KONSEP DASAR
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
A. Pengertian Kesehatan Jiwa
Pengertian kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk oleh organisasi, diantaranya
menurut :
1. WHO
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik
yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya.
2. UU Kesehatan Jiwa No 3 tahun 1996
Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelectual, emocional secara optimal dari
seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.
3. Stuart & Laraia
Indikator sehat jiwa meliputi sifat yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki
aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam
beradaptasi dengan lingkungan
4. Rosdahl
Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam
pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius.
Sehat Optimal
1960
Berkembang ke arah perkembangan primer dan penanganan secara multidisiplin
1970
Perkembangan selanjutnya pada bidang spesialisasi keperawatan jiwa yang membutuhkan
pendidikan keterampilan khusus
Bidang spesialisasi praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya
dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya
Berdasarkan konseptual model keperawatan , maka dapat dikelompokan ke dalam 6 model yaitu:
1. Psychoanalitycal (Freud, Erickson)
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila ego(akal) tidak
berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam
menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama (super ego/das
uber ich), maka mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of behavioral)
Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik interpsikis terutama pada
masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu
secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata-kata, dilarang dengan kekerasan
untuk memasukan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan
traumatik yang membekas pada masa dewasa.
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi,
transferen untuk memperbaiki traumatik masa lalu. Misalnya klien dinbuat dalam keadaan ngantuk
yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman bawah sadarnya digali dengan pertanyaan-
pertanyaan untuk menggali traumatik masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotik yang
memerlukan keahlian dan latihan yang khusus
Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan terapist
berusaha untuk menginterprestasi pikiran dan mimpi pasien.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian melalui keadaan-keadaan
traumatik atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya (pernah disiksaorang tua,
pernah disodomi, diperlakukan secara kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa
pada masa anak-anak), dengan menggunakan pendekatan komunitasi terapeutik setelah terjalin
trust (saling percaya).
2. Interpersonal (Sullivan, Peplau)
Menurut model konsep ini, kelainan jiwa sesorang bisa muncul akibat adanya ancaman. Ancaman
tersebut menimbulkan kecemasan (anxiety). Ansietas timbul dan dialami seseorang akibat adanya
konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal).
Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adanya ketakutan ditolak atau tidak diterima
oleh orang disekitarnya. Sebagai contoh dalam kasus seorang anak yang tidak dikehendaki
(unwanted child. Dimana seorang anak yang dilahirkan dari hasil hubungan gelap, ibunya pernah
berupaya untuk membunuhnya karena merasa malu dan melanggar norma, lingkungannya tidak
menerima dengan hangat karena dianggap anak yang harap, teman-temannya mengejek, ayahnya
tidak pernah memberikan kasih sayang, maka ia akan tumbuh menjadi anak yang tidak diterima oleh
orang lain.
Proses terapi menurut konsep ini adalah build feeling security (berupaya membangun rasa aman
bagi klien), trusting relationship and interpersonal satisfaction (menjalin hubungan yang saling
percaya) dan membina kepuasan dalam berrgaul dengan orang lain dehingga klien merasa berharga
dan dihormati.
Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakuan sharing mengenai apa-apa
yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang
lain), therapist use empathy and relationship (perawat berupaya bersikap empati dan turut
merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberikan respon verbal yang mendorong
rasa aman klien dalam berhunbungan dengan orang lain seperti: ”saya senang berbicara dengan
anda, saya siap membantu anda, anda sangat menyenangkan bagi saya”.
3. Social (Caplan, Szasz)
Menurut konsep ini, seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku apabila
banyaknya faktor sosial dan faktor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada
seseorang (social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom).
Akumulasi stressor yang ada pada lingkungan seperti: bising, macet, tuntutan persaingan pekerjaan,
harga barang yang mahal, persaingan kemewahan, iklim yang sangat panas atau dingin, ancaman
penyakit, polusi, sampah akan mencetus stress pada individu.
Sterssor dari lingkungan diperparah oleh stressor dalam hubungan sosial seperti atasan yang galak,
istri yang cerewet, anak yang naka, tetangga yang buruk, guru yang mengancam atau teman sebaya
yang jahat akan memunculkan berbagai sterssor dan membangkitkan kecemasan.
Prinsif proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environmen manipulation
and social support (pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial). Sebagai contoh
dirumah harus bersih, teratur, harum, tidak bising, ventilasi cukup, panataan alat dan perabotan
yang teratur. Lingkungan kantor yang asri, bersahabat, ada tanaman, tata lampu yang indah,
hubungan kerja yang harmonis, hubungan suami istri yang memuaskan.
Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah paien harus menyampaikan
masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga
atau suami-istri. Sedangkan terapist berupaya: menggali sistem sosial klien seperti suasana di rumah,
di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.
I. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Perawat perlu mengkaji data demografi, riwayat kesehatan dahulu, kegiatan hidup klien sehari-hari,
keadaan fifik, status mental, hubungan interpersonal serta riwayat personal dan keluarga
a. Data demografi
Pengkajian data demografi meliputi nama, tempat dan tanggal lahir klien, pendidikan, alamat orang
tua, serta data lain yang dianggap perlu diketahui. Riwayat kelahiran, alergi, penyakit dan
pengobatan yang pernah diterima klien, juga perlu dikaji. Selain itu kehidupan sehari-hari klien
meliputi keadaan gizi termasuk berat badan, jadwal makan dan minat terhadap makanan tertentu,
tidur termasuk kebiasaan dan kualitas tidur, eliminasi meliputi kebiasaan dan masalah yang
berkaitan dengan eliminasi, kecacatan dan keterbatasan lainnya.
b. Fisik
Dalam pengkajian fisik perlu diperiksa keadaan kulit, kepala rambut, mata, telinga, hidung, mulut,
pernapasan, kardiovaskuler, musculoskeletal dan neurologis klien. Pemeriksaan fisik lengkap saat
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh gangguan fisik terhadap perilaku klien.
Misalnya klien yang menderita DM atau asma sering berperilaku merusak dalam usahanya untuk
mengendalikan lingkungan. Selain itu hasil pemeriksaan fisik berguna sebagai dasar dalam
menentukan pengobatan yang diperlukan. Bahkan untuk mengetahui kemungkinan bekas
penganiayaan yang pernah dialami klien.
c. Status mental
Pemeriksaan status mental klien bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai fungsi ego
klien. Perawat membandingkan perilaku dengan tingkat fungsi ego klien dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu status mental klien perlu dikaji setiap waktu dengan suasana santai bagi klien
Pemeriksaan status mental meliputi: keadaan emosi, proses berfikir dan isi pikir, halusinasi dan
persepsi, cara berbicara dan orientasi, keinginan untuk bunuh diri dan membunuh. Pengkajian
terhadap hubungan interpersonal klien dilihat dalam hubungannya dengan orang lain yang penting
untuk mengetahui kesesuaian perilaku dengan usia. Pertanyaan yang perlu diperhatikan perawat
ketika mengkaji hubungan interpersonal klien antara lain:
1). Apakah klien berhubungan dengan orang lain dengan usia sebanya dan dengan jenis kelamin
tertentu.
2). Apa posisi klien dalam struktur kekuasaan dalam kelompok
3). Bagaimana ketermpilan sosial klien ketika menjalin dan berhubungan dengan orang lain.
4). Apakah klien mempunyai teman dekat.
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian ada beberapa faktor yang perlu di eksplorasi yaitu:
a. Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor pendukun terjadinya gangguan dalam hubungan sosial, diantaranya:
1). Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu, ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar
tidak terjadi gangguan dalam hunbungan sosial. Tugas perkembangan pada masing-masing tahap
tumbuh kembang memiliki karakteristik tersendiri. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak
terpenuhi, misalnya jika fase oral tugas perkembangannya adalah membentuk rasa saling percaya,
bila tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial selanjutnya yang dapat
mengakibatkan masalah, antara lain adalah curiga
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal seseorang
1). Faktor internal
Contohnya stress psikologik, yaitu stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan
ketergantungan individu
2). Faktor eksternal
Contohnya stressor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya antara lain
keluarga
c. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan pada masing-masing gangguan hubungan sosial
sangat bervariasi, seperti:
1). Curiga: regresi, proyeksi, reoresi
2). Dependen: regresi
3). Manipulasi: regresi, represi, isolasi
4). Menarik diri: regresi, represi, isolasi
d. Perilaku
Berdasarkan hasil observasi perilaku klien, perawat mengumpulkan dan menganalisa data khususnya
data perilaku yang spesifik pada kondisi klien dengan masalah hubungan sosial. Perilaku yang biasa
muncul pada klien:
JENIS GANGGUAN KURANG RESPON
Hubungan sosial Apatis (acuh terhadap lingkunga)
Ekspresi wajah kurang berseri
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersiahan diri
Tidak ada atau kuarang komunikasi verbal
Mengisolasi diri
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnay
Masukan makanan dan minuman terganggu
Retensi urine dan feses
Aktivitas menurun
Kurang energi/tenaga
Rendah diri
Postur tubuh berubah (sikap fetsu/janin) khususnya saat tidur
Curiga Tidak mampu mempercayai orang lain
Bermusuhan (hostility)
Mengisolasi diri dalam lingkungan sosial
Paranoid
Manipulasi Ekspresi perasaan yang tidak langsung pada tujuan
Kurang asertif
Mengisolasi diri dari hubungan sosial
Harga diri yang rendah
Sangat tergantung pada orang lain
2. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin terkait dengan masalah gangguan hubungan sosial adalah:
a. Ansietas
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
d. Defisit perawatan diri
e. Resiko mencederai diri sendiri
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin pada maslah gangguan hubungan sosial, diantaranya:
a. Resiko tinggi perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
b. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Rencana tindakan keperawatan
a. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai secara umum dalam memberikan tindakan keperawatan adalah untuk
menumbuhkan perasaan yang menyenangkan dalam hubungan interpersonal yang optimal dan
menetapkan serta mempertahankan yang telah dicapai dalam hubungan interpersonal tersebut:
1). Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
2). Aklien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
3). Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap:
Klien - Perawat, Klien – Perawat - Klien/perawat lain, Klien – Kelompok, Klien – Kelurga
4). Klien dapat mengungkapkan perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain
5). Klien dapat memberdayakan sistem pendukung untuk memfasilitasi hubungan sosial
b. Tindakan
Secara spesifik tindakan keperawatan untuk masalah-masalah yang terdapat pada gangguan
hubungan sosial, adalah sebagai berikut:
1). Menarik diri
a). Perhatikan kebutuhan dasar fisiologis
b). Berikan kegiatan secara bertahap
c). Batasi pilihan yang akan ditawarkan kepada klien
e). Perluas kontak dengan lingkungan sosial secara bertahap
2). Curiga
a). Tetapkan hubungan saling percaya
b). Jelaskan secara prosedur tindakan kepada klien
c). Perhatikan kebutuhan fisiologis klien
d). Hargai privacy klien
e). Batasi jumlah tim keperawatan yang merawat klien
f). Terbuka dan jujur
g). Diskusikan harapan tindakan keperawatan bersama klien
h). Libatkan klien dalam rencana keperawatan
i). Hindari berbicara berbisik-bisik dan tidak jelas dekat klien
j). Lindungi hak klien bila klien menolak pengobatan atau perawatan
3). Dependen
a). Bantu klien untuk mengenali perasaannya
b). Anjurkan klien untuk menolong dirinya sendiri
c). Hindari memberi pujian untuk tingkah laku dependen
d). Buat rencana secara teratur dan baut jadwal untuk mengadakan kontrak dengan klien
4). Manipulatif
a). Libatkan orang-orang yang berarti bagi klien
b). Lindungi klien dari ancaman terhadap diri sendiri
c). Berpedoman pada respon tingkah laku klien
d). Berikan tindakan keperawatan secara terstruktur
e). Bantu klien untuk mengenali perasaannya
f). Fokuskan tindakan keperawatan kepada kekuatan klien
g). Buat batasab perilaku dengan pendekatan terapi modifikasi perilaku
4. Evaluasi
Evaluasi dilakuakn dengan berfokus pada perubahan perilaku klien setelah diberikan tindakan
keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang utama,
bahkan dapat dikatakan keluarga merupakan indikator dari keberhasilan perawatan klien. Sebagai
contoh pada tahap evaluasi, klien menarik diri diharapka:
a. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
b. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
d. Klien dapat mengungkapkan perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain
e. Klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya untuk memfasilitasi hubungan sosialnya.
B. PENGERTIAN
1. Perasaan (mood) merupakan bagian dari emosi, dan afek. Seperti halnya kognitif,
kemauan, dan psikomotor, maka emosi serta afek klien dpt mengalami gangguan.
2. Perasaan suasana hati yang mewarnai seluruh kehidupan psikis seseorang dan
mempengaruhi seseorang dlm waktu yang lama. Misalnya seseorang yang sedih, malas
untuk berkomunikasi, makan, bekerja dsb
3. Menurut Stuart Laraia, (1998:349) dalam Psychiatric Nursing.
Keadaan emosional yang memanjang yang mempengaruhi seluruh kepribadian individu dan fungsi
kehidupannya. Ada empat fungsi adaptasi dari emosi yaitu sebgai untuk komuikasi sosial,
merangsang fungsi fisiologis, kesadaran secara subjektif. Dan mekanisme pertahanan psikodinamis.
4. Menurut John W. Santrock, (1991:490) dalam Psychilogy The science of Mind &
Behavior
Ganguan dalam perasaan adalah kelainan psikologis yang ditandai meluasnya irama emoisional
seseorang, mulai dari rentang depresi sampai gembira yang berlebihan (euphoria), dan gerak yang
berlebihan (egitation)
5. Menurut patricia D. Barry (1998:302) dalam Mental Health and Mental Ilness
Gangguan mental efektif (gangguan alam perasaan) meliputi kondisi mental yang menyebabkan
perubahan alam perasaan seseorang (yang dikenal dengan afek) atau keadaan emosional dalam
periode waktu yang panjang.
6. Buskits Gerbing (1990:548) dalam Psycology Boundaries & Frontiers
Ganguan mood dapat dicirikan dengan depresi yang dalam, atau kombinasi dari depresi dan gembira
yang berlebihan. Dengan kata lain individu dengan kelainan mood selain depresi yang mendalam
dapat berupa periode elasi (keceriaan) dan depresi.
7. Menurut Clinton Nelson (1990) dalam mental health and mental nursing practice
Gangguan mental yang memperlihatkan perubahan suasana perasaan menonjol dan menetap dan
bersifat patologis. Sebagian besar gangguan alam perasaan berupa depresi dan mania.
Maladaptif
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh
gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol.
3. Faktor predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan:
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical Theory; teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh dua insting. Kesatu
insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting kematian yang diekspresikan
dengan agresivitas.
Frustation-agresion theory; teori ini dikembangkan oleh pengikut freud ini berawal dari asumsi,
bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai
orang atau abjek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan
agresif mempunyai riwayat perilaku agresif
c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan
pada hipotalamus (yang berada di tengah simtem limbik) binatang ternyata menimbulkan perilaku
agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada nekleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya
berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menerkam tikus atau
objek yang ada di sekitarnya. Jadi kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan
memori)
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif; serotonin, dopamin, norepinephrine,
acetilkolin, dan asam amino GABA
Faktor-faktor yang mendukung:
Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
Sering mengalami kegagalan
Kehidupan yang penuh tindakan agresif
Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
4. Faktor presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman
tersebut dapat berpa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap
konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali
apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus
bersama-sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal. Contoh
stressor eksternal: serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan
adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stressor internal: mesara gagal dalam
bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan
terbagi dua, yakni:
a. Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.
b. Lingkungan: ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi sosial.
Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan memenej perilaku
agresif. Intervensi dapat melalui Rentang intervensi keperawatan.
Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa sterss yang dihadapinya dapat mempengaruhi komunikasinya
dengan klien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah atau apatis maka akan sulit baginya
untuk membuat klien tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah,
maka energi yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk mencegah semua itu, maka
perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan
memisahkan antara masalah pribadi dan maslah klien.
Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekpresikan marah yang
tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan mengekpresikan perasaannya, kebutuhan, hasrat dan
bahkan kesulitan mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain. Jadi dengan perawat
berkomunikasi diharapkan agar klien mau mengekspresikan perasaannya, lalu perawat menilai
apakah respon yang diberikan klien adaptif atau maladaptif.
Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat:
Berkomunikasi secara langsung denga setiap orang
Mengatakan ”tidak” untuk sesuatu yang tidak beralasan
Sanggup melakukan komplain
Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
Komunikasi
Strategi komunikasi dengan klien perilaku agresif:
Bersikap tenag
Bicara lembut
Bicara dengan cara tidak menghakimi
Bicara netral dan dengan cara yang kongkrit
Tunjukan respek pada klien
Hindari intensitas kontak mata langsung
Demontrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan
Fasilitasi pembicaraan klien
Dengarkan klien
Jangan terburu-buru menginterpretasikan
Jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati
Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca, grup program yang
dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya
Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi
perawat selama perawatan.
Psikofarmakologi
Antianxiety dan sedative-hipnotics. Obat-obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti lorazepam dan clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik
untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan
dalam waktu yang lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga dapat
memperburuk simtom depresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting
effect dari benzodiazepines, dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone aobat
anxiety, efek dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi. Ini ditunjukan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala,
demensia dan developmental disability.
Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang
berkaitan dengan perubahan mood.
Mood stabilizers, penelitian menunjukan bahwa pemberian lithium efektif untuk agresif karena
manik
Antipsyhotic; obat-obat ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku agresif. Bila agitasi
terjadi karena delusi, halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obat ini dapat
membantu, namun diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya dirasakan
Managemen krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi yang lebih aktif. Prosedur
penanganan kedaruratan psikiatrik.
Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang bertanggungjawab 24 jam
Bentuk tim krisis. Meliputi: dokter, perawat dan konselor
Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja yang menjadi tugasnya
selama penanganan klien
Jauhkan klien dari lingkungan
Lakukan pengekangan, jika memungkinkan
Pikirkan satu rencana penanganan krisis dan beritahu tim
Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien
Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk kerjasama
Pengekangan klien jika diminta oleh oleh ketua tim krisis. Ketua tim harus segera mengkaji situasi
lingkungan sekitar untuk tetap melindungai keselamatan klien dan timnya.
Berikan obat jika diintruksikan
Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien
Tinjau kembali intervensi penaganan krisis dengan tim krisis
Proses kejadian dengan klien lain dan staf harus tepat
Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dengan lingkungan
Seclusion
Pengekangan fisik
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam, pengekangan fisik secara mekanik
(menggunakan manset, sprei pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam suatu ruangan
dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri)
Jenis pengekangan mekanik:
Camisoles (jaket pengekang)
Manset untuk pergelangan tangan)
Maset untuk pergelangan kaki
Menggunakan sprei
Indikasi pengekangan
Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri tau orang lain
Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan klien untuk beristirahat,
makan dan minum.
Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan tindakan ini telah dikaji dan
berindikasi terapeutik
Pengekangan dengan sprei basah dan dingin
Klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya seperti mummi dalam lapisan sprei dan selimut.
Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang telah direndam dalam air es. Walaupun mula-mula
terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan menenagkan. Hal ini dilakukan pada perilaku amuk
atau agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan obat.
Restrains
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau restrain manual
terhadap pergerakan klien. Dapatkan ijin dokter bila diharuskan karena kebijakan institusi.
2. Intervensi Keperawatan
a. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit diatas tempat tidur yang tahan air
b. Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa permukaan kulit tidak saling
bersentuhan
c. Tutup sprei basah dengan selapis selimut
d. Amati klien dengan konstan
e. Pantau suhu, nadi dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang bermakna, buka pengekangan
f. Berikan cairan sesering mungkin
g. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang
h. Kontak verbal dengan suasana yang menenagkan
i. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam
j. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien berpakaian
3. Evaluasi
Mengukur apakan tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat mengobservasi perilaku klien.
Dibawah ini beberapa perilaku yang dapat mengindikasikan evaluasi yang posistif
a. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien
b. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut
c. Sudahkan klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada orang lain
d. Buatlah komentar yang kritikal
e. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda
f. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi perasaan marahnya
g. Mampu mentoleransi rasa marahnya
h. Konsep diri klien sudah meningkat
i. Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat.
B. CURIGA
1. Definisi
Perilaku Curiga adalah merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan
lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas
saat individu berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku
proyeksi terhadap perasaan ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien kecemasannya
meningkat dalam merespon terhadap stresor, intra personal, ekstra personal dan inter personal.
Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan
sebagai ancaman/bahaya dari luar. Klien akan mempunyai fokus untuk memproyeksikan
perasaannya yang akan menyebabkan perasaan curiga terhadap orang lain dan lingkungannya.
Proyeksi klien tersebut akan menimbulkan prilaku agresif sebagaimana yang muncul pada klien atau
klien mungkin menggunakan mekanisme pertahanan yang lain seperti: reaksi formasi melawan
agresifitas, ketergantungan, afek tumpul, denial, menolak terhadap ketidaknyamanan.
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Asertif Prustrasi Pasif Curiga
D. MENARIK DIRI
1. Definisi
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu
untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan
secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain.
(DepKes, 1998).
2. Faktor Predisposisi Dan Presitipasi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang
dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya kepada orang lain, ragu takut salah,
putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan dan merasa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga
dan berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga
menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and
sundeen, 1995).
3. Tanda Dan Gejala
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan (data objektif) :
a. Apatis, ekspresi, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
c. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain atau
perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
f. Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak
bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari
tidak dilakukan.
h. Posisi janin pada saat tidur.
Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi, beberapa data subjektif adalah
menjawab dengan singkat kata-kata “tidak”, “ya”, “tidak tahu”.
4. Karakteristik Perilaku
a. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
b. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
c. Kemunduran secara fisik.
d. Tidur berlebihan.
e. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
f. Banyak tidur siang.
g. Kurang bergairah.
h. Tidak memperdulikan lingkungan.
i. Kegiatan menurun.
j. Immobilisasi.
k. Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
l. Keinginan seksual menurun.
F. WAHAM
1. Pengertian
Menurut Gail W. Stuart, Waham adalah keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas social. Waham adalah Keyakinan
tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak sesuai dengan intelegensi
dan latar belakang kebudayaan.
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.Keyakinan klien
tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih
sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).
2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon biologis yang maladaptif.
Neurobiologis; Adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic
Neurotransmitter ; abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
Virus paparan virus influensa pada trimester III
Psikologis; ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
b. Faktor Presipitasi
Proses pengolahan informasi yang berlebihan
Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
Adanya gejala pemicu
3. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif meliputi :
a. Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas
b. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
c. Menarik diri
d. Pada keluarga ; mengingkari
e. Prilaku
4. Jenis Waham
a. Waham agama : keyakinan seseorang bahwa ia dipilih oleh Yang Maha Kuasa atau menjadi utusan
Yang Maha Kuasa.
b. Waham somatik : keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya sakit atau terganggu.
c. Waham kebesaran : keyakinan seseorang bahwa ia memiliki kekuatan yang istimewa.
d. Waham paranoid : kecurigaan seseorang yang berlebihan atau tidak rasional dan tidak mempercayai
orang lain, ditandai dengan waham yang sistematis bahwa orang lain “ingin menangkap “ atau
memata-matainya.
e. Siar pikir ; waham tentang pikiran yang disiarkan ke dunia luar.
f. Sisip pikir ; waham tentang pikiran yang ditempatkan ke dalam benak orang lain atau pengaruh luar.
5. Tanda dan gejala
Pasien ini tidak memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang perpasif yang ditemukan
pada kondisi psikotik lain, tidak ada afek datar atau afek tidak serasi, halusinasi yang menonjol, atau
waham aneh yang nyata pasien memilki satu atau beberapa waham, sering berupa waham kejar,
dan ketidaksetiaan dan dapat juga berbentuk waham kebesaran, somatik, atau eretomania yang :
a. Biasanya spesial (misal, melibatkan orang, kelompok, tempat, atau waktu tertentu, atau aktivitas
tertentu).
b. Biasanya terorganisasi dengan baik(misal, “orang jahat ini” mengumpulkan alasan-alasan tentang
sesuatu yang sedang dikerjakannya yang dapat dijelaskan secara rinci).
c. Biasanya waham kebesaran (misalnya, sekelompok yang berkuasa tertarik hanya kepadanya).
d. Wahamnya tidak cukup aneh untuk mengesankan skizofrenia.
Pasien-pasien ini (cenderung berusia 40-an) mungkin tidak dapat dikenali sampai sistem waham
mereka dikenali oleh keluarga dan teman-temannya. Ia cenderung mengalami isolasi sosial baik
karena keinginan mereka sendirian atau akibat ketidakramahan mereka (misalnya, pasangan
mengabaikan mereka). Apabila terdapat disfungsi pekerjaan dan sosial, biasanya hal ini merupakan
respon langsung terhadap waham mereka.
Kondisi ini sering tampak membentuk kesinambungan klinis dengan kondisi seperti kepribadian
paranoid, skizofrenia paranoid, penggambaran mengenai bats-batas setiap sindrom menunggu
penelitian lebih lanjut. Singkirkan gangguan afektif, ide-ide paranoid dan cemburu sering terdapat
pada depresi, paranoid sering terdapat pada orang tua dan pada orang yang menyalahgunakan zat
stimulan, reaksi paranoid akut sering ditemui pada pasien dengan delirium ringan dan pasien yang
harus berada di temapat tidur karena sakit.
6. Penanganan
a. Psikofarmakologi
b. Pasien hiperaktif / agitasi anti psikotik low potensial
c. penarikan diri high potensial
d. ECT tipe katatonik
e. Psikoterapi