PPK Rehab Medis
PPK Rehab Medis
REHABILITASI MEDIK
DAFTAR ISI :
1
OSTEOARTHRITIS GENU (LUTUT)
Definisi :
Osteoarthritis mengubah keseimbangan antara degradasi dan sintesis tulang rawan artikular
dan tulang subchondral. Osteoarthritis lutut dapat muncul dari faktor mekanik dan idiopatik.
Osteoarthritis lutut dapat melibatkan salah satu atau semua dari tiga kompartemen lutut utama
: medial, patellofemoral, atau lateral. Kompartemen medial paling sering terlibat dan sering
menyebabkan runtuhnya ruang medial sendi dan dengan demikian menyebabkan deformitas
genu varum (bowleg). Keterlibatan kompartemen lateral dapat menyebabkan deformitas genu
falgum (knock-knee). Penyakit terisolasi dari sendi patellofemoral terjadi sempai
sepersepuluh dari pasien dengan Osteoarthritis lutut. Arthritis dalam satu kompartemen dapat
melalui perubahan pola stres biomekanik, akhirnya mengarah pada keterlibatan kompartemen
lainnya.
Osteoarthritis secara perlahan menjadi penyebab paling umum dari disabilitas untuk usia
tengah baya dan telah menjadi penyebab paling umum dari disabilitas bagi mereka yang
lebih tua dari 65 tahun. Sebelum usia 50 tahun, pria memiliki prevalensi dan insiden lebih
tinggi daripada wanita. Namun setelah usia 50 tahun perempuan memiliki prevalensi dan
insidensi lebih tinggi secara keseluruhan. Untuk orang – orang ini, lutut adalah bagian tubuh
yang paling sering terkena Osteoarthritis. Osteoarthritis lutut simptomatis ditemukan pada
sekira 10% dari populasi yang lebih tua dari 65 tahun. Selain pertumbuhan populasi pasien
usia lanjut dengan Osteoarthritis lutut, semakin banyak mantan atlet dengan cedera lutut
sebelumnya mungkin mengalami Osteoarthritis lutut post trauma.
Gejala Klinis
♣ Nyeri sendi di sekitar lutut terutama selama weight-bearing dan berkurang dengan
istirahat namun dengan perkembangan penyakit, rasa sakit dapat bertahan bahkan pada
saat istirahat.
♣ Nyeri tekan pada lutut
♣ Penurunan ROM karena kekakuan sendi atau pembengkakan
♣ Sensasi ”locking” atau ”catching” karena berbagai penyebab, termasuk debris dari
degenerasi tulang rawan atau meniskus pada sendi, peningkatan perlekatan permukaan
artikular yang relatif kasar, kelemahan otot dan bahkan peradangan jaringan
♣ Krepitasi
2
♣ Terkadang efusi
Pemeriksaan fisik
Inspeksi Hipertrofi tulang
Varus deformita dari keterlibatan kompartemen medial
preferensial
Palpasi Peningkatan temperatur
Efusi sendi
Nyeri tekan sendi
LGS Nyeri saat fleksi lutut
Penurunan fleksi sendi sekunder terhadap sendi
Krepitus (kasar)
Stabilitas Sendi Ketidakstabilan mediolateral
Neurologi Umumnya normal dengan pengecualian penurunan
kekuatan otot, terutama di quadriceps, karena tidak
digunakan atau guarding sekunder terhadap rasa sakit
Keterbatasan Fungsional
♣ Kekakuan sendi dan nyeri selama weight bearing mengarah langsung ke kesulitan berdiri
lama, transfer, berjalan dan partisipasi dalam aktivitas fisik atau program latihan
♣ Keterlibatan kompartemen patellofemoral dapat menyebabkan kesulitan naik tangga serta
sensasi buckling
♣ Dapat diperparah oleh faktor – faktor sekunder seperti depresi, pasitas aerobik rendah dan
Pemeriksaan Penunjang
♣ Radiografi polos pada posisi weight bearing (berdiri) anteroposterior, lateral dan tunnel
view/skyline view
Diferensial Diagnosis
Penyebab Nyeri Lutut Umum menurut Kelompok Umur
Subluksasi patella
Penyakit osgood-Schlatter
Patela Tendinitis
Anak – anak dan remaja Nyeri alih (e.q Slipped capital femoral epiphysis)
Osteochondritis disseecans
Fraktur subchondral
Kelainan genetik atau bawaan
3
Septic arthritis
Tumor
Sindrom nyeri patellofemoral (chondromalacia patelae)
Sindrom plica medial
Bursitis pes anserinus
Trauma sprain ligamen
Dewasa Robekan meniskus
Inflamasi arthropathy ; rhematoid arthritis, sindroma reiter
Septic arthritis
Radikulopati midiumbar
Tumor
Osteoartritis
Crystal-induced inflammatory arthropathy : gout, pseudogout
Dewasa Usia Lanjut Rhematoid arthritis
Kista poplitea
Tumor
Tujuan tatalaksana
• Mengurangi nyeri
Tatalaksana
Fase Akut
• Protectin, rest, ice,compression dan elevation
4
Rehabilitasi
• Latihan penguatan statis atau dinamis dapat mempertahankan atau meningkatan kekuatan
• Nyeri kronik
5
LOW BACK PAIN
Definisi :
Nyeri yang dirasakan di bawah punggung bagian bawah yaitu di antara iga terbawah sampai
lipatan gluteal.
Epidemiologi
• 60 – 90 % insiden dalam seluruh hidup
• 5 % insiden tahunan
• Pada sekitar 50% - 80% orang dewasa yang bekerja terjadi LBP tiap tahunnya
Etiologi
1. Mekanikal
• Strain, sparin lumbal (70%)
• Spondilolistesis (2%)
6
2. Non mekanikal
• Neoplasma
• Infeksi (0.01%)
7
• Infeksi (0.01%)
• Osteomyelitis
• Abses epidural
• Abses paraspinal
• Penyakit Pott
• Ankylosing spondylitis
• Psoriatic spondylitis
• Sindroma Reiter
⇒ Prostatitis
⇒ endometriosis
• Penyakit ginjal
⇒ Nefrolitiasis
⇒ Pielonefritis
⇒ Abses perineprik
• Aneurisma aorta
• Penyakit gastrointestinal
⇒ Pankreatitis
⇒ Kolelitiasis
Anamnesis
• Lokasi
• Karakter nyeri
• Tingkat keparahan
8
• Waktu : onset, durasi, frekuensi
• Faktor pemicu
• Pekerjaan
9
Perlu perhatian khusus jika didapati hal – hal berikut (red flags) :
• Back pain pada anak < 18 th, atau dewasa > 55 th
• Riwayat trauma
• Riwayat keganasan
• Penyakit sistemik
• Incontinenia
• Kelemahan motorik
Pemeriksaan Fisik
• Observasi
Postur : anterior, posterior, lateral
Deformitas tulang belakang
Kulit : atau penyakit vaskular yang menimbulkan nyeri
Pola jalan
• Palpasi
Tulang
Otot : trigger point, spasme, tonus
• Gerakan
ROM Spine : forword Flexion, extension, side bending, rotasi
Ekstremitas
• Tes neurologi
MMT : miotom L1-S1
Sensitifitas ; dermatom L1S1
Reflex
10
Keseimbangan dan koordinasi
• Low Back Maneuver
• Patrick-Contra Patrick
11
Keterbatasan fungsional
• Lingkup gerak sendi
• Bekerja
Tujuan Tatalaksana
• Mengurangi nyeri
Tatalaksana
Program Manajemen Konservatif Nyeri Punggung Bawah
• Edukasi pasien, konseling (fisik, okupasi, vokasional, psikososial)
• Modalitas fisik : cold pack (48 jam pertama). Hot packs, ultrasound, TENS
• Terapi latihan :
Peregangan lumbal & panggul + ROM exercise (+ head/cold modalities)
Penguatan ekstensor trunkus + panggul
Latihan stabilisasi lumbal
• Okupasi : body mechanics dan posture training
12
STROKE
Batasan dan Uraian Umum
Stroke adalah kumpulan gejala kelainan neurologis lokal yang timbul mendadak akibat
gangguan peredaran darah di otak yang disebabkan penyakit atau kelainan yang juga
merupakan faktor risiko.
Gejala tersebut dapat disertai atau tidak disertai gangguan kesadaran dan manifestasi klinis
tergantung lokasi lesi neuroanatomis.
Gejala
Kelemahan anggota gerak merupakan kelainan yang sering ditemukan pada penderita stroke.
Kelainan lain yang juga sering ditemukan adalah gangguan bicara, menelan, afasia, gangguan
kognitif, hilangnya fungsi gerak sensorik dan gangguan penglihatan. Peningkatan tonus otot,
kelemahan, depresi, dan nyeri merupakan gejala yang dapat timbul setelah stroke terjadi.
Pemeriksaan Fisik
Diperlukan pemeriksaan neurologis yang menyeluruh. Pemeriksaan ini meliputi :
13
• Pemeriksaan kesadaran dengan Glasgow Cma scale
monofilamen tes
• Pemeriksaan lingkup gerak sendi
• Pemeriksaan kekuatan dan tonus otot
Keterbatasan Fungsional
• Gangguan gerak
• Gangguan keseimbangan
• Gangguan sensibilitas
• Gangguan menelan
• Gangguan komunikasi
• Gangguan defekasi
• Gangguan psikis
15
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium yang sesuai
Tujuan tatalaksana
Mengoptimalkan kemampuan fungsi dengan memodifikai sehingga insan pasca stroke
mampu beradaptasi, mandiri dengan kualitas hidup yang sesuai.
Tatalaksana
Rehabilitasi
Rehabilitasi stroke adalah pengelolaan medis dan rehabilitasi komprehensif terhadap
disabilitas yang diakibatkan stroke melalui pendekatan neurorehabilitasi. Program rehabilitasi
perlu disusun sesuai dengan tingkat keparahan akibat serangan stroke. Rehabilitasi stroke fase
akut dilaksanakan selama pasien dirawat inap. Pada kondisi medis dan neurologis stabil (fase
subakut), pasien bisa dilakukan rehabilitasi rawat inap maupun rawat jalan/home care.
Sedangkan fase kronik/lanjut rehabilitasi dilakukan dengan rawat jalan. Program rehabilitasi
multidisiplin secara komprehensif dimulai dari fase akut secara inter maupun intra disiplin
dengan spesialis lain.
• Latihan (exercise)
Program latihan fisik bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsi dengan penekanan
pada peningkatan kemampuan untuk malakukan aktivitas sehari – hari (ADL). Instruksi
mengenai teknik-teknik kompensasi dan edukasi yang dibutuhkan pasien diajarkan juga
terhadap keluarga atau caregiver penting untuk mempersiapkan kembalinya pasien ke
rumah. Bukti – bukti menunjukkan bahwa terapi fisik bermanfaat terhadap reorganisasi
korteks pasca stroke, yang diiringi dengan perbaikan pada kontrol motorik dan kapasitas
fungsinya.
• Disfagia
Penanganan disfagia neurogenik tergantung pada fasenya, meliputi penggunaan selang
nasogastrik, modifikasi diet (mis : cairan kental, makanan dihaluskan), dan terapi
menelan (mis : penggunaan tehnik kompensasi seperti mengangkat dagu saat menelan).
• Komunikasi
Gangguan komunikasi bisa berupa afasia, disartria, dan lain – lain. Tindakan rehabilitasi
diberikan sesuai dengan penilaian kelainan yang terdapat pada pasien.
• Kognisi
16
Stroke seringkali mempengaruhi kemampuan kognisi pasien, perubahan dalam memori,
perhatian, insight, dan kemampuan penyelesaian masalah sering ditemukan pada pasien
dengan stroke. Penentuan tingkatan dari gangguan kognisi dapat ditentukan dengan
Ranchoo Los Amigos Scale dan minimental. Edukasi dan latihan keluarga merupakan
komponen penting dalam rehabilitasi kognitif. Pengenalan dan penatalaksanaan depresi
paska stroke merupakan hal yang sangat penting, karena depresi dapat menyebabkan
penurunan kognitif paska stroke.
• Ortotis
Ortosis dapat membantu kegiatan mobilisasi penderita stroke. Ortosis dapat membantu
kompensasi pada gangguan dorsofleksi pergelangan kaki, mengontrol pergerakan kaki,
spastisitas dan stabilisasi sendi lutut.
• Bantuan Ambulasi dan Kursi Roda
Adanya hemiparesis pada penderita stroke menyebabkan banyak penderita stroke
membutuhkan alat bantu untuk ambulasi, seperti tongkat, tongkat kaki empat, hemi-
walker, atau pada beberapa kasus dapat menggunakan walker konvensional. Pada kondisi
stroke one-side arm wheelchair berguna karena dapat mengontrol kedua roda hanya dari
satu sisi.
• Subluksasi Bahu
Subluksasi bahu terjadi pada kasus hemiplegia pasca stroke. Menopang lengan dengan
menggunakan penopang lengan (arm board) dan penggunaan shoulder sling/cuff dapat
mencegah dan memperbaiki subluksasi tersebut. Pada nyeri bahu Stimulasi listrik
bermanfaat untuk mengurangi nyeri bahu.
• Evaluasi untuk dapat bekerja kembali
Evaluasi dilakukan terhadap kemampuan fungsional yang masih dimiliki dan
ditingkatkan kemampuannya untuk dapat melakukan pekerjaan seperti sebelum terkena
stroke dengan atau tanpa alat bantu
• Alat bantu adaptif
Alat bantu adaptif merupakan alat bantu yang bentuk dan fungsinya disesuaikan untuk
meningkatkan kemampuan fungsi seorang penderita stroke untuk mampu melakukan
aktifitas yang diperlukan.
Komplikasi
• Spastisitas
17
• Nyeri
• Ulcus decubitus
• Komplikasi medikamentosa
• Kontraktur
• Penyakit sendi
• Osteoporosis
18
CARPAL TUNNEL SYNDROME
Gejala
≈ Gejala klasik CTS adalah baal dan parestesia pada digiti I,II,III dan setengah lateral digiti
IV. Gejala awal berupa terbangun pada malam hari dengan rasa baal atau nyeri pada jari –
jari. Gejala pada siang hari biasanya disebabkan oleh aktivitas yang memposisikan
pergelangan tangan pad fleksi atau ekstensi berlebihan atau gerakan repetitif yang
berlebihan.
≈ Gejala nyeri pada sisi volar pergelangan tangan dan pegal pada forearm juga dapat
ditemukan. Gejala berkurang dengan mengibas – ngibaskan tangan (flick sign).
≈ Gangguan otonom dapat dideskripsikan sebagai adanya edema pada tangan, kulit kering
dan dingin.
≈ Pada tahap yang lebih lanjut, rasa baal dirasakan konstan dan ganguan motorik tampak
lebih jelas, dengan keluhan kelemahan yang berhubungan dengan prehensi tangan.
Dilaporkan sering menjatuhkan benda yang digenggam.
Pemeriksaan fisik
♣ Inspeksi kedua tangan, bandingkan sisi yang sakit dan sehat, perhatikan asimetis
eminentia thenar dan hypothenar. Kelemahan pada otot thenar dapat di tes dengan
dinamometer atau secara klinis dengan memberikan tahanan pada gerakan abduksi digiti
I.
♣ Pemeriksaan sensoris diskriminasi 2 titik merupakan pemeriksaan bedside yang paling
sensitif. Tes khusus yang sering dilakukan adalah tes Phalen (sensitivitas 68%), Tinel
(50%;77%) dan tes kompresi saraf (64%;83%)
19
Tes Phalen Dilakukan Dengan Fleksi Pada Pergelangan Tangan Sebesar 90° selama 1
menit, hasil positif akan menimbulkan gejala CTS. Tes reverse phalen dilakukan
dengan cara yang serupa dan ekstensi.
Tes tinel dilakukan dengan mengetuk pergelangan tangan bagian volar, distal dan
wrist crease. Hasil positif bila terjadi gangguan sensoris yang menjalar ke daerah
inervasi nervus medianus.
Tes kompresi saraf dilakukan dengan memberikan penekanan dengan kedua ibu jari
pada daerah carpal tunnel selama 1 menit.
♣ Diskriminasi 2 titik adalah tes yang spesifik tapi tidak sensitif
♣ Atrofi dan tes kekuatan otot abduktor pollicis brevis terbukti sebagai tes yang spesifik,
Keterbatasan fungsional
Sering terbangun saat tidur dimalam hari
Kesulitan melakukan gerakan repetitif seperti mengetik, mengemudi kendaraan bermotor
Kesulitan menggenggam benda
Kesulitan mengikat tali sepatu, mengancingkan baju dan memasukkan kunci ke lubang
kunci
Pemeriksaan Penunjang
Elektrofisiologi EMG dan kecepatan Hantar Saraf
Ultrasound muskuloskeletal
Radiologi pergelangan tangan
Laboratorium, untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan endokrin dan reumatologi
Tujuan tatalaksana
Mengurangi nyeri, kesemutan
Meningkatkan kekuatan otot
Mengoptimalkan kemampuan fungsi tangan
Tatalaksana
Terapi konservatif/rehabiitasi
20
Medikamentosa steroid sesuai dengan indikasi (baik oral maupun injeksi). Pemberian oral
dapat berupa Prednison 1x20 mg pada minggu pertama dan 1 x 10 mg minggu kedua atau
Prenisolone 1 x 25 mg selama 10 hari .
Modifikasi pekerjaan sementara waktu termasuk modifikasi postur
Tendon and nerve gliding exercise
Modalitas :
• Low level laser therapy (LLLT) pada daerah carpal tunnel, LLLT dapat mengurangi
Komplikasi
Ganguan sensoris dan motorik kronik, kerusakan saraf permanen
21
Cerebral Palsy
Epidemiologi
2 – 3 per 1000 kelahiran hidup
Penyebab
• Prenatal : kelainan kongenital, kelainan plasenta, infeksi, toksik
Anamnesis
• Disfungsi motorik halus dan kasar
• Gangguan komunikasi
Pemeriksaan Fisik
• Keterlambatan tahapan perkembangan
• Evaluasi pendengaran
• Evaluasi penglihatan
22
• Evaluasi nervus kranialis
• Evaluasi komunikasi
23
Klasifikasi Pelsi Serebral
Berdasarkan pola gerakan dibagi menjadi lima :
1. Spastic
2. Diskeinetik
3. Hipotonia
4. Ataksi
5. Campuran
Berdasarkan penyebaran anatomi gangguan motorik dibagi menjadi tiga :
1. Monoplegia
2. Hemiplegia
3. Diplegia
4. Quadriplegia
5. Total body involvement
Berdasarkan fungsi kemampuan motorik menurut Gross Motor Function Classification
System (GMFCS)
1. GMFCS I : anak dapat berjalan di dalam dan diluar ruangan dan naik tangga
tanpa bantuan
2. GMFCS II : anak dapat berjalan di dalam dan di luar ruangan dan naik tangga
dengan berpegangan
3. GMFCS III : dapat berjalan di dalam ruangan atau luar ruangan pada permukaan
datar dengan alat bantu
4. GMFCS IV : dapat berjalam dalam jarak pendek dengan alat bantu namun lebih
sering dengan menggunakan kursi roda di dalam dan diluar rumah
5. GMFCS V : tidak bisa mobilisasi
Pemeriksaan Penunjang
Evaluasi kognitif
Radiologi konvensional
Tujuan tatalaksana
1. Mampu berkomunikasi untuk dapat mengekpresikan keinginan, pikiran dan perasaannya
secara oral/verbal dan non oral (melalui isyarat, tulisan atau simbol)
2. Mampu melaksanakan AKS, seperti merawat diri sendiri, aktivitas makan, defakasi.miksi,
mandi, berdandan dan berpakaian
24
3. Mobilitas : kemandirian dalam ambuulasi, kemandirian sebagian dalam ambulasi,
ketrgantungan total dalam ambulasi
4. Berjalan di dalam rumah, menggunakan kursi roda di luar rumah, mampu berjalan di
tempat latihan dengan banuan orang lain, dan dengan kursi roda pada lokasi lain,
menggunakan kursi roda untuk semua aktivitas.
Tatalaksana
1. Edukasi
Edukasi keluarga dan lingkungan mengenai penanganan dalam hal interaksi keluarga
dengan penderita (bayi/anak), serta lingkungan yang sesuai untuk anak tersebut.
2. Terapi disfungsi motorik
Kombinasi berbagai bentuk teknik fasilitas dengan latihan aktifitas motorik
fungsional sesuai tahap perkembangan mulai dari kontrol kepala hingga berjalan
untuk motorik kasar.
Stimulasi gerakan dan ketrampilan tangan sesuai tahapan perkembangan yang
sudah/belum dicapai
Metode : inhibisa, fasilitas, stimulasi
3. Casting/splint dan ortosis/ortotik dan prostetik
Resting atau night splint, untuk memelihara ROM, misalnya pada ankle (mencegah
plantar fleksi) dan pada pergelangan tangan atau jari tangan untuk stabilisasi
AFO (Ankle Foot Orthosis), untuk kontrol spastik equinus dan hiperekstensi lutut
saat ” stance phase”
HIP abduction arthosis, untuk mencegah kontraktur adduktor panggul dan dipasang
juga pada pasca operasi adductor panggul
4. Tatalaksana gangguan wicara
Stimulasi bahasa
Stimulasi sesuai tingkat perkembangan
Stimulasi perbendaharaan kata – kata
5. Manajemen feeding dan drooling serta gangguan manelan
6. Terapi psikososial dan edukasional
7. Medikamentosa dengan obat antipastisitas
Baclofen
Injeksi Botox
25
8. Operasi
Dilakukan oleh ahli bedah orthopedic pada kondisi :
Terjadi deformitas kontraktur yang mengganggu aktivitas vokasiobal dan perawatan diri
Komplikasi
Kontraktur – deformitas muskuloskeletal
Skoliosis
Sublksasi/dislokasi panggul
Infeksi perbafasan
Obstipasi
Infeksi fraktur urinarius
26