWP TWP TWP
Oktober Urinalisis pemeriksaan urinalisis secara
2021 fisik maupun kimiawi.
Hewan coba : Sapi dan
kucing
10 01-02 Praktikum VIII Mampu melakukan DAO DAO DAO DAO
November Interpretasi hasil interpretasi hasil
2021 urinalisis pemeriksaan urinalisis pada
hasil pemeriksaan/ case
report.
Presentasi/interpretasi
hasil pemeriksaan/case
report
11 08-09 Praktikum IX Mampu melakukan teknik ANV ANV ANV ANV
November Uji Fungsi Hati pemeriksaan dan
2021 penghitungan nilai
SGPT/SGOT.
Hewan coba : Serum
Kucing
12 15-16 Praktikum X Mampu melakukan FSP FSP FSP FSP
November Interpretasi interpretasi hasil
2021 kimia klinik pemeriksaan kimia klinik
pada fungsi ginjal dan hati
pada hasil pemeriksaan/
case report.
Presentasi/interpretasi
hasil pemeriksaan/case
report
13 22-23 Praktikum XI Mampu membedakan dan FSP FSP FSP FSP
November Pemeriksaan melakukan pemeriksaan
2021 transudat transudat dan eksudat secara
eksudat fisik maupun kimiawi.
Hewan laboratorium :
kucing
14 29-30 UAP 2 TWP TWP TWP TWP
November
2021

Tim Pengajar Mata Praktikum Fisiologi Veteriner :


1. drh. Dyah Ayu Oktaviani, M.Biotech. (DAO)
2. drh. Fajar Shodiq Permata, M.Biotech. (FSP)
3. drh. Aldila Noviatri, M.Biomed. (ANV)
4. drh. Tiara Widyaputri, M.Si. (TWP)

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA viii


FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM

BAB I Pendahuluan
1.1 Tujuan (Poin-poin) (5)
1.2 Tinjauan Pustaka (sesuai acara praktikum (15)
BAB II Metodologi
2.1 Alat dan bahan (poin-poin) (5)
2.2 Prinsip kerja (sesuai yang dilakukan) (5)
2.3 Langkah kerja(diagram alir) (5)
BAB III Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil (gambar dan foto serta keterangan) (10)
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisa Prosedur(dibandingkan literatur) (15)
3.2.2 Analisa Hasil (dibandingkan literatur) (20)
BAB IV Penutup
4.1 Kesimpulan (5)
4.2 Saran (untuk praktikum, non dosen/asisten)
BAB V Daftar Pustaka
Daftar pustaka minimal 2 buku dan 3 jurnal (10 tahun terakhir)
LAMPIRAN
Laporan Sementara dan Literatur yang digunakan → stabilo bagian
yang dikutip

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA ix


PRAKTIKUM I
PENGENALAN ALAT-ALAT LABORATORIUM
PATOLOGI KLINIK
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui alat-alat untuk pemeriksaan hematologi.
B. DASAR TEORI
Alat-alat untuk pemeriksaan hematologi :
1. Lanset darah
Untuk mendapatkan darah kapiler yang akan diperiksa, diperlukan sebuah alat yang
tajam dan sebaiknya melebar ujungnya.
2. Jarum dan spuit
Darah vena diambil dengan cara pungsi vena. Jarum yang digunakan untuk menembus
vena harus di sesuaikan dengan hewan. Misalnya untuk ayam, digunakan jarum kecil/
halus. Sedangkan untuk sapi digunakan jarum yang besar. Spuit yang dipakai
pemeriksaan hematologi ialah yang ukuran 3-10 ml. Perhatikan pula nipel spuit harus
sesuai dengan jarum.
3. Hemositometer
Digunakan untuk menghitung sel darah, terdiri dari kamar hitung, kaca penutup dan 2
macam pipet yaitu pipet eritrosit dan pipet leukosit. Kamar hitung serta pipet harus
memenuhi syarat ketelitian tertentu.
4. Hemoglobinemeter (hemometer)
Hemometer sahli adalah alat pengukur kadar hemoglobin berdasarkan cara hematin
asam dan pipet pengencer. Tabung pengencer yang berupa persegi atau bulat
mempunyai garis tanda pada kedua belah sisinya. Garis tanda pada sisi pertama
menunjukan kadar hemoglobin dalam gram / 100 ml darah (gram %)
5. Tabung dan pipet wintrobe
Tabung wintrobe adalah tabung yang dibuat dari kaca tebal, panjang kira-kira 12 cm dan
diameter dalamnya 21/2 mm. Garis milimeter yang terdapat pada permukaan
bertandakan 0 smapai 100 lain saalah satu sisi dan 100 sampai 0 pada sisi lain. Pipet
wintrobe yang dipergunakan khusus pada tabung ini mempunyai pipa legam panjang dan
sempit pipet ini dipakai untuk mengisi tabung itu dengan darah tanpa gelembung udara
dan dapat diapakai juga untuk membersihkan tabung.
6. Pipet westergreen
Panjang kira-kira 300 mm dan diameter dalamnya 21/2 mm. Terdapat garis-garis
milimeter dari 0 sampai 200 garis 200 mm terdapat pada ujung bawah pipet.
7. Kaca / gelas objek dan cover glass
Objek glass berukursan 1 x 3 inchi. Kaca ini dibuat rata pada pinggirnya dan mudah
untuk membuat apus darah. Cover glass harus cukup tipis, sehingga dapat dipakai untuk
pemeriksaan mikrokopik memakai lensa emersi.

C. ALAT DAN BAHAN


Menyiapakan beberapa alat dan bahan yang digunakan untuk praktikum antara lain:
1. Hemositometer 6. Gelas objek dan cover glass
2. Hemoglobinometer 7. Differential leukosit counter
3. Tabung dan pipet wintrobe 8. Mikrohematokrit reader
4. Pipet westergreen 9. Mikrohematokritsentrifus
5. Jarum dan spuit

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1


D. CARA KERJA
Pengenalan alat pemeriksaan darah
1. Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit
2. Alat-alat yang digunakan pemeriksaan
3. jenis-jenis tabung

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Prinsip penggunaan alat-alat yang digunakan

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 3


PRAKTIKUM II
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL DARAH DAN SITOLOGI
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui teknik pengambilan darah dan sitologi.
B. DASAR TEORI
Komposisi Darah:
Darah terdiri atas cairan yang disebut plasma dan benda-benda korpuskuler yaitu eritrosi,
leukosit, dan trombosit.
Plasma darah adalah substansi yang kompleks yang mengandung protein (albumin,
globulin dan fibrinogen), karbohidrat (glukosa), lemak mineral, vitamin, dan hormon.
Serum adalah plasma darah yang telah diambil fibrinogennya. Fibrinogen adalah protein
yang esensial dalam dalam proses pembekuan darah.
Pemeriksaan darah sangat penting dalam membantu diagnosa penyakit karena
kebanyakan penyakit menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan darah.
Cara memperoleh darah dari untuk pemeriksaan hematologi:
Darah yang dipakai biasanya darah kapiler atau darah vena. Persiapkan terlebih dahulu
semua alat yang diperlukan : pipet, hemoglobinometer, spuit, jarum, botol penampung,
kamar hitung, dan sebagainya. Tempat pengambilan harus bersih. Pada hewan yang
berbulu harus dicukur terlebih dahulu, kemudian diberi alkohol.
Tempat pengambilan darah pada berbagai macam hewan:
- Vena jugularis : kuda, sapi domba, anjing dan kucing.
- Vena cephalica dan vena saphena : anjing dan kucing
- Vena cava anterior : babi
- Vena marginal telinga : kucing, anjing kecil, babi, kelinci
- Pangkal kuku : anjing kecil dan anak kucing
- Ekor ; tikus kecil dan besar, mencit
- Jantung : kebanyakan hewan
- Vena cubiti,vena brachialis, jengger : ayam dan kalkun
Jumlah darah untuk pemeriksaan berbeda sama lain, untuk pemeriksaan :
1. Perbandingan antara albumin dan globulin diperlukan minimal 1 ml.
2. Pemeriksaan bilirubin, diperlukan serum atau plasma minimal 1 ml dengan catatan
hindari terjadinya hemolisa dan dikerjakan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan
darah.
3. Waktu perdarahan, diperlukan darah langsung dari hewan.
4. Penghitungan benda-benda korpuskuler darah, diperlukan satu tetes dari hewan dan
satu ml jika digunakan antikoagulan.
5. Pemeriksaan bronshulpalin, diperlukan serum atau plasma sebanyak 5 ml, diambil 30
menit sesudah penyuntikan.
6. Penetapan kadar kalsium, diperlukan seruum sebanyak 1 ml.
7. Penetapan kadar kolesterol, diperlukan serum atau plasma sebanyak 0,2 ml (hewan
dipuasakan).
8. Waktu penjendalan darah, diperlukan darah sebnyak 5 ml langsung dari hewan tanpa
antikoagulan (cara Le-white), bisa satu tetes (cara kapiler).
9. Pemeriksaan darah lengkap (leukosit total, hematokrit dan diferensial leukosit)
diperlukan darah sebanyak 3 tetes jika langsung dari hewan dan 1 ml jika
menggunakan darah berkoagulan.
10. Petetapan khlorida, diperlukan serum atau plasma sebanyak 1 ml.
11. Penetapan kreatinin, diperlukan darah sebanyak 1 ml.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 4


12. Pencampuran darah, diperlukan 3 ml darah. Darah diambil dari donor atau resipien.
13. Penetapan glukosa, diperlukan darah 1 ml (darah dari hewan yang dipuasakan).
14. Penetapan hematokrit (PCV), diperlukan satu tetes darah dengan tabung mikro
hematokrit dan 1 ml jika dengan cara wintrobe.
15. Penetapan kadar hemoglobin, diperlukan satu tetes darah dari hewan atau darah
antikoagulan.
16. Penetapan ikterus indeks, diperlukan serum atau plasma minimal 3 ml, dan hindari
hemolisa.
17. Penetapan kadar non protein nitrogen, diperlukan darah sebanyak 2 ml.
18. Penetapan kadar kalium, diperlukan darah sebanyak 1 ml.
19. Penetapan kadar protein total, diperlukan serum satau plasma sebanyak 1 tetes (cara
protometer atau 0,5 jika dipakai cara biuret).
20. Penetapan protombin time diperlukan darah sebanyak 4,5 ml yang telah dicampur
dengan 0,1 M Na Oksalat.
21. Penetapan Natrium, diperlukan serum sebanyak 1 ml.
22. Pemeriksaan kecepatan sendimentasi darah, diperlukan darah sebanyak 1 ml (segera
diperiksa dalam kurun waktu 3 jam).
23. Penetapan kadar SGOT atau SGPT, diperlukan serum sebanyak 0,2 ml.
24. Penetapan kadar urea nitrogen, diperlukan darah 5 ml atau serum/ plasma 0,4 ml (cara
skripnear), 0,1 ml (cara urograph), 0,2 ml (santhydrol).
25. Penetapan kadar asam urat, diperlukan serum atau plasma sebnayk 1 ml jika dipakai
litium oksalat sebagai antikoagulanya.
26. Pemeriksaan Van den Burgh (bilirubin), diperlukan serum atau plasma sebanyak 1 ml
dan hindari hemolisa.
Antikoagulan untuk pemeriksaan hematologi
1. Heparin
Bekerja sebagai antithrombin dan antithromboplastin. Diperlukan sebanyak 0,1 – 0,2
mg tiap ml darah. Pengaruhnya sedikit terhadap ukuran dan hemolisa dari eritrosit.
Tidak baik untuk preparat pengecatan, tidak dapat mencegah terjadinya pembekuan
darah lebih dari 8 jam tidak baik untuk test aglutinasi.
2. Natrium sitrat
Bersenyawa dengan Ca darah membentuk Ca-sitrat yang bersifat tidak larut. Tiap ml
darah memerlukan 2-4 mg. Antikoagulasi ini mencegah pembekuan arah hanya
beberapa jam saja.
3. Kalium oksalat
Bersenyawa dengan Ca darah, membentuk Ca-oksalat yang tidak larut. Tiap ml darah
memerlukan 2 mg kalium oksalat. Keuntungan dari koagulan ini ialah sifatnya yang
sangat mudah larut. Kekurangannya adalah menyebabkan penyusutan volume sel
darah, sehingga tidak baik untuk pemeriksaan volume sel dengan mempergunakan
hematokrit. Apabila pemberian berlebihan akan menyebabkan terjadinya presipitasi
protein.
4. Natrium oksalat
Bersenyawa dengan Ca darah, membentuk Ca-oksalat yang tidak larut. Tiap ml darah
memerlukan 2 mg natrium oksalat. Keuntungan dari koagulan ini ialah digunakan
untuk penetapan phrotombin time, kekurangannya sama dengan kalsium oksalat.
5. Ammonium dan kalsium oksalat
(1,2 gram amonium oksalat dan 0,8 gram kalium oksalat dalam aquades 100 ml).
Antikoagulan ini bersenyawa dengan darah membentu Ca-oksalat yang tidak larut.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 5


Tiap ml darah memerlukan 0,1 ml antikoagulan. Keuntungannya ialah dapat digunakan
untuk kebanyakan pemeriksaan darah. Menyebabkan sedikit terjadinya distorsi dan
hemolisa eritrost jika dibandingkan dengan senyawa oksalat lainya.
6. Litium oksalat
Bersenyawa dengan Ca darah membentuk Ca-oksalat yang tidak larut. Tiap ml darah
membutuhkkan 2 ml litium oksalat. Keuntungannya lebih mudah larut daripada Na atau
K oksalat, kekurangannya sama dengan K-Oksalat.
7. Litium sitrat
Mengikatkan ion Ca. Tiap ml darah memerlukan 3 ml litium sitrat. Antikoagulan ini tidak
praktis untuk pemeriksaan rutin.
8. Natrium fluorida
Membentuk komponen CA yang derajat disosiasinya rendah. Tiap ml darah
memerlukan antikoagulan ini. Dapat digunakan sebagai antikoagulan dan sebagai
pengawet. Mempengaruhi aksi reaksi dalam determinasi urea.
9. EDTA (ethylene Diamine Tetra Acetic Acid)
Yang diapakai disni adalah garam Na dan K nya. nama patenya :
- versenate
- sequestrene
Pemakaian dalam bentuk cairan, maka 1 tetes dari 10% larutan dapat mencegah
pembekuan 5 ml darah. Bila pemakaian dalam bentuk serbuk maka 1-2 mg untuk 1 ml
darah. Jika lebih dari 2 mg tiap 1 ml darah, akan menyebabkan pengkerutan eritrosit
maupun leukosit. Keuntungannya kondisi sel-sel darah dan kecepatan sendimentasin
darahnya tidak mengalami perubahan walaupun darah disimpan selama 6 jam. EDTA
dipakai untuk penetapan kadar kreatinin, ureum, khlorida, fosfor dalam darah.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk membantu dokter hewan, karena diagnosa
dan terapi ditentukan oleh dokter Hewan. Didalam pengiriman bahan ke laboratorium perlu
di cantumkan :
1. Nama dan alamat dokter hewan dan nomor telepon
2. Penyakit yang dicurigai
3. Keterangan mengenai hewan termasuk: umur, spesies, jenis kelamin, dan sebagainya
4. Riwayat
5. Tanda-tanda klinis
6. Jumlah hewan yang menunjukan tanda-tanda klinis
Etiket ditempelkan pada bahan yang dikirim (paket) dan diusahakan juga jangan sampai
rusak oleh sampel itu sendiri. Pengiriman bahan dialamatkan ke Laboratorium dan jangan
mengirim bahan yang segar ke laboratorium pada hari libur.

C. ALAT DAN BAHAN


1. Spuit 3 ml dan 5 ml
2. Needle 21 /23 G
3. Tabung EDTA/Non EDTA
4. Diff Quick Staining
5. Objek glass
6. Glove

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 6


D. CARA KERJA
A. Pengambilan sampel darah
1. Lokasi pengambilan darah dibersihkan dari rambut dan digunakan alkohol 70% untuk
antiseptik
2. Ditekan dengan pelan untuk membendung aliran darah sampai pembuluh darah
terlihat
3. Dilakukan puncture vena dengan spuit
4. Ditampung darah yang keluar dengan tabung EDTA/Non EDTA
5. Ditekan bekas puncture dengan kapas yang dibahasi alkohol 70%
6. Darah di tabung EDTA di periksa untuk pemeriksaan hematologi
7. Darah pada tabung non EDTA ditaruh di suhu ruang selama 15-30 menit untuk
memperoleh serum, bila perlu disentrifus dengan kecepatan 4000rpm selama 5
menit.
8. Serum dipisahkan dari tabung darah ke tabung baru, kemudian serum bisa
diperiksakan atau disimpan dalam frezer suhu -18 0C.

B. Pengambilan sampel sitologi (Teknik Fine needle aspiration)


1. Dilakukan aspirasi menggunakan spuit 3 ml /5 ml pada permukaan massa dengan
satu tangan, kemudian ditahan dengan tangan lainnya.
2. Ditarik spuit beberapa kali hingga mendapatkan cairan atau massa
3. Diteteskan ke ujung objek glass
4. Dilakukan ulasan menggunakan objek glass lainnya
5. Dilakukan pewarnaan DiffQuick (Hematoxilin-Eosin /Giemsa)
9. Diamati dibaawa mikroskop

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Perbedaan serum dan plasma
2. Tipe-tipe tabung antikoagulan dan sampel darah yang digunakan pada tabung
terrsebut
3. Teknik Fine needle aspiration dan penggunaannya

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 7


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 8


PRAKTIKUM III
HEMATOLOGI-ERITROSIT
A. TUJUAN
1. Mengetahui teknik pemeriksaan eritrosit, hemoglobin dan hematokrit.
2. Menganalisis karakteristik anemia berdasarkan pemeriksaan MCV, MCH dan MCHC.
3. Menganalisa nilai total protein plasma dan fibrinogen.
B. DASAR TEORI
Darah terdiri dari sel-sel (eritrosit, leukosit, dan trombosit) yang beredar di dalam cairan
yang disebut plasma. Eritrosit atau sel darah merah yang paling banyak, dengan
beberapa juta eritrosit per mikroliter darah di mamalia. Trombosit yang jumlahnya paling
banyak setelah sel darah merah, dengan jumlah trombosit terendah 100 × 10 3/μl pada
kuda sehat dan beberapa ratus ribu per mikroliter spesies mamalia lainnya. Eritrosit dari
semua mamalia tidak memiliki nukleus dan sebagian besar dalam bentuk cakram
bikonkaf yang disebut diskosit. Bentukan bikonkaf yang paling menonjol dapat dilihat
pada eritrosit anjing dimana bagian pusatnya terlihat berwarna pucat. Eritrosit dari
kambing umumnya memiliki permukaan yang datar dengan sedikit cekungan, dan bentuk
erotrosit yang tidak teratur (poikilosit) merupakan kondisi yang normal pada kambing.
Eritrosit dari hewan dalam keluarga Camelidae (unta, llama, Vicunas, dan alpacas) tidak
memiliki nukleus, tipis, selnya berbentuk elips disebut elliptosit atau ovalosit. Eritrosit dari
burung, reptil, dan amfibi juga berbentuk elips tetapi eritrosit, mereka mengandung inti
dan ukuran eritrositnya lebih besar dari eritrosit mamalia. Eritrosit Salamander
merupakan eritrosit dengan ukuran yang paling besar.

Gambar 1. Hematokrit tube (kiri) Eritrosit Normal pada mamalia (tengah), eritrosit
normal pada burung (kanan)

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 9


Gambar 2. Gambaran morfologi sel darah merah normal dan abnormal.

Penetapan Nilai Hematokrit


Nilai hematrokit ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah disebut dengan % dari
volume darah itu. Biasanya bila itu ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler.
Nilai hematokrit ini dalam literatur disebut juga PCV (paked cell volume). Eritrosit-eritrosit
yang mempunyai berat jenis tinggi dapat dipisahkan dari lain-lain elemen dengan cara
pemutaran yang cepat. Urutan lapisan yang terjadi adalah sebagai berikut (dari atas ke
bawah):
- Plasma : berwarna kekuning-kuningan
- Buffy coat : berwarna abu-abu- kemerah-merahan yang susunanya terdiri atas :
Trombosit : lapisan berwarna krem
Leukosit : berwarna kemerah-merahan sampai abu-abu
Eritrosit berinti : berwarna merah
Nilai- Nilai Hematokrit Normal:
Pada hewan sangat bervariasi tergantung jenis, umur dan aktivitas.
Kuda (through breeds) : 43%
Sapi (beef breeds) : 40%
Sapi (dairy breeds) : 35%
Anjing : 45%

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 10


Kucing : 40%
Babi (dewasa) : 42%
Babi (anak) : 33%
Domba : 33%
Kambing : 35%
Manusia (laki-laki) : 47%
Manusia (wanita) : 42%
Koagulasi darah adalah mekanisme yang komplek yang mengikuti mekanisme dasar dari
teori klasi oleh Morawitz
Tromboplastin + Ca + protombin trombin
Trombin + fibrinogen fibrinogen

C. ALAT DAN BAHAN


Peralatan:
1. Hemositometer counting chamber
2. Cover gelas
3. Pipet Hb
4. Tabung hemoglibinometer Sahli
5. Mikrohematokrit & sumbat tabung
6. Microhematokrit reader
7. Waterbath
9. Pipet ertrosit 101 (bulatan warna merah)
Bahan:
1. Darah kucing, anjing, kelinci, ayam, burung
2. Larutan NaCl Fisiologis
3. Larutan Hayem/ Gower
4. Larutan HCl 0.1N
D. CARA KERJA
Penghitungan Eritrosit
1. Pengisian Pipet
1. Gunakan pipet eritrosit standar yang bertanda “101”, kemudian hisap darah sampai
tanda “0,5”. Jika darah melebihi tanda “0,5”, maka darah dapat dikeluarkan dengan
membuka jari dan ujung pipet dibersihkan dengan kertas saring atau tisu.
2. Ujung pipet harus bersih (tidak boleh ada sisi darah) sebelum memasukkan pipet ke
dalam larutan reagen (Hayem/Gower). Larutan dihisap sampai tanda “101”. Darah
diencerkan dengan perbandingan 1: 200.
3. Tempatkan pipet secara horizontal dan letakkan jari pada ujing tabung sebelum pipa
karet ditarik.
4. Pipet dibolak-balikan agar dapat campur homogen. Caranya tempatkan pipet
horizontal, tutup ujung-ujungnya dengan jari telunjuk dan ibu jari kemudian gerakkan
membentuk angka 8.
2. Menghitung Eritrosit
1. Daerah yang bergaris-garis dari homositometer dan kaca penutup harus dibersihkan
dengan kertas tisu secara hati-hati.
2. Tempatkan kaca penutup di atas kamar/bilik hitung (counting chamber) improved
Neubaur ruling hemocytometer. Jagalah jangan sampai mengalir ke dalam parit di
pinggirnya. Biarkan beberapa menit supaya sel-sel mengelilingi parit, perlu dihindari
terhadap terjadinya evaporasi (penguapan) karena akan menyebabkan kesalahan.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 11


3. Periksa di bawah mikroskop, dengan perbesaran kecil cari ruang tengah dari 9
ruangan besar.
4. Kemudian dengan perbesaran kuat, hitung semua eritrosit dalam 5 kotak dari 25
ruangan kecil. Tiap kotak (5 kotak) masing-masing dibagi menjadi 16 ruangan kecil.
Jadi yang dihitung 80 ruangan kecil. Penghitungan dimulai dari ruangan kiri atas dari
4 persegi kecil ke kanan, kemudian dari baris kedua dari kanan ke kiri dan seterusnya.
5. Ketentuan untuk triple lines: sel-sel yang menempel pada garis atas dan kiri (garis
yang tengah) dihitung, sedang yang menempel pada garis kanan dan bawah tidak
dihitung.
6. Ketentuan untuk double ruling: sel-sel yang menempel pada dinding atas dan garis
luar kiri dihitung, yang pada garis bawah dan kanan tidak dihitung.
7. Perhitungan:
Jumlah sel eritrosit terhitung X 10 (0,1 mm di dalam) X 5 (1/5 dari 1 mm³) X 200 (1:
200) = jumlah eritrosit per mm³.
Atau jumlah sel eritrosit terhitung x 10.000 .
8. Hemositometer dibersihkan dengan air segera setelah pemakaian, kalau perlu dengan
air sabun atau alkohol dan dikeringkan dengan kain halus dan lunak.
9. Pipet darah dibersihkan setelah pemakaian dengan mengelurkan cairan yang dipipet
dan diflushing dgn aquadest melalui pippet dan tiuplah. Kerjakan berulang-ulang
sampai semua bagian dari darah keluar.

3. Penetapan Kadar Hemoglobin Sahli


Pada cara ini, warna akan dihasilkan pada larutan uji yang kemudian dibandingkan
dengan larutan standar.
Reagen : asam klorida 0,1 N
Cara:
1. Isilah tabung gelas dari hemoglobinometer Sahli dengan HCL 0,1 N sampai angka
10.
2. Hisaplah darah (langsung dari hewan atau dari darah yang sudah diberi
antikoagulan) sampai tanda garis (pada pipet hemoglobin 0,02 ml).
3. Bersihkan pipet dengan kertas saring atau tisu.
4. Tiuplah darah tersebut ke dalam tabung yang berisi HCL (ujung pipet terendam
dalam cairan) dan cucilah pipetnya beberapa kali dengan menghisap dan meniupkan
kembali larutan tersebut.
5. Tunggulah kira-kira 5-10 menit.
6. Tambahkan bertetes-tetes akuades (aduk baik-baik) sampai warnanya cocok
dengan warna standar.
7. Pembacaan dilakukan dengan angka Sahli atau mg% atau g/100 ml darah.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 12


8. Kalkulasi konsentrasi Hb dalam g/100 ml darah. Jika standar warna dinyatakan 100%
mengandung 14,8 g, maka dapat dilakukan penghitungan sebagai berikut:
14,8 x pembacaan angka Sahli pada tabung
= ------------------------------------------------------
100
9. Angka kesalahan dapat mencapai 100% dengan cara visual ini. Pada kondisi anemia
berat, angka kesalahan dapat besar karena warna yang dihasilkan sangat pucat dan
tidak dapat dibandingkan dengan warna standar secara jelas.
4. Penetapan Nilai Hematrokit
1. Isilah tabung mikrokapiler yang khusus dibuat untuk penetapan mikrohematokrit
dengan darah sampai ¾ tabung.
2. Tutuplah ujung satu dengan bahan penutup khusus.
3. Masukkanlah tabung kapiler itu ke dalam sentrifus khusus yang mencapai kecepatan
lebih dari 16.000 rpm (setrifus hematokrit).
4. Sentrifgasi mikrohemtokrit selama 3-5 menit.
5. Bacalah nilai hematokrit dengan menggunakan grafik atau alat khusus.

Gambar 3. Proses perhitungan nilai hematokrit

5. Penetapan Total Protein Plasma (TPP) Dan Fibrinogen


1. Mikrohematokrit pada pemeriksaan PCV diatas dipotong pada lapisan plasmanya.
Selanjutnya plasma diteteskan pada alat TS-meter.
2. Kemudian dilihat kandungan total proteinnya pada alat tersebut (dalam g/100 ml).
3. Untuk pemeriksaan kadar fibrinogennya, satu mikrohematokrit yang lain dipanaskan
dengan suhu 56-58°C dalam waterbath selama 2 menit.
4. Selanjutnya disentrifus selama 5 menit, setelah itu lapisan plasma yang jernih dipotong
dan diteteskan pada alat TS-meter.
5. Kemudian dilihat kadar fibrinogennya pada alat tersebut (dalam g/100 ml).

PENETAPAN NILAI MCV, MCH, MCHC


a) MCV = Mean Corpuscular Volume
= nilai rata-rata volume eritrosit
MCV = PCV (%) x 10
-----------------------------
jumlah eritrosit (jt/mm³)

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 13


misal :
MCV = 45% x 10
-------------
5
= 90 µ³ /fl (femtoliter)

b) MCH = Mean Corpuscular Hemoglobin


= nilai rata-rata kandungan hemoglobin pada eritrosit
MCH = Hb (g/100 ml) x10
-----------------------------
jumlah eritrosit (jt/mm³)
misal :
MCH = 15 x 10
-----------
5
= 30 µµg (mikro mikro gram) / pg (picogram)

c) MCHC = Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration


= nilai rata-rata konsentrasi hemoglobin pada setiap eritrosit
MCHC = Hb (g/100 ml) x 100
--------------------------
PCV (%)
misal :
MCHC = 15 x 100
------------
45
= 33,3%

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Morfologi abnormal eritrosit.
2. Hasil perhitungan jumlah sel eritrosit, Hb, hematokrit, total protein plasma, fibrinogen.
3. Jenis anemia berdasarkan nilai MCV dan MCHC.
4. Hiperproteinemia dan fibrinogen.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 14


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 15


PRAKTIKUM IV
PERHITUNGAN LEUKOSIT DAN PEMBUATAN APUS DARAH
A. TUJUAN
1. Mampu melakukan pembuatan apus darah.
2. Mampu menganalisa hasil apus darah.
3. Mampu menghitung jumlah relatif dan jumlah absolut leukosit.
B. DASAR TEORI
FUNGSI UTAMA
1. Respon sistemik individu
2. Derajat virulensi agen penyakit
3. Derajat keparahan dari proses penyakit
4. Lamanya proses penyakit
Leukosit → Granulosit → Neutrofil
→ Eosinofil
→ Basofil
→ Agranulosit → Monosit
→ Limfosit
Neutrofil
- Mengandung granula yang memberikan warna indefereen, tidak merah ataupun biru.
- Merupakan komponen terbesar dari leukosit
- Fungsi utama dalam fagositosis dan bakterisidal.
Eosinofil
- Tampak sebagai granula berwarna merah di sitoplasmanya.
- Pada umumnya ada ± 10% dari total leukosit
- Granula biasanya sedikit, ameboid, dan beberapa fagositosis.
Basofil
- Tampak sebagai granula berwarna biru dan jarang terdapat dalam darah normalnya.
- Granula mengandung heparin yang mencegah “blood clotting”.
Monosit
- Merupakan sel terbesar dari komponen leukosit yang lain.
- Bersifat fagositik dan berkembang sebesar makrofag ketika keluar dari sirkulasi
darah dan masuk ke jaringan.
Limfosit
- Merupakan sel yang sering ditemukan dalam leukosit setelah neutrofil terutama pada
ruminansia.
- Ukuran dan penampilannya bervariasi dengan nucleus yang relatif besar, dikelilingi
sejumlah sitoplasma.
- Fungsi utama berupa respon terhadap benda asing dengan membentuk antibody.
- Sitoplasma terwarnai biru terang dan mengandung sedikit organela.
- Berdasarkan fungsinya terbagi menjadi 3 yaitu: Limfosit B, Limfosit T, dan NK
(Natural Killer cell). Ketiganya tidak dapat dibedakan secara morfologi.
C. ALAT DAN BAHAN
Alat dan Bahan
1. Sampel darah kucing, anjing, aves atau reptil
2. Reagen yang digunakan: Larutan Turk
3. Kamar hitung
4. Mikroskop
5. Pipet leukosit ’11’
6. Deck glass

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 16


D. CARA KERJA
a. Cara kerja perhitungan jumlah Leukosit:
1. Hisap darah dengan pipet leukosit sampai 0,5.
2. Kemudian ditambahkan reagen larutan Turk sampai angka 11.
3. Campur homogen dengan memutar pipet membentuk angka delapan.
4. Buanglah 2 atau 3 tetes larutan dalam pipet sebelum pemakaian kamar hitung.
5. Teteskan sampel yang telah homogen dikanan/kiri kamar hitung..
6. Lihat dan hitung menggunakan mikroskop perbesaran 10x
7. Metode Penghitungan:
8. Periksa dengan mikroskop dengan perbesaran lemah, kemudian hitung leukosit yang
berada dalam 4 kotak besar. Supaya leukosit dapat diketahui dengan tepat, maka
perlu pengurangan sinar yang masuk.
9. Sel yang terhitung x 20 (1 : 20) x 10 (0,1 mm dalam) = jumlah leukosit dalam mm3
4 (jumlah kotak dalam mm2).
Atau = jumlah sel yang terhitung X dikalikan 50.

b. Pembuatan Preparat Apus Darah


1. Sampel darah dicampur dengan baik sebelum diambil dengan pipet kapiler/batang
gelas. Satu tetes kecil darah diletakkan dekat dengan ujung gelas obyek.
2. Tempatkan gelas obyek yang kedua dengan bagian ujumg menyentuh permukaan
gelas obyek yang pertama sehingga membentuk sudur 30-45º.
3. Tariklah gelas obyek ke samping dan biarkan darah mengalir dengan daya kapiler,
sehingga mencapai ⅔ bagian gelas obyek. Gelas obyek bagian atas didorong/diapus
dengan sudut yang sama sehingga membentuk lapisan darah yang tipis. Tebalnya
preparat apus tergantung pada besarnya tetesan darah, sudut yang terbentuk dan
kecepatan dorongan.
4. Biarkan preparat apus mengering di udara terbuka. Pengeringan tidak boleh dengan
cara pemanasan atau peniupan, sebaiknya dengan cara mengayun-ayunkan preparat
yang kita pegang. Keriputnya eritrosit disebabkan pengeringan yang lambat.
5. Untuk mendapatkan hasil yang baik maka proses pewarnaan tidak boleh lebih dari 1
jam setelah pembuatan preparat apus. Jika karena sesuatu sebab pewarnaan tidak
dapat segera dilakukan maka preparat apus difiksir dengan metil alkohol (methanol).
Pewarnaan Giemsa
Reagen Giemsa: Stock Giemsa diencerkan 1:10 dengan akuades buffer atau dalam
jumlah kecil kita dapat membuat dengan perbandingan 1 tetes pewarna dalam 1 ml
akuades buffer.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 17


Cara:
1. Preparat apus darah difiksir dengan methanol selama 3-5 menit.
2. Preparat kemudian dibiarkan di udara.
3. Setelah kering preparat direndam ke dalam larutan Giemsa yang baru dibuat selama
15-60 menit.
4. Cucilah preparat dengan air baik-baik dan biarkan mengering di rak.
5. Amatilah di bawah mikroskop.
Pemeriksaa preparat darah
Preparat darah diperiksan di mikroskop dengan perbesaran lemah dan lihatlah distribusi
dari sel. Pilih salah satu bagian dekat dengan ujungyang tipis dimana eritrosit tidak
tertumpuk-tumpuk. Lakukan pengamatan dengan penambahan minyak emersi
Pemeriksaan leukosit dilakukan untuk mengetahui differensial (hitung jenis) leukosit
dimana paling sedikit dihitung 100 bentuk leukosit. Tiap-tiap jenis leukosit yang ada
diperhitungkan dalan persen.
Identifikasi morfologi meliputi:
Ukuran sel
Sitoplasma: warna, granula, jumlah relative
Inti sel: bentuk, warna, nukleoli
Penghitungan Differensial Leukosit
Jika presentase dari 1 jenis leukosit naik, kemungkinan disebabkan oleh kenaikan dari
jumlah tipe atau jenis leukosit yang lain.
Nilai relatif = presentase tiap jenis leukosit
Nilai absolut = nilai relatif x jumlah total leukosit
Interpretasi berdasarkan nilai absolute.
Metode Pembacaan Preparat Apus Darah
a. Straight – edge
b. Cross – sectional
c. Batlement
E. HAL YANG PERLU DIBAHAS
1. Hasil perhitungan leukosit
2. Perbedaan nilai relatif dan absolut leukosit

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 18


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 19


PRAKTIKUM V
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN HEMATOLOGI
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui teknik interpretasi pada gambaran hematologi
pada beberapa kasus.
B. DASAR TEORI
1. Hematokrit (HCT)/ Packed cell volume (PCV)
Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total.
Penurunan nilai Hct merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab), reaksi
hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid. Penurunan Hct
sebesar 30% menunjukkan pasien mengalami anemia sedang hingga parah.
Peningkatan nilai Hct dapat terjadi pada eritrositosis, dehidrasi, kerusakan paru-
paru kronik, polisitemia dan syok. Nilai Hct biasanya sebanding dengan jumlah sel
darah merah pada ukuran eritrosit normal, kecuali pada kasus anemia makrositik
atau mikrositik.
2. Hemoglobin (Hb/HGB)
Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2)
dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri
dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan
porphyrin: suatu pigmen merah).
Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan
zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan
kehamilan.
Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar),
penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di
daerah dataran tinggi. Konsentrasi Hb berfluktuasi pada pasien yang mengalami
perdarahan dan luka bakar. Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan anemia, respons terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit
yang berhubungan dengan anemia.
3. Eritrosit / Red blood cell (RBC)
Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan
tubuh dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh Hb. Eritrosit
mamalia yang berbentuk cakram bikonkaf mempunyai area permukaan yang luas
sehingga jumlah oksigen yang terikat dengan Hb dapat lebih banyak. Jika kadar
oksigen menurun hormon eritropoetin akan menstimulasi produksi eritrosit. Pada
akhir masa hidupnya, eritrosit yang lebih tua keluar dari sirkulasi melalui fagositosis
di limfa, hati dan sumsum tulang (sistem retikuloendotelial). Secara umum nilai
Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Hct) digunakan untuk memantau derajat
anemia, serta respon terhadap terapi anemia
Penurunan jumlah sel darah merah terjadi pada pasien anemia leukemia,
penurunan fungsi ginjal, talasemin, hemolisis dan lupus eritematosus sistemik. Dapat
juga terjadi karena obat (drug induced anemia). Misalnya: sitostatika, antiretroviral.
Peningkatan sel darah merah terjadi pada polisitemia vera, polisitemia sekunder,
diare/dehidrasi, olahraga berat, luka bakar.
4. Mean Corpuscular Volume (MCV) (Volume korpuskuler rata – rata)
MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah. MCV menunjukkan
ukuran sel darah merah tunggal apakah sebagai Normositik (ukuran normal),
Mikrositik (ukuran kecil < 80 fL), atau Makrositik (ukuran kecil >100 fL).

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 20


• Penurunan nilai MCV terlihat pada pasien anemia kekurangan besi, anemia
pernisiosa dan talasemia, disebut juga anemia mikrositik.
• Peningkatan nilai MCV terlihat pada penyakit hati, alcoholism, terapi
antimetabolik, kekurangan folat/vitamin B12, dan terapi valproat, disebut juga
anemia makrositik
5. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) (Hemoglobin Korpuskuler rata – rata)
Indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat Hb rata-rata di dalam sel darah
merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas warna (normokromik, hipokromik,
hiperkromik) sel darah merah. MCH dapat digunakan untuk mendiagnosa anemia.
6. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) (Konsentrasi
Hemoglobin Korpuskuler rata – rata)
Indeks MCHC mengukur konsentrasi Hb rata-rata dalam sel darah merah; semakin
kecil sel, semakin tinggi konsentrasinya. Perhitungan MCHC tergantung pada Hb dan
Hct. Indeks ini adalah indeks Hb darah yang lebih baik, karena ukuran sel akan
mempengaruhi nilai MCHC, hal ini tidak berlaku pada MCH.
• Penurunan MCHC terjadi pada pasien kekurangan besi, anemia mikrositik,
anemia karena piridoksin, talasemia dan anemia hipokromik.
• Peningkatan MCHC terjadi pada sferositosis, bukan anemia pernisiosa,anemia
hiperkromik.
7. Leukosit/ White blood cell (WBC)
Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit
organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/ mendistribusikan antibodi.
Ada dua tipe utama sel darah putih:
Granulosit: neutrofil, eosinofil dan basofil
Agranulosit: limfosit dan monosit
• Penurunan leukosit (Leukopenia) adalah penurunan jumlah leukosit
<4000/mm3. Penyebab leukopenia antara lain:
- Infeksi virus, hiperplenism, leukemia.
- Obat (antimetabolit, antibiotik, antikonvulsan, kemoterapi)
- Anemia aplastik/pernisiosa
- Multipel mieloma
• Peningkatan leukosit (Leukositosis) adalah Nilai leukosit yang tinggi dapat
disebabkan oleh adanya infeksi atau leukemia. Perdarahan, trauma, obat (mis:
merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis, toksin, leukemia dan keganasan
adalah penyebab lain leukositosis.
- Neutrofi l melawan infeksi bakteri dan gangguan radang
- Eosinofi l melawan gangguan alergi dan infeksi parasit
- Basofi l melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferatif
- Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri
- Monosit melawan infeksi yang hebat

8. Neutrofil
Fungsi utama neutrofil adalah sebagai agen fagositosis dan bakteriosidal,
mensekresikan pyrogen secara endogenous apabila ada bakteri atau produk toksin
bakteri.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 21


• Peningkatan neutrofil (Neutrofilia) adalah nilai neutrofil meningkat dapat
disebabkan oleh adanya kebutuhan jaringan untuk fungsi fagositik, stress dan
pembebasan endogenous corticosteroid ( konsekuensi dari adanya nyeri,
anestesia, operasi, trauma, neoplasia dan hyperadrenocorticism)
• Penurunan neutrofil (Neutropenia) adalah nilai neutrofil menurun dapat
disebabkan adanya peningkatan penggunaan sel neutrofil oleh jaringan dalam
proses fagositosis, hipoplasia granulopoietik, ineffective granulopoiesis, dan
sequestrasion neutropenia.
9. Basofil
Fungsi basofil adalah sumber mediator reaksi hipersensitivitas, sumber heparin dan
aktivator plasma lipoprotein lipase plasma lipemia clearing agent).
• Peningkatan basofil (Basofilia) disebabkan adanya hipersensitivitas dan reaksi
alergi, myeloid metaplasia
10. Eosinofil
Fungsi eosinofil adalah berperan dalam sistem kekebalan dengan melawan parasit
dan mengatasi respon hipersensitif proses netralisasi histamin.
• Peningkatan eosinofil (Eosinofilia) disebabkan adanya infestasi parasit,
interaksi antigen-antibodi (IgE) dalam jaringan yang kaya sel mast
• Penurunan eosinofil (Eosinopenia) berhubungan dengan efek corticosteroid.
Exogenous corticosteroid menyebabkan eosinopenia 2-3 jam setalah pemberian,
dan kembali normal setelah 24 jam .
11. Monosit
Fungsi monosit adalah fagositosis dan digesti makromolekuler, partikulat dan sel
debris, mensintesis komponen-komponen tertentu seperti transferin, endogenous
pyrogen, lysozyme dan imunitas seluler.
• Peningkatan monosit (Monositosis) disebabkan nekrosis, supurasi,
perdarahan internal, penyakit hemolitik.
12. Limfosit
Fungsi limfosit adalah untuk menanggapi infeksi virus dan bakteri.
• Peningkatan limfosit (Limfositosis) disebabkan adanya infeksi kronik,
pembengkakan nodus lymphaticus sehubungan dengan reactive hyperplasia.
• Penurunan limfosit (Limfopenia) disebabkan adanya obstruksi saluran
pencernaan, respirasi, urinasi dan empedu, hambatan limfopoiesis (terapi
corticosteroid dalam jangka panjang, hyperadrenocorticism dan penyakit
endokrin.
13. Trombosit
Fungsi trombosit adalah untuk mencegah perdarahan internal atau eksternal yang
berlebihan.
• Penurunan trombosit (Trombositopenia) disebabkan adanya gangguan
produksi sumsung tulang belakang, pemakaian yang berlebihan/destruksi,
sequestrasi dan kehilangan berlebihan. Gangguan produksi akibat adanya
penekanan/supresi atau destruksi megakariosit oleh sirosis, acute renal failure
,immune mediated disease, obat-obatan, agen infeksi, radiasi tubuh dan
gangguan mielophisic. Pemakaian berlebihan bisa disebabkan karena operasi,
disseminated intravascular disease (DIC), septicemia, endotoxemia, keluarnya
substansi prokoagulan. Sequestrasi atau distribusi abnormal dari trombosit bisa

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 22


disebabkan karena kongesti limpa, splenomegali, dan hepatomegali. Kehilangan
berlebihan bisa terjadi pada kondisi warfarin toksikosis

C. ALAT DAN BAHAN


1. Case report/jurnal
2. Presentasi materi yang sudah ditugaskan
3. LCD dan laptop
D. CARA KERJA
Menginterpretasi hasil pemeriksaan darah
PEMERIKSAAN Hasil SATUAN KISARAN NORMAL INTERPRETASI
ANJING KUCING
Hematologi:
Sel Darah Putih Leukositosis/
10^ 3/µL 6.0 - 17.0 5.5 - 19.5
(WBC) Leukopenia
Sel Darah Merah Anemia/
10^ 6/µL 5.5 - 8.5 5.0 - 10.0
(RBC) polisitemia
Anemia/
Hemoglobin (Hb) g/dL 12.0 - 18.0 8.0 - 15.0
polisitemia
Anemia/
Hematokrit (HCT) % 37.0 - 55.0 24.0 - 45.0
polisitemia
Makrositik/
MCV fL 60.0 - 77.0 39.0 - 55.0
Mikrositik
Hiperkromik/
MCH Pg 19.5 - 24.5 12.5 - 17.5
Hipokromik
MCHC g/dL 32.0 - 36.0 30.0 - 36.0 -
Trombositosis/
Trombosit (PLT) 10^ 3/µL 200 – 500 300 - 800
Trombositopenia
NILAI RELATIF
Limfosit % 12.0 – 30.0 20.0 - 55.0 -
Monosit % 3.0 - 10.0 1.0 - 4.0 -
Granulosit % 60.0 - 80.0 35.0 - 78.0 -
Basofil % -
Eosinofil % -
NILAI ABSOLUT
Limfositosis/
Limfosit 10^ 3/µL 1.0 - 4.8 1.5 - 7.0
Limfopenia
Monositosis/
Monosit 10^ 3/µL 0.15 - 1.35 0.0 - 0.85
Monositopenia
Granulositosis/
Granulosit 10^ 3/µL 3.5 - 14.0 2.5 - 14
Granulositopenia
Basofilia/
Basofil 10^ 3/µL
Basopenia
Eosinofilia/
Eosinaofil 10^ 3/µL
Eosinopenia
Red blood cell
distribution width % 12.0 - 16.0 13.0 - 17.0 -
(RDW-CV)
RDW-SD fL 35-56 35-56 -
Mean platelet
fL 6.7 - 11.0 12.0 - 17.0 -
volume (MPV)

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 23


Platelet Distribution
% 0.0 - 50.0 0.0 - 50.0 -
Width (PDW)
Platelet large cell
% 13-43 13-43 -
ratio (P-LCR)

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Istilah terminologi diferensial leukosit
2. Interpretasi perubahan pada kasus case report

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 24


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 25


PRAKTIKUM VI
INTERPRETASI ULAS DARAH
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui interpretasi ulas darah
B. ALAT DAN BAHAN
C. CARA KERJA
1. Case report/jurnal
2. Presentasi materi yang sudah ditugaskan
3. LCD dan laptop
D. CARA KERJA
Menginterpretasi hasil ulas darah dari case report yang sudah diberikan satu minggu
sebelumnya
E. HAL YANG PERLU DIBAHAS
1. Interpretasi hasil ulasa darah

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 26


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 27


PRAKTIKUM VII
ANALISA URIN

A. TUJUAN
1. Mengetahui sifat-sifat fisika urine yang meliputi kuantitas, warna, kejernihan, berat
jenis, dan bau.
2. Mampu menganalisis sifat-sifat kimia urine yng meliputi pH, protein, dan glukosa.
3. Mampu menganalisa kualitas urine yang meliputi benda-benda keton, bilirubin, darah,
dan adanya sedimen di dalam urine sebagai deteksi keadaan ginjal, saluran urine,
serta organ lain yang bersangkutan.
B. DASAR TEORI
Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran
urinaria, tetapi juga mengenai faal organ dalam badan seperti hati, saluran empedu, dan
pangkreas kortek adrenal dan lain-lain. Urina dari berbagai spesies hewan mempunyai
volume, sifat dan kadar yang berlainan.
Pengawet Urin
- Urin harus diperiksa semasa waktu segar. Jika urina disimpan, mungkin terjadi perubahan
susunan oleh bakteri. Bakteri biasanya ada karena urina untuk pemeriksaan tidak
dikumpulkan dan ditampung secara steril. Untuk mengecilkan kemungkinan perubahan itu,
simpanlah urin pada suhu 40C, sebaknya dalam lemari es dalam botol tertutup.
Jenis pengawet urin :
1. Toluena
Pengawet ini sering dipakai dan hasilnya memuaskan. Perombakan urin oleh kuman
dihambat, lebih lebih dalam keadaan dingin, baik sekali untuk mengawetkan glukosa,
aceton dan asam aseto-asetat Pemakaian 2-5 mL utnuk mengawetkan urin 24 jam, jumlah
itu dimasukan ke dalam botol penampung dan tiap kali ditambahkan urin, botol harus
dikocok baik-baik.
2. Thymol
Sebutir thymol sebagai pengawet mempunyai daya seperti toluena.
3. Formaldehida
Khusus diapakai untuk mengawetkan sedimen. Pemakaian 1-2 ml larutan formaldehida
40% untuk mengawetkan urin 24 jam. Campur baik-baik tiap kali ditambah urin. Pengawet
ini mempunyai kelemahan, jika jumlahnya terlalu besar mungkin mengadakan reduksi pada
test benedict.
4. Asam sulfat pekat
Asam ini diapakai untuk mengawetkan urin untuk menetapkan kuatitas Ca, N dan
kebanyakan zat organik lain. Jumlah yang harus diberikan adalah sebanyak ituhingga pH
urin tetap lebih rendah dari 4,5. Demikian dijaga keluarnya Ndalam bentuk amoniak dan
terjadi endapan kalsium fosfat.
5. Natrium Karbonat
Khusus digunakan untuk mengawetkan urobilinogen jika hendak memerlukan ekskresinya
per 24 jam. Masukan kira-kira 5 gram natrium karbonat dalam botol penampung bersama
beberapa mL toluena.

Tempat Urin
Botol penampung urin harus bersih dan kering adanya air dan kotoran dalam botol
penampung berarti ada bakteri yang kelak akan berkembang dan merusak susunannya.
Tempat urin terbaik adalah berupa gelas bermuatan lebar yang dapat disumbat rapat
sebaiknya juga urin dikeluarkan langsung kedalam tempat itu. Berilah pada tempat

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 28


penampung etiket yang jelas memberi keterangan nama pemilik hewan, jenis hewan, bangsa,
tanggal, pengawet yang dipakai dan lain-lain.

Pemeriksaan Rutin
Pemeriksaan rutin ialah beberapa macam pemeriksaan yang dianggap dasar bagi
pemeriksaan selanjutnya. Pemeriksaan rutin disini adalah:
Pemeriksaan fisik:
1. Kuantitas
2. Warna
3. Kejernihan
4. Berat jenis
5. Bau urin
Pemeriksaan kimia:
1. Reaksi dan pH
2. Protein
3. Benda-benda keton
4. Darah
5. Bilirubin
6. Urobilinogen
7. Urobilin
Pemeriksaan sedimen:
Makroskopik
Mikroskopik:
1. Sedimen terorganisisr (unsur organik)
2. Sedimen yang tak terorganisisr (unsur anorganik)

Pemeriksaan Fisik
Mengukur jumlah urin bermanfaat untuk ikut menentukan adanya gangguan fisiologis ginjal,
kelainan dalam keseimbangan cairan tubuh dan berguna untuk menafsirkan hasill
pemeriksaan kuantitatif dan semi kuantitatif dengan rutin.
1. Kuantitas
Normal: tergantung pada makanan, cuaca dan lingkungan
Jumlah liter per hari mg/kg/hari
Kuda 2,0-11,0 (4,7) -
Sapi perah 8,8- 22,6 (14,2) 14,0
Domba/ kambing 0,5-2,0 (1,0) -
Babi 2,0-6,0 (4,0) -
Anjing 0,5-2,0 (1,0) 31 (25-41)
Kucing - 26 (22-30)
Manusia 1,0-1,2 9- 29
Abnormal:
1. Jumlah urin meningkat (polyuria)
2. Nephritis interstitialis chronic: ginjal tidak dapat memekatkan urin
3. Diabetes insipidus: kekurang anti diuretik homon (ADH) glandula pituitari pars pasterior
yang menyebabkan kelemahan reabsorbsi air oleh tubulus renalis distalis
4. Diabetes melitus: aktifitas osmotik yang kuat dari glukosa dalam tubulus renalis distalis,
pengambilan air yang terlalu banyak tanpa diimbangi elektrolit yang cukup (oral/ injeksi)
5. Pyometra: kadang-kadang menyebabkan polydipsi (ingin minum)
Diuretika : menyebabkan pembentukan urin lebih cepat

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 29


1. Jumlah urin menurun
2. Neprhitis interstitialis akut
3. Pengurangan pengambilan cairan
4. Dehidrasi oleh macam-macam sebab
5. Gangguan gastrontestinal disertai muntah (vomitis) dan diare
6. Demam terutama dengan penurunan atau sedikitnya pengambilan cairan
7. Latihan, stimulasi syaraf simpatis mengurangi pengaliran darah yang melalui ginjal,
sehingga kecepatan filtrasi glomerulus mengurang.
8. Dekompensi jantung, mempengaruhi sirkulasi darah dalam ginjal.

2. Warna
Pemeriksaan warna urin dilakukan dengan tabung reaksi atau urinometer. Pemeriksaan
warna urin dapat menunjukan adanya kelainan secara klinik. Warna urin diuji dengan
perantaraan cahaya tembus, tindakan itu dapat dilakukan dengan mengisi tabung reaksi
sampai ¾ penuh dan ditinjau dengan posisi serong. Nyatakan pernyataan urin dengan: tidak
berwarna, kuning muda, kuning tua, kuning bercampur merah, merah bercampur kuning,
merah, coklat kuning bercampur hijau, putih serupa susu dan lain-lain.
- Kuning pucat – kuning coklat adalah warna urin normal. Warna diwarnai oleh urochrom.
- Tidak berwarna – kuning pucat. Biasanya berat jenisnya rendah dan polyuri pada nephritis
interstitialis kronik, diabetes melitus, diabetes insipidus, pengambilan air terlalu banyak,
pyometra.
- Kuning tua – kuning coklat: urin pekat dengan berat jenis tinggidan volumenya kecil pada
nephritis akut, pengurangan pengambilan air, dehidrasi, vomitus dan diare yang terus
menerus, demam.
- Coklat kuning kehijau-hijauan: pigmen empedu, jika dikocok akan berwarna kehijauan.
- Merah atau coklat berawan pada kasus hematuria.
- Transparan pada kasus hemoglobinuria
- Coklat hitam kecoklat-coklatan: urin kuda (normal berwarna kuning jika dibiarkan berubah
jadi coklat tua, karena terjadi oksidasi protein.

3. Kejernihan
Cara menguji kejernihan sama seperti menguji warna. Nyatakanlah hasil pengamatan
dengan: jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Pemeriksaan dengan menggunakan
tabung reaksi atau urinometer.
- Jernih
Urin hewan normal umumnya jernih, kecuali kuda biasanya keruh dan berkabut, karena
adanya kristal CaCO3 dan mukus.
- Berawan
Belum tentu patologis karena banyak urin yang berawan setelah dibiarkan beberapa lama
- Sel epithel apabila ada dalam jumlah besar
- Darah: merah sampai coklat
- Leukosit: seperti air susu jika dalam jumlah besar
- Bakteri: keruh yang merata jika dalam jumlah besar, tidak akan hilang jika di saring.

- Mukus
- Kristal:
CaCO3 : pada urin kuda normal atau urin sapi yang telah dibiarkan beberapa lama.
Urat amorph : kabut putih atau pink dalam urin asam setelah dibiarkan beberapa saat

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 30


Fosfat amorph : kabut putih pada urin alkalis

4. Berat Jenis
Penentuan berat jenis urin biasanya cukup teliti dengan menggunakan urinometer atau
dengan alat TS meter
1. Urinometer
2. TS meter (refraktometer)
Teteskan urin pada alat TS meter kemudian lihat berat jenisnya pada skala.
Interpretasi normal
Variasi Rata-rata
Kuda 1,020 – 1,050 1,035
Sapi 1,025 – 1,045 1,035
Domba/ kambing 1,015 – 1,045 1,030
Babi 1,010 – 1,030 1,015
Anjing 1,015 – 1,045 1,025
Kucing 1,020 – 1,040 1,030
Manusia 1,010 – 1,030 1,020

Berat jenis urin rendah:


Nephritis interstitialis kronik: biasanya berat jenis berkisar anatara 1,003 – 1,015, karena
ketidakmampuan ginjal dalam memekatkan urin.
Uremia: bila melanjut
Diabetes insipidus: biasanya berat jenis berkisar anatara 1,002 – 1,006, karena kekurangan
anti diuretih hormon (ADH).
Berat jenis urin tinggi:
Nephritis interstitialis akut biasanya berat jenis berkisar antara 1,030 – 1,060, karena
ketidakmampuan ginjal mengeluarkan urin.
Cystitis : hasil reaksi radang ikut masuk kedalam urin.
Diabetes melitus : biasanya berta jenis berkisar antara 1,012 -1,040, karena glukosa dalam
urin disamping adanya polyuri
Pengurangan pengambilan cairan
Dehidrasi
Muntah dan diare yang berlanjut
Demam

5. Bau Urin
Perlu diperhatikan dan dilaporkan jika ada bau urin yang abnormal. Dalam halam hal ini
perlu diperhatikan adanya bau semula dan bau dari urin yang dibiarkan tanpa pemberian
pengawet. Bau urin ynag alami disebabkan karena adanya asam asam organik mengalami
penguapan, misalnya:
- Bau makanan yang mengandung volatil: jengkol, pete, durian dan lain lain.
- Bau obat-obatan: terpentin, mentol, balsanum copaivae dan lain lain.
- Bau amoniak oleh perombakan bakterial dari ureum. Biasanya terjadi pada urin yang
dibiarkan tanpa adanya pengawet, reaksi urin menjadi basis. Kadang-kadang juga karena
perombakan ureum pada vesika urinaria oleh infeksi bakteri
- Bau keton menyerupai bau buah-buahan atau bunga setengah layu.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 31


- Bau busuk mungkin berasal dari perombakan zat protein seperti, karsinoma dalam saluran
urin atau mungkin oula terjadi pembusukan urin yang mengandung banyak protein di luar
tubuh.

Pemeriksaan Kimia
1. PH
Adanya gangguan keseimbangan asam dan basa, penetapan itu dapat menunjukan
keadaan tubuh apalagi jika disertai penetapan jumlah asam yang diekskresikan dalam waktu
tertentu, jumlah ion NH4 dan lain lain. Selain keadaan tadi pemeriksaan pH urin segar dapat
memberi petunjuk ke arah etiologi pada infeksi saluran kencing, infeksi oleh E. Colli, biasanya
menghasikan urin asam, sedang infeksi oleh proteous yang merombak amoniak
menyebabkan urin menjadi basis.
Pemeriksaan dengan kertas lakmus: gunakanlah kertas lakmus merah dan biru. Celupkan
sedikit dalam urin dan perhatikan reaksinya (apakah asam atau basa).
Interpretasi: pH urin normal pada berbagai spesies dan individu tergantung pada makanan
dan metabolisme
Sifat urin pH urin
Kuda Alkalis 8,0
Sapi Alkalis 7,4 – 8,4
Domba Alkalis
Babi Asam atau alkalis
Anjing Asam 6,0 - 7,0
Kucing Asam 6,0 -7,0
manusia Asam 4,8- 7,5
Urin yang bersifat asam:
- Pada karnivora normal
- Pada pedet yang sedang menyusu
- Hewan makan banyak protein
- Kelaparan
- Demam
- Asidosis metabolik dan asidosis respiratorik
- Aktifitas muskuler yang terus menerus
- Pemberian garam: natrium fosfat (asam), amonium klorida, natrium klorida, kalsium klorida
Urin bersifat alkalis
- Pada herbivora normal
- Hewan yang makan daun dan biji-bijian
- Cystitis
- Retensio urin
- Absorbsi transudat dengan cepat
- Alkalosis metabolik dan alkalosis respiratorik
- Pengobatan dengan garam –garam alkalis: Natrium bikarbonat, Natrium / kalium sitrat atau
asetat, Natrium laktat, Kalium nitrat

C. ALAT DAN BAHAN


1. Combur test
2. Refraktometer
3. Sampel Urin
4. Objek glass

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 32


D. CARA KERJA
Pemeriksaan Fisika Urine
a. Kuantitas
Normal : tergantung makanan, cuaca, dan latihan
b. Warna
Normal : kuning pucat-kuning coklat
c. Kejernihan
Normal : jernih
Pada kuda keruh dan berkabut karena adanya kristal CaCO3
d. Bau
Normal : asam-asam organic yang mengalami penguapan
e. Berat jenis
Dengan refraktometer
Pemeriksaan Kimia Urine
a. pH
tergantung diet, spesies, dan metabolisme
uji : kertas lakmus, kertas labstick/selfstick
perubahan warna cocokkan dengan warna tabel.
b. Protein
Normal : trace/tidak ada
Fisiologis : aktivitas otot naik, stres emosional
Patologis : Hb uria, myoglobinuria
Uji : Uji Asam Sulfosalisilat
- Kontrol : 2,5 ml urine + 2 tetes albumin+5 tetes as.sulfosalisilat 20%
- Sampel : 2,5 ml urine + 5 tetes as.sulfosalisilat 20%,
amati reaksi! (+) terjadi kekeruhan
c. Glukosa
Normal : tidak ditemukan dalam urine
Fisiologis : emosional, ketakutan, eksitasi atau restrain
Patologis : adanya penyakit sistemik
Uji : Nylander test
- Kontrol : 10 ml urine + 0,5 ml reagen Nylander + 5glukosa
rebus dalam air mendidih selama 5 menit.
- Sampel : 10 ml urine + 0,5 ml reagen Nylander,
rebus dalam air mendidih selama 5 menit.
Amati reaksi! (+) terbentuk endapan hitam
Pemeriksaan Kualitas Urine
a. Benda-benda keton
Uji : Van Lange Test
- Kontrol : 10 ml urine + 0,5 ml as.asetat glasial + 5 tetes Na
Nitroprusside 5% ke dalam tabung reaksi
+ 3 ml amoniak pekat melalui
dinding tabung perlahan.+4-5 tetes aseton.
- Sampel : 10 ml urine + 0,5 ml as.asetat glasial + 5 tetes Na
Nitroprusside 5% ke dalam tabung reaksi
Alirkan 3 ml amoniak pekat melalui dinding tabung
perlahan. Reaksi (+) terbentuk cincin ungu/violet
(-) terbentuk cincin putih
b. Bilirubin
Uji : Gmelin test
- Kontrol : 10 ml urine direbus, kemudian saringlah untuk
menghilangkan protein yang mungkin ada.
Urine disingkirkan dahulu.ambil 5 ml urin+ 3 tetes darah.
Ambil 2,5 ml as.nitrat pekat+ 2 tetes NaNo3. alirkan
urine secara perlahan lewat dinding tabung sehingga

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 33


terbentuk 2 lapisan cairan.
- Sampel : 10 ml urine direbus, kemudian saringlah untuk
menghilangkan protein yang mungkin ada.
Urine disingkirkan dahulu.ambil 5 ml
+2,5 ml as.nitrat pekat + 2 tetes NaNO3. Alirkan
urine secara perlahan lewat dinding tabung sehingga
terbentuk 2 lapisan cairan. Reaksi (+) terbentuk cicin bewarna hijau
c. Darah
Uji : Benzidine test
- Kontrol : 1 ml urine + 0,5 ml larutan Benzidine+ 2 tetes darah
- Sampel : 1 ml urine + 0,5 larutan benzidine
Reaksi (+) terbentuk cicin bewarana Hijau
d. Sedimen
Cara kerja:
- 7-8 ml urine masukkan ke dalam tabung sentrifuge, sentrifuge selama 5 menit
pada 1500-2000 rpm
- Tuangkan cairan atas keluar, sisakan sebanyak 0,5 ml (cairan + sedimen) dan
kocoklah.
- Dengan pipet halus, taruhlah 2 tetes dari sedimen di atas object glass secara
terpisah tutup dengan deck glass
- Periksa di bawah mikroskop
- Gunakan perbesaran 10X dan 40X.

Gambar 4. Sedimen urine normal, asam dan alkalin

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Teori pembentukan urin
2. Kandungan urin normal dan abnormal

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 34


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 35


PRAKTIKUM VIII
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN URINALISIS
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan urinalisis.
B. Teori
1. Protein
Interpretasi :
Pada keadaan normal, tidak ada protein dalam urin yang dapat di tunjukan dengan test biasa.
Protein fisiologik atau proteinuria fungsional bersifat sementara, meningkatnya permeabilitas
dari glomerulus sebagai akibat kongesti kapiler-kapiler darah
Protein organik, oleh karena sebab-sebab tertentu.
Proten organik meliputi:
- Proteinuria renalis:
- Nephritis: karena terjadi kenaikan permeabilitas glomerulus dan infeksi eksudat
- Glomerulus nephritis: pada hewan jarang terjadi
- Nephritis interstitialis akut: ditandai dengan proteinuria dan adanya silinder
- Nephritis interstitialis kronik: terjadi proteinuria sedikit
- Pyelonephritis: ditandai dengan proteinuria, adanya leukosit dan eritrosit.
- Nephrosis: disini terjadi perubahan-perubahan generatif
- Kongesti pasif ginjal
- Keracunan obat-obat dan bahan bahan kimia misalnya: Asam Salisilat, Sulfonamide, Ether
- Amyloid Nephrosis: ditandai dengan terjadinya proteinura dan silinder lilin.
- Acidosis: terjadi pada diabetes melitus
- Trauma
- Infark ginjal
- Neoplasma
Proteinuria post renalis: adanya protein di dalam urin sesudah meninggalkan tubulus renalis,
biasanya karena tercemar oleh eksudat atau darah, misalnya:
- Pyelitis
- Ureteritis
- Cystitis
- Urethritis
- Kerusakan vagina atau preputium
- Prestatitis
- Urolitiasis
- Trauma dan haemoragia: biasanya akibat penggunaan kateter

2. Gukosa
Interpretasi :
- Glucosuria emosionil: terjadi kenaikan kadar glukosa dalam darah karena kenaikan sekresi
epinephrin
- Diabetes melitus: disertai dengan hyperglikemia dan kesis akibat dari defisiensi insulin
- Nekrosis pangkreas akut: dengan hyperglikemia
- Hyperthiroidismus: dengan hyperglikemia karena cepatnya absorbsi karbohidrat dari usus.
- Hyperpituitarismus: dengan hyperglikemia
- Aktifitas berlebihan dari korteks adrenum
- Kenaikan tekanan intrakarnial: tumor, haemoraghi, fraktur dengan hyperglikemia
- Pemberian obat-obat tertentu dan larutan gula

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 36


- Shock
- Sesudah anastesi umum
- Penyakit hepar yang kronis
- Enterotaxaemia: pada karbon karena Cl, perfringens type D
- Makan karbohidrat yang berlebihan
- Glucosurin renalis: karena kelemahan absorbsi tubulus atau karena rendahanya ambang
ginjal terhadap glukosa, tanpa hyperglikemia.

3. Benda-Benda Keton
Interpretasi :
- Diabetes melitus: berhubungan dengan hyperglikemia
- Acidosis
- Diet yang banyak mengandung lemak
- Kelaparan atau puasa: simpanan karbohidrat habis penggunaan lemak tubuh meningkat
- Fungsi hepar yang lemah
- Sesudah anastesi ether atau khlorofoam
- Vomitus dan diare yang terus menerus, sejenis ketosis karena kelaparan
- Penyakit infeksi: berhubungan dengan keseimbangan kalori
- Milk fever: jika melanjut
- Gangguan endokrin: hiperfungsi gl. Pituitari pars anterior atau korteks adrenum, hormon
kelamin betina yang berlebihan
- Ketosis (acetonemis) pada sapi bunting atau laktasi dan kambing bunting : Berhubungan
dengan hyperglikemia, reaksi terhadapa aseton yang positif terhadap urin sapi adalah
normal karena biasanya urin sapi mengandung aseton dalam jumlah sedikit sekali.

4. Darah
Interpretasi :
- Hematuria: adanya eritrosit utuh didalam urin misalnya:
- Nephritis akut
- Nephrosis: ditandai dengan ANVya degenerasi
- Infark ginjal
- Kongesti pasif ginjal
- Neoplasma pada ginjal : vesica urinaria atau pada prostata
- Urolithiasis pada urethra dan ginjal
- Abses pada ginjal
- Pyelitis
- Pyelonephritis
- Ureteritis
- Cystitis
- Urethritis
- Trauma pada saluran urethra: biasanya karena kesalahan pada waktu pemakaian kateter
- Selama estrus atau selama post partus: kontaminasi gangguan uterus atau vagina
- Prostitis
- Akibat infeksi yang hebat misalnya antraksdan leptospira
- Bahan bahan kimia diantaranya: keracunan tembaga (Cu), keracunan merkuri (Hg)
- Trombocytopenia
- Parasit: dioctopyma renalis pada anjing, dirofilaria pada anjing
- Hemoglobinuria: adanya haemoglobin di urin karena hemolisa eritrosit yang berlebihan

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 37


- Hemoglobinuria basiler karena klostridium hemolyticum atau clostridium perfringens type A
- Leptospirosis
- Piroplasmosis atau babesiosis: hemogloburia penting utnuk membedakan antara penyakit
piroplasmosisi atau anaplasmosis, dimana pada anaplasmosisi tidak terjaid hemoglobinuria
- Hemolitik disease new born (penyakit-penyakit hemolitic sewaktu hewan lahir).
- Transfusi darah yang tidak cocok
- Fotosensitisasi
- Kasus kebakaran yang hebat
- Bahan kimia yang m enyebabkan hemolitik: sulfonamide, copper (Cu), mercuri (Hg)
- Myoglobinuria: adanya myoglobing yang berasal dari kerusakan sel sel otot. Dapat
dibedakan dari hematuria karean disini tidak ditemukan eritrosit yang utuh misalnya pada
penyakit azoturia.

5. Bilirubin
Interpretasi :
- Urin anjing dan kucing normal kadang sedikit mengandung bilirubin
- Penyumbtan jalanya empedu dari hepar: sumbatan total akan akan menyebabkan
bilirubinuria tanpa urobilinogen, sumbatan parsial: bilirubin dan urobilinogen ada di urin
- Pada penyakit hepar bilirubin mendahului timbulnya gejala klinis ikterus dan sering
menunjukan adanya penyakit hati. Misalnya : hepatitis: urin akan mengandung urobilinogen
dan bilirubin, pada dekstruksi sel-sel hepar yang hebat
- Pada ikterus hemmolitikum bilirubinuria biasanya tidak ada sampai heparnya rusak karena
hemoglobinuria yang berlebihan. Tidak adanya bilirubin dan meningkatnya jumlah
urobilinogen membantu diferensiasi ikterus hemolitikus dari ikterus yang disebabkan oleh
obstruksi saluran empedu dan penyakit penyakit hepatoseluler
- Enteritis akut
- Obstruksi intestinum

Sedimen terorganisir (unsur-unsur organik):


1. Sel epithel sel ini berinti dan ukuranya lebih besar dari leukosit. Bentuknya berbeda
sesuai asalnya.
2. Sel epitel squamus (urethra dan vagina) : bentuknya besar pinggirnya berbentuk ireguler
3. Sel transisional: bentuknya bermacam macam. Bentuknya anatar sel squamus dan sel
sel dari ginjal. Berasal dari uretra bagian atas, vesika urinaria, ureter dan pelvis renis
4. Sel epithel ginjal : bentuknya kecil bulat dengan inti tunggal lebih besar dari leukosit
5. Leukosit: seperti benda bulat yang halus. Intinya lebih jelas terlihat jika urin ditetesi
dengan larutan asam asetat 10 %.
6. Eritrosit
Berbeda sesuai lingkunganya, dalam urit pekat mengerut (crenated), dalam urin encer
bengkak dan hampir tidak berwarna. Dalam urin basa mengecil sekali, sering terlihat
sebagai benda bulat tanpa struktur yang berwarna kehijau-hiajauan. Jika ragu tambahkan
setets asam asetat 10 % pada sendimen. Akan terlihat Eritrosit pecah karena itu. Eritrosit
dapat berwarna orange samapai kuning, namun apabila urin dibiarkan lama, sel sel
menajdi tidak berwarna karena eritrosit larut dalam urin.
7. Silinder
Ada beberapa macam :
- Silinder hialin

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 38


Terbentuk melalui protein di bawah mikroskop terlihat silinder yang sisi-sisinya paralel
pada ujung ujung membulat, homogen tanpa struktur, semi transpran dan tidak berwarna.
Mudah larut pada urin alkalis. Adanya silinder ini pada hewan besar tidak normal.
- Silinder granuler / berbutir
Ada 2 bentuk yaitu dengan butir-butir halus yaitu mirip dengan d=silinder hialin dan butir-
butir kasar yaitu lebih pendek dan tebal. Sering ditemukan pada hewan.
- Silinder epithel
Dibentuk dari sel yang m engalami desquamasi berasal dari tubulus renalis. Sering
terlihat dua baris sel-sel epithel.
- Silinder lilin
Tidak berwarna, kadang kuning atau abu-abulebih lebar dari silinder hialin, memliki
kilauan seperti permukaan lilin, pinggir beupa lekukan, ujung nya membentuk sudut.
- Silinder lemak
Mengandung butir-butir lemakdan sangat refraktif, tidak berwarna, tetapi dengan sudan
III akan berwarna merah atau orange.
- Silinder fibrin
- Silinder darah atau eritrosit
Massa silinder homogen berwarna kuning tua sampai orange .pada permukaan silinder
terlihat eritrosit.
- Silinder leukosit
Silinder yang tersusun dari leukosit dan permukaanya dilapisi oleh leukosit. Leukosit ini
menempel pada matriks hialain.
Catatan : adanya silinder dalam urin menandakan ANVaya : iritasi ginjal, inflamasi ginjal,
degenerasi ginjal.
- Silindroid
Hampir serupa silinder hialin tetapi salah satu ujung menyempit dan halus seperti benang
8. Mukus dan Benang-benang mukus
Benang benang mukus terlihat panjang dan tipis seperti pita, mukus atau lendir pada
kuda terlihat homogen.
9. Spermatozoa
10. Potongan potongan jaringan
11. Mikroorganisme
- Bakteri: dengan perbesaran kuat akan telihat gerak brown
- Ragi: tidak berwarna, bulat sampai oval dan besarnya bervariasi lebih besar dari bakteri
tetapi lebih kecil dari leukosit
- Jamur: biasanya karena adanya hype, bersegmen dan mungkin berwarna. Biasnya tidak
ada pada urin kecuali terkontaminasi dari luar.
12. Parasit
Telur parasit yang mungkin ada di urin adalah :
- Stephanurus dentatus: cacing ginjal pada babi
- Dioctophyma renale: cacing ginjal pada anjing
- Capillaria plica: cacing VU anjing dan kucing
- Urin yang tercemar feses sehingga ditemui bermacam macam jenis.

13. Protozoa
- Trichomonas
- Giardia
- Biasanya tercemar oleh feses atau sekresi traktus genitalis.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 39


14. Sendimen tak terorganisir (unsur- unsur anorganik)
Kristal yang normal terdapat dalam urin :
- Asam urat
Terdapat dalam urin asam bentukanya rhombis atau irreguler, prisma roset dan oval.
Larut dalam NaOH dan tidak larut pada asam asetat,HCL dan pemanasan
- Urat amorph
Terdapat dalam urin asam dalam jumlah besar terlihat pink, di mikroskopik terlihat kuning,
bentuknya seperti granula dan larut jika dipanaskan
- Kalsium oksalat
Terdapat dalam urin asam, basa ataupun netral, tidak berwarna, bentuknya amplopatau
oktahedrallarut dalam HCL, tidak larut dalam asam asetat.
- Asam hipurat
Terdapat dalam urin asam netral dan sedikit alkalis, tidak berwarna dengan bentuk
prisma, jaum atau lempengan larut dalam asam asetat.
- Kalsium karbonat
Terdapat dalam urin alkalis tidak berwarna bentuknya shpering atau oval, larut dalam
asam asetat.
- Tripel fosfat (amonium magnesium fosfat)/ struvite
Terdapat dalam urin basa sedikit asam atau netral, tidak berwarna bentuknya prisma
seperti bulu, larut dalam asam asetat
- Fosfat amorph
Terdapat dalam urin alkalis nentuknya granuler, larut dalam asam asetat, tidak larut
dalam pemanasan
- Ammonium urat
Terdapat dalam urin alakalis berwarna kuning bentuknya spheris sring ditutupi dengan
spikula, seperti halter. Larut dalam asam asetat.

Kristal abnormal yang terdapat dalam urin:


1. Bilirubin
Terdapat dalam urin asam berwarna kunig atau merah gelap, bentuknya seperti jarum,
lempengan atau granula.
2. Leucine
Terdapat dalam urin asam, berwarna kuning bentuknya spheris dengan garis yang
berjari-jari konsentris, larut dalam NaOH, tidak larut dalam HCL dan Ether
3. Tyrosin
Terdapat dalam urin asam, tidak berwarna, bentuknya seperti jarum biasanya tersusun
dalam berkas dengan kontriksi di tengah. Larut dalam ammonium hidroksida, HCL,
teteapi tidak larut dalam asam asetat.adanya kristal bilirubin, leucina dan tyrosin
menandakan adanya penyskit hepar.
4. Cystine
Sering terlihat pada hewan yang mengalami gangguan metabolisme protein
5. Lemak
Tetes-tetes lemak dalam urin berbentuk bundar, mempunyai daya bias yang tinggi, tetes
lemak memberikan warna orange – merah dengan suda III atau periksa dengan
mikroskop polarisasi.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Case report/ jurnal
2. Presentasi materi yang sudah ditugaskan

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 40


3. LCD dan laptop
D. CARA KERJA
Menginterpretasi hasil pemeriksaan urin.

STANDAR NORMAL URINALISIS

Anjing Kucing
Warna Kuning pucat – kuning Kuning pucat – kuning
kecoklatan kecoklatan
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis Variasi : 1,001 – 1,070 Variasi : 1,001 – 1,080
Rata-rata : 1,020 – 1,050 Rata-rata : 1,025 – 1,060
pH 5,5 – 7,5 5,5 – 7,5
Protein (mg/dl) 0 – 30 0 – 30
Darah Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bilirubin 0 s/d +1 Negatif
Silinder (/LPK)
Hyaline 0–2 0–2
Granular 0–1 0–1
Cellular 0 0
Waxy 0 0
Leukosit (/LPB)
Urin ditampung < 10 < 10
Cateterisasi <5 <5
Cystocentesis <3 <3
Eritrosit (/LPB)
Urin ditampung < 10 < 10
Cateterisasi <5 <5
Cystocentesis <3 <3
Kristal
Tipe Bervariasi Bervariasi
Jumlah Bervariasi Bervariasi
- tidak ada,
+ ada,
++ banyak,
+++ banyak sekali
Bakteri
Tipe ( coccus, basil) Bervariasi Bervariasi
Jumlah Bervariasi Bervariasi
- tidak ada,
+ ada,
++ banyak,
+++ banyak sekali

E. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Interpretasi kemungkinan penyakit terkait pemeriksaan urinalisis

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 41


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 42


PRAKTIKUM IX
PEMERIKSAAN FUNGSI HATI

A. TUJUAN
1. Mampu melakukan pemeriksaan fungsi hati dan status patologi hati
2. Mampu mengalisa hasil pemeriksaan fungsi hati indeks ikterus dan SGOT / SGPT
B. DASAR TEORI
Banyak percobaan yang dapat dilakukan untuk memeriksa fungsi hati. Dalam hal ini dapat
dibagi menjadi 3 golongan
A. Pemeriksaan metabolisme atau bilirubin
1. Bilirubin
1.1 Indek ikterus
1.2 Percobann Van Den Bergh
2. Bilirubinuria
3. Urobilinogen feses (stercobilinogen)
4. Urobilinogen urin
B. Pemeriksaan adanya kerusakan hepatoselueler
1. Protein plasma / serum
A. Pengukuran BJ plasma dengan CuSO4
B. Refraktor (TS meter)
2. Masa protombin
C. Pemeriksaan terhadap sumbatan saluran empedu
1. Kolesterol
2. Alkali fosfatase
A. Pemeriksaan metabolisme bilirubin
1. Bilirubin serum
a. Indek ikterus
Indek ikterus menujukan derajat kekuningan dari serum yang berdasarkan
warna kuning dari bilirubin. Zat-zat lain yang berwarna ialaha hemoglobulin,
hematin, karoten dan lain-lain. Lipokrom dapat dapat mengganggu hasil
pemeriksaan. Intesitas warna dapat dibandingkan dengan larutan standar
kalium bikhromat dalam 1000 bagian dalam air.
Indeks ikterus naik pada kejadian :
- Kenaikan desktraksi darah oleh karena hemolisa
- Obstruksi duktus biliverus
- Kerusakan hepatoseluler
Indeks ikterus turun pada kejadian :
- Depresi sumsum tulang
Catatan : indeks ikterus merupakan pemeriksaan yang kasar. Tidak dapat
membedakan sebab-sebab kenaikan bilirubin.
Percobaan Van Den Bergh
Dasar percobaan ini menggunakan reagen ehrlich (asam diazosulfanilat) merubah bilirubin
menjadi senyawa yang berwarna merah muda. Reaksi dibagi menjadi dua:
1. Timbulnya warna merah muda dalam waktu 40 detik seudah pencampuran reagen engan
serum dinamakan reaksi langsung (direct). Dalam hal ini bilirubin bebas (tidak terikat dalam
protein).
2. Warna merah muda baru timbul sesudah ditambahkan alkohol yang mengendapkan
protein-protein. Dinamakan reaksi tidak langung (indirect). Pada reaksi langsung, reaksi

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 43


dilakukan sebelum ditambahkan alkohol. Jika ditambahkan alkohol maka sebagian bilirubin
akan mengendap bersama protein.
Reagen :
- Larutan asam sulfanilat
Asam sulfanilat : 1 gram
Asam klorida pekat : 50 ml
Aquades : sampai 1000 ml
- Larutan natrium nitrit 0,5 %
Apabila akan dipakai, baru kedua larutan tersebut dicampur (10 ml larutan A dan 0,3 larutan
B).
Cara :
Cara kualitatif
Reaksi langsung :
1. Ambilah satu ml serum dari darah hewan yang dipuasakan, masukan kedalam tabung
sentrifus yang berukuran. Jangan sampai terjadi hemmolisa
2. Ambilah 0,5 ml larutan ehrlich (campuran dari ehrlich A dan ehrlich B) kemudian alirkan
kedalam tabung sentrifus melalui dinding tabung sehingga terjadi dua lapisan.
3. Lihatlah bidang atas antara serum dan reagen dengan latar belakang yang baik. Untuk
melihat cincin merah keunguan selama 30 detik.
4. Reaksi tidak langsung:
5. Sesudah percobaan reaksi langsung maka kocoklah tabung yang berisi serum dan reagen
diazol dan tambahkan dengan 3 ml alkohol 95 % dan campurlah.
6. Jika timbul warna pink lemah yang tetap selama 15 menit dan hanya ada kekeruhan yang
putih, maka reaksi indirect dinyatakan negatif
7. Jika timbul warna pink yang tetap atau jika warna sudah ada dari reaksi langsung yang
positif, tergantung dari penambahan alkohol, reaksi indirect dinyatakan positif
Interpretasi :
Percobaan direct positif
Pada obstruksi saluran empedu, sehingga terajdi regurgitasi bilirubin konjugasi dalam
darah. Pada kerusakan hepatoseluler , kanalikuli hepati dirusak atau dibendung oleh rontokan
sel-sel hepar sehingga terjadi regurgitasi dari bilirubin konjugasi
Percobaan indirect positif
Pada kasus hemolisa darah pada kerusakan hepatoseluler disebabkan kerana kekurangan
bilirubin sebagai akibat dari kelemahan dari sel-sel hepar. Reaksi positif yang lemah pada
kuda karena kenaikan kadar bilirubin tetapi masih dalam batas normal
- Bilirubin urin
Pada sumbatan total dari saluran empedu atau kerusakan sel-sel parenkim hepar kita
dapatkan bilirubin dalam urin. Adanya bilirubin dalam urin dapat dibuktikan dengan percobaan
gmelin, rosin, fouchet dan lain-lain.
- Urobilinogen feses (stercobilinogen)
Percobaan-percobaan kimia tidak perlu dilakukan karena warna dan sifat dari fese cukup
untuk menentukan ada atau tidak adanya urobilin sebagai hasil dari dekomposisi dari
urobilinogen.
- Urobilinogen urin
Adanya urobilinogen urin dapat dibuktikan dengan percobaan wallace dan diamond.
Penurunan atau tidak adanya urobilinogen dalamurin terjadi pada:
- Obstruksi saluran empedu
- Penurunan dekstruksi eritrosit

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 44


- Kelemahan absorbsi intestinum
- Polyuria dengan nephritis interstitialis kronik
- Pemberian antibiotik berlebihan sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan urobilinogen
- Kenaikan jumlah kadar urobilinogen dalam urin terjadi pada hepatitis, ikterus
hemolitikus, dan sirosis hepatis
C. ALAT DAN BAHAN
1. Case report/ jurnal
2. Presentasi materi yang sudah ditugaskan
3. LCD dan laptop
D. CARA KERJA
Menginterpretasi hasil pemeriksaan urin
Alat dan bahan
Serum (cari pengertian dan cara memperoleh)
Buffer fosfat
Spektofotometer
Tabung reaksi
Mikropipet
Reagen 1 dan reagen 2 (untuk uji SGPT / SGOT )
Timer
Cara kerja
- penentuan Indeks Ikterus
penyiapan blanko : 2,5 ml buffer fosfat masukkan dalam tabung reaksi
penyiapan sampel : 2,25 ml buffer fosfat ditambah 0,25 ml serum goyang goyangkan
tabung kemudian baca skala di Spektofotometer skala Transmittence dengan panjang
gelombang 450
- pemeriksaan SGPT / SGOT
100µl serum ditambah 1000 µl reagen I campur dan diamkan 5 menit,
Tambahkan 250 µl reagen II, goyang goyangkan membentuk angka 8, Baca pada
Spektofotometer skala Absorbensia dengan panjang gelombang 365 (baca skala tiap
1 menit hingga menit ke 4)
Hitung hasil ( hasil dikalikan factor 3971 U/L )
Contoh penghitungan : misal pada menit pertama : 0.61
menit kedua : 0.60
menit ketiga : 0.59
menit keempat : 0.59
rata rata selisih : 0.01 + 0.01 + 0 = 0.0066
3
Kadar SGOT / SGPT : rata rata x factor
: 0.0066 x 3971
: 26,21 U/L
(bandingkan dengan standar normal SGPT / SGOT)
E. HAL YANG PERLU DIBAHAS
Anatomi dan fisiologi hati (cari dan pelajari !!!)
Fungsi hati: destruksi eritrosit
detoksofikasi racun
sintesis bilirubin
produksi enzim dll (cari dan pelajari !!!)
Enzim enzim yang dihasilkan dihati (SGPT, SGOT, SDH, Dll ) ( cari dan pelajari !!! )
Bilirubin (pengertian, macamnya, siklus normal dan abnormal !!!)
Ikterus (pengertian, macamnya,penyebabnya !!!)
Buku panduan : Maxime; Bullock Rosendahl; materi kuliah

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 45


F. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 46


PRAKTIKUM X
INTERPRETASI HASIL KIMIA KLINIK
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan kimia klinik.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Case report/jurnal
2. Presentasi materi yang sudah ditugaskan
3. LCD dan laptop
C. CARA KERJA
Menginterpretasi hasil pemeriksaan kimia klinik.

Pemeriksaan Hasil Satuan KISARAN NORMAL


Anjing Kucing
Kimia Darah :
ALT/SGPT U/L 8.2 - 57.3 8.3 - 52.5
Ureum (BUN) mg/Dl 10 - 20 20 - 30
Kreatinin mg/Dl 1-2 1-2
Total Protein g/dL 5.4 - 7.5 5.7 - 8.0
Albumin g/Dl 2.6 - 4.0 2.4 - 3.7
Globulin g/Dl 2.7-4.4 2.6-5.1
Ratio A/G 0.6-1.1 0.6-1.1
Total Bilirubin mg/Dl 0.07 - 0.61 0.15 - 0.20
Alkalin Phosphatase
(ALP) U/L 10.6 - 100.7 12 - 65.1
Glukosa mg/dL 60 - 100 60 - 100
Amilase U/L 269.5 - 1462.4 700 - 1200
Elektrolit :
Natrium/Sodium mmol/L 140 - 153 145 - 155
Kalium/Potasium mmol/L 3.8 - 5.6 3.7 - 5.2
Kalsium mg/dL 8.7 - 11.8 7.2 - 11.4
Phospor mg/dL 2.6 - 6.8 2.7 - 7.6

D. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Interpretasi kemungkinan penyakit terkait peningkatan atau penurunan nilai kadar hasil
pemeriksaan kimia klinik

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 47


E. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 48


PRAKTIKUM XI
TRANSUDAT DAN EKSUDAT
A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui pengetian transudate dan eksudat.
B. DASAR TEORI
Rongga-rongga serosa dalam badan normal mengandung sejumlah kecil cairan. Jumlah
itu mungkin bertambah pada bebrapa keadaan dan akan berupa transudat atau eksudat.
Transudat terjadi sebagai akibat proses non inflamatorik oleh gangguan kesetimangan ciran
tubuh (tekanan osmosi koloid, statis dalam kapiler atau venous statis, kerusakan endotel dan
lain lain). Dikenal transudat dengan bermacam-macam istilah tergantung pada lokalisasinya,
misalnya hidrothoraks, hidroperitoneum, hidroperikardium, hidroartrosis dan sebagainya.
Eksudat adalah cairan yang berhubungan dengan salah satu proses peradangan misalnya
infeksi bakterial, fungal, viral, maupun parasit. Pemeriksaa cairan tubuh yang diduga
transudat atau eksudat bermaksud untuk menentukan jenis nya dan sedapat-dapatnya untuk
mendapat keterangan kausanya.
Cara memperoleh sampel:
Bahan (dari rongga perut, pleura, perikardium, sendi, kista, hidrocele dan sebagainya)
didapat dengan mengadakan pungsi. Karena tidak dapat diketahui terebih dahulu apakah itu
cairan transudat atau eksudat, haruslah pertama-tama mengutamakan sterilisasi dan yang
kedua untuk menyediakan antikoagulan sediakanlah pada waktu melakukan pungsi selain
penampung biasa juga penampung steril (untuk biakan) dan penampung yang berisi
campuran oksalat menurut Paul dan Heller atau natrium sulfat 20 %.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan meliputi 4 macam:
a. Pemeriksaan fisik
b. Pemeriksaan kimia
c. Pemeriksaan sitologik
d. Pemeriksaan bakteriologik
A. Pemeriksaan Fisik
1. Jumlahnya
Ukurlah dan catatlah volume yang didapat dengan pungsi. Jika semua cairan dikeluarkan
jumlah itu memberi petunjuk tentang luasnya kealinan.
2. Warna
- Serum atau plasma
Biasanya berwarna kuning muda atau kuning tua tergantung pada jumlah bilirubin yang
ada
- Eritrosit
Menjadikan warna merah atau coklat pada cairan
- Leukosit atau Pus
Menyebabkan cairan berwarna putih, krem, putih kuning.
- Empedu
Menyebabkan cairan berwarna putih seperti susu sampai hijau
3. Kejernihan
Kejernihan berbeda-beda dari jernih, agak keruh sampai sangat keruh. Jika mungkin
kekeruhan yang menunjuk kepada sifat eksudat itu dijelaskan lebih lanjut sebagai
umpamanya serofibrinous, seropurulen, serosanguineus, hemoragi fibrineus dan lain-
lain.kekeruhan terutama disebakan oleh adanya dan banyaknya sel-sel :
- Eritrosit: menyebabkan kekeruhan yang kemerah-merahan
- Leukosit : menyebabkan kekeruhan sangat ringan sampai berat seperti bubur.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 49


4. Bau
Biasanya baik transudat maupun eksudat tidak memiliki bau yang berwarna kecuali kalau
terjadi pembusukan. Protein. Infeksi dengan kuman anaerob dan oleh E. Colli mungkin
meninmbulkan bau busuk.
5. Berat Jenis
Harus segera ditentukan sebelum kemungkinan terjadinya bekuan. Penetapan ini penting
untuk menentukan jenis cairan yang tersedia cukup, penetapan dapat dilakukan dengan
urinometer, kalau hanya sedikit cara-cara lain yang menggunakan jumlah kecil harus
dipakai. Untuk Transudat, berat jenisnya mendekati 1.010 atau setidak-tidaknya kurang
dari 1.0018, tidak menyusun bekuan (tidak ada fibrinogen), kadar protein lebih dari 2.5 %
kadar glukosa jauh dari kadar dalam plasma darah, mengandung banyak sel dan sering
ada bakteri.

B. Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan kimia biasanya dibatasi saja pada kadar protein dalam cairan itu, dengan
mengecualikan protein dan glukosa, kadar zat-zat lain dalam transudat dan eksudat sama
seperti dalam plasma darah, kecuali pada beberapa kejadian tertentu . dalam transudat yang
berhubungan dengan tumor didapatkan lebih banyak asam urat, sedangkan kadar kolesterol
sangat berbeda –beda. Kadar tinggi kolesterol didapat dalam cairan yang mengandung
chylus.
Kadar protein secara kualitatif (percobaan Rivalta)
Cara:
- Kedalam labu ukur 100 ml diisi 100 aquades
- Tambahkan 1 tetes asam asetat glasial dan campurlah
- Jatuhkan 1 tetes cairan yang diperiksa ke dalam campuran ini, dilepaskan kira-kira 1 cm
dari atas permukaan
- Perhatikan tetes itu bercampur dan bereaksi dengan cairan yang mengandung asam
asetat. Ada tiga kemungkinan: Tetes itu bercampur dengan larutan asam asetat tanpa
menimbulkan kekeruhan sama sekali, hasil tes adalah negatif. Tetes itu menunjukan
adanya kekeruhan yang sangat ringan serupa kabut halu, hasil tes positif lemah. Tetes itu
membuat kekeruhan yang nyata serupa kabut tebal atau dalam keadaan ekstrim satu
presipitat yang putih, hasil tes positif
Hasil:
Eksudat: terjadi kekeruhan putih kebiru-biruan
Transudat: sedikit sekali atau tidak terjadi kekeruhan

C. HAL YANG PERLU DIBAHAS


1. Interpretasi hasil pemeriksaan transudat dan eksudat
2. Prinsip kerja rivalta test
3. Perbedaan transudat dan eksudat berdasarkan Berat jenis dan nilai total protein plasma.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 50


D. LEMBAR KERJA MAHASISWA

Tanggal Catatan untuk revisi Tanda tangan Nilai


koreksi dosen/asisten

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 51


DAFTAR PUSTAKA

Cowell, R.L., 2004, Veterinary Clinical Pathology Secrets, Elsevier Mosby: St Louis
Douglas., J.W., dan Wardrop, K.J, 2010, Schalm’s Veterinary Hematology, 6th ed., Blackwell
Publishing
Harvey J.W. 2012. Veterinary Hematology A Diagnostic Guide and Color Atlas. Elsevier
Saunders.
Raskin, R.E. and Meyer, D., 2015. Canine and Feline Cytology-E-Book: A Color Atlas and
Interpretation Guide. Elsevier Health Sciences.
Stockham, S.L., dan Scott, M.A., 2008, Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology, 2nd
ed., Blackwell Publishing
Sodikoff, C.H., 2001. Laboratory profiles of small animal diseases: a guide to laboratory
diagnosis. No. 3rd Edition. Mosby Inc..
Salasia, S.I.O. and Hariono, B., 2014. Patologi Klinik Veteriner: Kasus Patologi Klinis.
Penerbit Samudra Biru, Yogyakarta, pp.1-4.

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 52


LAMPIRAN

INTERPRETASI KASUS HEMATOLOGI

KASUS 1
Anjing Mix, Jantan, 16 tahun
General check up, katarak, murmur grade 5,
Hasil kimia darah menunjukkan peningkatan ALT, ALP, Total bilirubin,
Glukosa, BUN, pernurunan natrium, phospor, kreatinin

Hematologi: Hasil Satuan Anjing Kucing


Sel Darah Putih (WBC) 6.1 10^ 3/µL 6.0 - 17.0 5.5 - 19.5
Sel Darah Merah (RBC) 5.48 10^ 6/µL 5.5 - 8.5 5.0 - 10.0
Hemoglobin (Hb) 11.4 g/dL 12.0 - 18.0 8.0 - 15.0
Hematokrit (HCT) 38.4 % 37.0 - 55.0 24.0 - 45.0
MCV 70.2 fL 60.0 - 77.0 39.0 - 55.0
MCH 20.8 pg 19.5 - 24.5 12.5 - 17.5
MCHC 29.7 g/dL 32.0 - 36.0 30.0 - 36.0
Trombosit (PLT) 464 10^ 3/µL 200 - 500 300 - 800
Limfosit 6.1 % 12.0 - 30.0 20.0 - 55.0
Monosit 1.8 % 3.0 - 10.0 1.0 - 4.0
Granulosit 92.1 % 60.0 - 80.0 35.0 - 78.0
Limfosit 0.4 10^ 3/µL 1.0 - 4.8 1.5 - 7.0
Monosit 0.1 10^ 3/µL 0.15 - 1.35 0.0 - 0.85
Granulosit 5.6 10^ 3/µL 3.5 - 14.0 2.5 - 14
RDW-CV 14.6 % 12.0 - 16.0 13.0 - 17.0
RDW-SD 43.4 fL 35-56 35-56
PCT 0.356 % 0.0 - 2.9 0.0 - 2.9
MPV 7.7 fL 6.7 - 11.0 12.0 - 17.0
PDW 6.8 % 0.0 - 50.0 0.0 - 50.0
P-LCR 18.4 % 13-43 13-43

Intepretasi Hasil

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 53


KASUS 2
Cat persia, jantan, 2 tahun
hematuria, tidak ada dehidrasi, nafsu makan ok, kristal (triple phiospat)
palpasi VU ok, palpasi ginjal membesar

Hematologi: Hasil Satuan Anjing Kucing


Sel Darah Putih (WBC) 22.8 10^ 3/µL 6.0 - 17.0 5.5 - 19.5
Sel Darah Merah (RBC) 7.64 10^ 6/µL 5.5 - 8.5 5.0 - 10.0
Hemoglobin (Hb) 10.8 g/dL 12.0 - 18.0 8.0 - 15.0
Hematokrit (HCT) 32 % 37.0 - 55.0 24.0 - 45.0
MCV 41.9 fL 60.0 - 77.0 39.0 - 55.0
MCH 14.1 pg 19.5 - 24.5 12.5 - 17.5
MCHC 33.8 g/dL 32.0 - 36.0 30.0 - 36.0
Trombosit (PLT) 188 10^ 3/µL 200 - 500 300 - 800
Limfosit 5.3 % 12.0 - 30.0 20.0 - 55.0
Monosit 2.2 % 3.0 - 10.0 1.0 - 4.0
Granulosit 92.5 % 60.0 - 80.0 35.0 - 78.0
Limfosit 1.1 10^ 3/µL 1.0 - 4.8 1.5 - 7.0
Monosit 0.5 10^ 3/µL 0.15 - 1.35 0.0 - 0.85
Granulosit 21.2 10^ 3/µL 3.5 - 14.0 2.5 - 14
RDW-CV 15.9 % 12.0 - 16.0 13.0 - 17.0
RDW-SD 33.4 fL 35-56 35-56
PCT 0.183 % 0.0 - 2.9 0.0 - 2.9
MPV 9.7 fL 6.7 - 11.0 12.0 - 17.0
PDW 10.1 % 0.0 - 50.0 0.0 - 50.0
P-LCR 25.1 % 13-43 13-43

Intepretasi Hasil

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 54


KASUS 3
Cat persia, betina, 3 bulan
lethargi, anorexia, feses encer hari ini bentuk normal kehitaman,
hiperemi, pyrexia

Hematologi: Hasil Satuan Anjing Kucing


Sel Darah Putih (WBC) 0.9 10^ 3/µL 6.0 - 17.0 5.5 - 19.5
Sel Darah Merah (RBC) 4.13 10^ 6/µL 5.5 - 8.5 5.0 - 10.0
Hemoglobin (Hb) 4.2 g/dL 12.0 - 18.0 8.0 - 15.0
Hematokrit (HCT) 15.8 % 37.0 - 55.0 24.0 - 45.0
MCV 38.2 fL 60.0 - 77.0 39.0 - 55.0
MCH 10.2 pg 19.5 - 24.5 12.5 - 17.5
MCHC 26.6 g/dL 32.0 - 36.0 30.0 - 36.0
Trombosit (PLT) 32 10^ 3/µL 200 - 500 300 - 800
Limfosit 5.3 % 12.0 - 30.0 20.0 - 55.0
Monosit 3.5 % 3.0 - 10.0 1.0 - 4.0
Granulosit 91.2 % 60.0 - 80.0 35.0 - 78.0
Limfosit - 10^ 3/µL 1.0 - 4.8 1.5 - 7.0
Monosit - 10^ 3/µL 0.15 - 1.35 0.0 - 0.85
Granulosit - 10^ 3/µL 3.5 - 14.0 2.5 - 14
RDW-CV 17.1 % 12.0 - 16.0 13.0 - 17.0
RDW-SD 32.2 fL 35-56 35-56
PCT 0.03 % 0.0 - 2.9 0.0 - 2.9
MPV 9.2 fL 6.7 - 11.0 12.0 - 17.0
PDW 8.6 % 0.0 - 50.0 0.0 - 50.0
P-LCR 28.6 % 13-43 13-43

Intepretasi Hasil

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 55


KASUS 4
Kucing, jantan, 2 tahun
Ada riwayat FLUTD Maret 2017, 2 hari hematuria, suhu 37,1,
anorexia, VU distensi

Hematologi: Hasil Satuan Anjing Kucing


Sel Darah Putih (WBC) 22.1 10^ 3/µL 6.0 - 17.0 5.5 - 19.5
Sel Darah Merah (RBC) 9.21 10^ 6/µL 5.5 - 8.5 5.0 - 10.0
Hemoglobin (Hb) 12.6 g/dL 12.0 - 18.0 8.0 - 15.0
Hematokrit (HCT) 35.9 % 37.0 - 55.0 24.0 - 45.0
MCV 39 fL 60.0 - 77.0 39.0 - 55.0
MCH 13.7 pg 19.5 - 24.5 12.5 - 17.5
MCHC 35.1 g/dL 32.0 - 36.0 30.0 - 36.0
Trombosit (PLT) 142 10^ 3/µL 200 - 500 300 - 800
Limfosit 14 % 12.0 - 30.0 20.0 - 55.0
Monosit 4.7 % 3.0 - 10.0 1.0 - 4.0
Granulosit 81.3 % 60.0 - 80.0 35.0 - 78.0
Limfosit 2.9 10^ 3/µL 1.0 - 4.8 1.5 - 7.0
Monosit 1 10^ 3/µL 0.15 - 1.35 0.0 - 0.85
Granulosit 18.2 10^ 3/µL 3.5 - 14.0 2.5 - 14
RDW-CV 22.6 % 12.0 - 16.0 13.0 - 17.0
RDW-SD 44.1 fL 35-56 35-56
PCT 0.122 % 0.0 - 2.9 0.0 - 2.9
MPV 8.6 fL 6.7 - 11.0 12.0 - 17.0
PDW 6.9 % 0.0 - 50.0 0.0 - 50.0
P-LCR - % 13-43 13-43

Intepretasi Hasil

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 56


KASUS 5
Kucing, Betina, 4 tahun
Stomatitis, turgor jelek, ada gejala bersin-bersin, anorexia,
ginjal dan hepar besar

Hematologi: Hasil Satuan Anjing Kucing


Sel Darah Putih (WBC) 24.7 10^ 3/µL 6.0 - 17.0 5.5 - 19.5
Sel Darah Merah (RBC) 5.18 10^ 6/µL 5.5 - 8.5 5.0 - 10.0
Hemoglobin (Hb) 7.1 g/dL 12.0 - 18.0 8.0 - 15.0
Hematokrit (HCT) 22.2 % 37.0 - 55.0 24.0 - 45.0
MCV 42.8 fL 60.0 - 77.0 39.0 - 55.0
MCH 13.7 pg 19.5 - 24.5 12.5 - 17.5
MCHC 32 g/dL 32.0 - 36.0 30.0 - 36.0
Trombosit (PLT) 102 10^ 3/µL 200 - 500 300 - 800
Limfosit 7.4 % 12.0 - 30.0 20.0 - 55.0
Monosit 2.7 % 3.0 - 10.0 1.0 - 4.0
Granulosit 89.9 % 60.0 - 80.0 35.0 - 78.0
Limfosit 1.7 10^ 3/µL 1.0 - 4.8 1.5 - 7.0
Monosit 0.6 10^ 3/µL 0.15 - 1.35 0.0 - 0.85
Granulosit 22.4 10^ 3/µL 3.5 - 14.0 2.5 - 14
RDW-CV 16.4 % 12.0 - 16.0 13.0 - 17.0
RDW-SD 35.1 fL 35-56 35-56
PCT 0.103 % 0.0 - 2.9 0.0 - 2.9
MPV 10.1 fL 6.7 - 11.0 12.0 - 17.0
PDW 12.4 % 0.0 - 50.0 0.0 - 50.0
P-LCR 40 % 13-43 13-43

Intepretasi Hasil

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 57


INTERPRETASI KASUS URINALISIS

KASUS 1

SINYALEMEN
Kucing usia 3 tahun, betina, steril (OH), ras domestic short hair

ANAMNESA
Pemilik melaporkan selama setahun terakhir kucing mengalami periuria, mengalami
pollakiuria dan stranguria. Temuan klinis lainnya berupa hematuria 4 hari terakhir. Pakan
berupa pakan komersial

PEMERIKSAAN FISIK
Secara keseluruhan normal, kecuali sewaktu vesica urinaria dipalpasi kucing melakukan
perlawanan.

HASIL PEMERIKSAAN URIN


Metode pengambilan urin : Cystocentesis
Penyimpanan : Tidak disimpan di kulkas, urin segar

Parameter Keterangan Interpretasi


Warna Kuning tua
Kejernihan Berawan
BJ 1,039
pH 6,5
Protein 100 mg/dl
Darah +2
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Bilirubin Negatif
Silinder Tidak ditemukan
Leukosit 1-3 / LPB
Eritrosit 15-20 / LPB
Sel epithelial 1-3 / LPB, transitional,
medium
Kristal Struvite, ada (+)
Bakteri Kokus, moderate

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 58


KASUS 2

SINYALEMEN
Anjing usia 6 tahun, betina, steril (OH), ras campuran

ANAMNESA
Pemilik melaporkan penurunan nafsu makan dan berat badan, terlihat pembesaran pada
abdomen

PEMERIKSAAN FISIK
Anjing kurus, kulit kering dan menebal, distensi abdomen

HASIL PEMERIKSAAN URIN


Metode pengambilan urin : Cystocentesis
Penyimpanan : Tidak disimpan di kulkas, urin segar

Parameter Keterangan Interpretasi


Warna Kekuningan
Kejernihan Jernih
BJ 1,019
pH 6,5
Protein 1000 mg/dl
Darah Negatif
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Bilirubin Negatif
Silinder 1-3 / LPK, hialin
Leukosit 0-3 / LPB
Eritrosit 3-6 /LPB
Sel epithelial Tidak menentu /LPB,
transitional, medium
Kristal Tidak ditemukan
Bakteri Tidak ditemukan

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 59


KASUS 3

SINYALEMEN
Kucing usia 6 tahun, jantan, steril (kastrasi), ras domestic short hair

ANAMNESA
Dilaporkan sempat menghilang selama 3 hari, setelah pulang kucing dalam kondisi sangat
lemah (lethargy), muntah sebanyak 4 kali

PEMERIKSAAN FISIK
Lethargy, suhu 98,5oF, derajat dehidrasi 8%, vesica urinaria utuh dan terasa kecil sewaktu
dipalpasi, ginjal terasa sedikit membesar, tidak ditemukan kelainan lainnya sewaktu palpasi
abdomen, denyut jantung 160/menit, tidak ada murmur sewaktu diauskultasi, pulsus femoralis
lemah, paru-paru normal dan tidak ada tanda cedera atau trauma.

HASIL PEMERIKSAAN URIN


Metode pengambilan urin : Cystocentesis
Penyimpanan : Tidak disimpan di kulkas, urin segar

Parameter Keterangan Interpretasi


Warna Kuning pucat
Kejernihan Jernih
BJ 1,020
pH 6,0
Protein 100 mg/dl
Darah +1
Glukosa Trace
Keton Negatif
Bilirubin Negatif
Silinder Tidak ditemukan
Leukosit 3-5 / LPB
Eritrosit 10-15 /LPB
Sel epithelial 0 /LPB
Kristal Kalsium oksalat
mono/dihidrat, moderate,
banyak (++)
Bakteri Tidak ditemukan

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 60


KASUS 4

SINYALEMEN
Kucing usia 8 tahun, jantan, ras domestic short hair

ANAMNESA
Pemilik melaporkan kucing mengalami pollakiuria dan periuria, pakan kering, tinggi protein,
bersifat asam dan rendah magnesium (dikonsumsi selama 4 tahun)

PEMERIKSAAN FISIK
Hewan aktif, body score ideal, tidak ditemukan abnormalitas kecuali sewaktu vesica urinaria
dipalpasi terasa keras dan kucing melakukan perlawanan.

HASIL PEMERIKSAAN URIN


Metode pengambilan urin : Cystocentesis
Penyimpanan : Tidak disimpan di kulkas, urin segar

Parameter Keterangan Interpretasi


Warna Merah
Kejernihan Berawan
BJ 1,058
pH 5,5
Protein 100 mg/dl
Darah +3
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Bilirubin Negatif
Silinder Tidak ditemukan
Leukosit 7-10 / LPB
Eritrosit 60-80 /LPB
Sel epithelial 5-7 /LPB, transitional,
small
Kristal Kalsium oksalat, ada (+)
Bakteri Tidak ditemukan

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 61


KASUS 5

SINYALEMEN
Anjing usia 9 tahun, jantan, ras german shepherd

ANAMNESA
Lethargy, anoreksia selama 5 hari, penurunan berat badan, peningkatan konsumsi air, urinasi
tidak diobservasi

PEMERIKSAAN FISIK
Hewan kurus, lethargy, suara bronchovesicular mengalami peningkatan sewaktu auskultasi

HASIL PEMERIKSAAN URIN


Metode pengambilan urin : Kateterisasi
Penyimpanan : Tidak disimpan di kulkas, urin segar

Parameter Keterangan Interpretasi


Warna Kuning
Kejernihan Agak keruh
BJ 1,023
pH 6,0
Protein 100 mg/dl
Darah Negatif
Glukosa +4
Keton +2
Bilirubin +1
Silinder Tidak ditemukan
Leukosit 10-15 / LPB
Eritrosit 7-10 /LPB
Sel epithelial 5-7 /LPB, transitional,
medium
Kristal Tidak ditemukan
Bakteri Tidak ditemukan

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 62


INTERPRETASI KASUS UJI FUNGSI HATI

KASUS 1
Seekor anjing domberman berusia 7 tahun dilaporkan menunjukan gejala muntah, diare,
polidipsia, poliuria, dan pembesaran abdomen. Hasil pemeriksaan klinis menunjukkan adanya
acites, abnormalitas warna pada membrane mukosa (kekuningan), dan CRT > 2 detik.
Diketahui bahwa anjing memiliki penyakit sendi dan penggunaan carprofen sebagai analgesik
selama 3 tahun terakhir. Hasil pemeriksaan kimia klinik darah adalah sebagai berikut:

Indikator Satuan Nilai Normal Interpretasi


ALT/SGPT IU/L 170 15-110
AST/SGOT IU/L 90 10-50
ALP IU/L 188 20-130
GGT IU/L 24 14
BILIRUBIN Mg/dL 0.15 0.0-0.02
(conjugated)
BILIRUBIN Mg/dL 0.3 0.0-0.02
(unconjugated)
Albumin g/dl 2.2 2.6 - 4.3
Globulin g/dl 7.6 2.3 - 4.5

Indikasi Penyakit:

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 63


KASUS 2
Seekor kucing persia berusia 1 tahun dilaporkan mengalami penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan, pembesaran abdomen, diare disertai dengan darah, dan demam
yang berlangsung kurang lebih 3 hari. Sebelumnya diketahui bahwa kucing hilang dari rumah
selama 5 hari. Hasil pemeriksaan kimia klinik darah pada pasien adalah sebagai berikut:

Indikator Satuan Nilai Normal Interpretasi


ALT/SGPT IU/L 350 15-75
AST/SGOT IU/L 102 15-36
ALP IU/L 188 0-83
GGT IU/L 24 0-6
BILIRUBIN Mg/dL 0.01 0.0-0.01
(conjugated)
BILIRUBIN Mg/dL 0.03 0.0-0.02
(unconjugated)
Albumin g/dl 5.2 2.4-4.1
Globulin g/dl 6 3.4-5.2

Indikasi Penyakit:

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 64


KASUS 3
Seekor anjing jantan berusisa 3 tahun dengan hasil pemeriksaan klinis yaitu, kulit dan mata
berwarna kuning, urin berwarna pekat, feses pucat mengandung lemak dan berbau busuk
menyengat. Anamnesa dari pemilik, anjing mengalami penurunan nafsu makan, vomit, nyeri
pada abdomen dan demam. Hasil pemeriksaan klinik darah pasien adalah sebagai berikut:

Indikator Satuan Nilai Normal Interpretasi


ALT/SGPT IU/L 77 15-110
AST/SGOT IU/L 48 10-50
ALP IU/L 210 20-130
GGT IU/L 42 14
BILIRUBIN Mg/dL 0.19 0.0-0.02
(conjugated)
BILIRUBIN Mg/dL 0.8 0.0-0.02
(unconjugated)
Albumin g/dl 3 2.6 - 4.3
Globulin g/dl 4.1 2.3 - 4.5

Indikasi Penyakit:

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 65


KASUS 4
Kucing persia jantan berumur 1,5 tahun dilaporkan mengalami kehilangan nafsu makan,
vomit, polidipsi, suhu badan 42◦C, ascites pada bagian abdomen, dan rasa nyeri saat
dilakukan palpasi pada bagian hepar, diare, lendir berwarna semburat kuning, warna urin
gelap. Hasil pemeriksaan kimia klinis darah menunjukkan hasil sebagai berikut:

Indikasi Satuan Nilai Normal Interpretasi


ALT (SGPT) IU/L 88 15-75
AST (SGOT) IU/L 135 15-36
ALP (SAP) IU/L 188 0-83
GGT IU/L 13 0-6
BILIRUBIN Mg/dL 0,02 0,0-0,01
(Konjugated)
BILIRUBIN Mg/dl 0,12 0,0-0,02
(UnKonjugated)
Albumin g/dl 1.8 2.4-4.1
Globulin g/dl 6.8 3.4-5.2

Indikasi Penyakit:

KASUS 5
Anjing betina berumur 4 tahun dilaporkan mengalami nyeri pada abdomen bagian atas,
warna feses cokelat tua, warna urine gelap, vomit, demam 41◦C, badan menggigil, kulit
menguning.

Indikator Satuan Nilai Normal Interprestasi


ALP (SGPT) IU/L 40 15-110
AST (SGOT) IU/L 15 10-50
ALP IU/L 200 20-130
GGT IU/L 38 14
BILIRUBIN Mg/dL 0,8 0,0-0,02
(konjugated)
BILIRUBIN Mg/dL 0,11 0,0-0,02
(unconjugated)
Albumin g/dl 3 2.6 - 4.3
Globulin g/dl 3.8 2.3 - 4.5

Indikasi Penyakit:

LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK VETERINER UNIVERSITAS BRAWIJAYA 66

Anda mungkin juga menyukai