A. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan praktik profesi Stase Research Patient Centered Care dilakukan selama 4 minggu
termasuk seminar mini research. Secara umum kegiatan praktik yang dilakukan selama 4 minggu
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Sebagai penunjang praktik klinik, sangat dianjurkan untuk memiliki seperangkat alat praktik klinik
pribadi (Nursing Kit), yang berisi :
1. Penlight/senter kecil
4. Termometer aksila
5. Stetoskop
6. Pinset anatomis
7. Gunting plester
8. Meteran
9. Jam detik
10. Masker
BAB 5
PROSES EVALUASI
A. Tujuan Evaluasi
Secara umum evaluasi klinik tahap profesi keperawatan gawat darurat dan kritis lanjutan,
bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi mahasiswa dalam melaksanakan dan
menerapkan peran perawat peneliti pada area kegawatdaruratan dan keperawatan kritis.
D. Kriteria Kelulusan
Mahasiswa dinyatakan lulus jika :
1. Jika pada hasil penilaian evaluasi proses dan nilai minimal 78 pada penilaian pelaksanaan
seminar mini research dan Studi Kasus.
2. Memenuhi kehadiran 100%.
Mematuhi semua tata tertib termasuk tata tertib yang terdapat pada buku pedoman
mahasiswa.
1. Mahasiswa wajib membawa buku panduan praktik profesi setiap hari selama praktik klinik
Keperawatan gawat darurat dan kritis lanjutan.
2. Mahasiswa wajib memahami dan mempu menggunakan isi buku panduan ini.
a. Proses dalam pelaksanaan kasus
1) Di setiap ruangan mahasiswa diwajibkan mengambil kasus yang ditemukan
2) Dalam pelaksanaan kasus tersebut tersebut mahasiswa dapat berpedoman pada
kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan kasus dan diperkaya dengan buku-buku
referensi lainnya.
3) Bila mahasiswa sudah melakukan asuhan keperawatan: pengkajian, penetapan diagnose
keperawatan dan tujuan, serta melakukan tindakan dan evaluasi, mahasiswa membuat
cek list pada point-point yang sesuai.
4) Pembimbing memberikan evaluasi berupa, sebagai evaluasi proses mahasiswa.
b. Penggunaan daftar diskusi
1) Mahasiswa menuliskan topik diskusi sesuai yang telah dibahas di setiap ruangan dengan
pembimbing.
2) Daftar diskusi harus diparaf oleh pembimbing.
c. Penggunaan dokumentasi studi kasus
1) LP wajib di buat oelh mahasiswa, pembimbing berhak untuk tidak mengijinkan mahasiswa
melakukan praktik klinik, jika mahasiswa dianggap tidak memahami dan membuat LP
tersebut.
2) Mahasiswa membuat proses keperawatan yang sesuai dengan kasus di lembaran
RENPRA yang telah ditetapkan institusi.
3) Dokomentasi implementasi keperawatan sehari-hari ditulis pada format milik rumah sakit.
4) Dokumentasi sehari-hari juga di buat lembaran tindakan keperwatan milik mahasiswa dan
evaluasi (SOAP) pada lembaran milik mahasiswa.
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN (PARAF DARI PRESEPTOR KLINIK & AKADEMIK, SEBELUM
SEMINAR)
LEMBAR PENGESAHAN (PARAF DARI PRESEPTOR KLINIK & AKADEMIK, SETELAH DIREVISI)
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1) Umum
2) Khusus
D. Manfaat
BAB 2 Tinjauan Pustaka
A. Pengertian
B. Etiologi/Penyebab
C. Klasifikasi
D. Epidemiologi
E. Jurnal Terkait
BAB 3 Metode Penelitian dan Instrumen Penelitian
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
BAB 5 Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka (minimal 10 referensi sumber pustaka)
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL KASUS :
NAMA KELOMPOK : 1.
2.
3.
Banjarmasin,……………….2019
Menyetujui,
…………………………………. ………………………………….
NIK. ..................... NIK. ......................
Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan
........................................................
NIK. ...................................
LEMBAR PERSETUJUAN
Menyetujui,
…………………………………. ………………………………….
NIK. ..................... NIK. ......................
Petunjuk Penilaian:
Nilai 84 – 100 : sangat mampu
Nilai 66 – 83 : mampu
Nilai 48 – 65 : cukup mampu
Nilai 41 – 47 : kurang mampu
Nilai ≤ 40 : tidak mampu
……………………………………………
Petunjuk Penilaian:
Nilai 84 – 100 : sangat mampu
Nilai 66 – 83 : mampu
Nilai 48 – 65 : cukup mampu
Nilai 41 – 47 : kurang mampu
Nilai ≤ 40 : tidak mampu
…………………………………………
Petunjuk Penilaian:
Nilai 84 – 100 : sangat mampu
Nilai 66 – 83 : mampu
Nilai 48 – 65 : cukup mampu
Nilai 41 – 47 : kurang mampu
Nilai ≤ 40 : tidak mampu
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 = =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑎𝑛
Banjarmasin, ……………………… 2019
Penilai/ Preseptor
……………………………………
Kelompok :……………………………………………
Nama Mahasiswa :……………………………………………
Tempat Praktik :……………………………………………
Nama Pembimbing :……………………………………………
Materi Bimbingan Paraf
No. Hari/ Tanggal Nama Preseptor
Saran Preseptor
Banjarmasin,………………2019
Koordinator stase Research on Patience
Centered Care
.........................................................
NIK. .................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian nomor satu di dunia.
Penyakit ini bukan hanya menjadi masalah di negara maju, tetapi juga di negara berkembang
seperti di Indonesia. Menurut estimasi para ahli di World Health Organization (WHO), setiap
tahun sekitar 50% penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah
(cardiovascular). Sebagian besar (± 98%) disebabkan oleh arterosklerosis pada arteria koronaria,
sedangkan penyebab lain hanya sekitar 2% (Aaronson, dkk, 2010).
Berdasarkan laporan World Health Statistic tahun 2008, tercatat 17,1 juta orang
meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan diperkirakan angka ini akan meningkat
terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia (Soeharto, 2004). Di negara berkembang
dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat
137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih
rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada wanita. Ditahun 2020 diperkirakan penyakit
kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit
jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecaca-tan nomor satu di dunia (Soeharto,
2004).
Di Indonesia penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan secara berkala oleh
Depertemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler memberikan kontribusi
sebesar 19,8% dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1998 (Perki, 2003).
Jantung merupakan sebuah organ unik yang mampu memproduksi muatan listrik. Hal ini
telah dibuktikan oleh Von Kolliker (1855) melalui preparat yang dikenal sebagai rheoscopic frog,
yaitu bila saraf dari otot gastrocnemius katak direntangkan pada permukaan jantung yang
sedang berdenyut, maka otot tersebut itu akan ikut terkontraksi sesuai dengan irama denyut
jantung (Karim, 2006). Tubuh merupakan sebuah konduktor yang baik, maka impuls listrik yang
dibentuk oleh jantung dapat menjalar ke seluruh tubuh sehingga potensial arus bioelektrik yang
dipancarkan oleh jantung dapat diukur dengan mesin electrocardiograf (ECG) melalui elektrode-
elektrode yang diletakkan pada berbagai posisi di permukaan tubuh. Grafik yang tercatat melalui
rekaman ini disebut elektrokardiogram, biasa disingkat EKG. Pada pasien penyakit jantung
secara rutin dilakukan perekaman EKG yaitu minimal satu kali perhari atau sewaktu-waktu bila
didapatkan keluhan atau perubahan klinis pada pasien, misalnya bila pasien tiba-tiba mengeluh
nyeri dada, maka harus segera dilakukan perekaman EKG ulang. (Karim, 2006).
Gelombang, segmen, dan komplek pada EKG dihasilkan oleh aktivitas listrik jantung,
akan tetapi jika terdapat gangguan defleksi yang lain maka disebut artifak. Penyebab artifak
adalah konduktor antara elektrode dan kulit kurang baik, elektrode kering, kotor, ataupun lepas,
pasien bergerak, tremor, mesin EKG rusak, kabel sadapan putus, ground listrik jelek (James,
2008).
EKG merupakan alat bantu diagnostik yang penting untuk mengetahui kelainan seperti
hipertropi atrium dan ventrikel, iskemia/ infark miokard, pericarditis, efek beberapa pengobatan
terutama digitalis dan anti aritmia, kelainan EKG serta untuk menilai fungsi pacu jantung. Peran
perawat dalam hal ini adalah melaksanakan tindakan perekaman EKG dan menginterpretasikan
hasil EKG yang selanjutnya kita kolaborasikan dengan tim medis untuk mendapatkan advis
dalam pemberian terapi pasien.
Jeli elektrode merupakan jeli khusus yang biasa digunakan untuk perekaman EKG. Jeli
elektrode berisi hydroxyethylcellulose, memiliki pH yang seimbang untuk kuit sehingga tidak
menyebabkan iritasi pada kulit. Hydroxyethylcellulose adalah jeli yang berasal dari selulosa.
Hydroxyethyl-cellulose dapat menyebabkan retensi air dan adhesi. Selain itu jeli elektrode juga
mengandung salin untuk meningkatkan konduktivitas listrik. Namun penggunaan konduktor EKG
yang berupa jeli ini juga mempunyai beberapa kekurangan, diantaranya adalah jeli bersifat
lengket, sehingga elektroda menjadi kotor dan pasien merasa kurang nyaman. Selain itu jeli
elektroda harganya relatif mahal (James, 2008).
Air murni dalam keadaan normal merupakan konduktor yang buruk. Akan tetapi bila air
ditambahkan elektrolit, maka akan menjadi konduktor yang baik. Oleh karena itu, larutan salin
(natrium klorida dalam air) atau air ledeng yang mengandung berbagai elektrolit adalah
konduktor yang baik (James, 2008). Sifat-sifat air diantaranya adalah air memiliki konduktivitas
listrik spesifik (25° C) 1x10-17 /ohm - cm dan konduktivitas listrik pada air paling sedikit 1000 kali
lebih besar daripada cairan non metalik pada suhu ruangan (Gabriel, 2002).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 3 orang pasien di ruang IGD
RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, didapatkan bahwa pada perekaman EKG dengan
menggunakan konduktor air tidak dijumpai adanya artifak, sedangkan 1 orang yang lain dijumpai
adanya artifak. Dari 3 orang pasien yang dilakukan pemeriksaan EKG, 2 orang pasien
mengeluhkan rasa kurang nyaman terhadap jeli yang digunakan dalam pemeriksaan EKG
karena jeli lengket dan jika terkena pakaian akan mengotori pakaian. Dengan demikian
penggunaan air ledeng sebagai konduktor yang lebih murah dan praktis dibandingkan jeli dapat
dicoba untuk digunakan, namun efektifitas penggunaan air ledeng menggantikan jeli sebagai
konduktor masih memerlukan suatu penelitian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang penulis kemukakan adalah:
“Bagaimana efektivitas hasil perekaman EKG dengan konduktor air dan konduktor gel di RS. X
Banjarmasin?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui efektivitas hasil perekaman
EKG, dengan konduktor air dan konduktor gel di IGD RS.X Banjarmasin.
2. Tujuan Khusus
Beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai dan akan dilaksanakan adalah:
a. Mengidentifikasi hasil perekaman EKG menggunakan konduktor air di IGD RS.X
Banjarmasin
b. Mengidentifikasi hasil perekaman EKG menggunakan konduktor gel di IGD RS.X
Banjarmasin
c. Menganalisis efektivitas hasil perekaman EKG dengan konduktor air, dan konduktor gel di
IGD RS.X Banjarmasin
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi mengenai
sistem kardiologi khususnya mengenai perekaman EKG dan konduktor dalam perekaman
EKG.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk rumah sakit dalam
hal keperawatan, terutama kaitannya dengan efektivitas dan efisiensi perawat dalam
melakukan perekaman EKG. Selain itu juga bermanfaat dalam hal efisiensi biaya rumah
sakit dalam pengadaan gel, sehingga dapat memangkas biaya pengeluaran rumah sakit
dan biaya yang harus dikeluarkan pasien.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan, penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam
pemberian materi tentang efektivitas hasil perekaman EKG, dengan konduktor air dan
konduktor gel, serta sumber informasi untuk penelitian berikutnya.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian terkait yang berkenaan dengan efektivitas hasil perekaman EKG dengan
konduktor air dan konduktor gel adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1 Penelitian Terkait
Judul
Desain Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian
A Study on Rancangan Dari 4 jenis gel yang diteliti, gel yang berbasis air
Electrode Gels Cross sectional memiliki efektivitas yang lebih baik daripada gel
for Skin yang berbasis krim.
Conductance
Measurements
(Christian et
al, 2010)
Efektivitas 1. Penelitian Pre Dari 30 responden dengan penyadapan EKG
Hasil Eksperimental menggunakan konduktor jeli, sejumlah 6 orang
Perekaman 2. Rancangan responden (20%) terdapat artifak pada hasil
EKG dengan Case Control sadapannya, dimana dapat diartikan bahwa
menggunakan dengan hanya sebagian kecil responden yang terdapat
Konduktor Jeli pendekatan artifak (rentang 1 – 25%). Dari 30 responden
dan Air pada perbandingan dengan penyadapan EKG menggunakan air,
Pasien kelompok statis sejumlah 7 orang responden (23,3%) terdapat
Penyakit artifak pada hasil sadapannya, dimana dapat
Jantung diartikan bahwa hanya sebagian kecil responden
Koroner di yang terdapat artifak (rentang 1 – 25%). Dari total
Ruang ICVCU 60 responden, dapat diketahui bahwa output nilai
RSUD DR. Chi Square hitung kedua variabel adalah sebesar
Moewardi 0,098 lebih kecil dari nilai Chi Square tabel
(Basuki dan sebesar 79,08 (0,098 < 79,08 dengan df = 60),
Siti, 2014) dimana P hitung sebesar 0,754 lebih besar dari
signifikansi sebesar 0,05 (0,754 > 0,05). Dengan
demikian Ha ditolak.
A Clinical Trial Rancangan Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap
of the Eksperimental kemampuan konduktivitas gel dan air.
Effectiveness
of Water As A
Conductive
Medium in
Electrocardio-
graphy
(Birks et al,
1992)
Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya terletak pada
lokasi penelitian yang dipilih, metodologi penelitian, dan kriteria sampel. Dalam penelitian ini,
lokasi penelitian yang dipilih adalah instalasi gawat darurat. Dimana penelitian sebelumnya
dilakukan di ruang perawatan ICU yang fokus terhadap pasien pasien kritis saja. Perbedaan
lainnya teletak pada rancangan penelitian, dimana pada penelitian ini peneliti menggunakan
rancangan quasy experimental dengan jenis pengambilan sampel adalah accidental sampling
dengan kriteria-kriteria tertentu, yaitu pasien yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit
jantung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi atau EKG menyajikan informasi klinik yang penting mengenai orientasi
elektrik jantung dalam ruang tiga dimensi, ukuran relatif ruangan-ruangan jantung, dan adanya
defek sistem konduksi dan memberikan bukti mengenai berbagai macam keadaan patologis
yang mendasari, seperti iskemia, infark, kardiomiopati, dan hipertrofi (Hurst JW et al, 2011).
Aktivitas jantung dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Serat saraf simpatis
meningkatkan denyut jantung, konduksi nodus atrioventrikular dan kontraktilitas miokardium.
Norepinefrin yang disekresikan oleh serabut postganglion menyebabkan interaksi dengan
reseptor beta 1-adrenergic pada jantung dan meningkatkan permeabilitas sel terhadap ion
natrium dan kalsium, sehingga berefek pada peningkatan kontraktilitas, konduktivitas dan
eksitabilitas jantung. Saraf parasimpatis postganglioner mensyarafi nodus SA dan AV. Stimulasi
reseptor muskarinik melalui pelepasan asetilkolin menurunkan eksitabilitas atrium dan
memperlambat konduksi impuls ke ventrikel (Patel & Benowitz, 2005).
Kelainan bentuk gelombang pada EKG dapat terjadi pada gangguan status fisiologis,
diantaranya karena obat, racun, ketidak seimbangan elektrolit dan metabolit, dan keadaan
hipoksia. Mekanisme utama terjadinya kelainan gambaran EKG adalah melalui aksi depresan
membran (penyekat kanal Na, penyekat kanal Ca, penyekat kanal kalium, dan penyekat Na-K
ATPase) dan kerja sistem saraf otonom (Lionte et al. 2012).
3. Kebiasaan merokok
Salman dkk melaporkan pada studinya bahwa terdapat kenaikan denyut jantung yang
signifikan pada perokok dan pengunyah tembankau. Selain itu juga terdapat pemendekan
durasi kompleks QRS, dan pemendekan interval TP yang signifikan pada perokok dan
pengunyah tembakau dibanding dengan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan adanya nikotin
yang terkandung dalam rokok dan tembakau yang bersifat simpatomimetik dengan
menyebabkan dilepaskannya katekolamin dan neurotransmitter lain yang bekerja di pusat dan
perifer.
4. Alkoholisme
Alkohol dapat mengakibatkan gangguan repolarisasi transien, meskipun hanya
dikonsumsi kadang-kadang. Pada alkoholik kronik, dapat dijumpai adanya gangguan
repolarisasi persisten, sinus takikardi, dan perubahan gelombang T nonspesifik (gelombang T
lebih tinggi daripada normal, gelombang T voltase rendah, gelombang T bimodal atau
gelombang T yang sedikit negatif).
Alkohol juga dapat memicu aritmia yang berbeda-beda, khususnya imupls atrial dan
ventrikuler premature, yang dapat hilang dengan penghentian konsumsi alkohol.
5. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin dalam parameter elektrofisiologi kemungkinan dikarenakan
olah pengaruh banyaknya sex steroid dan steroid gonad, perbedaan autonomic tone dan
variabel hemodinamik spesifik jenis kelamin.
Interval QT lebih panjang pada wanita. Laki-laki memiliki denyut jantung intrinsik yang
lebih rendah. Selain itu fibrilasi atrium lebih sering terjadi pada laki-laki, namun perbedaan
prevalensi ini akan menghilang terutama setelah wanita berusia lebih dari 75 tahun (Gowda,
dkk, 2006).
6. Usia
Pada orang tua dapat ditemukan varian normal EKG berupa:
a. Denyut jantung lebih lambat dan interval PR yang lebih panjang
b. Terjadi peningkatan interval QT
c. Perubahan tidak spesifik pada repolarisasi (segmen ST yang sedikit terdepresi dan/atau
gelombang T mendatar). Gelombang U sering didapatkan, khususnya pada sandapan
prekordial.
Penjelasan gambar :
Titik P mempunyai arti bahwa terjadinya denyutan/kontraksi pada atrium jantung (dextra &
sinistra)
Titik Q, R dan S mempunyai arti bahwa terjadinya denyutan/kontraksi (listrik) pada ventrikel
jantung (dextra & sinistra)
Sedangkan titik T berarti relaksasi pada ventikel jantung.
b. Sadapan Unipolar
Sandapan Unipolar Ekstremitas:
I. Artifak
Artifak pada elektrokardiogram dapat terjadi akibat berbagai penyebab internal dan
eksternal dari tremor otot Parkinson ke gel elektroda kering. Gelombang, segmen, dan komplek
pada EKG dihasilkan oleh aktivitas listrik jantung, akan tetapi jika terdapat gangguan defleksi
yang lain maka disebut artifak. Penyebab artifak adalah konduktor antara elektrode dan kulit
kurang baik, elektrode kering, kotor, ataupun lepas, pasien bergerak, tremor, mesin EKG rusak,
kabel sadapan putus, ground listrik jelek (James, 2008).
Hal-hal berikut ini harus diperhatikan untuk memastikan tidak adanya artefak dan teknik
perekaman yang jelek:
1. EKG sebaiknya direkam pada pasien yang berbaring di tempat tidur yang nyaman atau pada
meja yang cukup lebar untuk menyokong seluruh tubuh. Pasien harus istirahat total untuk
memastikan memperoleh gambar yang memuaskan. Hal ini paling baik dengan menjelaskan
tindakan terlebih dahulu kepada pasien yang takut untuk menghilangkan ansietas. Gerakan
atau kedutan otot oleh pasien dapat merubah rekaman.
2. Kontak yang baik harus terjadi antara kulit dan elektroda. Kontak yang jelek dapat
mengakibatkan rekaman suboptimal.
3. Alat elektrokardiografi harus distandarisasi dengan cermat sehingga 1 milivolt (mV) akan
menimbulkan defleksi 1 cm. Standarisasi yang salah akan menimbulkan kompleks voltase
yang tidak akurat, yang dapat menimbulkan kesalahan penilaian.
4. Pasien dan alat harus di arde dengan baik untuk menghindari gangguan arus bolak-balik.
5. Setiap peralatan elektronik yang kontak dengan pasien, misalnya pompa infus intravena
yang diatur secara elektrik dapat menimbulkan artefak pada EKG.
J. Konduktor Jeli
Jeli elektrode merupakan jeli khusus yang biasa digunakan untuk perekaman EKG. Jeli
electrode berisi hydroxyethylcellulose, keseimbangan pH dan tidak menyebabkan iritasi pada
kulit. Hydroxyethylcellulose adalah jeli yang berasal dari selulosa. Hydroxyethyl-cellulose dapat
menyebabkan retensi air dan adhesi. Selain itu jeli elektrode juga mengandung salin untuk
meningkatkan konduktivitas listrik. Namun penggunaan konduktor EKG yg berupa jeli ini juga
mempunyai beberapa kekurangan, diantaranya adalah jeli bersifat lengket, sehingga
elektroda menjadi kotor dan pasien merasa kurang nyaman. Selain itu jeli elektroda harganya
juga relatif mahal (James, 2008).
K. Konduktor Air
Air murni dalam keadaan normal merupakan konduktor yang buruk. Akan tetapi bila air
ditambahakan elektrolit, maka akan menjadi konduktor yang baik. Oleh karena itu, larutan salin
(natrium klorida dalam air) atau air ledeng yang mengandung berbagai elektrolit adalah
konduktor yang baik (James, 2008).
Sifat-sifat air diantaranya adalah air memiliki konduktivitas listrik spesifik (25°C) 1x10-
17/ohm - cm dan konduktivitas listrik pada air paling sedikit 1000 kali lebih besar dari pada cairan
non metalik pada suhu ruangan (Gabriel, 2002).
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Sugiyono, 2013).
2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan rancangan quasi experiment dengan
model nonequivalent control group design. Metode penelitian survei analitik dengan
pendekatan quasi experiment bertujuan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan kelompok kontrol disampng kelompok eksperimen, namun pemilahan
kedua kelompok tersebut tidak dengan teknik random (Sukardi, 2008). Penelitian eksperimen
ini mencoba mempelajari pengaruh dari variabel tertentu terhadap variabel lain, melalui uji
coba dalam kondisi khusus yang segaja diciptakan. Sehingga yang dimaksudkan disini ialah
adanya kondisi khusus yang diciptakan oleh peneliti, untuk mengujicobakan metode atau
teknik yang akan dilakukan oleh peneliti.
H. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam
penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka
segi etika penelitian harus diperhatikan.
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Persetujuan Sebagai Responden (Informed Consent)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak pasein. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent
tersebut antara lain partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,
kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain. Peneliti menjelaskan secara rinci
tentang penelitian yang akan dilakukan dan responden mempunyai untuk memutuskan untuk
apakah mereka bersedia menjadi subjek penelitian atau tidak. Responden yang bersedia
menjadi subjek penelitian selanjutnya menandatangani informed consent.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang disajikan. Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
tidak akan disebutkan namanya ketika dalam memberi informasi maupun dalam mengisi
kuesioner penelitian.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset. Peneliti akan menjaga kerahasian informasi yang telah diberikan
oleh responden (Hidayat, 2007).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 40 responden sebagian besar
responden yang dilakukan perekaman EKG dengan konduktor air dan gel sebagian besar
berusia 46-55 tahun, yaitu sebanyak 17 orang (42,5%).
b. Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan
yang dilakukan perekaman EKG menggunakan konduktor air dan konduktor gel di IGD
RS.X Banjarmasin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan
Perekaman EKG Dengan Konduktor Air di IGD RS.X Banjarmasin
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1.. Laki-Laki 12 60
2. Perempuan 8 40
Jumlah 20 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 40 responden sebagian besar
responden yang dilakukan perekaman EKG menggunakan konduktor air berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 12 orang (60%).
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan
Perekaman EKG Dengan Konduktor Gel di IGD RS.X Banjarmasin
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1. Laki-Laki 10 50
2. Perempuan 10 50
Jumlah 20 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 40 responden sebagian besar
responden yang dilakukan perekaman EKG menggunakan konduktor gel berjenis kelamin
laki-laki maupun perempuan sebanyak 10 orang (50%).
Hal ini di dukung oleh teori menurut Gowda, dkk (2006) yang menjelaskan bahwa
perbedaan jenis kelamin dalam parameter elektrofisiologi kemungkinan dikarenakan olah
pengaruh banyaknya sex steroid dan steroid gonad, perbedaan autonomic tone dan
variabel hemodinamik spesifik jenis kelamin. Interval QT lebih panjang pada wanita. Laki-
laki memiliki denyut jantung intrinsik yang lebih rendah. Selain itu fibrilasi atrium lebih
sering terjadi pada laki-laki, namun perbedaan prevalensi ini akan menghilang terutama
setelah wanita berusia lebih dari 75 tahun.
2. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian berdasarkan kategori yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2010).
Dari hasil penelitian didapatkan 40 responden yang sesuai dengan kriteria penelitian yang
dijadikan sampel dalam penelitianefektivitas hasil perekaman EKG dengan konduktor gel dan
konduktor air di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Hasil penelitian disajikan
dalam bentuk tabel dan gambar sebagai berikut:
a. Perekaman EKG Menggunakan Konduktor Air di RS.X Banjarmasin
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Hasil Perekaman EKG dengan Konduktor Air Dilihat dari
Ada dan Tidak Adanya Artefak
Konduktor Air Frekuensi (orang) Presentase (%)
Tidak ada artefak 16 80 %
Ada artefak 4 20 %
Jumlah 20 100 %
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS, 2017)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 20 orang responden yang
dilakukan tindakan perekaman EKG menggunakan konduktor air yang tidak terdapat
artefak sebanyak 16 (80%) hasil perekaman EKG dan yang terdapat artefak sebanyak 4
(20%).
b. Perekaman EKG Menggunakan Konduktor Gel di RS.X Banjarmasin
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Perekaman EKG dengan Konduktor Gel Dilihat dari
Ada dan Tidak Adanya Artefak
Konduktor Gel Frekuensi (orang) Presentase (%)
Tidak ada artefak 18 90 %
Ada artefak 2 10 %
Jumlah 20 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS, 2017)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 20 orang responden yang
dilakukan tindakan perekaman EKG menggunakan konduktor gel yang tidak terdapat
artefak sebanyak 18 (90%) hasil perekaman EKG dan yang terdapat artefak sebanyak 2
(10%).
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis dua variabel dari variabel terikat dan
bebas. Dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui efektivitas hasil perekaman EKG
dengan konduktor gel dan konduktor air di RS.X Banjarmasin
Tabel 4.5 Analisis Efektivitas Hasil Perekaman EKG Dengan Konduktor Air Dan Konduktor
Gel di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
Hasil Perekaman EKG
Jenis Konduktor Jumlah
Ada Artefak Tidak Ada Artefak
Jumlah 4 16 20
Air
Presentase 20% 80% 100%
Jumlah 2 18 20
Gel
Presentase 10% 90% 100%
Jumlah Total 6 34 40
Presentase 15% 85% 100%
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS, 2017)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 40 orang responden yang
dilakukan tindakan perekaman EKG menggunakan konduktor air dimana hasil perekaman
EKG yang terdapat artefak sebanyak 4 responden (20%) dan yang tidak terdapat artefak
sebanyak 16 responden (80%), sedangkan pada hasil perekaman menggunakan konduktor
gel hanya 2 responden (10%) yang tedapat artefak dan yang tidak terdapat artefak sebanyak
18 responden (90%), dimana hanya terdapat selisih 2 orang responden diantara keduanya.
Tabel 4.7 Hasil Uji Statsitik Chi Square Hasil Perekaman EKG Dengan Menggunakan
Konduktor Air Dan Konduktor Gel Dilihat Dari Ada Atau Tidaknya Artefak
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .556a 1 .456
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .947 1 .331
Fisher's Exact Test 1.000 .632
Linear-by-Linear
.528 1 .468
Association
N of Valid Casesb 20
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa hasil perekaman EKG dengan menggunakan
konduktor air dan gel, dimana P hitung sebesar 0,456 lebih besar dari signifikan 0,05
(0,456>0,05). Dapat disimpulkan bahwa hasil perekaman EKG dengan menggunakan
konduktor gel tidak lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan konduktor air dilihat dari
ada atau tidaknya artefak pada responden yang diteliti di IGD RS.X Banjarmasin.
C. Pembahasan
1. Hasil Perekaman EKG Menggunakan Konduktor Air di RS.X Banjarmasin
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil perekaman EKG dari 40 responden yang menggunakan konduktor air
terdapat sebanyak 16 hasil perekaman (80%) yang tidak terdapat artefak dimana dapat
diartikan bahwa hanya sebagian kecil responden yang terdapat artefak sebanyak 4 responden
(20%). Penggunaan air sebagai media perekaman dapat meningkatkan potensial aksi
(voltase) dan dapat mempengaruhi terhadap kualitas hasil perekaman dimana kejadian
artefak lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan gel sebagai media perekaman EKG, hal
ini terjadi karena air dapat terurai oleh pengaruh arus listrik.
2. Hasil perekaman EKG dari 40 responden yang menggunakan konduktor gel yang diletakkan
diantara permukaan kulit sebanyak 18 responden (90%) yang tidak terdapat artefak. Ada
beberapa hasil EKG yang terdapat artefak sebanyak 2 responden (10%), hal ini terjadi karena
pada saat dilakukan perekaman EKG dengan konduktor gel terdapat sisa gel yang mengering
dan mengendap pada elektroda yang bisa menghambat hambatan impuls listrik sehingga
terjadi gangguan pada hasil sadapan.
3. Hasil perekaman EKG pada 40 responden dengan menggunakan konduktor air dan gel
didapatkan nilai P hitung sebesar 0,456 lebih besar dari signifikan 0,05 (0,456>0,05), yang
menunjukkan bahwa Ha ditolak dan Ho diterima atau dengan kata lain tidak ada perbedaan
yang signifikan diantara keduanya. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa penggunaan
konduktor gel lebih efektif dibandingkan penggunaan konduktor air di lihat dari banyaknya
kejadian artifak pada konduktor air dibandingkan konduktor gel, jadi dapat disimpulkan bahwa
penggunaan komduktor gel yang lebih disarankan dibandingkan konduktor air. Hal ini di
dukung oleh hasil penelitian sebelumnya menurut Basuki dan Siti (2014) yang berjudul
Efektivitas Hasil Perekaman EKG dengan menggunakan Konduktor Jeli dan Air pada Pasien
Penyakit Jantung Koroner di Ruang ICVCU RSUD DR. Moewardi yang menyatakan bahwa
penggunan konduktor gel lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan konduktor air pada
hasil perekaman EKG.
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan penelitian ini bisa menambah wawasan, pengetahuan serta pemahaman
tentang efektivitas hasil perekaman EKG dengan konduktor gel, dan konduktor air dan untuk
meningkatkan keilmuan penulis dalam penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, Phillip I., and Ward, Jeremy PT., 2010, At a Glance Sistem Kardiovaskular 3th ed, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.
Basuki dan Siti, 2014. Efektifitas Hasil Perekaman Ekg Dengan Menggunakan Konduktor Jeli Dan Air
Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner (Pjk) Di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit
(Icvcu) Rsud Dr. Moewardi
Devi MR, Arvind T, Kumar PS.2013. ECG Changes in Smokers and Non Smokers-A Comparative
Study. J ClinDiagn Res.
Gowda RM, Wilbur SL, Schweitzer P. 2006. Gender DifferenciesIn Cardiac Electrophysiology And
Arrythmias. Part 1: Cardiol.
Hurst JW, Fuster V, Walsh RA, Harrington RA.2006.Hurst's the Heart, 13th ed.New York: McGraw-Hill
Medical.
Iman, Soeharto, 2004. Serangan Jantung Dan Stroke, Hubungannya Dengan Lemak Dan Kolesterol.
Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.
James dkk, 2008, Prinsip-prinsip Sain suntuk Keperawatan, Alih Bahasa Wardhani, Penerbit
Erlangga: Jakarta.
John M, Oommen A, Zachariah A. 2003. Muscle injury in Organophos phorus poisoning and its role
ini the development of Intermediate Syndrome: Neurotoxicology.
Kalim Harmani, dkk (2006), Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST Elevasi, PERKI.
Patel MM, Benowitz N. 2006. Cardiac Conduction And Rate Disturbances, In: Critical Care
Toxicology: Diagnosis And Management Of The CriticallyPoisoned Patient. Philadelphia:
Elsevier Mosby.
Salman Shafi S, Syed Neyaz H, Tanu A, Deepankar S. 2013. A Comparison of 12Lead ECG Status of
Tobacco Smokers, Tobacco Chewers and Non TobaccoUsers: Natl J Med Res.
Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasional. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Thaler MS. 2013. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan. Ed ketujuh, Jakarta: EGC.
Yusuf, A Muri. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Penelitian Gabungan. Jakarta :
Prenadamedia Group.
DI SUSUN OLEH :
Nama Mahasiswa :……………………….
NIM :……………………….
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2019
PANDUAN PENYUSUNAN STUDI KASUS
A. Kerangka Penulisan
Kerangka penulisan naskah studi kasus adalah sebagai berikut :
BAGIAN AWAL
Bagian Awal Naskah studi kasus terdiri atas :
1. Sampul Depan CONTOH JUDUL : Asuhan Keperawatan pada Tn.X dengan diagnosa Post
op Craniotomy evakuasi atas indikasi Intraventrikular Hemmoragic di ruang ICU RSUD
Ulin Banjarmasin
2. Lembar persetujuan pembimbing
3. Lembar pengesahan penguji
4. Kata Pengantar
5. Daftar Isi
6. Daftar tabel
7. Daftar Gambar
8. Daftar Lampiran
9. Executive Summary (disusun setelah revisi sidang studi kasus)
BAGIAN INTI
Bagian Inti Studi kasus memuat hal sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
1.4.2 Manfaat Praktis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III PROSES KEPERAWATAN
BAB IV PEMBAHASAN (dengan Format Fakta, Teori dan Opini)
Membahas kesenjangan atau temuan spesial dalam pelaksanaan :
4.1 Pengkajian
4.2 Diagnosa Keperawatan
4.3 Intervensi Keperawatan
4.4 Evaluasi Keperawatan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
BAGIAN AKHIR
Bagian Akhir terdiri dari :
1. Daftar pustaka
2. Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
1.4.2 Manfaat Praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka memuat uraian yang sistematik teori dasar yang relevan, fakta, hasil penelitian
sebelumnya yang berasal dari pustaka mutakhir yang memuat teori, proposisi, konsep atau
pendekatan terbaru tidak diperbolehkan mengambil dari blog dengan ketentuan minimal 10 daftar
pustaka (5 tahun terakhir) yang ada hubungannya dengan studi kasus. Mencantumkan nama
sumbernya . Tata penulisan kepustakaan harus sesuai dengan ketentuan pada panduan yang
digunakan .
Tinjauan pustaka terdiri dari anatomi fisiologi, definisi, konsep penyakit, patofisiologi,
penatalakasanaan dan konsep asuhan keperawatan.
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
Proses keperawatan memuat uraian terkait asuhan keperawatan dimulai dari hasil pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, penentuan Intervensi dan implementasi keperawatan sampai
dengan Evaluasi dan catatan perkembangan selama 3 hari
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan memuat perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus yang disajikan
untuk menjawab tujuan khusus dari studi kasus. Setiap temuan perbedaan diuraikan dengan konsep.
Pembahasan disusun sesuai dengan tujuan khusus. Pembahasan berisi tentang mengapa (Why) dan
Bagaimana (How). urutan penulisan berdasarkan paragraf adalah F-T-O (Fakta-Teori-Opini).
Isi pembahasan sesuai dengan tujuan khusus studi kasus
1. Pengkajian
2. Diagnosis keperawatan
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan merupakan jawaban dari masalah dalam studi kasus . penulisan kesimpulan
dengan menggunakan kalimat ( Subyek, Predikat, Obyek, Keterangan).
5.2 Saran
Saran merupakan implikasi hasil studi kasus terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan
penggunaan praktis. Sekurang-kurangnya memberi saran bagi pemberi asuhan keperawatan
yang selanjutnya.
BAGIAN AKHIR
1. Daftar Pustaka
2. Lampiran
Contoh Executive Summary, Executive summary disusun setelah revisi sidang studi kasus
Executive Summary
Komplikasi yang sering didapatkan dari diabetes melitus tipe II adalah gangren. Gangren
disebabkan oleh kematian jaringan yang dihasilkan dari penghentian suplai darah ke organ
terpengaruh. Masalah keperawatan yang sering muncul pada penderita diabetes dengan komplikasi
gangren adalah kerusakan integritas kulit. Tujuan penelitian studi kasus ini adalah melaksanakan
asuhan keperawatan kerusakan integritas kulit pada penderita diabetes melitus tipe II komplikasi
gangren.
Desain yang digunakan adalah metode studi kasus. Populasi penelitian adalah pasien diabetes
melitus tipe II komplikasi gangren dengan masalah kerusakan integritas kulit. Besar sampel adalah 2
responden. Pengumpulan data menggunakan format pengkajian dan lembar observasi dengan
metode wawancara dan pemeriksaan fisik. Sumber informasi adalah pasien, keluarga, dan perawat.
Data dianalisa secara deskriptif.
Hasil dari studi kasus menunjukkan perbedaan setelah dilakukan tindakan rawat luka dua hari
sekali dan pemberian health education, pada Ny.WK didapatkan sedikit pus pada ulkus dan balutan,
serta masih terdapat tanda inflamasi. Pada Ny.RM didapatkan tidak ada pus pada ulkus dan balutan,
serta tidak ada tanda inflamasi.
Simpulan hasil dari studi kasus ini adalah pemberian asuhan keperawatan selama 3 hari pada
kedua pasien menunjukkan hasil yang sama yaitu tujuan teratasi sebagian. Sehingga disarankan
kepada perawat agar tetap memberikan perawatan luka dan health education pada kedua pasien.
Kata kunci: Gangren, kerusakan integritas kulit, diabetes melitus tipe II.