Berita Ajeg Bali
Berita Ajeg Bali
Gadis Bali dengan berpakaian adat saat mengikuti festival Kuta Karnival ke-10 di Pantai Kuta,
Bali, Rabu (10/10). Event yang rutin dilaksanakan setiap tahun ini dipadati wisata lokal maupun
internasional. Kuta Karnival yang berlangsung hingga Minggu 14 Oktober tersebut mengangkat
tema Prosperity World yang menandakan bahwa dunia perekonomian di Bali sudah mengarah
kepada kemakmuran pasca tragedi bom 10 tahun lalu. (TRIBUN MEDAN/DEDY SINUHAJI)
TRIBUNNEWS.COM,GIANYAR - Sebuah konsep mengenai Ajeg Bali, dipandang oleh Ida
Ketut Suryawan adalah hal yang sangat penting.
Mengingat, dengan hal tersebut bisa menampung semua kerajinan yang dihasilkan dari
pengerajin Bali.
Yang selanjutnya, hasil karya mereka bisa dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan. Dan
akhirnya digunakan untuk membeli hasil kerajianan masyarakat lainnya.
Pemilik Bagus Arts di Banjar Tebuana Sukawati Gianyar ini, menempatkan idealismenya dengan
berjualan jenis kerajinan tangan.
Baginya dengan posisi sekarang yang memiliki artshop sederhana, pria penggemar masakan
vegetarian ini bisa mengamalkan mantra suci yang paling sering terlontar saat ini, “Ajeg Bali”.
“Berbicara mengenai Ajeg Bali adalah kemandirian, hanya dengan kemandirian kita bisa
membantu teman-teman lainnya yang belum mandiri,” ujarnya saat di jumpai Tribun Bali, Rabu
(28/5).
Dalam sebuah artshop yang berukuran kurang lebih 4x3 meter tersebut, dirinya memajang
berbagai kerajinan tangan khas Bali.
Seperti berbagai jenis alat musik tradisional rindik dengan berbagai ukuran.
Selain itu, ada beberapa kerajianan lainnya seperti Pinekan, topeng, topi petani atau biasa disebut
capil dan lukisan.
Semua barang kerajinan tersebut, dijamin asli buatan tangan-tangan orang Bali.
Ia menjual barang dari warga sekitar artshopnya, namun ada juga beberapa barang yang
diambilnya dari luar. Barang-barang tersebut nantinya akan dijualnya kepada tamu domestik
maupun macanegara.
“Apa yang saya jual adalah untuk mewujudkan Ajeg Bali. Beginilah cara saya memparaktekan
teori tersebut,” ungkap pria asli Griya Jelantik Culik Karangasem ini.
Dari beberapa barang kerajinan yang dijualnya, satu diantara yang paling laris adalah rindik.
Hal ini dikarenakan keluarganya adalah pencinta rindik.
Bahkan ia mengaku anaknya yang belum genap berusia 10 tahun sudah pandai memainkan alat
musik yang terbuat dari bamboo tersebut.
Untuk rindik ukuran orang dewasa, yang kayunya sudah diukir dan diprada, Ia bisa menjual
dengan harga Rp 3,5 juta. Sementara untuk ukuran yang paling kecil, biasanya diapakai anak-nak
bermain harganya berkisar Rp 35 ribu sampai Rp 50 ribu.
“Tetap rindik sebagai benda yang dicari walaupun dalam jumlah yang tidak besar, dalam satu
hari hanya satu atau dua saja terjual,"jelasnya.
Untuk pedagang artshop di Sukawati, tentunya hari raya adalah moment yang berfaedah bagi
mereka. Pada saat Galungan dan menjelang Kuningan, Ia mengaku mengalami peningkatan
omzet.
Hal ini dinilainya wajar, karena uforia hari raya erat kaitannya dengan mengibur diri.
“Lumayan ramai, namanya juga perayaan. Untuk kedepan, sesuai dengan jiwa saya, saya akan
berkosentrasi terhadap produksi yang dihasilkan masyarakat Bali,” kata dia.
“Saya memulai Ajeg Bali dengan apa yang bisa saya lakukan dulu. Menguatkan diri sendiri, agar
bisa membantu orang lain. Cara saya hidup, cara saya berbisnis agar bisa mencerminkan
kemandirian,” jelasnya.
Siswa dan Guru Ajeg Bali Siapkan Generasi Penyelamat Bali
Pimpinan Kelompok Media Bali Post ABG Satria Narada (tengah) saat pembukaan Pasraman
Ajeg Bali di Pasraman Dalem Ketut, Lumajang, Tabanan. (BP/wan)
TABANAN, BALIPOST.com – Bali di segala hal sedang mengalami kritis. Hal ini perlu
disikapi bersama dalam menyelamatkan generasi penerus Bali. Salah satunya dengan
membentuk karakter pada generasi penerus, untuk Bali yang terus langgeng dari sisi
agama, adat-istiadat, dan budaya.
Hal tersebut dikatakan Pimpinan Kelompok Media Bali Post ABG Satria Naradha saat
pembukaan kegiatan Pasraman Ajeg Bali bagi para nominasi Guru dan Siswa Ajeg Bali Tahun
2019 di Pasraman Dalem Ketut, Lumajang, Tabanan, Kamis (8/8).
Sebanyak 36 orang nominator Siswa Ajeg Bali (SAB) dan Guru Ajeg Bali (GAB) 2019
mengikuti pasraman hingga Minggu (11/8) mendatang. Nominator SAB dan GAB terdiri atas
guru SD, SMP, dan SMK/SMA serta siswa SD, SMP, SMA/SMK. Masing-masing tingkatan
diikuti enam peserta.
Program pemilihan Guru dan Siswa Ajeg Bali ini bertujuan menjalankan swadarma, bagaimana
Bali yang ada manusia, alam, budaya serta kehidupannya, berlandaskan agama Hindu bisa tetap
berlangsung, dari generasi ke generasi berikutnya.
Para Guru dan Siswa Ajeg Bali ini, dikatakan Satria Naradha, selama di pasraman diajarkan
bagaimana membangun karakter secara alami, bagaimana cara menghadapi kehidupan yang akan
datang secara alami sehingga benar-benar memiliki karakter budaya Bali, agar nantinya mampu
melanjutkan penyelamatan alam, manusia, agama, dan budayanya.
Menurutnya, tantangan Bali ke depan cukup berat. Kegiatan pasraman guru dan siswa Ajeg Bali
ini merupakan fondasi atau dasar dalam menghadapi tantangan tersebut. Hal ini harus
dipersiapkan sejak dini. Kalau tidak dipersiapkan dari sekarang, akan hilang di tengah situasi
perkembangan internal dan eskternal Bali sendiri.
Sementara itu, I Gusti Ketut Suwela, GAB 2004, menyambut baik pernyataan pimpinan KMB.
Di era globalisasi saat ini sangat dibutuhkan penguatan karakter generasi penerus dalam menjaga
Bali. Melalui kegiatan positif seperti ini (pasraman ajeg Bali), kiranya mejadi benteng kita
sebagai orang Bali, pemeluk agama Hindu dalam menghadapi persaingan. (Agung
Dharmada/balipost)
131 Peserta Ikuti Seleksi Siswa dan Guru Ajeg Bali
Saat itu 131 siswa dan guru se-Bali mengikuti seleksi berupa tes wawancara dan kompetensi ajeg
Bali serangkaian Pemilihan Siswa Ajeg Bali (SAB) dan Guru Ajeg Bali 2019. Program ini
dirintis Bali Post sejak 2003. Peserta yang berjumlah 131 orang, terdiri dari 48 dari guru dan 83
dari siswa SD, SMP, SMA/SMK se-Bali. Mereka diuji oleh Paguyuban Guru Ajeg Bali yang
dipimpin Drs. A.A. Dalem Mahendra, M.Si., bersama Wayan Wenten, Made Musna, IB Pawana,
IB Sudirga, Ayu Made Puspawati, A.A. Rimbya Temaja dan Sudibawa.
Ketua Panitia SAB dan GAB 2019, I Made Sueca menegaskan peserta kali ini datang merata dari
seluruh kabupaten dan kota di Bali. Mereka beradu wawasan soal ajeg Bali, prestasi akademik
dan non-akademik, serta keterampilan dalam ajeg dan budaya Bali.
Aspek penilaian juga meliputi kemampuan bahasa asing. Ini artinya duta ajeg Bali nanti bukan
saja cerdas intelektualnya, tapi juga cerdas secara sosial dan spiritualnya. Mereka wajib memiliki
kompetensi budaya Bali. “Jadi, di ajang ini kita juga menghargai siswa dan guru yang cerdas,
kuat akar budayanya serta berdaya saing internasional lewat penguasaan bahasa asing,” tegasnya.
Di ajang yang digagas serangkaian HUT ke-71 Bali Post tahun ini akan dipilih 36 nominator.
Masing-masing enam orang setiap tingkat SD, SMP dan SMA/SMK.
Pada 8-11 Agustus mendatang akan digembleng di Pesraman Lumajang, Samsam agar SAB dan
GAB kuat karakternya. Hasil penilaian selama di pesraman ini dijadikan dasar menentukan para
juara. Ketua Paguyuban Guru Ajeg Bali, A.A. Dalem Mahendra mengungkapkan ajang
Pemilihan SAB dan GAB adalah komitmen krama Bali guna memperkuat SDM Bali,
mendukung visi Gubernur Nangun Sat Kerthi Loka Bali. KMB sebagai penyelenggara tak ingin
ajeg Bali hanya bisa diucapkan tanpa diikuti dengan penguatan SDM Bali. Untuk itu ia
mengapresiasi peserta seleksi SAB dan GAB semakin banyak. Bahkan sebagian besar guru ajeg
Bali sebelumnya semakin dipercaya sebagai tokoh di masyarakat dan oleh pemerintah diangkat
menjadi kepala sekolah. Dari rangkaian proses evaluasi, dia menilai kualitas peserta tahun ini
merata. Siswa dan guru banyak memiliki prestasi, baik di akademik dan ajeg Bali.
Ada yang menjadi guru sambil menjadi dalang dan mengajar guru pidarta bahasa Bali. Siswanya
juga ada yang menjadi penari arja, bondres, dalang, penulis lontar hingga juara lomba karya tulis
internasional, namun kuat budaya Balinya. ‘”Semua prestasi siswa dan guru, kami berikan skor
sesuai tingkat juara. Makanya juri harus bekerja keras dan hati-hati menentukan 36 besar,”
tegasnya.
Dukung Ajeg Bali, Pedagang Pasar Sangsit Kompak Berpakaian Adat
Hal ini diatur secara persuasif hanya dalam rangka pelestarian dalam rangka ajeg Bali, dengan
pemahaman tentang penggunaan pakaian adat bali, bukan menyangkut agama, dan tidak
mewajibkan bagi pedagang yang melaksanakan kegiatan teknis yang tidak bisa dihindari, seperti
yang tugas mengangkut, naik turun mobil mengangkut barang.
“Ini kita terapkan dalam rangka ikut melestarikan ajeg bali sesuai pergub gubernur no 79 tahun
2018,” jelas Wissara.
Terkait sanksi yang dikenakan Wissara mengatakan sementara belum ada sangsi yang diberikan
kepada pedagang yang belum menggunakan pakaian bali, hanya sebatas teguran saja, dan
pemahaman yang lebih jelas tentang pelestarian ajeg bali.
“Untuk pedagang yang belum menggunakan pakaian adat, tidak kami berikan sanksi, hanya
sebatas teguran saja,” ucap Wissara.
Sementara salah satu pedagang pindang Nyoman Sudarmi (65) mengatakan bangga bisa ikut
melestarikan ajeg bali. Dan sebagian besar pedagang yang ada di pasar tersebut sudah
menggunakan pakaian adat bali, walaupun ada beberapa yang belum. “Tyang malah bangga bisa
ikut melestarikan ajeg bali,” kata Sudarmi sambil tersenyum. (sri/ger)
Tri Hita Karana Dasar Ajeg Bali
(Kemenag Kab. Badung) Atas ijin Kepala Kantor Kementerian Agama Kab. Badung ( I Nyoman
Arya S.Ag.M.Pd.H), dalam usaha meningkatkan profesinalisme penyuluh dan pengawas serta
meningkatkan pemahaman umat Hindu terhadap agamanya sendiri, maka Pengawas agama Hindu
Tk. SD (Dra. Ni Wayan Sri Yustikia) disamping melaksanakan tugas pokok sebagai pengawas
juga memberikan dharma wecana kepada Karyawan karyawati yang beragama Hindu pada Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Badung, pada hari Jumat, 24 Oktober 2014 yang bertempat di
aula kantor, menyampaikan materi “ Tri Hita Karana dasar ajeg Bali”. Yang dihadiri oleh Kasi
Urusan Agama Hindu (Dra. Ni Sayu Kade Supariati, M.Pd.H) beserta penyuluh, pengawas serta
pegawai yang beragama Hindu. Dalam Agama Hindu ada 3 (tiga) hal yang membuat kesukertan
kerahajengan pada kehidupan yakni Tri Hita Karana, Tri berarti tiga, Hita berarti Kebahagiaan
serta karana berarti penyebab yang terdiri dari (1) Parahyangan yang berasal dari kata Hyang yaitu
Sang Hyang Widhi (Tuhan), Cara menjaga keharmonisan terhadap Tuhan dengan memuja,
membuat tempat suci, mempelajari kitab suci dan lain sebagainya. Siapapun yang tidak akan
mendapat kebahagiaan, kerahajengan apabila lupa dengan Tuhan (Yayur Weda XXXI.18). (2).
Pawongan berasal dari kata wong yaitu manusia, menjaga keharmonisan dengan sesama yang
dapat diaplikasikan dengan memupuk rasa persaudaraan, saling menghormati, saling menghargai,
menjaga toleransi, dalam kearipan lokal “segilik seguluk selulung sabayan taka, menyama beraya,
saling asah, saling asuh saling asih, sehingga terjalin hubungan yang harmonis dengan keluarga,
tetangga, lingkungan tempat kerja, maupun tempat-tempat lainnya. Adanya harmonisan dengan
sesama dapat meminimalkan terjadinya komplik antar sesama sehingga terjalin hubungan yang
harmonis dalam upaya untuk mewujudkan hidup rukun. (3) Palemahan berasal dari kata lemah
yang berarti tanah atau bumi merupakan tempat kita berpijak. Menjaga hubungan yang harmonis
dengan alam dapat diaplikasikan dengan menjaga kebersihan lingkungan, menanam pohon untuk
meminimalkan pemanasan global, serta membuat aturan-aturan yang dapat meminimalisir
kerusakan lingkungan. Secara sekala khususnya Umat Hindu dapat dilakukan dengan upacara caru
sehingga keharmonisan dengan lingkungan alam dapat terjaga dengan baik sehingga lingkungan
alam dapat berdaya guna untuk kesejahteraan tanpa melakukan ekploitasi, ilegalloging terhadap
alam secara berlebihan. (Pokjaluh)
Joged Bumbung, “Anak Durhaka” Ajeg Bali
Empat penari joged cantik yang siap mengajak penari untuk berjoged bersama di Panggung
Madya Mandala. Sekaa Joged Werdi Budaya, Desa Ambengan, Sukasada, Buleleng membuat
semarak Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 di Taman Budaya-Art Center, Denpasar.
Sekaa Joged Werdi Budaya termasuk salah satu joged yang mampu bertahan hingga kini. Berdiri
sejak 26 Oktober 2006, sekaa ini tetap eksis, bahkan penabuhnya belum pernah ganti personil.
Terlihat kemarin, anggota sekaa tersebut didominasi laki-laki berumur 50 tahun. Hanya
penarinya saja yang sering berganti.
Selain itu, di PKB mereka bahkan sudah tampil sebanyak tiga kali. Pertama tahun 2008, mereka
membawa joged tradisi era 70-an. Kemudian tahun 2011, mulai menampilkan joged kreasi.
Sedangkan tahun ini mereka menampilkan joged tradisi seni pakem.
Sekaa Joged Werdi Budaya berdiri sudah 12 tahun dan belum mengganti penabuh. Hanya
penarinya saja sering berganti, karena menikah. Sebab setelah menikah, mereka kebanyakan
tidak diizinkan lagi menari joged. Alasan tersebut mengapa hanya penarinya saja yang sering
diganti.
Jro Sirkayasa menegaskan kalau sekaa-nya konsisten menggunakan pakem joged ajeg Bali.
Pihaknya tidak khawatir kehilangan tawaran pekerjaan meskipun tetap memakai pakem yang
diwariskan pendahulunya. Walaupun joged jaruh saat ini semakin diperhatikan diperhatikan oleh
tim dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Budayawan, MUDP Desa Pakraman, dan Polda Bali.
Pakem joged ajeg Bali akan tetap mereka lestarikan. Karena inilah seni budaya yang diwariskan
ke kita.
Joged-joged sudah dibina dengan baik oleh Dinas Kebudayaan, dan layak untuk di apresiasi.
Karena tampilkan joged Bali juga membawa citra desa sendiri.
Sementara Kasi Kesenian Tradisional Dinas Kebudayaan Buleleng, Nyoman Mulyawan
mengatakan, kesenian Joged terus diperhatikan dengan pembinaan-pembinaan. Namun
menurutnya, Sekaa Joged jarang yang melakukan hal yang etikanya kurang. Biasanya, penari
lepas yang kadang melakukan hal itu. “Karena tuntutan ekonomi juga, lama tidak diupah,
akhirnya menerima permintaan goyang berlebihan seperti itu. Tapi di sekaa tidak ada yang
begitu. Lagian, kami selalu libatkan mereka dalan event-event festival selain PKB,” tandasnya.
16 SMP ikuti lomba Ajeg Bali
Sebanyak 88 peserta dari 16 MP di Kabupaten Buleleng mengikuti kegiatan lomba seni dan
budaya Bali.
Singaraja, Para peserta nampak begitu antusias dalam mengikuti lomba seni dan budaya Bali yang
dibagi menjadi lima kategori yakni Lomba Ngulat Tipat, Lomba Cerdas Cermat Agama Hindu,
Lomba Mapidarta Bahasa Bali, Lomba Busana Adat ke Pura dan Lomba Nyurat Aksara Bali diatas
daun lontar. Lomba yang diikuti oleh 88 peserta dari 16 SMP di Buleleng dibuka Asisten I Setda
Buleleng Arya Sukerta dengan didampingi ketua PHDI Buleleng Dewa Nyoman Suardana. Dalam
kegiatan lomba tersebut nampak tim SMP N 8 Singaraja bergabug untuk pertama kalinya dalam
kegiatan lomba. Seklah yang baru berumur satu bulan tersebut dengan semangat mengikuti lomba.
SMP N 8 Singaraja mengirim satu rangsiswa dan satu orang siswi dalam lomba mepidarta Bahasa
Bali dan Lomba Ngulat Tipat.
Ditemui disela-sela kegiatan, Guru Pendaping ang juga Guru Bahasa Bali Kadek Dewi Purnawati
menatakan, keikutsertaan SMP N 8 Singaraja bukan semata-mata untuk mengejar juara, melainkan
untuk memberikan pengalaman kepada siswa dalam 2 mata lomba yang diikuti. “Ini ada 5 lomba,
tapi kami hanya bisa mengambil 2 lomba sebagai motivasi untuk anak – anak,” ujar Kadek Dewi
Purnawati.
Hal senada diungkapkan pembina SMP N 2 Seririt Made Sutanaya mengatakan, ajang lomba seni
dan budaya bali ini dapat memberikan pengetahuan terhadap seni dan budaya bali. “Merasa sangat
gembira sekali artinya bisa menuangkan bakat – bakat siswa di sekolah,” tambah Made Sutanaya.
Ketua PHDI Buleleng Dewa Nyoman Suardana mengapresiasi partisipasi SMP N 8 SINGARAJA
dalam keterlibatannya [ada kegiatan Lomba Seni dan Budaya Bali. Disamping itu ia ja
menyayangkan salah satu sekolah di Bulele yang tidak ikut dalam kegiatan tersebut tiga kali
berturut-turut sepanjang dilaksankannya kegiatan Lomba Ajeg Bali.
Dewa Nyoman Suardana berharap kegiatan lomba seni dan budaya bali ini dapat membikan
motivasi kepada siswa dan guru pembina. Ia juga akan mengusulkan kepada Bupati Buleleng agar
setiap Hari Rabu seluruh masyarakat Bulelen baik sekolah maupun isntansi menggunakan Bahasa
Bali Sehari. “Ini momen terpenting sebenarnya bagi guru – guru terutama siswa juga agar dia
mengetaui bagaimana sih budaya Bali yang harus kita pertahankan,” ungkap Dewa Nyoman
Suardana.
Sementara itu, Asisten I Setda Buleleng Arya Sukerta mengapresiasi kegiatan Lomba Seni dan
Bdaya Bali yang diselenggarakan PHDI Buleleng dalam rangka meningkatkan kecintaan siswa
terhadap budaya Bali. (dyn/ea)
Setop KB, Koster Tegaskan Hak Warga Bali Punya Wayan-Made-Nyoman-Ketut
Setiap hari Kamis, seluruh pegawai lembaga dan instansi baik pemerintah maupun swasta di Bali
menggunakan busana adat Bali semenjak diberlakukannya Peraturan Gubernur No 79 tahun 2018
tentang hari penggunaan busana adat Bali. Dengan berlakunya Peraturan Gubernur ini, Peraturan
Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pakaian Dinas Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Bali sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 20
Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Pakaian Dinas Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Provinsi Bali (Berita Daerah
Provinsi Bali Tahun 2016 Nomor 20) mengenai penggunaan pakaian dinas setiap Hari Kamis,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Waktu pelaksanaan Hari Penggunaan Busana Adat Bali yaitu pada jam kerja setiap Hari Kamis,
Purnama, Tilem, dan Hari Jadi Provinsi pada tanggal 14 Agustus.
Tujuan Hari Penggunaan Busana Adat Bali yaitu untuk mewujudkan:
a. menjaga dan memelihara kelestarian Busana Adat Bali dalam rangka meneguhkan jati diri,
karakter, dan budi pekerti;
b. menyelaraskan fungsi Busana Adat Bali dalam kehidupan masyarakat sejalan dengan arah
pemajuan Kebudayaan Bali dan Indonesia;
c. mengenali nilai-nilai estetika, etika, moral, dan spiritual yang terkandung dalam budaya Bali
untuk digunakan sebagai upaya pembinaan dan pengembangan kebudayaan Nasional; dan
d. mendorong peningkatan pemanfaatan produk dan industri busana lokal Bali