Anda di halaman 1dari 44

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi ini bahwa, tatanan
kehidupan manusia semakin melaju dengan pesatnya. Tatanan kehidupan modern
memungkinkan munculnya berbagai konsep penelitian yang bersinergi dengan
berbagai gejala kehidupan modern tersebut dengan serasi. Penelitian tersebut, dapat
bermacam-macam sesuai dengan keinginan dari para peneliti yang akan melakukan
penelitian. Salah satunya adalah penelitian kebijakan yang dapat disebut sebagai
penelitian ilmiah karena didukung dari berbagai teori yang ada.
Penelitian kebijakan, termasuk ke dalam kelompok penelitian terapan atau
didalam lingkup penelitian sosial yang dalam aplikasinya mengikuti prosedur umum
penelitian yang berlaku, disertai dengan sifat spesifiknya. Secara sederhana
penelitian kebijakan dapat didefinisikan sebagai kegiatan penelitian yang dilakukan
untuk mendukung kebijakan. Oleh karena sifatnya mendukung kebijakan, maka
penelitian ini bersifat khas, namun tidak berarti mengada-ada. Ann Majchrzak
(1984) mendefinisikan penelitian kebijakan sebagai proses penyelenggaraan
penelitian untuk mendukung kebijakan atau analisis terhadap masalah -masalah sosial
yang bersifat fundamental secara teratur untuk membantu pengambil kebijakan
memecahkan dengan jalan menyediakan rekomendasi yang berorientasi pada
tindakan atau tingkah laku pragmatik. Oleh karena sifatnya berorientasi kepada
tingkah laku pragmatik, maka yang perlu dihasilkan oleh peneliti kebijakan adalah
bukan terletak pada hingga mana bobot ilmiah sebuah hasil penelitian, namun hingga
mana hasil penelitian punya aplikabilitas atau kemamputerapan dalam rangka
memecahkan masalah sosial.[1]
Oleh karena itu, penelitian kebijakan berorientasi kepada fokus, maka
pengkajian atau penelitian mengenai rendahnya kualitas pendidikan, misalnya, akan
dititik beratkan kepada fokus mana kualitas guru, kualitas proses belajar mengajar
dan sebagainya. Jika penelitian kebijakan difokuskan kepada kualitas proses belajar
mengajar, misalnya, maka fokus kajian dapat menyangkut masalah yang luas,
seperti: a) Intensitas proses belajar siswa di kelas, b) Intensitas proses belajar siswa
di luar kelas, c) Kualitas guru dalam mengajar, d) Kualitas interaksi guru dengan
siswa, e) Kualitas interaksi guru dengan siswa kualitas jaringan -jaringan belajar, f)
Kualitas menu sajian dalam proses belajar mengajar, g) kualitas kegiatan
ekstrakurikuler yang mendukung kegiatan inti di lembaga pendidikan.[2]
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa, penelitian kebijakan ini
berfokus pada gejala sosial, yang salah satunya adalah menyangkut tentang
pendidikan bahkan pada pemerintahan pun dikatakan sebagai gejala sosial. Dari
gejala tersebut yang selalu muncul ke permukaan pada era sekarang ini.
Makalah ini membahas tentang Penelitian Kebijakan secara umum. Agar
pembahasan tidak melebar maka penyusun memberikan batasan -batasan sebagai
berikut:
1. Pengertian Penelitian Kebijakan
2. Urgensi dan Fokus Penelitian Kebijakan
3. Karakteristik Penelitian Kebijakan.
4. Metode Penelitian Kebijakan.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Penelitian Kebijakan
Istilah lain dari penelitian adalah riset. Riset berasal dari bahasa
inggris research, research yang berasal dari kata re (kembali) dan search(mencari).
Secara etimologi penelitian berarti "mencari kembali" yaitu mencari fakta-fakta baru
yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah teori untuk memperdalam dan
memperluas ilmu tertentu. Setiap ilmuwan baik eksakta maupun sosial dalam
melakukan penelitian harus didasari dengan adanya rasa keingintahuan. Rasa ingin
tahu itu dapat menimbulkan keinginan mereka dalam melakukan penelitian untuk
memperdalam dan memperluas ilmu yang ditekuni.[3] Sedangkan menurut I Made
Wiratha (2006:76), penelitian adalah sebagai kegiatan pengumpulan, pengolahan,
analisis dan penyajian data secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu
persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip
umum.”
Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa
Inggris. Kata policy diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan
mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan, partai
politik, dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai pernyataan-pernyataan
mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis.[4] Dengan
demikian, kebijakan merupakan suatu ketetapan yang memuat prinsip -prinsip untuk
mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam
mencapai tujuan tertentu.
James E. Anderson memberikan pengertian kebijakan sebagai serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah
tertentu.[5] Lebih jelas lagi, James E. Anderson menyatakan bahwa yang dimaksud
kebijakan adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan -badan dan pejabat-
pejabat pemerintah. Pengertian ini, menurutnya, berimplikasi: (1) bahwa kebijakan
selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada
tujuan, (2) bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan
pejabat-pejabat pemerintah, (3) bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar
dilakukan oleh pemerintah, (4) bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti
merupakan beberapa bentuk tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu
atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah unt uk tidak
melakukan sesuatu, (5) bahwa kebijakan, dalam arti positif, didasarkan pada
peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa (otoritatif).[6]Dalam
pengertian ini, James E. Anderson menyatakan bahwa kebijakan selalu terkait
dengan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan di sini
tidak dipersepsikan dari sudut pandang politik pemerintah, melainkan kebijakan
sebagai objek studi.
Dengan demikian, bahwa penelitian kebijakan merupakan salah satu dari jenis
penelitian deskriptif. Suharsimi Arikunto dalam bukunya Manajemen Penelitian
memberikan batasan pengertian tentang penelitian deskriptif, yaitu Penelitian
deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya
menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu variable, gejala atau keadaan.
Memang ada kalanya dalam penelitian ingin juga membuktikan dugaan tetapi tidak
terlalu lazim. Yang umum adalah bahwa penelitian deskriptif tidak dimaksudkan
untuk menguji hipotesis.
Akan tetapi jika kita menyinggung kata penelitian maka hal ini akan bersentuhan
dengan sesuatu yang bernuansa ilmiah. Jadi dapat dinyatakan bahwa penelitian
kebijakan hadir untuk mengilmiahkan kebijakan atau menghasilkan kebijakan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dalam batas -batas yang tidak
berbenturan keras dengan political will atau lingkungan sosial politik disuatu
Negara.
2. Urgensi Dan Fokus Penelitian Kebijakan
Para perumus kebijakan merumuskan kebijakan atas dasar prioritas yang paling
urgen, khususnya yang berkenaan dengan pemecahan masalah sosial atau pun
masalah publik. Semakin kompleks dan luas tugas -tugas keorganisasiannya, maka
semakin banyak pula masalah yang dihadapi, sehingga tidak dapat dipecahkan
sendiri tanpa pendapat atau informasi yang memadai, baik kuantitatif maupun
kualitatif.
Kegiatan penelitian kebijakan diawali dengan pemahaman yang menyeluruh
terhadap masalah publik, seperti kekurangan nutrisi, kemiskinan, ledakan penduduk,
urbanisasi, inflasi, kerawanan sosial dan lain-lain, dilanjutkan dengan pelaksanaan
penelitian untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Kegiatan akhir dari
penelitian kebijakan adalah merumuskan rekomendasi pemecahan masalah untuk
disampaikan kepada pembuat kebijakan.[7] Tapi, kebanyakan hanya membuat
kebijakan tanpa memberi solusi untuk dapat mengatasi dari permasalahan dari
kebijakan tersebut.
Sebagaimana yang dipaparkan Sudarwan Danim, Penelitian kebijakan (policy
research) secara spesifik ditujukan untuk membantu pembuat kebijakan
(policymaker) dalam menyusun rencana kebijakan, dengan jalan memberikan
pendapat atau informasi yang mereka perlukan untuk memecahkan masalah yang kita
hadapi sehari-hari. Dengan demikian, penelitian kebijakan merupakan rangkaian
aktifitas yang diawali dengan persiapan peneliti untuk mengadak an penelitian atau
kajian, pelaksanaan penelitian, dan diakhiri dengan penyusunan rekomendasi.
Selain itu penelitian kebijakan juga dipersepsikan sebagai:
a. Basic social research; yakni penelitian kebijakan harus dilaksanakan secara sesuai
prosedur kerja ilmiah.
b. Technical social researh; yakni bahwa penelitian kebijakan harus mampu
merumuskan kebijakan-kebijakan strategis yang dapat dikembangkan instrumen-
instrumen teknisnya.
c. Policy research harus menghasilkan kebijakan publik.
Komprehensif yakni penelitian kebijakan harus menjangkau seluruh variabel
yang terkait dan relevan dengan persoalan yang sedang dikaji untuk dirumuskan
kebijakan penyelesaiannya.
Berdasarkan paparan di atas dapat dinyatakan bahwa penelitian kebijakan harus
dipersepsi dari sisi kemanfaatannya. Walaupun sebuah penelitian semestinya
bernuansa ilmiah, namun penelitian kebijakan kiranya belum perlu dipersepsikan
sebagai kajian ilmiah atau tidak, melainkan harus dilihat dari kemanfaatannya bagi
pemecahan masalah sosial atau masalah publik. Tentu saja jika rekomendasai yang
dihasilkan oleh peneliti kebijakan dapat diimplementasikan oleh pembuat kebijakan
dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
Penelitian kebijakan memiliki sifat yang sangat khas. Kekhasan peneli tian ini
terletak pada fokusnya. Sudarwan Danim menjelaskan fokus penelitian kebijakan
secara umum adalah: berorientasi kepada tindakan untuk memecahkan masalah
sosial yang unik, yang jika tidak dipecahkan akan memberi efek negatif yang sangat
luas. Tidak ada ukuran pasti mengenai luas atau sempitnya suatu masalah sosial.
Sebagai contoh tentang analisis kebijakan yaitu, rendahnya kualitas pendidikan dapat
dipersepsi dari banyak sisi yang menyebabkan rendahnya kualitas itu, seperti:
Kualitas guru, Kualitas proses belajar mengajar, Kualitas kurikulum, Ketersediaan
sarana dan prasarana pendidikan serta sumber belajar, Kualitas raw input lembaga
pendidikan, Kondisi lingkungan sosial budaya dan ekonomi.
Oleh karena penelitian kebijakan berorientasi kepada fokus, maka pengkajian
atau penelitian mengenai rendahnya kualitas pendidikan, misalnya, akan
dititikberatkan kepada fokus mana kualitas guru, kualitas proses belajar mengajar
dan sebagainya. Jika penelitian kebijakan difokuskan kepada kualitas proses belajar
mengajar, misalnya, maka fokus kajian dapat menyangkut masalah yang luas,
seperti: Intensitas proses belajar siswa di kelas, Intensitas proses belajar siswa di
luar kelas, Kualitas guru dalam mengajar, Kualitas interaksi guru dengan siswa,
Kualitas jaringan-jaringan belajar, Kualitas menu sajian dalam proses belajar
mengajar, Kualitas kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung kegiatan inti di
lembaga pendidikan.[8]
Akan tetapi jika penelitian kebijakan dikhususkan dalam dunia pendidikan, maka
James H.Mc Millan berpendapat bahwa fokus penelitian kebijakan adalah Policy
analyses focus on (1) policy formulation, especially deciding wh ich educational
problems to address; (2) implementations of programs to carry out policies; (3)
policy revision; and (4) evaluation of policy effectiveness and/or efficiency. A
program can be analyzed as separate from a policy or it can be defined as a spe cific
means adopted for carrying out a policy.
Dari dua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa fokus penelitian kebijakan
pada dasarnya adalah beorientasi pada solusi dari permasalahan yang muncul akibat
diterapkannya sebuah kebijakan.
3. Karakteristik Penelitian Kebijakan
Setiap jenis penelitian tentu memiliki karakteristik masing -masing. Demikian
juga dengan penelitian kebijakan. Kekhususan karakteristik penelitian kebijakan
terutama pada proses kerjanya. Menurut Ann Majchrzak sebagaimana yang dikutip
Sudarwan Danim dalam bukunya Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, karakteristik
penelitian kebijakan adalah sebagai berikut:
a. Fokus penelitian bersifat multidimensional atau banyak dimensi
Maksudnya yang dalam terminology penelitian tradisional sering disebut pendekatan
antar lintas bidang. Kebijakan public secara tipikal dimaksud untuk memecahkan
masalah-masalah sosial yang kompleks yang munculnya disebabkan banyak dimensi
faktor, efek dan peristiwa. Sebagai contoh mobilitas pembangunan sekolah dasar
inpres tidak dapat di pelajari dari satu sisi saja misalnya, dari sisi calon siswa
mobilitas ini harus dikaji dari banyak focus, seperti : Calon siswa dan
penyebarannya, Sarana transportasi, Keamanan, Kesehatan dan kenyamaan (dilihat
dari segi bahaya becana alam, pencemaran, dll.), Jumlah kebutuhan guru dan
persyaratannya, Sarana pendukung lain seperti sarana kesehatan dan olahraga ser ta
sarana ibadah, Tempat hunian guru dari luar daerah.[9] Fokus multidimensional ini
sangat bermanfaat bagi pengkajian terhadap masalah yang kompleks. Artinya,
masalah-masalah sosial yang kompleks itu dipersepsi dari banyak sisi.
b. Orientasi penelitian bersifat empiris-induktif
Maksudnya penelitian ini diawali dengan pemahaman terhadap masalah -masalah
sosial dan usaha-usaha empiris untuk menyusun konsep dari teori-teori kausal
sebagai kajian dari perkembangan masalah-masalah sosial. Alasan induktif adalah
cara berfikir untuk memberi alasan yang dimulai dengan pernyataan -pernyataan
efektif yang spesifik untuyk menyusun suatu argumentasi yang bersifat umum.
Alasan secara induktif banyak digunakan untuk menjajaki aturan -aturan alamiah dari
suatu fenomena misalnya dari pengamatan bahwa ikan ada mulut, kodok ada mulut,
kuda ada mulut, burung ada mulut maka ditarik kesimpulan binat ang ada mulut.
c. Berfokus pada variabel-variabel Lunak
Maksudnya untuk mewujudkan penelitian kebijakan yang benar-benar menghasilkan
orientasi tindakan dan rekomendasi-rekomendasi yang dapat implementasikan,
penelitian harus terfokus pada aspek-aspek masalah sosial yang terbuka untuk
mempengaruhi dan menginterprensi. Variabel-variabel yang terbuka untuk
mempengaruhi dan menginterfrensi disebut variabel lunak. Tidak ada cara yang pasti
untuk menentukan apakah sebuah variabel tentu bersifat lunak atau tidak . Cara yang
paling mungkin adalah dengan Tendensi focus primernya. contohnya penelitian
kebijakan tentang mobilitas pembangunan pemukiman mempunyai tendensi focus
primer kepindahan segera atau alasan-alasan mengapa keluarga memutuskan untuk
pindah. Penelitian kebijakan yang berfokus pada variabel-variabel lunak memberikan
sumbangan yang lebih besar bagi dihasilkannya produk penelitian yang berguna dan
rekomendasi-rekomendasi yang dapat di implementasikan, kerja penelitian kebijakan
hanyalah pekerjaan yang sia-sia.
d. Berorientasi kepada Pemakai Hasil Studi
Penelitian kebijakan dimaksudkan untuk merespon kebutuhan calon pemakai hasil
studi. Karakteristik kritis penelitian kebijakan adalah mengidentifikasi dan mengenal
calon pemakai hasil studi (study user), hal ini merupakan fase tersendiri dalam
keseluruhan proses kerja penelitian kebijakan. Pemakai hasil studi kebijakan banyak
dan bervariasi, bisa dalam bentuk individu/kelompok dan bisa juga dalam bentuk
lembaga/organisasi. Oleh karena itu, beberapa hal yan g harus di identifikasi atau
dikenal oleh peneliti kebijakan berkenaan dengan study user adalah : a) Status
lembaga pemakai, b) Peran yang ditampilkan oleh lembaga pemakai, c) Harapan -
harapan lembaga pemakai mengenai hasil akhir studi (biasanya diketahui m elalui
diskusi awal untuk merumuskan masalah penelitian, d) Karektiristik
individu/kelompok pemakai, Kepribadian dan asumsi-asumsi individu/kelompok
pemakai, Disposisi kebutuhan individu/kelompok pemakai, e) Mensyaratkan Kerja
Sama.[10]
Berdasarkan paparan diatas, maka langkah-langkah penelitian kebijakan
menurut Ann Mjchrzak (1984), bahwa lima langkah penelitian kebijakan s ebagai
berikut: a) Persiapan, b) Konseptualisasi studi, c) Analisis teknikal, d) Perumusan
rekomendasi, e) Mengkomunikasikan hasil studi.
Kelima langkah ini sangat esensial dalam usaha mewujudkan penelitian
kebijakan yang berhasil. Informasi yang diperlukan untuk persiapan studi, berupa
kondisi lingkungan sosio-politik harus diidentifikasi, demikian juga masalah-
masalah sosial lokal yang bersifat khas. Pendekatan harus dirancang secara baik,
rekomendasi yang dibuat harus dianalisis ulang untuk kemungkinan d imodifikasi,
hasil penelitian harus dikomunukasikan secara tepat. Dan dapat dinyatakan bahwa
nilai special karakteristik penelitian kebijakan adalah pada penekanan -penekanan
khusus dari masing-masing karakteristik tersebut serta kepaduannya.
4. Metode Penelitian Kebijakan
Pada dasarnya penelitian kebijakan merupakan penawaran kompromi, terutama
antara peneliti dengan klien atau stakeholder. Menurut Coleman sebagaimana yang
dikutip Sudarwan Danim dalam bukunya Pengantar Studi Penelitian Kebijakan
bahwa dikarenakan penelitian kebijakan beroperasi pada batas metodologi penelitian
pada umumnya (terutama penelitian ilmu-ilmu sosial), maka tidak ada metodologi
tunggal, metodologi yang komprehensif untuk melaksanakan analisis teknikal dari
penelitian kebijakan.
Masih bersumber dari buku yang sama, Sudarwan Danim menyatakan bahwa
ada beberapa metode penelitian kebijakan, yaitu: Sintesis terfokus, Analisis data
sekunder, Eksperimen lapangan, Metode kualitatif, Metode Survei, Penelitian kasus,
Analisis biaya-keuntungan, Analisis keefektifan biaya, Analisis kombinasi,
Penelitian tindakan dan Metode Sintesis Terfokus.
Dengan demikian, metode penelitian kebijakan, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Metode Analisis Data Sekunder
James H.Mc Millan memaparkan bahwa metode analisis data sekunder
ialah Secondary analysis is the analysis and reanalysis of existing databases.
However, the policy questions or decision models that guide the reanalysis differ
from the traditional research question in a meta-analysis study. Rather than
examining the databases to determine the state of knowledge about the effect size of
a single educational practice, the policy analysis generates different policy models
and questions from which to examine the databases.
Kutipan di atas jika diterjemahkan secara bebas maka analisis sekunder adalah
analisis dan reanalisis database yang ada. Namun, pertanyaan kebijakan atau
keputusan yang memandu reanalisis model lain dari pertanyaan penelitian tradisional
dalam studi meta-analisis. Alih-alih memeriksa database untuk menentukan keadaan
pengetahuan tentang ukuran pengaruh praktik pendidikan tunggal, analisis kebijakan
menghasilkan model kebijakan yang berbeda dan pertanyaan -pertanyaan berdasarkan
database untuk memeriksa database.
Selain itu Sudarman Danim juga menyatakan bahwa Metode analisis data
sekunder sebegitu jauh dikatakan sebagai metode yang dilihat dari dimensi biaya
paling efisien. Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan -pertanyaan penelitian
kebijakan. Tidak terdapat ketentuan pasti mengenai pada jenjang mana data tersebut
dikatakan sebagai data sekunder. Untuk memudahkan pemahaman mengenai
perbedaan antara data primer dengan data sekunder dapat dijelaskan, bahwa setiap
data yang bukan diperoleh dari sumber utamanya disebut dengan data sekunder.
Dari dua kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa metode analisis data sekunder
hanya mungkin dilakukan jika data dasar yang diinginkan diperoleh secara
mencukupi. Apabila tidak mencukupi maka perlu membangun data dasar baru (new
database) yang diseleksi dari kombinasi data dasar yang berbeda. Jika data dasar
tidak tersedia, peneliti harus memakai metode lain.
b. Metode Eksperimen Lapangan
Metode Eksperimen Lapangan yaitu Field experiments and quasi-experiments
investigate the effect or change as a result of policy implementation. Because
experimental approaches attempt to explain existing educational conditions, the
result may not be useful in projecting into the future. Policy conditions may be so
dynamic that the result are confined to that particular period of implementation.
Berdasarkan kutipan di atas dapat dinyatakan bahwa tujuan metode ini adalah
untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara pengeksposan
satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kondisi perlakuan dan
membandingkan hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak
dikenai kondisi perlakuan.
c. Metode Kualitatif
Beberapa bentuk metode kualitatif yang digunakan untuk mencari data primer
dalam penelitian ini antara lain wawancara, observasi dan kelompok terfokus.
Kelompok terfokus ialah salah satu jenis teknik yang dapat dipakai, dimana individu
dicari secara terseleksi dalam kelompok dan diarahkan kepada diskusi yang
terfokuskan pada topik pra spesifik. Kelompok semacam ini sanga t baik untuk
membangun isu dan menjejaki faktor-faktor potensial sebagai penyebab suatu
peristiwa.
Aplikasi metode kualitatif dalam penelitian kebijakan dilakukan dengan
menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah sebagai fokus studi penelitian kebijakan.
2) Mengumpulkan data lapangan.
3) Menganalisis data.
4) Merumuskan hasil studi.
5) Menyusun rekomendaasi untuk pembuatan kebijakan.
6) Metode Survai
Secara umum aplikasi metode survai dalam penelitian kebijakan menempuh
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Perencanaan dan perancangan survai.
2) Memilih subject.
3) Menyusun instrument.
4) Menentukan prosedur pengumpulan data.
5) Melatih pewawancara atau pengumpul data.
6) Pengumpulan data.
7) Pengolahan dan analisis data.
8) Penyusunan laporan dan rekomendasi hasil peneltian untuk pembuatan kebijakan.
9) Penelitian Kasus
Penelitian atau studi kasus seringkali digunakan dalam metode penelitian
kebijakan sebagai studi yang cepat, biaya efisien dan ada ruang yang memungkinkan
untuk mendalami sebuah situasi. Beberapa langkah-langkah studi kasus dalam
konteks penelitian kebijakan adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan tujuan penelitian yang ingin dicapai
2) Menentukan atau merancang pendekatan yang akan digunakan.
3) Mengumpulkan data yang relevan.
4) Menganalisis data.
5) Membuat laporan dan rekomendasi hasil penelitian.
6) Analisis Biaya Keuntungan
Analisis biaya keuntungan me-refer kepada set metode dimana peneliti kebijakan
membandingkan biaya (cost)dengan keuntungan (benefit) yang akan diperoleh oleh
masyarakat berdasarkan alternatif pilihan kebijakan. Dalam makna yang lebih luas,
analisis biaya-keuntungan untuk aplikasi sebuah kebijakan dapat dilihat dari dua sisi.
Pertama, keuntungan jangka pendek dari biaya yang diinvestasikan. Kedua,
keuntungan jangka panjang dari biaya yang diinvestasikan.
d. Analisis Keefektifan Biaya.
Dalam metode ini Sudarwan Danim dalam bukunya Pengantar Studi Penelitian
Kebijakan menyatakan Dalam analisis keefektifan biaya, biaya moneter pilihan
kebijakan dapat dihitung. Bagaimanapun keuntungan dari kebijakan dapat
dituangkan dalam terminologi biaya aktualnya atau hasil yang diharapkan. Analisis
semacam ini relative sangat mudah dilakukan, oleh karena yang dihitung ad alah
biaya yang paling fisibel, dalam arti tidak berlebihan dan tidak pula terlalu kecil.
Berdasarkan kutipan di atas metode ini bertujuan untuk mempertimbangkan
tuntutan pembiayaan yang menjadi dasar dalam menentukan kebijakan oleh pembuat
kebijakan.
e. Analisis Kombinasi
Kombinasi analisis biaya keuntungan dengan analisis keefektifan biaya
dipandang cocok bagi usaha untuk merumuskan kebijakan, mengingat pada kedua
analisis tersebut dimensi biaya dinilai dari variable sejenis.
Menurut Sudarwan Danim, ada tiga jenis variable biaya, yaitu:
1) Biaya-biaya langsung, seperti untuk keperluan personalia dan fasilitas fisik.
2) Biaya-biaya tidak langsung.
3) Biaya-biaya oportunitas, seperti apa yang akan dicapai jika sumber -sumber
digunakan secara berbeda.
Menganalisi biaya dari sudut keefektifanya relatif mudah dilakukan, namun
untuk menganalisis variasi biaya yang muncul sebagai dampak kebijakan itu tidak
jarang sangat sulit. Disinilah diperlukannya peranan para peneliti dari sebuah
kebijakan melalui penelitian kebijakan.
f. Penelitian Tindakan.
Pada dasarnya penelitian tindakan bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan atau pendekatan-pendekatan baru dan untuk memecahkan
masalah-masalah social dengan aplikasi langsung di ruangan atau pada situasi dunia
kerja. Sedangkan relevansinya dengan penelitian kebijakan adalah Bahwa penelitian
tindakan (action research) mengkombinasikan dua sisi secara langsung, yaitu sisi
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan sisi kebijakan atau tindakan yang
dilakukan oleh klien atau pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan tertentu berupa
ketrampilan prakits dan pendekatan baru yang relevan bagi perbaikan atau
pengembangan tatanan sosial.
Dari kutipan diatas dapat dinyatakan bahwa ada titik temu antara pen elitian
tindakan dengan penelitian kebijakan, meskipun tidak dapat dikatakan identik.
Beberapa titik temunya adalah: Pada tahap perumusan masalah, baik pada
penelitian tindakan maupun pada penelitian kebijakan, kerja sama antara peneliti
dengan pembuat kebijakan mutlak diperlukan. Kedua jenis penelitian ini sama-sama
bersifat empiris dan lemah ketertiban ilmiahnya, sama -sama berpijak pada acuan
teoretis yang tajam. Sebagai salah satu metode dalam penelitian kebijakan,
penelitian tindakan harus diakhiri dengan rekomendasi yang aplikatif bagi pembuat
kebijakan untuk memecahkan masalah sosial.
g. Out Line Naskah Kebijakan (Policy Paper)
Ada tiga jenis naskah kebijakan, yaitu: penelitian kebijakan ( policy study),
ringkasan kebijakan (policy brief) dan memo kebijakan (policy memo). Secara
struktural naskah kebijakan ini memiliki elemen-elemen naskah (out line) yang
sama, yaitu:
1) Judul
2) Daftar Isi
3) Abstrak atau Executive Summary
4) Pendahuluan
5) Deskripsi Masalah
6) Pilihan-pilihan Kebijakan
7) Kesimpulan dan Rekomendasi
8) Catatan Akhir.
9) Apendik/Lampiran
10)Bibliography.

C. Penutup
1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah:
Penelitian kebijakan adalah termasuk ke dalam kelompok penelitian terapan
atau didalam lingkup penelitian sosial yang dalam aplikasinya mengikuti prosedur
umum penelitian yang berlaku, disertai dengan sifat spesifiknya. Secara sederhana
penelitian kebijakan dapat didefinisikan sebagai kegiatan penelitian yang dilakukan
untuk mendukung kebijakan.
Urgensi dari penelitian kebijakan ini berkenaan dengan pemecahan masalah
sosial atau pun masalah publik. Semakin kompleks dan luas tugas -tugas
keorganisasiannya, maka semakin banyak pula masalah yang dihadapi, sehingga
tidak dapat dipecahkan sendiri tanpa pendapat atau informasi yang memadai, baik
kuantitatif maupun kualitatif.
Karakteristik Penelitian Kebijakan adalah Fokus penelitian bersifat
multidimensional atau banyak dimensi, Orientasi penelitian bersifat empiris -
induktif, Berfokus pada variabel-variabel Lunak, Berorientasi kepada Pemakai Hasil
Studi, Metode Penelitian Kebijakan, Metode Analisis Data Sekunder, Metode
Eksperimen Lapangan, Metode Kualitatif.

E.

KARAKTERISTIK STUDI PENELITIAN KEBIJAKAN1.

Multidimensi Fokus Penelitian Kebijakan


Fokus Penelitian Kebijakan Bersifat Banyak Dimensi (Multidimensi focuses), yang
dalamterminology peneliotian tradisional sering disebut pendekatan antar lintas bidang.
Kebijakanpublic secara tipikal dimaksud untuk memecahkan masalah-masalah social yang
kompleksyang munculnya disebabkan banyak dimensi factor, efek dan peristiwa. Sebagai
contohmobilitas pembangunan sekolah dasar inpres tidak dapat di pelajari dari satu sisi
sajamisalnya, dari sisi calon siswa mobilitas ini harus dikaji dari banyak focus, seperti :a.

Calon siswa dan penyebarannyab.

Sarana transportasic.

Keamanan, Kesehatan dan kenyamaan (dilihat dari segi site, bahaya becana
alam,pencemaran, dll.)d.

Jumlah kebutuhan guru dan persyaratannya.e.

Sarana pendukung lain seperti sarana kesehatan dan olahraga serta sarana ibadahf.

Tempat hunian guru dari luar daerahFokus multidimensional ini sangat bermanfaat bagi
pengkajian terhadap masalah yangkompleks. Artinya, masalah-masalah sosial yang kompleks
itu dipersepsi dari banyak sisi.
2.

Pendekatan Empiris Induktif Dalam Penelitian Kebijakan


Penelitian kebijakan menggunakan pendekatan Empiris Induktif (empirico
inductiveapproach), karena itu penelitian ini diawali dengan pemahaman terhadap masalah-
masalahsosial dan usaha-usaha empiris untuk menyusun konsep dari teori-teori kausal
sebagaaikajian dari perkembangan masalah-masalah sosial.Alasan induktif adalah cara
berfikir untuk member alasan yang dimulai dengan pernyataan-pernyataan efektif yang
spesifik untuyk menyusun suatu argumentasi yang bersifat umum.Alasan secara induktif
banyak digunakan untuk menjajaki aturan-aturan alamiah dari suatufenomena misalnya dari
pengamatan bahwa ikan ada mulut, kodok ada mulut, kudaa adamulut, burung ada mulut
maka ditarik kesimpulan binatang ada mulut.
3.

Berfokus pada variabel-variabel Lunak


Penelitian Kebijakan berfokus pada variabel-variabel lunak (mall-eable variables).
Untukmewujutkan penelitian kebijakan yang benar-benar menghasilkan orientasi tindakan
danrekomendasi-rekomendasi yang dapat implementasikan, penelitian harus terfokus
padaaspek-aspek masalah social yang terbuka untuk mempengaruhi dan
menginterprensi.Variabel-variabel yang terbuka untuk mempengaruhi dan menginterfrensi
disebut variabellunak.Tidak ada cara yang pasti untuk menentukan apakah sebuah variabel
tentu bersifat lunakatau tidak. Cara yang paling mungkin adalah dengan Tendensi focus
primernya . contohnyapenelitian kebijakan tentang mobilitas pembangunan pemukiman
mempunyai tendensifocus primer kepindahan segera atau alasan-alasan mengapa keluarga
memutuskn untukpindah.

Penelitian kebijakan yang berfokus pada variabel-variabel lunak memberikan


sumbanganyang lebih besar bagi dihasilkannya produk penelitian yang berguna dan
rekomendasi-rekomendasi yang dapat di implementasikan, kerja penelitian kebijakan
hanyalah pekerjaanyang sia-sia.
4.

Berorientasi kepada Pemakai Hasil Studi


Cirri keempat penelitian kebijakan adalah bahwa penelitian ini responsive terhadapkebutuhan
pemakai hasil studi. Penelitian kebijakan dimaksudkan untuk meresponkebutuhan calon
pemakai hasil studiKarakteristik kritis penelitian kebijakan adalah mengidentifikasi
dan mengenal calon pemakaihasil studi (study user), hal ini merupakan fase tersendiri dalam
keseluruhan proses kerjapenelitian kebijakan. Pemakai hasil studi kebijakan banyak dan
bervariasi, bisa dalam bentukindividu/kelompok dan bisa juga dalam bentuk
lembaga/organisasi. Oleh karena itu,beberaapa hal yang harus di identifikasi atau dikenal
oleh peneliti kebijakan berkenaandengan study user adalah :a.

Status lembaga pemakaib.

Peran yang ditampilkan oleh lembaga pemakaic.

Harapan-harapan lembaga pemakai mengenai hasil akhir studi (biasanya diketahuimelalui


diskusi awal untuk merumuskan masalah penelitian.d.

Karektiristik individu/kelompok pemakaie.

Kepribadian dan asumsi-asumsi individu/kelompok pemakaif.

Disposisikebutuhan individu/kelompok pemakai


5.

Mensyaratkan Kerja Sama


Karakteristik terakhir penelitian kebijakan adalah bahwa peneliti kebijakan
mensyaratkankerjasama. Penelitian kebijakn merupakan proses yang sarat nilai (vlue-laden
process),dimana para pembuat kebijakan banyak terlibat didalam usaha-usaha tertentu
seringmenimbulkan konflik tata nilai. Nilai-nilai pengguna hasil studi akan merambah ke
dalamrangkaian kerja penelitian kebijakan, seperti pada proses-proses :a.

Perumusan masalah yang akan diselidikib.


Perumusan pertanyaan-pertanyaan penelitianc.

Pengkajian terhadap data yang terhimpund.

Pengembangan atau pembuatan rekomendasie.

Penyebaran hasil rekomendasi studi kepada pemakai ataupun pesaing (khusus


untukpenelitian kebijakan yang mempunyai efek luaas, termasuk efek bisnis)Keterlibatan
pemakai hasil studi kebijakan dalam rangkaian proses penelitian kebijakanumumnya
mempunyai dua nilai secara bersamaan : nilai negative dan nilai positif. Maka dariitu peneliti
kebijakan harus menfilter sedemikian rupa masuknya nilai negative sebisamungkin dan
mengakomodasikan nilai-nilai positif seoptimal mungkin. Perlu diusahakanagar kedua nilai
itu menjadi nilai normatif.Dari uraian diatas, secara spesifik dapat dikemukakan bahwa
penelitian kebijakan mempunyaikarakterstik khusus, yaitu

a.

Hanya mencakup variabel-variabel kecil atau memilah-milah variabel yang luas


menjadibeberapa subvariabelb.

Focus penelitian secara exlusive lebih menonjolkan masa kini daripada masa lalu
ataukecenderungan masa depanc.

Gagas mewwas secara eksplisit peranan nilai-nilai, terutama nilai-niali ilmiahd.

Kedudukan peneliti berada di bawah banyang-bnayang pengguna hasil studi


F.

LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN KEBIJAKAN


Ann Mjchrzak (1984) menghemukakan lima langhkah penelitian kebijakan sebagai berikut
:1.

Persiapan2.

Konseptualisasi studi3.

Analisis teknikal4.

Perumusan rekomendasi5.

Mengkomunikasikan hasil studiKelima langkah ini sangat esensial dalam usaha mewujudkn
penelitian kebijakan yang berhasil.Informasi yang diperlukan untuk persiapan studi, berupa
kondisi lingkungan sosio-politikkkkkharus diidentifikasi, demikian juga masalah-masalah
social lokal yang bersifat khas. Pendekatanharus dirancang secara baik, rekomendasi yang
dibuat harus dianalisis ulang untukkemungkinan dimodifikasi, hasil penelitian harus
dikomunukasikan secara tepat
A. PENELITIAN DAN KEBIJAKAN
Penelitian dan kebijakan pada prinsipnya berbeda, baik tujuannya,
terminologi yang umum dipakai, kriteria keberhasilan dan proses kerjanya.
Penelitian berkembang dengan mensyaratkan sumber daya manusia, alat dan
bahan, situasi dan proses kerjanya yang khas. Kegiatan penelitian berkembang
pesat di kelembagaan penelitian yang dinaungi oleh PerguruanTinggi,
departemen, organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dengan
menggunakan setting laboratorium, kelas, alam terbuka atau lapangan.
Pekerja penelitian (researcher) umumnya terdiri dari kaum akademisiatau
pakar yang piawai dalam bidang metodologi penelitian. Kebijakan dengan
segala tatanan perilakunya, disebut kebijaksanaan sebagai padanan
kata policy dalam bahasa Inggris, ada di dunia birokrasi pemerintahan yang
pelakunya umumnya adalah para birokrat atau politisisebagai pembuat kebijakan
sekaligus sebagai pelaksana kebijakan itu. Penelitian dipersepsikan sebagai milik
peneliti, sedangkan membuat kebijakan merupakan garapan para birokrat atau
politisi.
Perkembangan kehidupan modern (modern life order)memungkinkan konsep
penelitian dan kebijakan itu berakomodasi dalam suasana serasi. Kini, penelitian
dan kebijakan telah menjelma sebagai field of study yang disebut dengan ‘Penelitian
Kebijakan’. Proses kerja penelitian kebijakan me-refer pada proses kerja penelitian
pada umumnya,namun dilihat dari hasil akhir yang diinginkan penelitian kebijakan
dapat dikatakan berbeda dengan penelitian tradisional (ilmiah).

1. Penelitian Tradisional (Ilmiah) dan Penelitian Kebijakan


Istilah ‘penelitian tradisional’ merupakan terjemahan dari traditional
research dalam bahasa Inggris, namun tidak dimaksudkan sebagai lawan penelitian
modern. Istilah "penelitian tradisional" dipakai hanya untuk membedakan dengan
penelitian kebijakan (policy research), tanpa adanyapretensi untuk menyatakan
bahwa policy research adalah modern research. Penelitian tradisional
(penelitian ilmiah pada umumnya) dibedakan dengan penelitian kebijakan hanya
karena sifat khasnya.
Penelitian merupakan proses kerja sistematis yang dilakukan oleh peneliti,
dimulai dari identifikasi dan perumusan masalah, telaah teoritis, penyusunan
rancangan penelitian, pengumpulan dan analisis data untuk menghasilkan
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Sementara penelitian menurut Ardhana (1987) mempunyai sejumlah arti
dan karena itu dapat diterapkan dalam berbagai konteks. Penelitian dapat
dibedah dengan membuat klasifikasi atas dasar jenis, latar atau fokus kajian dan
metode. Masing-masing jenis, fokus kajian dan metode tersebut melahirkan
perilaku yang berbeda, demikian juga hasil akhir yang diharapkan.
Dilihat dari jenisnya, penelitian dibedakan atas penelitian
murni (basic/pure research) dan penelitian terapan (applied/ practical
research).Penelitian murni adalah penelitian yang semata-mata dimaksudkan
untuk keperluan penelitian tanpa ada misi praktis yang diinginkan. Fokus
kajiannya adalah masalah kealaman dan hukum-hukumnya. Penelitian terapan
adalah penyelidikan yang hati-hati, sistematis dan terus-menerus terhadap suatu
masalah dengan tujuan untuk digunakan dengan segera untuk keperluan tertentu
(Nazir, 1985). Penelitian kebijakan (policy research), merupakan kelompok
penelitian terapan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil segera, yaitu
tersusunnya rekomendasi yang diperlukan oleh pengambil kebijakan.
Proses kerja penelitian kebijakan, pola kerjanya relatif sama dengan
penelitian lainnya, namun dalam hal tertentu khas sifatnya. Kekhasan penelitian
kebijakan antara lain adalah rendahnya ketertiban ilmiah akibat kuatnya pengaruh
lingkungan sosio-politik (sociopolitical environtment) dan kemauan pembuat
kebijakan (user) hasil penelitian, serta lebih menekankan kepada sintesis terfokus
dan data sekunder. Arah penelitian kebijakan, diwarnai oleh political will pembuat
kebijakan. Sehingga pengaruh lingkungan sosio-politik mewarnai proses perumusan
hasil penelitian kebijakan sangat ditentukan oleh budaya politik suatu negara.

2. Peneliti Kebijakan dan Perumusan Kebijakan


Kebijakan (policy) dalam latar penelitian kebijakan diartikan sebagai
tindakan-tindakan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah publik.
Pemecahan masalah publik oleh policymaker dilakukan atas dasar rekomendasi
yang dibuat oleh policy researcher berdasarkan hasil
penelitiannya. Kebijakandalam hal ini tidak dipersepsi dari sudut pandang
politik pemerintahan, melainkan kebijakan sebagai objek studi.
Anderson (1979) merumuskan batasan kebijakan sebagai
objek study studi atau field of study sebagai berikut : "A purpose course of action
followed by an actor or set of factor in dealing with problem or matter of concern.
This concept of policy focusses attention in what actually done againts what is
purposed or intended, and it differentieates a policy from decision."
Kerr (1976) merumuskan batasan kebijakan sebagai objek studi atau field
of study sebagai berikut : "To this poin in our analysis, we can say that a policy
exist when following is statisfied : some agent or agency (a) must be obligated to
act in accord with some conditional imperative i.e.: do something in particular, (b)
whenever specified conditions, (c) occur, in order to achieve some purpose."
Kebijakan sebagai field of study lebih menekankan pada ‘apa yang
dikerjakan’ dari pada ‘apa yang diusulkan atau dikehendaki’, dengan
mengedepankan kedudukan aktor di dalamnya. Aktor dalam hal ini bisa berupa
orang atau badan hukum yang bekerja untuk mencapai tujuan dengan tindakan
tertentu. Kata aktor (actor) bisa berupa orang atau badan hukum, dengan derajat
keterlibatan intensif atau tidak, langsung atau tidak. Peneliti kebijakan merupakan
salah satu subjek yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Pihak lain
yangterlibat dalam pembuat kebijakan, dalam terminology penelitian kebijakan,
sebagian diantaranya adalah stakeholder.
Secara lebih luas perumus kebijakan adalah pembuat kebijakan
(administrator, eksekutif, legislator dan sejenisnya), peserta non-struktural,
kelompok peneliti dan kelompok lain yang berkepentingan, dan pribadi
perseorang-an. Keterlibatan mereka ada dalam proses identifikasi masalah,
formulasi kebijakan, pelak sanaan, evaluasi, pengawasan dan pengendalian
kebijakan, dengan kadar yang berbeda.
Peneliti kebijakan adalah orang yang memiliki pemikiran cemerlang
danidealis. Lindblom (1980) mengemukakan bahwa orang yang memiliki pikiran
cemerlang dan mempunyai idealisme merupakan kelompok yang paling besar
perannya dalam perumusan kebijakan pemerintah. Bahwa pembuat keputusan
dapat bekerja atas dasar pengalaman yang dimilikinya. Tetapi, khusus untuk
Indonesia yang wilayahnya sangat luas dan berbhinneka, setiap keputusan yang
akan dibuat oleh pejabat tidak hanya dilakukan atas dasar gejala yang
munculdipermukaan. Kondisi ini memberi peluang banyak bagi masuknya
pengaruh kelompok peneliti dalam perumusan kebijakan. Hasil akhir tentu saja
dapatdirumuskan kebijakan yang benar secara ilmiah dan dapat diterima secara
politis.

3. Mengilmiahkan Kebijakan
Dunia kebijakan dalam terminologi politik adalah milik birokrat, dan dunia
ilmiah dalam terminologi penelitian adalah ilmuwan. Pembuat kebijakan
formal terutama eksekutif pemerintahan adalah birokrat dan peneliti yang bernaung
dikelembagaan penelitian atau peneliti independenadalah ilmuwan tulen. Keduanya
tentu saja tidak mungkin lagi bekerja sendiri-sendiri.
Peneliti cenderung tampil sebagai tenaga profesional, syarat dengan
metodologi dan perpikir analisis. Profesional dipersepsi sebagai kemampuan
akademik yang diperoleh di bangku kullah, bukan dalam konsep Arturo Israel (1992)
memperluas konsep ini pada banyak keahlian, bahkan pada tingkatan yang rendah.
Penggabungan dua perilaku itu oleh Hoy dan Miskel (1978) disebut dengan proses
akomodasi -mengakomodasikan konsep birokrasi dengan konsep profesional- yang
pada gilirannya akan melahirkan kebijakan yang lebih banyak berwarna ilmiah
ketimbang warna politik. Inilah yang dimaksud dengan mengilmiahkan kebijakan.
Penggabungan ini seyogianya merupakan menjadi budaya umum di negara
kita. Dikatakan oleh Israel (1992) bahwa setiap negara harus
mencari jalannya sendiri untuk mengembangkan norma tingkah laku yang
kuat, ditentukan secara jelas untuk berbagai keahlian dan menanamkanseperangkat
nilai baru serta perangsang non-uang.
Layaknya kebijakan yang selalu mengacu ke masa depan dan tidak jarang
memerlukan waktu yang panjang, maka sifat ketidakpastian.dari sebuah
kebijakan akan selalu ada. Oleh karena itu, kedudukan ilmuwan berperan,
karena mereka punya kapasitas menyusun proyeksi kuantitatif, mulai dari
perhitungan yangsederhana, seperti t-test, analisis korelasi sederhana sampai
dengan analisis multivariat. Tanpa perhitungan yang saksama, maka
ketidakpastian itu akan makin menjadi-jadi sejalan dengan kompleksnya
permasalahan yang dihadapi.
Penelitian kebijakan hadir untuk mengilmiahkan kebijakan atau
menghasil-kan kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
dalam batas-batas yang tidak berbenturan keras dengan political will di suatu
negara. Ada sekelompok pendukung yang penuh keyakinan bahwa kalaupun
otak manusia punya keterbatasan, namun ada saatnya akan dapat mengimbangi
kepelikan dunia sosial melalui suatu sistem rekayasa yang disebut dengan
rekayasa sosial. Karena itu, seperti dikemukakan oleh Lindblom (1980) ada
kemungkinan kelompok ini untuk meningkatkan peran komponen analisis
(akademik-ilmiah) danmenurunkan bobot politis dalam perumusan kebijakan.
Dalam wawasan atau idealisme ini, proses perumusan
kebijakanberkaitan erat dengan proses kerja ilmiah apa pun, yang meliputi:
1. Identifikasi dan formulasi masalah kebijakan.
2. Penentuan alternatif kebijakan untuk pemecahan masalah.
3. Pengkajian atau analisis kelayakan masing-masing alternatifkebijakan.
4. Pelaksanaan kebijakan dan menentukan standar kinerja minimal.
5. Evaluasi keberhasilan, dengan ukuran-ukuran kuantitatif seperti cost-benefit
analysis, cost-effectiveness analysis dan lain-lain
B. HAKIKAT PENELITIAN KEBIJAKAN
Penelitian kebijakan secara spesifik ditujukan untuk membantu pembuat
kebijakan (policymaker) dalam menyusun rencana kebijakan, dengan jalan
memberikan pendapat atau informasi yang mereka perlukan untuk memecahkan
masalah. Dengan demikian, penelitian kebijakan merupakan rangkaian aktivitas
yang diawali dengan persiapan peneliti untuk mengadakan penelitian,
pelaksanaan penelitian, dan diakhiri dengan penyusunan rekomendasi.
Berikut ini gambar menyajikan penyederhanaan rangkaian aktivitas
penelitian kebijakan atau arah penelitian kebijakan.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa penelitian kebijakan pada


hakikatnya merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk melahirkan
rekomendasi untuk pembuat kebijakan dalam rangka pemecahan
masalah publik.
Penelitian kebijakan merupakan perpaduan antara dua unsur, yaitu
ilmudan seni (Ann Majchrzak, 1984). Ilmu merupakan batang tubuh dari teori,
konsep dan prinsip-prinsip metodologi. Paling tidak ada dua dimensi ilmu yang
terkait yaitu ilmu dalam arti subject matter dan ilmu dalam arti metodologi
penelitian. Dua hal ini harus dimiliki oleh peneliti, yang pertama berkenaan
dengan akurasi kajian atas permasalahan dan yang kedua berkenaan dengan
akurasi cara pengkajian. Seni atau kiat (art) adalah langkah, gaya, dan cara
melakukan kerja penelitian.
Proses kerja dalam penelitian secara metodologis sama untuk satu
metode yang dipakai, namun cara peneliti bekerja dalam proses itu sangat
individual sifatnya. Sebagai contoh, untuk menyusun instrumen penelitian, ada
peneliti yang mengawalinya dengan penyusunan kisi-kisi instrumen, namun ada
yang hanya beranjak dari definisi operasional variabel. Dua cara itu pada
akhirnya dimaksudkan untuk menghasilkan instrumen yang memenuhi kriteria
valid dan reliabel, namun kegiatan awal untuk mencapai kondisi itu berbeda pada
masing-masing peneliti.
Keberhasilan penelitian. kebijakan khususnya, sangat ditentukan oleh
kapasitas peneliti mengkombinasikan unsur ilmu dan seni. Aktivitas penelitian
kebijakan tidak hanya berkenaan dengan masalah yang muncul, namun
melibatkan, kreativitas dan penilaian peneliti. Kreativitas personal peneliti sangat
dimungkinkan dalam penelitian kebijakan dan dalam banyak hal sangat
menentukan keberhasilan, mulai dari persiapan, pelaksanaan, sampai dengan
pengakhiran, yaitu penyusunan rekomendasi untuk pembuat
kebijakan.Memadukan hal tersebut bagi terlaksananya penelitian kebijakan
memerlukan seni tersendiri.

1. Penelitian Kebijakan
Secara sederhana penelitian kebijakan didefinisikan sebagai kegiatan
penelitian yang dilakukan untuk mendukung kebijakan. Oleh karena sifatnya
mendukung kebijakan, maka penelitian ini bersifat khas, namun tidak berarti
mengada-ada. Ann Majchrzak (1984) mendefinisikan penelitian kebijakan
sebagai proses penyelenggaraan penelitian untuk mendukung kebijakan atau
analisis terhadap masalah-masalah publik yang bersifat fundamental secara
teratur untuk membantu pengambil kebijakan memecahkan masalah dengan
menyediakan rekomendasi yang berorientasi pada tindakan atau tingkah laku
pragmatis.
Oleh karena sifatnya berorientasi kepada tingkah laku pragmatis, yang
perlu dihasilkan oleh peneliti kebijakan bukan terletak pada bobot ilmiah sebuah
hasil penelitian, namun hingga mana hasil penelitian punya aplikabilitas atau
kemampu terapan dalam rangka memecahkan masalah publik.
Kegiatan penelitian kebijakan diawali dengan pemahaman yang
menyeluruh terhadap masalah publik, seperti kekurangan nutrisi, kemiskinan,
ledakan penduduk, urbani sasi, inflasi, kerawanan sosial dan lain-lain, dilanjutkan
dengan pelaksanaan penelitian untuk mencari alternatif pemecahan masalah.
Kegiatan akhir dari penelitian kebijakan adalah merumuskan rekomendasi
pemecahan masalah untuk disampaikan kepada pembuat kebijakan.
Penelitian sosial atau penelitian terapan, penelitian kebijakan diarahkan
untuk memberi efek terhadap tindakan praktis, yaitu pemecahan masalah publik.
Namun demikian penelitian kebijakan bersifat sangat khas. Kekhasan penelitian
kebijakan terletak pada fokusnya, yaitu berorientasi kepada tindakan untuk
memecahkan masalah public yang unik, yang jika tidak dipecahkan akan
memberikan efek negatif yang sangat luas.
Tidak ada ukuran pasti mengenai luas atau sempitnya suatu
masalah publik. Sebagai misal, rendahnya kualitas pendidikan dapat dipersepsi
dari banyak sisi yang menyebabkan rendahnya kualitas tersebut, seperti :
1. Kualitas guru.
2. Kualitas proses belajar mengajar.
3. Kualitas kurikulum.
4. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan serta sumber belajar.
5. Kualitas raw input lembaga pendidikan.
6. Kondisi lingkungan sosial budaya dan ekonomi.
Oleh karena penelitian kebijakan berorientasi kepada fokus, maka
penelitian mengenai rendahnya kualitas pendidikan, akan dititikberatkan kepada
kualitas guru, kualitas proses belajar mengajar dan sebagainya. Jika penelitian
kebijakan difokuskan kepada kualitas proses belajar mengajar, misalnya, maka
fokus kajian dapat menyangkut masalah yang luas, seperti :
1. Intensitas proses belajar siswa di kelas.
2. Intensitas proses belajar siswa di luar kelas.
3. Kualitas guru dalam mengajar.
4. Kualitas interaksi guru dengan siswa.
5. Kualitas jaringan-jaringan belajar.
6. Kualitas menu sajian dalam proses belajar mengajar.
7. Kualitas kegiatan ko dan ekstra kurikuler yang mendukung kegiatan inti di
lembaga pendidikan.

2. Tipologi Penelitian Kebijakan


Dikemukakan oleh Majchrzak (1984), bahwa penelitian
kebijakanmerupakan bagian dari penelitian sosial terapan yang dalam
pelaksanaannya mengikuti prosedur umum penelitian yang berlaku. Akan tetapi,
untuk hal-hal khusus, pelaksanaan penelitian kebijak an berbeda dengan
penelitian ilmiah lainnya.
Aada empat tipe proses penelitian yang dapat memberikan efek terhadap
pemecahan masalah publik. Proses-proses penelitian itu meliputi :
1. Penelitian .dasar analisis kebijakan -bukan dalam makna pure research seperti
yang ada pada jenis penelitian tradisional.
2. Penelitian teknikal
3. Analisis kebijakan.
4. Penelitian kebijakan.
Penelitian sosial dasar (basic sosial research) atau penelitian dasar
analisis kebijakan mengacu kepada penelitian akademik yang secara umum
dilaksanakan pada beberapa departemen/jurusan di universitas atau di lembaga-
lembaga penelitian lain, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Penelitian sosial teknikal (technical social research) merupakan penelitian
yang diselenggarakan untuk memecahkan masalah sosial yang sangat spesifik
dan masalahnya dirumuskan secara khusus. Misal, penelitian yang
dimaksudkanuntuk kesesuaian pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
pada kelas-kelas permulaan di sekolah dasar. Pertanyaan-pertanyaan yang
berkenaan dengan apakah CBSA fisibel diterapkan di kelas-kelas permulaan
sekolah dasar atau tidak, dirumuskan serta didiskusikan secara intensif dalam
penelitian teknikal. Oleh karena itu, fokus utama penelitian teknikal adalah
masalah yang sangat teknis sifatnya.
Analisis kebijakan (policy analisis) merupakan penelitian untuk mengkaji
proses pembuatan kebijakan. Analisis kebijakan ditampilkan secara tipikal oleh
ilmuwan atau pakar politik yang berminat dengan proses di mana kebijakan
diadopsi sebagai efek dari peristiwa politik. Analisis kebijakan (policy
analysis),seperti diakui oleh Lindblom (1986) memiliki sejumlah kelemahan.
Kelemahan-kelemahan itu terlihat dari empat sisi, yaitu :
1. Analisis tidak selalu benar atau bisa saja salah
2. Analisis tidak selalu adaptif menyelesaikan konflik antara nilai dan kepentingan
3. Proses kerja analisis lambat dan biayanya mahal
4. Analisis tidak sepenuhnya dapat menunjukkan secara nyata, masalah mana
yang harus diselesaikan segera.
Empat proses penelitian tersebut, diklasifikasikan atas dasar tindakan dan
fokus. Proses penelitian yang berorientasi tinggi pada tindakan (high action
orientation) lebih diarahkan untuk mendapatkan kemanfaatan atau hasil segera
dibandingkan dengan proses penelitian yang berorientasi rendah pada
tindakan (low action orientation). Proses penelitian juga berfokus pada
pertanyaan-pertanyaan teknikal atau isu-isu fundamental. Pertanyaan-
pertanyaan penelitian yang diajukan umumnya mempunyai tiga sifat, yaitu :
1. Dimensinya sangat luas.
2. Bersifat multifaset.
3. Menggali keanekaragaman konsekuensi kelompok orang dalam jumlah besar.
Gambar : Dua dimensi yang membangun penelitian kebijakan

Penelitian kebijakan memusatkan perhatian kepada dua hal utama, yaitu


berorientasi tinggi pada tindakan dan concern pada masalah-masalah sosial
yang bersifat fundamental. penelitian kebijakan dapat pula disertakan dengan
penelitian teknikal, oleh karena sifatnya berorientasi tinggi pada tindakan yang
bersifat teknis, masalah penelitian bersifat mengkhusus dan dimaksudkan untuk
memecahkan masalah yang sangat spesifik. Walaupun bagaimanapun,
penelitian kebijakan hanyalah bentuk penelitian dengan dua orientasi utama,
yaitu (1) Berorientasi kepada tindakan, (2) Berorientasi pada masalah-masalah
yang bersifat fundamental.
Arena kebijakan adalah bahwa proses pembuatan kebijakan kompleks
adanya sebagaimana kompleksitas masalah publik itu. Proses pembuatan
kebijakan adalah kompleks, sebab proses itu melibatkan banyak aktor yang
bervariasi. Aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan, menurut Supandi
(1988) sebagai berikut :
1. Pembentuk undang-undang atau legislature.
2. Eksekutif.
3. Partai politik.
4. Kelompok berkepentingan atau interest groups.
5. Tokoh perorangan.
Tanpa pemahaman memadai, proses pembuatan
kebijakan guna memecah-kan pelbagai masalah sosial tidak mungkin dilakukan
oleh pembuat kebijakan. Tanpa mekanisme yang jelas dan pelaku kebijakan
yang relevan dan menghendaki persetujuan, penelitian kebijakan tidak mampu
menyediakan informasi yang relevan bagi pembuatan kebijakan. Sebaliknya,
tanpa informasi memadai, pembuat kebijak-an tidak mungkin menghasilkan
kebijakan yang relevan dan efektif bagi pemecahan masalah sosial.
Berikut ini menyajikan gambar pola interaksi antara peneliti dan pembuat
kebijakan serta aktor lain untuk menghasilkan kebijakan yang efektif bagi
pemecahan masalah publik.

3. Bentuk Penelitian Kebijakan


Saat ini penelitian kebijakan telah berkembang pesat, terutama di
organisasi-organisasi sosial dan pemerintahan dan di instansi lain. Usaha
penelitian kebijakan makin berkembang secara pesat sejalan dengan
bermunculan penyandang dana (funders) dan pengguna basil studi (study
users),makin tajamnya fokus penelitian, penyelenggaraan penelitian kebijakan
yang makin bervariasi -untuk beberapa kasus disebut penelitian operasional atau
riset operasi- dan makin bervariasinya latar belakang peneliti.
Beberapa faktor yang mempengaruhi
berkembang pesatnya penyelenggara-an penelitian kebijakan adalah :
1. Makin banyaknya penyandang dana, baik instansi pemerintah maupun non
pemerintah
2. Pengguna hasil studi yang makin variatif
3. Fokus masalah yang dikaji semakin luas dan memilikikeanekaragaman corak
dan jenisnya
4. Penyelenggaraan penelitian kebijakan yang makin hervariasi.
5. Bervariasinya latar belakang peneliti.
6. Adanya political will untuk mengilmiahkan suatu kebijakan
7. Makin terbatasnya kemampuan organisasi, terutama organisasi pemerintah,
untuk dapat menyelesaikan masalah dengan dan olehnya sendiri.
Munculnya variasi-variasi atau keanekaragaman itu membawa implikasi
penting bagi ditemukannya cara-cara spesifik tentang penyelenggaraan
penelitian kebijakan, membuka peluang bagi penajaman proses dan diskusi
penelitian dan hasil penelitian kebijakan. Beberapa variasi yang mewujud
sebagai bentuk penelitian kebijakan, dikemukakan oleh Ann Majchrzak (1984),
yaitu;
1. Penelitian kebijakan yang diselenggarakan atas permintaan penyandang dana
dan pengguna hasil studi kebijakan.
2. Penelitian kebijakan berfokus pada perumusan atau pemecahan masalah.
3. Penelitian kebijakan sebagai kajian terhadap setting organisasi
4. Penelitian kebijakan sebagai disiplin akademik peneliti
Masing-masing bentuk ini melahirkan sosok perilaku dan ikatan yang
berbeda antara peneliti dengan pengguna hasil penelitian, fokus kajian dan
settingnya. Di sini pulalah letak ciri khas penelitian kebijakan untuk dapat
dibedakan dengan penelitian tradisional, meskipun perbedaan itu tidak selalu
dapat dirasakan dan ditonjolkan setiap saat. Namun demikian belum saatnya
peneliti kebijakan untuk menyelenggarakan berbagai bentuk penelitian dengan
ketertiban ilmiah (scientific regulation) sebagaimana layaknya penelitian ilmiah
lainnya.

4. Karakteristik Penelitian Kebijakan


Usaha penelitian kebijakan dapat saja bervariasi dan dilakukan dengan
banyak cara, banyak disiplin ilmu dan banyak alat atau bahan yang
diperlukan. Namun demikian penelitian kebijakan punya karakteristik khusus,
terutama pada proses kerjanya. Untuk hal-hal spesifik, proses kerja penelitian
kebijakan berbeda dengan penelitian lainnya.
Adapun karakteristik utama penelitian kebijakan menurut Ann
Majchrzak(1984) adalah sebagai berikut :
1. Fokus penelitian bersifat multidimensi
2. Orientasi penelitian bersifat empiris-induktif
3. Menggabungkan dimensi masa depan dan masa kini.
4. Merespons kebutuhan pemakai hasil studi
5. Menonjolkan dimensi kerja sama secara eksplisit
Karakteristik penelitian kebijakan di atas dalam artian biasa tidak
sepenuhnya tidak dimiliki oleh penelitian lainnya. Perbedaan karakteristik
penelitian kebijakan dengan penelitian lainnya hanya pada penekanan-
penekanankhusus dari masing-masing karakteristik tersebut serta
kepaduan masing-masing karakteristik tersebut

5. Langkah-langkah Penelitian Kebijakan


Penelitian kebijakan dilaksanakan dengan menempuh langkah-langkah
yang dalam banyak hal sama dengan penelitian tradisional (ilmiah). Perbedaan
utamanya hanya terletak pada telaah pustaka dan perumusan rekomendasi hasil
studi. Peneliti kebijakan pun perlu melakukan telaah pustaka, namun sifatnya
bukanlah sebagai predetermined theory atau predefined theory sebagaimana
lazimnya penelitian ilmiah lainnya. Penelitian ilmiah pun sering diakhiri dengan
rekomendasi, namun sifat rekomendasi tidak sama dengan rekomendasi yang
dihasilkan dalam penelitian kebijakan. Ann Majchrzak (1984) mengemukakan
lima langkah penelitian kebijakan sebagai berikut :
1. Persiapan.
2. Konseptualisasi studi.
3. Analisis teknikal.
4. Perumusan rekomendasi.

C. PERSIAPAN STUDI PENELITIAN KEBIJAKAN


1. Urgensi Persiapan
Proses penelitian kebijakan mengisyaratkan keterlibatan peneliti lebih
banyak pada penyusunan rencana studi dan implementasi rencana metodologi
serta analisis data. Dari sekian banyak aktivitas yang dilakukan dalam proses
penelitian kebijakan, perhatian utama dan merupakan prerekuisit bagi proses-
proses berikutnya terfokus pada kegiatan persiapan dan konseptualisasi studi
penelitian kebijakan. Akurasi raneangan penelitian, pengumpulan dan analisis
data serta perumusan hasil dan penyusunan rekomendasi sangat ditentukan oleh
kegiatan awal yang menjadi prasyarat, yaitu : persiapan dan konseptualisasi
studi penelitian kebijakan.
Aktivitas-aktivitas utama yang dilakukan pada persiapan awal (preliminary
activities) bermuara pada satu tujuan, yaitu diperolehnya informasi yang
memadai untuk menentukan fokus studi penelitian kebijakan yang akan
dilakukan. Informasi yang mencukupi merupakan titik awal bagi keberhasilan
proses kerja(throughout) penelitian lebih lanjut. Kesukaran atau kemudahan
peneliti kebijakan untuk menemukan informasi awal (data dasar) berbeda pada
masing-masingpeneliti kebijakan. Bagi in house researcher informasi awal
dapat dengan mudah diperoleh, bahkan mungkin sudah diperoleh jauh sebelum
penelitian direncanakan. Akan tetapi bagi external researcher perlu waktu khusus
untuk memperoleh informasi awal yang mencukupi.
Informasi awal dapat berupa data kuantitatif dan data kualitatif atau
nuansa-nuansa politik serta nuansa-nuansa keorganisasian. Lebih spesifik dapat
dikemukakan bahwa informasi awal yang diperlukan oleh peneliti kebijakan
adalah:
1. Isu-isu yang muncul secara temporal dan kekinian.
2. Konteks pembuatan kebijakan masa lalu.
3. Sumber-sumber studi yang akan digunakan.
4. Tipe rekomendasi studi yang dikehendaki.
5. Ancaman-ancaman yang akan muncul jika masalah yang ada tanpa dipecahkan.
6. Kekuatan dan peluang-peluang yang ada pada sistem.
Dalam penataan konsep studi penelitian kebijakan, informasi-informasi
yang diperlukan pada tahap persiapan dimanfaatkan untuk erbagai kepentingan,
yaitu :
a. Mengembangkan preliminary model masalah sosial yang akanmenjadi fokus
penelitian.
b. Merumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian secara spesifik.
c. Memilih tenaga peneliti atau research investigators yang memenuhi kriteria.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan selama fase persiapan didiskusikan,
dengan fokus utama pembahasan adalah :
1. Jenis-jenis informasi awal atau data awal yang harus dikumpulkan dan cara
mengumpulkannya
2. Metodologi pengumpulan informasi.
3. Isu-isu yang terkait dengan keputusan pelaksanaan penelitian kebijakan
4. Alat untuk menjaring data awal dan data penelitian

2. Fokus Inkuiri Informasi


Menyusun persiapan studi penelitian kebijakan, perangkat yang
peneliti butuhkan adalah pengetahuan yang cukup memadai untuk
menentukan arah penelitian kebijakan tersebut akan dilakukan sampai dengan
menghasilkan rekomendasi yang berguna bagi pembuatan
kebijakan. Sebagaimana penelitianilmiah lainnya, efektivitas penelitian kebijakan
sangat banyak tergantung kepada nuansa-nuansa lingkungan. Oleh karena itu
pemahaman peneliti secara menyeluruh terhadap kondisi lingkungan merupakan
satu syarat urgen, tanpa itu kerja penelitian akan sia-sia.
Ann Majchrzak (1984) mengemukakan bahwa ada empat issu pokok yang
harus diketahui oleh peneliti sebelum melakukan kerja penelitian kebijakan.
Keempat isu tersebut adalah :
1. Latar pembuatan kebijakan untuk memecahkan masalah publik.
2. Rumusan dari dan nilai-nilai yang terkandung dalam masalah-masalah publik.
3. Tipe rekomendasi pemecahan masalah publik yang paling mungkin dirumuskan
dan aplikatif.
4. Sumber-sumber yang dibutuhkan dan tersedia bagi penyelenggaraan studi
penelitian kebijakan.
Lindblom dalam bukunya "The. Policy-Making Process" mengemukakan
lima langkah untuk mempelajari perumusan kebijakan. Kelima langkah tersebut
Lindblom (1980) adalah sebagai berikut :
a. Pelajari bagaimana masalah-masalah itu timbul dan masuk ke dalamagenda
acara para pembuat kebijakan pemerintah,
b. Pelajari bagaimana khalayak merumuskan masalah-masalah tersebut untuk
pembuatan suatu tindakan,
c. Pelajari sikap apa yang diambil oleh badan legislatif atau lembagalainnya atas
kebijakan itu.
d. Pelajari bagaimana para pemimpin merapatkan kebijakan itu.
e. Pelajari bagai,mana kebijakan.itu dievaluasi.
Lasswell, seperti dikutip oleh Freidrich (1962) menguraikan tahap-tahap
pembuatan atau mekanisme kebijakan, yang menurut penulis agak tumpang
tindih. Tahap-tahap dimaksud adalah :
a. Penjelasan.
b. Anjuran.
c. Himbauan.
d. Desakan.
e. Aplikasi,
f. Evaluasi,
g. Pencabutan.
Ann Majchrzak (1984) mengemukakan bahwa tools mekanisme kebijakan
dapat dipilah menjadi enam tipe. Keenam tipe tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mekanisme desiminasi.
b. Mekanisme finansiaL
c. Mekanisme keteraturan dan pengawasan.
d. Mekanisme operasi tindakan kebijakan.
e. Mekanisme setting prioritas,
f. Mekanisme penelitian dan pengembangan.

3. Tahapan Inkuiri Informasi


Ada empat aktivitas yang terpaut dalam proses penelitian kebijakan dan
harus dipahami oleh peneliti. Keempat hal tersebut yaitu :
(1) pembuatan kebijakan dilihat dari masalah sosial,
(2) rentang pendapat tentang masalah sosial,
(3) tipe rekomendasi yang fisibel, dan
(4) kebutuhan dan ketersediaan sumber yang diperlukan dalampelaksanaan
penelitian kebijakan.
Untuk mendapatkan pemahaman yang tajam mengenai masalah sosial
yang menjadi fokus penelitian, peneliti kebijakan harus mencari dan memperoleh
informasi dari sumber yang berbeda. Proses pencarian informasi tersebut sering
disebut proses inkuiri (inquiry processes).
Berikut ini akan dikemukakan tahap-tahap pendekatan untuk memperoleh
dan mensintesis informasi, yang disebut dengan tahap-tahap inkuiri informasi.
Joyce dan Weil (1980) mengemukakan bahwa proses inkuiri sosial
menempuh enam tahap, yaitu :
1. Menghadirkan atau menjelaskan situasi yang masih bersifat teka-teki.
2. Mengembangkan hipotesis untuk menjelaskan atau memecahkanmasalah.
3. Merumuskan dan mengklasifikasi hipotesis.
4. Mengeksplorasi hipotesis dalam terminologi asumsi-asumsi,implikasi-implikasi
dan validitas logisnya.
5. Mengumpulkan fakta-fakta dan bukti-bukti untuk mendukung hipotesis.
6. Merumuskan generalisasi atau solusi.

Ann Majehrzak (1984) mengemukakan delapan tahap inkuiri informasi,


yaitu :
1. Merumuskan masalah.
2. Mengidentifikasi isu-isu kebijakan kunei.
3. Analisis sejarah perundang-undangan dari isu-isu kebijakan.
4. Menjejaki perkembangan usaha penelitian dan perubahan sebelumnya.
5. Membuat bagan organisasi batang tubuh pembuatan keputusan.
6. Menggambarkan proses pembuatan kebijakan.
7. Mewawancarai stekeholders.
8. Membuat sintesis informasi
Di dalam penjajakan terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya dan hasil-
hasil penelitian yang lebih mutakhir atau usaha-usaha perubahan yang berkaitan
dengan masalah penelitian, penelitian kebijakan akan melihat dan mendapatkan
jenis-jenis informasi sebagai berikut :
a. Organisasi-organisasi, seperti stakeholders dan peneliti yang sering dan pernah
terlibat dalam proses penelitian dan usaha-usahaperubahan.
b. Nilai guna masa lampau dari hasil penelitian untuk pembuatankebijakan.
c. Partisipan kunci dalam pembuatan kebijakan.
d. Pemakai hasil penelitian atau study user, baik yang rutin maupun yang masih
harus dicari.
e. Usaha-usaha penelitian sejenis yang dilakukan sebelumnya

4. Keputusan untuk Penyelenggaran Studi


Bila aktivitas-aktivitas preliminari telah ditempuh dan pada setiap tahap
dilakukan secara baik, berarti peneliti kebijakan telah sampai kepada fase: siap
memutuskan penyelenggaraan studi. Masalahnya sekarang adalah peneliti
kebijakan harus mampu menjawab pertanyaan : Dengan cara apa studi
penelitian kebijakan akan dilakukan? Apakah situasinya sudah memungkinkan
bagiterlaksananya penelitian kebijakan? Sepanjang situasinya
belum memungkinkan, baik dilihat dari kesiapan peneliti maupun du kungan
lingkungan yang kondusif, penelitian kebijakan tidak akan dapat dilakukan secara
baik. Sebelum keputusan penyelenggaraan penelitian ditetapkan, sekali lagi,
perlu dipertimbangkan secaraekstra hati-hati.
Sebagai pertimbangan terakhir untuk membuat keputusan mengenai
penyelenggaraan studi, pertanyaan-pertanyaan berikut ini harus ditemukan
jawabannya oleh peneliti kebijakan, baik secara perorangan maupun dengan tim.
1. Apakah studi penelitian kebijakan ini bermanfaat dan fisibeldilakukan dilihat dari
konteks pengguna studi?
2. Apakah studi penelitian kebijakan ini bermanfaat dan fisibel dilakukan dilihat dari
konteks lingkungan sosio-politik?
3. Apakah studi penelitian kebijakan ini bermanfaat dan fisibel dilakukan dilihat dari
sumber-sumber yang sudah tersedia atau mungkin disediakan?
4. Pada skala kecil atau besarkah studi penelitian kebijakan ini akan dilakukan?
5. Apakah saya merupakan subjek yang mumpuni untuk menyelenggarakan studi
semacam itu?

5. Merumuskan Masalah dan Pertanyaan Kebijakan Pendidikan


Pola kerja penelitian kebijakan dalam banyak hal mengikuti pola kerja
penelitian pada umumnya, namun fokus penelitian ini bersifat sangat khas yaitu
tertuju selalu kepada pemecahan masalah publik.
Masalah penelitian kebijakan umumnya dirumuskan dalam bentuk
pernyataan (problems statement) dengan membandingkan dua kondisi subjek
atau mengkontradiksi-kan antara harapan dengan kenyataan. Beberapa contoh
masalah penelitian kebijakan disajilian berikut ini.
1. Tingkat school drop-out anak-anak sekolah dasar di pedesaan lebih tinggi
daripada anak-anak sekolah dasar di perkotaan.
2. Tingkat nutrisi anak-anak di daerah kumuh lebih rendah dari pada anak-anak
bukan di daerah kumuh.
3. Angka efisiensi edukasi (AEE) perguruan tinggi negeri di bawah standar yang
diinginkan.
4. Tingkat nutrisi anak-anak ghetto di bawah standar yang diinginkan.
Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa ada tiga faktor yang
mempengaruhi pemilihan masalah penelitian kebijakan, yaitu:
(1) Kekuatan-kekuatan yang ada pada peneliti
(2) Kekuatan-kekuatan yang ada pada stakeholders, dan
(3) Hasil telaah terhadap hasil penelitian dan usaha perubahan sebelumnya.
Secara lebih mendalam, Bailey (1982) mengemukakan beberapa faktor
yang mempengaruhi pemilihan masalah yang akan dirumuskan dalam
bentuk rumusan masalah penelitian, yaitu :
1. Paradigma sosiologis yang digunakan oleh peneliti.
2. Nilai-nilai yang dimiliki oleh peneliti.
3. Tingkat keberaksian peneliti dalam pelaksanaan pengumpulan data.
4. Metodologi yang dipakai oleh peneliti.
5. Satuan analisis yang ditetapkan.
6. Waktu kerja yang tersedia bagi peneliti.
Nilai-nilai yang dimiliki oleh peneliti dan stakeholder sangat menentukan
pemilihan masalah sosial yang menjadi fokus studi penelitian kebijakan dan pada
gilirannya akan mewarnai model masalah sosial yang dikembangkan. Nilai-nilai
yang dimiliki oleh peneliti dan stakeholder secara sederhana dapat
dituangkandalam bentuk dua kutub yang berlawanan seperti gambar berikut ;
Pandangan peneliti dan stakeholder terhadap suatu objek sangat
ditentukan oleh nilai-nilai yang dianutnya.
Dalam menyajikan variasi yang mungkin tentang tipe dampak yang dapat
dicapai dalam studi penelitian kebijakan, penelitian perlu mengakses lingkungan
sosio-politik untuk menentukan bentuk dampak yang paling fisibel. Penilaian atau
assesmen tersebut dimaksudkan untuk melihat beberapa besar perubahan atau
dampak yang diinginkan itu dapat mewujud dilihat dari keterbukaan lingkungan.
Penilaian ini juga dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya
konflik nilai-nilai serta definisi-definisi, serta tingkatan di mana pembuatan
kebijakan untuk perubahan itu akan dilakukan.
Oleh karena itu, maka arah pertanyaan penelitian dihubungkan dengan
dampak yang dikehendaki, terdiri atas beberapa kemungkinan, yaitu :
a. Merumuskan masalah sosial yang akan diidentifikasikan sebagai model, jika
informasi yang diperlukan belum tersedia,
b. Mengidentifikasikan dan membandingkan pemecahan alternatif, apakah akan
menggunakan Model A atau Model B
c. Membedakan dampak yang diinginkan, apakah inkremental, mixed scanning
atau fundamental,
d. Menentukan pada level mana kebijakan perubahan itu dikehendaki
Ada lima kriteria pertanyaan penelitian yang cocok untuk kebijakan publik
lanjut (advance public policy). Lima kriteria dimaksud menurut Bernard Berelson
(1976) adalah sebagai berikut :
a. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus mengarah kepada aspek-aspek penting
tentang masalah publik
b. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus dapat dikerjakan (doable),artinya
memungkinkan bagi tidak munculnya kendala-kendala studi.
c. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus mempertimbangkan dimensiwaktu, di
mana informasi yang diperlukan kelak akan berguna bagipembuatan keputusan
masa kini dan esok.
d. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus merupakan sintesis dari
keanekaragaman sudut pandang, dengan demikian akan dicapai kemewakilan
integrasi data lapangan dibandingkan dengan sudut pandangsampel.
e. Pertanyaan-pertanyaan penelitian harus menampilkan keresponsifankebijakan
dengan penekanan isu pada perkara yang akan membantutindakan pembuat
kebijakan untuk memecahkan masalah sosial.
Setelah pertanyaan penelitian diformulasikan, kerja
penelitianselanjutnya adalah menyusun instrumen
penelitian. Instrumen penelitian kebijakan disusun dengan maksud untuk
mendapatkan data tertentu. Oleh karena data yang ingin dikumpulkan atau
didapatkan oleh peneliti kebijakan banyak adanya dan bervariasi,
maka instrumen penelitian harus dibuat dengan kriteria yang tertentupula.
Kriteria umum sebuah instrumen yang baik adalah sebagaiberikut :
a. Bentuk instrumen harus sesuai dengan jenis data yang diperlukan
b. Setiap butir instrumen hanya menjaring satu butir data penelitian
c. Tidak ada duplikasi antar setiap butir instrumen
d. Tata instrumen bersifat sederhana dan mudah dimengerti
e. Antara butir instrumen yang satu dengan yang lain dapat merupakan lanjutan,
akan tetapi bukan merupakan lanjutan yang terputus
f. Jumlah butir instrumen secukupnya
Membuat instrumen penelitian seperti dimaksudkan di atas tidak selalu
dapat dilakukan dengan mudah. Langkah-langkah berikut ini layak dipakai bagi
usaha merumuskan instrumen penelitian yang baik.
Rumuskan pertanyaan penelitian secara spesifik.
a. Tentukan variabel pokok yang termuat dalam pertanyaan penelitian.
b. Tentukan sub variabel yang termuat dalam variabel pokok.
c. Jabarkan sub-variabel itu ke dalam butiran-butiran data dikumpulkan.
d. Tentukan sumber data untuk setiap butiran dimaksud.
e. Buat instrumen sesuai dengan kriteria

6. Memilih Tim Peneliti


Aktivitas terakhir dalam menyusun konsep studi peneliti kebijakan adalah
memilih anggota tim peneliti atau research investigators. Tim peneliti yang
menyelenggarakan kerja penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok,
yaitu :
1. Tim inti, yang terdiri atas ketua tim dan anggota peneliti serta asisten peneliti.
2. Tenaga pengumpul data atau inumerator dan tenaga lain, seperti tenaga teknis,
tenaga administrasi, petugas lapangan atau sebutan lain yang relevan.
Secara lebih spesifik, dalam memilih investigators ada tiga keputusan
yang harus dibuat, yaitu :
1. Untuk menyelenggarakan studi apakah sebagai usaha tim atau usaha
perorangan. Untuk penelitian kebijakan yang berskala besar, dianjurkan peneliti
tidak bekerja sendiri.
2. Memilih peneliti dengan latar belakang disiplin ilmu yang tepat, mampu dan mau
bekerja serta punya waktu yang cukup. Tidak ada satu pun penelitian kebijakan
yang akan berhasil dengan baik jika dilakukan secara sambilan.
3. Keterlibatan penasihat dalam proses studi. Jika peneliti masihmemandang perlu
memanfaatkan advisor, hal ini sangat dianjurkan. Akan .tetapi jika peneliti
merupakan peneliti yang mandiri, memanfaatkanadvisor hanya akan
memperlambat proses kerja studi penelitian kebijakan.
Dua keputusan pertama barangkali hanya merupakan proforma, hal ini
tentunya akan sangat tergantung kepada ukuran studi. Dalam studi berskala
kecil (small study), peneliti boleh jadi merupakan satu-satunya peneliti dengan
latar belakang keilmuan yang tepat. Di dalam studi berskala besar, dua
keputusan pertama memerlukan pertimbangan sangat serius, atas dasar
pemikiran yanghati-hati. Perlu keputusan tersendiri, apakah penelitian, akan
di dekati sebagai usaha tim atau usaha perseorangan.
Pendekatan tim akan makin terasa bermanfaat, jika :
a. Sumber data banyak jumlahnya dan menyebar pada wilayah geografis yang
berbeda dan berjauhan.
b. Fokus studi dapat dipilah-pilah menjadi tugas-tugas yang terpisah-pisah.
c. Variasi keahlian dalam studi diperlukan adanya.

D. METODOLOGI PENELITIAN KEBIJAKAN


Pola kerja analisis teknikal sesungguhnya hampir sama dengan aplikasi
metodologi penelitian dalam nenelitian tradisional. Meskipun demikian analisis
teknikal dalam terminologi penelitian kebijakan dipersepsi sebagai usaha untuk
menguji faktor-faktor yang menyebabkan munculnya masalah sosial.
Berdasarkan hasil telaah dapat dirumuskan sebuah atau beberapa konklusi
sebagai rekomendasi tentatif untuk mengurangi dampak dari faktor-faktor
penyebab munculnya masalah sosial. Analisis teknikal adalah satu fase proses
kerja penelitian kebijakan yang melibatkan aktivitas-aktivitas, yang secara
analogi sama saja dengan proses kerja penelitian tradisional -aplikasi metodologi
penelitian dalam kerja penelitian. Kalaupun proses penelitian kebijakan dalam
banyak hal sama dengan kerja penelitian tradisional, namun sesungguhnya tidak
identik.
Dalam hal tertentu, proses dan produk penelitian kebijakan berbeda
dengan penelitian tradisional. Pertama, penelitian kebijakan punya ketertiban
ilmiah yang rendah. Kedua, penelitian kebijakan memerlukan acuan teoretis,
meskipun bukan merupakan predetermined theory. Ketiga, penelitian
kebijakanyang diselenggara-kan oleh peneliti kebijakanmensyaratkan
keterlibatan intensif para stakeholder atau study user. Keempat, penelitian
kebijakan umumnya dilakukan atas dasar permintaan klien. Kelima,
penelitian kebijakan mensyaratkan variabel lunak yang bersifat multifaset dan
multidimensional. Keenam, penelitian kebijakan sangat prihatin dengan
kekuatan sosio-politik serta lingkungan. Ketujuh, penelitian kebijakan
selalu diakhiri dengan rekomendasi untuk keperluan pengambilan kebijakan
dalam rangka memecahkan masalah sosial.

1. Operasionalisasi Variabel
Variabel merupakan suatu konsep yang mempunyai variasi nilai (Manasse
Malo dkk., 1986). Variasi nilai itu akan tampak jika variabel itu didefinisikan
secara operasional atau ditentukan tingkatannya. Pemahaman mengenai konsep
variabel sangat diperlukan oleh para peneliti kebijakan, mengingat umumnya
mereka meneliti masalah sosial yang unik serta keterkaitan antar berbagai
faktordeterminatif yang menentukan dampak tertentu. Pembaca atau peneliti
kebijakan yang ingin mendalami secara lebih jauh mengenai konsep variabel
disarankan untuk membaca beberapa literatur metodologi penelitian yang
relevan.
Variabel dalam penelitian kebijakan bersifat khas, yaitu variabel-
variabel lunak dan variabel inilah yang harus dioperasionalisasikan. Pada tahap
ini dan sangat erat kaitannya dengan keseluruhan proses penelitian kebijakan,
seperangkat pertanyaan penelitian akan diformulasikan secara spesifik, dengan
cara tertentu, terutama berkenaan dengan pengaruh variabel-variabel lunak
yangdipilih terhadap masalah sosial.
Untuk mempermudah penjelasan sebagai variabel pengaruh diberi simbol
X dan variabel terpengaruh diberi simbol Y. Variabel pengaruh dapat saja bersifat
berganda, seperti X1, X2, X3 dan seterusnya, sepanjang masih dalam kategori
variabel lunak. Variabel terpengaruh dapat bersifat tunggal atau ganda, seperti
Y1,Y2 dan seterusnya.

Gambar : Model sederhana Keterkaitan antar Variabel

2. Metode Penelitian Pendidikan


Penelitian kebijakan lebih mengamanatkan ambisi pembuat kebijakan
daripada kemauan peneliti sebagai akademisi. Dalam proses kerjanya, peneliti
kebijakan umumnya menempatkan diri pada format metodologi penelitian ilmu-
ilmu sosial -mengadaptasi, mengkombinasikan dan memperbaiki cara
kerjanya.Literatur yang dipakai oleh peneliti kebijakan, terutama menyangkut
teknis metodologis dan statistika hampir sepenuhnya mengacu kepada literatur
umum yang berlaku.
Tidak ada metode yang komprehensif untuk menyelenggarakan penelitian
kebijakan, peneliti harus mengetahui variasi-
variasi metode yang berbeda dalam tata penerapannya secara selektif untuk
merumuskan pertanyaan penelitian.
Beberapa metode tersebut penerapannya akan sangat tergantung kepada
ketersediaan informasi, seperti sintesis terfokus. Metode-metode lainnya
barangkali akan lebih tepat jika waktu keria penelitian relatif pendek dan
informasiyang ada telah tersedia dan memenuhi kriteria reliabilitas. Metode lain
mensyaratkan pengumpulan data secara intensif, seperti survai; metode ini
sangat tepat diterapkan jika penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi baru yang diperlukan untuk mengembangkan kebijakan baru. Metode
lainnya barangkali lebih tepat ketika ada alternatif kebijakan, seperti analisis
biaya-keuntungan dan analisis keefektifan biaya. Metode ini akan
sangat membantu peneliti dalam rangka menyeleksi kebijakan optimal di antara
alternatif yang dievaluasi.
Beberapa sampel metode-metode penelitian yang relevan dengan
penelitian kebijakan akan disajikan secara singkat, berikut penjelasan dan
contoh-contohnya. Beberapa metode tersebut yaitu :
1. Sintesis terfokus.
2. Analisis data sekunder.
3. Eksperimen lapangan.
4. Metode kualitatif.
5. Metode survai.
6. Penelitian kasus.
7. Analisis biaya-keuntungan.
8. Analisis keefektifan biaya.
9. Analisis kombinasi.
10. Penelitian tindakan.

3. Rancangan Metode Penelitian Pendidikan


Sejalan dengan uraian mengenai metode-metode yang telah dijelaskan di
atas, peneliti kebijakan punya alternatif pilihan yang begitu banyak untuk
merancang metodologi studi penelitian. Jika kita mengikuti pola kerja penelitian
tradisional, rancangan penelitian dapat dipilah menjadi dua, yaitu rancangan
persiapan dan rancangan pelaksanaan. Rancangan persiapan penelitian
meliputiidentifikasi dan formulasi masalah, perumusan tujuan dan pentingnya
penelitian, telaah pustaka, perumusan hipotesis dan lain-lain.
Rancangan pelaksanaan meliputi teknik pengukuran variabel, sampling,
alat dan cara pengumpulan data, coding, editing dan analisis data. Shah (1972)
mengemukakan bahwa rancangan penelitian secara luas meliputi proses-proses
kerja sebagai berikut:
1. Identifikasi dan pemilihan fokus masalah penelitian.
2. Menyusun kerangka konseptual untuk masalah penelitian dihubung kan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya.
3. Merumuskan masalah penelitian secata spesifik, meliputi :
a. tujuan penelitian;
b. ruang lingkup penelitian;
c. hipotesis yang akan diuji.
4. Menyusun rancangan penelitian untuk percobaan atau membangunancangan
penyelidikan.
5. Memilih dan mendefinisikan variabel disertai ancangan pengukurannya.
6. Memilih dan menentukan prosedur penarikan sampel atau sampling
7. Menyusun alat serta cara pengumpulan data.
8. Membuat coding, mengedit dan memproses data.
9. Menganalisis data serta memilih prosedur statistik untuk mengadakan
generalisasi serta inferensi statistik.
10. Menyusun laporan penelitian secara lengkap.
Ada beberapa petunjuk dasar dalam merancang metodologi studi
penelitian kebijakan. Majchrzak (1984) menyajikan lima petunjuk dasar untuk
merancang metodologi studi penelitian kebijakan, yaitu sebagai berikut :
Pertama, secara ideal studi penelitian kebijakan adalah studi yang
mengkombinasikan beberapa metode penelitian yang berbeda, seperti survai
dengan sintesis terfokus, studi kasus dengan penelitian grounded, penelitian
grounded dengan penelitian kuali tatif, studi kasus dengan analisis data
sekunder, dan lain-lain. Secara ideal, penelitian kebijakan adalah menggunakan
kombinasi pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif (Smith, Seashore dan
Louis, 1982). Kombinasi semacam itu mempunyai banyak keuntungan, yaitu
validitasnya lebih tajam, hasilnya lebih mantap, dan menambah keluasan
wawasan. Ada beberapa variasi kombinasi metode kualitatif dengan metode
kuantitatif atau sebaliknya, yaitu :
a. Fokus utama data kualitatif dan data kuantitatif bersifat sebagaipelengkap.
b. Fokus utama data kuantitatif dan data kualitatif bersifat sebagaipelengkap.
c. Fokus utama data yang dicari di lapangan ditentukan oleh ketersediaan data,
namun keduanya ada dalam gamitan peneliti.
d. Analisis data kuantitatif dan selanjutnya dibahas secara kualitatif.
e. Deskripsi atau analisis kualitatif, disertai bukti-bukti kuantitatif.
Kedua, untuk merancang metodologi penelitian kebijakan, peneliti
dapat menggunakan pendekatan empiris-induktif (empirico-inductive
process), antar aksi masalah sosial yang berbeda untuk dicarikan
pemecahannya. Karena itu agak berbeda dengan sikap "menyerang" secara
frontal terhadap masalah, metodologi yang disusun dimungkinkan untuk
diadaptasi secara rutin dalamkonteks interaksinya dengan masalah. Implikasinya
adalah bahwa metodologi penelitian tidak dapat dibuat secara kaku, melainkan
terbuka ruang untuk diadaptasi. Aplikasi metode kualitatif dalam penelitian
kebijakan selalu menunjukkan sifat semacam ini.
Ketiga, bahwa peneliti kebijakan harus hati-hati, tidak untuk menstruktur
isu hanya untuk teknik "serangan tiba-tiba binatang kesayangan (peneliti) dalam
kotak tosnya "(House dan Coleman, 1980)." Metodologi harus lebih didasarkan
atas pertanyaan penelitian daripada pertanyaan penelitian dirumuskan kembali
untukserangan tiba-tiba dari metodologi yang direferensikan. Sebagai contoh,
disajikan berikut ini.
a. Rendahnya kepatuhan staf tidak dapat sepenuhnya "diserang"
dengan pertanyaan perihal wibawa pimpinan atau ketidakjelasan aplikasi
aturan, melainkan dapat ditelaah dari sisi besarnya kemandirian atau
keinginan untuk bebas dari kelompok kerja.
b. Tidak berkembangnya diskusi terbimbing tidak dapat
sepenuhnya"diserang" dengan pertanyaan mengenai kedalaman
penguasaan anggota kelompok terhadap masalah, melainkan dapat
ditelaah dari sisi iklim diskusi, rasa takut atau kreativitas peserta.
c. Kondisi lingkungan kampung yang kumuh tidak dapat
sepenuhnyadianalisis dengan pertanyaan besar atau kecilnya kesadaran
masyarakat akan makna lingkungan yang bersih dan sehat,
melainkan apakah dilihat dari waktu kerja mereka cukup tersedia untuk
memperbaiki kondisi tersebut.
Keempat, oleh karena adanya keterbatasan waktu dan sumber studi
yang secara tipikal dihadapi oleh peneliti kebijakan, penggunaan instrumen-
instrumen asli dan aplikasi pengumpulan data primer secara ketat, sebisa
mungkindikurangi (Stewart, 1984). Banyak data penelitian kebijakan dapat
dengan mudah didapat, demikian juga banyak tersedia instrumen yang langsung
bisa digunakan. Jika fokus studi penelitian kebijakan dapat dengan mudah
dimodifikasi secara teratur untuk menggunakan data yang ada,
perubahan semacam itu sangat berguna adanya.
Beberapa jenis instrumen yang dapat langsung peneliti gunakan (tidak
perlu lagi menggunakan/membuat instrumen asli), seperti :
a. instrumen tes intelegensi;
b. instrumen tes kecenderungan kepribadian;
c. instrumen-instrumen lain yang telah divalidasikan.
Kelima, untuk merancang metodologi penelitian kebijakan peneliti perlu
merefleksi kepada lingkungan sosio-politik dimana studi itu dilakukan. Rancangan
metodologi harus responsif terhadap berbagai kritik terutama berkenaan dengan
validitas studi, pendapat pengguna studi tentang rancangan yang ada, perubahan
iklim politik, kondisi sosial yang senantiasa berubah yang kemungkinan memberi
efek terhadap kesimpulan.

E. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS REKOMENDASI STUDI


1. Hasil Penelitian dan kesimpulan
Untuk mendapatkan hasil dan kesimpulan dari pengumpulan informasi,
peneliti kebijakan menggunakan prinsip kontrol substansial (Majchrzak, 1984).
Kebanyakan informasi secara tipikal dikumpulkan, dianalisis dan disimpulkan dan
untuk selanjutnya dikomunikasikan dengan pembuat kebijakan atau study user.
Untuk itu, peneliti harus dapat memutuskan dua hal, yaitu data apa yang dapat
dianalisis dan dengan cara apa. Beberapa saran ditawarkan untuk membantu
peneliti kebijakan dalam rangka mendapatkan kesimpulan dan basil penelitian.
Saran ini harus mendapatkan perhatian serius bagi peneliti kebijakan, agar hasil,
kesimpulan dan rekomendasi studi menjadi bermakna.
Salah satu saran yang tidak dapat dilupakan oleh peneliti kebijakan
adalah babwa hasil penelitian harus disajikan sesederhana mungkin, mudah
dipahami dan apa yang tersurat itulah adanya. Sepanjang dimungkinkan, peneliti
kebijakan tidak sekali-kali berusaha mengingkari saran ini. Sungguhpun study
user secara tipikal ingin mengetahui secara mendalam tentang basil studi
untuk dapat mengevaluasinya secara kritis, secara umum mereka tidak banyak
tahu tentang statistik dan istilah-istilah teknisnya. Karena itu peneliti kebijakan
harus banyak memperoleh dan menyajikan hasil penelitian yang dapat dengan
mudah dimengerti oleh orang kebanyakan atau lay people. Untuk itu, analisis
data dapat dikerjakan dengan cara-cara tertentu. Pertama, analisis data kualitatif
secara kualitatif dan kedua analisis kuantitatif. Cara apa pun yang dipakai oleh
peneliti kebijakan, yang perlu diperhatikan olehnya adalah bahwa hasil dan
kesimpulan yang didapat dari analisis data harus dapat dengan mudah
dimengerti oleh pembuat kebijakan.
Peneliti harus memutuskan untuk membuat sajian hasil penelitian yang
mudah dimengerti, seperti alat-alat visualisasi (grafik, gambar, tabel frekuensi,
tabulasi silang), uji chi-square, uji t (student t), uji korelasi, rata-rata tertimbang
(weighted mean score) dan lain-lain. Hasil yang diperoleh dengan teknik analisis
semacam ini umumnya dapat dengan mudah disajikan.
Perumusan hasil dan kesimpulan penelitian kebijakan pun harus
dikaitkan dengan isu-isu etik, sebagaimana disarankan oleh Nagel (1982).
Menurut Nagel, bahwa peneliti berkewajiban terhadap subjek kesimpulannya,
terhadap analisis kesensitifan dengan jalan mana menentukan bahwa
kesimpulan mereka akan berubah sehubungan dengan aneka perubahan, seperti
: (a) data masukan; (b) nilai-nilai dan asumsi, (c) pengukuran-
pengukuran; (d) sampling; dan (e) analisis.
Prinsip-prinsip etik ini secara tidak langsung menyatakan bahwa peneliti
kebijakan perlu waktu untuk merefleksi terhadap hasil-hasil dan kesimpulannya.
Bahwa apa yang ada sesungguhnya punya keterbatasan-keterbatasan dan ada
kendala kemampu generalisasian di persilangan situasi yang berbeda dan
metode-metode yang dipahami secara jelas. Penjelasan-penjelasan semacam itu
rasa-rasanya sangat berguna, terutama jika hasil dan kesimpulan studi penelitian
kebijakan melampaui batas-batas situasi yang cenderung berubah jika dikaitkan
dengan pada saat data dioeroleh dan dianalisis

2. Analisis Rekomendasi Studi


Berkaitan dengan hasil analisis teknikal, seperangkat kesimpulan dan
rekomendasi kebijakan tentatif dapat dirumuskan dan diharapkan dapat
membantu memecahkan masalah-masalah sosial, sesuai dengan misi dasar
penelitian kebijakan. Mencurahkan kerjasebegitu jauh, peneliti .kebijakan akan
merasakan penghampiran tertentu, bahwa rekomendasi kebijakan akan tercapai
secara efektif sesuai dengan tujuan yang dikehendaki jika diimplementasikan
secara baik.
Rekomendasi yang dibuat oleh peneliti kebijakan secara hipotetik akan
menjelma menjadi tiga kemungkinan, yaitu dapat diimplementasikan secara
penuh, diimplementasikan sebagian dan tidak dapat di implementasikan.
Lingkungan sosio-politik, lingkungan sosiokultural-ekonomi dan kemauan
pembuat kebijakan akan sangat menentukan ujud akhir implementasi
rekomendasi studi penelitian kebijakan.
Rekomendasi berbenturan dengan kondisi lingkungan sosio-kultural-
politik-ekonomi yang senantiasa berubah, pembuat kebijakan dapat saja
memperlakukan rekomendasi studi penelitian kebijakan dengan berbagai
kemungkinan, seperti :
a. mengadopsi rekomendasi studi;
b. mengadaptasi rekomendasi studi;
c. membangun "rekomendasi" baru; dan
d. menolak rekomendasi.
Menyusun rekomendasi hasil studi penelitian kebijakan tidak cukup
hanya memuat apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya,
melainkan memerlukan seperangkat pertimbangan yang saling mengait.
Perangkat yang saling mengait itu dapat berupa subjek manusia, lingkungan,
materi dan fisibilitas lain. Adapun perangkat dimaksud meliputi:
a. subjek pemberi rekomendasi;
b. isi dan kualitas rekomendasi;
c. pembuat kebijakan yang menerima rekomendasi;
d. hubungan antara pembuat dan penerima rekomendasi;
e. alat dan bahan tersedia bagi kemungkinan implementasirekomendasi;
f. satuan waktu yang akan digunakan untuk implementasi;
g. kondisi lingkungan dalam makna luas; dan
h. perbedaan kepentingan
Tidak jarang bahwa rekomendasi yang dibuat oleh para perumus
kebijakan, katakanlah dalam bentuk rekomendasi hasil studi, mengalami
perubahan besar di tangan administrator atau pembuat kebijakan. Lindblom
(1980) mengemukakan bahwa pengubahan itu dapat disebabkan oleh beberapa
hal:
a. Rincian kebijakan dasar yang kurang lengkap. Dapat
dipastikan bahwa tidak ada perumus kebijakan yang dapat merumuskan
kebijakan secara lengkap. Hanya sedikit orang yang berusaha
mencobanya, malah kebanyakan di antara mereka meminta atau
mengizinkan administrator untuk melanjutkan peraneangan elemen-
elemen kebijakan yang telah mereka susun drafnya.
b. Kriteria kontradiktif dalam pelaksanaan. Misalnya, ketentuan
untukmeningkatkan upah minimal selalu berkontradiksi dengan
kemampuan membayar; keinginan untuk memodernisasi masyarakat
seringkaliberbenturan dengan kultur lokalit yang masih tertutup.
c. Insentif yang tidak efektif. Perangsang-
perangsang administratifkadangkala tidak cukup tersedia bagi
implementasi kebijakan. Banyak aparat pelaksana yang menghindari kerja
berat, keengganan melaksanakan kebijakan, kebijakan yang tidak disukai
dengan berbagai alasan.
d. Kontradiksi pengarahan. Pelaksanaan kebijakan seringkali
dikomando atau diinstruksi oleh lebih dari satu sumber, terutama
kebijakan yang melibatkan antar departemen. Hal ini jangankan
memperlancar, malah justru membingungkan.
e. Keterbatasan kemampuan. Para administrator atau pembuat
kebijakan tidak tahu harus bertindak apa, demikian juga aparat
pelaksana. Adakalanya administrator bertindak sendiri-sendiri, bahkan
tidak berbuat apa pun.
f. Terbatasnya sarana administratif. Para administrator seringkali
kekurangan/ tidak punya kewenangan dan lemah dalam mengontrol
berbagai aspek yang diperlukan, termasuk staf, fasilitas fisik dan
dana untuk melaksanakan kebijakan dasar.

F. MENGKOMUNIKASIKAN HASIL PENELITIAN


1. Peneliti Sebagai Komunikator
Peneliti kebijakan yang baik adalah komunikator yang baik, dia adalah
subjek yang dapat mengkomunikasikan isi pesan yang direkomendasikan
kepada pembuat kebijakan. Hasil studi penelitian kebijakan, berupa rekomendasi
untuk usaha pemecahan masalah sosial, tanpa dikomunikasikan kepada
pembuat kebijakan atau dikomunikasikan dalam keadaan tidak dapat diterima
baik olehnya, merupakan pekerjaan yang sia-sia.
Artinya, kerja penelitian kebijakan tidak punya arti apa-apa, jika basil
penelitian yang berupa rekomendasi untuk pemecahan masalah sosial tidak
dapat dikomunikasikan secara baik dengan pembuat kebijakan. Komunikasi
adalah proses penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam rumusan ini, seseorang disebut sebagai peneliti
dan orang lain disebut sebagai pembuat kebijakan, sedangkan informasi adalah
isi rekomendasi yang disusun oleh peneliti kebijakan, serta tujuan tertentu
dipersepsi sebagai implementasi kebijakan untuk pemecahan masalah
sosial.Secara singkat dapat dikemukakan bahwa tugas peneliti kebijakan adalah
menyelenggarakan penelitian mulai dari proses awal sampai dengan
tersusunnya rekomendasi untuk kebijakan, serta mengkomunikasikan hasil
penelitian itu kepada pembuat kebijakan. Tugas pembuat kebijakan adalah
menerima rekomendasi hasil penelitian, meneIaah dan
mengimplementasikannya.
Mewujudkan komunikasi yang efektif antara peneliti dengan pembuat
kebijakan bukanlah pekerjaan sederhana (Etzioni, 1981), Uraian berikut ini,
sebagai bagian integral dari pembahasan mengenai proses kerja penelitian
kebijakan, dimaksudkan untuk mencari alternatif strategi yang dapat dilakukan
oleh peneliti kebijakan dalam usaha mengefektifkan proses komunikasinya
dengan pembuat kebijakan. Meskipun demikian, uraian ini tidak disertaipretensi
bahwa hanya dengan format khusus efektivitas komunikasi antara peneliti
dengan pembuat kebijakan dapat menjelmadalam realitas. Proses komunikasi
antara peneliti dengan pembuat kebijakan dengan segala dinamikanya, banyak
diwarnai oleh peristiwa interaktif yang terjadi.

2. Nilai Hubungan Komunikatif


Salah satu komponen kunci terpenting dalam keseluruhan proses kerja
penelitian kebijakan adalah mengkomunikasikan hasil penelitian (study
results)kepada pembuat kebijakan. Tanpa hubungan komunikatif yang tepat
antara peneliti dengan pembuat kebijakan, akan sangat sulit bagi peneliti untuk
menjamin hasil penelitian dan rekomendasi yang disusunnya dapat
diimplementasikan. Fakta menunjukkan bahwa tanpa keterbukaan, keaktifan dan
komunikasi yang konstruktif antara peneliti dengan pembuat kebijakan, usaha
penelitian kebijakan akan menjadi sangat kecil nilainya.
Pada penelitian kebijakan, istilah mengkomunikasikan hampir selalu
dipersepsi sebagai upaya peneliti kebijakan untuk menyampaikan hasil penelitian
kepada pembuat kebijakan (Majchrzak, 1984; Etzioni, 1981). Oleh karena itu,
hasil penelitian kebijakan diperuntukkan bagi "konsumsi'' kalangan terbatas, yaitu
pembuat kebijakan itu sendiri.
Hubungan komunikatif yang padu antara peneliti dengan pembuat
kebijakan atau study user, stakeholder atau sebutan lain untuk itu, akan
menghasilkan beberapa keuntungan. Keuntungan-keuntungan dimaksud adalah :
1. Mengurangi skeptisme pembuat kebijakan terhadap hasil penelitian dan
kapasitas peneliti.
2. Memberi peluang luas bagi peneliti untuk memahami kendala dan realitas kerja
pembuat kebijakan.
3. Menyatupadukan perbedaan kepentingan peneliti dengankepen-tingan
pembuat kebijakan, bahwa tujuan akhir kerja mereka adalah untuk memecahkan
masalah sosial.
4. Memberi peluang bagi pembuat kebijakan untuk dapat mengetahui secara lebih
jauh tentang.informasi yang relevan bagi pembuatan kebijakan di masa datang.
5. Memberi peluang kepada peneliti kebijakan untuk dapat mengetahui aneka
perubahan diarena kebijakan yang mungkin berpengaruh terhadap studi lebih
lanjut.

G. DAFTAR PUSTAKA
1. Awdhana W.,. 1997, Metodologi Penelitaian, Usaha Nasional,
Surabaya

2. Sudarwan Danim, Prof. Dr. 2000, Pengantar Studi Penelitian


Kebijakan, PT. Bumi Aksara, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai