Anda di halaman 1dari 47

BAB 4

PROSES PELAKSANAAN PRAKTIK

A. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan praktik profesi Stase Research Patient Centered Care dilakukan selama 4 minggu
termasuk seminar mini research. Secara umum kegiatan praktik yang dilakukan selama 4 minggu
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel Kegiatan praktik Research on Patience Centered Care selama 4 minggu


Mgg I Mgg II Mgg III MggIV
 Melakukan  Melaksanakan Desiminasi hasil akhir  Sidang Studi
pengkajian mini research mini research Kasus
masalah  Menganalisis Konsultasi hasil studi
keperawatan yang hasil penelitian kasus yang dibuat
aktual dan evidence
 Menemukan based practice
evidence based yang telah
practice didapatkan
(jurnal/literatur)  Menyusun serta
yang sesuai mendiskusikan
dengan masalah hasil dan
keperawatan yang pembahasan
telah ditetapkan dengan
 Melakukan pembimbing
penyusunan latar akademik dan
belakang laporan klinik
dan menentukan  Menyusun studi
metode serta kasus yang
instrumen yang diambil
akan digunakan
sebagai aplikasi
mini research
 Melakukan
konsultasi dan
diskusi terkait
masalah
keperawatan,
evidence based
practice dan
penyusunan latar
belakang mini
research
 Menyusun studi
kasus yang diambil

B. Peralatan praktik yang dibutuhkan

Sebagai penunjang praktik klinik, sangat dianjurkan untuk memiliki seperangkat alat praktik klinik
pribadi (Nursing Kit), yang berisi :

1. Penlight/senter kecil

2. Sarung tangan bersih


3. Tensi meter

4. Termometer aksila

5. Stetoskop

6. Pinset anatomis

7. Gunting plester

8. Meteran

9. Jam detik

10. Masker
BAB 5

PROSES EVALUASI

A. Tujuan Evaluasi
Secara umum evaluasi klinik tahap profesi keperawatan gawat darurat dan kritis lanjutan,
bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi mahasiswa dalam melaksanakan dan
menerapkan peran perawat peneliti pada area kegawatdaruratan dan keperawatan kritis.

B. Cakupan dan Bobot Evaluasi

Bahan yang Waktu


Cakupan evaluasi Pembobotan
dievaluasi pelaksananaan
1. Evaluasi proses Penyusunan mini 30% Setiap minggu
Pelaksanaan research dimulai pada minggu
Praktik ke I sampai minggu
ke III
2. Evaluasi Akhir Seminar akhir mini 30% Minggu ke III
research
3. Laporan studi Laporan studi kasus 20 % Minggu ke IV
kasus
4. Evaluasi Akhir Seminar Studi Kasus 20% Minggu IV
C. Prosedur dan Evaluasi
Proses pelaksanaan evaluasi mengikuti prosedur berikut ini:
 Evaluasi Laporan mini research
1. Laporan mini research di evaluasi pada minggu III
2. Pembimbing klinik dapat meminta mahasiswa untuk memperbaiki laporan jika diperlukan.
 Evaluasi klinik (Pelaksanaan Mini Research).
1. Mahasiswa menyiapkan format-format evaluasi yang akan digunakan
2. Pembimbing Klinik dan Akademik melakukan evaluasi pelaksanaan mini research
3. Hasil evaluasi disampaikan pada mahasiswa

D. Kriteria Kelulusan
Mahasiswa dinyatakan lulus jika :
1. Jika pada hasil penilaian evaluasi proses dan nilai minimal 78 pada penilaian pelaksanaan
seminar mini research dan Studi Kasus.
2. Memenuhi kehadiran 100%.
Mematuhi semua tata tertib termasuk tata tertib yang terdapat pada buku pedoman
mahasiswa.

KETENTUAN TENTANG PENGGUNAAN


BUKU PANDUAN PRAKTIK STASE RESEARCH ON PATIENCE CENTERED CARE

1. Mahasiswa wajib membawa buku panduan praktik profesi setiap hari selama praktik klinik
Keperawatan gawat darurat dan kritis lanjutan.
2. Mahasiswa wajib memahami dan mempu menggunakan isi buku panduan ini.
a. Proses dalam pelaksanaan kasus
1) Di setiap ruangan mahasiswa diwajibkan mengambil kasus yang ditemukan
2) Dalam pelaksanaan kasus tersebut tersebut mahasiswa dapat berpedoman pada
kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan kasus dan diperkaya dengan buku-buku
referensi lainnya.
3) Bila mahasiswa sudah melakukan asuhan keperawatan: pengkajian, penetapan diagnose
keperawatan dan tujuan, serta melakukan tindakan dan evaluasi, mahasiswa membuat
cek list pada point-point yang sesuai.
4) Pembimbing memberikan evaluasi berupa, sebagai evaluasi proses mahasiswa.
b. Penggunaan daftar diskusi
1) Mahasiswa menuliskan topik diskusi sesuai yang telah dibahas di setiap ruangan dengan
pembimbing.
2) Daftar diskusi harus diparaf oleh pembimbing.
c. Penggunaan dokumentasi studi kasus
1) LP wajib di buat oelh mahasiswa, pembimbing berhak untuk tidak mengijinkan mahasiswa
melakukan praktik klinik, jika mahasiswa dianggap tidak memahami dan membuat LP
tersebut.
2) Mahasiswa membuat proses keperawatan yang sesuai dengan kasus di lembaran
RENPRA yang telah ditetapkan institusi.
3) Dokomentasi implementasi keperawatan sehari-hari ditulis pada format milik rumah sakit.
4) Dokumentasi sehari-hari juga di buat lembaran tindakan keperwatan milik mahasiswa dan
evaluasi (SOAP) pada lembaran milik mahasiswa.

STASE KEPERAWATAN RESEARCH PATIENT-CENTERED CARE


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

NO NAMA RUANGAN KET


1 M. Syaud Faisal
2 Chumaira Anindayudina
3 Deny Wahyuni
4 Noor Laila Sari PCC KMB Ruang Stroke Center
5 Deo Rizkyandri
6 Maulidya Rahmah
7 Lita Wulandari
8 Lisa Fitriani PCC KMB Ruang (Tulip IC/ Bedah
9 Rundy Irama Umum),
10 M. Afriyaldi
11 Alsia Kristi Damayanti
12 Abufikri Madhani
13 M. Fikri
14 Rachma Dwi Astuti
15 Devi Kharismawati Ruang Penyakit Dalam
16 Devi Agustin
17 Garpai Juan
18 Kamariah
19 M. Ferly Aditya
20 Muhammad Fikriyadi
21 Rezza Januar Permana PCC Kep. Gadar (IGD)
22 M. Rizki Alfian
23 Muhammad Nasrullah
24 M. Amin Qutbi
25 Erwin Setiawan
26 Anjarwati
27 Gerry PCC Kep. Kritis (ICU/ICCU/PICU)
28 Nor Diana
29 Sri Linda
30 Wahdatur Rahmi Annisa
PPC Kep. Anak (Hematoonkologi)
31 Selly Resty Pratama
32 Azhari PCC Manajemen (RS Sari Mulia)

FORMAT KERANGKA PENULISAN LAPORAN


MINI RISET

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN (PARAF DARI PRESEPTOR KLINIK & AKADEMIK, SEBELUM
SEMINAR)
LEMBAR PENGESAHAN (PARAF DARI PRESEPTOR KLINIK & AKADEMIK, SETELAH DIREVISI)
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1) Umum
2) Khusus
D. Manfaat
BAB 2 Tinjauan Pustaka
A. Pengertian
B. Etiologi/Penyebab
C. Klasifikasi
D. Epidemiologi
E. Jurnal Terkait
BAB 3 Metode Penelitian dan Instrumen Penelitian
BAB 4 Hasil dan Pembahasan
BAB 5 Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka (minimal 10 referensi sumber pustaka)

Contoh: FORMAT SAMPUL DEPAN LAPORAN MINI RESEARCH

LAPORAN MINI RISET


DI RUANG UGD/ICU/ICCU
RSUD ULIN BANJARMASIN
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. NAMA MAHASISWA (NIM)
2. NAMA MAHASISWA (NIM)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2018

FORMAT LEMBAR PENGESAHAN (SETELAH PERBAIKAN)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL KASUS :
NAMA KELOMPOK : 1.
2.
3.

Banjarmasin,……………….2019
Menyetujui,

RS.Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

…………………………………. ………………………………….
NIK. ..................... NIK. ......................

Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan

........................................................
NIK. ...................................

FORMAT LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR MINI RESEARCH

LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL MINI RESEARCH :


KELOMPOK :
NAMA ANGGOTA KELOMPOK : 1. ..………………………………..
2. ..………………………………..
3. ..………………………………..
4. …dst
Banjarmasin,……………….2019

Menyetujui,

RS.Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

…………………………………. ………………………………….
NIK. ..................... NIK. ......................

FORMAT PENILAIAN SEMINAR MINI RESEARCH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Tempat Pengambilan Kasus :……………………..


Nama Anggota Kelompok :
1. ……………………… 5. ………………………
2. ……………………… 6. ………………………
3. ………………………
4. ………………………

No Elemen Penilaian Nilai Ket


1 Sistematika isi/penulisan laporan mini research
2 Penggunaan bahasa
3 Sikap dan cara penyajian presentasi kasus
4 Penyampaian materi yang meliputi :
a. ketepatan menjawab pertanyaan,
b. kerjasama kelompok dalam diskusi menjawab
pertanyaan
c. kejelasan penyajian
5 Penggunaaan audiovisual /sarana dalam
penyajian presentasi kasus dan diskusi kasus

Petunjuk Penilaian:
Nilai 84 – 100 : sangat mampu
Nilai 66 – 83 : mampu
Nilai 48 – 65 : cukup mampu
Nilai 41 – 47 : kurang mampu
Nilai ≤ 40 : tidak mampu

Banjarmasin, ……………………… 2019


Penilai/ Preseptor

……………………………………………

FORMAT PENILAIAN PENYUSUNAN LAPORAN MINI RESEARCH

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Tempat Pengambilan Mini Riset :……………………..


Nama Anggota Kelompok :
1. ……………………… 5. …………………………
2. ……………………… 6. …………………………
3. ………………………
4. ………………………
No Elemen Penilaian Ket
NILAI

1 Sistematika isi/penulisan laporan mini research


2 Penggunaan bahasa
3 Keterpaduan Antara Latar Belakang dengan
Metode Mini Riset
4 Keterpaduan Rumusan Masalah dengan Hasil
dan Pembahasan
5 Menggunakan Literatur dan Evidence Based Ter
Baru minimal 10 Tahun Terakhir
6 Kerjasama Tim yang baik
7 Komunikatif, Aktif dan Kreatif

Petunjuk Penilaian:
Nilai 84 – 100 : sangat mampu
Nilai 66 – 83 : mampu
Nilai 48 – 65 : cukup mampu
Nilai 41 – 47 : kurang mampu
Nilai ≤ 40 : tidak mampu

Banjarmasin, ……………………… 2019


Penilai/ Preseptor

…………………………………………

FORMAT PENILAIAN SIDANG STUDI KASUS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Tempat Pengambilan Kasus :……………………..


Nama Mahasiswa : ..............................
No Elemen Penilaian Nilai Ket

1 Sistematika isi/penulisan Studi Kasus


2 Penggunaan bahasa
3 Keterpaduan Antara Latar Belakang dengan Kasus
yang diangkat
4 Mampu menjelaskan secara komprehensif mulai
dari tinjauan teori Clinical Pathway sesuai dengan
kasus yang diangkat sampai dengan Proses
Keperawatan dengan tepat
5. Mampu Menjelaskan perbandingan, kesenjangan
dengan menggunakan konsep berpikir kritis sesuai
dengan kasus yang diangkat
6 Menggunakan Literatur dan Evidence Based Ter
Baru minimal 10 Tahun Terakhir
7. Dapat menggunakan media audiovisual dengan
baik
8. Komunikatif, Aktif dan Kreatif
JUMLAH NILAI

Petunjuk Penilaian:
Nilai 84 – 100 : sangat mampu
Nilai 66 – 83 : mampu
Nilai 48 – 65 : cukup mampu
Nilai 41 – 47 : kurang mampu
Nilai ≤ 40 : tidak mampu

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 = =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑙𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑎𝑛
Banjarmasin, ……………………… 2019
Penilai/ Preseptor

……………………………………

BIMBINGAN KONSULTASI ASKEP MAHASISWA NERS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MULIA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Kelompok :……………………………………………
Nama Mahasiswa :……………………………………………
Tempat Praktik :……………………………………………
Nama Pembimbing :……………………………………………
Materi Bimbingan Paraf
No. Hari/ Tanggal Nama Preseptor
Saran Preseptor

Banjarmasin,………………2019
Koordinator stase Research on Patience
Centered Care

.........................................................
NIK. .................................................

PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN MINI RESEARCH


PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA

(Contoh cover/halaman depan laporan asuhan keperawatan)

EFEKTIVITAS HASIL PEREKAMAN EKG DENGAN KONDUKTOR AIR DAN


KONDUKTOR GEL DI IGD RS.X BANJARMASIN
DI SUSUN OLEH :
1.……………………….
2..................................
3..................................
4................................dst

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian nomor satu di dunia.
Penyakit ini bukan hanya menjadi masalah di negara maju, tetapi juga di negara berkembang
seperti di Indonesia. Menurut estimasi para ahli di World Health Organization (WHO), setiap
tahun sekitar 50% penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah
(cardiovascular). Sebagian besar (± 98%) disebabkan oleh arterosklerosis pada arteria koronaria,
sedangkan penyebab lain hanya sekitar 2% (Aaronson, dkk, 2010).
Berdasarkan laporan World Health Statistic tahun 2008, tercatat 17,1 juta orang
meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan diperkirakan angka ini akan meningkat
terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia (Soeharto, 2004). Di negara berkembang
dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat
137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih
rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada wanita. Ditahun 2020 diperkirakan penyakit
kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit
jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecaca-tan nomor satu di dunia (Soeharto,
2004).
Di Indonesia penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama sebagai penyebab
kematian di Indonesia. Survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan secara berkala oleh
Depertemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler memberikan kontribusi
sebesar 19,8% dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1998 (Perki, 2003).
Jantung merupakan sebuah organ unik yang mampu memproduksi muatan listrik. Hal ini
telah dibuktikan oleh Von Kolliker (1855) melalui preparat yang dikenal sebagai rheoscopic frog,
yaitu bila saraf dari otot gastrocnemius katak direntangkan pada permukaan jantung yang
sedang berdenyut, maka otot tersebut itu akan ikut terkontraksi sesuai dengan irama denyut
jantung (Karim, 2006). Tubuh merupakan sebuah konduktor yang baik, maka impuls listrik yang
dibentuk oleh jantung dapat menjalar ke seluruh tubuh sehingga potensial arus bioelektrik yang
dipancarkan oleh jantung dapat diukur dengan mesin electrocardiograf (ECG) melalui elektrode-
elektrode yang diletakkan pada berbagai posisi di permukaan tubuh. Grafik yang tercatat melalui
rekaman ini disebut elektrokardiogram, biasa disingkat EKG. Pada pasien penyakit jantung
secara rutin dilakukan perekaman EKG yaitu minimal satu kali perhari atau sewaktu-waktu bila
didapatkan keluhan atau perubahan klinis pada pasien, misalnya bila pasien tiba-tiba mengeluh
nyeri dada, maka harus segera dilakukan perekaman EKG ulang. (Karim, 2006).
Gelombang, segmen, dan komplek pada EKG dihasilkan oleh aktivitas listrik jantung,
akan tetapi jika terdapat gangguan defleksi yang lain maka disebut artifak. Penyebab artifak
adalah konduktor antara elektrode dan kulit kurang baik, elektrode kering, kotor, ataupun lepas,
pasien bergerak, tremor, mesin EKG rusak, kabel sadapan putus, ground listrik jelek (James,
2008).
EKG merupakan alat bantu diagnostik yang penting untuk mengetahui kelainan seperti
hipertropi atrium dan ventrikel, iskemia/ infark miokard, pericarditis, efek beberapa pengobatan
terutama digitalis dan anti aritmia, kelainan EKG serta untuk menilai fungsi pacu jantung. Peran
perawat dalam hal ini adalah melaksanakan tindakan perekaman EKG dan menginterpretasikan
hasil EKG yang selanjutnya kita kolaborasikan dengan tim medis untuk mendapatkan advis
dalam pemberian terapi pasien.
Jeli elektrode merupakan jeli khusus yang biasa digunakan untuk perekaman EKG. Jeli
elektrode berisi hydroxyethylcellulose, memiliki pH yang seimbang untuk kuit sehingga tidak
menyebabkan iritasi pada kulit. Hydroxyethylcellulose adalah jeli yang berasal dari selulosa.
Hydroxyethyl-cellulose dapat menyebabkan retensi air dan adhesi. Selain itu jeli elektrode juga
mengandung salin untuk meningkatkan konduktivitas listrik. Namun penggunaan konduktor EKG
yang berupa jeli ini juga mempunyai beberapa kekurangan, diantaranya adalah jeli bersifat
lengket, sehingga elektroda menjadi kotor dan pasien merasa kurang nyaman. Selain itu jeli
elektroda harganya relatif mahal (James, 2008).
Air murni dalam keadaan normal merupakan konduktor yang buruk. Akan tetapi bila air
ditambahkan elektrolit, maka akan menjadi konduktor yang baik. Oleh karena itu, larutan salin
(natrium klorida dalam air) atau air ledeng yang mengandung berbagai elektrolit adalah
konduktor yang baik (James, 2008). Sifat-sifat air diantaranya adalah air memiliki konduktivitas
listrik spesifik (25° C) 1x10-17 /ohm - cm dan konduktivitas listrik pada air paling sedikit 1000 kali
lebih besar daripada cairan non metalik pada suhu ruangan (Gabriel, 2002).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 3 orang pasien di ruang IGD
RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, didapatkan bahwa pada perekaman EKG dengan
menggunakan konduktor air tidak dijumpai adanya artifak, sedangkan 1 orang yang lain dijumpai
adanya artifak. Dari 3 orang pasien yang dilakukan pemeriksaan EKG, 2 orang pasien
mengeluhkan rasa kurang nyaman terhadap jeli yang digunakan dalam pemeriksaan EKG
karena jeli lengket dan jika terkena pakaian akan mengotori pakaian. Dengan demikian
penggunaan air ledeng sebagai konduktor yang lebih murah dan praktis dibandingkan jeli dapat
dicoba untuk digunakan, namun efektifitas penggunaan air ledeng menggantikan jeli sebagai
konduktor masih memerlukan suatu penelitian.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang penulis kemukakan adalah:
“Bagaimana efektivitas hasil perekaman EKG dengan konduktor air dan konduktor gel di RS. X
Banjarmasin?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui efektivitas hasil perekaman
EKG, dengan konduktor air dan konduktor gel di IGD RS.X Banjarmasin.
2. Tujuan Khusus
Beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai dan akan dilaksanakan adalah:
a. Mengidentifikasi hasil perekaman EKG menggunakan konduktor air di IGD RS.X
Banjarmasin
b. Mengidentifikasi hasil perekaman EKG menggunakan konduktor gel di IGD RS.X
Banjarmasin
c. Menganalisis efektivitas hasil perekaman EKG dengan konduktor air, dan konduktor gel di
IGD RS.X Banjarmasin

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan informasi mengenai
sistem kardiologi khususnya mengenai perekaman EKG dan konduktor dalam perekaman
EKG.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk rumah sakit dalam
hal keperawatan, terutama kaitannya dengan efektivitas dan efisiensi perawat dalam
melakukan perekaman EKG. Selain itu juga bermanfaat dalam hal efisiensi biaya rumah
sakit dalam pengadaan gel, sehingga dapat memangkas biaya pengeluaran rumah sakit
dan biaya yang harus dikeluarkan pasien.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan, penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dalam
pemberian materi tentang efektivitas hasil perekaman EKG, dengan konduktor air dan
konduktor gel, serta sumber informasi untuk penelitian berikutnya.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian terkait yang berkenaan dengan efektivitas hasil perekaman EKG dengan
konduktor air dan konduktor gel adalah sebagai berikut :
Tabel 1.1 Penelitian Terkait
Judul
Desain Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian
A Study on Rancangan Dari 4 jenis gel yang diteliti, gel yang berbasis air
Electrode Gels Cross sectional memiliki efektivitas yang lebih baik daripada gel
for Skin yang berbasis krim.
Conductance
Measurements
(Christian et
al, 2010)
Efektivitas 1. Penelitian Pre Dari 30 responden dengan penyadapan EKG
Hasil Eksperimental menggunakan konduktor jeli, sejumlah 6 orang
Perekaman 2. Rancangan responden (20%) terdapat artifak pada hasil
EKG dengan Case Control sadapannya, dimana dapat diartikan bahwa
menggunakan dengan hanya sebagian kecil responden yang terdapat
Konduktor Jeli pendekatan artifak (rentang 1 – 25%). Dari 30 responden
dan Air pada perbandingan dengan penyadapan EKG menggunakan air,
Pasien kelompok statis sejumlah 7 orang responden (23,3%) terdapat
Penyakit artifak pada hasil sadapannya, dimana dapat
Jantung diartikan bahwa hanya sebagian kecil responden
Koroner di yang terdapat artifak (rentang 1 – 25%). Dari total
Ruang ICVCU 60 responden, dapat diketahui bahwa output nilai
RSUD DR. Chi Square hitung kedua variabel adalah sebesar
Moewardi 0,098 lebih kecil dari nilai Chi Square tabel
(Basuki dan sebesar 79,08 (0,098 < 79,08 dengan df = 60),
Siti, 2014) dimana P hitung sebesar 0,754 lebih besar dari
signifikansi sebesar 0,05 (0,754 > 0,05). Dengan
demikian Ha ditolak.
A Clinical Trial Rancangan Tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap
of the Eksperimental kemampuan konduktivitas gel dan air.
Effectiveness
of Water As A
Conductive
Medium in
Electrocardio-
graphy
(Birks et al,
1992)

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya terletak pada
lokasi penelitian yang dipilih, metodologi penelitian, dan kriteria sampel. Dalam penelitian ini,
lokasi penelitian yang dipilih adalah instalasi gawat darurat. Dimana penelitian sebelumnya
dilakukan di ruang perawatan ICU yang fokus terhadap pasien pasien kritis saja. Perbedaan
lainnya teletak pada rancangan penelitian, dimana pada penelitian ini peneliti menggunakan
rancangan quasy experimental dengan jenis pengambilan sampel adalah accidental sampling
dengan kriteria-kriteria tertentu, yaitu pasien yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit
jantung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi atau EKG menyajikan informasi klinik yang penting mengenai orientasi
elektrik jantung dalam ruang tiga dimensi, ukuran relatif ruangan-ruangan jantung, dan adanya
defek sistem konduksi dan memberikan bukti mengenai berbagai macam keadaan patologis
yang mendasari, seperti iskemia, infark, kardiomiopati, dan hipertrofi (Hurst JW et al, 2011).
Aktivitas jantung dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Serat saraf simpatis
meningkatkan denyut jantung, konduksi nodus atrioventrikular dan kontraktilitas miokardium.
Norepinefrin yang disekresikan oleh serabut postganglion menyebabkan interaksi dengan
reseptor beta 1-adrenergic pada jantung dan meningkatkan permeabilitas sel terhadap ion
natrium dan kalsium, sehingga berefek pada peningkatan kontraktilitas, konduktivitas dan
eksitabilitas jantung. Saraf parasimpatis postganglioner mensyarafi nodus SA dan AV. Stimulasi
reseptor muskarinik melalui pelepasan asetilkolin menurunkan eksitabilitas atrium dan
memperlambat konduksi impuls ke ventrikel (Patel & Benowitz, 2005).
Kelainan bentuk gelombang pada EKG dapat terjadi pada gangguan status fisiologis,
diantaranya karena obat, racun, ketidak seimbangan elektrolit dan metabolit, dan keadaan
hipoksia. Mekanisme utama terjadinya kelainan gambaran EKG adalah melalui aksi depresan
membran (penyekat kanal Na, penyekat kanal Ca, penyekat kanal kalium, dan penyekat Na-K
ATPase) dan kerja sistem saraf otonom (Lionte et al. 2012).

Gambar 2.1 Gambaran normal EKG 12 sandapan


B. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya perubahan EKG antara lain:
1. Obat
Obat pada umumnya mempengaruhi EKG pada fase repolarisasi. Konduksi AV, fungsi
sinus node dan konduksi ventrikel juga mungkin terganggu oleh sebagian besar obat-obat
antiaritmia, digitalis dan beberapa obat lain. Efek obat bisa membahayakan, yaitu
kemungkinan terjadi aritmia pada penggunaan obat antiaritmia (Hurst JW et al, 2011).
Obat mempengaruhi EKG dengan cara yang serupa dengan racun, yaitu sebagai agen
depresan membrane (penyekat kanal Na+, inhibitor kanal Ca2+, inhibitor kanal K+, dan inhibitor
Na+/K+ ATPase) dan sebagai agen yang mempengaruhi saraf otonom (penyekat beta-
adrenergik, penginhibisi simpatetik, simpatomimetik, antikolinergik, dan kolinomimetik). Obat-
obat yang dapat mempengaruh i EKG antara lain antihistamin, teophylline, obat antimalaria,
antibiotik misalnya ciprofloxacin, obat antiaritmia misalnya procainamide, obat psikiatri
misalnya droperidol dan lain sebagainya (Lionte et al. 2012).
2. Saturasi Oksigen
Oksigen dapat berefek pada jantung melalui terjadinya gangguan asambasa, yaitu
alkalosis respiratorik yang akan memicu aktivitas sistem simpatoadrenal. Telah diketahui
bahwa aksis pituitary-adrenal teraktivasi dini pada hipoksia sistemik.
Saurenmann dan Koller mengamati adanya perubahan EKG yang signifikan
(pemendekan interval RR, peningkatan gelombang P, pemanjangan PQ, deviasi vector R,
gelombang T yang mendatar pada sandapan prekordial kiri) pada ketinggian yang
kemungkinan dipengaruhi oleh faktor hipoksia jantung. Percobaan pada tikus yang dilakukan
oleh Bacova, Svorc dan Bracokova (2010) menjumpai pemanjangan interval PQ dan interval
QT pada episode apneik.

3. Kebiasaan merokok
Salman dkk melaporkan pada studinya bahwa terdapat kenaikan denyut jantung yang
signifikan pada perokok dan pengunyah tembankau. Selain itu juga terdapat pemendekan
durasi kompleks QRS, dan pemendekan interval TP yang signifikan pada perokok dan
pengunyah tembakau dibanding dengan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan adanya nikotin
yang terkandung dalam rokok dan tembakau yang bersifat simpatomimetik dengan
menyebabkan dilepaskannya katekolamin dan neurotransmitter lain yang bekerja di pusat dan
perifer.
4. Alkoholisme
Alkohol dapat mengakibatkan gangguan repolarisasi transien, meskipun hanya
dikonsumsi kadang-kadang. Pada alkoholik kronik, dapat dijumpai adanya gangguan
repolarisasi persisten, sinus takikardi, dan perubahan gelombang T nonspesifik (gelombang T
lebih tinggi daripada normal, gelombang T voltase rendah, gelombang T bimodal atau
gelombang T yang sedikit negatif).
Alkohol juga dapat memicu aritmia yang berbeda-beda, khususnya imupls atrial dan
ventrikuler premature, yang dapat hilang dengan penghentian konsumsi alkohol.
5. Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin dalam parameter elektrofisiologi kemungkinan dikarenakan
olah pengaruh banyaknya sex steroid dan steroid gonad, perbedaan autonomic tone dan
variabel hemodinamik spesifik jenis kelamin.
Interval QT lebih panjang pada wanita. Laki-laki memiliki denyut jantung intrinsik yang
lebih rendah. Selain itu fibrilasi atrium lebih sering terjadi pada laki-laki, namun perbedaan
prevalensi ini akan menghilang terutama setelah wanita berusia lebih dari 75 tahun (Gowda,
dkk, 2006).
6. Usia
Pada orang tua dapat ditemukan varian normal EKG berupa:
a. Denyut jantung lebih lambat dan interval PR yang lebih panjang
b. Terjadi peningkatan interval QT
c. Perubahan tidak spesifik pada repolarisasi (segmen ST yang sedikit terdepresi dan/atau
gelombang T mendatar). Gelombang U sering didapatkan, khususnya pada sandapan
prekordial.

C. Indikasi Perekaman EKG


Beberapa indikasi untuk melakukan elektrokardiografi meliputi:
1. Mendiagnosis infark miokard (serangan jantung) atau nyeri dada baru
2. Mendiagnosis pulmonary embolism atau sesak nafas baru
3. Suara jantung ketiga , suara jantung keempat , murmur jantung atau temuan lain
4. Merasakan disritmia jantung baik dengan denyut nadi atau palpitasi
5. Pemantauan disritmia jantung yang diketahui
6. Pingsan
7. Kejang
8. Pemantauan efek obat jantung (misalnya pemanjangan QT yang diinduksi obat )
9. Menilai tingkat keparahan kelainan elektrolit, seperti hiperkalemia
10. Pemantauan perioperatif di mana ada bentuk anestesi yang terlibat (misalnya perawatan
anestesi yang dipantau , anestesi umum ); Biasanya intraoperatif dan pasca operasi
11. Sebagai bagian dari penilaian pra-operasi beberapa waktu sebelum prosedur pembedahan
(terutama untuk mereka yang mengetahui penyakit kardiovaskular atau yang menjalani
prosedur invasif atau jantung, vaskular atau paru-paru, atau yang akan menerima anestesi
umum)
12. Uji stres jantung
13. Computed tomography angiography (CTA) dan Magnetic resonance angiography (MRA)
jantung (EKG digunakan untuk "gerbang" pemindaian sehingga posisi anatomis jantung
yang stabil)

D. Sistem Konduksi Jantung


Jantung merupakan sistem elektromekanikal dimana sinyal listrik untuk Miokardium
berkontraksi timbul akibat penyebaran impuls listrik pada miokardium. Ada beberapa sifat
khusus yang dimiliki oleh jaringan khusus pada miokardium yang berfungsi sebagai
penghantar daya listrik ini, yaitu :
1. Automatisasi, kemampuan menghasilkan suatu impuls secara spontan,
2. Irama, yaitu pembentukan impuls yang teratur,
3. Daya konduksi, yaitu kemampuan untuk menyalurkan impuls,
4. Dan daya rangsang, yaitu kemampuan bereaksi terhadap rangsang.
Karena sifat-sifat tersebut jantung membentuk suatu sistem penghantar impuls yang
disebut sistem konduksi jantung (Syaifuddin, 2009; Dharma, 2010). Sistem konduksi jantung
terdiri dari beberapa sel otot jantung yang memiliki sifat-sifat khusus dalam penghantaran listrik di
jantung. Adapun struktur dari sistem konduksi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Nodus sinoatrial (nodus SA), terletak di posterior atrium kanan dengan ukuran panjang 5-
10μm. Nodus SA berperan dalam pencetus listrik pada jantung (pacemaker cell). Kecepatan
frekuensi ritmis intrinsik nodu s SA sebesar 60-100 kali/menit (Thaler, 2013).
2. Jalur internodus, adalah sel jantung yang mengimpulskan listrik langsung antara nodus SA
dan nodus atrioventrikular (nodus AV) yang kemudian disebarkan melalui otot atrium (Jones,
2008).
3. Nodus atrioventrikular (nodus AV), terletak pada septum atrium, di bawah dinding posterior
atrium kanan dekat muara sinus koronarius. Jaringan pada nodus AV terhubung dengan
berkas His. Nodus AV memiliki konduksi yang lebih rendah sehingga memungkinkan adanya
perlambatan impuls sebelum impuls masuk ke ventrikel. Kecepatan frekuensi ritmis
intrinsik nodus AV sebesar 40-60 kali/menit (Jones, 2008; Syaifuddin, 2009).
4. Berkas His, terletak pada bagian atas dari septum interventrikular, dimana berkas ini akan
menyebarkan impuls ke cabang berkas kanan dan cabang berkas kiri. Cabang berkas
kanan akan membawa arus listrik menuju sisi kanan septum intraventrikular menuju
apeks ventrikel kanan, sedangkan cabang berkas kiri akan membawa arus listrik
menuju fasikulus septum (dinding otot yang memisahkan ventrikel kiri dan kanan),
fasikulus anterior (dinding anterior ventrikel kiri), dan fasikulus posterior (dinding posterior
ventrikel kanan) (Thaler, 2013).
5. Serabut Purkinje akan menyebarkan impuls listrik dari ujung cabang berkas ke
ventrikel, dari endokardium ke epikardium, untuk mencetuskan depolarisasi. Kecepatan
frekuensi ritmis intrinsik sistem Purkinje adalah 20-40 kali/menit (Brosche, 2011; Jones,
2008; Syaifuddin, 2009).
Jantung melakukan kontraksi diawali dengan adanya pencetus listrik jantung dari nodus
SA yang melakukan depolarisasi secara spontan. Impuls listrik akan menyebar keseluruh atrium
sehingga atrium berkontraksi. Impuls kemudian mengalir ke nodus AV dimana pada nodus AV
terjadi perlambatan konduksi listrik selama 1/10 detik, agar ejeksi darah pada atrium selesai
sebelum kontraksi dilanjutkan ke ventrikel. Impuls berjalan ke berkas His dan segera bercabang
menjadi cabang berkas kanan dan cabang berkas kiri serta fasikulinya akan berujung pada
serabut Purkinje. Serabut Purkinje inilah yang menghantarkan arus listrik ke dalam miokardiorum
ventrikel, sehingga menyebabkan ventrikel berkontraksi. Selesai berdepolarisasi, sel
miokardium mengalami masa refrakter singkat, yang artinya sel tersebut akan kebal terhadap
rangsangan lebih lanjut. Sel miokardium akan melakukan repolarisasi agar dapat
dirangsang kembali (Syaifuddin, 2009; Thaler 2013)
E. Sistem Elektrik Jantung
Aktivitas elektrik dalam keadaan normal berawal dari impuls yang dibentuk oleh
pacemaker di simpul Sino Atrial (SA) Signal listrik dari SA node mengalir melalui kedua atrium,
menyebabkan kedua atrium berkontraksi mengalirkan darah ke ventrikel. Kemudian signal listrik
ini mengalir melalui Atrio Ventrikular (AV) node lalu menuju ke berkas His dan terpisah menjadi
dua melewati berkas kiri dan kanan dan berakhir pada serabut Purkinjie yang mengaktifkan
serabut otot ventrikel. Ini menyebabkan kedua ventrikel berkontraksi memompa darah keseluruh
tubuh dan menghasilkan denyutan (pulse). Pengaliran listrik yang teratur ini dari SA node ke AV
node menyebabkan kontraksi teratur dari otot jantung yang dikenal dengan sebutan denyut sinus
(sinus beat).
F. Gambaran EKG Normal
Pada dasarnya EKG terdiri dari banyak gelombang, yang tiap gelombang mewakilkan
satu denyut jantung (satu kali aktifitas listrik jantung). Dalam satu gelombang EKG terdiri dari
beberapa titik gelombang ada yang disebut interval dan segmen. Titik terdiri dari titik P, Q, R, S,
T dan U (kadang sebagian referensi tidak menampilkan titik U) sedangkan Interval terdiri dari PR
interval, QRS interval dan QT interval dan Segmen terdiri dari PR segmen, dan ST segmen.

Gambar 2.1 Komponen Sinyal EKG

Penjelasan gambar :
 Titik P mempunyai arti bahwa terjadinya denyutan/kontraksi pada atrium jantung (dextra &
sinistra)
 Titik Q, R dan S mempunyai arti bahwa terjadinya denyutan/kontraksi (listrik) pada ventrikel
jantung (dextra & sinistra)
 Sedangkan titik T berarti relaksasi pada ventikel jantung.

G. Sadapan (Lokasi Penentuan) EKG


Untuk memperoleh rekaman EKG dipasang elektroda-elektroda di kulit pada tempat-
tempat tertentu. Lokasi penempatan elektroda sangat penting diperhatikan, karena penempatan
yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda. Terdapat 3 jenis sandapan (lead) pada
EKG, yaitu:
a. Sadapan Prekordial
Merupakan sadapan V1, V2, V3, V4, V5, dan V6 yang ditempatkan secara langsung di dada.
a. Sadapan V1 ditempatkan di ruang intercostal IV di kanan sternum.
b. Sadapan V2 ditempatkan di ruang intercostal IV di kiri sternum.
c. Sadapan V3 ditempatkan di antara sadapan V2 dan V4.
d. Sadapan V4 ditempatkan di ruang intercostal V di linea (sekalipun detak apeks
berpindah).
e. Sadapan V5 ditempatkan secara mendatar dengan V4 di linea axillaris anterior
f. Sadapan V6 ditempatkan secara mendatar dengan V4 dan V5 di linea midaxillaris.
Gambar 2.2 Sadapan Prekordial

b. Sadapan Unipolar
Sandapan Unipolar Ekstremitas:

Gambar 2.3 Sadapan Unipolar


a. aVR : merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA) yang bermuatan (+),dan
elektroda (-) gabungan tangan kiri dan kaki kiri membentuk elektroda indifiren.
b. aVL : merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA) yang bermuatan (+), dan muatan (-)
gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indifiren.
c. aVF : merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF) yang bermuatan (+) dan elektroda (-)
dari gabungan tangan kanan dan kaki kiri membentuk elektroda indifiren.
c. Sadapan Bipolar (Einthoven)
Merekam perbedaan potensial dari 2 elektroda, yang ditandai dengan angka romawi I, II dan
III.

Gambar 2.5 Sadapan Unipolar


a. Sandapan I : merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) yang bermuatan negatif
(-) tangan kiri bermuatan positif (+).
b. Sandapan II : merekam beda potensial antara tangan kanan (-) dengan kaki kiri (LF) yang
bermuatan (+)
c. Sandapan III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) yang bermuatan (-) dan
kaki kiri (+).
H. Sensor EKG
Elektrokardiografi (EKG) merupakan suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktivitas listrik otot
jantung.EKG ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang diambil dengan memasang
elektroda pada tubuh. Rekaman EKG ini digunakan oleh dokter atau ahli medis untuk
menentukan kondisi jantung dari pasien, yakni untuk mengetahui hal-hal seperti frekuensi (rate)
jantung, arhytma, infar miokard, pembesaran atrium, dll. Sinyal EKG direkam menggunakan
perangkat elektrokardiograf. Pemeriksaan EKG dilakukan dengan menempelkan lead (alat
penerima impuls listrik) di beberapa lokasi yang telah ditentukan. Setelah itu, informasi mengenai
keadaan jantung dapat diketahui melalui pola grafik yang dihasilkan. Fungsi dasar dari elektroda
adalah mendeteksi sinyal kelistrikan jantung.

I. Artifak
Artifak pada elektrokardiogram dapat terjadi akibat berbagai penyebab internal dan
eksternal dari tremor otot Parkinson ke gel elektroda kering. Gelombang, segmen, dan komplek
pada EKG dihasilkan oleh aktivitas listrik jantung, akan tetapi jika terdapat gangguan defleksi
yang lain maka disebut artifak. Penyebab artifak adalah konduktor antara elektrode dan kulit
kurang baik, elektrode kering, kotor, ataupun lepas, pasien bergerak, tremor, mesin EKG rusak,
kabel sadapan putus, ground listrik jelek (James, 2008).
Hal-hal berikut ini harus diperhatikan untuk memastikan tidak adanya artefak dan teknik
perekaman yang jelek:
1. EKG sebaiknya direkam pada pasien yang berbaring di tempat tidur yang nyaman atau pada
meja yang cukup lebar untuk menyokong seluruh tubuh. Pasien harus istirahat total untuk
memastikan memperoleh gambar yang memuaskan. Hal ini paling baik dengan menjelaskan
tindakan terlebih dahulu kepada pasien yang takut untuk menghilangkan ansietas. Gerakan
atau kedutan otot oleh pasien dapat merubah rekaman.
2. Kontak yang baik harus terjadi antara kulit dan elektroda. Kontak yang jelek dapat
mengakibatkan rekaman suboptimal.
3. Alat elektrokardiografi harus distandarisasi dengan cermat sehingga 1 milivolt (mV) akan
menimbulkan defleksi 1 cm. Standarisasi yang salah akan menimbulkan kompleks voltase
yang tidak akurat, yang dapat menimbulkan kesalahan penilaian.
4. Pasien dan alat harus di arde dengan baik untuk menghindari gangguan arus bolak-balik.
5. Setiap peralatan elektronik yang kontak dengan pasien, misalnya pompa infus intravena
yang diatur secara elektrik dapat menimbulkan artefak pada EKG.

J. Konduktor Jeli
Jeli elektrode merupakan jeli khusus yang biasa digunakan untuk perekaman EKG. Jeli
electrode berisi hydroxyethylcellulose, keseimbangan pH dan tidak menyebabkan iritasi pada
kulit. Hydroxyethylcellulose adalah jeli yang berasal dari selulosa. Hydroxyethyl-cellulose dapat
menyebabkan retensi air dan adhesi. Selain itu jeli elektrode juga mengandung salin untuk
meningkatkan konduktivitas listrik. Namun penggunaan konduktor EKG yg berupa jeli ini juga
mempunyai beberapa kekurangan, diantaranya adalah jeli bersifat lengket, sehingga
elektroda menjadi kotor dan pasien merasa kurang nyaman. Selain itu jeli elektroda harganya
juga relatif mahal (James, 2008).

K. Konduktor Air
Air murni dalam keadaan normal merupakan konduktor yang buruk. Akan tetapi bila air
ditambahakan elektrolit, maka akan menjadi konduktor yang baik. Oleh karena itu, larutan salin
(natrium klorida dalam air) atau air ledeng yang mengandung berbagai elektrolit adalah
konduktor yang baik (James, 2008).
Sifat-sifat air diantaranya adalah air memiliki konduktivitas listrik spesifik (25°C) 1x10-
17/ohm - cm dan konduktivitas listrik pada air paling sedikit 1000 kali lebih besar dari pada cairan
non metalik pada suhu ruangan (Gabriel, 2002).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi, Waktu, dan Sasaran Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di Ruang Intalasi Gawat Darurat (IGD) RS.X Banjarmasin.
2. Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada tanggal 30 April s/d 19 Mei’2018, dimulai dari
pengambilan data sampai dengan penyusunan hasil.
3. Sasaran Penelitian
Sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang ke IGD RS.X Banjarmasin,
yang diindikasikan oleh dokter untuk dilakukan pemeriksaan EKG dan belum pernah
didiagnosis menderita penyakit jantung sebelumnya.

B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik mencoba menggali
bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi (Sugiyono, 2013).
2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan rancangan quasi experiment dengan
model nonequivalent control group design. Metode penelitian survei analitik dengan
pendekatan quasi experiment bertujuan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan kelompok kontrol disampng kelompok eksperimen, namun pemilahan
kedua kelompok tersebut tidak dengan teknik random (Sukardi, 2008). Penelitian eksperimen
ini mencoba mempelajari pengaruh dari variabel tertentu terhadap variabel lain, melalui uji
coba dalam kondisi khusus yang segaja diciptakan. Sehingga yang dimaksudkan disini ialah
adanya kondisi khusus yang diciptakan oleh peneliti, untuk mengujicobakan metode atau
teknik yang akan dilakukan oleh peneliti.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan (Sugiyono,2011). Berdasarkan definisi tersebut maka yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke IGD RSUD Dr. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin, yang diindikasikan oleh dokter untuk dilakukan pemeriksaan EKG.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono, 2011). Dalam hal ini, yang menjadi sampel adalah semua pasien yang datang ke
IGD RS.X Banjarmasin yang tidak didiagnosis mengalami penyakit jantung pada saat pasien
di IGD. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik accidental
sampling. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah accidental sampling yaitu
cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu, apabila dijumpai ada
dan sesuai dengan karakteristik yang ditentukan, maka sampel tersebut diambil dan langsung
dijadikan sebagai sampel utama (Hidayat, 2009).
Dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan kriteria: pasien yang datang ke IGD
RS.X Banjarmasin, baik pria maupun wanita, yang diindikasikan oleh dokter untuk dilakukan
pemeriksaan EKG, dan tidak pernah menderita penyakit jantung sebelumnya.

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


1. Variabel Penelitian
a. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Suatu
kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel
dependen. (Nursalam, 2009). Variabel independen dalam penelitian ini adalah EKG
konduktor air, dan konduktor gel.
b. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain.
Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel lain (Nursalam,
2009). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah hasil perekaman EKG.
E. Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif memandang tingkah laku manusia, dapat diramal dari realitas sosial;
objektif, dan dapat diukur. Penggunaan pendekatan kuantitatif dengan instrumen yang valid
dan reliabel serta analisis statistik yang sesuai akan membuat hasil penelitian yang dicapai
tidak menyimpang dari kondisi yang sesungguhnya (Yusuf, 2014). Menurut Robert Donmoyer
cit Given (2008) adalah pendekatan terhadap kajian empiris untuk mengumpulkan,
menganalisa, dan menampilkan data mengenai efektivitas hasil perekaman EKG
menggunakan konduktor gel dan konduktor air.
2. Sumber Data
Berdasarkan sumber data, jenis data dapat dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil pengukuran,
pengamatan, survey dan lain-lain (Setiadi, 2007). Data primer pada penelitian ini didapat
melalui hasil pemeriksaan EKG di Ruang IGD RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin, yang dilakukan oleh peneliti dan didampingi oleh perawat ahli.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, badan/instansi yang
secara rutin mengumpulkan data (Setiadi, 2007). Data sekunder adalah data yang
diperoleh peneliti, secara tidak langsung yaitu dengan cara menelaah dokumen seperti
buku, jurnal-jurnal, dan status rekam medik klien untuk mengetahui data jumlah pasien
yang datang ke IGD RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin dan data riwayat
penyakit pasien serta sumber-sumber lain, dimana data sekunder ini dapat mendukung
data primer.
3. Cara Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan membagi sampel menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok yang diberi perlakuan pemeriksaan EKG menggunakan konduktor gel dan
kelompok yang diberi perlakuan pemeriksaan EKG menggunakan konduktor air. Kemudian
peneliti memeriksa status rekam medik pasien dan melakukan anamnesis untuk memastikan
pasien yang dijadikan sampel penelitian tidak pernah didiagnosis menderita penyakit jantung
sebelumnya. Peneliti melakukan pemeriksaan EKG pada sampel yang dipilih atas advice dari
dokter jaga IGD. Sebelum dilakukan pemeriksaan EKG, pasien terlebih dahulu diberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian. Pasien diminta mengisi lembar persetujuan
dan permohonan sebagai responden, kemudian peneliti melakukan pemeriksaan EKG,
selanjutnya hasil pemeriksaan EKG di cetak sebanyak 2 kali oleh peneliti untuk dilakukan
analisis ada tidaknya artifak dalam hasil EKG tersebut.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat pengumpulan data yang digunakan untuk
mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2009; Notoatmodjo, 2010).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin EKG, jeli konduktor EKG, air
ledeng, dan hasil perekaman EKG.

F. Teknik Pengolahan Data


Menurut Notoatmodjo (2012), dalam melakukan pengolahan data meliputi langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Memeriksa (Editing)
Hasil pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih
dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan.
2. Memberi Kode (Coding)
Setelah semua data hasil perekaman EKG di masukkan, selanjutnya dilakukan
peng”kodean” atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan. Misalnya 1=tidak ada artefak dan 2=ada artefak. Coding atau pemberian
kode ini sangat berguna dalam memasukan data (data entry).
3. Memasukan Data (Data Entry)
Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk
“kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau software komputer. Sotfware
komputer ini bermacam-macam, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk entry data penelitian adalah
program SPSS for Windows.
Dalam proses ini juga dituntut ketelitian dari orang yang melakukan data entry ini.
Apabila tidak maka akan terjadi bias, meskipun hanya memasukan data saja.
4. Pembersihan Data (Data Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan,
perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan kode,
ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini
disebut pembersihan data (data cleaning).
G. Metode Analisis Data
Analisis data adalah langkah selanjutnya setelah data terkumpul. Analisis data pada penelitian ini
meliputi:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian yaitu variabel independen (konduktor EKG jeli dan air), variabel
dependen (hasil perekaman EKG) (Notoatmodjo, 2012).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah proses menganalisis terhadap dua variabel yang berhubungan
atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2012). Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis efektivitas hasil perekaman EKG, konduktor air dan konduktor gel di RSUD Dr.
H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin

H. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting dalam
penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka
segi etika penelitian harus diperhatikan.
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Persetujuan Sebagai Responden (Informed Consent)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi
responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak pasein. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent
tersebut antara lain partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,
kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain. Peneliti menjelaskan secara rinci
tentang penelitian yang akan dilakukan dan responden mempunyai untuk memutuskan untuk
apakah mereka bersedia menjadi subjek penelitian atau tidak. Responden yang bersedia
menjadi subjek penelitian selanjutnya menandatangani informed consent.
2. Tanpa Nama (Anonimity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam
penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang disajikan. Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
tidak akan disebutkan namanya ketika dalam memberi informasi maupun dalam mengisi
kuesioner penelitian.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset. Peneliti akan menjaga kerahasian informasi yang telah diberikan
oleh responden (Hidayat, 2007).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Tempat Penelitian


1. Alamat
Banjarmasin, Indonesia.
2. Profil
RS X ialah satu dari sekian RS milik Pemprop Kota Banjarmasin yang bermodel RSU,
diurus oleh Pemda Propinsi dan tercantum kedalam Rumah Sakit Tipe B. RS ini telah
teregistrasi semenjak 02/01/2016 dengan Nomor Surat ijin 372/ MENKES/ IV/2008 dan
Tanggal Surat ijin 15/04/2008 dari KEMENKES RI dengan Sifat Tetap, dan berlaku sampai.
Setelah melaksanakan Prosedur AKREDITASI Rumah sakit Seluruh Indonesia dengan
proses Pentahapan III (16 Pelayanan) akhirnya diberikan status lulus.
3. Visi dan Misi
a. Visi :
“Terwujudnya..................2020".
b. Misi :
1) Mengembangkan pusat rujukan pelayanan kesehatan dengan unggulan penyakit
syaraf, penyakit infeksi, dan penyakit tropik di Provinsi Kalimantan Selatan.
2) Mengembangkan Aspek pendidikan dan penelitian bagi tenaga medik dan tenaga
kesehatan lainnya.
3) Mengembangkan dan meningkatkan kualitas Sumber daya manusia.

B. Hasil Penelitian dan Analisa Data


1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke IGD RS.X Saleh
Banjarmasin yang tidak didiagnosis mengalami penyakit jantung pada saat pasien di IGD
yang dilakukan tindakan perekaman EKG dengan menggunakan gel dan menggunakan air.
Pengambilan responden dalam penelitian ini menggunakan tehnik accidental sampling
dengan jumlah responden sebanyak 40 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok yang diberikan
jelly dan air masing-masing 20 orang, yang memenuhi kriteria untuk dilakukan penelitian
berupa pasien yang datang ke IGD RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, baik pria
maupun wanita, yang diindikasikan oleh dokter untuk dilakukan pemeriksaan EKG, dan tidak
pernah menderita penyakit jantung sebelumnya. Penelitian dilakukan pada tanggal 30 Juni
sampai 4 Juli 2017. Berdasarkan hasil penelitian maka data yang didapatkan adalah sebagai
berikut:
a. Umur
Karaketristik responden dalam penelitian ini berdasarkan umur yang dikategorikan
menjadi dewasa awal, dewasa akhir, lansia awal dan lansia akhir di IGD RS. X dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Yang Dilakukan Perekaman EKG
Dengan Konduktor Air Dan Gel di IGD RS.X Banjarmasin
No. Umur Frekuensi Persentase (%)
1. 26-35 tahun 5 12,5
2. 36-45 tahun 8 20,0
3. 46-55 tahun 17 42,5
4. 56-65 tahun 10 25,0
Jumlah 40 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 40 responden sebagian besar
responden yang dilakukan perekaman EKG dengan konduktor air dan gel sebagian besar
berusia 46-55 tahun, yaitu sebanyak 17 orang (42,5%).
b. Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan
yang dilakukan perekaman EKG menggunakan konduktor air dan konduktor gel di IGD
RS.X Banjarmasin dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan
Perekaman EKG Dengan Konduktor Air di IGD RS.X Banjarmasin
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1.. Laki-Laki 12 60
2. Perempuan 8 40
Jumlah 20 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 40 responden sebagian besar
responden yang dilakukan perekaman EKG menggunakan konduktor air berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 12 orang (60%).
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Yang Dilakukan
Perekaman EKG Dengan Konduktor Gel di IGD RS.X Banjarmasin
No. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1. Laki-Laki 10 50
2. Perempuan 10 50
Jumlah 20 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 40 responden sebagian besar
responden yang dilakukan perekaman EKG menggunakan konduktor gel berjenis kelamin
laki-laki maupun perempuan sebanyak 10 orang (50%).
Hal ini di dukung oleh teori menurut Gowda, dkk (2006) yang menjelaskan bahwa
perbedaan jenis kelamin dalam parameter elektrofisiologi kemungkinan dikarenakan olah
pengaruh banyaknya sex steroid dan steroid gonad, perbedaan autonomic tone dan
variabel hemodinamik spesifik jenis kelamin. Interval QT lebih panjang pada wanita. Laki-
laki memiliki denyut jantung intrinsik yang lebih rendah. Selain itu fibrilasi atrium lebih
sering terjadi pada laki-laki, namun perbedaan prevalensi ini akan menghilang terutama
setelah wanita berusia lebih dari 75 tahun.
2. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik
setiap variabel penelitian berdasarkan kategori yang telah ditentukan (Notoatmodjo, 2010).
Dari hasil penelitian didapatkan 40 responden yang sesuai dengan kriteria penelitian yang
dijadikan sampel dalam penelitianefektivitas hasil perekaman EKG dengan konduktor gel dan
konduktor air di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Hasil penelitian disajikan
dalam bentuk tabel dan gambar sebagai berikut:
a. Perekaman EKG Menggunakan Konduktor Air di RS.X Banjarmasin
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Hasil Perekaman EKG dengan Konduktor Air Dilihat dari
Ada dan Tidak Adanya Artefak
Konduktor Air Frekuensi (orang) Presentase (%)
Tidak ada artefak 16 80 %
Ada artefak 4 20 %
Jumlah 20 100 %
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS, 2017)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 20 orang responden yang
dilakukan tindakan perekaman EKG menggunakan konduktor air yang tidak terdapat
artefak sebanyak 16 (80%) hasil perekaman EKG dan yang terdapat artefak sebanyak 4
(20%).
b. Perekaman EKG Menggunakan Konduktor Gel di RS.X Banjarmasin
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Perekaman EKG dengan Konduktor Gel Dilihat dari
Ada dan Tidak Adanya Artefak
Konduktor Gel Frekuensi (orang) Presentase (%)
Tidak ada artefak 18 90 %
Ada artefak 2 10 %
Jumlah 20 100
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS, 2017)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 20 orang responden yang
dilakukan tindakan perekaman EKG menggunakan konduktor gel yang tidak terdapat
artefak sebanyak 18 (90%) hasil perekaman EKG dan yang terdapat artefak sebanyak 2
(10%).
3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis dua variabel dari variabel terikat dan
bebas. Dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui efektivitas hasil perekaman EKG
dengan konduktor gel dan konduktor air di RS.X Banjarmasin
Tabel 4.5 Analisis Efektivitas Hasil Perekaman EKG Dengan Konduktor Air Dan Konduktor
Gel di RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
Hasil Perekaman EKG
Jenis Konduktor Jumlah
Ada Artefak Tidak Ada Artefak
Jumlah 4 16 20
Air
Presentase 20% 80% 100%
Jumlah 2 18 20
Gel
Presentase 10% 90% 100%
Jumlah Total 6 34 40
Presentase 15% 85% 100%
Sumber: Data Primer (Diolah SPSS, 2017)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 40 orang responden yang
dilakukan tindakan perekaman EKG menggunakan konduktor air dimana hasil perekaman
EKG yang terdapat artefak sebanyak 4 responden (20%) dan yang tidak terdapat artefak
sebanyak 16 responden (80%), sedangkan pada hasil perekaman menggunakan konduktor
gel hanya 2 responden (10%) yang tedapat artefak dan yang tidak terdapat artefak sebanyak
18 responden (90%), dimana hanya terdapat selisih 2 orang responden diantara keduanya.

Tabel 4.7 Hasil Uji Statsitik Chi Square Hasil Perekaman EKG Dengan Menggunakan
Konduktor Air Dan Konduktor Gel Dilihat Dari Ada Atau Tidaknya Artefak
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .556a 1 .456
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .947 1 .331
Fisher's Exact Test 1.000 .632
Linear-by-Linear
.528 1 .468
Association
N of Valid Casesb 20

Dari hasil di atas menunjukkan bahwa hasil perekaman EKG dengan menggunakan
konduktor air dan gel, dimana P hitung sebesar 0,456 lebih besar dari signifikan 0,05
(0,456>0,05). Dapat disimpulkan bahwa hasil perekaman EKG dengan menggunakan
konduktor gel tidak lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan konduktor air dilihat dari
ada atau tidaknya artefak pada responden yang diteliti di IGD RS.X Banjarmasin.

C. Pembahasan
1. Hasil Perekaman EKG Menggunakan Konduktor Air di RS.X Banjarmasin

Gambar 4.1 Perbandingan Hasil Perekaman EKG dengan Kondukter Air


Berdasarkan hasil perekaman EKG dari 40 responden yang dibagi menjadi 2
kelompok masing-masing kelompok mempunyai 20 responden yang menggunakan konduktor
air terdapat sebanyak 16 hasil perekaman (80%) yang tidak terdapat artefak dimana dapat
diartikan bahwa hanya sebagian kecil responden yang terdapat artefak sebanyak 4 responden
(20%). Penggunaan air sebagai media perekaman dapat meningkatkan potensial aksi
(voltase) dan mempengaruhi terhadap kualitas hasil perekaman dimana kejadian artefak lebih
tinggi dibandingkan dengan penggunaan gel sebagai media perekaman EKG, hal ini terjadi
karena air dapat terurai oleh pengaruh arus listrik. Selain itu ada beberapa hal juga yang
menyebabkan hasil perekaman EKG mengalami artefak yaitu yang posisi klien saat dilakukan
perekaman, keadaan klien yang gelisah dan bergerak saat diperiksa karena gerakan atau
kedutan otot klien yang gelisah dapat merubah hasil rekaman EKG.
Namun penggunaan air pada perekaman EKG memiliki keunggulan lain dari
penggunaan gel karena dapat memberikan rasa nyaman pada klien dan tidak memberikan
efek lengket di tubuh klien, dan juga dalam penggunaan air dapat menjaga kebersihan dari
alat EKG itu sendiri, karena sifat air yang cepat menguap tidak meninggalkan bekas pada
elektoda EKG, serta memperpanjang usia alat EKG. Air murni dalam keadaan normal
merupakan konduktor yang buruk. Akan tetapi bila air ditambahakan elektrolit, maka akan
menjadi konduktor yang baik. Oleh karena itu, larutan salin (natrium klorida dalam air) atau air
ledeng yang mengandung berbagai elektrolit adalah konduktor yang baik (James, 2008).
Sifat-sifat air diantaranya adalah air memiliki konduktivitas listrik spesifik (25°C) 1x10-
17/ohm - cm dan konduktivitas listrik pada air paling sedikit 1000 kali lebih besar dari pada
cairan non metalik pada suhu ruangan (Gabriel, 2002).
2. Hasil Perekaman EKG di RS.X Banjarmasin

Gambar 4.2 Hasil Perbandingan Perekaman EKG dengan Kondukter Gel


Berdasarkan hasil perekaman EKG dari 40 responden responden yang dibagi menjadi
2 kelompok masing-masing kelompok mempunyai 20 responden yang menggunakan
konduktor gel didapatkan hasil EKG yang jelas dan tidak mengalami artefak sebanyak 18
responden (90%) dan ada beberapa hasil EKG yang terdapat artefak sebanyak 2 responden
(10%). Hal ini terjadi karena pada saat dilakukan perekaman EKG dengan konduktor gel,
elektroda yang digunakan tidak menempel dengan sempurna pada kulit responden akibat dari
adanya penumpukkan gel yang tidak dibersihkan pada elektroda sehingga menyebabkan
timbulnya artefak pada hasil perekaman EKG dan terdapat sisa gel yang mengering dan
mengendap pada elektroda yang dapat menghambat hambatan impuls listrik dan
mengganggu hasil sadapan. Dimana penggunaan gel ini pada perekaman EKG berfungsi
sebagai konduktor untuk meningkatkan konduksi listrik antara kulit dan elektrode dan juga
dapat menurunkan resistensi antara elektrode dan kulit sehingga dapat menghasilkan
gambaran perekaman EKG yang jelas dan tidak menimbulkan adanya artefak.
Gel yang digunakan untuk perlengketan elektrode merupakan gel khusus yang biasa
digunakan untuk perekaman EKG. Dimana kandungan gel elektrode berisi
hydroxyethylcellulose, yang memiliki keseimbangan pH sesuai dengan kulit sehingga tidak
menyebabkan iritasi pada kulit saat dipakai. Hydroxyethylcellulose adalah gel yang berasal
dari selulosa. Hydroxyethylcellulose dapat menyebabkan retensi air dan adhesi. Selain itu gel
elektrode juga mengandung salin untuk meningkatkan konduktivitas listrik. Namun
penggunaan konduktor EKG yg dengan gel ini juga mempunyai beberapa kekurangan berupa
gel bersifat lengket, sehingga elektroda menjadi kotor dan pasien merasa kurang
nyaman (James, 2008).
3. Efektivitas Hasil Perekaman EKG Dengan Konduktor Air Dan Konduktor Gel di RS.X
Banjarmasin
Berdasarkan hasil perekaman EKG menggunakan konduktor air dan gel didapatkan
bahwa dari 40 responden yang dilakukan perekaman EKG sebanyak 34 (85%) hasil
perekaman EKG yang tidak terdapat artefak dan sebanyak 6 (15%) yang terdapat artefak.
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa hasil perekaman EKG dengan menggunakan konduktor
air dan gel, dimana P hitung sebesar 0,456 lebih besar dari signifikan 0,05 (0,456>0,05).
Dapat disimpulkan bahwa hasil perekaman EKG dengan menggunakan konduktor gel tidak
lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan konduktor air dilihat dari ada atau tidaknya
artefak pada responden yang diteliti di IGD RSUD Dr.H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin.
Dengan demikian Ha ditolak dan Ho diterima atau dengan kata lain tidak ada perbedaan yang
signifikan diantara keduanya.
Hasil perekaman EKG yang digunakan dengan katroda berupa gel maupun air, yang
diperkuat dari temuan jurnal bahwa penggunaan air ledeng sebagai media perekam EKG
dapat meningkatkan potensial aksi (voltase) dan berpengaruh terhadap kualitas hasil
perekaman dimana kejadian artefak lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan jelly
sebagai media perekaman EKG. Hasil penelitian yang dilakukan di IGD pada 40 orang
responden menunjukkan perekaman EKG dengan menggunakan konduktor jeli cenderung
lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan konduktor air dilihat dari ada dan tidak adanya
artefak pada responden. Artifak pada elektrokardiogram dapat terjadi akibat berbagai
penyebab internal dan eksternal dari tremor otot Parkinson ke gel elektroda kering.
Gelombang, segmen, dan komplek pada EKG dihasilkan oleh aktivitas listrik jantung, akan
tetapi jika terdapat gangguan defleksi yang lain maka disebut artifak. Penyebab artifak adalah
konduktor antara elektrode dan kulit kurang baik, elektrode kering, kotor, ataupun lepas,
pasien bergerak, tremor, mesin EKG rusak, kabel sadapan putus, ground listrik jelek (James,
2008).
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa penggunaan konduktor gel lebih efektif
dibandingkan penggunaan konduktor air di lihat dari banyaknya kejadian artifak pada
konduktor air dibandingkan konduktor gel, jadi dapat disimpulkan bahwa penggunaan
komduktor gel yang lebih disarankan dibandingkan konduktor air. Hal ini di dukung oleh hasil
penelitian sebelumnya menurut Basuki dan Siti (2014) yang berjudul Efektivitas Hasil
Perekaman EKG dengan menggunakan Konduktor Jeli dan Air pada Pasien Penyakit Jantung
Koroner di Ruang ICVCU RSUD DR. Moewardi yang menyatakan bahwa penggunan
konduktor gel lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan konduktor air pada hasil
perekaman EKG.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil perekaman EKG dari 40 responden yang menggunakan konduktor air
terdapat sebanyak 16 hasil perekaman (80%) yang tidak terdapat artefak dimana dapat
diartikan bahwa hanya sebagian kecil responden yang terdapat artefak sebanyak 4 responden
(20%). Penggunaan air sebagai media perekaman dapat meningkatkan potensial aksi
(voltase) dan dapat mempengaruhi terhadap kualitas hasil perekaman dimana kejadian
artefak lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan gel sebagai media perekaman EKG, hal
ini terjadi karena air dapat terurai oleh pengaruh arus listrik.
2. Hasil perekaman EKG dari 40 responden yang menggunakan konduktor gel yang diletakkan
diantara permukaan kulit sebanyak 18 responden (90%) yang tidak terdapat artefak. Ada
beberapa hasil EKG yang terdapat artefak sebanyak 2 responden (10%), hal ini terjadi karena
pada saat dilakukan perekaman EKG dengan konduktor gel terdapat sisa gel yang mengering
dan mengendap pada elektroda yang bisa menghambat hambatan impuls listrik sehingga
terjadi gangguan pada hasil sadapan.
3. Hasil perekaman EKG pada 40 responden dengan menggunakan konduktor air dan gel
didapatkan nilai P hitung sebesar 0,456 lebih besar dari signifikan 0,05 (0,456>0,05), yang
menunjukkan bahwa Ha ditolak dan Ho diterima atau dengan kata lain tidak ada perbedaan
yang signifikan diantara keduanya. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa penggunaan
konduktor gel lebih efektif dibandingkan penggunaan konduktor air di lihat dari banyaknya
kejadian artifak pada konduktor air dibandingkan konduktor gel, jadi dapat disimpulkan bahwa
penggunaan komduktor gel yang lebih disarankan dibandingkan konduktor air. Hal ini di
dukung oleh hasil penelitian sebelumnya menurut Basuki dan Siti (2014) yang berjudul
Efektivitas Hasil Perekaman EKG dengan menggunakan Konduktor Jeli dan Air pada Pasien
Penyakit Jantung Koroner di Ruang ICVCU RSUD DR. Moewardi yang menyatakan bahwa
penggunan konduktor gel lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan konduktor air pada
hasil perekaman EKG.
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan penelitian ini bisa menambah wawasan, pengetahuan serta pemahaman
tentang efektivitas hasil perekaman EKG dengan konduktor gel, dan konduktor air dan untuk
meningkatkan keilmuan penulis dalam penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aaronson, Phillip I., and Ward, Jeremy PT., 2010, At a Glance Sistem Kardiovaskular 3th ed, Penerbit
Erlangga, Jakarta.

Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta:
Salemba Medika.

Basuki dan Siti, 2014. Efektifitas Hasil Perekaman Ekg Dengan Menggunakan Konduktor Jeli Dan Air
Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner (Pjk) Di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit
(Icvcu) Rsud Dr. Moewardi

Devi MR, Arvind T, Kumar PS.2013. ECG Changes in Smokers and Non Smokers-A Comparative
Study. J ClinDiagn Res.

Gabriel. J. F. 2002. Fisika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Hipokrates.

Gowda RM, Wilbur SL, Schweitzer P. 2006. Gender DifferenciesIn Cardiac Electrophysiology And
Arrythmias. Part 1: Cardiol.

Hurst JW, Fuster V, Walsh RA, Harrington RA.2006.Hurst's the Heart, 13th ed.New York: McGraw-Hill
Medical.

Iman, Soeharto, 2004. Serangan Jantung Dan Stroke, Hubungannya Dengan Lemak Dan Kolesterol.
Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

James dkk, 2008, Prinsip-prinsip Sain suntuk Keperawatan, Alih Bahasa Wardhani, Penerbit
Erlangga: Jakarta.

John M, Oommen A, Zachariah A. 2003. Muscle injury in Organophos phorus poisoning and its role
ini the development of Intermediate Syndrome: Neurotoxicology.

Kalim Harmani, dkk (2006), Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Tanpa ST Elevasi, PERKI.

Lionte C, Sorodoc L, Petris O, Sorodoc V.2006.Electrocardiographic Changes InAcute


Organophosphate Poisoning: Rev Med ChirSoc Med Nat Iasi.

Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Patel MM, Benowitz N. 2006. Cardiac Conduction And Rate Disturbances, In: Critical Care
Toxicology: Diagnosis And Management Of The CriticallyPoisoned Patient. Philadelphia:
Elsevier Mosby.

Perki, 2003. Pedoman Tata Laksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia. Jakarta.

Salman Shafi S, Syed Neyaz H, Tanu A, Deepankar S. 2013. A Comparison of 12Lead ECG Status of
Tobacco Smokers, Tobacco Chewers and Non TobaccoUsers: Natl J Med Res.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha.

Sugiyono, 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta.

Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasional. Yogyakarta: Bumi Aksara.

Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Thaler MS. 2013. Satu-Satunya Buku EKG Yang Anda Perlukan. Ed ketujuh, Jakarta: EGC.
Yusuf, A Muri. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Penelitian Gabungan. Jakarta :
Prenadamedia Group.

(Contoh cover/halaman depan laporan asuhan keperawatan Untuk Studi Kasus)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.K


DI RUANG ...................................
RSUD ULIN BANJARMASIN

DI SUSUN OLEH :
Nama Mahasiswa :……………………….
NIM :……………………….
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2019
PANDUAN PENYUSUNAN STUDI KASUS

A. Kerangka Penulisan
Kerangka penulisan naskah studi kasus adalah sebagai berikut :
BAGIAN AWAL
Bagian Awal Naskah studi kasus terdiri atas :
1. Sampul Depan CONTOH JUDUL : Asuhan Keperawatan pada Tn.X dengan diagnosa Post
op Craniotomy evakuasi atas indikasi Intraventrikular Hemmoragic di ruang ICU RSUD
Ulin Banjarmasin
2. Lembar persetujuan pembimbing
3. Lembar pengesahan penguji
4. Kata Pengantar
5. Daftar Isi
6. Daftar tabel
7. Daftar Gambar
8. Daftar Lampiran
9. Executive Summary (disusun setelah revisi sidang studi kasus)
BAGIAN INTI
Bagian Inti Studi kasus memuat hal sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
1.4.2 Manfaat Praktis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III PROSES KEPERAWATAN
BAB IV PEMBAHASAN (dengan Format Fakta, Teori dan Opini)
Membahas kesenjangan atau temuan spesial dalam pelaksanaan :
4.1 Pengkajian
4.2 Diagnosa Keperawatan
4.3 Intervensi Keperawatan
4.4 Evaluasi Keperawatan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
BAGIAN AKHIR
Bagian Akhir terdiri dari :
1. Daftar pustaka
2. Lampiran

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berisi uraian tentang apa yang menjadi latar belakang masalah sehingga perlu dipecahkan
melalui studi kasus. Inti dari latar belakang adalah suatu keragu-raguan , kesenjangan sehingga
mahasiswa tertarik untuk melakukan investigasi. Masalah tersebut harus didukung oleh fakta empiris
sehingga jelas.
Dalam latar belakang ini di tulis secara berurutan introduksi masalah , justifikasi masalah/
skala masalah,
M-Masalah
S-Skala masalah
K-Kronologis
S-Solusi
1.2 Batasan Masalah
Aspek kasus yang dibatasi untuk diangkat sebagai tema studi kasus
Contoh : Pada studi kasus ini asuhan keperawatan pada pasien...dengan gangguan...
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum merupakan tujuan secara keseluruhan yang ingin di capai melalui studi
kasus
Contoh : Tujuan adalah menggali/mempelajari asuhan keperawatan....
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Tujuan khusus merupakan penjabaran atau pentahapan tujuan umum, sifatnya lebih
operasional dan spesifik dapat dilihat pada tahap-tahap asuhan keperawatan dan analisis
perbedaan dari tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus
2) Apabila semua tujuan khusus tercapai, maka tujuan umum penelitian juga terpenuhi
3) Contoh tujuan khusus :
1. Menggali pengkajian keperawatan
2. ...............diagnosa........................
3. ...............perencanaan..................
4. ...............pelaksanaan...................
5. ..................evaluasi...........................

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
1.4.2 Manfaat Praktis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka memuat uraian yang sistematik teori dasar yang relevan, fakta, hasil penelitian
sebelumnya yang berasal dari pustaka mutakhir yang memuat teori, proposisi, konsep atau
pendekatan terbaru tidak diperbolehkan mengambil dari blog dengan ketentuan minimal 10 daftar
pustaka (5 tahun terakhir) yang ada hubungannya dengan studi kasus. Mencantumkan nama
sumbernya . Tata penulisan kepustakaan harus sesuai dengan ketentuan pada panduan yang
digunakan .
Tinjauan pustaka terdiri dari anatomi fisiologi, definisi, konsep penyakit, patofisiologi,
penatalakasanaan dan konsep asuhan keperawatan.

BAB III
PROSES KEPERAWATAN
Proses keperawatan memuat uraian terkait asuhan keperawatan dimulai dari hasil pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, penentuan Intervensi dan implementasi keperawatan sampai
dengan Evaluasi dan catatan perkembangan selama 3 hari
BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan memuat perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus yang disajikan
untuk menjawab tujuan khusus dari studi kasus. Setiap temuan perbedaan diuraikan dengan konsep.
Pembahasan disusun sesuai dengan tujuan khusus. Pembahasan berisi tentang mengapa (Why) dan
Bagaimana (How). urutan penulisan berdasarkan paragraf adalah F-T-O (Fakta-Teori-Opini).
Isi pembahasan sesuai dengan tujuan khusus studi kasus
1. Pengkajian
2. Diagnosis keperawatan
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan merupakan jawaban dari masalah dalam studi kasus . penulisan kesimpulan
dengan menggunakan kalimat ( Subyek, Predikat, Obyek, Keterangan).

5.2 Saran
Saran merupakan implikasi hasil studi kasus terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan
penggunaan praktis. Sekurang-kurangnya memberi saran bagi pemberi asuhan keperawatan
yang selanjutnya.
BAGIAN AKHIR
1. Daftar Pustaka
2. Lampiran

Contoh Executive Summary, Executive summary disusun setelah revisi sidang studi kasus

Executive Summary

Komplikasi yang sering didapatkan dari diabetes melitus tipe II adalah gangren. Gangren
disebabkan oleh kematian jaringan yang dihasilkan dari penghentian suplai darah ke organ
terpengaruh. Masalah keperawatan yang sering muncul pada penderita diabetes dengan komplikasi
gangren adalah kerusakan integritas kulit. Tujuan penelitian studi kasus ini adalah melaksanakan
asuhan keperawatan kerusakan integritas kulit pada penderita diabetes melitus tipe II komplikasi
gangren.

Desain yang digunakan adalah metode studi kasus. Populasi penelitian adalah pasien diabetes
melitus tipe II komplikasi gangren dengan masalah kerusakan integritas kulit. Besar sampel adalah 2
responden. Pengumpulan data menggunakan format pengkajian dan lembar observasi dengan
metode wawancara dan pemeriksaan fisik. Sumber informasi adalah pasien, keluarga, dan perawat.
Data dianalisa secara deskriptif.

Hasil dari studi kasus menunjukkan perbedaan setelah dilakukan tindakan rawat luka dua hari
sekali dan pemberian health education, pada Ny.WK didapatkan sedikit pus pada ulkus dan balutan,
serta masih terdapat tanda inflamasi. Pada Ny.RM didapatkan tidak ada pus pada ulkus dan balutan,
serta tidak ada tanda inflamasi.
Simpulan hasil dari studi kasus ini adalah pemberian asuhan keperawatan selama 3 hari pada
kedua pasien menunjukkan hasil yang sama yaitu tujuan teratasi sebagian. Sehingga disarankan
kepada perawat agar tetap memberikan perawatan luka dan health education pada kedua pasien.

Kata kunci: Gangren, kerusakan integritas kulit, diabetes melitus tipe II.

Anda mungkin juga menyukai