Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

“Konjungtivitis Bakteri”

Pembimbing :
dr. Hasri Darni, Sp. M

Disusun oleh :
Herni Maulidyah
2015730054

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Konjungtivitis Bakteri”. Laporan kasus ini penulis ajukan sebagai salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan kepanitraan klinik stase Ilmu Penyakit Mata di
Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran sangat diharapkan guna perbaikan selanjutnya. Atas
selesainya laporan kasus ini, penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Hasri Darni, Sp.M. yang telah
memberikan arahan dan bimbingannya. Semoga tugas laporan kasus ini dapat
menambah ilmu pengetahuan bagi penulis dan para pembaca.

Jakarta, Desember 2019


BAB I
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Putri
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Alamat : Pondok Kopi, Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk RS : 27 Desember 2019

II. Anamnesa
Keluhan Utama
Mata kiri merah sejak 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


Os datang ke poli mata RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan mata kiri merah sejak
3 hari yang lalu, Os juga mengeluhkan terdapat kotoran pada mata dan kelopak mata
sulit dibuka terutama di pagi hari saat bangun tidur, kotoran mata sedikit kental
berwarna kekuningan. Os juga mengeluh mata terasa gatal dan berair, mata terasa
seperti ada yang mengganjal dan sedikit perih. Os menyangkal terkena benda – benda
pada kedua mata, nyeri saat melihat disangkal, bengkak pada sebelum daun telinga
disangkal. penurunan penglihatan pada kedua mata disangkal. Tidak ada demam,
pusing dan sakit tenggorok.

Riwayat Penyakit Dahulu


Os tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa dengan pasien.

Riwayat Pengobatan
Os telah meneteskan obat mata dengan menggunakan insto.
Riwayat alergi
Os menyangkal adanya riwayat alergi obat-obatan, makanan dan cuaca

Riwayat Psikososial
Os adalah seorang ibu rumah tangga
Os sering menyapu halaman pada pagi hari
Pasien tidak merokok dan minum alkohol

III. Pemeriksaan Fisik


KU : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 82x/ menit teratur dan kuat angkat
Respirasi : 20x/mnt reguler
Suhu : 36,3°C

PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

A. INSPEKSI
OD OS
Palpebra Udem (-) Udem (-)

Apparatus lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)


Silia Sekret (-) Sekret (+)
mukopurulen
Konjungtiva Hiperemis (-), Hiperemis (+),
inj.konjungtiva (-), inj.konjungtiva (+),
sekret (-) sekret(+)
Bola mata Normal Normal
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Isokor, diameter 3 mm, Isokor, diameter 3
refleks (+) mm, refleks (+)
Lensa Jernih Jernih
Mekanisme muscular Ke segala arah Ke segala arah

B. PALPASI
Pemeriksaan OD OS
Tensi okuler normal normal
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)
Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

C. VISUS
VOD = 6/6
VOS = 6/6

D. SLIT LAMP
Tidak dilakukan

IV. RESUME
Os perempuan berusia 32 tahun datang dengan keluhan mata kiri merah yang
dialami sejak 3 bulan yang lalu. Mata merah disertai dengan rasa gatal(+), rasa
mengganjal (+) dan sedikit perih(+). Lakrimasi (+), sekret (+), kelopak mata sulit
dibuka pada pagi hari saat bangun tidur(+). Os telah meneteskan obat mata dengan
menggunakan insto.
Pada pemeriksaan oftalmologi, inspeksi didapatkan lakrimasi (+), sekret (+)
mukopurulen, konjungtiva hiperemis (+), injeksio konjungtiva (+) pada oculi sinistra.
Pada pemeriksaan palpasi tidak terdapat nyeri tekan dan pembesaran kelenjar
preaurikuler. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD: 6/6, VOS: 6/6. Pemeriksaan
slit lamp tidak dilakukan.

V. DIAGNOSIS
OS Kojungtivitis Akut e.c Bakteri

VI. RENCANA PENATALAKSANAAN


Medikamentosa
- Antibiotika topikal
- Kortikosteroid topikal

Non Medikamentosa
- Menyarankan untuk menggunakan pelindung mata agar tidak terjadi infeksi
sekunder
- Selalu jaga kebersihan mata
- Selalu mencuci tangan sesaat setelah memegang mata agar tidak menular ke orang
lain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Radang konjungtiva (konjungtivitis) merupakan penyakit mata paling umum di
dunia. Konjungtivitis merupakan suatu keadaan dimana konjungtiva mengalami
suatu inflamasi yang mengakibatkan dilatasi pembuluh darah konjungtiva sehingga
mata tampak merah. Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu
sensasi tergores atau panas, sensasi penuh disekitar mata, gatal, dan fotofobia. Tanda
penting konjungtivitis adalah hiperemia, air mata berlebih, eksudasi, pseudoptosis,
hipertropi papiler, kemosis, folikel, pseudomembran, granuloma, dan adenopati
preaurikuler. Penyebanya umumnya eksogen, namun dapat endogen. Ada tiga tipe
utama, yakni konjungtivitis infeksi, alergi, dan kimia.
Konjungtivitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus dan bakteri.
Konjungtivitis bakteri merupakan infeksi bakteri yang melibatkan membran mukosa
pada permukaan mata. Kondisi ini biasanya mengalami remisi sendiri (self-limiting
illness) pada kasus yang ringan, namun kadang-kadang dapat menjadi berat atau
mendasari terjadinya penyakit sistemik.

B. Anatomi Fisiologi
Konjungtiva adalah membran mukosa yang tipis dan trasparan yang menutupi
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior
sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva mengandung epitel squamous non
keratinosit dengan sejumlah sel goblet dan subtansia propria yang tipis, kaya
pembuluh darah, dan mengandung pembuluh limfe, sel plasma, makrofag, dan sel
mast. Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (mucocutaneus
junction) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelenjar
musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata
terutama kornea. Di bawah konjungtiva bulbi terdapat episklera dan sklera.
Gambar 1.Anatomi mata dan kelopak mata4

Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu: konjungtiva palpebralis, konjungtiva


bulbi, dan konjungtiva forniks. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan
posterior kelopak mata dan melekat erat pada tarsus. Di tepi superior dan inferior
tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
menutupi jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva forniks,
merupakan tempat peralihan konjungtiva palpebralis dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
Konjungtiva bulbi, melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat
berkali-kali. Lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar
permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus-duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke
forniks temporal superior. Kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva
menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan
sklera di bawahnya. Konjungtiva bulbaris yang lunak, mudah bergerak dan tebal
(plika semiulnaris) terletak di canthus medial. Struktur epidermoid yang kecil
semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika
semiulnaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan
membran mukosa.
Histologis
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superfisisal, dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari
sel-sel epitel skuamosa.Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat
atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-
sel epitel basal berwarna lebih pekat dari pada sel-sel superfisial dan di dekat limbus
dapat mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di
beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat
pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang
konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar
krause berada di forniks superior, dan sedikit ada di forniks inferior. Kelenjar
Wolfring terletak di tepi atas tarsus superior.

Suplai Darah, Limfe, dan Persarafan


Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva
yang umumnya mengikuti pola arterinya-membentuk jaringan-jaringan vaskuler
konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan
superfisisal dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak
mata hingga membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan pertama nervus V (nervus oftalmikus). Saraf ini hanya sedikit
mempunyai serat nyeri.
C. Etiologi
Bentuk konjungtivitis bakterial di kelompokkan menjadi konjungtivitis
hiperakutdan subakut, akut catarrhal, dan menahun. Penyebab paling sering dari
konjungtivitis hiperakut adalah N. Gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis.
Konjungtivitis subakut disebabkan oleh Haemophilus influenzae, sedangkan
konjungtivitis kataralis akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, Haemophilus aegyptus. Konjungtivitis bakterial kronik
disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Moraxella lacunata, Pseudomonas,
Enterobacteriaceae dan Proteus spp. Dari kesemuanya, tiga patogen yang paling
umum menyebabkan konjungtivitis bakteri adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Staphylococcus aureus.

D. Patofisiologi
Mata mempunyai mekanisme petahanan terhadap invasi bakteri. Mekanisme
pertahanan primer terhadap infeksi berupa lapisan epitel yang menutupi konjungtiva
dan pertahanan sekunder melibatkan mekanisme imun hematologik yang dibawa
oleh pembuluh darah konjungtiva, lisozim bakteriostatik, immunoglobulin pada tear
film, kedipan mata, dan bakteri non patogenik yang berkolonisasi pada mata dan
berkompetisi dengan organisme yang mencoba menginvasi. Apabila salah satu dari
mekanisme pertahanan ini terganggu, maka infeksi bakteri patogen dapat terjadi.
Infeksi bakteri dan eksotoksin yang mereka produksi akan dikenali sebagai
antigen. Hal ini akan menginduksi reaksi antigen-antibodi dan menyebabkan
terjadinya inflamasi. Pada orang yang sehat, mata akan berusaha untuk kembali ke
kondisi homeostasis, dan bakterinya akan dieradikasi. Namun, invasi bakteri yang
berat bisa menjadi sangat sulit untuk di lawan, dan menyebabkan terjadinya infeksi
konjungtiva dan yang selanjutnya dapat meluas ke kornea dan bagian mata lainnya.
Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan berlebihan dan infiltrasi
bakteri pada lapisan epitel konjungtiva dan kadang-kadang pada substansia propria.
Sumber infeksinya adalah kontak langsung dengan sekret individu yang terinfeksi,
biasanya melalui kontak mata-tangan (eye-hand contact) atau penyebaran infeksi
dari organisme yang berkoloni pada mukosa nasal dan sinus pasien sendiri. Pada
orang dewasa dengan konjungtivitis bakteri unilateral, sistem nasolakrimal
sebaiknya diperiksa karena obstruksi duktus nasolakrimalis, dakriosistitis, dan
kanalikulitis dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri unilateral.7

E. Gejala Klinik
Secara umum, gejala yang biasa timbul pada konjungtivitis bakteri antara lain:
- Mata merah akibat dilatasi pembuluh darah konjungtiva
- Injeksi konjungtiva
- Sekret konjungtiva mukopurulen sampai purulen
- Edema kelopak mata
- Rasa tidak nyaman; perih, panas, sensasi benda asing, rasa berpasir.
- Nyeri tidak ada atau minimal
- Epifora (air mata berlebih)
- Fotofobia biasanya tidak ada atau ringan.
- Kelopak mata sulit dibuka saat bangun tidur, melengket satu sama lain karena
adanya sekret (“glue eye”)
- Penglihatan biasanya normal. Penglihatan kabur dapat disebabkan adanya
discharge (sekret) atau debris pada tear film.
- Biasanya bilateral. Mulai pada satu mata kemudian dapat menyebar dengan
mudah ke mata sebelah.

Gambar 2. Konjungtivitis Bakteri9

1. Konjungtivitis Bakterial Hiperakut (dan subakut)


Konjungtivitis bakteri hiperakut merupakan suatu keadaan infeksi yang berat
dan membutuhkan penanganan optalmik yang cepat. Onsetnya tiba-tiba (12-24 jam)
dan ditandai dengan adanya sekret purulen kuning kehijauan yang berlebihan disertai
edema kelopak mata, hiperemia, chemosis (utamanya di limbus), dan sering terdapat
limfadenopati preaurikuler. Dapat juga terjadi perkembangan menjadi keratitis yang
ditandai dengan fotofobia, penurunan visus, dan fluorescein uptake. Penyebabnya
adalah N. Gonorrhoeae dan N. Meningitidis, dimana causa oleh N. Gonorrhoeae
lebih sering terjadi. Infeksi dari kedua jenis ini mempunyai gejala yang mirip, dan
hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan mikrobiologi.
Infeksi okuler gonokokkal biasanya dialami oleh neonatus (ophtalmia
neonatorum) dan pada dewasa muda. Pada bayi, penyakit ini umunya ditandai
dengan adanya discharge bilateral tiga sampai empat hari setelah di lahirkan (gambar
3). Penularannya biasanya terjadi dari ibu ke bayi saat persalinan. Pada
dewasa,penularannya biasanya dari genitalia ke tangan kemudian ke mata (berkaitan
dengan penyakit menular seksual).
Konjungtivitis bakterial subakut yang biasanya disebabkan oleh H. Influenzae
ditandai dengan adanya eksudat berair, tipis, atau berawan.

Gambar 3. Konjungtivitis hiperakut neonatal yang di sebabkan oleh N. Gonorrhoeae

2. Konjungtivitis Bakterial Kataralis Akut


Gambar 4. Konjungtivitis bakterial akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae

Konjungtivitis ini sering terdapat dalam bentuk epidemic atau disebut “mata
merah” oleh orang awam. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya hiperemia
konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat mukopurulen sedang. Gejala lainnya
adalah rasa terbakar, iritasi, dan air mata keluar. Pasien sering mengeluhkan kedua
kelopak matanya melengket saat bangun dari tidur. Pembengkakan konjungtiva dan
edema kelopak mata ringan dapat timbul. Gejala dari konjungtivitis akut ini lebih
ringan, dan progresifitasnya lebih rendah dibandingkan dengan konjungtivitis
hiperakut.
3. Konjungtivitis Bakterial Kronik
Konjungtivitis ini biasanya terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis dan dakriosistitis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi ini juga
dapat menyertai blefaritis bacterial menahun atau disfungsi kelenjar meibom. Pada
beberapa kasus, konjungtivitis bakterial kronik juga berhubungan dengan seboroik
facial.

F. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Anamnesis : gejala yang dialami pasien, penyakit pasien yang lain, pekerjaan,
riwayat alergi, terekspos zat kimia, perjalanan penyakit, riwayat keluarga.
- Pemeriksaan fisik:
a. Injeksi konjungtiva dapat muncul secara segmental atau difus, sekret yang
muncul lebih purulen, kelopak mata sering melengket satu sama lain terutama
saat bangun tidur. Pembesaran nodus limfatikus preaurikuler jarang
ditemukan pada konjungtivitis bakteri, namun biasanya ditemukan pada
konjungtivitis bakteri yang berat. Dapat terjadi pembengkakan kelopak mata
yang ringan, refleks pupil normal.
b. Dengan menggunakan slit lamp, inflamasi dari konjungtiva dapat terlihat
berbentuk follikular atau papilar. Pola follikular pembuluh darahnya tampak
disekitar dasar dari lesi kecil yang timbul, dimana hal ini biasanya nampak
pada infeksi viral. Pada infeksi bakteri, polanya adalah papilar dimana
pembuluh darah berada pada pusat lesi kecil yang timbul.
- Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva
dengan pewarnaan Gram atau Giemsa: banyak netrofil polimorfonuklear, kultur
dari sekret konjungtiva.
Pewarnaan gram dan kultur konjungtiva tidak diperlukan pada kasus ringan
(uncomplicated), tetapi harus dilakukan pada situasi berikut:
 Host yang memiliki kerentanan yang tinggi, seperti
neonatus,individudengan immunocompromised.
 Kasus konjungtivitis purulen berat, untuk membedakannya dari
konjungtivitis hiperpurulen, yang pada umumnya membutuhkan terapi
sistemik.
 Kasus-kasus yang tidak berespon terhadap terapi awal.
- Pemeriksaan radiologi: pemeriksaan radiologi tidak biasa dilakukan pada
konjungtivitis bakteri, kecuali dicurigai adanya sinusitis dapat di lakukan
pemeriksaan CT-Scan dan MRI. CT scan orbita diindikasikan untuk
menyingkirkan kemungkinan abses orbital atau pansinusitis, atau jika
konjungtivitis berkaitan dengan selulitis orbitalis.

G. Diagnosis Differensial
Adapun diagnosis differensial konjungtivitis bakteri ini antara lain:
- Konjungtivitis Virus
- Konjungtivitis Alergi
- Konjungtivitis Klamidial
- Keratitis
- Uveitis
- Episkleritis
- Skleritis
- Blefaritis
- Glaukoma
Berikut algoritma yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
dengan keluhan mata merah, termasuk konjungtivitis bakteri:
Algoritma diferensial diagnosis untuk mendiagnosis penyakit optalmik dengan
keluhan mata merah4
Tabel1 .Differensial Diagnosis Mata Merah dengan Visus Normal ataupun Turun6

Gejala Konjungtivitis Keratitis / Uveitis Glaukoma


Ulkus Kornea (Iritis) Akut Akut
Injeksio Konjungtiva Siliar Siliar Episkleral
Kornea Jernih Fluoresein Presipitat Edema
Kekeruhan - +/+++ - +++
kornea
Fotofobia - / Ringan +++ +++ +
Halo - - - ++
Tajam Normal, atau Menurun Menurun Menurun
Penglihatan suram ringan
karena sekret
Sekret + - - -
Rasa nyeri - ++ ++ ++/+++
Gatal +/- - - -
Fler - +/- ++ +/-
Bilik mata Normal Normal Normal Dangkal
depan
Tekanan Normal Normal Rendah Tinggi
intraokuler
Pupil Normal Normal/Miosis Miosis Midriasis
ireguler nonreaktif
Vaskularisasi a.konjungtiva Siliar Pleksus siliar Episkleral
posterior
Pengobatan Antibiotik/antiviral Antibiotik, Steroid, + Miotika
sikloplegik sikloplegik diamox +
Tabel 2. Differensial Diagnosis Konjungtivitis
Temuan Klinik Konjungtiviti Konjungtiviti Konjungtiviti Konjungtiviti
dan Sitologi s Bakteri s Virus s Klamidial s Alergi
Umum Umum Umum
Hiperemia Umum (berat)
(sedang) (sedang) (sedang)
Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Lakrimasi Sedang Banyak Sedang Sedang
Hemoragik + + - -
Minimal
Banyak Banyak (serous
(mukopurulen Minimal (mukoid sampai
Eksudasi
sampai (serous) sampai mukoid, putih,
purulen) mukopurulen) berserabut,
lengket)
Kemosis ++ +/- +/- ++
Papil +/- - +/- +
Folikel - + ++ +
+/-
Pseudomembra
(Streptococcus +/- - -
n
, C.diphterica)
Panus - - + -
Hanya sering
Adenopati pada
Jarang Sering Tidak ada
Preaurikuler konjungtivitis
inklusi
Pewarnaan PMN, plasma
kerokan dan Bakteri, PMN Monosit sel badan Eosinofil
eksudat inklusi
Disertai sakit
Kadang- Kadang-
tenggorokan Tidak pernah Tidak pernah
kadang kadang
dan demam
H. Terapi
Kebanyakan kasus konjungtivitis akut dapat ditangani dengan terapi antibiotik
empirik. Terapi awal konjungtivitis bakteri akut ringan – sedang meliputi
antibiotiktopikal seperti tetes mata polymixin combination drops, aminoglikosida,
atau fluoroquinolone (ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin, atau
gatifloxacin) drops, atau salep bacitracin atau ciprofloxacin. Terapi spesifik terhadap
konjungtivitis bakterial tergantung temuan agen mikrobiologiknya. Sambil
menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi antimikroba
spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang
cocok untuk mengobati infeksi Neisseria gonorrhoeae dan N. Meningitidis. Terapi
sistemik dan topikal harus segera dilaksanakan setelah bahan (sampel) untuk
pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus conjungtivae harus
dibilas dengan larutan garam fisiologis agar dapat menghilangkan sekret
konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta
memperhatikan higiene pribadi dan menghindari kontak erat dengan individu yang
terinfeksi. Individu yang telah terinfeksi sebaiknya sering cuci tangan dan
menghindari penggunaan handuk, linen, sapu tangan, pakaian, kacamata atau make-
up secara bersama-sama untuk mencegah penularan.
Bila pengobatan tidak memberikan hasil dengan antibiotic setelah 3-5 hari maka
pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. Apabila tidak
ditemukan kuman pada sediaan langsung, maka diberikan antibiotic spektrum luas
dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4 sampai 5 kali sehari. Apabila
dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15%
atau kloramfenikol). Apabila tidak sembuh dalam satu minggu bila mungkin
dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata, atau
kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimalis.
I. Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati,
infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari, jika diobati dengan memadai, 1-3 hari,
kecuali konjungtivitis Staphylococcus(yang dapat berlanjut menjadi
blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokkus
(yang bila tidak diobati berakibat ulkus kornea, abses kornea, perforasi kornea, dan
endoftalmitis). Konjungtivitis bakterial menahun mungkin tidak dapat sembuh
sendiri dan menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidartha. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta
2. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. 2000. Palpebra dan Aparatus Lakrimalis. Dalam
Oftamologi umum. Edisi 14. Jakarta : Widya Medika.
3. Ebook Ophtalmology pocket
4. American academy of ophtalmology. 2008. External disease and cornea. Section
8.
5. Getry S. Bahan kuliah konjungtivitis. Blok 19. 2011.

Anda mungkin juga menyukai