MIKROBIOLOGI
Tim Penyusun:
Agus Irianto
Sukanto
Hendro Pramono
Oedjijono
Dini Ryandini
Dyah Fitri K
P.M. Hendrati
Meyta Pratiwi
Tim Penyusun
1
TATA TERTIB PRAKTIKUM
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................. 1
TATA TERTIB PRAKTIKUM ............................................................... 2
DAFTAR ISI ............................................................................................ 3
1. Media dan Cara Pembuatan .................................................................. 4
2. Sterilisasi, Disinfeksi dan Kerja Aseptis ............................................... 7
3. Isolasi Mikroorganisme……………………………………………….. 15
4. Pengamatan Morfologi Mikroorganisme .............................................. 21
a. Bakteri dan fungi………...…………………………………. 21
b. Protozoa……………………………………….……………. 23
c. Alga………………………………………………………… 24
5. Penghitungan Jumlah Mikroorganisme ................................................ 37
6. Efek Oligodinamik dan Daya Kerja Zat Antimikroorganisme ............. 46
7. Aktivitas Enzimatik Mikroorganisme ................................................... 52
8. Faktor Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Pertumbuhan
Mikroorganisme .................................................................................... 56
3
ACARA I. MEDIUM PERTUMBUHAN DAN
CARA PEMBUATAN
1. Kompetensi Praktikum
Mahasiswa dapat mengenal dan membuat media Nutrient Agar dan Potato
Dextrose Agar
2. Landasan Teori
Mikroorganisme memerlukan nutrien untuk pertumbuhan sebagaimana
organisme makroskopik. Nutrien yang dibutuhkan ditentukan oleh ragam
mikroorganisme. Secara umum mikroorganisme dibedakan sebagai
mikroorganisme ototrof atau heterotroph berdasarkan kebutuhannya terhadap
sumber C dan energi. Mikroorganisme ototrof memerlukan sumber C dari
senyawa anorganik dan energi dari matahari atau senyawa kimia anorganik.
Mikroorganisme heterotrof membutuhkan sumber C dari senyawa organik dan
sumber energi dari matahari atau senyawa kimia tergenatung spesiesnya. Secara
umum media pertumbuhan dapat bersifat alami dan sintetik. Media alami yaitu
bahan dasar media berasal dari bahan-bahan alami sehingga komposisi nutrien
yang dikandung tidak diketahui pasti kecuali melalui suatu analisa sebagai contoh
adalah media Tomato Agar. Adapun media sintetik yaitu media yang komposisi
bahannya diketahui pasti sebagai contoh yaitu Nutrient Agar. Sebenarnya ada pula
media yang disebut semi sintetik karena sebagian bahannya berupa bahan alami
dan lainnya bahan yang jelas komposisinya sebagai contoh yaitu Potato Dextrose
Agar.
Media pertumbuhan mikroorganisme juga dapat digolongkan berdasarkan
kegunaannya, contoh media pemeliharaan atau kultivasi, media selektif, media
diferensial. Media kultivasi adalah media umum yang digunakan untuk
memelihara kultur mikroorganisme murni, contoh Potato Dextrose Agar untuk
fungi dan Nutrient Agar untuk bakteri. Media selektif adalah media yang
digunakan untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme target yang
diinginkan, misalnya media deMan Rogosa Sharpe Agar (MRSA) yaitu media
selektif bagi Bakteri Asam Laktat.
Adapun yang dimaksud media diferensial yaitu media yang dapat
digunakan untuk membedakan jenis mikroorganisme satu dari yang lainnya dari
kelompok-mikroorganisme yang memiliki kedekatan kekerabatan dekat misalnya
anggota Enterobacteriaceae. Media selektif untuk kelompok tersebut antara lain
media Endo Agar, pada media ini maka Enterobacteriaceae yang memfermentasi
laktosa menunjukkan koloni berwarna merah, sedangkan yang tidak
memfermentasi laktosa menunjukkan koloni yang tidak berwarna.
4
3. Tujuan Praktikum
Praktikum ini ditujukan agar mahasiswa mengenal beberapa jenis media
pertumbuhan mikroorganisme, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
media dan cara pembuatan media.
5
f. Jika diinginkan media tegak atau miring, media diisikan ke tabung reaksi
kemudian disterilisasi.
g. Saat diperlukan untuk pengisian cawan petri, media yang sudah disteril dituang
ke cawan petri steril secara aseptis dalam keadaan masih cair dan suhu sekitar
45°C.
6
ACARA II. STERILISASI, DESINFEKSI
DAN KERJA ASEPTIS
1. Kompetensi Praktikum
Mahasiswa dapat melakukan teknik sterilisasi dengan autoklaf dan
pemanasan langsung, desinfeksi serta dapat melakukan kerja aseptis.
2. Landasan Teori
Kerja dengan mikroorgaisme memerlukan pemahaman yang baik tentang
sterilisasi, disinfeksi dan kerja aseptis, dan dapat mempraktekkannya. Sterilisasi
yaitu proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua
bentuk kehidupan. Metoda sterilisasi dapat dilakukan dengan pemanasan
langsung, panas kering, uap panas bertekanan, dengan filtrasi dan sebagainya.
Disinfeksi yaitu usaha menekan kehadiran atau membebaskan suatu benda mati
(misalnya piring, meja kerja) dari mikroorganisme menggunakan senyawa
disinfektan. Adapun kerja aseptis adalah melakukan tindakan yang dilakukan
untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kontaminasi.
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara
mekanik, fisik dan kimiawi :
1. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan yang berpori
sangat kecil (0,22 µm untuk sel bakteri atau 0,45 µm untuk sel yeast) sehingga
mikroorganisme tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk
sterilisasi bahan cair yang peka panas, misalnya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan pemanasan dan penyinaran.
7
permukaan interior Safety Cabinet atau laminar hood dengan disinari
lampu UV
3. Tujuan Praktikum
Praktikum ini ditujukan untuk memberi pengetahuan dan pemahaman
tentang cara kerja aseptis, disinfeksi dan sterilisasi dengan berbagai metoda.
8
5. Jarum inokulum dan jarum ose harus dipanaskan hingga pangkal yang
berhubungan dengan holder (pemegang) sampai memijar sebelum digunakan.
6. Mekanisme kerja aseptis (disinfeksi meja kerja, memindahkan biakan secara
aseptis, memindahkan biakan dari cawan, memindahkan cairan dengan pipet,
dan menuang media) dapat dilihat pada gambar-gambar berikut :
9
10
11
12
5.2.Sterilisasi menggunakan autoklaf
13
e. Katup pengaman ditutup setelah terbentuk uap air. Penggunaan waktu 15
menit dimulai sejak tercapai tekanan 2 atm dan suhu 121oC.
f. Setelah proses sterilisasi selesai, secara otomatis autoklaf akan mati (off).
Tekanan dibiarkan turun perlahan hingga mencapai 0 psi, baru autoklaf dapat
dibuka dan dikeluarkan isinya.
Catatan:
Sejumlah bahan dapat rusak, berubah warna atau membentuk koagulan
ketika dipanaskan, oleh sebab itu bahan semacam itu dapat diperlakukan terpisah,
sebagai contoh:
- Glukosa disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau senyawa
fosfat
- Senyawa fosfat disterilkan terpisah dengan asam amino (peptone) atau
senyawa garam mineral lain.
- Garam mineral disterilkan terpisah dengan agar
- Media yang memiliki pH > 7,5 jangan disterilkan dengan autoklaf
- Jangan mensterilisasi larutan agar dengan pH < 6,0
- Antibiotik atau bahan yang labil terhadap panas, disterilkan terpisah dengan
cara filtrasi
- Pastikan autoklaf terisi air (akuades)
- Pastikan katup pengaman terpasang dalam kondisi kencang dan katup uap
tertutup rapat
- Pastikan tekanan mencapai 0 psi saat autoklaf akan dibuka
14
ACARA III. ISOLASI MIKROORGANISME
1. Kompetensi
Mahasiswa dapat memisahkan mikroorganisme dari kultur campurannya
sehingga didapat kultur murni.
2. Landasan Teori
Di alam beragam populasi mikroorganisme berada nisea (niche) yang sama,
tidak pernah dijumpai dalam bentuk populasi tunggal. Adapun dalam mengkaji
atau meneliti suatu mikrooganisme diperlukan mikroorganisme dalam bentuk
populasi tunggal. Oleh sebab itu perlu dilakukan isolasi yaitu usaha atau aktivitas
memisahkan satu jenis mikroorganisme dari kultur campurannya sehingga
diperoleh kultur murni. Kajian atau penelitian dengan mikroorganisme yang
belum murni, dapat dikategorikan sebagai pekerjaan yang sia-sia.
Jika mikroorganisme sudah diperoleh dalam status kultur murni, maka
kegiatan lanjutan dapat dilakukan. Telaah tersebut antara lain pengamatan
mikromorfologi, makromorfologi, biokimiawi dan molekuler.
Isolasi didahului dengan menumbuhkan mikroorganisme dari sampel.
Sampel dapat berupa apa saja atau berasal dari mana saja sesuai dengan tujuan
atau kebutuhan. Dari suatu lingkungan pengambilan sampel dapat dilakukan
dengan metoda yang umum dalam kegiatan ilmiah, misalnya dengan cara
komposit (sampel-sampel diambil dijadikan satu dan dicampur rata baru diambil
secukupnya untuk proses lanjut), random sampling (jika sampel diambil dari
sejumlah titik dengan pemilihan secara acak dan selanjutnya diproses), purposive
yaitu pengambilan sampel langsung pada target yang dikehendaki, misalnya
mengambil sampel dari bagian tubuh yang luka.
Setelah sampel diambil dilakukan proses sesuai materi atau substansi
sampel, antara lain cara maserasi jika materi sumber mikroorganisme atau sampel
berupa padatan dengan cara dihancurkan atau ditumbuk baru diproses lanjut. Cara
bilas (rinse) yaitu materi sampel yang diuji dipotong dengan berat tertentu dan
selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung berisi media cair, akuades atau air
garam fisiologis steril dan selanjutnya digojok-gojok dan dilakukan tindakan
selanjutnya. Adapun cara usap atau ulas (swab) dilakukan jika bahan sumber
mikroorganisme berupa benda padat untuk sampel tertentu seperti potongan
makanan padat, alat makan, permukaan tubuh. Dengan menggunakan cotton bud
steril yang lembab, luasan tertentu permukaan benda/sampel diusap dan
selanjutnya cotton bud dimasukkan ke dalam larutan pengencer (akuades, pepton
water atau larutan garam fisiologis) secara aseptis
3. Tujuan Praktikum
Melalui serangkaian kegiatan praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu
mengenal cara-cara pengambilan sampel, penanganan sampel dan melakukan
15
isolasi dengan beberapa teknik yang dikenalkan agar mendapatkan kultur
mikroorganisme murni.
16
5.1.b. Preparasi sampel padat
a. Swab (ulas), dilakukan menggunakan cotton bud steril yang dilembapkan
dengan akuades, pepton water atau air garam fisiologis steril selanjutnya cotton
bud diusapkan pada permukaan sampel dengan luasan tertentu, misalnya
2x2cm2. Selanjutnya cotton bud diulaskan pada permukaan media atau
dimasukkan ke dalam akuades steril untuk proses pengenceran.
b. Rinse (bilas) dilakukan dengan melakukan penimbangan sampel padat
sebanyak 1 g, selanjutnya bahan dimasukkan ke dalam aquades, air pepton atau
air garam fisiologis steril dengan perbandingan 1:9 (w/v). Selanjutnya
dilakukan satu seri pengenceran dan dilanjutkan plating pada media
c. Maseration (maserasi, penghancuran), sampel padat dapat ditumbuk dengan
mortar dan pestle kemudian ditimbang 1 g dan dilarutkan ke dalam aquades, air
pepton atau larutan garam fisiologis sebanyak 9ml. Selanjutnya dilakukan seri
pengenceran dan plating pada media padat.
Cara Kerja :
a. Sampel dimasukkan ke dalam tabung pengenceran pertama (1/10 atau 10-1)
secara aseptis. Perbandingan berat sampel dengan volume tabung pertama
adalah 1 : 9 selanjutnya dikocok agar merata.
b. Diambil 1 ml dari tabung pertama (10-1) dengan pipet ukur kemudian
dipindahkan ke tabung kedua (10-2) secara aseptis kemudian dikocok
Pemindahan dilanjutkan hingga tabung pengenceran terakhir dengan cara yang
sama, hal yang perlu diingat bahwa pipet ukur yang digunakan harus selalu
diganti.
17
c. Dari pengenceran yang ditetapkan kemudian dilakukan pembiakan pada media
pertumbuhan.
18
b. Pour Plate Method (metode tabur tuang)
Adalah tehnik menanam suspensi bakteri dengan cara menuangkan 1 ml
suspensi bakteri ke dalam cawan petri steril, selanjutnya dituangi 15 ml media
agar yang siap memadat (suhu~45oC). Selanjutnya campuran tersebut
digoyang agar merata dan ditunggu memadat sebelum diinkubasi.
19
b. Goresan T, pada cara ini setiap mau pindah bidang jarum ose dibakar lebih
dulu, selanjutnya goresan yang dibuat disentuhkan pada goresan
sebelumnya
c. Goresan Kuadran
20
ACARA IV. PENGAMATAN MORFOLOGI MIKROORGANISME
1. Kompetensi
Mahasiswa dapat mengenali mikromorfologi dan makromorfologi
mikroorganisme
2. Landasan Teori
2.1. Bakteri dan Fungi
Eksaminasi atau pengujian mikroorganisme merupakan salah satu teknik
dasar yang harus dikuasai seorang mikrobiolog. Kegiatan ini hanya dapat
dilakukan apabila kultur mikroorganisme sudah dalam keadaan benar-benar
murni. Pekerjaan menggunakan kultur yang belum murni adalah kesia-siaan.
Pada dasarnya untuk eksaminasi mikroorganisme misalnya bakteri
setidaknya ada 5 macam, tetapi untuk pengujian awal 3 yang pertama adalah yang
utama. Ragam eksaminasi tersebut adalah:
1. Pengamatan mikro-morfologi yaitu pengamatan di bawah mikroskop seperti
bentuk sel, ukuran sel, rangkaian sel, sifat dinding sel (sifat Gram) pada
bakteri, adanya flagella dan endospora pada bakteri, bentuk percabangan
miselium atau hifa pada actinomycetes dan kapang, adanya spora/konidia dan
sporangium/konidium pada actinomycetes dan kapang.
2. Pengamatan makro-morfologi yaitu pengamatan tanpa alat bantu atau
menggunakan mikroskop stereo terhadap bentuk koloni dan sifat-sifat koloni
bakteri, kapang, dan khamir.
3. Pengamatan biokimiawi, antara lain: kemampuan menggunakan ragam gula
sebagai sumber C, kemampuan menghasilkan enzim-enzim
4. Pengamatan serologi seperti sifat patogenitas, produksi hemolisin, sifat
antigenik
5. Pengamatan molekuler
21
dibuat preparat ulas tanpa pewarnaan, sel bakteri sulit terlihat. Pewarnaan
bertujuan untuk memperjelas sel bakteri dan dengan teknik pewarnaan tertentu
dapat digunakan untuk mengetahui sifat dan komposisi dinding sel (misalnya
pewarnaan Gram dan pewarnaan Ziehl-Nielsen). Zat warna dapat mengabsorbsi
dan membiaskan cahaya, sehingga kontras sel bakteri dengan sekelilingnya
ditingkatkan.
Zat warna yang digunakan bersifat asam atau basa. Pada zat warna basa,
bagian yang berperan dalam memberikan warna disebut kromofor dan mempunyai
muatan elektrik positif (proton). Sebaliknya pada zat warna asam bagian yang
berperan memberikan zat warna memiliki muatan elektrik negatif (elektron). Zat
warna basa lebih banyak digunakan karena sel bakteri pada umumnya asam atau
bermuatan elektrik negatif, diantara zat warna tersebut adalah Safranin, Base
Fuchsindan Malachite Green. Sedangkan zat warna basa antara lain Eosin dan
Congo Red.
Berdasarkan zat warna yang digunakan, maka teknik pewarnaan sel bakteri
mengenal pewarnaan sederhana, yaitu jika menggunakan satu macam zat warna
saja. Berdasarkan tujuan penggunaannya dikenal pewarnaan diferensial yang
ditujukan untuk membedakan karakter kelompok bakteri satu dan lainnya, misal
pewarnaan Gram, yang dapat membedakan 2 kelompok bakteri yang berbeda
komposisi kimiawi penyusun dinding selnya. Pewarnaan Acid Fast (Ziehl
Nielsen) yang digunakan untuk pewarnaan sel-sel bakteri dengan struktur kimiawi
dinding sel yang sangat spesifik (tahan asam) seperti Nocardia dan
Mycobacterium. Pewarna lain yaitu pewarna khusus yang digunakan untuk
mewarnai bagian sel secara spesifik, misalnya pewarna flagella, pewarna spora sel
dan pewarna bercak minyak dalam sitoplasma sel.
Actinomycetes merupakan prokariot yang bersifat Gram positif dan
memiliki morfologi filamentous seperti kapang karena adanya struktur miselium
aerial dan miselium substrat. Organisme ini secara morfologi sangat mirip dengan
kapang, tetapi actinomycetes memiliki laju pertumbuhan yang sangat lambat,
sedangkan pertumbuhan kapang lebih cepat. Tidak semua actinomycetes memiliki
struktur miselium aerial, tetapi adanya struktur tersebut memudahkan proses
identifikasi karena bentuknya yang spesifik. Adanya miselium aerial
menyebabkan permukaan koloni actinomycetes menjadi mudah diamati, yaitu
tampak berdebu (powdery), seperti beludru (velvety), seperti kapas (filamentous)
atau berlekuk (wrinkle). Pola percabangan hifa dan pendukung spora/konidia
merupakan alat untuk identifikasi secara morfologi.
Khamir atau yeast merupakan fungi mikroskopik uniseluler, tidak
membentuk hifa (beberapa spesies dapat membentuk pseudohifa). Bentuk selnya
bervariasi dapat berbentuk bulat, bulat telur, bulat memanjang dengan ukuran
bervariasi. Beberapa spesies yeast memiliki sifat dimorfisme yaitu bentuk sel
tunggal dan bentuk hifa atau pseudohifa. Pseudohifa adalah hifa yeast yang
terbentuk dari rangkaian sel hasil pembelahan aseksual secara budding atau tunas,
22
tetapi tidak melepaskan diri dari induk. Morfologi internal sel mudah dilihat dan
terdiri dari inti dan organel seperti mitkondria, granula lemak dan glikogen.
Jamur merupakan mikroorganisme dengan struktur talus berupa benang-
benang (hifa) yang terjalin seperti jala (miselium atau hifae). Hifa dapat berekat
(septat) dengan inti tunggal/ lebih dan hifa tidak bersekat (aseptat) sehingga
seolah sel berinti banyak. Penampakan morfologi koloni pada umumnya seperti
jalinan benang (filamentous). Pengamatan morfologi selain warna miselium di
permukaan, warna sporangia, juga warna koloni dari dasar media. Pada
pengamatan mikroskopis jamur benang, untuk hasil pengamatan yang baik
biasanya menggunakan laktofenol. Adapun untuk yeast dapat menggunakan
methilene blue atau malachite green.
Pengukuran sel merupakan salah satu bentuk pengamatan mikro
morfologis untuk keperluan eksaminasi mikroorganisme. Pada kegiatan tersbut
digunakan alat khusus yaitu mikrometer dengan bantuan mikroskop.
Mikrometer merupakan kaca berskala yang terdiri dari 2 keping dengan
peruntukan berbeda yaitu mikrometer okuler dan mikrometer objektif.
Mikrometer okuler dipasang pada lensa okuler mikroskop, sedangkan mikrometer
objektif berbentuk slide yang ditempatkan pada meja preparat mikroskop.
Sebelum digunakan, maka mikrometer okuler harus ditera dengan cara membaca
garis skala mikrometer objektif. Ukuran akan berubah mengikuti perbesaran yang
digunakan, dan tiap mikroskop meskipun serupa tetapi tetap ada perbedaan. Oleh
sebab itu besaran sebenarnya dari perbesaran tiap mikroskop harus dilakukan
melalui kalibrasi.
2.2. Protozoa
Protozoa merupakan organisme eukariot bersel tunggal, kebanyakan hidup
bebas, namun, ada beberapa yang bersifat parasit. Karakter utama yang
membedakan dengan organisme lain adalah :
1. Tidak mempunyai dinding sel, beberapa ada yang berdinding sel,
mempunyai lapisan fleksibel, memiliki sebuah pelikel, atau cangkang keras
dari materi anorganik yang berada di luar membran sel.
2. Mampu bergerak menggunakan organel lokomosi atau dengan mekanisme
meluncur.
3. Memperoleh nutrisi secara heterotrof, bagi yang hidup bebas dengan
mencerna bakteri, yeast, dan alga, sementara yang bersifat parasit
memperoleh nutrisi dari cairan tubuh inangnya.
4. Reproduksi utamanya adalah secara aseksual, meskipun beberapa kelompok
dapat bereproduksi secara seksual.
Secara taksonomi, klasifikasi protozoa didasarkan pada lokomosinya. Filum
protozoa dibagi menjadi 4 kelas (atau subfilum, bagi sebagian ahli taksonomi) :
23
1. Sarcodina
Motilitas dengan pseudopodia (kaki semu), contohnya Amoeba proteus yang
hidup bebas dan yang bersifat parasit adalah Entamoeba histolytica.
2. Mastigophora
Lokomosi menggunakan flagella, contoh yang hidup bebas adalah berasal
dari genus Cercomonas, Heteronema, dan Euglena. Bentuk parasit meliputi
Trichomonas vaginalis, Giardia lambia, dan Trypanosoma sp.
3. Ciliophora
Lokomosi menggunakan silia. Contoh organisme yang hidup bebas adalah
Paramecium caudatum dan yang bersifat parasit adalah Balantidium coli.
4. Sporozoa
Tidak sama seperti anggota yang lain dalam filum Protozoa. Sporozoa tidak
mempunyai organel lokomosi pada saat stadium matang/dewasa, namun,
pada saat stadium muda mempunyai beberapa tipe pergerakan. Semua
bersifat parasit. Anggota yang paling terkenal adalah Plasmodium, yang
merupakan parasit penyebab penyakit malaria pada hewan dan manusia.
2.3. Alga
Alga merupakan mikroorganisme eukariot yang dapat bersifat uniselular,
multiselular atau dalam bentuk koloni atau agregasi. Organisme ini memiliki
kloroplas yang mengandung klorofil atau pigmen lainnya (karotenoid dan
fikobilin) yang berfungsi untuk fotosintesis, sehingga dalam rantai makanan
berperan penting yaitu bersifat sebagai produsen primer. Struktur tubuh alga
merupakan thalus dengan komponen holdfast yang berfungsi seperti akar, stipes
yang berfungsi sebagai batang, dan blades yang berfungsi seperti daun.
Reproduksi alga dapat secara aseksual dengan pembelahan biner,fragmentasi dan
membentuk spora aseksual, dan secara seksual dengan konjugasi gamet
menghasilkan zigot.
Penggolongan alga didasarkan pada sifat-sifat susunan kimia pigmen,
produk makanan cadangan, adanya flagella, dinding sel, organisasi sel, dan
perubahan organisme dan reproduksi. Kelompok alga yaitu : Chlorophyta (alga
hijau), Rhodophyta (alga merah), Chrysophyta (alga coklat emas, diatom),
Phaeophyta (alga coklat), Euglenophyta (kelompok euglena), dan Dinoflagellata
(kelompok dinoflagelata).
3. Tujuan Praktikum
Praktikum ini ditujukan untuk memberikan ketrampilan dan pengetahuan
dalam mengenali morfologi sel mikroorganisme secara makro dan mikro-
morfologi.
24
4. Bahan dan Alat Praktikum
4.1. Bahan praktikum
Bahan-bahan meliputi antara lain:
- Kultur bakteri Escherichia coli, Bacillus subtilis, Rhizopus oligosporus,
Aspergillus oryzae, Saccharomyces cerevisiae, actinomycetes
- Media Nutrient Agar (NA), Nutrient broth (NB), Potato Dextrose Agar
(PDA), Gorodkowa
- Air sawah/air kolam
- Akuades, air pepton
- Pewarna bakteri : tinta cina (nigrosin), safranin, methilin blue, set pewarna
Gram, Malachite Green
- Etanol
4.2. Alat praktikum
Adapun alat yang digunakan meliputi antara lain:
- Cawan petri, tabung reaksi, pipet tetes, object glass, cover glass
- Mikroskop cahaya dan mikroskop stereo
- Jarum ose
25
5.1.2. Pertumbuhan kultur hasil goresan pada agar miring
26
5.1.3. Pertumbuhan kultur hasil inokulasi tusukan pada agar tegak
27
atas api bunsen. Fiksasi bertujuan untuk mematikan bakteri secara cepat dan
melekatkan sel bakteri pada object glasstanpa merusak struktur selnya.
Keberhasilan pada preparasi pembuatan slide bakteri yaitu:
- cukup cairan tetapi tidak terlalu banyak
- ambil kultur bakteri secukupnya, ujung loop jarum ose cukup disentuhkan
pada permukaan koloni atau 1 loop ose kultur cair selanjutnya tempelkan
pada tetesan air yang sudah siap dan diratakan serata mungkin
- setelah mulai mengering dilewatkan di atas api bunsen dua kali, dibiarkan
sampai kering dengan sendirinya
Cara Kerja :
a. Bersihkan object glass dengan kapas yang dibasahi alkohol
b. Jika perlu tulislah kode atau nama bakteri pada sudut object glass dengan
spidol permanen
c. Teteskan akuades steril 1 tetes, selanjutnya inokulasi dengan 1 loop kultur
cair bakteri atau sedikit sel bakteri dari biakan padat, ratakan dipermukaan
object glass
d. Fiksasi dengan api bunsen (lewatkan di atas api 2-3 kali)
e. Setelah benar-benar kering dan tersebar selanjutnya ditetesi dengan
pewarna (dapat digunakan Methylen Blue, Safranin, CrystalViolet) dan
tunggu kurang lebih 30 detik
f. Cuci dengan akuades kemudian dikering anginkan (jika terpaksa dapat
dibantu dengan kertas tissue untuk menyerap sisa air, tanpa menggosok)
g. Periksa dengan mikroskop perbesaran 10x10, selanjutnya pindahkan ke
40x10 (jika diperlukan baru gunakan perbesaran 100x10 dengan
menambahkan minyak imersi).
28
5.2.2. Pewarnaan Negatif
Beberapa bakteri sulit diwarnai dengan zat warna basa. Tapi mudah dilihat
dengan pewarnaan negatif. Zat warna tidak akan mewarnai sel melainkan
mewarnai lingkungan sekitarnya, sehingga sel tampak transparan dengan latar
belakang hitam.
Cara Kerja:
a. Ambil dua object glass, teteskan nigrosin atau tinta cina di ujung kanan salah
satu object glass
b. Ambil kultur B. subtilis diambil lalu diulaskan atau diteteskan dalam tetesan
nigrosin tadi, lalu dicampurkan
c. Tempelkan sisi object glass yang lain kemudian gesekkan ke samping kiri
d. Biarkan preparat mengering di udara, jangan difiksasi atau dipanaskan di atas
api
e. Lakukan hal yang sama untuk E. coli.
1 2
3 4
29
5.2.3. Pewarnaan Gram
Hasil pewarnaan Gram antara kelompok bakteri yang digolongkan sebagai
Gram positif dan Gram negatif berbeda. Perbedaan keduanya disebabkan karena
masing-masing memiliki komposisi dinding sel yang berbeda. Selain ke-duanya,
beberapa spesies bakteri sering kali menunjukkan karakter yang tidak konsisten
sehingga diantara selnya dapat menunjukkan kedua sifat Gram, bakteri semacam
ini digolongkan sebagai bakteri Gram variabel.
Cara kerja:
a. Bersihkan object glass dengan kapas yang dibasahi alkohol
b. Jika perlu tulislah kode atau nama bakteri pada sudut object glass dengan
spidol permanen
c. Teteskan akuades steril 1 tetes, selanjutnya inokulasi dengan 1 loop kultur
cair bakteri atau sedikit sel bakteri dari biakan padat, ratakan dipermukaan
object glass
d. Fiksasi dengan api bunsen (lewatkan di atas api 2-3 kali)
e. Setelah benar-benar kering dan tersebar selanjutnya ditetesi dengan pewarna I
atau pewarna primer yaitu Crystal Violet (disederhanakan dengan sebutan
Gram A) dan tunggu ± 1 menit. Semua sel bakteri akan terpulas ungu jika
diamati di bawah mikroskop
f. Cuci dengan air mengalir pelan selama 5 detik, sisa air yang berlebih dapat
dibantu pembuangannya dengan dihisap menggunakan kertas tisu, tanpa
digosok atau ditekan.
g. Teteskan mordant (berupa iodine lugol) yaitu senyawa kimia yang memiliki
fungsi menguatkan ikatan atau afinitas zat warna Crystal Violet pada sel
bakteri. Mordant dibiarkan bereaksi selama ± 1 menit. Untuk
menyederhanakan penyebutan, larutan iodine lugol atau mordant dikenal
sebagai Gram B.
h. Preparat langsung ditetesi pelarut yang berperan sebagai decolorizer atau
pemucat/pelarut warna berupa larutan ethanol 96% atau aseton selama 3
detik, dan dilanjutkan dengan pencucian dengan air mengalir. Pelarut ini
merupakan pelarut organik terutama melarutkan lemak. Untuk memudahkan
penyebutan decolorizer ini dikenal sebagai Gram C.
i. Setelah masa pemucatan dan pencucian dengan air, jika preparat diamati di
bawah mikroskop akan tampak sel bakteri yang tetap berwarna ungu dan ada
yang menjadi tidak berwarna.
j. Setelah preparat bebas dari air yang berlebih, ditetesi dengan zat warna ke-
dua (counter stain) atau pewarna sekunder yaitu safranin yang bersifat
sedikit larut air, biarkan zat warna menetap selama 1 menit selanjutnya dicuci
dengan air mengalir selama 5 detik. Untuk menyederhanakan, zat warna
kedua disebuti Gram D. Setelah preparat kering, maka siap dilihat di bawah
mikroskop
30
k. Sel-sel bakteri dapat menunjukkan 3 fenomena yaitu:
a. tetap berwarna ungu yang dikenal sebagai sel-sel bakteri yang bersifat
Gram positif,
b. menjadi merah jambu pada bakteri yang bersifat Gram negatif, atau
c. muncul dalam 2 sifat ungu dan merah jambu yang dapat berarti Gram
variabel (umumnya jika sel yang dipreparasi dari kultur tua atau yang
berumur > 48 jam) atau memang bakteri memiliki sifat Gram variabel
seperti beberapa spesies Bacillus, Acinetobacter dan Arthrobacter.
Kemungkinan lain yaitu karena kultur tidak murni (dapat dicek antara lain
dengan keseragaman bentuk sel)
Cara kerja:
a. Bersihkan object glass dengan kapas yang dibasahi alkohol
b. Jika perlu tulislah kode atau nama bakteri pada sudut object glass dengan
spidol permanen
c. Teteskan akuades steril 1 tetes, selanjutnya inokulasi dengan 1 loop kultur
cair atau sedikit sel dari biakan padat bakteri Bacillus subtilis umur 48 jam,
ratakan dipermukaan object glass
d. Fiksasi dengan api bunsen (lewatkan di atas api 2-3 kali), tutup permukaan
dengan kertas yang memiliki kemampuan mengabsorbsi seperti kertas
merang atau kertas tisue tebal.
e. Tetesi kertas yang menutup preparat dengan Malachite Greenhingga jenuh
dan tempatkan gelas preparat tersebut pada holder dengan posisi rata
mendatar di atas penangas air mendidih, biarkan 3-5 menit. Jika bagian
pinggir mulai mengering, dilakukan penetesan ulang Malachite Green
secukupnya jangan berlebih agar tidak menurunkan suhu preparat
f. Setelah waktu 3-5 menit selesai, ambil kertas dengan pinset dan preparat
dicuci dengan air mengalir dan keringkan
g. Dilakukan pewarnaan counterstain dengan safranin 0,5% selama 45 detik,
selanjutnya cuci dengan air mengalir, keringkan dan siap diamati
h. Pada pengamatan di bawah mikroskop, sel bakteri akan terpulas merah jambu
karena safranin dan endospora akan terpulas kehijauan karena malachite
green.
31
5.2.5. Mengamati Motilitas Bakteri
5.2.5.a. Pengamatan langsung
Cara Kerja :
a. Siapkan gelas benda/object glass yang sudah dibersihkan dengan alkohol
b. Teteskan 2-3 tetes air steril, selanjutnya ambil 1 ose kultur cair bakteri B.
subtilis dan E. coli ke object glassatau biakan padat dengan sel minimal, dan
diinokulasikan ke air pada permukaan object glass.
c. Tutup dengan cover glass
d. Amati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40x10. Bakteri akan
tampak transparan dan pola pergerakannya tidak beraturan. Catat dan
gambarkan pola gerakan.
32
d. Ketika masih lembab, teteskan methilene blue preparat ditutup dengan gelas
penutup. Sel yeast akan segera menyerap zat warna sehingga sel menjadi biru
e. Amati dengan perbesaran 10x40, jika perlu dapat pula menggunakan
perbesaran 10x100 dengan penambahan minyak emersi.
33
e. Inkubasi pada suhu kamar selama 2-3x24 jam
f. Ambil preparat dan amati di bawah mikroskop : tipe hifa aerial dan substrat,
percabangan hifa, sporangiofor/konidiofor, sporangium/konidia, dll.
Cara kerja:
a. Putar lensa okuler dan buka tabungnya, letakkan mikrometer okuler pada
tabung lensa kuler, ulir dikencangkan lagi dan okuler dipasang kembali
pada tempatnya
b. Letakkan mikrometer objektif pada meja benda
10 XSkala objektif(µm)
= Skala okuler
34
5.4.2. Penentuan ukuran mikroorganisme
Cara kerja:
a. Lepaskan mikrometer objektif dari meja benda.
b. Ganti dengan preparat ulas yang telah disiapkan
c. Cari fokus dari preparat tersebut dengan perbesaran yang sama.
d. Hitung berapa panjang sel dengan menghitung skala mikrometer okuler.
e. Jika diperlukan hitung lebar sel dengan cara yang sama. Tabung lensa okuler
dapat diputar dan dicari posisi yang pas.
f. Hitung panjang dan lebar sel sebenarnya :
x skala okuler X hasil kalibrasi
y skala okuler X hasil kalibrasi
misalnya : 5 X 1,54 = 7,7 µm
2 X 1,54 = 3,08 µm
35
terhadap bentuk koloni, diameter koloni, warna koloni, adanya pigmen terdifusi ke
medium.
c. Pengamatan miselium : disediakan object glass yang ditetesi akuades steril atau
lactophenol, sebagian miselium aerial diambil menggunakan batang steril yang
dibasahi akuades steril, usapkan pada tetesan akuades atau lactophenol pada object
glass, kemudian tutup dengan cover glass. Preparat diamati di bawah mikroskop
dengan perbesaran 400x. Pengamatan ditujukan terhadap bentuk miselium, sifat
miselium (terfragmentasi menjadi bentuk batang atau cocoid atau tidak),
percabangan khas miselium dan keberadaan sporangiofor/konidiofor dan
spora/konidia.
d. Hasil pengamatan dicatat atau digambar.
36
ACARA V. PENGHITUNGAN JUMLAH
MIKROORGANISME
Kompetensi
Setelah melakukan kegiatan praktikum ini mahasiswa dapat melakukan
perhitungan mikroorganisme dengan cara langsung dan tidak langsung
2. Landasan Teori
Penghitungan jumlah sel atau biomassa dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Dalam penghitungan sel dikenal cara penghitungan langsung dan tidak
langsung. Penghitungan langsung yang paling umum yaitu menggunakan bantuan
hemositometer. Penghitungan ini umum digunakan untuk bakteri, archaea, yeast
dan mikroalgae uniseluler. Penghitungan secara tidak langsung dapat dilakukan
antara lain dengan penghitungan bakteri atau cendawan secara plate count,
penghitungan bakteri secara MPN (the Most Probable Number), berat biomassa,
atau didasarkan kekeruhan yang dibaca sebagai absorbansi menggunakan
spektofotometer.
3. Tujuan Praktikum
Menghitung jumlah sel mikroorganisme, yang meliputi penhitungan
langsung dengan hemositometer dan secara tidak langsung dengan penghitungan
koloni dengan metode plate count (pour-plate dan spread-plate) dan metode Most
Probable Number (MPN).
37
5. Cara Kerja Praktikum
5.1. Menentukan jumlah mikroorganisme (enumerasi)
5.1.1. Penghitungan bakteri secara tidak langsung
5.1.1.1. Plate Count Method (hitungan cawan)
Platecount / viable count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel
mikroorganisme hidup akan tumbuh menjadi satu koloni pada media pertumbuhan
oleh sebab itu satuan penghitungan adalah CFU (Colony Forming Unit). Setelah
diinkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau
dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut. Karena untuk
melihat koloni memerlukan waktu yang umumnya 1-2 hari setelah ditabur, maka
dikatakan sebagai penghitungan secara tidak langsung.
Pada kenyataannya koloni yang tumbuh tidak selalu berasal dari satu sel.
Sehingga jika diperlukan kondisi kultur murni, maka masih diperlukan satu
tindakan lanjut misalnya dengan teknik streak.
Pada penghitungan koloni hasil plate count, maka setiap satuan noda yang
terbentuk diasumsikan satu koloni kecuali memiliki batas jelas yang menunjukkan
sebagai 2 atau lebih koloni yang tumbuh saling bersinggungan. Dalam kasus ini
maka tiap noda dengan batas jelas dianggap satu koloni.
Penghitungan koloni secara plate count memilki standar yaitu, bahwa
penghitungan atau cawan yang dapat digunakan sebagai sumber data harus
memeuhi kriteria berikut:
1. Tiap cawan petri berisi antara 30-300 koloni
2. Tidak ada koloni spreader yang melebihi setengah luas cawan petri
3. Bila ada 2 cawan, masing-masing dari pengenceran rendah dan tinggi
yang berurutan dengan jumlah koloni 30-300 dan hasil bagi dari jumlah
koloni pengenceran tertinggi dan terendah ≤ 2, maka jumlah yang
dilaporkan adalah nilai rata-rata. Jika hasil bagi dari pengenceran
tertinggi dan terendah > 2 maka jumlah yang dilaporkan adalah dari
cawan dengan pengenceran terendah.
4. Apabila setiap pengenceran digunakan 2 cawan petri (duplo), maka
jumlah angka yang digunakan adalah rata-rata dari kedua nilai jumlah
total koloni.
Jika koloni yang tumbuh lebih dari 300 maka digolongkan sebagai tidak
dapat dihitung.Pada kasus khusus, misalnya tidak ada satupun yang memenuhi
kriteria antara 30-300, maka selama masih dapat dihitung maka data dapat
digunakan tetapi tidak memenuhi standar. Dalam pelaporannya diberi tanda
khusus.
Cara menghitung sel relatif / CFU’s per ml :
CFU’s / ml = jumlah koloni X faktor pengenceran
Misal : penanaman dilakukan dari tabung pengenceran 10 -6 dengan metode
Spread Plate dan Pour Plate :
Spread plate : koloni = 50 = 50 x 106 CFU’s / 0,1 ml
38
Fp = 1/106 = 50 000 000 CFU’s / 0,1 ml
SP = 0,1 ml = 500 000 000 CFU’s / ml = 5x108 CFU’s / ml
Pour plate : koloni = 50 = 50 x 106 CFU’s / 1 ml
Fp = 1/106 = 50 000 000 CFU’s / 0,1 ml
SP = 1 ml = 5x107 CFU’s / ml
Fp (faktor pengencer)
Cara kerja :
a. Sebanyak 1 mg tanah ditambahkann ke 9 ml akuades steril, sehingga
diperoleh suspense pengenceran sampel 10-1.
b. Sebanyak 1 ml suspense pengenceran 10-1 ditambahkan ke 9 ml akuades
steril, sehingga diperoleh suspense pengenceran 10-2. Demikian seterusnya
hingga diperoleh suspense pengenceran 10-6.
c. Pembiakan secara tuang (pour plate method) :Suspense pengenceran 10-4,
10-5, dan 10-6, masing-masing diambil 1 ml, diteteskan ke cawan petri
steril. Setiap perlakuan diulang dua kali (duplo). Kemudian setiap cawan
ditambahkan 15 ml medium agar yang mencair dan hangat, dicampurkan
merata dengan cara menggoyang membentuk angka delapan. Biakan
dibiarkan memadat, kemudian diinkubasi selama 24 jam secara terbalik
pada suhu ruang.
d. Pembiaakan secara sebar (spread plate method) : suspense pengenceran
10-4, 10-5, dan 10-6, masing-masing diambil 0,1 ml, diteteskan ke atas
medium agar yang sudah memadat di dalam cawan. Suspensi diratakan ke
seluruh permukaan medium dengan batang drugalsky. Biakan kemudian
diinkubasi selama 24 jam secara terbalik pada suhu ruang.
e. Koloni yang tumbuh dihitung sesuai dengan ketentuan di atas.
Cara kerja :
a. 3 tabung berisi 9 ml LBDS dan 6 tabung berisi 9 ml LBSS disiapkan
lengkap dengan tabung Durham. Tabung diatur menjadi 3 seri.
39
b. Botol yang berisi sampel air dikocok. Sampel air dipipet menggunakan
pipet ukur 10 ml ke 3 tabung LBDS masing-masing 10 ml secara aseptis.
c. Sampel air dipipet menggunakan pipet ukur 1 ml ke 3 tabung LBSS
masing-masing 1 ml secara aseptis.
d. Sampel air dipipet ke 3 tabung LBSS masing-masing 0,1 ml secara aseptis.
e. Semua tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam.
f. Tabung positif diamati bila terbentuk kekeruhan dan adanya gas dalam
tabung Durham. Jumlah tabung positif pada setiap seri dicatat, kombinasi
tabung positif dicocokkan dengan table MPN.
g. Table MPN menunjukkan jumlah bakteri / 100 ml dengan tingkat
kepercayaan 95%. Misal angka kombinasi positif 3-2-1 maka jumlah
bakteri adalah 150 sel/100 ml
40
Misal :
didapatkan kombinasi jumlah tabung positif : 321 maka jumlah bakteri coliform
adalah 150 sel/100 ml.
41
5.1.1.3. Penghitungan Bakteri berdasarkan Metode Turbidimetri
Penghitungan jumlah sel bakteri dapat dilakukan dengan metode
turbidimetri (metode kekeruhan) menggunakan spectrophotometer. Metode ini
merupakan metode yang cepat untuk menghitung jumlah mikroba dalam suatu
larutan secara tidak langsung. Mikroba dalam suatu bahan cair dapat dideteksi
berdasarkan kekeruhannya. Pengukuran kekeruhan dilakukan pada panjang
gelombang 600-700 nm.
0,1
mL
Inkubasi 1x24 jam
NB Ukur absorbansi
Dimasukkan ke dalam
persamaan kurva standar
42
bakteri yang tersuspensi akan memenuhi volume ruang hitung tersebut sehingga
jumlah bakteri per satuan volume dapat diketahui.
43
Luas kotak sedang :
=pxl
= 0,2 x 0,2 = 0,04 mm2
Volume kotak sedang := 0,04 mm2 x 0,1 mm= 0,004 mm3
Karena 1 ml = 1cm2
Maka : 0,004 mm3 = 0,000004 cm3 = 4x10-6 ml
Jumlah sel/ml dalam kotak sedang hemositometer :
= jumlah sel/4x10-6 ml
= (jumlah sel/4) x 106
= jumlah sel x (¼) x 106
= jumlah sel x 2,5 x 105
jadi misalnya diperoleh:20 sel dalam satu kotak sedang maka jumlah sel
keseluruhan :
= 20 x (1/4) x 106 = 5 x 106 sel/ml
44
g. Hitung sampel dari 5 kotak sedang. Hasil perhitungan dirata-rata
kemudian hasil rataan dimasukkan rumus untuk kotak sedang. Jika
dilakukan pengenceran maka jumlah sel/ml dikalikan faktor
pengenceran.
45
ACARA VI. EFEK OLIGODINAMIK DAN DAYA KERJA ZAT
ANTIMIKROORGANISME
1. Kompetensi
Mahasiswa dapat membedakan antara antiseptik, disinfektan, zat
antimikroba dan menguji daya kerja zat antimikroba
2. Landasan Teori
Oligodinamik berasal dari bahasa latinoligos yang berarti beberapa dan
dynamis yang berarti daya. Efek oligodinamik adalah efek toksik yang dihasilkan
oleh ion-ion logam terhadap virus dan sel-sel mikroorganisme meskipun pada
konsentrasi rendah.
Pengendalian mikroorganisme pada umumnya dilakukan dengan tindakan
fisik dan kimiawi. Dikenal beragam tindakan fisik untuk pengendalian
mikroorganisme seperti pemanasan, pasteurisasi, sterilisasi dengan uap panas
bertekanan, filtrasi dengan penyaring bakteri, filtrasi udara dengan glass wool.
Adapun untuk penggunaan bahan kiwiawi dapat dilakukan dengan antiseptik,
disinfektan dan senyawa antibiotik.
Pada beberapa kasus antiseptik dan disinfektan bicara pada substansi
kimiawi yang sama. Hal ini disebabkan karena antiseptik didefinisikan sebagai
semua persenyawaan kimiawi yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme pada tubuh organisme atau jaringan organisma (misalnya kulit).
Sebagai contoh adalah penggunaan alkohol untuk mengusap bagian tubuh yang
akan disuntik. Adapun yang dimaksud dengan disinfektan adalah semua
persenyawaan kimiawi yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme pada permukaan benda. Sebagai contoh dalam hal ini adalah
penggunaan alkohol untuk mengusap permukaan meja kerja sebelum digunakan,
agar meja kerja bebas bakteri. Atau penggunaan alkohol untuk mengusap mulut
dispenser saat memasang tabung galon air, agar bagian tersebut bebas dari bakteri.
Adapun istilah antimikroorganisme sesungguhnya merujuk kesemua
senyawa kimiawi, termasuk logam yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroorganisme. Jika senyawa tersebut mampu bekerja dalam
konsentrasi yang sangat rendah, maka senyawa tersebut dikategorikan sebagai
antibiotik. Pada awal sejarahnya antibiotik selalu berasal dari mikroorganisma,
tetapi sekarang dikenal antibiotik sintetik dan semisintetik, adapun kata kuncinya
tetap yaitu mampu menghambat atau membunuh mikroorganisme pada
konsentrasi yang sangat rendah.
Antibiotik dapat berupa senyawa yang membunuh atau menekan bakteri
atau jamur. Mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat pertumbuhan sel
antara lain:
1. Menghambat sintesis dinding sel
46
2. Merusak permeabilitas membran sel.
3. Menghambat sintesis RNA (proses transkripsi)
4. Menghambat sintesis protein (proses translasi).
5. Menghambat replikasi DNA.
Pengertian pengendalian sebenarnya memiliki beragam makna yaitu:
1. Menekan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
2. Membunuh mikroorganisme
3. Menurunkan jumlah mikroorganisme ke jumlah minimal sehingga tidak
membahayakan
4. Mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada bahan atau alat.
Pengertian dan jenis disinfektan :
Zat antimikroorganisme adalah senyawa yang dapat membunuh (microbicidal) atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatic). Efektivitas
antimikroorganisme, disinfektan dan antiseptik dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu:
1. Konsentrasi
2. Waktu terpapar
3. Jenis mikroorganisme
4. Kondisi lingkungan seperti pH, suhu
Beberapa jenis disinfektan diantaranya adalah:
Jenis Keterangan
Senyawa fenol : Merusak membran sel, mendenaturasi
Fenol, Cresol, protein dengan konsentrasi efektif 2-5%
Hexaclhorophene
Recorcinol, Thymol
Alkohol : Merupakan senyawa pelarut lemak,
Ethyl menyebabkan denaturasi dan koagulasi
Isopropil protein dengan konsentrasi efektif 60-96%
Senyawa halogen : Merupakan agen pengoksidasi,
Senyawa khlorin : menyebabkan presipitasi protein. Khlorin
Sodium hipochlorite bereaksi dengan air membentuk asam
Chloramine hipokhlorit yang bersifat bakterisidal
Senyawa iodine :
Povidone-iodine (betadine)
Logam berat : Senyawa logam berat bereaksi dengan
Senyawa Hg gugus SH (sufihidril) pada enzim yang
Senyawa Zn menyebabkan denaturasi.
Senyawa Cu dll.
Agen aktif permukaan : Menciptakan tegangan permukaan yang
Sabun rendah, merusak membran sel dan
Detergen memindahkan (mengumpulkan) sel secara
47
emulsifier mekanis.
Senyawa kationik : Menyebabkan tegangan permukaan menjadi
Senyawa amonium kuartener rendah
benzalconiumclhoride
Senyawa anionik : Memiliki daya kerja ketika berikatan
Sodium Tertradecyl Sulphate dengan senyawa aktif permukaan
Asam (H+) Merusak dinding dan membran sel
Basa (OH-) Koagulasi protein
Pewarna : Memiliki afinitas terhadap asam nukleat
CrystalViolet
3. Tujuan Praktikum
Kegiatan praktikum ini ditujukan untuk membekali mahasiswa dalam
memahami pengertian antiseptik, disinfeksi, antimikroorganisme dan antibiotik;
ragam senyawa tersebut dan cara kerja senyawa tersebut serta metoda
pengujiannya.
5. Cara Kerja
5.1. Pengujian zat disinfektan dengan kertas cakram
Cara kerja :
a. Inokulasikan E.coli dan Bacillus sp. pada NA cawan sengan streak
kontinyu.
b. Kertas cakram steril dicelupkan ke dalam larutan disinfektan (alkohol 70%,
Lysol 5%, betadin, dan hipoklorit 5%). Setelah diangkat danditiriskan.
c. Kertas cakram diletakkan dipermukaan agar dengan pinset. Tekan dengan
pinset supaya kertas cakram benar-benar menempel pada agar.
d. Inkubasi selama 48 jam pada 37 0C.
e. Zona hambat yang terbentuk diukur diameternya, bandingkan daya kerja
berbagai disinfektan.
48
5.2. Pengujian pengaruh oligodinamik
Logam-logam berat seperti Hg, Cu, Ag dan Pb bersifat racun terhadap sel
meskipun hanya dalam kadar rendah. Logam mengalami ionisasi dan ion-ion
tersebut bereaksi dengan bagian sulfihidril pada protein sel sehingga
menyebabkan denaturasi. Daya hambat atau mematikan dari logam dengan
konsentrasi yang rendah disebut daya oligodinamik.
Cara Kerja :
a. Inokulasikan E.coli dan Bacillus sp. pada cawan NA membuat lawn bakteri
(menumbuhkan koloni bakteri merata di seluruh permukaan media
b. Letakan koin tembaga dan seng ke dalam cawan dengan pinset
c. Inkubasi 370C selama 48 jam
d. Ukur diameter zona hambat yang terbentuk dengan mengukur daerah yang
jernih atau tidak ada pertumbuhan
49
5.3. Pengujian antibiotik
Prosedur difusi-kertas cakram-agar standar (metode Kirby-Bauer)
merupakan cara untuk menentukan sensitivitas antibiotik untuk bakteri.
Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan oleh diameter zona
hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka semakin terhambat
pertumbuhannya, sehingga diperlukan standar acuan untuk menentukan apakah
bakteri itu resisten atau peka terhadap suatu antibiotik.
Faktor yang mempengaruhi metode Kirby-Bauer :
- Spesies bakteri yang diuji
- Konsentrasi inokulum. Semakin pekat inokulum maka dapat menghambat
kerja antibiotik.
- Media. Antibiotik yang terdapat dalam cakram akan berdifusi ke dalam agar
sehingga kedalaman (ketebalan), konsentrasi media dan kualitas agar
berpengaruh terhadap difusi tersebut.
- Jenis antibiotik
- pH medium.
50
Tabel interpretasi pengujian antibiotik (diameter zona hambat dalam mm) :
51
ACARA VII. AKTIVITAS ENZIMATIS MIKROORGANISME
1. Kompetensi
Mahasiswa dapat melakukan beberapa teknik uji aktivitas enzimatik.
2. Landasan Teori
Salah satu teknik dasar kerja mikrobiologi adalah eksaminasi, atau
pengujian. Kegiatan pengujian terhadap mikroorganisme antara lain dapat dilihat
pada kemampuan biokimiawinya yaitu kemampuan menggunakan beragam
sumber karbon.
Mikroorganisme memerlukan C sebagai salah satu makronutrien. Untuk
mendapatkannya maka mikroorganisme harus mengambil dari lingkungan, akan
tetapi bahwa membawa masuk sumber karbon itu memerlukan usaha lain di
antaranya yaitu memecah sumber C komplek menjadi molekul sederhana
sehingga mudah ditransport ke dalam sel.
Tidak semua mikroorganisme dapat menggunakan sumber C yang sama.
Kemampuan enzimatik tersebut menjadi salah satu parameter eksaminasi suatu
mikroorganisme. Sesungguhnya bukan hanya enzim pemecah senyawa C tetapi
karakter lain meliputi enzim-enzim yang berperan pada pemecahan protein, lemak
dan enzim-enzim respirasi.
3. Tujuan Praktikum
Praktikum ini ditujukan untuk memperkenalkan mahasiswa pada teknik-
teknik pengujian mikroorganisme berdasarkan kemampuan enzimatiknya.
5. Cara Kerja
5.1. Uji Amilolitik
Amilum adalah senyawa yang memiliki berat molekul tinggi, terdiri atas
polimer glukosa yang bercabang-cabang yang diikat dengan ikatan glikosidik.
Degradasi amilum membutuhkan enzim amilase yang akan
memecah/menghidrolisis menjadi polisakarida yang lebih pendek (dextrin), dan
52
selanjutnya menjadi maltosa. Hidrolisis akhir maltosa menghasilkan glukosa
terlarut yang dapat ditransport masuk ke dalam sel.
Prosedur di bawah ini menunjukkan aktivitas amilase. Indikator yang
dipakai adalah iodine. Amilum akan bereaksi dengan iodine membentuk komplex
warna biru hitam yang terlihat pada media. Warna biru hitam terjadi jika iodine
masuk ke dalam bagian kosong pada amilum yang berbentuk spiral.
Cara Kerja :
a. Inokulasi medium Starch Agar dengan E.coli dan Bacillus sp. secara streak.
b. Inkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC
c. Setelah selesai inkubasi, tetesi cawan dengan lugol’s iodine secukupnya
sehingga seluruh permukaan terkena.
d. Hidrolisis zat pati terlihat sebagai zona jernih di sekeliling koloni,
sedangkan hasil negatif di sekitar koloni tetap berwarna biru hitam.
Cara Kerja :
a. Inokulasikan Bacillus sp. dan E. coli pada RhodamineAgar (NA-OliveOil-
Rhodamine)
b. Inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.
c. Letakkan cawan dalam UV cabinet, kemudian nyalakan lampu UV pada
panjang gelombang 366 nm. Lipolitik positif ditunjukkan adanya
floresensi berwarna orange di sekitar koloni. Hasil negatif, jika koloni
tidak berpendar.
53
5.3. Uji proteolitik
Uji proteolitik yang dilakukan dalam praktikum ini adalah untuk
mengetahui adanya hidrolisis kasein. Kasein merupakan protein penyusun
sebagian besar susu yang terdiri dari polimer asam amino yang diikan oleh ikatan
peptida. Kasein dapat didegradasi oleh enzim setahap demi setahap menjadi
pepton, polipeptida, dipeptida dan molekul penyusunnya, asam amino. Proses ini
dinamakan peptonisasi atau proteolisis yang dikatalisis oleh enzim ekstraseluler
protease. Prosedur hidrolisis kasein menggunakan media Skim Milk Agar yang
mengandung kasein. Protein susu menampakkan kekeruhan (koloid). Hidrolisis
protein oleh enzim menyebabkan kekeruhan tersebut hilang yang ditunjukkan oleh
zona jernih.
Cara Kerja :
a. Inokulasikan Bacillus sp. dan E. coli padaSkim Milk Agar (SMA)
b. Inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.
c. Aktivitas proteolitik ditunjukkan oleh terbentuknya zone jernih di sekeliling
koloni.
54
5.4. Uji Oksidase
Enzim oksidase memegang peranan penting dalam transport elektron selama
respirasi aerobik. Sitokrom oksidase mengkatalisis oksidasi dan reduksi sitokrom
oleh molekul oksigen. Kemampuan bakteri memproduksi sitokrom oksidase dapat
diketahui dari reaksi yang ditimbulkan setelah pemberian reagen oksidase
tetramethyl-p-phenylenediaminedihydrocloride pada koloni bakteri. Reaksi positif
ditandai pembentukan warna biru kehitaman. Tidak adanya perubahan warna
mengindikasikan bahwa uji yang dilakukan negatif.
Cara Kerja :
a. Koloni bakteri diambil satu ose, oleskan pada kertas saring lembab.
b. Tetesi dengan reagen, lalu lihat perubahan yang terjadi
c. Jika warna berubah menjadi biru marun maka hasil uji positif, sedangkan
bila tidak terjadi perubahan maka hasil uji negatif. Hasil uji positif tertunda
jika warna biru muncul antara 10-60 detik setelah ditetesi.
Cara Kerja :
a. Koloni bakteri umur 24 jam diambil satu ose secara aseptis dan
diinokulasikan pada object glass.
b. Dengan menggunakan pipet tetes, H2O2 diteteskan pada object glass
secukupnya.
c. Amati adanya gelembung untuk hasil positif dan tidak ada gelembung
untuk hasil negatif.
55
ACARA VIII. FAKTOR LINGKUNGAN YANG
BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN
MIKROORGANISME
Landasan Teori
Tujuan Praktikum
Praktikum ini ditujukan untuk memperkenalkan mahasiswa pada teknik-
teknik pengujian mikroba berdasarkan kemampuan enzimatiknya.
56
Cara Kerja
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan mikroorganisme
Berdasarkan suhu optimum untuk pertumbuhannya.
mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu, Psikrofilik (suhu
optimum tumbuh 0-200C), Mesofilik (suhu optimum tumbuh 25-400C),
dan Termofilik (suhu optimum tumbuh 50-1000C). Suhu merupakan faktor
lingkungan yang sangat menentukan kehidupan mikroorganisme, pengaruh
suhu berhubungan dengan aktivitas enzim. Suhu rendah menyebabkan
aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat mendenaturasi
protein enzim.
Cara Kerja :
Inokulasikan kultur bakteri E.coli atau Bacillus
subtilis menggunakan jarum ose pada 4 tabung
yang berisi media Nutrient Broth lalu diberi
label sesuai suhu inkubasinya.
Suhu inkubasi yang digunakan adalah 100C,
suhu ruang, 370C, dan 500C.
Setelah itu diinkubasi selama 48 jam,
bandingkan derajat kekeruhannya.
57
Cara Kerja:
Sediakan 4 tabung media Nutrient Broth yang telah ditambahkan NaCl
masing-masing dengan konsentrasi 0%, 0,85%, 5%, dan 10%.
Inokulasikan kultur bakteri E.coli atau Bacillus subtilis pada tabung tersebut
kemudian diberi label sesuai dengan kultur yang digunakan dan konsentrasi
NaCl yang digunakan.
Inkubasi selama 48 jam pada suhu ruang dan bandingkan derajat
kekeruhannya.
58
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroorgansime
pH berpengaruh terhadap sel dengan mempengaruhi metabolisme, pada
umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral (7,0) namun adapula
beberapa genus bakteri yang mampu tumbuh pada kondisi lingkungan yang
asam atau basa. Hal ini berkaitan dengan enzim yang bekerja di dalam sel
mikroorganisme tersebut, saat pH lingkungan tidak sesuai maka enzim tidak
bekerja secara optimal dan berlaku sebaliknya. Berdasarkan nilai pH yang
dibutuhkan untuk pertumbuhannya maka mikroorganisme dapat dikelompokkan
menjadi 3 kelompok, yaitu Asidofilik (kisaran pH 2,0-5,0),
Mesofilik/Neutrofilik (kisaran pH 5,5-8,0), dan Alkalofilik (kisaran pH 8,5-11,0)
Cara Kerja :
Buatlah tabung reaksi berisi media NB dengan pH yang telah diatur
sebelumnya (pH 3, 7 dan 9)
Inokulasi tiap tabung dengan Bacillus subtilis atau E.coli lalu diinkubasi pada
suhu ruang selama 48 jam
Amati perbedaan kekeruhan pada tiap nilai pH
59
DAFTAR REFERENSI
G.I. Barrow and R.K.A. Feltham. 1993. Cowan and Steel’s. Manual for the
Identification of Mediacal Bacteria. Third Edition. Cambridge University
Press.
Lansing M.Prescott, Harley John P., Kleien Donald,A. 2005. Microbiology. Sixth
Edition. The Mc Graw-Hill Company,Inc. New York.
60