Anda di halaman 1dari 11

A.

Definisi Kanker Serviks


Kanker serviks adalah karsinoma pada leher rahim dan menempati urutan
pertama di dunia. (Sjamjuhidayat, 2014). Kanker serviks adalah keganasan nomor
tiga paling sering dari alat kandungan dan menempati urutan ke delapan dari
keganasan pada perempuan di Amerika (Jason, 2015)
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 2011)
Kanker serviks adalah keadaan di mana sel-sel neoplastik terdapat pada
seluruh lapisan epitel serviks uteri.(Price dan Wilson, 1995).
Jadi kesimpulannya adalah kanker serviks merupakan penyakit akibat tumor
ganas pada mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya.

B. Etiologi

Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahui pasti. Ada beberapa
faktor resiko dan faktor predisposisi yang menonjol yaitu :

1. Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut - sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang
mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan
seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks. Faktor
risiko lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila
(WTS) dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada isterinya.
Data epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan
adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat menimbulkan
infeksi. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya korelasi antara kejadian kanker
serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian
tumor pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan
banyak wanita lain menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai vektor dari
agen yang dapat menimbulkan infeksi. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan
kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat
hubungan seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan serviks keduanya saling
berkaitan secara bebas, dan diduga terdapat korelasi non-kausal antara beberapa
penyakit akibat hubungan seksual dengan kanker serviks.
2. Kontrasepsi
Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral
yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko
relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral
sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
3. Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada
getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-
bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat
menjadi kokarsinogen infeksi virus.
4. Nutrisi
Antioksidan dapat melindungi DNA atau RNA terhadap pengaruh buruk
radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Banyak sayur
dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker
misalnya advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari
beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E,
beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin
E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Vitamin E
banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang -
kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
5. Paritas (Jumlah Kelahiran)
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak
persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan
yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena
penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan
berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya
dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus
(HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
6. Usia >35 tahun
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher
rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan
dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen
serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
7. Usia terlalu muda
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan
hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10 - 12 kali lebih besar
daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya
dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan
hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada
sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya
sel - sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang
wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di
bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada
serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih
rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar
termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa
bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu
mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari
sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya
bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada
usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap
perubahan.
8. Hygiene yang buruk
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah
genital, virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks atau leher
rahim Anda. Cara penularan lain adalah di closet pada WC umum yang sudah
terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker ini mungkin menggunakan closet,
virus HPV yang terdapat pada penderita berpindah ke closet.(Sarwono.2016)
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala stadium awal Ca Serviks jarang terdeteksi. Pada tahap lanjut,
tanda dan gejalanya lebih jelas terlihat, diantaranya adalah:
1. Perdarahan spontan
2. Hematuria
3. Nyeri pada pinggang bagian bawah
4. Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
5. Amenorhea
6. Lemah
7. Hipermenorhea (Mardjikoen, 2009)

D. Patofisiologi
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel
ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel
kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia,
aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri
eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium
uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan displasia
dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium
eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari
cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa
disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah.
Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses
metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru
yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.
Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam
nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga
menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut dapat
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan
karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
(Sjamsuhidajat,2017).
E. Pemeriksaan penunjang
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidakterlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat mengikal
io diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklattua,
sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu
dandibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah
untukmelakukan biopsy.
Kelemahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio,
sedangkelainan pada skuamosa columnar junction dan intraservikal tidak
terlihat.
4. Kolpomikroskop
melihat hapusan vagina (Pap Smeardengan pembesaran sampai 200 kali.
5. BiopsiBiopsy
Dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender serviks dan epitel
arnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada servikstidak
tampak kelainan-kelainan yang jelas (Padila, 2012).

F. Penatalaksanaan
1. Menjaga nutrisi supaya tetap adekuat selama menjalani terapi biasanya akan
kehilangan nafsu makan.
2. Melakukan aktifitas fisik. Di sarankan aktifitas sedang yang menyenangkan
tetapi tidak menyebabkan kelelahan.
3. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup.
4. Hindarkan klien dari asap rokok.
5. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat secara teratur dan terkontrol.
6. Bersihkan area genitalia klien secara teratur dengan teknik anti sectic
7. Berikan lingkungan yang baik dan bersih.(Haffner LJ. 2008)

G. Asuhan Keperawatan
1. Demografi
 Umur
Terjadi pada usia 45-50 tahun tetapi dapat juga terjadi pada usia 18 tahun.
 Lingkungan
Sosial ekonomi rendah dan personal higine kurang.
 Kebiasaan
Seseorang yang sering ganti-ganti pasangan.
2. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang sebelumnya mengalami kanker.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan apakah mengeluarkan
cairan putih dari vagina ( keputihan ).
 Riwayat Penyakit Dahulu.
Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen, atau steroid lainnya dapat
menimbulkan berkembangnya masalah fungsional genital pada keturunannya.
3. Pola kesehatan Fungsional
 Pola Persepsi
Personal hygine yang kurang pada daerah genitalia.
 Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, BB menurun.
 Pola Aktivitas dan Latihan
Klien mengalami kelelahan.
 Pola Istirahat dan Tidur
Ada gangguan tidur.
 Persepsi diri dan Konsep diri
Harga diri rendah.
 Pola reproduksi dan Seksual
Nyeri dan perdarahan saat koitus.
4. Pengkajian Fisik
 Rambut
 Conjungtiva
Anemis
 Wajah.
Pucat
 Abdomen
Distensi abdomen
 Vagina
Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan kental
 Serviks
Ada nodul
5. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
HB menurun, Leukosit meningkat, Trombosit meningkat
 Patologi Anatomi
Untuk memeriksa keganasan
 Pemeriksaan Diagnostik
Pap smear, kalposkopi, biopsy kerucut, MRI atau CT-Scan abdomen ataupun pelvis.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Pre op & pre Radiasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infiltrasi ke saraf.
b. Harga Diri Rendah berhubungan dengan adanya jaringan mati dan busuk,
keputihan yang berbau busuk dari vagina
2. Post operasi dan post Radiasi
a. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan jaringan terbuka akibat luka
pembedahan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi.

I. Intervensi
1. Pre op & pre Radiasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infiltrasi ke saraf
Tujuan : melaporkan nyeri berkurang

Kriteria Hasil : klien tidak gelisah dan ekspresi wajah tidak gelisah.

Intervensi :

i. Kaji skala nyeri & intensitas nyeri


ii. Awasi dan pantau tanda-tanda vital
iii. Ajarkan klien relaksasi dalam dan masase pada daerah sekitar
nyeri.
iv. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
b. Harga Diri Rendah berhubungan dengan adanya jaringan mati dan busuk,
keputihan yang berbau busuk dari vagina.
Tujuan : Harga diri meningkat

Kriteria Hasil : Klien mengatasi masalahnya dengan positif

Intervensi :

i. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.


ii. Kaji kemampuan klien yang bersifat positif.
iii. Libatkan keluarga untuk memotifasi klien
c. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia
Tujuan : Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya
komplikasi perdarahan.

Intervensi :

i. Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta jumlah


trombosit.
ii. Berikan cairan secara cepat.
iii. Pantau dan atur kecepatan infus.
iv. Kolaborasi dalam pemberian infus

2. Post operasi dan post Radiasi


a. Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan jaringan terbuka akibat luka
pembedahan.
Tujuan : Infeksi dapat di cegah

Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi pada daerah luka.

Intervensi :

i. Monitor tanda-tanda infeksi pada daerah luka


ii. Jaga kebersihan lokasi
iii. Rawat luka dengan tehnik aseptic dan anti septic
iv. Anjurkan klien untuk mobilisasi fisik secara aktif
v. Kolaborasi dengan medis untuk memberikan antibiotik
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Tujuan : agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

Kriteria hasil : nafsu makan meningkat dan pasien tidak lemah dan pucat

Intervensi :

i. Jelaskan nutrisi untuk penyembuhan pasien


ii. Anjurkan porsi makan dengan porsi kecil tapi sering
iii. Anjurkan pasien untuk mengurangi minum disela-sela makan.
iv. Temani dan Bantu pasien makan
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi.
Tujuan : agar intregitas kulit dapat di pertahankan

Kriteria Hasil : kulit tampak utuh dan bersih


Intervensi :

i. Jaga kebersihan kulit


ii. Pertahankan hidrasi adekuat
iii. Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker
iv. Jelaskan pada pasien untuk menghindari menggaruk.

Daftar Pustaka

Hacher/moore, 2016, Esensial obstetric dan ginekologi, hypokrates , jakarta

Abdul bari saifuddin,, 2015 , Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal, penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, Jakarta

Marlyn Doenges,dkk, 2001,Rencana perawatan Maternal/Bayi, EGC , Jakarta

Helen Varney,DKK, 2016, Buku Saku Bidan, cetakan I, EGC, Jakarta

Lynda Jual Carpenito, 2011, Buku Saku Diagnosa keperawatan edisi 8,EGC,Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai