Anda di halaman 1dari 8

F.

Diagnosis
F.1. Anamnesis
1) Riwayat infeksi saluran pernapasan 1 – 2 minggu sebelumnya atau
infeksi kulit (pioderma) 3 – 6 minggu sebelumnya
2) Hematuria makroskopis atau sembab (edema) di kedua kelopak mata
dan tungkai
3) Pada stadium lebih lanjut, dapat ditemukan komplikasi kejang,
penurunan kesadaran (ensepalopati hipertensi), gagal jantung, atau
edema paru
4) Oliguria atau anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung.3

F.2. Pemeriksaan Fisik


1) Sering ditemukan edema di kedua kelopak mata dan tungkai dan
hipertensi
2) Dapat ditemukan lesi bekas infeksi di kulit
3) Jika terjadi ensefalopati, pasien dapat mengalami penurunan
kesadaran dan kejang
4) Pasien dapat mengalami gejala-gejala hipervolemia seperti gagal
jantung dan edema paru.3

F.3. Pemeriksaan Penunjang


1) Urinalisis menunjukkan proteinuria, hematuria, dan adanya silinder
eritrosit
2) Kreatinin dan ureum darah umumnya meningkat
3) Anti Streptolisin O (ASTO) meningkat pada 75% – 80% kasus
4) Komplemen C3 menurun pada hampir semua pasien pada minggu
pertama
5) Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia,
asidosis metabolik, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia.3

Gambaran Laboratorium

1
Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4),
hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan
sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet,
granular, eritrosit (++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain.
Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda
gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan
hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan
gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam
minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan
kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut
menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.4,7,13
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140
mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan
kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali
dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena
pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan
kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.11,12
Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan
tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen sterptokokus dapat
dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa
antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada
75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa
starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O. Sebaiknya serum
diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji
serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus.Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi

2
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus
biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 4,6,7

G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding GNAPS adalah kondisi-kondisi lain yang
menyebabkan hematuria (tabel 1). Secara umum heamturia dapat dibedakan
menjadi hematuria glomerular dan ekstra-glomerular.3
Pada hematuria glomerular, urine berwarna merah, kadang kecoklatan,
sering ditemukan eritrosit dismorfik, dan sering disertai proteinuria >500
mg/hari. Sedangkan pada hematuria ekstra-glomerular, urine berwarna merah
atau merah muda, morfologi eritrosit normal, dan silinder eritrosit tidak selalu
ada. 3

Tabel 1. Diagnosis banding hematuria pada anak


Hematuria Glomerular Hematuria ekstra-Glomerular
Isolated renal disease  Kelainan anatomis :
 Nefropati IgA hidronefrosis, penyakit ginjal
 GN pasca-infeksi (contoh : kistik, tumor
GN-pasca streptokokus)  Kristaluria : kalsium, oksalat,
 Nefropati membran basal asam urat
glomerulus tebal  Urolitiasis

3
 Sindrom Alport (Nefritis  Trauma
herediter)  Latihan fisik berat
 Nefropati membranosa  Tubulointerstitial ginjal :
Penyakit Multisistem pielonefritis, nefritis
 Nefritis purpura Henoch- interstitial, nekrosis tubular
Schonlein akut
 Sindrom uremia-hemolitik  Inflamasi (infeksi maupun
 Glomerulopati sel sabit noninfeksi) : sistitis, uretritis
 Nefropati HIV  Vaskular : trombosis
 Nefritis lupus eritematosis arteri/vena, malformasi
sitemik vaskular
 Granulomatosis Wegener  Hemoglobinopati
 Nodosa poliarteritis  koagulopati
 Sindrom Goodpasture

H. Penatalaksanaan
a) Medikamentosa
 Antibiotik untuk eradikasi bakteri : amoxicillin 50 mg/kgBB/hari
IV atau bila kondisi sudah baik dapat diberikan oral dibagi dalam
3 dosis selama 10 hari. Bila anak alergi dapat digunakan
eritromisin 30 mg/kgBB/hari IV atau bila kondisi sudah baik
dapat diberikan oral dibagi dalam 3 dosis.
 Diuretik apabila disertain retensi cairan dan hipertensi, obat yang
digunakan adalah Furosemid 1 mg/kgBB/kali IV.
 Obat hipertensi dapat dipertimbangkan bila disertai hipertensi
b) Suportif
 Tirah baring
 Diet nefritik, yaitu diet rendah protein dan rendah garam apabila
terjadi penurunan fungsi ginjal dan retensi cairan. Tatalaksana
suportif lainnya disesuaikan dengan komplikasi yang ada (gagal
ginjal, ensefalopati hipertensif, gagal jantung, edema paru).
 Mengatasi kelainan elektrolit dan metabolik yang terjadi.
c) Pemantauan

4
Pemantauan yang dilakukan adalah pemantauan volume urine dan
balance cairan. Pemantauan pengobatan dilakukan terhadap komplikasi
yang terjadi karena dapat mengaibatkan kematian. Pada kasus yang berat,
pemantauan tanda vital berkala diperlukan untuk memantau kemajuan
pengobatan. Fungsi ginjal diharapkan akan membaik dalam 1 minggu
dan menjadi normal dala 3 – 4 minggu. Komplemen serum akan menjadi
normal dalam 6 – 8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urine dapat terlihat
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Selama komplemen C3
belum pulih dan hematuria mikroskopis belum hilang, pasien harus
dipantau dengan seksama, karena masih ada kemungkinan terjadinya
pembentukan glomerulosklerosis dan gagal ginjal kronik.3

I. Komplikasi
a. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagian
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.
b. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah
dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
c. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,
pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
d. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis
eritropoetik yang menurun.4,6,7,13

J. Prognosis

5
Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis
GNAPS antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur
streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat
penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus.1
Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang
lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering
disertai lesi nekrotik glomerulus. 1
Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan
prognosis yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%.
Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus
menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam
beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal. Angka
kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %.1
Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini
harus dicegah karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan
dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol
dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan
insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari. 1

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbanbatu, Sondang Maniur. Glomerulonefrtitis Akut Pasca


Streptokokus pada Anak. Sari Pediatri Volume 5. 2003

2. Alatas, Husein. Glomerulonefritis Akut. Jakarta : Infomedika, IDAI. 1995

3. Lorraine, W dan Sylvia, P. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, ed 6. Jakarta : EGC. 2006

4. Wiguno .P, et al. Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI. 2009

5. Wahab, A. Samik. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol 3, Ed 15,


Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta : EGC. 2000

6. Novita L. Glomerulonefritis Akut (GNA) dan gagal Ginjal Akut (GGA).


Pekanbaru, Riau : Faculty of Medicine-University of Riau. 2009

7. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_Hem
aturiPadaAnak.html. Accessed October10th, 2011.

8. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed
October10th, 2011.

9. Ni Made Renny A Rena, Suwitra K. Seorang Penderita Sindrom Nefritik


Akut Pasca Infeksi Streptokokus. Jurnal Penyakit Dalam. 2010

10. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Glomerulonefritis Akut.


Jakarta: Infomedika. 1985

11. Rasyid H., Wahyuni S. Immunomechanisms Of Glomerulonephritis. The


Indonesian Journal of Medical Science. 2009

7
12. http://www/.5mcc.com/Assets/SUMMARY/TP0373.html.Accessed April
8th, 2009.

13. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections.


Dalam: Kliegman RM, Stanton BM, Geme J, Schor N, Behrman RE,
penyunting. Nelson’s of Pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 2011.

Anda mungkin juga menyukai