Anda di halaman 1dari 8

I.

DEFINISI

Osteomyelitis adalah infeksi tulang dan sumsum tulang yang dapat timbul dari
inokulasi langsung oleh organisme penyebab (misalnya pada frasktur terbuka), atau berasal
dari penyebaran hematogen. Jadi infeksi pada osteomyelitis dapat terjadi secara :

1. Hematogen dari fokus yang jauh, seperti pada kulit dan tenggorok

2. Kontaminasi dari luar, seperti fraktur terbuka dan tindakan operasi tulang

3. Perluasan infeksi jaringan ke tulang di dekatnya

II. ETIOLOGI

Penyebab tersering dari osteomyelitis adalah Staphylococcus. Penyebab yang lain


seperti Streptococcus, Pneumococcus, Salmonella, jamur, dan virus. Keadaan yang
mendasari infeksi organisme tersebut antara lain :

1. Diabetes menyebabkan terjadinya infeksi pada kaki oleh organisme gram negatif
atau Staphylococcus aureus.

2. Septikemia Staphylococcus aureus (misalnya komplikasi dari kanula intravena


pada pasien-pasien yang dirawat).

3. Penyakit sickle cell anemia (infeksi dari Salmonella).

4. Imunosupresi (akibat virus) menjadi predisposisi terhadap terjadinya berbagai


infeksi lain.

5. Luka tusuk pada kaki dapat menyebabkan osteomyelitis pada kalkaneus, yang
disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa.

Umumnya infeksi terjadi pada tulang panjang seperti femur, tibia, fibula, humerus,
radius, dan ulna. Infeksi dimulai pada daerah metafisis. Teori terjadinya infeksi pada daerah
metafisis yaitu :

• Teori vaskuler

1
Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok dan membentuk sinus-sinus
sehingga menyebabkan aliran darah menjadi lambat. Aliran darah yang lambat pada
daerah ini memudahkan bakteri berkembang biak.

• Teori fagositosis

Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikuloendothelial. Bila


terjadi infeksi maka bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit matur di tempat ini.
Meskipun demikian, di daerah ini terdapat juga sel-sel fagosit imatur yang tidak dapat
memfagosit bakteri, sehingga beberapa bakteri yang tidak difagosit akan berkembang
biak di daerah ini.

III. KLASIFIKASI DAN PATOFISIOLOGI

Pembagian osteomyelitis yang umum dipakai yaitu :

1. Osteomyelitis primer

Disebabkan oleh penyebaran secara hematogen dari tempat lain. Osteomyelitis


primer dibagi menjadi osteomyelitis hematogen akut dan kronik.

2. Osteomyelitis sekunder (osteomyelitis perkontinuitatum)

Disebabkan oleh penyebaran kuman dari daerah sekitarnya, seperti bisul dan luka.

 Osteomyelitis hematogen akut

Kelinan ini sering ditemukan pada anak-anak, dan sangat jarang pada orang dewasa.

Patofisiologi :

Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus tempat lain dalam tubuh pada fase
bakteriemia dan dapat menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk
ke dalam juksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya
terjadi hyperemia dan edema di daerah metafisis disertai pembentukan pus.
Terbentuknya pus dalam tulang dimana jaringan tulang tidak dapat berekspansi akan
menyebabkan tekanan dalam tulang bertambah. Peninggian tekanan dalam tulang
2
mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah
tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping proses yang
disebutkan diatas, pembentukan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam
periosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak), sehingga terbentuk suatu
lingkungan tulang yang disebut involukrum dengan jaringan sekuestrum di dalamnya.
Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua. Apabila pus menembus tulang maka
terjadi aliran pus (discharge) dari involukrum keluar melalui lubang yang disebut
kloaka atau melalui sinus dari jaringan lunak dan kulit.

 Osteomyelitis kronis

Bila osteomyelitis akut tidak diobati secara efektif maka prosesnya berlanjut menjadi
osteomyelitis kronis. Osteomyelitis kronis dapat pula terjadi setelah fraktur terbuka
atau tindakan operasi pada tulang.

Patofisiologi :

Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang menghambat resolusi


dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang. Sekuestrum ini merupakan
benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan
sinus (pada kulit). Infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang
membentuk abses tulang kronik yang disebut “abses brodie”.

Daerah penyebaran osteomyelitis antara lain :

 Penyebaran kearah korteks, membentuk abses subperiosteal dan sellulitis pada


jaringan sekitarnya.

 Penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. Abses dapat


menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel. Abses dapat menyumbat
atau menekan aliran darah ke tulang dan menyebabkan kematian (sekuester).

 Penyebaran kearah medulla.

3
 Penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya intraartikuler
misalnya sendi panggul pada anak-anak. Jarang terjadi penetrasi ke epifisis.

IV. GEJALA KLINIS

 Gejala osteomyelitis hematogen akut :

- Gejala-gejala umum : panas tinggi, malaise, anoreksia

- Nyeri tulang sekitar sendi

- Gangguan fungsi anggota gerak yang bersangkutan

- Pembengkakan lokal dan nyeri tekan

 Gejala osteomyelitis kronis :

- Nyeri tidak terlalu berat

- Anggota gerak yang terkena tampak merah dan oedem

- Keluar cairan dari luka atau sinus setelah operasi

- Kadang-kadang disertai demam

V. GAMBARAN RADIOLOGIS

• Osteomyelitis pada tulang panjang

Kelainan tulang yang dilihat pada foto rontgen biasanya baru dapat dilihat pada hari
ke 10-14 setelah infeksi. Tanda pertama yang dapat dilihat adalah adanya
pembengkakan jaringan lunak dekat tulang yang terkena (soft tissue swelling). Bila
4
tidak diobati maka tampak daerah radioluscent terutama di daerah metafisis. Periost
terangkat yang disebabkan oleh penyebaran infeksi melalui medulla ke korteks.
Daerah radioluscent ini menyebar kemana-mana di dalam shaft bone tetapi tidak
pernah menyebrangi epiphyseal plate.

Pada fase yang kronis akan terbentuk sekuester yang terlihat sebagai butir-butir kecil
osteosklerotik dari tulang yang mati yang dikelilingi bagian radioluscent oleh karena
resorbsi tulang. Selain itu, terdapat cloaca dan involukrum (pembungkus tulang yang
lama), yang terbentuk karena reaksi untuk membentuk tulang baru yang sebelumnya
ditempati oleh eksudat dibawah periost.

Bila foto pertama belum terlihat kelainan tulang, sedangkan klinis dicurugai
osteomyelitis, maka sebaiknya foto diulang 1 minggu kemudian.

• Osteomyelitis pada vertebra

Pada stadium awal tampak tanda-tanda destruksi tulang yang menonjol, selanjutnya
terjadi pembentukan tulang baru yang terlihat sebagai sclerosis. Lesi dapat berawal di
bagian sentral atau tepi korpus vertebra. Pada lesi yang berawal di tepi korpus
vertebra, discus cepat mengalami destruksi dan sela discus akan menyempit. Dapat
timbul abses paravertebra yang terlihat sebagai bayangan berdensitas jaringan lunak
sekitar lesi. Abses ini lebih mudah dilihat di daerah thoracal, karena kontras dengan
paru-paru. Di daerah lumbal lebih sukar dilihat, tanda yang penting adalah bayangan
psoas menjadi kabur.

• Osteomyelitis pada tulang pelvis

Paling sering terjadi di tulang ilium dan meluas ke sendi sacro-iliaca. Pada foto
terlihat gambaran destruksi tulang yang luas, bentuk tidak teratur, biasanya disertai
sekuester yang multiple. Sering terlihat sclerosis pada tepi lesi. Secara klinis sering
disertai abses dan fistula.

5
• Abses brodie

Abses ini bersifat kronis, biasanya ditemukan dalam spongiosa tulang dekat ujung
tulang. Bentuk abses biasanya bulat atau lonjong dengan pinggiran sklerotik, kadang-
kadang terlihat sekuester. Abses tetap terlokalisasi dan kavitas dapat secara bertahap
terisi jaringan granulasi.

• Osteomyelitis sclerosing garre

Suatu osteomyelitis sub akut, terdapat kavitas yang dikelilingi oleh jaringan sklerotik
pada daerah metafisis dan diafisis tulang panjang. Pada foto terlihat adanya kavitas
yang difus dan dikelilingi oleh jaringan tulang yang sklerotik.

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

1. Foto polos

Tampak normal hingga 10 hari (2 minggu) setelah infeksi. Tanda awal berupa
pembengkakan jaringan lunak. Tulang yang terinfeksi akan kehilangan detailnya dan
menjadi tidak berbatas jelas dengan reaksi periosteal (yaitu suatu periost yang
terangkat oleh pus yang kemudian akan membentuk tulang baru dibawahnya).

Pada osteomyelitis kronis dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis dan sclerosis
tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin adanya sekuestrum.

2. CT Scan

Mendeteksi massa jaringan lunak dan sekuestrum yang disebabkan oleh osteomyelitis.

3. MRI

Suatu teknik yang sensitif dalam mendeteksi infeksi.

4. Pemeriksaan radioisotop / pemindaian isotop tulang

Dengan menggunakan technetium, gallium, atau sel-sel darah putih yang telah
ditandai. Semuanya dapat menunjukkan peningkatan aktifitas walaupun tidak spesifik.

6
5. Ultrasonografi

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya efusi pada sendi.

VII.DIAGNOSA BANDING

a. Tumor ganas primer tulang (osteosarkoma)

Seperti halnya osteomyelitis, osteosarkoma biasanya mengenai metafisis tulang


panjang, sehingga pada stadium dini sulit dibedakan dengan osteomyelitis. Pada
stadium lanjut di osteosarkoma dapat ditemukan pembentukan tulang yang lebih
banyak serta adanya infiltrasi tumor yang disertai penulangan patologik ke dalam
jaringan lunak. Selain itu, dapat ditemukan segitiga Codman.

b. Ewing’s sarcoma

Tampak destruksi tulang yang bersifat infiltratif. Reaksi periosteal kadang-kadang


menyerupai kulit bawang yang berlapis-lapis dan tampak massa jaringan lunak yang
besar.

c. Arthritis supuratif akut

d. Sellulitis

VIII. KOMPLIKASI

• Kontraktur sendi

• Fraktur patologi

• Kerusakan epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan


7
• Keganasan pada jaringan epidermis (karsinoma epidermoid)

• Penyakit amiloid

DAFTAR PUSTAKA

1. Palmer P.E.S, dkk. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Cetakan IV.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995.

2. Armstrong Peter/ Wastie Martin L. Pembuatan Gambar Diagnostik. Edisi ke-2.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

3. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai