Anda di halaman 1dari 46

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Penanggulangan Tuberkulosis Paru


2.1.1. Tuberkulosis Paru dan Klasifikasi TB Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2009a).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam 2 bagian yaitu ;
(1) TBC paru BTA (Basil Tahan Asam) positif (sangat menular) yaitu
sekurangkurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. Satu
pemeriksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada
menunjukkan TBC aktif; (2) TBC paru BTA negatif, yaitu pemeriksaan dahak
hasilnya masih meragukan. Jumlah kuman yang ditemukan pada waktu pemeriksaan
belum memenuhi syarat positif dan hasil foto rontgen dada menunjukkan hasil positif
(Depkes RI, 2009a).
2.1.2. Cara Penularan dan Risiko Penularan
Penderita dapat menularkan kuman TB pada orang lain melalui cara :1.) Pada
waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.
2.) Penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari

14
Universitas Sumatera Utara
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab. 3.) Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. 4.) Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.Risiko tertular tergantung dari
tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Seseorang dapat
terpapar dengan TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita
TB dengan status TB BTA positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 1015
orang lain setiap tahunnya. Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB
(Depkes RI, 2009a). Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin
negative. menjadi positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang
menjadi pasien. TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
2.1.3. Gejala Klinis Pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu

Universitas Sumatera Utara


bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB Paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan gejala tersebut diatas,
dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2.1.4. Tujuan Penangulangan TB Paru
Adapun tujuan program penanggulangan TB Paru meliputi tujuan jangka
panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian yang diakibatkan penyakit TB paru dengan cara
memutuskan rantai penularan,sehingga penyakit TB paru tidak lagi merupakan
masalah kesehatan masyarakat Indonesia, sedangkan tujuan jangka pendek adalah (1)
Tercapainya angka kesembuhan minimal 88% dari semua penderita baru BTA positif
yang ditemukan,dan (2) tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap
sehingga pada tahun 2015 dapat mencapai 90% dari perkiraan semua penderita baru
BTA positif, serta target ini diharapkan dapat menurunkan tingkat prevalensi dan
kematian akibat TB hingga dan mencapai tujuan millenium development goal (MDG)
pada tahun 2015
Kebijakan penanggulangan Tuberkulosis Paru mencakup:
1) Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi
dengan kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi:

Universitas Sumatera Utara


perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan
sumber daya (dana,tenaga, sarana dan prasarana).
2) Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
3) Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program
penanggulangan TB
4) Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap peningkatan
mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga
mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya Multi Drug
Resistance Tuberculosis (MDR-TB).
5) Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh
seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit
Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Pengobatan Penyakit
Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS).
6) Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama dan
kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan swasta
dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB)
7) Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan
untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.
8) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada
pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.
9) Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai
untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

Universitas Sumatera Utara


10) Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok
rentan terhadap TB.
11) Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
12) Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium
Development Goals (MDGs).
Sedangkan strategi yang digunakan untuk mencapai keberhasilan program P2
TB paru adalah melalui (1) Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan
untuk menjamin ketersediaan sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu
prioritas, (2) Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu
dilaksanakan secara bertahap dan sistematis, (3) Peningkatan kerjasama dan
kemitraan dengan pihak terkait melalui kegiatan advokasi, komunikasi dan mobilisasi
sosial, (4) kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan
bantuan sumber daya, dan (5) Peningkatan kinerja program melalui kegiatan
pelatihan dan supervisi, pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan.
2.1.5. Kegiatan Program TB Paru
Kegiatan pada program penanggulangan TB Paru yaitu kegiatan pokok dan
kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan penemuan penderita (case
finding) pengamatan dan monitoring penemuan penderita didahului dengan
penemuan tersangka TB paru dengan gejala klinis adalah batuk-batuk terus menerus
selama tiga minggu atau lebih. Setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan
dengan gejala utama ini harus dianggap suspek tuberculosis atau tersangka TB Paru

Universitas Sumatera Utara


dengan passive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan
promosi yang aktif).
Pengobatan TB Paru dilakukan dalam dua tahap/ kriteria, yaitu tahap awal
(intensif, 2 bulan) dan tahap lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung berat
ringannya penyakit. Penderita harus minum obat secara lengkap dan teratur sesuai
jadwal berobat sampai dinyatakan sembuh. Dilakukan tiga kali pemeriksaan ulang
dahak untuk mengetahui perkembangan kemajuan pengobatan, yaitu pada akhir
pengobatan tahap awal, sebulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan
(Biyanti, 2002)
Pengobatan TB Paru Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak,
tidak menderita TB) dan II (Terinfeksi TB/test tuberkulin (+), tetapi tidak
menderita
TB (gejala TB tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif)
memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau Directly
Observed Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek
dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan strategi DOTS, maka
proses penyembuhan TB dapat secara tepat. DOTS menekankan pentingnya
pengawasan terhadap penderita TB agar menelan obatnya secara teratur sesuai
ketentuan sampai dinyatakan sembuh (WHO, 2006)
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95%.
Strategi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TB.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a) komitmen politis dari para

Universitas Sumatera Utara


pengambil keputusan, termasuk dukungan dana, (b) diagnosa penyakit TB melalui
pemeriksaan dahak secara mikroskopis, (c), kesinambungan persediaan OAT jangka
pendek untuk penderita, dan (d) Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka
pendek, diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) (WHO, 2000).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya pendekatan yang
paling tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia. Pengobatan TB
tanpa didukung oleh kualitas dan persediaan OAT yang baik akan menyebabkan
kegagalan pengobatan dan Multi Drug Resistance yang dapat memperparah keadaan
penderita TB. OAT yang tersedia saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah
tablet yang cukup banyak dan dapat menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh
sebab itu banyak ahli berusaha untuk mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination
(FDC), yaitu kombinasi OAT dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dimana jumlah
kandungan masing-masing komponen sudah disesuaikan dengan dosis yang
diperlukan. Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat menyederhanakan
proses pengobatan, meminimalkan kesalahan pemberian obat, dan mengurangi efek
samping (WHO, 2003).
2.1.6. Evaluasi Program Penanggulangan TB Paru
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk
menilai keberhasilan pelaksanaan program. Pemantaun dilaksanakan secara berkala
dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam
pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan
perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih
lama,

Universitas Sumatera Utara


biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauhmana
tujuan
dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan
tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan
perencanaan

program.

Masing-masing

tingkat

pelaksana

program

(UPK,

Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan


kegiatan pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari
aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan
dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan
petugas pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem
pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar. Evaluasi
hasil kegiatan penanggulangan TB didasarkan pada indikator–indikator program
penanggulangan TB yang dilakukan pada tahap akhir program dilakukan. Indikator
merupakan alat yang paling efektif untuk melakukan evaluasi dan merupakan
variabel yang menunjukkan keadaan dan dapat digunakan untuk mengukur terjadinya
perubahan. Indikator yang baik harus memenuhi syarat – syarat tertentu antara
lain :
valid, sensitive dan specific, dapat dimengerti, dapat diukur dan dapat dicapai.
Indikator program Penanggulangan TB Paru dapat dianalisa dengan cara (1)
Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya
perbedaan, dan (2) Menganalisis kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu. Untuk
mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan’
(marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu

Universitas Sumatera Utara


seperti: Sahih (valid), Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), Dapat
dipercaya
(realiable), Dapat diukur (measureable), Dapat dicapai (achievable).
2.1.7. Indikator Keberhasilan Program TB Paru
Berdasarkan serangkaian kegiatan penanggulangan Tuberkulosis Paru yang
meliputi pencegahan, penemuan kasus dan pengobatan, maka berikut dapat
dijabarkan indikator keberhasilan Program TB paru, pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru

No
1.
2.

3.

4.

Indikator
Angka Penjaringan
Suspek
Proporsi pasien TB
paru BTA positif
diantara suspek
yang diperiksa
dahaknya
Proporsi pasien TB
paru BTA positif
diantara seluruh
pasien TB paru
Proporsi pasien TB
Anak diantara
seluruh pasien

5.

Angka Konversi

6.

Angka Kesembuhan

7.

Kesalahan
laboratorium

Daftar suspek
Data Kependudukan
Daftar suspek
Register TB
Kab/Kota Laporan
Penemuan

Triwulan

Pemanfaat Indikator
UPK Kab/ Prop Pu
Kota insi
sat



Triwulan

Kartu Pengobatan
Register TB
Kab/Kota Laporan
Penemuan
Kartu Pengobatan
Register TB
Kab/Kota Laporan
Penemuan
Kartu Pengobatan
Register TB
Kab/Kota Laporan
Konversi
Kartu Pengobatan
Register TB
Kab/Kota Laporan
Hasil Pengobatan
Laporan Hasil Uji
Silang

Triwulan

Triwulan

Sumber
Data

Waktu
Triwulan

Triwulan

Triwulan

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. (Lanjutan)

No

Sumber
Data

Indikator

Waktu

Pemanfaat Indikator
UPK Kab/ Prop Pu
Kota insi
sat



8.

Angka Notifikasi
Kasus

Laporan Penemuan
Data Kependudukan

Tahunan

9.

Angka Penemuan
Kasus

Laporan Penemuan
data perkiraan
jumlah pasien baru
BTA positif

Tahunan

10.

Angka
Keberhasilan
Pengobatan

Kartu Pengobatan
Register TB
Kab/Kota Laporan
hasil Pengobatan

Tahunan

Sumber : Kemenkes (2011)


Adapun penjelasan dari seluruh indikator tersebut adalah:
1) Angka Penjaringan Suspek :
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk
pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui
akses pelayanan dan upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan
memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).

Jumlah suspek yang diperiksa bisa didapatkan dari buku daftar suspek UPK
yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumah sakit, BP4 atau
dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung

Universitas Sumatera Utara


2) Proporsi Pasien TB BTA Positif Diantara Suspek.
Proporsi Pasien BTA (+) adalah persentase pasien BTA positif yang
ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini
menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan
menetapkan kriteria suspek.

3) Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif Diantara Semua Pasien TB Paru Tercatat.
Adalah persentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua
pasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan
pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang
diobati.

Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih
rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah dan kurang memberikan prioritas untuk
menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif).

Universitas Sumatera Utara


4) Proporsi Pasien TB Anak Diantara Seluruh Pasien TB
Adalah persentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB
Tercatat dengan rumus:

Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam
mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar
dari
15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis.
5) Angka Konversi (Conversion Rate)
Angka konversi adalah persentase pasien TB paru BTA positif yang
mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan
intensif. Angka konversi dihitung tersendiri untuk tiap klasifikasi dan tipe
pasien,
BTA postif baru dengan pengobatan kategori-1, atau BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori-2. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat
kecenderungan keberhasilan pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan
langsung menelan obat dilakukan dengan benar.
Rumus:

Universitas Sumatera Utara


Angka minimal yang harus dicapai adalah 80 %. Angka konversi yang tinggi
akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi pula. Selain dihitung angka
konversi pasien baru TB paru BTA positif, perlu dihitung juga angka konversi untuk
pasien TB paru BTA positif yang mendapat pengobatan dengan kategori dua.
6) Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien TB
BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien TB BTA
positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung tersendiri untuk pasien baru BTA
positif yang mendapat pengobatan kategori 1/pasien BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori 2. Angka ini dihitung untuk mengetahui keberhasilan program dan
masalah potensial, dengan rumus:

Angka minimal yang harus dicapai adalah 88%. Angka kesembuhan


digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan. Bila angka kesembuhan lebih
rendah dari 88%, maka harus ada informasi dari hasil pengobatan lainnya, yaitu
berapa pasien yang digolongkan sebagai pengobatan lengkap, default (drop-out atau
lalai), gagal, meninggal, dan pindah keluar. Angka default tidak boleh lebih dari
10%,
sedangkan angka gagal untuk pasien baru BTA positif tidak boleh lebih dari 4%
untuk daerah yang belum ada masalah resistensi obat, dan tidak boleh lebih besar
dari
10% untuk daerah yang sudah ada masalah resistensi obat. Selain dihitung angka

Universitas Sumatera Utara


kesembuhan pasien baru TB paru BTA positif, perlu dihitung juga angka kesembuhan
pasien TB paru BTA positif yang mendapat pengobatan ulang dengan kategori dua.
7) Kesalahan Laboratorium
Indikator kesalahan laboratorium menggambarkan mutu pembacaan sediaan
secara mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa pertama. Cara menilai
kesalahan pembacaan sediaan, yaitu:
Hasil
Pembacaan
sediaan di UPK

Hasil Pembacaan di laboratorium uji silang


Negatif 1-9 BTA/100
LP
Benar
KKNP

1+

2+

3+

KBNP

KBNP

KBNP

1-9 BTA/100 LP

KKPP

Benar

Benar

KG

KG

1+

KBPP

Benar

Benar

Benar

KG

2+

KBPP

KG

Benar
Benar

Benar

3+

KBPP

KG

KG

Benar

Benar

Negatif

Keterangan :
Benar
: Tidak ada kesalahan
KG
: Kesalahan Gradasi
Kesalahan Kecil
KKNP
: Kesalahan Kecil Positif Palsu
Kesalahan Kecil
KBNP
: Kesalahan Besar Negatif Palsu
Kesalahan Besar
KBPP
: Kesalahan Besar Positif Palsu
Kesalahan Besar
KG adalah perbedaan baca pada sediaan positf yaitu minimal 2 gradasi.
Kesalahan yang tidak dapat diterima ádalah sebagai berikut:
1. Setiap kesalahan besar negatif palsu (KBNP)
2. Setiap kesalahan besar positif palsu (KBPP)
3. > 3 kesalahan kecil negatif palsu

Universitas Sumatera Utara


Pada dasarnya kasalahan laboartorium dihitung pada masing-masing
laboratorium

pemeriksa,

di

tingkat

kabupaten/kota.

Kabupaten/kota

harus

menganalisa jumlah laboratorium pemeriksa yang ada di wilayahnya yang


melaksanakan uji silang, disamping menganalisa kesalahan pembacaan sediaan setiap
laboratorium baik pada PRM/PPM/RS/BP4 maupun UPK yang lain, supaya dap
atmengetahui

mutu

pemeriksaan

sediaan dahak

secara

mikroskopis.

Bagi

laboratorium yang memiliki kesalahan yang tidak dapat diterima, maka perlu
dilakukan tindakan perbaikan.
8) Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)
Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan
tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila
dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun
ke tahun di wilayah tersebut, dengan rumus:

Angka ini berguna untuk menunjukkan "trend" atau kecenderungan meningkat atau
menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.
9) Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR)
Adalah persentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dibanding

Universitas Sumatera Utara


jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case
Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada
wilayah tersebut,dengan rumus:

Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional


minimal 90%.
10) Angka Keberhasilan Pengobatan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien TB
BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan
lengkap) diantara pasien TB BTA positif yang tercatat. Dengan demikian angka ini
merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.

2.2.

Kinerja Petugas TB Paru


Kinerja (Job performance) sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai

penampilan kerja prestasi kerja. Kinerja merupakan kombinasi antara kemampuan


dan usaha, untuk menghasilkan kerja yang baik, seseorang harus memiliki
kemampuan, kemauan, usaha serta kegiatan yang dilaksanakan tidak mengalami
hambatan yang berat dalam lingkungannya. Kemauan dan usaha dapat menghasilkan
motivasi, kemudian setelah ada motivasi dapat menimbulkan kegiatan. Kinerja adalah
hasil yang dicapai atau prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu
pekerjaan dalam suatu organisasi. Kinerja organisasi adalah efektifitas organisasi

Universitas Sumatera Utara


secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok
yang berkenaan melalui usaha-usaha yang sistematik dan meningkatkan kemampuan
organisasi secara terus menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif.
Menurut Nawawi (1997) kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan
baik bersifat fisik (material) maupun non fisik (non material) dalam suatu tenggang
waktu tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja
adalah
prestasi kerja karena diartikan sebagai hasil pelaksanaan pekerjaan dalam periode
tertentu merupakan prestasi yang dicapai oleh karyawan terhadap target atau sasaran
yang telah ditentukan dengan berbagai persyaratannya, yang dibebankan kepada
karyawan tersebut, dan untuk mengetahui prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh
karyawan tersebut, tentunya harus dilaksanakan penilaian kinerja, yaitu dengan
membandingkan kinerja aktual dengan standar-standar yang telah ditetapkan.
Dari beberapa pengertian diatas, disimpulkan bahwa kinerja adalah proses
yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan suatu
fungsi pekerjaan dalam suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian indikator
pengukuran kinerja dapat dikembangkan dari hasil yang dicapai (kinerja hasil) dan
proses dalam mencapai hasil (kinerja proses).
Menurut Ilyas (2001) yang mengutip pendapat Gibson (1987) ada tiga faktor
yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan
organisasi.
1. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan
demografis. Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama

Universitas Sumatera Utara


yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis
mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.
2. Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi.
Variabel
ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap,
kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks yang sulit untuk diukur.
3. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu
terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain
pekerjaan.
Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2003) indikator kinerja
adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian
suatu kegiatan yang telah ditetapkan dengan dikategorikan dalam beberapa kelompok
antara lain :
a. Masukan (input) adalah sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan
dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya
sumber daya manusia, dana, material, waktu, dan lain sebagainya.
b. Keluaran (output) adalah sesuatu berupa produk /jasa (fisik dan atau non fisik)
sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dari program
berdasarkan masukan yang digunakan.
c. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah. Outcomes merupakan ukuran

Universitas Sumatera Utara


seberapa jauh setiap oleh masyarakat produk / jasa dapat memenuhi kebutuhan
dan harapan masyarakat.
d. manfaat (benefits) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan
langsung oleh masyarakat,dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses
oleh publik.
e. Dampak (impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial ekonomi, lingkungan
atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap
indikator dalam suatu kegiatan.
Indikator – indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat
mengidentifikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Penetapan
indikator harus didasarkan pada perkiraan yang nyata dengan memperhatikan tujuan
dan sasaran yang ditetapkan serta data dana pendukung yang harus diorganisasi.
Indikator kinerja yang dimaksud hendaknya 1) spesifik dan jelas, 2) dapat diukur
secara objektif, 3) relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai,dan 4)
tidak
bias.

2.3.

Manajemen P2 TB Paru
Manajemen program penanggulangan TB mempunyai tiga fungsi pokok yaitu

perencanaan, penggerakan, evaluasi, pengawasan dan pelatihan. Perencanaan


digunakan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada saat ini dan masa yang
akan datang dialokasikan dengan efektif dan efisien untuk mencapai tujuan P2TB.
Penggerakan merupakan suatu aktivitas untuk membuat semua petugas TB mau

Universitas Sumatera Utara


bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergerak untuk mencapai tujuan.
Pemantauan adalah pengamatan terus menerus terhadap masukan, waktu pelaksanaan
kegiatan P2 TB dan masalah – masalah yang timbul serta upaya mengatasinya.
Pengendalian merupakan kegiatan untuk mengikuti kemajuan pelaksanaan kegiatan
P2TB agar sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Hal ini dilakukan
oleh petugas TB dengan cara melakukan supervisi ke unit pelayanan kesehatan.
Evaluasi atau penilaian merupakan suatu cara yang sistematis untuk memperbaiki
kegiatan – kegiatan yang sedang berjalan serta untuk meningkatkan perencanaan
yang lebih baik dengan menyeleksi alternatif – alternatif tindakan yang akan
datang.
Evaluasi program dapat dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan program.
Evaluasi secara umum dibedakan atas tiga jenis yaitu:
a. Evaluasi pada tahap awal program
Evaluasi ini dilakukan pada saat merencanakan program. Evaluasi ini bertujuan
untuk meyakinkan bahwa rencana yang disusun benar – benar sesuai dengan
masalah yang ditemukan.
b. Evaluasi pada tahap pelaksanaan
Evaluasi ini dilakukan pada saat program dilaksanakan dan mempunyai tujuan
utama yaitu mengukur apakah program yang sedang dilakukan tersebut telah
sesuai dengan rencana atau tidak, apakah terjadi penyimpangan– penyimpangan.
c. Evaluasi pada tahap akhir program
Evaluasi ini dilakukan pada saat program telah selesai dilaksanakan. Tujuan
utama adalah mengukur keluaran (output). Tujuan evaluasi pada tahap akhir

Universitas Sumatera Utara


program

yaitu:

memperbaiki

manajemen

program,

mempertimbangkan

penyediaan dana, memperluas cakupan program, mengetahui hasil program,


sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan
perencanaan program yang akan datang. Hasil evaluasi akan memberikan
pengalaman mengenai hambatan atau pelaksanaan program yang lalu, dan
selanjutnya dipergunakan untuk memperbaiki kebijaksanaan dan pelaksanaan
program yang akan datang.

2.4. Koordinasi
Salah satu unsur penting dalam manajemen pelaksanaan program kesehatan
seperti program penanggulangan TB paru adalah koordinasi. Menurut Robbin (2006)
koordinasi adalah pengetahuan sekelompok orang secara teratur untuk menciptakan
kesatuan tindakan dalam mengusahakan tercapainya suatu tujuan bersama,
sedangkan menurut Sondang (2006) lebih lanjut menekankan bahwa koordinasi
dalam suatu organisasi akan tercapai melalui (1) Konfirmasi lengkap, (2) Pertemuan
berkala, (3) Pembentukan panitia gabungan, (4) Wawancara dengan bawahan/pihak
terlibat, dan (5) Memorandum berantai.
Koordinasi merupakan ilmu untuk mengatur saling ketergantungan dari
berbagai aktifitas untuk mencapai suatu tujuan. Ketergantungan dalam organisasi
tidak dapat dimanajemen tanpa komunikasi, apakah komunikasi horisontal dalam
bentuk penyesuaian bersama atau komunikasi vertikal dalam bentuk standarisasi atau
supervisi langsung, mekanisme koordinasi adalah standardisasi praktek kerja dan

Universitas Sumatera Utara


penyesuaian bersama. Penyesuaian bersama juga disebut integrasi horisontal,
melibatkan susunan struktural dan integrasi proses, yang didasarkan pada pemahaman
bersama ( Robbin, 2006).
Hasibuan

(2006)

berpendapat

bahwa:

“Koordinasi

adalah

kegiatan

mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen


dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi”.
Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada
satuan-satuan yang terpisah (departemen-departemen atau bidang-bidang fungsional)
pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif (Handoko
2003).
Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2006) berpendapat bahwa koordinasi
adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu
yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang
seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Berdasarkan seluruh pengertian di atas disimpulkan bahwa koordinasi
merupakan proses pengintegrasian tujuan dan aktivitas di dalam suatu perusahaan
atau organisasi agar mempunyai keselarasan di dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan, pengkoordinasian dimaksudkan agar para manajer mengkoordinir sumber
daya manusia dan sumber daya lain yang dimiliki organisasi tersebut. Kekuatan suatu
organisasi tergantung pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber
dayanya dalam mencapai suatu tujuan. Apabila dalam organisasi dilakukan

Universitas Sumatera Utara


koordinasi secara efektif maka ada beberapa manfaat yang didapatkan. Handoko
(2003) berpendapat bahwa Adapun manfaat koordinasi antara lain:
a. Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan terlepas satu sama lain, antara
satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam organisasi.
b. Menghindari suatu pendapat atau perasaan bahwa satuan organisasi atau pejabat
merupakan yang paling penting.
c. Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan antara bagian dalam
organisasi.
d. Menghindari terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap suatu aktifitas dalam
organisasi.
e. Menimbulkan kesadaran diantara para pegawai untuk saling membantu.
Hasibuan (2006) berpendapat bahwa koordinasi penting dalam suatu
organisasi, yakni:
a. Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percecokan, dan kekembaran atau
kekosongan pekerjaan.
b. Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan serta diarahkan untuk
pencapaian tujuan perusahaan.
c. Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan.
d. Supaya semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing individu pegawai
harus membantu tercapainya tujuan organisasi.
e. Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran yang
diinginkan.

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kompetensi Pengelola Program P2 TB Paru
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan
suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta
didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut (Wibowo, 2008).
Ruky (2003) mengutip pendapat Spencer & Spencer dari kelompok konsultan Hay &
Mac Ber bahwa kompetensi adalah “an underlying characteristic of an individual
that is casually related to criterion – referenced effective and/or superior
performance in a job or situation” (karakteristik dasar seseorang yang mempengaruhi
cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap segala situasi yang
dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia)
Menurut Boyatzis (Thoha, 2008), kompetensi didefenisikan sebagai
“kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat orang tersebut mampu
memenuhi apa yang diisyaratkan oleh pekerja dalam suatu organisasi sehingga orang
tersebut mampu mencapai hasil yang diharapkan Kompetensi adalah kemampuan dan
karakter yang harus dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya secara
profesional, efektif dan efisien (Depkes, 2008).
Ada lima karakteristik dasar yang mempengaruhi kompetensi seseorang,
menurut Spencer dan Spencer (Thoha, 2008), yaitu:
1) Motive, adalah konsistensi berfikir mengenai sesuatu yang diinginkan dan
dikehendaki oleh seseorang, sehingga menyebabkan suatu kejadian. Motif tingkah

Universitas Sumatera Utara


laku seperti mengendalikan, mengarahkan, membimbing dan memilih untuk
menghadapi kejadian atau tujuan tertentu.
2) Traits, adalah naluri yang secara konsisten dapat memberikan respon yang cepat
dan tepat terhadap keadaan atau informasi yang diterima, atau karakteristik fisik
dan tanggapan yang konsisten terhadap informasi atau situasi tertentu.
3) Self concept, adalah sikap perilaku, sistem nilai atau persepi diri atau
imajinasi
seseorang yang dianut dan dipercayai dapat menguatkan dan meyakinkan sesuai
dengan harapannya, serta dapat menuntun menjadi individu yang efektif
diberbagai lingkungan kerja, jika keyakinan tersebut didukung rasa percaya diri
yang besar.
4) Knowledge, yaitu sekumpulan informasi dan pengetahuan yang dimiliki seseorang
dalam bidang tertentu.
5) Skill, adalah kemampuan untuk mengerjakan atau menyelesaikan tugas –
tugasfisik atau mental tertentu secara nyata dilakukan.
Menurut Thoha (2008), kompetensi ada 3 (tiga) jenis yaitu : (1) kompetensi
teknis yang lebih menekankan kepada pencapaian efektifitas kerja, (2) kompetensi
perilaku (konsep diri, ciri diri dan motif individu), yang lebih menekankan kepada
perilaku produktif yang harus dimiliki dan diperagakan oleh petugas agar dapat
berprestasi, dan (3) kompetensi pengetahuan dan keterampilan individu yang lebih
ditujukan kepada pelatihan dan pendidikan. Pendidikan dan Pelatihan berdasarkan
kompetensi merupakan spesifikasi dari pengetahuan dan keterampilan serta

Universitas Sumatera Utara


penerapan dari pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam suatu pekerjaan atau
perusahaan atau lintas industri, sesuai dengan standar kinerja yang disyaratkan.
2.5.1

Pengetahuan (Knowledge)
Menurut Mustopadidjaja (2008), pengetahuan adalah informasi yang dimiliki

oleh seseorang dalam suatu bidang tertentu dan keterampilan adalah kemampuan
untuk melaksanakan tugas tertentu baik mental ataupun fisik. Pengetahuan dan
keterampilan sesungguhnya yang mendasari pencapaian produktivitas, pengetahuan
dan keterampilan termasuk faktor pembentuk kemampuan. Apabila seseorang
mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi akan memiliki kemampuan
(ability) yang tinggi pula sehingga akan membentuk kompetensi seorang
pegawai/pekerja (Sulistiyani & Rosidah, 2003). Pengetahuan merupakan informasi
yang dimiliki oleh seseorang, dan pengetahuan adalah komponen utama kompetensi
yang mudah diperoleh dan mudah diidentifikasikan (Thoha, 2008). Sulistiyani dan
Rosidah (2003) mengemukakan bahwa konsep pengetahuan lebih berorientasi kepada
intelejensi, daya pikir dan penguasaan ilmu serta luas sempitnya wawasan yang
dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian pengetahuan adalah merupakan akumulasi
hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun informal yang
memberikan kontribusi kepada seseorang didalam pemecahan masalah, daya cipta,
termasuk

dalam melakukan

atau

menyelesaikan

suatu

pekerjaan.

Dengan

pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi, seorang pegawai diharapkan
mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif. Notoatmodjo (2008)
berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

Universitas Sumatera Utara


orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behaviour). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan.
Menurut Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru atau berperilaku baru, maka dalam diri
orang tersebut telah terjadi proses yang berurutan yaitu : (1) Awareness
(kesadaran)
dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
stimulus atau objek. (2) Interest yaitu merasa tertarik terhadap suatu stimulus.
(3)
Evaluation yaitu menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
terhadap dirinya. (4) Trial dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. (5) Adoption yaitu dimana subjek
telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus. Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
yaitu :
1) Tahu (know), dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) tehadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

Universitas Sumatera Utara


dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya.
2) Memahami (comprehension), suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau mengerti harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang telah dipelajari.
3) Aplikasi (application), kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan
prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam
pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4) Analisis (analysis), suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja; dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis), suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasiformulasi yang ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan,

Universitas Sumatera Utara


meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusanrumusan
yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation), kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada.
2.5.2

Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang sifatnya masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, dalam kehidupan sehari-hari merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Notoatmodjo (2008)
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi baru merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap
itu
masih merupakan reaksi yang sifatnya masih tertutup, bukan merupakan reaksi
terbuka dan tingkah laku yang terbuka.
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2008) menjelaskan bahwa sikap
mempunyai 3 komponen pokok, yakni : (1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep
terhadap suatu objek. (2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap
suatu objek. (3) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen
ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam

Universitas Sumatera Utara


penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosional
memegang peranan yang sangat penting. Sikap terdiri dari beberapa tingkatan,
yaitu :
1) Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespons (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang tersebut
telah
menerima ide.
3) Menghargai

(Valuing),

mengajak

orang

lain

untuk

mengerjakan

atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi
sikap tingkat tiga.
4) Bertanggungjawab (Responsible), bertanggung jawab terhadap segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.5.3

Keterampilan atau Tindakan (Practice)


Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behaviour).

Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata diperlukan faktor


pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Disamping
faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain. Ada
empat
tingkatan dalam praktik atau tindakan, yakni :
1) Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

Universitas Sumatera Utara


2) Respon terpimpin (Guided Respons), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan
urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
3) Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan
benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah
mencapai praktik tingkat tiga.
4) Adaptasi (adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi sendiri tanpa
mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
bulan yang lalu (recal). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. Keterampilan adalah
kemampuan dan penguasaan teknis operasional mengenai bidang tertentu yang
bersifat kekaryaan, berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis yang diperoleh melalui
proses belajar dan berlatih. Dengan keterampilan yang dimiliki seorang pegawai
diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan secara produktif. (Sulistiyani dan
Rosidah, 2003).
.

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan cara langsung dan tidak langsung.

Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden


terhadap suatu objek.

Universitas Sumatera Utara


2.6.

Uraian Tugas Pengelola Program Tuberkulosis Paru


Petugas pengelola program TB paru adalah petugas yang bertangungjawab

dan mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan dan


evaluasi dalam program TB di Puskesmas. Adapun Tugas Pokok dan Fungsi Petugas
Program TB paru di Puskesmas yaitu : (Depkes RI, 2009)
a. Menemukan Penderita
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB paru,
antara lain
1. Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2. Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3. Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek Form Tb 06
4. Membuat sediaan hapus dahak
5. Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6. Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7. Membuat klasifikasi penderita
8. Mengisi kartu penderita
9. Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10. Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang
ditemukan.
b. Memberikan Pengobatan
1. Menetapkan jenis paduan obat
2. Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan

Universitas Sumatera Utara


3. Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita (form TB 01)
4. Menentukan PMO (bersama penderita)
5. Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6. Memantau keteraturan berobat
7. Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8. Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9. Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
c. Penanganan Logistik
1. Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2. Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3. Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
Tenaga pelaksana teknis laboratorium puskesmas adalah 1 (satu) orang
Pembantu analis atau lulusan SMA yang sudah diangkat menjadi pegawai negeri di
puskesmas yang bersangkutan yang mempunyai minat di laboratorium, kemudian
dilatih khusus dibidang labortorium. Apabila tidak memungkinkan dapat dilakukan
pelatihan dengan sistem modul, atau dengan training yang terpogram.
Adapun Tugas dan tanggung jawab tenaga pelaksana teknis laboratorium
puskesmas, antara lain:
1. Melaksanakan pelayanan laboratorium sesuai dengan pola kerja dan prosedur
kerja yang ditetapkan.

Universitas Sumatera Utara


2. Menjaga kebersihan dan kerapihan ruang tunggu loket penerimaan spesimen,
ruang kerja sepanjang hari.
3. Mengatur penyediaan alat tulis, formulir untuk penerimaan pasien.
4. Mengatur penyediaan peralatan untuk pengambilan atau pengumpulan spesimen,
seperti pot sputum, spuit, lanset, kapas, alkohol, tabung reaksi, kaca obyek dan
lain-lain.
5. Mengatur penyediaan peralatan untuk pemeriksaan, seperti pipet, reagen, lampu
spirtus dan formulir-formulir hasil.
6. Melayani pasien, mencatat identitas dan permintaan pemeriksaan yang
diperlukan.
7. Mengambil/mengumpulkan spesimen sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan yang
diminta.
8. Menangani pesimen sesuai dengan kebuuhan pemeriksaan.
9. Melakukan pemeriksaan dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur kerja
serta menjaga mutu hasil pemeriksaannya.
10. Mencatat hasil pemeriksaan, dan mengontrol dan mencek hasil pemeriksaan.
11. Bersama-sama

penanggung

jawab

laboratorium,

berusaha

mencari

dan

memecahkan persoalan-persoalan apabila ada hasil pemeriksaan yang kurang


baik.
12. Melaksanakan dan mencatat penyerahan hasil pemeriksaan.
13. Menangani, mengemas dan mengirimkan spesimen rujukan lengkap dengan serut
pengantar/berita acara.

Universitas Sumatera Utara


14. Mengambil

dan

mencatat

hasil

pemeriksaan

spesimen

rujukan

dan

menyampaikannya kepada yang berwenang atau berkepentingan.


15. Menjaga keamanan kerja maupun lingkungan kerja.
16. Meningkatkan

pelayanan

melalui

peningkatkan

kecepatan

kerja

tanpa

meninggalkan ketelitian dan keamanan.


17. Membimbing dan mengawasi tugas pembantu laboratorium.
18. Merawat dan memelihara peralatan laboratorium sesuai dengan petunjuk yang
digariskan.
19. Melaporkan hal-hal yang menyangkut pemeriksaan laboratorium yang perlu
segera dilaporkan kepada penanggung jawab laboratorium.
20. Menyusun usulan kebutuhan laboratorium untuk diajukan kepada penanggung
jawab laboratorium.
21. Membantu membuat reagen untuk keperluan laboratorium puskesmas.
Sedangkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan didalam gedung antara lain: (a)
terhadap spesimen yang dapat diperiksa sendiri, meliputi kegiatan, (b) Penerimaan
pasien, (c) Pengambilan/pengumpulan spesimen, (c) penanganan spesimen, (d)
Pencatatan hasil pemeriksaan, (e) Pengecekan/pengontrolan hasil pemeriksaan, (f)
Penyampaian hasil pemeriksaan terhadap spesimen yang harus dirujuk, meliputi :(1)
Pengambilan/pengumpulan spesimen, (2) Penanganan spesimen, (3) Pengemasan
spesimen, (4) Pengiriman spesimen, (5) Pengambilan hasil pemeriksaan, (6)
Pencatatan hasil pemeriksaan, (7) Penyampaian hasil pemeriksaan. Sedangkan
kegiatan di luar gedung puskesmas, meliputi (1) kegiatan di pos-pos pelayanan lain

Universitas Sumatera Utara


dalam wilayah puskesmas yang bersangkutan (puskesmas pembatu posyandu). Dapat
dilakukan bersama perawat/bidan, meliputi : (a) Melakukan tes screening HB, (b)
Melakukan pengambilan spesimen yang kemudian dikirim ke laboratorium
puskesmas, (2) Memberikan penyuluhan sehubungan dengan laboratorium dan (3)
kegiatan dilapangan dalam rangka program kesehatan lain, dapat dilakukan oleh
tenaga laboratorium bersama petugas lain dalam kegiatan bersangkutan.
Sesuai dengan pedoman Penanggulangan TB Paru, setiap petugas pengelola
program TB paru

perlu

ditingkatkan

kualitas

sumber

daya manusianya.

Pengembangan SDM adalah suatu proses yang sistematis dalam memenuhi


kebutuhan ketenagaan yang cukup dan bermutu sesuai kebutuhan. Proses ini meliputi
kegiatan penyediaan tenaga, pembinaan (pelatihan, supervisi, kalakarya/on the job
training), dan kesinambungan (sustainability). Tujuan Pengembangan Sumber Daya
Manusia dalam program TB adalah tersedianya tenaga pelaksana yang memiliki
keterampilan, pengetahuan dan sikap (dengan kata lain “kompeten”) yang diperlukan
dalam pelaksanaan program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang
sesuai dan pada waktu yang tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan
program TB nasional. Didalam bab ini istilah pengembangan SDM merujuk kepada
pengertian yang lebih luas, tidak hanya yang berkaitan dengan pelatihan tetapi
keseluruhan manajemen pelatihan dan kegiatan lain yang diperlukan untuk mencapai
tujuan jangka panjang pengembangan SDM yaitu tersedianya tenaga yang kompeten
dan profesional dalam penanggulangan TB (Depkes RI, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Ketenagaan dalam program penanggulangan TB memiliki standar-standar
yang

menyangkut

kebutuhan

minimal

(jumlah

dan

jenis

tenaga)

untuk

terselenggaranya kegiatan program TB di suatu unit pelaksana. Pada Unit Pelayanan


Kesehatan UPK) puskesmas yang terdiri dari (1) Puskesmas Rujukan Mikroskopis
dan Puskesmas Pelaksana Mandiri: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih
terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium, (2)
Puskesmas
satelit : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1
perawat/petugas TB, dan (3) Puskesmas Pembantu: kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri dari 1 perawat/petugas TB. Sedangkan jenis pelatihan
yang
wajib dalam program TB, terdiri dari : (1) Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas
(pre service training), dengan memasukkan materi program penanggulangan
tuberkulosis strategi DOTS`dalam pembelajaran/kurikulum Institusi pendidikan
tenaga kesehatan. (Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Farmasi dan lain-lain), (2) Pelatihan dalam tugas (in service
training), Dapat berupa aspek klinis maupun aspek manajemen program Pelatihan
dasar program TB (initial training in basic DOTS implementation),dan Pelatihan
lanjutan (continued training/advanced training): pelatihan untuk mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan program yang lebih tinggi (Depkes RI, 2009).
Penelitian kualitatif yang dilakukan Sahat P Manalu H dan Friskarini K
(2009) di Kabupaten Tangerang Banten, menjelaskan bahwa petugas kesehatan
sangat berperan terhadap keberhasilan penanggulangan TB Paru, dalam bentuk
penyuluhan, pendataan kasus TB Paru, serta membangun kerjasama melalui lintas

Universitas Sumatera Utara


sektor seperti kecamatan, kelurahan tentang stratgei pendekatan dengan masyarakat
dalam penanggulangan TB Paru.
Penelitian Samsuarsyah (2006) tentang Komitmen dan kinerja petugas
Pengelola TB- paru pada puskesmas Di Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok
Selatan, menjelaskan bahwa komitmen petugas pengelola TB paru sangat
berpengaruh terhadap hasil kerja penanggulangan TB Paru.
Penelitian Tirtana Tanggab B (2011), di Wilayah Jawa Tengah, menjelaskan
bahwa keteraturan dan lama berobat pasien Tuberkulosis Paru dengan Resistensi
Obat Tuberkulosis berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan.

2.7. Landasan Teori


Menurut Anderson dan Newman (1968) dalam Sarwono (2004), bahwa salah
satu faktor penting yang mempengaruhi pelayanan kesehatan adalah faktor petugas
kesehatan, mencakup karakteristik petugas kesehatan dan kompetensi petugas
kesehatan, termasuk didalam pelayanan imunisasi.
Menurut Ilyas (2006) yang mengutip pendapat Gibson (1987) beberapa faktor
yang mempengaruhi kinerja petugas adalah kemampuan, ketrampilan, latar belakang
pendidikan, motivasi kerja, sikap dan kepribadian, dukungan organisasi berupa
kompensasi, kebijakan, insentif, gaya kepemimpinan dan desain pekerjaan.
Menurut Hasibuan (2004) yang mengutip pendapat Keith dan Davis bahwa
kinerja pegawai atau petugas diberbagai instansi sangat dipengaruhi oleh kompetensi
(kemampuan dan ketrampilan) dan motivasi. Ada 3 (tiga) komponen variabel yang

Universitas Sumatera Utara


mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel
organisasi
dan variabel psikologis. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang
pada akhirnya berpengaruh pada kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas
pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat prestasi kerja petugas
pengelola program TB paru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam
program penanggulangan TB paru.
Menurut Wibowo (2008), kompetensi adalah suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap.
Menurut Thoha (2008), kompetensi ada 3 (tiga) jenis yaitu : (1) kompetensi
teknis, lebih menekankan kepada pencapaian efektifitas kerja, (2) kompetensi
perilaku (konsep diri, ciri diri dan motif individu), yang lebih menekankan kepada
perilaku produktif yang harus dimiliki dan diperagakan oleh petugas agar dapat
berprestasi, dan (3) kompetensi pengetahuan dan keterampilan individu, yang lebih
ditujukan kepada pelatihan dan pendidikan.
Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2006) berpendapat bahwa koordinasi
adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu
yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang
seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Koordinasi berhubungan dengan tugas untuk menyatukan usaha agar berhasil
dalam mencapai tujuan organisasi, adanya disparitas masing-masing tugas dalam

Universitas Sumatera Utara


organisasi cenderung timbul kekuasaan memisahkan diri dari tujuan organisasi secara
keseluruhan, maka dengan adanya koordinasi akan terdapat keselarasan aktivitas
diantara unit-unit atau bagian-bagian organisasi untuk mencapai tujuan organisasi
(Hasibuan, 2006).
Koordinasi adalah perwujudan kerjasama, saling membantu, menghargai serta
menggambarkan penghayatan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unsur
dalam organisasi. Artinya dengan adanya koordinasi maka akan berdampak terhadap
efektivitas kerja dan prestasi kerja (Malthis, 2004).
Koordinasi dalam penelitian ini adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh pengelola program TB paru dalam mensingkronkan dan menyelaraskan seluruh
konsep dan kegiatan yang dilakukan dalam upaya penanggulangan TB paru di
wilayah kerja puskesmas, baik koordinasi lintas program di puskesmas misalnya
koordinasi dengan program

penyuluhan kesehatan dan

program kesehatan

lingkungan, koordinasi dengan pimpinan misalnya memberikan laporan dan meminta


arahan dari pimpinan puskemas terkait dengan penanggulangan TB paru , maupun
koordinasi lintas sektoral misalnya bekerja sama dengan perangkat desa dalam
pelacakan dan penemuan kasus.

Universitas Sumatera Utara


2.8.

Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Independen

Variabel Dependen

KOORDINASI
Kinerja Pengelola Program
Penganggulangan TB Paru
KOMPETENSI
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai