Anda di halaman 1dari 35

KONSEP DASAR KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

KONSEP DASAR
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
A. Pengertian Kesehatan Jiwa
Pengertian kesehatan jiwa banyak dikemukakan oleh para ahli termasuk oleh organisasi, diantaranya
menurut :
1. WHO
Kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik
yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan
kedewasaan kepribadiannya.
2. UU Kesehatan Jiwa No 3 tahun 1996
Kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelectual, emocional secara optimal dari
seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain.
3. Stuart & Laraia
Indikator sehat jiwa meliputi sifat yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki
aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri, memiliki persepsi sesuai kenyataan dan kecakapan dalam
beradaptasi dengan lingkungan
4. Rosdahl
Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam
pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius.

B. Kriteria Sehat Jiwa


1. WHO, mengemukakan bahwa kriteria sehat jiwa terdiri dari:
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
hal ini dapat dipercayai jika melihat diri sendiri secara utuh/total
contoh: membendingkan dengan teman sebaya pasti ada kekurangan dan kelebihan. Apakah
kekurangan tersebut dapat diperbaiki atau tidak. Ingat, jangan mimpi bahwa anda tidak punya
kelemahan.
b. Tumbuh dan berkembang baik fisik dan psikologis dan puncaknya adalah aktualisasi diri
c. Integrasi
Harus mempunyai satu kesatuan yang utuh. Jangan hanya menonjolkan yang positif saja tapi yang
negatif juga merupakan bagian anda. Jadi seluruh aspek merupakan satu kesatuan.
d. Otonomi
orang dewasa harus mengambil keputusan untuk diri sendiri dan menerima masukan dari orang lain
dengan keputusan sendiri sehingga keputusan pasienpun bukan diatur oleh perawat tapi mereka
yang memilih sendiri
e. Persepsi sesuai dengan kenyataan
Stressor sering dimulai secara tidak akurat. Contoh: putus pacar karena perbedaan adat
2. A. H. Maslow
Bila kebutuhan dasar terpenuhi maka akan tercapai aktualisasi diri. Cirinya adalah:
a. Persepsi akurat terhadap realitas
b. Menerima diri orang lain, dan hakekat manusia tinggi
c. Mewujudkan spontanitas
d. Promblem centered yang akhirnya memerlukan self centered
e. Butuh privasi
f. Otonomi dan mandiri
g. Penghargaan baru, hal ini bersifat dinamis sehingga mampu memperbaiki diri
h. Mengalami pengalaman pribadi yang dalam dan tinggi
i. Berminat terhadap kesejahteraan manusia
j. Hubungan intim dengan orang terdekat
k. Demokrasi
l. Etik kuat
m. Humor/tidak bermusuhan
n. Kreatif
o. Bertahan atau melawan persetujuan asal bapak senang
3. Yahoda
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
b. Tumbuh kembang dan aktualisasi diri
c. Integrasi (keseimbangan/keutuhan)
d. Otonomi
e. Persepsi realitas
f. Environmental Mastery (kecakapan dalam adaptasi dengan lingkungan)

C. Rentang Sehat Jiwa


1. Dinamis bukan titik statis
2. Rentang dimulai dari sehat optimal-mati
3. Ada tahap tahap
Sakit kronis - Mati

Sehat Optimal

4 Adanya variasi tiap individu


5. Menggambarkan kemampuan adaptasi
6. Berfungsi secara efektif: sehat

D. Pengertian Keperawatan Kesehatan Jiwa


1. Menurut Dorothy, Cecelia
Perawatan Psikiatric/Keperawatan Kesehatan Jiwa adalah proses dimana perawat membantu
individu/kelompok dalam mengembangkan konsep diri yang positif, meningkatkan pola hubungan
antar pribadi yang lebih harnonis serta agar berperan lebih produktif di masyarakat.
2. Menurut ANA
Keperawatan Jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah
laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik dalam meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana
klien berada
3. Menurut Kaplan Sadock
Proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan prilaku yang akan
mendukung integrasi. Pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi atau
komunitas
4. Caroline dalam Basic Nursing, 1999
Keahlian perawat kesehatan mental adalah merawat seseorang dengan penyimpangan mental,
dimana memberikan kesempatan kepada perawat untuk mengoptimalkan kemampuannya, harus
peka, memiliki kemampuan untuk mendengar, tidak hanya menyalahkan, memberikan penguatan
atau dukungan, memahami dan memberikan dorongan.
5. Menurut Stuart Sundeen
Keperawatan mental adalah proses interpersonal dalam meningkatkan dan mempertahankan
perilaku yang berpengaruh pada fungsi integrasi. Pasien tersebut biasa individu, keluarga, kelompok,
organisasi atau masyarakat. Tiga area praktik keperawatan mental yaitu perawatan langsung,
komunikasi dan management.

E. Perkembangan Keperawatan Kesehatan Jiwa


1958
Perkembangan keperawatan kesehatan jiwa dimulai dari cara menangani klien yang memiliki
masalah sikap, perasaan dan konflik

1960
Berkembang ke arah perkembangan primer dan penanganan secara multidisiplin

1970
Perkembangan selanjutnya pada bidang spesialisasi keperawatan jiwa yang membutuhkan
pendidikan keterampilan khusus
Bidang spesialisasi praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya
dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya

F. Peran Perawat Kesehatan Jiwa


Menurut Weiss (1947) yang dikutip oleh Stuart Sundeen dalam Principles and Practice of Psychiatric
Nursing Care (1995), peran perawat adalah sebagai Attitude Therapy, yakni:
1. Mengobservasi perubahan, baik perubahan kecil atau menetap yang terjadi pada
klien
2. Mendemontrasikan penerimaan
3. Respek
4. Memahami klien
5. Mempromosikan ketertarikan klien dan beradaptasi dalam interaksi
Sedangkan menurut Peplau, peran perawat meliputi:
1. Sebagai pendidik
2. Sebagai pemimpin dalam situasi yang bersifat lokal, nasional dan internasional
3. Sebagai ”surrogate parent”
4. Sebagai konselor.
Dan yang lain dari peran perawat adalah:
1. Bekerjasama dengan lembaga kesehatan mental
2. Konsultasi dengan yayasan kesejahteraan
3. Memberikan pelayanan pada klien di luar klinik
4. Aktif melakukan penelitian
5. Membantu pendidikan masyarakat.

G. Konseptual Model Keperawatan Kesehatan Jiwa


MODEL VIEW OF BEHAVIORAL THERAPEUTIC ROLES OF PATIENT & THERAPIST
DEVIATION PROCES
Psychoanalitycal  Ego tidak mampu  Asosiasi bebas &  Pasien: mengungkapkan semua
(Freud, Erickson) mengontrol ansietas, analisis mimpi pikiran dan mimpi
konflik tidak sesuat  Transferen untuk  Terapist: menginterpretasi pikiran
memperbaiki traumatik dan mimpi pasien
masa lalu
Interpersonal  Ansietas timbul &  Building feeling  Pasien: share anxieties
(Sullivan, Peplau) dialami secara security  Terapist: use empathy & relationship
interpersonal, basic fear Trusting relationship &
is fear of rejection interpersonal
satisfation
Social  Social & environmental Environmental  Pasien: menyampaikan masalah
(Caplan, Szasz) factors create stress, manipulation & social menggunkan sumber yang ada di
which cause anxiety & support masyarakat
symptom  Terapist: menggali system social klien
Existensial  Individu gagal  Experience in  Pasien: berperan serta dalam
(Ellis, Rogers) menemukan & relationship, pengalaman yang berarti untuk
menerima diri sendiri conduction in group mempelajari diri
 Encouraged to accep  Terapist: memperluas kesadaran diri
self & control behavior klien
Supportive  Faktor biopsikososial &  Menguatkan respon  Pasien: terlibat dalam identifikasi
Therapy(Wermon, respon maladaptif saat koping adaptif coping
Rockland) ini  Terapist: hubungan yang hangat dan
empatik
Medical  Combination from  Pemeriksaan  Pasien: menjalani prosedur
(Meyer, Kraeplin) physiological, genetic, diagnostic, terapi diagnostic & terapi jangka panjang
environmental & social somatic, farmakologik Terapist: therapy, repport effects,
& tehnik interpersonal diagnose illness, therapeutic
approach

Berdasarkan konseptual model keperawatan , maka dapat dikelompokan ke dalam 6 model yaitu:
1. Psychoanalitycal (Freud, Erickson)
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila ego(akal) tidak
berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam
menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama (super ego/das
uber ich), maka mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of behavioral)
Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik interpsikis terutama pada
masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu
secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata-kata, dilarang dengan kekerasan
untuk memasukan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan
traumatik yang membekas pada masa dewasa.
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi,
transferen untuk memperbaiki traumatik masa lalu. Misalnya klien dinbuat dalam keadaan ngantuk
yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman bawah sadarnya digali dengan pertanyaan-
pertanyaan untuk menggali traumatik masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotik yang
memerlukan keahlian dan latihan yang khusus
Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan terapist
berusaha untuk menginterprestasi pikiran dan mimpi pasien.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian melalui keadaan-keadaan
traumatik atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya (pernah disiksaorang tua,
pernah disodomi, diperlakukan secara kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa
pada masa anak-anak), dengan menggunakan pendekatan komunitasi terapeutik setelah terjalin
trust (saling percaya).
2. Interpersonal (Sullivan, Peplau)
Menurut model konsep ini, kelainan jiwa sesorang bisa muncul akibat adanya ancaman. Ancaman
tersebut menimbulkan kecemasan (anxiety). Ansietas timbul dan dialami seseorang akibat adanya
konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal).
Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adanya ketakutan ditolak atau tidak diterima
oleh orang disekitarnya. Sebagai contoh dalam kasus seorang anak yang tidak dikehendaki
(unwanted child. Dimana seorang anak yang dilahirkan dari hasil hubungan gelap, ibunya pernah
berupaya untuk membunuhnya karena merasa malu dan melanggar norma, lingkungannya tidak
menerima dengan hangat karena dianggap anak yang harap, teman-temannya mengejek, ayahnya
tidak pernah memberikan kasih sayang, maka ia akan tumbuh menjadi anak yang tidak diterima oleh
orang lain.
Proses terapi menurut konsep ini adalah build feeling security (berupaya membangun rasa aman
bagi klien), trusting relationship and interpersonal satisfaction (menjalin hubungan yang saling
percaya) dan membina kepuasan dalam berrgaul dengan orang lain dehingga klien merasa berharga
dan dihormati.
Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakuan sharing mengenai apa-apa
yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang
lain), therapist use empathy and relationship (perawat berupaya bersikap empati dan turut
merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberikan respon verbal yang mendorong
rasa aman klien dalam berhunbungan dengan orang lain seperti: ”saya senang berbicara dengan
anda, saya siap membantu anda, anda sangat menyenangkan bagi saya”.
3. Social (Caplan, Szasz)
Menurut konsep ini, seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku apabila
banyaknya faktor sosial dan faktor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada
seseorang (social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom).
Akumulasi stressor yang ada pada lingkungan seperti: bising, macet, tuntutan persaingan pekerjaan,
harga barang yang mahal, persaingan kemewahan, iklim yang sangat panas atau dingin, ancaman
penyakit, polusi, sampah akan mencetus stress pada individu.
Sterssor dari lingkungan diperparah oleh stressor dalam hubungan sosial seperti atasan yang galak,
istri yang cerewet, anak yang naka, tetangga yang buruk, guru yang mengancam atau teman sebaya
yang jahat akan memunculkan berbagai sterssor dan membangkitkan kecemasan.
Prinsif proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environmen manipulation
and social support (pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial). Sebagai contoh
dirumah harus bersih, teratur, harum, tidak bising, ventilasi cukup, panataan alat dan perabotan
yang teratur. Lingkungan kantor yang asri, bersahabat, ada tanaman, tata lampu yang indah,
hubungan kerja yang harmonis, hubungan suami istri yang memuaskan.
Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah paien harus menyampaikan
masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga
atau suami-istri. Sedangkan terapist berupaya: menggali sistem sosial klien seperti suasana di rumah,
di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.

4. Existensial (Ellis, Rogers)


Menurut teori model eksistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi bila individu gagal
menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggaan akan dirinya.
Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam body image-nya.
Pertanyaan yang tidak bisa dijawab adalah: Siapa saya? Bagaimana seharusnya saya bersikap agar
orang lain menyukai saya? Apa peganggan jalan hidp saya? Norma mana yang saya anut? Seringkali
individu merasa asing dan bingung dengan dirinya sendiri, sehingga pencarian makna kehidupannya
(eksistensinya) menjadi kabur.
Prinsip dalam proses terapinya adalah: mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan
orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai
panutan (experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara intropeksi (self
assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conduction in group), mendorong
untuk menerima jati dirinya sendiri dan menerima kritik atau feed back tentang perilakunya dari
orang lain (encouraged to accept self and control behavior).
Prinsip keperawatannya adalah: klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh
pengalaman yang berarti untuk mempelajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain,
misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist beruapaya untuk memperluas kesadaran diri
klien melalui feed back, kritik, saran atau reward & punishment
5. Supportive Therapy (Wermon, Rockland)
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep model ini adalah: faktor biopsikososial dan respon
maladaptif saat ini. Aspek biologisnya menjadi maslah seperti: sering sakit maag, migrain, batuk-
batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti :mudah cemas, kurang percaya diri,
perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti: susah bergaul,
menarik diri, tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan dan sebagainya.
Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul
akibat ketidakmampuan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini da tidak ada
kaitannya dengan masa lalu. Stressor pada saat ini misalnya berupa PHK atau ujian yang dianggap
penting sekali seperti ujian PNS, ujian saringan masuk PTN, tes masuk pekerjaan. Ketidakmampuan
beradaptasi dan menerima apapun hasilnya setelah berupaya maksimal, menyebabkan individu
menjdi stress.
Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon coping adaptif, individu diupayakan mengenal
terlebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai
alternatif pemecahan masalahnya.
Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa
yang digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien
untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.
6. Medical (Meyer, Kraeplin)
Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang komplek meliputi:
aspek fisik, genetik, lingkungan dan faktor sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap
melalui pemeriksaan diagnostik, terapi somatik, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat
berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diaognostik dan terapi
jangka panjang, terapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi,
menetukan diagnosa, dan menentukan jenis pendekatan tarapi yang digunakan. (therapy, repport
effects, diagnose illness, therapeutic approach)

H. Prinsip Dasar Upaya Pencegahan Dalam Keperawatan Jiwa


1. Upaya promotif/preventif (pencegahan primer)
Usaha-usaha ini meliputi usaha promosi dan pencegahan terjadinya gangguan mental dengan
kegiatan-kegiatan berikut:
 Pendidikan kesehatan tentang prinsip-prinsip kesehatan mental
 Usaha-usaha untuk meningkatkan kondisi kehidupan, bebas dari kemiskinan dan peningkatan
pendidikan kesehatan
 Pengkajian terhadap stres-stres yang potensial dari perubahan-perubahan kehidupan dimana dapat
menimbulkan gangguan mental serta merujuk ke unit pelayanan yang sesuai
 Membantu pasien-pasien di rumah sakit umum untuk usaha-usaha pencegahan masalah psikiatrik
 Bekerjasama dengan keluarga/kelompok untuk mendorong anggota-anggota keluarga/kelompok
dapat berfungsi dengan baik
 Berperan serta dalam kegiatan masyarakat dan politik yang ada kaitannya dalam bidang kesehatan
jiwa
2. Upaya kuratif (pencegahan sekunder)
Usaha yang meliputi pengurangan, jumlah angka kesakitan dengan deteksi dini dan pengobatan,
dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
 Menyelenggarakan skrining test dan mengevaluasi hasil
 Kunjungan rumah untuk persiapan perawatan dan pemberian pengobatan
 Pelayanan pengobatan gawat darurat dan pelayanan psikiatri di rumah sakit umum
 Menyelenggrakan milieu therapy
 Supervisi pada pasien yang mendapatkan pengobatan
 Pelayanan pencegahan bunuh diri
 Memberikan konseling terbatas/sederhana
 Menyelenggarakan intervensi krisis
 Pelayanan psikoterapi kepada individu, keluarga, kelompok dari berbagai tingkatan umur
 Berintegrasi dengan organisasi-organisasi dan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah-masalah
kesehatan jiwa
3. Upaya rehabilitatif (pencegahan tertier)
Yaitu usaha untuk mengurangi gejala sisa dan atau bahaya akibat adanya penyakit/gangguan dengan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
 Peningkatan latihan vokasional dan rehabilitasi
 Penyelenggaraan program latihan (after care) bagi pasien setelah pulang dirawat ke masyarakat
 Menyelenggarakan ”partial hospitalization”

I. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Perawat perlu mengkaji data demografi, riwayat kesehatan dahulu, kegiatan hidup klien sehari-hari,
keadaan fifik, status mental, hubungan interpersonal serta riwayat personal dan keluarga
a. Data demografi
Pengkajian data demografi meliputi nama, tempat dan tanggal lahir klien, pendidikan, alamat orang
tua, serta data lain yang dianggap perlu diketahui. Riwayat kelahiran, alergi, penyakit dan
pengobatan yang pernah diterima klien, juga perlu dikaji. Selain itu kehidupan sehari-hari klien
meliputi keadaan gizi termasuk berat badan, jadwal makan dan minat terhadap makanan tertentu,
tidur termasuk kebiasaan dan kualitas tidur, eliminasi meliputi kebiasaan dan masalah yang
berkaitan dengan eliminasi, kecacatan dan keterbatasan lainnya.
b. Fisik
Dalam pengkajian fisik perlu diperiksa keadaan kulit, kepala rambut, mata, telinga, hidung, mulut,
pernapasan, kardiovaskuler, musculoskeletal dan neurologis klien. Pemeriksaan fisik lengkap saat
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh gangguan fisik terhadap perilaku klien.
Misalnya klien yang menderita DM atau asma sering berperilaku merusak dalam usahanya untuk
mengendalikan lingkungan. Selain itu hasil pemeriksaan fisik berguna sebagai dasar dalam
menentukan pengobatan yang diperlukan. Bahkan untuk mengetahui kemungkinan bekas
penganiayaan yang pernah dialami klien.
c. Status mental
Pemeriksaan status mental klien bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai fungsi ego
klien. Perawat membandingkan perilaku dengan tingkat fungsi ego klien dari waktu ke waktu. Oleh
karena itu status mental klien perlu dikaji setiap waktu dengan suasana santai bagi klien
Pemeriksaan status mental meliputi: keadaan emosi, proses berfikir dan isi pikir, halusinasi dan
persepsi, cara berbicara dan orientasi, keinginan untuk bunuh diri dan membunuh. Pengkajian
terhadap hubungan interpersonal klien dilihat dalam hubungannya dengan orang lain yang penting
untuk mengetahui kesesuaian perilaku dengan usia. Pertanyaan yang perlu diperhatikan perawat
ketika mengkaji hubungan interpersonal klien antara lain:
1). Apakah klien berhubungan dengan orang lain dengan usia sebanya dan dengan jenis kelamin
tertentu.
2). Apa posisi klien dalam struktur kekuasaan dalam kelompok
3). Bagaimana ketermpilan sosial klien ketika menjalin dan berhubungan dengan orang lain.
4). Apakah klien mempunyai teman dekat.

d. Riwayat personal dan keluarga


Riwayat personal dan keluarga meliputi faktor pencetus masalah, tumbuh kembang klien, biasanya
dikumpulkan oleh tim kesehatan. Data ini sangat diperlukan untuk mengerti perilaku klien dan
membantu menyusun tujuan asuhan keperawatan.
Pengumpulan data keluarga merupakan bagian penting dari pengkajian melalui pengalihan focus
dari klien sebagai individu ke sistem keluarga. Tiap anggota keluarga di beri kesempatan untuk
mengidentifikasi siapa yang bermasalah dan apa yang telah dilakukan oleh keluarga untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
2. Diagnosa keperawatan
Untuk menegakan diagnosa keperawatan, data yang telah dikumpulkan kemuadian dianalisa sebagai
dasar perencanaan asuhan keperawatan selanjutnya.
3. Perencanaan
Setelah pengkajian selesai dan maslah utama yang dialami klien telah teridentifikasi, rencana
perawatan dan pengobatan yang komprehensif.
Untuk klien yang dirawat di unit perawatan jiwa, tujuan umumnya adalah sebagai berikut:
a. Memenuhi kebutuhan emosi klien dan kebutuhan untuk dihargai
b. Mengurangi ketegangan pada anak dan keutuhan untuk berperilaku defensive.
c. Membantu klien menjalan hubungan positif dengan orang lain
d. Membentu mengembangkan identitas diri klien
e. Memberikan klien kesempatan untuk menjalin kembali tahapan perkembangan terdahulu yang
belum terseleseikan secara tuntas
f. Membantu klien untuk berkomunikasi secara efektif
g. Mencegah anak untuk menyakiti baik dirinya maupun diri orang lain
h. Membantu klien memelihara kesehatan fisiknya.
4. Implementasi.
Berbagai bentuk terapi pada klien dan keluarga dapat diterapkan, antara lain:
a. Terapi bermain
Pada umumnya merupakan media yang tepat bagi klien untuk mengekspresikan konflik yang belum
terselesaikan, selain juga berfungsi untuk:
1). Menguasai dan mengasimilasi kembali pengalaman lalu yang tidak dapat dikendalikan sebelumnya
2). Berkomunikasi dengan kebutuhan yang tidak disadari
3). Berkomunikasi dengan orang lain
4). Menggali dan mencoba belajar bagaimana hubungan dengan diri sendiri, dunia luar dan orang lain.
5). Mencocokan tuntutan dan dorongan dari dalam diri dengan realitas
b. Terapi keluarga
Semua anggota keluarga perlu diikutsertakan dalam terapi keluarga. Orang tua perlu belajar secara
bertahap tentang peran meraka dalam permasalahan yang dihadapi dan bertanggungjawab
terhadap perubahan yang terjadi pada klein dan keluarga. Biasanya cukup sulit bagi keluarga untuk
menyadari bahwa keadaan dalam keluarga turut menimbulkan gangguan pada anggota keluarganya.
Oleh karena itu perawat perlu berhati-hati dalam meningkatkan kesadaran keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok dapat berupa suatu kelompok yang melakukan kegiatan atau berbicara. Terapi
kelompok ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan uji realitas, mengendalikan impuls (dorongan
internal), meningkatkan harga diri, memfasilitasi pertumbuhan, kematangan dan keterampilan sosial
klien. Kelompok dengan lingkungan yang terapeutik memungkinkan anggotanya untuk menjalin
hubungan dan pengalaman sosial yang positif dalam suatu lingkungan yang terkendali.
d. Psikofarmakologi
Walaupun belum sepenuhnya diterima dalam psikiatri, tetapi bermanfaat untuk mengurangi gejala
(hiperaktif, depresi, impulsive dan ansietas) dan membantu agar pengobatan lain lebih efektif.
Pemberian obat ini tetap diawasi oleh dokter dan menggunkan pedoman yang tepat
e. Terapi individu
Ada berbagai terapi individu, terapi bermain psikoanalisa, psikoanalitis berdasarkan psikoterapi dan
terapi bermain pengalaman. Hubungan antara klien dan terapist memberikan kesempatan pada
klien untuk mendapatkan pengalaman mengenai hubungan positif dengan orang lain dengan penuh
kasih sayang.
f. Pendidikan pada orang tua
Pendidikan pada orang tua merupakan hal penting untuk mencegah gangguan kesehatan jiwa klien,
begitu pula untuk peningkatan kembali penyembuhan setelah dirawat. Orang tua diajarkan tentang
tahap tumbang klien, sehingga orang tua dapat mengetahui perilaku yang sesuai dengan
klien. Keterampilan berkomunikasi juga meningkatkan pengertian dan empati antara orang tua dan
anaknya.
g. Terapi lingkungan
Konsep terapi lingkungan dilandaskan pada kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang dialami klien.
Lingkungan yang aman dan kegiatan yang teratur dan terprogram, memungkinkan klien untuk
mencapai tugas terapeutik dan rencana penyembuhan dengan berfokus pada modifikasi perilaku.
Kegiatan yang terstruktur secara formal seperti: belajar, terapi kelompok dan terapi rekreasi.
Kegiatan ruti meliputi: bangun pagi hari, makan dan jam tidur.
5. Evaluasi
Pada umumnya pengamatan perawat berfokus pada perubahan perilaku klien. Apakah klien
menunjukan kesadaran dan pengertian tentang dirinya sendiri melalui refleksi diri dan meningkatnya
kemampuan untuk membuat keputusan secara rasional.
Aspek yang perlu dievaluasi antara lain:
a. Keefektifan intervensi penaggulangan perilaku
b. Kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain secara wajar
c. Kemampuan untuk melakukan asuhan mandiri
d. Kemampuan untuk menggunakan kegiatan program sebagai rekreasi dan
proses belajar
e. Respon terhadap peraturan dan rutinitas
f. Status mental secara menyeluruh

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN HUBUNGAN SOSIAL
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak flexibel, sehingga menimbulkan perilaku mal adaptif dan mengganggu
fungsi seseorang
2. Rentang Respon
Sebagai mahluk sosial manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan sosial dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa
adanya hubungan dengan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan lingkungan
sosialnya menimbulkan respon-respon sosial pada individu. Menurut stuart dan sundeen (1995)
respon sosial individu berada dalam rentang adaptif-mal adaptif, seperti pada bagan berikut:
Respon adaptif adalah respon individu dalama penyeleseian masalah yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya yang umumnya berlaku, dengan kata lain individu tersebut masih
dalam batas-batas normal dalam menyeleseikan maslahnya, respon ini meliputi:
a. Soloitude (menyendiri)
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan
sosialnya dan juga suatu cara untuk mengevaluasi diri dan menetukan langkah-langkah selanjutnya
b. Otonomi
Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan
sosial
c. Kebersamaan
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu mempu saling memberi dan menerima
d. Saling ketergantungan (interdependency)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam rangka membina
hubungan interpersonal
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyeleseian maslah yang menyimpang dari
norma-norma sosial dan budaya lingkungannya. Respon maladaptif yang paling sering ditemukan
adalah:
a. Manipulasi
Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat
pada masalah pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan, bukan pada orang lain.
b. Impulsif
Individu invulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak
dapat diandalkan
c. Narkisisme
Pada individu narkisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak
mendukung.

B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian ada beberapa faktor yang perlu di eksplorasi yaitu:
a. Faktor predisposisi
Ada beberapa faktor pendukun terjadinya gangguan dalam hubungan sosial, diantaranya:
1). Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu, ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar
tidak terjadi gangguan dalam hunbungan sosial. Tugas perkembangan pada masing-masing tahap
tumbuh kembang memiliki karakteristik tersendiri. Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak
terpenuhi, misalnya jika fase oral tugas perkembangannya adalah membentuk rasa saling percaya,
bila tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial selanjutnya yang dapat
mengakibatkan masalah, antara lain adalah curiga

Tugas perkembangan hubungan dengan pertumbuhan interpersonal

TAHAP PERKEMBANGAN TUGAS PERKEMBANGAN


Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa prasekolah Belajar menunjukan inisiatif, rasa tanggungjawab
dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama
kelamin
Masa remaja Menjalin hubungan intim dengan teman lawan
jenis dan tidak tergantung pada orang tua
Masa dewasa muda Menjadi saling tergantung antara orang tua dan
teman, mencari pasangan, menikah dan
mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah
dilalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan
perasaan keterikatan dengan budaya

2). Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan
hubungan sosial. Dalam teori ini termasuk masalh komunikasi yang tidak jelas (double blind
communication) yaitu seuatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang
saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga,
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

3). Faktor sosial budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dia
anut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, penyakit
kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4). Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial.
Organ tubuh yang jelas dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah: otak,
sebagai contoh: pada klien skizophrenia struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak,
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal seseorang
1). Faktor internal
Contohnya stress psikologik, yaitu stress terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat
terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan
ketergantungan individu
2). Faktor eksternal
Contohnya stressor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya antara lain
keluarga

c. Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan diri yang sering digunakan pada masing-masing gangguan hubungan sosial
sangat bervariasi, seperti:
1). Curiga: regresi, proyeksi, reoresi
2). Dependen: regresi
3). Manipulasi: regresi, represi, isolasi
4). Menarik diri: regresi, represi, isolasi

d. Perilaku
Berdasarkan hasil observasi perilaku klien, perawat mengumpulkan dan menganalisa data khususnya
data perilaku yang spesifik pada kondisi klien dengan masalah hubungan sosial. Perilaku yang biasa
muncul pada klien:
JENIS GANGGUAN KURANG RESPON
Hubungan sosial Apatis (acuh terhadap lingkunga)
Ekspresi wajah kurang berseri
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersiahan diri
Tidak ada atau kuarang komunikasi verbal
Mengisolasi diri
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnay
Masukan makanan dan minuman terganggu
Retensi urine dan feses
Aktivitas menurun
Kurang energi/tenaga
Rendah diri
Postur tubuh berubah (sikap fetsu/janin) khususnya saat tidur
Curiga Tidak mampu mempercayai orang lain
Bermusuhan (hostility)
Mengisolasi diri dalam lingkungan sosial
Paranoid
Manipulasi Ekspresi perasaan yang tidak langsung pada tujuan
Kurang asertif
Mengisolasi diri dari hubungan sosial
Harga diri yang rendah
Sangat tergantung pada orang lain

2. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin terkait dengan masalah gangguan hubungan sosial adalah:
a. Ansietas
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
d. Defisit perawatan diri
e. Resiko mencederai diri sendiri
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin pada maslah gangguan hubungan sosial, diantaranya:
a. Resiko tinggi perubahan sensori persepsi: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
b. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Rencana tindakan keperawatan
a. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai secara umum dalam memberikan tindakan keperawatan adalah untuk
menumbuhkan perasaan yang menyenangkan dalam hubungan interpersonal yang optimal dan
menetapkan serta mempertahankan yang telah dicapai dalam hubungan interpersonal tersebut:
1). Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
2). Aklien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
3). Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap:
Klien - Perawat, Klien – Perawat - Klien/perawat lain, Klien – Kelompok, Klien – Kelurga
4). Klien dapat mengungkapkan perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain
5). Klien dapat memberdayakan sistem pendukung untuk memfasilitasi hubungan sosial
b. Tindakan
Secara spesifik tindakan keperawatan untuk masalah-masalah yang terdapat pada gangguan
hubungan sosial, adalah sebagai berikut:
1). Menarik diri
a). Perhatikan kebutuhan dasar fisiologis
b). Berikan kegiatan secara bertahap
c). Batasi pilihan yang akan ditawarkan kepada klien
e). Perluas kontak dengan lingkungan sosial secara bertahap
2). Curiga
a). Tetapkan hubungan saling percaya
b). Jelaskan secara prosedur tindakan kepada klien
c). Perhatikan kebutuhan fisiologis klien
d). Hargai privacy klien
e). Batasi jumlah tim keperawatan yang merawat klien
f). Terbuka dan jujur
g). Diskusikan harapan tindakan keperawatan bersama klien
h). Libatkan klien dalam rencana keperawatan
i). Hindari berbicara berbisik-bisik dan tidak jelas dekat klien
j). Lindungi hak klien bila klien menolak pengobatan atau perawatan
3). Dependen
a). Bantu klien untuk mengenali perasaannya
b). Anjurkan klien untuk menolong dirinya sendiri
c). Hindari memberi pujian untuk tingkah laku dependen
d). Buat rencana secara teratur dan baut jadwal untuk mengadakan kontrak dengan klien
4). Manipulatif
a). Libatkan orang-orang yang berarti bagi klien
b). Lindungi klien dari ancaman terhadap diri sendiri
c). Berpedoman pada respon tingkah laku klien
d). Berikan tindakan keperawatan secara terstruktur
e). Bantu klien untuk mengenali perasaannya
f). Fokuskan tindakan keperawatan kepada kekuatan klien
g). Buat batasab perilaku dengan pendekatan terapi modifikasi perilaku

4. Evaluasi
Evaluasi dilakuakn dengan berfokus pada perubahan perilaku klien setelah diberikan tindakan
keperawatan. Keluarga juga perlu dievaluasi karena merupakan sistem pendukung yang utama,
bahkan dapat dikatakan keluarga merupakan indikator dari keberhasilan perawatan klien. Sebagai
contoh pada tahap evaluasi, klien menarik diri diharapka:
a. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
b. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
c. Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
d. Klien dapat mengungkapkan perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain
e. Klien dapat memberdayakan sistem pendukungnya untuk memfasilitasi hubungan sosialnya.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN KOGNITIF
A. KONSEP GANGGUAN KOGNISI
1. Pengertian
Gangguan kognisi adalah adanya masalah dalam proses mental yang dengannya seseorang individu
menyadari & mempertahankan hubungan dengan lingkungannya baik lingkungan dalam maupun
lingkungan luar
2. Macam-macam gangguan kognisi
Proses kognisi : sensasi & persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi, pertimbangan, pikiran & kesadaran
a. Gangguan Sensasi & Persepsi:
Sensasi/ penginderaan : pengetahuan atau kesadaran akan suatu rangsang
Persepsi / pencerapan : kesadaran akan suatu rangsang yang dimengerti. Pengalaman tentang
benda-benda & kejadian-kejadian yang ada pada saat itu.
Macam-macam ganguan sensasi
 Hiperestesia : suatu keadaan dimana terjadi peningkatan abnormal dari kepekaan dari proses
penginderaan, baik terasa panas, dingin, nyeri ataupun raba
 Anestesia : suatu keadaan dimana tidak didapatkan sama sekali perasaan pada penginderaan
 Parestesia : keadaan dimana terjadi perubahan pada perasaan yang normal, ex : kesemutan
 Sinestesia : suatu keadaan dimana rangsang yang sesuai dg alat indera tertentu, dianggap oleh indra
yang lain.
 Hiperosmia : suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kepekaan berlebihan indra penciuman
 Anosmia : suatu keadaan dimana terjadi kegagalan atau kehilangan daya penciuman baik sebagian
ataupun menyeluruh
 Hiperkinestesia : keadaan dimana terjadi peningkatan kepekaan yang berlebih terhadap perasaan
gerak tubuh
 Hipokinestesia : keadaan dimana terjadi penurunan kepekaan terhadap perasaan gerak tubuh
Macam-macam gangguan Persepsi
 Ilusi : suatu persepsi yang salah/palsu, dimana ada/pernah ada rangsang dari luar.
 Halusinasi : suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar.Jenis : halusinasi
pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, raba, sexual, kinestetik, viseral.
 Depersonalisasi : perasaan aneh pada dirinya, bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi
serta tidak sesuai dg kenyataan
 Derealisasi : suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan
b. Gangguan Perhatian
Perhatian : pemusatan & konsentrasi energi menilai dalam suatu proses kognitif yang timbul dari
luar akibat suatu rangsang, Bentuk gangguan:
Distraktibiliti : perhatian yang mudah dialihkan oleh rangsang yang tidak berarti
Aproseksia : ketidaksangguapan untuk memperhatikan secara tekun terhadap situasi/keadaan tanpa
memandang pentingnya masalah tersebut
Hiperproseksia : terjadinya pemusatan/ konsentrasi perhatian yang berlebihan, sehingga
mempersempit persefsi yang ada.
c. Gangguan Ingatan
Ingatan : kesanggupan untuk mencatat, menyimpan, memproduksi isi & tanda-tanda kesadaran.
Proses : pencatatan penyimpanan reccaling.
Amnesia : ketidakmampuan menhingat kembali pengalaman yang ada, dapat sebagian ataupun total
retrogard & dapat ditimbulkan oleh faktor organik/ psikogen
Hipernemsia : pemanggilan kembali yg berlebihan sehingga seseorang dapat menggambarkan
kejadian-kejadian yang lalu dengan sangat teliti sampai kepada hal yang kecil
Paramnesia : penyimpanan terhadap ingatan-ingatan yang lama yang dikenal dengan baik
Déjà vu : suatu perasaan seakan-akan pernah melihat sesuatu yang sebenarnya belum pernah
dilihatnya.
De Jamais vu : suatu perasaan palsu terrhadap suatu kejadian yang sebenarnya telah pernah
dialaminya tapi saat ini dirasakan belum/ tidak pernah dialami/dilihat.
d. Gangguan Assosiasi
Assosiasi : proses mental yang dengannya suatu perasaan, kesan atau gambaran ingatan cenderung
untuk menimbulkan kesan atau gambaran ingatan respon/konsep lain, yang memang sebelumnya
berkaitan dengannya. Bentuk gangguan :
Retardasi : perlambatan
Kemiskinan ide : kekurangan asosiasi yang dapat dipergunakan
Perseversi : asosiasi diulang-ulang kembali secara terus-menerus yang menggambarkan seseorang
tidak sanggup lagi untuk melepaskan ide yang telah diucapkan
Flight of ideas : aliran asosiasi berlangsung sangat cepat yang tampak dari perubahan isi
pembicaraan & pikiran
Inkohorensi : aliran asosiasi tidak berhubungan satu dengan yang lainnya
Blocking : kegagalan membentuk asosiasi , mulai dari situasi semntara akibat reaksi emosional yang
kuat sampai pada blocking yang lama.
Apasia : kegagalan sebagian atau seluruhnya untuk menggunakan atau emmahami bahasa.
e. Gangguan Pertimbangan
Pertimbangan : suatu proses mental untuk membandingkan/ menilai beberapa pilihan dalam suatu
kerangka kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk memutuskan maksud & tujuan dari suatu
aktivitas
f. Gangguan Pikiran
Pikiran umum : meletakkan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan seseorang.
Berpikir : suatu proses dalam mempersatukan atau menghubungkan ide-ide dengan
membayangkan, membentuk pengertian dengan menarik kesimpulan, serta proses lain untuk
membentu ide baru.
Faktor yang mempengaruhi proses berpikir
Faktor somatik : g3 otak & kelelahan
Faktor psikologik : g3 emosi & psikosa
Faktor sosial : kegaduhan & keadaan sosial
g. Gangguan bentuk pikiran
Pikiran deristik : tidak ada hubungan antara proses mental dg pengalamannya yang sedang berjalan
Pikiran autistik : kegagalan dalam membedakan batas antara kenyataan & fantasi.
Pikiran yang non-realistik : tidxak berdasarkan kenyataan
Pikiran obsesif : suatu ide selalu datang berulang-ulang, irasional & secara sadar tidak diinginkan
tetapi tidak dapat dihilangkan
Konfabulasi : seseorang mempersatukan hal-hal / kejadian yang tidak berkaitan, dalam suatu usaha
untuk mengisi kekosongan pikiran yang timbul karena kehilangan ingatan.
h. Gangguan arus atau jalan pikiran
Flight of ideas : terjadi perubahan yang mendadak, cepat dalam pembicaraan, sehingga suatu ide
belum selesai sudah disusul oleh ide yang lain
Retardasi : pelambatan
Perseverasi : sso berulang memberitahukan suatu ide, pikiran atau tema secara berlebihan
Cirkumtantiality : keadaan dimana untuk menuju secara tidak langsung kepada ide pokok dengan
menambahkan banyak hal yang remeh-remeh yang menjemukan & tidak relevan
Inkoherensi : terdapat gangguan dalam bentuk bicara, pembicaraan tdk dapat ditangkap
maksudnya.
Blocking : hambatan, halangan, benturan
Logorea : banyak bicara kata-kata baru tg tdk dipahami secara umum
Neologisme : membentuk kata baru yang tidak dipahami secara umum
Irelevansi : isi pikiran / ucapan tidak ada hub dg yang sedang dibicarakan
Aphasia : sukar mengerti pembicaraan orang lain / sukar berbicara

i. Gangguan Isi pikir


Waham : suatu kepercayaan yang terpaku & tidak dapat dikoreksi atas dasar fakta / kenyataan.Jenis
waham : Waham kebesaran (ekspansif), waham depresif (menyalahkan diri sendiri), waham somatis,
waham nihilistik, waham kejar, waham hubungan, & waham pengaruh
Ideas of reference : pembicaraan orang, benda atau kejadian dihubungkan dg dirinya sendiri
Pre-okupasi : suatu pikiran yang terpaku hanya pada sebuah ide saja, berhub dg keadaan emosional
yang kuat
Thought Insertion : sisip pikiran
Thought broad cast : siar pikiran
j. Gangguan Kesadaran
Kesadaran : kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan dengan lingkungan serta dirinya
sendiri melalui pancaindera & mengadakan pembatasan dengan lingkungan &dirinya sendiri.
Bentuk : Kesadaran kwantitatif & kwalitatif
Kesadaran kwantitatif
 Kesadaran yang menurun : kemampuan persepsi, perhatian & pemikiran yang berkurang secara
keseluruhan.
 Apatis : mengantuk
 Samnolen : mengantuk, memberi jawaban jika dirangsang
 Sopor : hanya bereaksi dengan rangsang yang kuat, ingatan, orientasi & pertimbangan sudah hilang
 Subkoma & koma : tidak bereaksi terhadap rangsang
 Kesadaran yang meninggi : keadaan reaksi yang meningkat terhadap suatu rangsang, disebbkan zat
toksik yg merusak otak atau faktor psikologik
Kesadaran kwalitatif : terjadi perubahan dalam kualitas kesadaran. Disebabkan oleh toksik, organik
& psikogen
 Stupor : karena faktor psikogen didapat pada katatonia, depresi, epilefsi, ketakutan & reaksi disosiasi
 Twilight state : kehilangan ingatan karena psikologik, penderita tidak mengenalilingkungannya.
 Fuge : periode penurunan kesadaran dengan pelarian menimbulkan banyak stress, tetapi dapat
mempertahankan kebiasaan & keterampilannya.
 Confusion : rusaknya aparat sensoris didapatkan kesulitan pengertian, mengacau, disorientasi disertai
gangguan fungsi asosiasi.
 Tranco : keadaan kesadaran tanpa reaksi yang jelas terhadap lingkungan yg biasanya mulai secara
mendadak, bengong, kehilangan akal atau melamun, dapat ditimbulkan karena hipnosa atau
upacara kepercayaan
k. Gangguan Orientasi
Orientasi : kemampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya serta hubungannya dengan
waktu, ruang & terhadap dirinya serta orang lain.
Disorientasi : dapat timbul sebagai g3 dari kesadaran, mengenai waktu, tempat, & orang

B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KOGNISI


1. Pengkajian
a. Perilaku
Gangguan konitif spesifik yang perlu mendapat perhatian adalah delirium & demensia
PERBANDINGAN DELIRIUM, DEPRESI &
DEMENSIA
DELIRIUM DEPRESI DEMENSIA
Awitan/ Awal Cepat (beberapa jam-hari) Cepat (beberapa mgg- Bertahap (bertahun-
Kejadian bln) tahun)
Proses Fluktuasi luas; dapat Mungkin ada Kronik: lambat namun
gangguan berlangsung terus selama pembatasan diri atau terus menurun
beberapa minggu selama menjadi kronik tenpa (lebih dari 6bln)
penyebab tidak diketahui pengobatan
Tingkat Berfluktuasi dari mulai Normal Normal
kesadaran waspada sampai sulit untuk
dibangunkan
Orientasi Pasien disorientasi, Pasien tampak Pasien disorientasi,
bingung disorientasi bingung
Afek/ Berfluktuasi Sedih, depresi, cemas, Labil, apatis pada tahap
Ekspresi rasa bersalah lanjut
wajah
Perhatian Selalu terganggu Kesulitan berkonsentrasi Mungkin utuh, dapat
berkonsentrasi dalam
waktu lama
Tidur Selalu terganggu Terganggu, tidur Biasanya normal
berlebihan atau
insomnia, bangun pagi
lebih awal
Perilaku Pasien agitasi, gekisah Pasien mungkin lelah, Pasien mungkin agitasi
apatis kadang agitasi atau apatis, mungkin
keluyuran
Pembicaraan Jarang atau cepat, mungkin Datar, jarang, mungkin Jarang atau cepat,
inkoheren meledak-ledak, dapat berulang-ulang
mengerti mungkin inkoheren
Memori Terganggu terutama untuk Bervariasi dari hari ke Terganggu terutama
peristiwa yang baru terjadi hari; lambat dalam peristiwa yang baru
mengingat; sering terjadi
deposit memori jangka
pendek
Kognisi Gangguan berpikir Mungkin tampak Gangguan berpikir &
terganggu menghitung
Isi pikir Inkoheren, bingung, Negatif, hipokondrosis, Tidak teratur, kaya isi
waham dan steriotuf pikiran tentang kematian, pikir, waham, paranoid
paranoid
Persepsi Salah penapsiran, ilusinasi, Terganggu; pasien Tidak berubah
halusinasi mungkin mengalami
halusinasi pendengaran;
penafsiran negatif
terhadap orang lain dan
kejadian
Penilaian Buruk Buruk Buruk; perilaku tidak
tepat secara sosial
Daya tilik Mungkin ada saat-saat Mungkin terganggu Tidak ada
berfikir jernih
Penampilan Buruk tetapi bervariasi; Kerusakan memori; Secara konsistensi
pada status meningkat saat berpikir menghitung, buruk; makin
mental jernih & saat penyembuhan menggambar, mengikuti memburuk
perintah biasanya tidak
terganggu; sering
menjawab saya tidak
tahu
b. Faktor Predisposisi
1). Gangguan suplai oksigen, glukosa & zat gizi dasar lainnya yang penting buat otak
2). Degenerasi yang berhubungan dengan penuaan
3). Pengumpulan zat beracun dalam jaringan otak
4). Penyakit alzheimer
5). HIV
6). Penyakit hati kronik
7). Penyakit ginjal kronik
8). Defisiensi vitamin
9). Malnutrisi
10). Abnormalitas genetik
c. Stressor pencetus
1). Hipoksia
2). Gangguan metabolik, termasuk hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipoglikemi, hipopituitarisme, 7
penyakit adrenal
3). Toksisitas & infeksi
4). Respon yang berlawanan terhadap pengobatan
5). Perubahan struktur otak, seperti tumor atau trauma
6). Kekurangan atau kelebihan sensori
d. Penilaian stressor
Penyebab fisiologis disingkirkan terlebih dahulu, kemudian stressor psikososial di pertimbangkan
karena dapat lebih mengganggu proses pikir individu. Oleh karena itu penilaian stress individu
sangat penting
e. Sumber koping
Respon individu termasuk kekuatan dan keterampilan. Pemberian perawatan bisa bersifat
mendukung. Self-help group dapat menjadi sumber koping yang tepat bagi pemberi perawatan.
f. Mekanisme koping
karena gangguan perilaku yang mendasar pada delirium adalah perubahan kesadaran, yang
mencerminkan gangguan biologis yang berat dalam otak, mekanisme koping psikologis pada
umumnya tidak digunakan. Dengan demikian perawat harus melindungi pasien dari bahaya dan
mengganti mekanisme koping individu dengan tetap mengorientasikan pasien dan mendorongnya
menghadapi realita.
Mekanisme pertahanan ego yang mungkin teramati pada psien yang mengalami gangguan kognitif:
Regresi
Penyangkalan
Kompensasi
2. Diagnosa keperawatan NANDA yang berhubungan dengan respon kognitif maladaptif(Masalah
Keperawatan)
a. Ansietas
b. Komunikasi, hambatan verbal
c. Konfusi
d. Penurunan koping keluarga
e. Ketidak efektifan koping individu
f. Resiko jatuh
g. Defisiensi perawatan diri
h. Resiko cedera
i. Kerusakan memori
j. Hambatan mobilisasi fisik
k. Kerusakan interaksi sosial
l. Gangguan pola tidur
n. Gangguan proses pikir
3. Perencanaan (INTERVENSI)
Rencana penyuluhan keluarga untuk keluarga psien yeng mengalami respon kognitif maladaptif.
Intervenís pada delirium
a. Penuhi kebutuhan fisiologis
Pertahankan keseimbangan nutrisi & cairan/elektrolitnya
Lakukan tindakan keperawatan seperti menggosok punggung, memberi susu hangat dan percakapan
yang menenangkan sehingga dapat tidur
b. Intervensi pada gangguan persepsi
Biarkan lampu menéala di ruangan untuk mengurangi bayangan
Pastikan keamanan dengan menempatkan pasien di ruangan yang memakai tirai pengaman dan
memindahkan perabot yang berlebihan
Berikan asuhan keperawatan satu perawat satu pasien untuk memudahkan orientasi pasien.
Orientasikan pasien ke waktu, temapt dan orang
c. Komunikasi
Berikan pesan yang jelas
Hindari memberi pilihan
Gunakan pernyataan langsung dan sederhana
d. Penyuluhan pasien
Berikan informasi tentang penyebab delirium
Ajarkan pasien dan keluarga tentang pengobatan yang diprogramkan
Informasikan tentang pencegahan efisode delirium di masa yang akan datang
Rujuk pada lembaga keperawatan kesehatan comunitas jira dibutuhkan penyuluhan atau intervebsi
keperawatan lebih lanjut.

INTERVENSI PADA DEMENCIA


a. Orientasi
Beri tanda yang jelas di kamarnya dengan menggunakan namanya
Anjurkan pasien untuk menyimpan barang pribadi di kamarnya
Gunakan lampu tidur
Sediakan jam dan kalender
Sediakan surat kabar
Orientasikan secara verbal sesering mungkin
b. Komunikasi
Perkenalkan diri anda
Tunjukan sikap positif tanpa pmrih
Gunakan komunikasi verbal yang jelas
Hindari penggunaan kata ganti
Atur suara
Gunakan pertanyaan ya/tidak
Minta satu hal dalam satu kesempatan
Komunikasi verbal selaras dengan nonverbal
Pelajari kehidupan masa lalu pasien
Berikan perasaan bebas dan terlindungi
c. Dukungan mekanisme koping
d. Kurangi keluyuran
e. Kurangi agilitas
Jelaskan apa yang diharapakan secara jelas
Tawarkan pilihan jika pasien dapat melakukannya
Berikan jadwal aktivitas
Hindari adu kekuatan
Libatkan pasien dalam asuhan jika memungkinkan
f. Pengobatan farmakologis
g. Libatkan anggota keluarga
h. Gunakan sumber yang ada dikomunitas
4. Implementasi
Implementasi di seseuaikan dengan intervenís yang telah disebutkan dia atas
5. Evalauasi
a. Apakah pengkajian sudah cukup lengkap untuk mengidentifikasi masalah?
b. Apakah tujuan bersifat individual untuk mencapai tujuan?
c. Apakah waktu yang dialokasikan cukup untuk mencapai tujuan?
d. Apakah perawat mempunyai keterampilan untuk melaksanakan intervenís?
e. Apakah factor lingkungan mempengaruhi pencapaian tujuan?
f. Apakah stressor tambahan mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengatasi masalah?
g. Apakah tujuan dapat tercapai pada pasien tersebut?
h. Apa pendekatan alternatif yang dapat dicoba?

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN GANGGUAN ALAM PERASAAN (MOOD)
A. PENDAHULUAN
Proses yg berperan dlm terciptanya suatu perilaku manusia :
1. Proses kognisi meliputi : sensasi, persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi, pertimbangan, pikiran dan
perasaan.
2. Unsur kemauan
3. Aspek emosi dan afek
4. Psikomotor
Ke empat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yg sulit dipisah-pisahkan serta saling
berinteraksi dlm lingkungan internal individu.

B. PENGERTIAN
1. Perasaan (mood) merupakan bagian dari emosi, dan afek. Seperti halnya kognitif,
kemauan, dan psikomotor, maka emosi serta afek klien dpt mengalami gangguan.
2. Perasaan suasana hati yang mewarnai seluruh kehidupan psikis seseorang dan
mempengaruhi seseorang dlm waktu yang lama. Misalnya seseorang yang sedih, malas
untuk berkomunikasi, makan, bekerja dsb
3. Menurut Stuart Laraia, (1998:349) dalam Psychiatric Nursing.
Keadaan emosional yang memanjang yang mempengaruhi seluruh kepribadian individu dan fungsi
kehidupannya. Ada empat fungsi adaptasi dari emosi yaitu sebgai untuk komuikasi sosial,
merangsang fungsi fisiologis, kesadaran secara subjektif. Dan mekanisme pertahanan psikodinamis.
4. Menurut John W. Santrock, (1991:490) dalam Psychilogy The science of Mind &
Behavior
Ganguan dalam perasaan adalah kelainan psikologis yang ditandai meluasnya irama emoisional
seseorang, mulai dari rentang depresi sampai gembira yang berlebihan (euphoria), dan gerak yang
berlebihan (egitation)
5. Menurut patricia D. Barry (1998:302) dalam Mental Health and Mental Ilness
Gangguan mental efektif (gangguan alam perasaan) meliputi kondisi mental yang menyebabkan
perubahan alam perasaan seseorang (yang dikenal dengan afek) atau keadaan emosional dalam
periode waktu yang panjang.
6. Buskits Gerbing (1990:548) dalam Psycology Boundaries & Frontiers
Ganguan mood dapat dicirikan dengan depresi yang dalam, atau kombinasi dari depresi dan gembira
yang berlebihan. Dengan kata lain individu dengan kelainan mood selain depresi yang mendalam
dapat berupa periode elasi (keceriaan) dan depresi.
7. Menurut Clinton Nelson (1990) dalam mental health and mental nursing practice
Gangguan mental yang memperlihatkan perubahan suasana perasaan menonjol dan menetap dan
bersifat patologis. Sebagian besar gangguan alam perasaan berupa depresi dan mania.

C. RENTANG RESPON EMOSI


Responsive: klien lebih terbuka, menyadari perasaannya, dapat berpartisipasi dengan dunia internal
(memahami harapan dirinya) dan dunia eksternal (mmahami harapan orang lain).
Reaksi kehilangan yang wajar: klien merasa bersedih, kegiatan sehari-hari klien berhenti, (mis:
bekerja, sekolah), pikiran dan perasaan klien lebih berfokus pada diri sendiri, tetapi semua hal
tersebut berlangsung hanya sementara.
Supresi : merupakan tahap awal dimana coping individu termasuk maladaptif, klien menyangkal
perasaanya sendiri, klien berusaha menekan atau mengalihkan perhatiannya terhadap lingkunan.
Apabila fase ini berlangsung terus menerus (memanjang) maka hal tersebut dapat mengganggu
individu.
Depresi : gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung,
tidak bersemangat, perasaan tak berharga, merasa kosong, putus harapan, selalu meras dirinya
gagal, tidak berminat terhadap ADL sampai ada ide bunuh diri.
D. TIPE GANGGUAN ALAM PERASAAN
Secara garis besar tipe gangguan dapat diklasifikasikansebagai berikut: mood episode, depressive
disorder, dan bipolar disorder
1. Mood episode
a. Mayor depressive episode
Untuk diagnosis kelompok ini, terdapat 5 atau gejala-gejala yang ditampilkan selama periode 2
minggu dan menampilkan perubahan fungsi dari fungsi sebelumnya paling sedikit dari gejal tersebut
adalah salah satu dari 2 hal berikut:
Perasaan depressive: kehilangan ketertarikan terhadap kesenangan (pleasure).Tanda-tanda secara
lengkap adalah sebagai berikut:
 perasaan depresif lebih banyak da;am sehari, hampir setiap hari yang diindikasikan berdasarkan data
subjektif atau hasil observasi.
 menurunya secara nyata minat terhadap kesenangan, hampir semua aktivitas dalam sehari atau
setiap hari.
 kehilangan berata badan yang bermakna mewskipun tidak diet.
 kesulitan tidur (insomnia) atau tidur yang berlebihan (hypersomnia)
 Terjadi peningkatan aktivitas psikomotor (pstchomotor agitation) atau perlambatan motorik
(retardation) hampir setiap hari.
 kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.
 Perasaan-perasaan tidak berharga atau berlebihan atau perasaan berdosa yang berlebihan hampir
setiap hari.
 Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau perasaan ragu-ragu hampir setiap
hari.
 Terus-menerus berpikir tentang kematian, berulangnya ide-ide untuk bunuh diri tanpa perencanaan
yang jalas, atau perencanaan bunuh diri dengan perencanaan atau pelaksanaan bunuh dirinya.
b. Manic episode
Episode manik ditandai dengan periode gangguan yang nyata dan peningkatan secara menetap,
meluap-luap atau mood yang mudah terangsang (irritable) selama 1 minggu (atau beberapa periode
dsaat di Rumah sakit juga penting). Selama periode ganguan, tiga atau lebih gejala-gejala berikut
telah menetap dan telah nampak dalam tingkat yang berarti:
 melangbunganya harga diri atau grandiosity
 menurunnya kebutuhan untuk tidur
 lebih banyak bicara dibanding biasanya atau adanya dorongan yang kuat untuk berbicara
 Ide yang meloncat (fligh of ideas) atau pengalaman subjektif bahwa ia berpikir meloncat
 Perhatian yang mudah teralih (distractibility)
 Peningkatab dalam perilaku yang bertujuan atau agitasi psikomotor
 Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan yang berpotensi untuk
mengakibatkan cedera.
c. Tipe lainnya (other)
 Tipe lain dari episode mood meliputi mixed episode, kriterianya merupakan perpaduan antara manic
episode dan mayor depressive episode. Sedangkan pada Hypomanic secara jelas menunjukan
meningkatnya mood yang berbeda darimood nondepressif yang biasa tetapi tidak dikelompokan
sebagai episode manik.
2. Depressive disorders
a. mayor depressive disorders
 Mayor depressif disorder dapat berupa episode berulang atau episde tunggal. Hal ini juga dapat
memiliki gambaran khusus seperti adanya penampilan diam melamun (catatonic) atau melankolik
atau menyertai kejadian post partum.
 Klien yang mengalami mayor depressive berbicara menjadi lambat, berhenti bicara (halting), cemas
dan klien menjadi menyalahkan diri sendiri. Pada tipe episode deprsif gerakan klien menjadfi lambat,
lambat untuk duduk dikursi, kaku (rocking back) suara mengerang yang sedih (moaning dejectedly),
dan lebih banyak duduk dilantai atau tempaat tidur.
Klien secara langsung bersikap agresi kedalan dirinya sendiri dan kadang menyalah kan diri-sendiri,
perasaan berdosa dan bersalah di dunianya. Kesengsaraanya sangat mandalam. Selanjutnya setelah
periode ini klien dapat mencoba bunuh diri.
b. dysthymic disorders
 Dalam diagnosstic and statistical manual of Mental Disorder, kondisi kelompok ini di kenal dengan
Depresi neurosis (Neurotic depression) kondisi ini ditandai dengan mood yang terdepresi dalam
sebagian besar hari. Dua atau lebih dua gejala depresi berikut dapat ditampilkan: Menurunnya nafsu
makan (poor apptite), kelelahan yang sangat (low energi level or fatigue), sudah tidur atau tidak
berlebihan
(insomnia or excessive sleping), harga diri rendah (low self esteem), kesulitan konsentrasi atau
kesulitan membuat keputusan (poor concentrtion or diffyculity making decision ) and perasaan putus
harapan (feeling hopelessness).
3. Bipolar disorder
a. Bipolar disoders
 Klien dengan tipe bipolar mendemonsrtasikan kekuatan (strong), meluap-luap (exagregated) dan
mengambarkan irama mood (cyclid mood swings).
b. Cyclothimic disorders
 Individu dengan kelainan cyclothimic cenderung untuk mengalami irama mood diantara exhilaration
and depression (kenangan dan depresif).

E. FAKTOR PREDISPOSISI GANGGUAN MOOD


1. Genetic faktor
Faktor genetik dianggap mempengaruhi transmisi gangguan efektif melalui riwayat keluarga atau
keturunan.
2. Agression Turned Inward Theory
Teori agresi menyerang kedalam menunjukan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang
ditujukan kepada diri sendiri.
3. Object Ios theory
Teori kehilangan objek merujuk pada perpisahan traumatic individu dengan benda atau seseorang
yang sangat berarti dalam fase membutuh kan seseorang yang memberikan rasa aman untuk
lekatan (attachment).
4. Personality organization Theori
Teori organisasi kepribadian menguraikan bagaiman konsep diri yang negatif dan harga diri rendah
mempengaruhi sistem keyakinan dan penilaian seseorang terhadap sressor.
5. Cognitive model
Model cognitiv menyatakan bahwa depresi merupakan masalah cognitive yang didominasi oleh
evaluasi negatif seseorang terhadap dirinya sendiri, dunia seseorang dan masa depannya.
6. Learned helplessness model.
Model ketidak berdayaan yang dipelajari menunjukan bahwa bukan semata-mata trauma
menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil
yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respon yang adaktif.
7. Behavioral model
model perilaku berkembang dari kerangka teori belajar sosial, yang mengasumsi bahwa penyebab
depresi terltak pada kurangnya keingiinan positif dalam berinteraksi antara perilaku individu dengan
lingkungan.
8. Bilogikal model
Model biologik menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama terjadi masa depresi.
Termasuk depisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekresi kortisol, dan variasi periodic
dalam irama biologis
F. GEJALA GANGGUAN MOOD DEPRESI
Pikiran-pikiran tentang kematianm dan bunuh diri.Bila seseorang rentan untuk menderita deprsi
dibanding orang lain, biasanya yang bersangkutan mempunyai corak kepribadian sendiri (diri
kepribadian deprsi), dengan ciri-ciri:
1. Mereka sukar untuk merasa bahagia, mudah cemas, gelisah dan kwatir,irritable, tegang dan agitatif
2. Mereka yang kurag percaya diri, rendah diri, lebih suka mengalah dan lebih senang berdamai untuk
menghindari konplik atau konprontasi, merasa gagal dalam usaha atau sekolah, lamban, lemah, lesu
atau sering mengeluh ini dan itu.
3. Pengendalian dorongan dan impuls terlalu kuat, menarik diri, lebih suka menyisih, sulit ambil
keputusan, enggan bicara, pendiam dan pemalu, menjaga jarak dan menghindari keterlibatyan
dengan orang lain.
4. Suka mencela, mengeritik, menyalahkan orang lain atau menggunakan mekanisme pertahanan
penyangkalan.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PERILAKU
KEKERASAN
A. Konsep Perilaku Kekerasan
1. Pengertian perilaku kekerasan
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini
didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan
emosional kita yang dapat diproyeksikan kelingkungan, kedalam diri atau secara destruktif (Patricia
D. Barry, 1998).
Agresi berkaitan dengan trauma pada masa anak pada saat merasa lapar, kedinginan, basah, atau
merasa tidak nyaman. Bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi secara terus menerus, maka ia akan
menampakan reaksi berupa menangis, kejang, atau kontraksi otot, perubahan ekspresi warna kulit,
bahkan mencoba menahan napas.
Setelah anak berkembang dewasa ia menampakan reaksi yang lebih keras pada saat kebutuhan-
kebutuhannya tidak terpenuhi. Seperti tempertantrum, melempar, menjerit, menahan napas,
mencakar, merusak atau bersikap agresif pada bonekanya. Bila reward and punishment tidak
dilakukan maka ia cenderung menganggap perbuatan tersebut benar.
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana
agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) disisi yang lain.

2. Rentang respon marah


adaptif

Maladaptif

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh
gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan
motorik yang tidak terkontrol.
3. Faktor predisposisi
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan timbulnya perilaku kekerasan:
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical Theory; teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari
instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku manusia di pengaruhi oleh dua insting. Kesatu
insting hidup yang diekspresikan dengan seksualitas; dan kedua, insting kematian yang diekspresikan
dengan agresivitas.
Frustation-agresion theory; teori ini dikembangkan oleh pengikut freud ini berawal dari asumsi,
bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai
orang atau abjek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan
agresif mempunyai riwayat perilaku agresif

b. Faktor sosial budaya


Social-Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) ini mengemukakan bahwa
agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau
imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk
terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai
dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh internal:
orang yang mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih agresif
dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut; seorang naka yang marah karena tidak
boleh beli es kemudian ibunya memberinya es agar si anak berhenti marah. Anak tersebut akan
belajar bahwa bila ia marah maka ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh eksternal:
seorang anak menunjukan perilaku agresif setelah melihat seorang dewasa mengekspresikan
berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka.
Kultur dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga
dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara asertif.

c. Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan
pada hipotalamus (yang berada di tengah simtem limbik) binatang ternyata menimbulkan perilaku
agresif. Perangsangan yang diberikan terutama pada nekleus periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis, bulunya
berdiri, menggeram, matanya terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menerkam tikus atau
objek yang ada di sekitarnya. Jadi kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi indera penciuman dan
memori)
Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif; serotonin, dopamin, norepinephrine,
acetilkolin, dan asam amino GABA
Faktor-faktor yang mendukung:
Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
Sering mengalami kegagalan
Kehidupan yang penuh tindakan agresif
Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
4. Faktor presipitasi
Secara umum, seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya terancam. Ancaman
tersebut dapat berpa injury secara psikis, atau lebih dikenal dengan adanya ancaman terhadap
konsep diri seseorang. Ketika seseorang merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali
apa yang menjadi sumber kemarahannya. Oleh karena itu, baik perawat maupun klien harus
bersama-sama mengidentifikasinya. Ancaman dapat berupa internal maupun eksternal. Contoh
stressor eksternal: serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap bermakna, dan
adanya kritikan dari orang lain. Sedangkan contoh dari stressor internal: mesara gagal dalam
bekerja, merasa kehilangan orang yang dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita.
Bila dilihat dari sudut perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku kekerasan
terbagi dua, yakni:
a. Klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kurang percaya diri.
b. Lingkungan: ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik interaksi sosial.

B. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Perilaku kekerasan


1. Pengkajian
Seorang perawat harus berjaga-jaga terhadap adanya peningkatan agitasi pada klien, hirarki perilaku
agresif dan kekerasan. Disamping itu, perawat harus mengkaji pula afek klien yang berhubungan
dengan perilaku agresif
Kelengkapan pengkajian dapat membantu perawat:
a. Membangun hubungan yang terapeutik dengan klien
b. Mengkaji perilaku klien yang berpotensial kekeraasan
c. Mengembangkan suatu perencanaan
d. Mengimplementasikan perencanaan
e. Mencegah perilaku agresif dan kekerasan dengan terapi milleu
Dan bila klien dianggap hendak melakukan kekerasan, maka perawat harus:
a. Melaksanakan prosedur klinik yang sesuai untuk melindungi klien dan tenaga kesehatan
b. Beritahu ketua tim
c. Bila perlu, minta bantuan keamanan
d. Kaji lingkungan dan buat perubahan yang perlu
e. Beritahu dokter dan kaji PRN untuk pemberian obat
Perilaku yang berhubungan dengan agresi
a. Agitasi motorik: bergerak cepat, tidak mampu duduk diam, memukul dengan tinju kuat, mengapit
kuat, respirasi meningkat, membentuk aktifitas motorik tiba-tiba (katatonia)
b. Verbal: mengancam pada objek yang tidak nyata, mengacau minta perhatian, bicara keras-keras,
menunjukan adanya delusi atau pikiran paranoid
c. Afek: marah, permusuhan, kecemasan yang ekstrim, mudah terangsang, euphoria tidak sesuai ataru
berlebihan, afek labil.
d. Tingkat kesadaran: bingung, status mental berubah tiba-tiba, disorientasi, kerusakan memori, tidak
mampu dialihkan.

Perawat dapat mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan memenej perilaku
agresif. Intervensi dapat melalui Rentang intervensi keperawatan.
Kesadaran diri
Perawat harus menyadari bahwa sterss yang dihadapinya dapat mempengaruhi komunikasinya
dengan klien. Bila perawat tersebut merasa letih, cemas, marah atau apatis maka akan sulit baginya
untuk membuat klien tertarik. Oleh karenanya, bila perawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah,
maka energi yang dimilikinya bagi klien menjadi berkurang. Untuk mencegah semua itu, maka
perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan melakukan supervisi dengan
memisahkan antara masalah pribadi dan maslah klien.
Pendidikan klien
Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara mengekpresikan marah yang
tepat. Banyak klien yang mengalami kesulitan mengekpresikan perasaannya, kebutuhan, hasrat dan
bahkan kesulitan mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain. Jadi dengan perawat
berkomunikasi diharapkan agar klien mau mengekspresikan perasaannya, lalu perawat menilai
apakah respon yang diberikan klien adaptif atau maladaptif.

Latihan asertif
Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat:
Berkomunikasi secara langsung denga setiap orang
Mengatakan ”tidak” untuk sesuatu yang tidak beralasan
Sanggup melakukan komplain
Mengekspresikan penghargaan dengan tepat
Komunikasi
Strategi komunikasi dengan klien perilaku agresif:
Bersikap tenag
Bicara lembut
Bicara dengan cara tidak menghakimi
Bicara netral dan dengan cara yang kongkrit
Tunjukan respek pada klien
Hindari intensitas kontak mata langsung
Demontrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan berlebihan
Fasilitasi pembicaraan klien
Dengarkan klien
Jangan terburu-buru menginterpretasikan
Jangan buat janji yang tidak dapat perawat tepati
Perubahan lingkungan
Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti: membaca, grup program yang
dapat mengurangi perilaku klien yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya
Tindakan perilaku
Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar, dan apa saja kontribusi
perawat selama perawatan.
Psikofarmakologi
Antianxiety dan sedative-hipnotics. Obat-obat ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepines seperti lorazepam dan clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik
untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan
dalam waktu yang lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, juga dapat
memperburuk simtom depresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting
effect dari benzodiazepines, dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif. Buspirone aobat
anxiety, efek dalam mengendalikan perilaku kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi. Ini ditunjukan dengan menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala,
demensia dan developmental disability.
Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang
berkaitan dengan perubahan mood.
Mood stabilizers, penelitian menunjukan bahwa pemberian lithium efektif untuk agresif karena
manik
Antipsyhotic; obat-obat ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku agresif. Bila agitasi
terjadi karena delusi, halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obat ini dapat
membantu, namun diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya dirasakan
Managemen krisis
Bila pada waktu intervensi awal tidak berhasil, maka diperlukan intervensi yang lebih aktif. Prosedur
penanganan kedaruratan psikiatrik.
Identifikasi pemimpin tim krisis. Sebaiknya dari perawat karena yang bertanggungjawab 24 jam
Bentuk tim krisis. Meliputi: dokter, perawat dan konselor
Beritahu petugas keamanan jika perlu. Ketua tim harus menjelaskan apa saja yang menjadi tugasnya
selama penanganan klien
Jauhkan klien dari lingkungan
Lakukan pengekangan, jika memungkinkan
Pikirkan satu rencana penanganan krisis dan beritahu tim
Tugaskan anggota tim untuk mengamankan anggota tubuh klien
Jelaskan perlunya intervensi tersebut kepada klien dan upayakan untuk kerjasama
Pengekangan klien jika diminta oleh oleh ketua tim krisis. Ketua tim harus segera mengkaji situasi
lingkungan sekitar untuk tetap melindungai keselamatan klien dan timnya.
Berikan obat jika diintruksikan
Pertahankan pendekatan yang tenang dan konsisten terhadap klien
Tinjau kembali intervensi penaganan krisis dengan tim krisis
Proses kejadian dengan klien lain dan staf harus tepat
Secara bertahap mengintegrasikan kembali klien dengan lingkungan

Seclusion
Pengekangan fisik
Merupakan tindakan keperawatan yang terakhir. Ada dua macam, pengekangan fisik secara mekanik
(menggunakan manset, sprei pengekang) atau isolasi (menempatkan klien dalam suatu ruangan
dimana klien tidak dapat keluar atas kemauannya sendiri)
Jenis pengekangan mekanik:
Camisoles (jaket pengekang)
Manset untuk pergelangan tangan)
Maset untuk pergelangan kaki
Menggunakan sprei
Indikasi pengekangan
Perilaku amuk yang membahayakan diri sendiri tau orang lain
Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
Ancaman terhadap integritas fisik yang berhubungan dengan penolakan klien untuk beristirahat,
makan dan minum.
Permintaan klien untuk pengendalian perilaku eksternal. Pastikan tindakan ini telah dikaji dan
berindikasi terapeutik
Pengekangan dengan sprei basah dan dingin
Klien dapat dimobilisasi dengan membalutnya seperti mummi dalam lapisan sprei dan selimut.
Lapisan paling dalam terdiri atas sprei yang telah direndam dalam air es. Walaupun mula-mula
terasa dingin, balutan segera menjadi hangat dan menenagkan. Hal ini dilakukan pada perilaku amuk
atau agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan obat.
Restrains
Tujuan tindakan keperawatan adalah memonitor alat restrain mekanik atau restrain manual
terhadap pergerakan klien. Dapatkan ijin dokter bila diharuskan karena kebijakan institusi.
2. Intervensi Keperawatan
a. Baringkan klien dengan pakaian rumah sakit diatas tempat tidur yang tahan air
b. Balutkan sprei pada tubuh klien dengan rapi dan pastikan bahwa permukaan kulit tidak saling
bersentuhan
c. Tutup sprei basah dengan selapis selimut
d. Amati klien dengan konstan
e. Pantau suhu, nadi dan pernapasan. Jika tampak sesuatu yang bermakna, buka pengekangan
f. Berikan cairan sesering mungkin
g. Pertahankan suasana lingkungan yang tenang
h. Kontak verbal dengan suasana yang menenagkan
i. Lepaskan balutan setelah lebih kurang 2 jam
j. Lakukan perawatan kulit sebelum membantu klien berpakaian

3. Evaluasi
Mengukur apakan tujuan dan kriteria sudah tercapai. Perawat dapat mengobservasi perilaku klien.
Dibawah ini beberapa perilaku yang dapat mengindikasikan evaluasi yang posistif
a. Identifikasi situasi yang dapat membangkitkan kemarahan klien
b. Bagaimana keadaan klien saat marah dan benci pada orang tersebut
c. Sudahkan klien menyadari akibat dari marah dan pengaruhnya pada orang lain
d. Buatlah komentar yang kritikal
e. Apakah klien sudah mampu mengekspresikan sesuatu yang berbeda
f. Klien mampu menggunakan aktivitas secara fisik untuk mengurangi perasaan marahnya
g. Mampu mentoleransi rasa marahnya
h. Konsep diri klien sudah meningkat
i. Kemandirian dalam berpikir dan aktivitas meningkat.

MASALAH-MASALAH KEPERAWATAN JIWA


A. DEPRESI
1. Pengertian
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik : rasa susah,
murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit
lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.( TOWNSEND, Marry C ,1988)
2. Etiologi
Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain :
a. Faktor heriditer dan genetik,
b. Faktor konstitusi,
c. Faktor kepribadian pramorbid,
d. Faktor fisik, faktor psikobiologi,
e. Faktor neurologik,
f. Faktor biokimia dalam tubuh,
g. Faktor keseimbangan elektrolit dan sebagainya.
3. Faktor Presipitasi
a. Depresi biasanya dicetuskan oleh :
b. trauma fisik seperti penyakit infeksi,
c. pembedahan,
d. kecelakaan,
e. persalinan dan sebagainya, serta
f. faktor psikik seperti kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan
adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya.
Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas,
tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

B. CURIGA
1. Definisi
Perilaku Curiga adalah merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan
lingkungan yang ditandai dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas
saat individu berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku
proyeksi terhadap perasaan ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien kecemasannya
meningkat dalam merespon terhadap stresor, intra personal, ekstra personal dan inter personal.
Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan
sebagai ancaman/bahaya dari luar. Klien akan mempunyai fokus untuk memproyeksikan
perasaannya yang akan menyebabkan perasaan curiga terhadap orang lain dan lingkungannya.
Proyeksi klien tersebut akan menimbulkan prilaku agresif sebagaimana yang muncul pada klien atau
klien mungkin menggunakan mekanisme pertahanan yang lain seperti: reaksi formasi melawan
agresifitas, ketergantungan, afek tumpul, denial, menolak terhadap ketidaknyamanan.
2. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif
Asertif Prustrasi Pasif Curiga

3. Faktor Predisposisi Dari Curiga


a. Tidak terpenuhinya trust pada masa bayi
b. Tidak terpenuhinya karena lingkungan yang bermusuhan
c. Orang tua yang otoriter
d. Suasana yang kritis dalam keluarga
e. Tuntutan lingkungan yang tinggi terhadap penampilan anak
f. Tidak terpenuhinya kebutuhan anak.
Dengan demikian anak akan menggunakan mekanisme fantasi untuk meningkatkan harga
dirinya atau dia akan mengembangkan tujuan yang tidak jelas. Pada klien, dari data yang ditemukan
faktor predisposisi dari prilaku curiga adalah gangguan pola asuh. Di dalan keluarga klien merupakan
anak angkat dari keluarga yang pada saat itu belum memiliki anak. Klien menjadi anak kesayangan
ayahnya, karena klien dianggap sebagai pembawa rejeki keluarga. Sejak kelahiran adik-adiknya ( 7
orang ) klien mulai merasa tersisih dan tidak diperhatikan, merasa tidak nyaman, sehingga klien
merasa terancam dari lingkungan keluarganya. Sejak itu klien tidak percaya pada orang lain, sering
marah-marah dan mengamuk sehingga klien dibawa oleh keluarganya ke RS jiwa.

4. Masalah-Masalah Yang Muncul


a. Adanya kecemasan yang timbul akibat klien merasa terancam konsep dirinya, kurangnya rasa
percaya diri terhadap lingkungan yang baru/asing.
b. Marah, timbul sebagai proyeksi dari keadaan ketidakadekuatan dari perasaan ditolak.
c. Isolasi sosial
d. Menarik diri akibat perasaan tidak percaya pada lingkungan. Curiga merupakan afek dari mekanisme
koping yang tidak efektif, klien menunjukan bingung peran, kesulitan membuat keputusan,
berprilaku destruktif dan menggunakan mekanisme pertahanan diri yang tidak sesuai.
e. Gangguan perawatan diri, klien berpenampilan tidak adekuat, dimana klien tidak mandi, tidak mau
gosok gigi, rambut kotor dan banyak ketombe, kuku kotordanpanjang. Gangguan harga diri rendah,
dimana klien mempunyai pandangan negatif terhadap dirinya ditunjukkan dengan prilaku menarik
diri atau menyerang orang lain.
f. Potensial gangguan nutrisi, pada klien curiga biasanya mengira makanan itu beracun atau petugas
mungkin sudah memasukkan obat-obatan ke dalam minumannya, akibatnya tidak mau makan -
minum.
C. MANIA
1. Definisi.
Mania adalah gangguan afek yang ditandai dengan kegembiraan yang luar biasa dan disertai
dengan hiperaktivites, agitasi serta jalan pikiran dan bicara yang cepat dan kadangkadang sebagai
pikiran yang meloncat loncat (flight of ideas). Pada dasarnya pasien mania sama dengan pasien
depresif yang merasa tidak berharga dan tidak berguna. Karena tidak dapat menerima perasaan ini,
mereka menyangkalnya dan mengakibatkan timbulnya kecemasan. Pasien memperlihatkan sikap
banyak bicara, banyak pikiran dan cepat berpindah topiknya tetapi tidak dapat memusatkan pada
satu topik. Meskipun mereka menunjukkan kegembiraan yang berlebihan, sebenarnya pasien penuh
dengan kebencian dan rasa permusuhan terutama terhadap lingkungannya. Ia melontarkan
perasaannya secara kasar dalam cetusan cetusan yang pendek dan cepat beralih ke topik yang lain.
2. Etiologi
Gangguan alam perasaan (mania) dapat timbul karena beberapa faktor yaitu :
a. Teori biologis
1). Genetik
Penyelidikan menunjukan bahwa ada suatu peningkatan timbulnya kelainan bipolar dalam derajat
pertama relatif terhadap individu-individu dengan kelainan dari pada populasi umum.
2). Biokimia
Sebagaimana ada indikasi dari kadar rendah nerepinefrin dan dopamin selama suatu episode
depresi,sebaliknya kelihatan sebenarnya seorang individu mengalami suatu episode manik. Jadi,
respon-respon perilakukegembiraan dan europia dapat berhubung dengan suatu kelebihandari
biogenikamin ini dalam otak.
b. Teori Psikososial
Teori psikoanalitik dari kelainan bipolar menyatakan bahwa ibu (atau pengasuh utama)
mendapatkan kesenangan yang besar dari ketergantungan awal bayi. Saat anak matang dan
mencoba meningkatkan otonomi dan kemandirian, sang ibu mulai merasa terancam.
3. Manifestasi Klinis
Gangguan mania ditandai oleh perasaan hati yang meningkat, meluas dan mudah tersinggung. Klien
tidak mengenal leleh, hiperaktif dan pada keadaan yang berat disertai panik yaiu perilaku yang tidak
terkontrol.
4. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksannan pada episode mania di prioritaskan pada tehnik penceghan dan penangan
secara cepat
a. Pengembangan dan peningkatan tentang respon maladaptive dan koping yang efektif.
b. Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang adekuat
c. Pemberian obat antimanik

D. MENARIK DIRI
1. Definisi
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu
untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan
secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain.
(DepKes, 1998).
2. Faktor Predisposisi Dan Presitipasi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang
dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya kepada orang lain, ragu takut salah,
putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan dan merasa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga
dan berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat
atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga
menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and
sundeen, 1995).
3. Tanda Dan Gejala
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan (data objektif) :
a. Apatis, ekspresi, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
c. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain atau
perawat.
d. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
f. Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak
bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari
tidak dilakukan.
h. Posisi janin pada saat tidur.
Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi, beberapa data subjektif adalah
menjawab dengan singkat kata-kata “tidak”, “ya”, “tidak tahu”.
4. Karakteristik Perilaku
a. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
b. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
c. Kemunduran secara fisik.
d. Tidur berlebihan.
e. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
f. Banyak tidur siang.
g. Kurang bergairah.
h. Tidak memperdulikan lingkungan.
i. Kegiatan menurun.
j. Immobilisasi.
k. Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
l. Keinginan seksual menurun.

F. WAHAM
1. Pengertian
Menurut Gail W. Stuart, Waham adalah keyakinan yang salah dan kuat dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realitas social. Waham adalah Keyakinan
tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak sesuai dengan intelegensi
dan latar belakang kebudayaan.
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.Keyakinan klien
tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak ada kasih
sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna Keliat,1999).
2. Penyebab
a. Faktor predisposisi
 Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon biologis yang maladaptif.
 Neurobiologis; Adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic
 Neurotransmitter ; abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
 Virus paparan virus influensa pada trimester III
 Psikologis; ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
b. Faktor Presipitasi
 Proses pengolahan informasi yang berlebihan
 Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
 Adanya gejala pemicu
3. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif meliputi :
a. Regresi : berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas
b. Proyeksi : sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
c. Menarik diri
d. Pada keluarga ; mengingkari
e. Prilaku
4. Jenis Waham
a. Waham agama : keyakinan seseorang bahwa ia dipilih oleh Yang Maha Kuasa atau menjadi utusan
Yang Maha Kuasa.
b. Waham somatik : keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya sakit atau terganggu.
c. Waham kebesaran : keyakinan seseorang bahwa ia memiliki kekuatan yang istimewa.
d. Waham paranoid : kecurigaan seseorang yang berlebihan atau tidak rasional dan tidak mempercayai
orang lain, ditandai dengan waham yang sistematis bahwa orang lain “ingin menangkap “ atau
memata-matainya.
e. Siar pikir ; waham tentang pikiran yang disiarkan ke dunia luar.
f. Sisip pikir ; waham tentang pikiran yang ditempatkan ke dalam benak orang lain atau pengaruh luar.
5. Tanda dan gejala
Pasien ini tidak memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang perpasif yang ditemukan
pada kondisi psikotik lain, tidak ada afek datar atau afek tidak serasi, halusinasi yang menonjol, atau
waham aneh yang nyata pasien memilki satu atau beberapa waham, sering berupa waham kejar,
dan ketidaksetiaan dan dapat juga berbentuk waham kebesaran, somatik, atau eretomania yang :
a. Biasanya spesial (misal, melibatkan orang, kelompok, tempat, atau waktu tertentu, atau aktivitas
tertentu).
b. Biasanya terorganisasi dengan baik(misal, “orang jahat ini” mengumpulkan alasan-alasan tentang
sesuatu yang sedang dikerjakannya yang dapat dijelaskan secara rinci).
c. Biasanya waham kebesaran (misalnya, sekelompok yang berkuasa tertarik hanya kepadanya).
d. Wahamnya tidak cukup aneh untuk mengesankan skizofrenia.
Pasien-pasien ini (cenderung berusia 40-an) mungkin tidak dapat dikenali sampai sistem waham
mereka dikenali oleh keluarga dan teman-temannya. Ia cenderung mengalami isolasi sosial baik
karena keinginan mereka sendirian atau akibat ketidakramahan mereka (misalnya, pasangan
mengabaikan mereka). Apabila terdapat disfungsi pekerjaan dan sosial, biasanya hal ini merupakan
respon langsung terhadap waham mereka.
Kondisi ini sering tampak membentuk kesinambungan klinis dengan kondisi seperti kepribadian
paranoid, skizofrenia paranoid, penggambaran mengenai bats-batas setiap sindrom menunggu
penelitian lebih lanjut. Singkirkan gangguan afektif, ide-ide paranoid dan cemburu sering terdapat
pada depresi, paranoid sering terdapat pada orang tua dan pada orang yang menyalahgunakan zat
stimulan, reaksi paranoid akut sering ditemui pada pasien dengan delirium ringan dan pasien yang
harus berada di temapat tidur karena sakit.
6. Penanganan
a. Psikofarmakologi
b. Pasien hiperaktif / agitasi anti psikotik low potensial
c. penarikan diri high potensial
d. ECT tipe katatonik
e. Psikoterapi

G. PRILAKU BUNUH DIRI


1. Definisi
a. prilaku bunuh diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak di cegah dapat mengarah kepada kematian. (
Stuart and Sunden, 1998 )
b. prilaku bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan di sengaja untuk mengakhiri
kehidupan individu secara sadar, berkeinginan untuk mati sehingga melakukan tindakan untuk
mewujudkan keinginan tersebut.
Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan, atau ancaman verbal untuk mewujudkan tindakan
yang megakibatkan kematian, perlukaan, atau nyeri pada diri sendiri.
2. Rentang Respon

Rentang Respon Protektif Diri


Respon Adaptif <===========================> Proses Mal Adaptif
^===============^==================^==============^=========^
peningkatan pertumbuhan Prilaku Destruktif Pencederaan Bunuh
diri peningkatan diri
tidak diri diri
beresiko langsung

3. Istilah bunuh diri dibagi 3 kategori :


a. ancaman bunuh diri / suicide threat
b. upaya bunuh diri / suicide attempt
c. isyarat bunuh diri / suicide gesture
4. Jenis bunuh diri :
a. bunuh diri anomatik
b. bunuh diri altruistic
c. bunuh diri egoistik
5. Faktor Pencetus
a. Dx. psikiatrik
b. sifat kepribadian
c. lingkungan psikososial
d. riwayat keluarga
e. factor biokimia
6. Karalteristik Perilaku
a. keputusasaan dan ketidakberdayaan
b. ambivalen : antara keinginan mati dan hidup
c. pernah melakukan percobaan bunuh diri
d. ada ide bunuh diri
e. mengancam bunuh diri / mengatakan ingin bunuh diri
f. hilangnya nafsu makan
g. perubahan pola tidur
h. menurunnya kegiatan fisik
i. menurunnya kegiatan seksual
j. menghentikan kegiatan yang biasa dilakukan
k. melakukan kegiatan yang beresiko
l. mengalami cemas berat dan panic
7. masalah Keperawatan
a. Potensial bunuh diri
b. Isolasi Sosial
c. Gangguan Konsep Diri : HDR
d. Mekanisme Koping yang tidak Konstruktif
8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada klien dengan perilaku mencenderai diri yang biasa muncul :
a. Denial
b. Rasionalisasi
c. Regresi
d. Berpikir Magis
e. Bunuh Diri
9. Data Yang Perlu Dikaji
a. Wawancara
 identitas klien
 alasan masuk
 factor predisposisi dan presipitasi
 pemeriksaan fisik
 psikososial
 status mental
 kebutuhan persiapan pulang
 mekanisme koping
 masalah psikososial dan lingkungan
 deficit pengetahuan
 aspek pengetahuan
b. Subjektif
 mengatakan hidupnya tak berguna lagi
 ingin mati
 mengatakan pernah mencoba bunuh diri
 mengancam bunuh diri
 mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 mengatakan lebih baik mati saja
 mengatakn sudah bosan hidup
c. Data Objektif
 ekspresi murung
 tak bergairah
 ada bekas percobaan bunuh diri
 perubahan kebiasaan hidup
 perubahan perangai
10. Terapi Lingkungan Pada Kondisi Bunuh Diri
a. Rungan aman dan nyaman
b. Keseluruhan ruangan dapat dipantau oleh petugas
c. Tata ruangan menarik
d. Ada lemari khusus untuk menyimpan alat pribadi klien

Anda mungkin juga menyukai