Hipospadia PDF
Hipospadia PDF
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Hipospadia
bahasa Yunani "hypo" yang berarti dibawah dan "spadon" yang berarti celah.
Hipospadia adalah salah satu kelainan kongenital yang paling sering terjadi pada
laki-laki dan merupakan kelainan yang paling sering terjadi pada perkembangan
Gambar 2.1. Galen, Dokter Gladiator (130-199 AD) (dikutip dari Örtqvist L
et al,2016)
10
11
2.1.1 Definisi
pada anak laki-laki, ditandai dengan posisi anatomi pembukaan saluran kemih di
bagian ventral atau bagian anterior penis, biasanya disertai lengkung penis yang
tidak normal dan ukurannya lebih pendek daripada laki-laki normal. Letaknya
bervariasi sepanjang bagian ventral dari penis atau di perineum sebagai akibat
sebagai suatu kondisi hipospadia yang disertai dengan letak muara uretra eksterna
diantara proximal penis sampai dengan di perbatasan penis dan skrotum dan
mempunyai chordee (Saleem et al, 2012; Arnaud et al, 2011, Hadidi 2004, Örtqvist
2.1.2 Insiden
Insiden hipospadia sekitar 3,8 dari 1000 kelahiran hidup anak laki-laki, hal
itu berarti sekitar 1 dari 300 anak laki-laki menderita kelainan hipospadia (Hadidi,
pada orang kulit putih. Di Nigeria dilaporkan insiden hipospadia sebesar 1,1%
et al, 2016).
12
Tipe hipospadia yang paling sering adalah tipe glanular atau koronal yang
mencapai 75% dari kasus hipospadia. Studi tahun 2016 dari 42 pasien hipospadia
yang ada di Sanglah Denpasar, didapatkan 33.3% pasien dengan tipe penoskrotal
(n=14); 21,4% pasien dengan tipe scrotal (n=9),26,2% pasien dengan penile (n=11);
14,3% pasien koronal (n=6); 2,4% subkoronal (n=1); dan 2.4% perineal (n=1)
2.1.3 Etiologi
Penyebab dari hipospadia sampai saat ini belum bisa ditentukan secara
spesifik. Shih dan Graham, 2014; Van der zanden et al, 2012dan Shekhar Yadav,
2011 berpendapat terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam terjadinya kelainan
hipospadia ini, yaitu faktor endokrin, genetik dan lingkungan. Hipospadia bisa
terjadi karena salah satu faktor tersebut maupun kombinasi dari ketiga faktor
tersebut.
ekspresi androgen dalam regulasi gen yang penting dalam perkembangan fenotip
seksual laki-laki dengan cara mengenali Androgen Response Elements (AREs) pada
13
DNA yang telah membentuk suatu ikatan dengan testosteron atau DHT di dalam
adalah sebanyak 12%.Jika dalam satu keluarga terdapat 2 penderita hipospadia dan
salah satunya adalah ayahnya maka risiko terjadi lahirnya anak yang menderita
hipospadia meningkat menjadi 26%. Insiden hipospadia didapatkan 8,5 kali lebih
laki-laki, dan mutasi ditemukan pada lebih dari 60 gen yang terlibatperkembangan
genital. Gen tersebut adalah WT1 (Wilms Tumor 1), SF1 (NR5A1 atauFaktor
lahir rendah (BBLR), bayi prematur, usia ibu saat hamil dan riwayat hipertensi pada
hipospadia. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat menjadi penanda bahwa
telah terjadi hambatan pertumbuhan janin karena plasenta ibu kurang dalam
4,17 kali lebih tinggi. Carmichael dkk melaporkan seorang ibu yang hamil pada
usia di atas 35 tahun memiliki risiko aliran darah plasenta yang tidak baik
Sementara itu, North melaporkan bahwa pada ibu hamil yang hanya mengonsumsi
sayuran hijau saja atau sedang menjalani pola makan vegetarian, dapat terjadi
dibandingkan dengan ibu hamil yang menjalani diet normal.Hal ini disebabkan
yaitu pestisida, zat kimia dapat mempengaruhi perkembangan dan maturasi seksual
pestisida terhadap ibu yang sedang mengandung dapat berakibat terjadinya kelainan
pada keluarga yang tinggal di dekat tempat pembuangan limbah di Eropa dan ibu
yang lebih besar melahirkan anak dengan kelainan hipospadia. Hal ini diperkuat
dengan adanya penelitian lain yang menunjukkan bahwa ibu dengan riwayat
2.1.4. Patofisiologi
genetalia eksterna laki-laki karena pengaruh dari sintesis testosteron oleh testis
fetus. Sintesis testosteron dilakukan oleh sel leydig dari testis fetus, dimana sel
16
Testosteron diubah menjadi bentuk yang lebih poten oleh enzim 5-reduktase tipe
jaringan genital. Salah satu tanda pertama dari maskulanisasi adalah menjauhnya
jarak antara anus dengan genital diikuti dengan pemanjangan dari phallus,
endodermal uretra ini dimulai dari arah proksimal ke distal dan berakhir pada akhir
ventral dari mesenkim perineal midline sepanjang uretral plate pada saat kanalisasi,
saat mendekati coronal groove dari glans. Penghentian ini terjadi selama minggu
kehamilan delapan minggu, lipatan preputial muncul di kedua sisi batang penis dan
berlebihan pada dorsum. Raphe median dari phallus juga berkembang secara tidak
raphe zig-zag yang berakhir dan terbagi menjadi duacabang, satu pada setiap sisi
distal menuju "dog ears" atau sudut dari preputium yang terbelah. Area segitiga
antara dua cabang yang tidak memiliki fasia Buck dan jaringan
yang diamati pada saat ereksi terjadi pada banyak pasien dengan hipospadia, namun
lebih sering terjadi danlebih berat pada pasien dengan hipospadia tipe proksimal.
Pada kasus yang lebih proksimal, kelengkungan penis disebabkan oleh apoptosis
dengan hipospadia distal lebih banyak disebabkan oleh kurangnya panjang kulit
2.1.5. Klasifikasi
sampai sekarang. Tujuan dari klasifikasi ini adalah untuk mengidentifikasi letak
dari meatus uretra eksterna dan mendokumentasikan profil dari hipospadia tiap-tiap
pasien sehingga para ahli bedah urologi pediatri yang melakukan operasi koreksi
kerugian dari beberapa teknik yang digunakan. Tipe hipospadia yang paling sering
18
adalah tipe glanular dari keseluruhan kasus, sedangkan di RSUP Sanglah yang
paling sering adalah tipe penoskrotal (33,3%). Semakin proksimal letak meatus,
semakin besar kemungkinan muncul chordee (Hadidi, 2004; Duarsa dan Nugroho,
2016).
meatus yaitu distal (glandular, coronal dan distal penis) atau proksimal (proksimal
penis, peno skrotal, skrotal atau perineal), klasifikasi yang didasarkan atas letak
muara uretra akan sangat mudah untuk diketahui dan memudahkan komunikasi
antara dokter yang tidak terlatih untuk koreksi hipospadia. Bagaimanapun semakin
dekat posisi uretra tidak memberikan perkiraan tingkat keparahan untuk membantu
dalam koreksi bedah. Saat ini klasifikasi telah dideskripsikan dengan menyertakan
hubungan terhadap tulang pubis. Beberapa keadaan struktur anatomi penting lain
19
yang dapat mengintervensi kesuksesan koreksi bedah dan penampilan akhir dari
alat kelamin dapat diperhitungkan dalam klasifikasi seperti panjang penis, ukuran
a. Hipospadia ringan
chordae, mikropenis atau anomali skrotal. Indikasi untuk koreksi pada tipe ini
b. Hipospadia berat
Hipospadia tipe skrotal dan perineal atau tipe apapun dengan chordae,
mikropenis dan anomali skrotal. Indikasi untuk koreksi pada kasus ini adalah
ditujukan untuk masalah fungsional. Pada kasus ini terdapat angka komplikasi
yang tinggi, akan tetapi manfaat untuk pasien yang menjalani operasi adalah
baik.
c. Redo Hipospadia
Indikasi operasi pada kasus ini adalah untuk meminimalisir beban setelah
menjalani operasi
20
Hypospadias
preoperative
androgen
application
Severe
Mild Hypospadias
Hypospadias
Degloving Erection
No Correction TIP And Others
Test
Good Urethral
Scarred Tissue
Plate No Ventral
ventral hypoplasia
Hyposplasia Mild
severe chordae
Chordae
2.2 Uretroplasti
fungsi yang baik dan untuk memperbaiki lengkungan penis sehingga memperbaiki
penampilan penis secara kosmetik serta menghasilkan muara uretra di ujung penis,
21
sehingga pasien bisa buang air kecil dalam posisi berdiri (Hadidi, 2004).
fungsional seperti ketidakmampuan pasien untuk buang air kecil dengan posisi
berdiri. Hal-hal semacam inilah yang membuat solusi pembedahan tetap menjadi
Ada banyak teknik bedah yang dilakukan, dan tren kemajuan ilmu serta
Tidak semua kasus perlu dikelola dengan pembedahan untuk alasan medis. Menurut
beberapa ahli hipospadia, hipospadia tipe glanural dengan fusi daripada gland
proximal dengan pembukaan uretra dan lengkung ventral <30% tidak perlu
dilakukan uretroplasti jika jarak dari bibir ventral meatus ke corona lebih dari 2mm.
preputium atau sirkumsisi dapat dilakukan tergantung pada tradisi budaya lokal
atau pilihan orangtua. Operasi hipospadia dimulai oleh seorang ahli bedah dari
Alexandria yang bernama Helidon dan Antyllus pada abad 1-2. Mereka melakukan
reseksi parsial dari glans penis untuk membuat letak orifisium lebih sentral. Helidon
dan Antyllus tidak bisa melakukan operasi pada hipospadia tipe proksimal. Metode
ini bertahan sampai kurang lebih 1000 tahun. Periode berikutnya, setelah 1000
tahun, ditemukan metode tunnelling and cannulation. Tunnel yang dimaksud dibuat
dengan trokar dan lubang yang terbentuk dijaga supaya tidak tertutup dengan kanul
22
menggunakan kanul yang terbuat dari perak, Dionis (1707) menggunakan kanul
yang terbuat dari timah, Morgagni (1761), Sir Astley Cooper (1815), Dupuytren
(1777-1835) dan Mettauer (1842) menggunakan kateter plastik yang elastis (Smith,
Saat ini telah dilaporkan lebih dari 200 metode operasi rekonstruksi uretra
hasil yang optimal seperti Mathieu, Snodgrass, Hadidi dan lain-lain. Perkembangan
ilmu anestesia, alat-alat bedah yang semakin berkembang, teknik menjahit yang
semakin bagus, antibiotika dan pengalaman para ahli bedah yang semakin
berkembang menjadikan hasil dari operasi uretroplasti ini semakin lama semakin
memuaskan. Walaupun demikian, operasi uretroplasti saat ini tetap menjadi salah
satu operasi yang paling sulit di bidang urologi pediatri (Smith, 1997; Aisuodionoe-
Shadrach et al, 2015; Hadidi, 2004). Tidak ada metode repair yang digunakan
sebagai gold standard untuk semua tipe hipospadia. Pada hipospadia distal, teknik
Incised Plate (TIP), Perimeatal-based Flap, dan Onlay Island Flap. Sedangkan
pada hipospadia proksimal dapat digunakan operasi satu tahap misalkan dengan
teknik Koyanagi atau Perimeatal Foreskin Flap, atau dengan operasi dua tahap
Hypospadia
Proximal Distal
Distal Coronal
(Coronal,
Subcoronal, Distal
Penile)
urethral plate (Moursy, 2010; Bhat, 2010; Xudkk, 2014). Urethral plate terbentuk
dari jaringan bervaskularisasi baik dengan topangan muskulus yang baik serta kaya
akan jaringan saraf (Xudkk, 2014; Xiaodkk, 2014). Hal ini yang membuat insisi
pada urethral plateakan sembuh dengan reepitelisasi dengan jaringan normal tidak
penampakan penis yang lurus normal dengan glans bentuk conically dan meatus di
Komplikasi yang sering terjadi adalah fistula, stenonis meatal dan striktur
bervariasi antara 0 – 28% (Thapa dan Pun, 2014). Angka stenosis meatal adalah
2,1% (median = 0%), bervariasi antara 0 – 17% pada 53 penelitian. Angka rata-rata
neouretra dapat diketahui dari gejala stranguria, retensi uria (vesika urinaria yang
dapat diraba atau distensi setelah berkemih dari ultrasonografi), atau ISK, dan
dikonfirmasi dengan uretroskopi yang menunjukan oklusi hampir total dari lumen
(Snodgrass dkk, 2013). Kelainan ini sering kali tidak memberikan keluhan sehingga
sering terlewatkan atau tidak disadari oleh pasien (Eassa dkk, 2012; Spinoit dan
Hoebeke, 2015).
26
banyak terjadi adalah fistula uretrokutan dan stenosis meatus. Selain dua
komplikasi tersebut, masih banyak lagi komplikasi yang bisa terjadi, antara lain
edema, nekrosis flap, striktur uretra, pancaran urin yang lemah, spasme kandung
kemih dan pelepasan uretra yang tidak sengaja (Ritch et al, 2010; Bae et al, 2014;
a.Fistula Uretrokutan
Pada tahun 1973, Horton dan Devine membuat laporan insiden fistula
uretrokutan antara 15% - 45%. Pada tahun 1984, Shapiro mengemukakan, pada
penelitiannya yang memakai 176 sampel, bahwa insiden fistula uretrokutan adalah
6,25%. Saat ini insiden fistula uretrokutan bervariasi dan dibedakan menurut
adalah 4% - 28% dan insiden fistula uretrokutan yang ditolerasi dalam operasi
uretroplasti 1 tahap adalah 10% - 15% (Muruganandham et al, 2010; Shehata dan
infeksi dan iskemia. Pembentukan fistula terjadi dalam proses penyatuan mukosa
uretra, dimana terjadi migrasi dari mukosa uretra dan epitel kulit ke dalam jalur
27
benang yang dipakai dianggap sebagai benda asing sehingga memicu iritasi dan
inflamasi yang pada akhirnya akan membuat fistula uretrokutan. Fistula uretrokutan
ini terjadi pada antara hari ke 7 sampai 10 setelah operasi (Shehata dan Hashish,
2011).
benang Vicryl ukuran 6/0 dibandingkan dengan pada pasien yang menggunakan
benang polydioxanone (PDS) ukuran 7/0. Teknik yang dianjurkan untuk menjahit
uretra yang baru adalah dengan menggunakan jahitan subkutaneus dengan benang
ukuran fistula (fistula lubang jarum, fistula kecil dan fistula besar), berdasarkan
jumlahnya (satu dan banyak), berdasarkan jenis fistula (primer dan berulang)
(Srivastava et al, 2011; Shehata dan Hashish, 2011; Mohamed et al, 2010).
sistostomi pasca uretroplasty, studi yang dilakukan Laura SF, Duarsa dkk tahun
2015 diketahui bahwa insiden fistula pasca uretroplasti dengan sistostomi adalah
28
2.9 % sedangkan insiden fistula yang tanpa sistostomi adalah 17,6% (Laura SF dan
Duarsa, 2015)
b. Stenosis Meatus
durante operasi, lumen meatus dibiarkan terlalu dekat. Gejala yang bisa dilihat pada
pasien adalah kesulitan sewaktu berkemih, pancaran urin yang sempit dan kencang,
diameter meatus uretra eksterna yang sempit dan kecil. Stenosis meatal bisa dinilai
juga dari ukuran meatus dibandingkan dengan ukuran kateter, jika pasien berumur
kurang dari 1 tahun normalnya meatus uretra eksterna pasien bisa dimasuki kateter
berukuran 8 Fr, jika pasien pasien berumur lebih dari 1 tahun normalnya normalnya
meatus uretra eksterna pasien bisa dimasuki kateter berukuran 10 Fr. Bentuk meatus
uretra eksterna pada pasien yang dikerjakan operasi uretroplasti metode Mathieu
lebih jelek daripada bentuk meatus uretra eksterna pada pasien yang dikerjakan
operasi uretroplasti metode TIP (Karakus et al, 2013; Ritch et al, 2010; Wang et al,
2013).
uretroplasti adalah gangguan pada pancaran urin pasca operasi. Umumnya orang
tua ataupun pasien tidak terlalu menyadari adanya abnormalitas ini karena sering
tidak diperhatikan, atau karena tidak terlalu dikeluhkan. Gangguan ini dapat muncul
dapat sebagai akibat dari komplikasi operasi berupa adanya striktur uretra, meatal
stenosis maupun compliance atau tahanan dari dinding urethra yang tidak sama.
Namun dapat juga terjadi karena sebab lain misalnya adanya gangguan neurologis
29
pada kandung kencing (bladder spasme), adanya penyakit pada ginjal yang
mempengaruhi fungsi dan produksi urin, adanya trauma pada penis atau perineum
yang menyebabkan kerusakan uretra, adanya infeksi pada saluran kencing sehingga
Metode untuk mengukur pancaran urin telah berkembang sejak pertama kali
diperkenalkan oleh Johansen pada tahun 1953 lalu dikembangkan oleh vo Garrelts
pada tahun 1957 dengan menggunakan gelas ukur dan stopwatch. Saat ini alat yang
paling sering digunakan adalah uroflowmetri. Metode yang dipakai sederhana dan
tidak invasif. Dengan alat ini dapat diukur berapa pancaran urin rata-rata (Qavg),
evaluasi sebagai respon pasien setelah dilakukan tindakan tertentu (Yang et al,
dilakukan untuk menentukan metode evaluasi secara kuantitatif dan objektif untuk
kosmetik dan fungsional sebagai acuan umum (Safwat, 2013; Thapa dan Pun,
2013). Sistem penilaian yang ideal untuk hasil kosmetik setelah operasi hipospadia
30
adalah sistem yang objektif, mudah diperbanyak, dan valid untuk menilai semua
aspek yang relevan dan bisa dikoreksi secara pembedahan hipospadia (van der
enam aspek yang bisa dikoreksi dalam pembedahan: posisi meatus, bentuk meatus,
bentuk glans, bentuk kulit penis, dan sudut penis termasuk torsio penis dan (jika
ereksi bisa dievaluasi) lengkung penis (Rayes, 2013; van der Toorn et al, 2013;
hal dasar yang mampu dikoreksi melalui pembedahan : posisi meatus, bentuk
meatus, bentuk glans, bentuk kulit penis, dan sumbu penis termasuk torsi penis dan
(jika ereksi bisa diobservasi) lengkungan penis. Rentang nilai untuk penilaian
HOPE ini antara 1 sampai dengan 10 (van der Toorn dkk, 2013; Duarsa dan
Nugroho, 2016).
baku dari penampakan penis yaitu penis difoto dari lima sudut pandang yang baku,
secara urut dorsal, lateral kanan, lateral kiri, penampakan ventral dan detail ventral
dari penilaian skor HOPE (van der Toorn dkk, 2013; Duarsa dan Nugroho, 2016).
Skor yang lain dibuat oleh Holland dengan nama Hypospadias Objective
Scoring Evaluation pada tahun 2001, skor HOSE menilai lokasi meatus, bentuk
meatus, bentuk aliran kencing, arah ereksi dan keberadaan fistula, dimana setiap
item dinilai dengan skor 1-2 atau 1-4 dengan skor terendah 5 dan skor tertinggi
adalah 16. Skor lebih dari 14 dinilai sebagai hasil yang dapat diterima pada pasien
yang telah dilakukan uretroplasti jika posisi meatus minimal pada proksimal
glandular, aliran kencing singel dan sudut ereksi moderat. Akan tetapi Sistem
skoring ini juga menilai hasil fungsional seperti ada tidaknya fistula. Karena itu
sistem skor ini tidak bisa secara ideal menilai hasil kosmetik dari operasi hipospadia
standar perawatan perioperatif, dan faktor pasien, misalnya status nutrisi, usia
pasien saat operasi (Braga dkk, 2008). Bahan benang jahit dan kedalaman insisi
mungkin tidak sepenting dari posisi meatus, pengalaman ahli bedah, dan kecukupan
lapisan dartos untuk repair; tetapi, detail tindakan tetap akan mempengaruhi hasil
dari teknik tersebut (Snodgrass dkk, 2010). Penggunaan flap dartos untuk melapisi
neouretra memberikan hasil yang lebih baik. Dengan digunakan flap dartos, angka
Wilkinsondkk, 2012).
32
menangani kasus adalah hal yang penting (Braga, 2008;Bayne dan Jones, 2010;
Snodgrass dan Bush, 2011; Xiao dkk, 2014; Hueber dkk, 2015).Penelitian meta
analisis saat ini menunjukan bahwa angka komplikasi yang paling rendah
didapatkan pada repair TIP untuk hipospadia primer distal. Angka komplikasi lebih
tinggi untuk semua variabel pada TIP untuk hipospadia proksimal (Snodgrass dan
Usia ideal untuk operasi pada pasien hipospadia adalah antara 6 – 12 bulan,
rekomendasi ini didasarkan atas pertimbangan bedah, anestesi dan psikologi anak
dilakukan uretroplasti adalah diantara usia 3 bulan sampai 15 bulan, karena pada
saat itu emosional, identitas seksual dan kognitif anak belum terganggu, tetapi
teknik operasi akan sangat sulit karena pada usia 1-3 tahun pertambahan ukuran
penis hanya sekitar 0,8 cm artinya penis anak usia 6 bulan hampir sama dengan
anak usia 3 tahun. Selain itu kelompok usia ideal diatas usia tersebut untuk
uretroplasti adalah usia 2.5-4 tahun atau 4-5 tahun (Yildiz et al, 2013; Springer,
2017, Schulz et al, 1983). Pada usia tersebut berisiko sedang terhadap gangguan
psikis dan emosional anak. Pasien dianggap belum dapat mengingat trauma suatu
seksualnya, serta belum ada interaksi sosial. Periode khusus dimana risiko
setelah lahir atau diatas 5 tahun. Risiko rendah terhadap gangguan kognitif dan
perkembangan seksual terdapat pada tahun pertama kelahiran dan pada anak usia
kurang dari 2,5 tahun yang saat perawatan saat dirumah sakit pasien didampingi
oleh ibunya. Secara psikologi idealnya anak menjalani operasi pada tahun pertama
kelahiran terutama setelah 6 minggu kelahiran. Usia optimal yang disarankan oleh
tersebut didasarkan atas pendapat para ahli, rekomendasi ini juga dianjurkan oleh
2017; Duarsa dkk, 2016, Weber dkk, 2009, Schulz et al, 1983).
Gambar 2.8 Evaluasi risiko repair hipospadia dari usia baru lahir
sampai usia 7 tahun. Periode jendela yang disarankan adalah usia 3-15 bulan
(modifikasi dari Schulz et al, 1983)
34
2.3 Psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang mencakup
aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang
dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan mempengaruhi
satu sama lain. Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko
mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku)
dan stabilitas dalam emosi, kepribadian dan hubungan sosial akan membentuk
terkait satu sama lain, sebagai contoh kapasitas kognitif dan fisik memberikan
serta tumbuh dalam pemahaman emosional dan kontrol. Emosi seperti rasa sedih,
35
1987, 4 tahap perkembangan tersebut didasarkan atas usia dan kemampuan kognitif
b. Tahap Pra operasional (usia 2-7 tahun), pada tahap ini anak mulai
dapat berfikir abstrak dan kemampuan persepsi waktu dan ruang masih
terbatas.
c. Tahap Operasional kongkrit (Usia 7-11 tahun), tahap ini disebut masa
d. Tahap operasional Formal (usia 11-15 tahun), Tahap ini juga disebut masa
proportional thinking, pada massa ini anak sudah mampu berfikir tingkat
memecahkan masalah. Pada tahap ini juga anaka memasuki usia pra remaja.
yaitu yang terjadi pada awal masa kanak kanak atau biasa juga disebut dengan usia
anak yang mencakup kemampuan atau kualitas mereka untuk menjalin kontak
sosial dengan orang lain, baik dengan teman sebaya maupun dengan orang-orang
yang lebih dewasa di sekitarnya. Mereka tidak lagi terlalu tergantung pada orang
yangumum.
sedang tumbuh.
37
berhitung.
sehari-hari.
(Anggraheny, 2016):
3) Memiliki inisiatif atau keberanian untuk memulai sesuatu serta mengenal rasa
4) Tekun dan rasa rendah diri, berlangsung kira-kira pada usia sekolah dasar;
6) Keintiman dan keterkucilan, dialami selama tahun tahun awal masa dewasa;
berawal dari ruang lingkup yang sempit yaitu diri sendiri dan keluarga, kemudian
pada masa kanak-kanak ini secara otomatis dipengaruhi oleh banyak faktor yang
baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik
dan dianggap berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan
jiwa atau gangguan kesehatan secara nyata, atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa
berikut :
b. Mudah tersinggung
c. Sulit konsentrasi
d. Bersifat ragu-ragu
e. Merasa kecewa
selanjutnya. Aspek psikososial anak perlu mendapat perhatian khusus karena untuk
tumbuh kembang anak yang optimal selain kesehatan fisik juga diperlukan
Pada usia prasekolah terjadi perkembangan persepsi pada anak. Bila anak
bertemu dengan teman sebayanya yang normal mereka sudah dapat merasakan
bahwa diri mereka berbeda. Ada rasa yang menakutkan, tidak nyaman, mereka
ingin otonomi, sementara orang tua bertahan melindungi anak terhadap dunia luar.
Pada fase ini anak mulai berfantasi yang merupakan cara bagi anak untuk
mengungkapkan ekspresi diri. Melalui fantasi anak dapat melepaskan pikiran atau
ide yang menakutkan tentang gambaran dirinya. Pada usia sekolah mulai timbul
rasa cemas akan kecacatan yang diderita dan kemungkinannya di masa yang akan
datang, mereka menjadi lebih depresi bahkan timbul rasa ingin mati, ada perasaan
tak berguna dan percaya mereka telah dihukum (Papalia et al, 2009).
pengalamannya. Masalah mental emosional dapat timbul jika terdapat sesuatu yang
perilaku menarik diri digolongkan sebagai emosi yang menghukum diri perasaan
tidak mau ikut aturan) dan perilaku agresif (Dharmayanti M, 2011). Keberadaan
kelainan fisik dan mental pada usia pertengahan. Oleh karena itu sangat penting
untuk dilakukan deteksi dan penanganan masalah emosional sedini mungkin (Alves
gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja. Di Amerika Serikat, studi epidemiologi
menunjukkan prevalensi 17 sampai 27% dari beberapa tipe gangguan jiwa pada
rentang usia ini. Di Taubaté, negara bagian São Paulo, sebuah studi dengan
satu gangguan jiwa, dan di daerah perkotaan miskin, di mana terdapat faktor risiko
dan remaja membantu membentuk dan mengurangi efek pada kepribadian, sebelum
antara faktor genetik dan lingkungan sebagai penyebab gangguan mental bersifat
mengubah kondisi masa depan mereka. Hasil negatif dari situasi yang dialami di
masa kanak-kanak, faktor risiko genetik, biologis, psikologis, dan lingkungan, serta
lebih gangguan mental. Di antara yang paling umum adalah gangguan depresi
dari satu gangguan pada individu yang sama. Keterkaitan beberapa gangguan
profesional kesehatan yang tidak terbiasa dengan fitur klinis tersebut juga
terhambat. Namun, indikasi adanya gangguan mental pada masa anak-anak dan
yang dapat menunjukkan gejala patologis serupa. Prevalensi gangguan mental yang
tinggi pada masa anak-anak menuntut identifikasi kebutuhan akan asesmen dan
pengobatan psikologis dan / atau psikiatri. Sebagian besar profesional seperti dokter
anak, tidak merasa cukup terlatih atau tidak memiliki waktu yang cukup untuk
anak dan / atau remaja dengan indikasi gangguan mental. Alternatif lain adalah
penggunaan skala penilaian yang sudah divalidasi, seperti Child Behavior Checklist
dianggap sebagai standar emas untuk menilai adanya gangguan psikososial seperti
gangguan emlosional dan perilaku pada anak, kuisioner ini dijawab oleh orang tua
atau remaja antara usia 6 dan 18 tahun dan memberikan analisis profil emosional,
sosial, dan perilaku individu, kuisioner ini terbagi dalam dua bagian. Yang pertama
mengacu pada kompetensi sosial, yaitu keterlibatan dan kinerja anak / remaja dalam
kegiatan olahraga, permainan, hobi, pekerjaan, dan tugas sehari-hari, yang nilainya
tumbuh sesuai dengan kompetensi sosial yang lebih besar dari yang dinilai. Bagian
kedua mengacu pada penilaian adanya masalah emosional dan perilaku pada anak.
Kuisioner ini terdiri dari 118 item dan jawaban yang diperoleh dari individu adalah
"tidak benar / tidak ada" (setara dengan skor 0); "Agak / kadang benar" (setara
dengan skor 1) dan "sering benar" (setara dengan skor 2). Jumlah skor diubah
menjadi nilai T, sesuai dengan analisis yang tepat untuk usia dan jenis kelamin.
Dalam hal ini, disajikan dalam skala dan sindrom, yaitu, masalah yang biasanya
terjadi bersamaan.T-score ≥70 dianggap klinis; antara 64-69, batas; dan <63,
normal. Untuk skala masalah internalisasi dan eksternalisasi, skor T ≤60 dianggap
normal, antara 60-63, batas, dan> 63 dianggap klinis (Muzzolon et al, 2013).
anak-anak atau remaja dengan masalah emosional dan / atau psikososial. Terdiri
dari dari 35 item, berlaku untuk kelompok usia 6 sampai 16 tahun. Mudah untuk
43
pertanyaan tersebut terjadi, adalah nol untuk "tidak pernah" satu untuk "kadang-
kadang" dan dua untuk "sering". Titik potong yang ditetapkan untuk skor Amerika
adalah ≥28 poin, dalam hal ini hasilnya dianggap positif, yaitu responden akan
memiliki indikasi untuk dirujuk untuk evaluasi kesehatan mental (Muzzolon et al,
versi PSC, yaitu PSC-17 yang diisi oleh orang tua untuk anak usia 4-16 tahun dan
PSC-35 yang diisi sendiri oleh remaja (Youth-PSC) untuk remaja usia > 11 tahun
Ini adalah peran dokter anak, seorang profesional yang memiliki ikatan yang
dan profitabilitas menambah tekanan pada profesional ini, yang semakin membatasi
perhatian pada masalah emosional dan psikososial. Penggunaan alat skrining untuk
gangguan psikososial sebagai bagian dari perawatan kesehatan rutin anak-anak dan
remaja dapat memfasilitasi pengenalan dan rujukan awal, serta informasi tentang
gejala klinis asal fisik dan organik. Pediatric symtomp checklist adalah tes skrining
untuk anak-anak dan remaja berusia nol tahun sampai 16 tahun, administrasi
dan validitas dalam kaitannya dengan CBCL (standar emas). Dokter anak yang
sudah menggunakan alat skrining lainnya akan mudah mengatasinya. Orangtua bisa
Pediatric symtomp checklist adalah langkah awal untuk skrining gangguan mental
et al, 2013).
Sementara PSC-35 adalah alat skrining yang valid dan bermanfaat secara
klinis, tetapi butuh waktu hingga 10 menit untuk menyelesaikannya, yang masih
bisa juga memakan waktu untuk kunjungan kesehatan yang dilaporkan rata-rata 18-
versi 17 item yang lebih pendek dari versi ukur dengan dasarnya tiga kelompok
besar yang sama gejala yang dilaporkan untuk PSC-35, termasuk internalisasi,
spesifisitas sedang sampai tinggi, dan menjadi alat ukur yang baik untuk wawancara
diagnostik (Gardner et al 2007; Gardner et al., 1999, Stoppelbein et al., 2012). Bagi
jumlah item yang terkait dengan kecemasan pada kuisioner (Gardner et al., 2007,
jenis masalah penyesuaian spesifik dari yang ditunjukkan oleh total skor masalah.
45
Spesifisitas semacam itu bisa jadi panduan lebih lanjut penyedia layanan kesehatan
saat merujuk pasien lebih jauh untuk evaluasi dan perawatan.PSC-17 telah berhasil
Hal ini juga telah divalidasi dipengaturan kesehatan mental khusus(Gardner et al.,
anak mereka. Skor cutoff untuk anak usia sekolah dan anak usia pra-sekolah yang
membandingkan kinerja dari PSC dengan kuesioner lain yang telah divalidasi dan
penilaian dokter anak-anak. Dalam studi validitas, klasifikasi kasus PSC disetujui
menunjukkan tingkat high rate overall yang tinggi 79%, sensitivitas 95% dan
spesifisitas 68%. Harahap dkk menyatakan PSC-17 dapat digunakan sebagai alat
skrining masalah psikososial pada anak dengan sensitivitas 95,6% dan spesifisitas
gangguan psikososial di kelas menengah atau kondisi pada umumnya dan itu cukup
mengenali adanya gangguan kognitif, emosional dan masalah tingkah laku pada
masing pertanyaan memiliki skor 0, 1, dan 2. Pada PSC-17 poin internalisasi ada 5
sub skala yaitu sedih, tidak bahagia, merasa tidak ada harapan, sering murung,
khawatir berlebihan dan sedikit berbahagia. Sub skala eksternalisasi ada 7 item
antara lain sering berkelahi dengan anak lain, tidak mengindahkan peraturan, tidak
mengerti perasaan orang lain, selalu mengganggu orang lain, menyalahkan orang
lain untuk salahnya dia, menolak untuk berbagi dan suka mengambil barang yang
masing subskala tersebut dijumlahkan dan jumlah skor tersebut dijadikan skor
masalah psikososial jika jumlah skor internalisasi ≥5, jumlah skor eksternalisasi ≥7,
jumlah skor perhatian≥7, atau skor total ≥15 (Jellinek, 1999; Pujiastuti dkk, 2013).
menjadi salah satu faktor risiko yang berdampak negatif terhadap adaptasi
psikososial antara lain gangguan emosional, tingkah laku dan adaptasi sosial.
Pernah dirawat di rumah sakit, menjalani operasi berulang dan diperiksa fisik
47
berulang kali merupakan faktor potensial yang membuat stres pada anak (Sanberg
et al, 2001).
negatif terhadap emosional anak yang bukan korban pelecehan seksual. Tetapi
kebanyakan anak usia pre sekolah yang tidak memiliki riwayat pelecehan seksual
didukung atau didampingi oleh orangtua. The Genital Examination Distress Scale
(GEDS) merupakan tes yang dikembangkan untuk menilai stress emosional anak
anak, dinilai ada gangguan jika nilainya lebih dari 12 (Gully et al, 1999).
Selain itu makna operasi bagi anak anak dinilai sebagai tindakan yang
menakutkan seolah olah menjadi tindakan pemberian hukuman ataupun kebiri, dan
operasi pada daerah genitourinaria dibandingkan operasi daerah lain terbukti sangat
anak yang menjalani operasi telinga hidung tenggorok. Studi ini dilakukan pada
tahun 1970 sampai dengan 1971 dan jumlah sampel yang kecil. Pada anak dengan
hipospadia yang menjalani operasi 20% mengalami gangguan emosional dan 17%
48
datang ke pskiatri untuk mencari bantuan (Schulz et al, 1983, Blotcky,MJ dan
Kemajuan ilmu kedokteran saat ini berkembang sangat cepat, saat ini anak
anak dengan hipospadia tinggal di rumah sakit hanya satu malam selanjutnya
dilakukan perawatan dirumah oleh tim medis termasuk saat pelepasan stent. Selain
itu usia muda saat operasi yaitu kurang dari 18 bulan juga akan berpengaruh
terhadap luaran perilaku, dimana anak anak usia muda tidak akan memiliki ingatan
tentang pertama kali mereka ke rumah sakit setelah mereka dewasa. Untuk
Ortqvist L, 2016).
frekuensi ansietas dan tanda depresi serta perubahan tingkah laku pada pasien laki
kontrol. Faktor yang diduga dinilai memberikan dampak psikologis pada laki laki
dengan hipospadia antara lain adalah faktor genetik, prosedur operasi dan kelainan
hipospadia itu sendiri (Blotcky,MJ dan Grossman, 1978; Butwicka, 2015; Ortqvist
L, 2016).
49
Selain itu semakin berat tipe hipospadia akan semakin memberi pengaruh
negatif terhadap kejelasan genital dan dapat menimbulkan masalah tingkah laku.
Anak dengan tipe hipospadia yang berat dapat dinilai sebagai anak perempuan
serta pemilihan waktu operasi yang tepat dapat membuat hasil luaran yang baik
secara fungsional dan kosmetik sehingga akan meberikan dampak postif secara
Harga diri yang rendah, dan citra tubuh mereka yang terdistorsi bisa
pakaian di ruang ganti bisa jadi masalah besar. Berg et al. menunjukkan pada awal
tahun delapan puluhan bahwa pria dewasa dengan hipospadias menunjukkan rasa
malu dan sering diejek lebih banyak sebagai anak-anak, dan kesulitan perilaku juga
ditunjukkan oleh Sandberg dkk, namun hasil ini tidak ditemukan pada material yang
lebih besar dari sebuah studi oleh Mureau et al. Prestasi akademis terhambat, karena
kunjungan berulang di rumah sakit atau akibat ejekan oleh teman sebaya, karena
profesi yang lebih rendah daripada kontrol, namun tingkat pendidikan dan profesi
pada pria dengan hipospadia telah diusulkan untuk menjadi faktor genetik umum,
hipospadia dan kontrol memiliki situasi sosial yang sebanding dalam keluarga dan
dunia kerja. Pasien ditemukan tinggal di rumah dengan orang tua mereka sampai
usia yang lebih tua dan memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Pada
pendek daripada pada kontrol. Pasien memiliki minat yang lebih tinggi terhadap
olahraga motor dan ketertarikan yang rendah terhadap kegiatan sosial dibandingkan
dengan kontrol. Pengalaman masa kecil pasien dengan hipospadia proksimal lebih
hipospadia distal. Bullying tidak dilaporkan ke tingkat yang lebih tinggi pada pasien
daripada kontrol, namun beberapa komentar tentang ejekan akan alat kelamin dan
didepan teman sebaya menunjukkan bahwa masalah tersebut ada. Mengenai pola
karena takut disakiti.Oleh karena itu untuk membantu anak / remaja bahwa mereka
layak untuk berteman maka perawatan secara psikologis sangat penting, dan tim
fisik genital dan pernah menjalani operasi dapat menjadi salah satu faktor risiko
stres pada anak yang berdampak negatif terhadap adaptasi psikososial antara lain
gangguan emosional, tingkah laku dan adaptasi sosial (Sanberg et al, 2001).
memberikan dampak negatif terhadap emosional anak. Makna operasi bagi anak
anak dinilai sebagai tindakan yang menakutkan seolah olah menjadi tindakan
emosional, selain itu juga dampak pemeriksaan fisik genital dan operasi pada
daerah genital dapat berdampak dalam terjadinya gangguan stress pasca trauma atau
yang lebih dikenal dengan PTSD (Post Traumatic Stress Disorders). Gangguan
kecemasan, labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang
amat pedih setelah stres fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang
biasa. Selain itu, PTSD dapat pula didefinisikan sebagai keadaan yang melemahkan
52
fisik dan mental secara ekstrem yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar,
atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang
33% mengalami gangguan emosional dan 17% datang ke pskiatri untuk mencari
bantuan (Schulz et al, 1983, Blotcky,MJ dan Grossman, 1978; Örtqvist L et al,
IVTR), PTSD didefinisikan sebagai suatu kejadian atau beberapa kejadian trauma
yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau
ancaman kematian, cedera serius, ancaman terhadap integritas fisik atas diri
2014). Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan reaksi dari individu
terhadap kejadian yang luar biasa akibat dari pengalaman seseorang pada suatu
peristiwa yang bersifat amat hebat dan luar biasa, jauh dari pengalaman yang
disimpulkan bahwa PTSD merupakan gangguan yang diakibatkan satu atau lebih
kejadian traumatik yang dialami atau disaksikan oleh seseorang baik ancaman
rasa tidak berdaya hingga berdampak mengganggu kualitas hidup individu dan
apabila tidak ditangani dengan benar dapat berlangsung kronis dan berkembang
menjadi gangguan stres pasca trauma yang kompleks dan gangguan kepribadian
53
Verlinden E, 2014).
baik faktor dari dalam diri korban, maupun faktor lingkungan. Kepribadian juga
dianggap sebagai faktor pencetus terjadinya PTSD, seperti pesimisme dan introvet,
apakah seseorang akan mendapatkan PTSD, faktor resiko yang membuat seseorang
lebih mungkin menjadi PTSD, yakni : a). Selama hidup pernah mengalami
peristiwa berbahaya yang membuat trauma, b). Memiliki sejarah penyakit mental,
c). Melihat orang terluka atau terbunuh, d). Merasa horor, ketidakberdayaan, atau
kehilangan pekerjaan atau rumah. Dari beberapa faktor resiko di atas dapat dibagi
menjadi 2 yakni faktor resiko dari dalam diri (individu) dan faktor dari luar
perkembangan PTSD. Ketika kita dalam keadaan takut dan terancam, tubuh kita
mengaktifkan respon fight or flight. Dalam reaksi ini tubuh mengeluarkan adrenalin
Setelah ancaman bahaya mulai hilang maka tubuh akan memulai proses inaktivasi
respon stres dan proses ini menyebabkan pelepasan hormon kortisol. Jika tubuh
tidak melepaskan kortisol yang cukup untuk menginaktivasi reaksi stres maka
54
kemungkinan kita masih akan merasakan efek stres dari adrenalin. Pada korban
(katekolamin) yang lebih tinggi bahkan pada saat kondisi normal. Hal ini
mengakibatkan tubuh terus berespon seakan bahaya itu masih ada. (Kaplan, Harold
mengalami, menghindari, dan terus terjaga lebih dari 1 bulan. Untuk pasien yang
gejalanya ada, tetapi kurang dari 1 bulan, diagnosis yang sesuai adalah gangguan
merinci apakah gangguan tersebut akut (jika gejala kurang dari 3 bulan) atau kronis
(jika gejala telah ada selama 3 bulan atau lebih). DSM-IV-TR juga memungkinkan
klinisi merinci bahwa gangguan tersebut adalah dengan awitan yang tertunda jika
awitan gejala 6 bulan atau lebih setelah peristiwa yang memberikan stres (Kaplan,
a. Kejadian traumatik
(yang mencemaskan).
dialaminya terjadi kembali, hal ini bisa terjadi karena ilusi, haluinasinya).
trauma).
perubahan rutinitas pribadi. Gejala ini meliputi tiga atau lebih hal di bawah ini:
penting.
d. Gejala hiperarousal yang persisten meliputi dua atau lebih gejala di bawah ini:
2) Sulit berkonsentrasi.
dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III dalam F 43.1 yaitu (Kaplan, Harold I,
waktu enam bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang
apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi
waktu enam bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak
kembali (flashback).
57
d. Suatu “sequelae” menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar
Kriteria diagnosis PTSD dibuat untuk orang dewasa dan tidak sepenuhnya
keterbatasan dalam kemampuan verbalnya dan memiliki cara yang berbeda dalam
bereaksi terhadap stres. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak mungkin tidak
memenuhi kriteria DSM-IV-TR secara penuh meskipun secara jelas anak tersebut
memiliki gangguan psikiatri yang analog dengan PTSD pada dewasa. Biasanya
anak seringkali tidak memiliki tiga tanda dari numbing (mematikan perasaannya)
dan withdrawl (menarik diri) seperti pada orang dewasa karena kemampuan verbal
Gejala PTSD bisa terdeteksi dari 3 (tiga) kategori utama, yakni: 1).
ditimbulkan pada penderita gangguan stress pasca trauma antara lain mudah merasa
berinteraksi dengan lingkungan, memiliki perasaan terasing dari orang lain, dan
58
mengalami mimpi buruk. Diketahui juga bahwa anak-anak dan remaja dapat
memiliki reaksi ekstrim untuk trauma, akan tetapi gejala yang ditunjukkan tidak
sama dengan orang dewasa. Pada anak-anak yang sangat muda, gejala-gejala ini
biasa menempel dengan orang tua atau orang dewasa lainnya (Kaplan, Harold I,
The Children’s Revised Impact of Events Scale (CRIES) adalah alat ukur
gangguan PTSD. kuesioner ini (CRIES; Children and War Foundation, 2005)
memenuhi criteria merupakan instrumen yang baik dalam hal skrining dan telah
digunakan di banyak negara dan budaya (Barat dan Timur). Alat ukur ini telah
diterjemahkan ke lebih dari 15 bahasa dan telah digunakan di sejumlah negara yang
telah mengalami bencana baik dalam skal besar maupun kecil. Contohnya termasuk
dan juga anak korban kecelakaan lalu lintas atau cedera medis darurat lainnya di
memuaskan dan validitas yang baik, stabil dan telah digunakan untuk menyaring
sampel besar anak-anak yang berisiko mengalami stress setelah berbagai peristiwa
minimal, kriteria yang jelas untuk PTSD sesuai dengan kriteria diagnostik dalam
DSM, dan dapat digunakan bahkan dengan anak-anak lebih muda dari usia lima
59
tahun (Smith P, Perrin S, Yule W, 2007; Smith, P., Perrin, S., Yule, W., Hacam, B.,
pasca trauma dibagi menjadi tiga klaster gejala terpisah. CRIES-8, terbatas hanya
pada dua gejala kelompok. Untuk menilai gejala DSM-IV-TR ketiga Cluster D
(arousal), lima item ditambahkan oleh Yule dan rekan, menghasilkan versi 13-item
IES yang dirancang untuk anak-anak (CRIES-13; Smith, P., Perrin, S., Yule, W.,
Hacam, B., & Stuvland, R. (2002). dari 2.976 anak-anak dalam perang, berusia 9-
memuaskan dengan sensitivitas 91% dan spesifisitas 65% (Smith P, Perrin S, Yule
W, 2007).