Sumber hukum dapat dibedakan dalam dua golongan yaitu sumber hukum formil dansumber
hukum materiil. Sumber hukum formil adalah bentuk hukum yang menyebabkanhukum itu
berlaku sebagai hukum positif dan diberi sanksi oleh penguasa negara, misalanyaundang-undang,
traktat, yurisprodensi, pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin). Sumber hukum materiil
adalah sumber hukum yang menentukan isi suatu norma hukum.
Ada pula yang membedakan sumber hukum sebagai kenborn, yaitu sumber hukum
untukmengetahui atau mengenal (kennen) sesuatu dan sumber hukum sebagai welborn,
yaitusumber hukum yang sebenarnya. Mengenai sumber hukum juga terdapat bermacam-
macamanggapan. Ahli sejarah berbeda pandangannya tentang sumber hukum dengan ahli
sosiologidan antropologi. Demikian pula ahli ekonomi akan berbeda pendapatnya dengan ahli
agamaatau filsuf.
Menurut pandangan ahli sejarah, sumber hukum adala undang-undang atau dokumen lainyang
bernilai undang-undang. Bagi ahli sosiologi dan antropologi, sumber hukmum justruadalah
masyarakat seluruhnya. Sumber hukum menurut ahli ekonomi adalah apa yangtampak di
lapangan penghidupan ekonomi dan ini berbeda dengan ahli agama yangmenganggap sumber
hukum tidak lain adalah kitab-kitab suci. Pandangan tersebut ukuranyang digunakan untuk
menentukan bahwa suatu hukum itu adil, mengapa orang mentaatihukum dan sebagainya.
Apabila kita memperhatikan bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat,maka ada
alasan pula untuk mengatakan bahwa sumber hukum adalah masyarakat. Yangdimaksud dengan
masyarakat adalah hubungan antar individu dalam suatu kehidupan bersama (bermasyarakat).
Sumber hukum sebenarnya adalah kesadaran masyarakat tentang apa yang dirasakan adil dalam
mengatur hidup kemasyarakatan yang tertib dan damai. Jadi sumber hukum tersebut harus
mengalirkan aturan-aturan (norma-norma) hidup yang adil dan sesuai dengan perasaan dan
kesadaran hukum (nilai-nilai) masyarakat, yang dapat menciptakan suasana damai dan teratur
karena selalu memperhatikan kepentingan masyarakat.
Aliran Positivisme Hukum, khususnya Legisme, menganggap bahwa undang-undangadalah
satu-satunya sumber hukum, karena hukum disamakan dengan undang-undang. Jadihanya ada
sumber hukum formil saja. Apa yang dirasakan adil dan sesuai dengan kesadaran hukum
masyarakat, tidak atau belum semuanya diserap dalam undang-undang yang telahada, sering
dijumpai undang-undang yang mencerminkan rasa kaedilan masyarakat.
Berhubung dengan itu, disamping hukum yang berwujud undang-undang (formil) masih
diperlukan sumber hukum yaitu sumber hukum materiil. Bahkan dibutuhkan sumebr darisegala
sumber hukum sebagai alat penilai, ukuran, atau batu ujian terhadap hukum yang berlaku itu
benar-benar sesuai dengan rasa keadilan serta dapat menciptakan suasana damai dan ketertiban
dalam masyarakat.
Sumber hukum formil adalah faktor yang menjadikan suatu ketentuan menjadiketentuan hukum
yang berlaku umum. Sumber hukum formil itu adalah proses yangmembuat suatu ketentuan
menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum. Dengan katalain sumber hukum formal adalah
proses yang membuat suatu ketentuan menjadiketentuan hukum positif (Positiveringsporces).
Proses ini ada dua, yakni perundang-undangan (legislation) dan kebiasaan.
Kebiasaan adalah proses yang membuat suatu ketentuan menjadi ketentuanhukum yang berlaku
umum yang tidak memenuhi persyaratan yang berlaku bagi perundang-undangan,
yakni ditetapkan bukan oleh penguasa masyarakat yang berwenang atau
ditetapkan oleh penguasa masyarakat yang berwenang tetapi tidak dilakukan melalui prosedur
yang ditentukan. Proses ini tidak dilakukan melalui proseduryang ditentukan. Proses ini biasanya
harus disertai dengan pengulangan dan penerimaanumum ketentuan tersebut sebagai suatu
keharusan. Dibandingkan dengan perundang-undangan, kebiasaan lebih sukar diketahui awal dan
akhir prosesnya.
Dalam kepustakaan sering dicampur-adukan pengertian sumber hukum sebagai proses, yang
membuat suatu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku umumdengan pengertian
ketentuan hukum yang merupakan produk dari proses tersebut.Pencampur-adukan ini terjadi
dalam kepustakan hukum nasional Indonesia dankepustakaan hukum Internasional.
Sumber hukum materiil ialah faktor yang menentukan isi ketentuan hukum yang berlaku.
Sumber hukum materiil itu ialah prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuanhukum yang
berlaku. Diantara prinsip-prinsip yang diterima umum dalam masyarakat itu terdapat prinsip-
prinsip hukum. Prinsip hukum ini tidak berbeda menurut hakikatnya denganketentuan hukum.
Prinsip hukum dan ketentuan hukum sama-sama merupakan ketentuan yang mengatur tingkah
laku orang dalam masyarakat secara umum, sedangkan ketentuan hukum mengatur tingkah laku
orang dalam masyarakat secara rinci. Prinsip hukum itu diIndonesia misalnya ketuhanan yang
maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam perwakilan
permusyawaratan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sumber tertib hukum, yang biasanya disebut sumber dari segala sumber hukum(maha sumber
hukum) adalah sumber hukum yang terakhir dan tertinggi. Sumber tertib hukum inipun berbeda-
beda, bergantung kepada masyarakat, bangsa, dan negara masing-masing.
Bagi negara yang mengikuti paham negara teokrasi, yang menjadi sumber dari segalasumber
hukum adalah ajaran-ajaran Tuhan yang berwujud wahyu, yang terhimpun dalamkitab-kitab suci
atau yang serupa dengan itu. Untuk negara yang mengikuti paham negarakekuasaan (menurut
teori Hobbes), yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah kekuasaan atas
kekuatan. Jadi, kekuasaan negara yang diutamakan.
Sumber dari segala sumber hukum Negara yang mengikuti paham kedaulatan rakyatadalah
kedaulatan rakyat (teori Kontrak Sosial dari Rousseau). Teori kedaulatan rakyat dari Rousseau
tidak sama dengan teori kedaulatan rakyat Negara Pancasila, karena kedaulatanrakyat kita
dijiwai dan diliputi oleh Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila-sila lain dariPancasila. Demikian
pula, teori kedaulatan rakyat kita berbeda dengan teori Hobbes (yang mengarah ke absolutisme)
dan Jhon Locke (yang berpengaruh ke arah demokrasi parlementer).
Menurut Hans Kelsen, dalam dua bukunya Allgemetre Straatslehre dan Reine Rechtslehre,
setiap norma hukum berlaku atas dasar kekuatan norma yang lebih tinggi kedudukannya,
demikian seterusnya. Walaupun demikian, dasar validitas itu pada suatu saatharus berhenti,
yakni pada satu norma yang paling tinggi, yang disebut Grundnom atau Ursprungnorm.
Sebagai suatu norma, tentu perwujudan Grundnorm ini tidak dapat dilihat atau diraba seperti
halnya benda. Norma tersebut belum sesuatu yang nyata (Sein), tetapi masih sesuatuyang ideal
(sollen). Berlakunya norma itu dapat dirasakan sebagai kenyataan. Kelsen juga menyatakan
bahwa berlakunya hukum (Geltung des Rechts) sama halnya dengan kekuasaan negara.
Meskipun hal tersebut tidak konkert, namun tertib hukum yang tertinggi adalah kedaulatan
rakyat.
Bagaimana halnya dengan negara kita mengenai tertib hukum yang tertinggi ini? Tertib hukum
yang tertinggi dan sekaligus sumber dari segala sumber hukum itu, berasal dari rakyat.
Kedaulatan rakyat itu menurut sejarah pembentukan negara kita, semula diwakilikepada suatu
badan istimewa yang disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI).Badan ini
memiliki keistimewaan yaitu:
Karena badan ini mewakili seluruh bangsa Indonesia dan sekaligus sebagai pembentuknegara
Republik Indonesia.
Karena menurut sejarah perjuangan kemerdekaan, badan ini adalah badan yang melahirkan atau
membentuk negara Republik Indonesia.
Karena badan seperti itu menurut teori hukum mempunyai wewenang menetapkan dasarnegara
yang paling fundamental, yang disebut dasar falsafah negara atau norma dasar hukum negara.
Jadi dasar negara kita, Pancasila telah disahkan oleh suatu badan yang memang berwenanguntuk
itu. Dasar negara Pancasila itu dinyatakan secara tegas dalam pokok-pokok pikirandari
Pembukaan UUD 1945. dengan demikian, jelas pula bahwa Pancasila itu yang menjadisumber
dari segala sumber hukum negara kita.
Apabila kita menggunakan teori Kelsen untuk menjelaskan pengertian Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum0, bukan berarti pandangan Kelsen adalah
penganut Positivisme Hukum dan dapat pula dimasukkan ke dalam Neokantianisme.
Dalam pandangan Positivisme Hukum, terutama Legisme, hukum identikdengan undang-undang
sehingga tiada hukum diluar undang-undang.
Disamping hukum yang tertulis dalam undang-undang masih terdapat hukum lainyang tidak
tertulis, seperti hukum adat. Harus diakui bahwa hukum adat dapat dikatakansebagai salah satu
bentuk hukum tidak tertulis yang mencerminkan kepribadian bangsa,mengandung nilai-nilai
bangsa, dan lebih dalam lagi meminjam istilah von Savigny memuat volksgetst Indonesia.
Dengan demikian, apabila kita ingin menemukan hukum yangdirasakan adil oleh bangsa
Indonesia, hendaklah memperhatikan juga hukum tidak tertulis itu, terutama asas-asasnya yang
sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.
Kata ”memperhatikan” mengandung unsur pertimbangan yang hati-hati karena dapat saja terjadi
nilai-nilai dalam hukum adat itu ternyata tidak sesuai apabila diangkat ke tingkat nasional, yang
berarti berlaku untuk semua golongan penduduk Indonesia. Apalagi,sebagaimana disampaikan
oleh Sunaryati Hartono Sunario, karena pluralisme hukum tidaklagi ingin dipertahankan, maka
unsur-unsur hukum adat dan hukum agama ditransformasikan atau menjadi bagian dari bidang-
bidang hukum sistem hukum nasional, yang di akhir abadke-20 ini diperkirakan tidak lagi hanya
akan terbagi-bagi dalam hukum tata negara, hukum perdata, hukum pidana,
hukum acara dan hukum administrasi negara, tetapi yang akan mengenal jauh lebih banyak
bidang hukum lagi seperti hukum lingkungan, hukum ekonomi,hukum kesehatan dan hukum
komputer.
Dalam ketetPn MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber
Tertib Hukum Republik Indonesia dan tata Urutan Peraturan PerundanganRepublik Indonesia,
dinyatakan, “Sumber tertib hukum suatu negara atau yang biasa dinyatakan sebagai sumber dari
segala sumber hukum adalah pandangan hidup, kesadarandan cita-cita hukum serta cita-cita
moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia, ialah cara mengenai
kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamian
nasional dan mondial, cita-cita politik mengenaisifat bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral
mengenai kehidupan kemasyarakatan dankeagamaan.
Dalam kutipan diatas juga tertulis “cita-citahukum” sebagai suatu terjemahan yang kurang tepat
dari kata“rechtsidee”, lebih tepat ditulis “cita hukum” saja. Ketetapan ini menurut Ketetapan
MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978 masih berlaku sampai sekarang,
walaupun diakui perlu dilakukan penyempurnaan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dimurnikan dan di padatkan oleh PPKI atas namarakyat
Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia yaitu Pancasila.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dijelaskan bahwa Pembukaan UUD1945 sebagai
pernyataan kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan memuat Pancasila sebagai dasarnegara,
merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 danoleh karena itu
tidak dapat diubah oleh siapapun juga, termasuk MPR hasil pemilihan umum yang berdasarkan
Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945 berwenang menetapkan dan mengubahundang-undang dasar,
karena mengubah isi Pembukaan berarti pembubaran negara.
Perwujudan sumber dari segala sumber hukum bagi Republik Indonesia adalah sebagai berikut:
pembubaran Konstituante.
berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara
1950.
Pernah terjadi suatu polemik mengenai dua naskah UUD 1945 yang berbeda,yakni antara naskah
yang dimuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 tanggal15 Pebruari 1946 dan
naskah yang dilampirkan pada Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959(Lembaran Negara RI No. 75
tahun 1959). Perlu ditegasakan disini bahwa apabila disebutkan. Undang-undang Dasar 1945”,
maka yang dimaksudkan seharusnya adalah UUD 1945 sebagaimana naskahnya dimuat dalam
Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 tanggal 15 Pebruari 1946. dasar pertimbangannya
adalah sebagai berikut:
Setelah sekian tahun ditinggalkan, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali denganDekrit
Presiden RI tanggal 5 Juli 1959. Isi dekrit tersebut diumumkan dalamLembaran Negara RI No.
75 tahun 1959, tanggal 5 Juli 1959. Lembaran Negaratersebut memuat pula lampiran naskah
UUD 1945 yang isinya ternyata
terdapat banyak kesalahan cetak, sehingga sangat mengganggu pengertian. Lebih jauh laginaskah
UUD 1945 dalam lampiran itu tidak sesuai dengan naskah yang memuat dalam Berita Republik
Indonesia tahun II No. 7 tanggal 15 Pebruari 1946.
Dalam acara Pemandangan Umum Babak II Sidang konstituante RI tanggal 21 Mei1959,
Pemerintah RI telah memberikan keterangan yang mendukung alasan pertamadiatas. Pada
kesempatan itu, Perdana Menteri Djuanda memberikan keterangan(sebagai jawaban pemerintah
dalam rangka kembali ke UUD 1945), yang kutipanlengkapnya adalah sebagai
berikut: “Saudara Ketua, Pemerintah perlu menegaskan pertama-
tama,bahwa menetapkan Undang Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, pemerintah berpegang pada naskah yang dimuatdalam Berita Republik Indonesia
Tahun II no 7, tanggal 15 Pebruari 1946, yang harus dipandang sebagai pemberitaan resmi oleh
pemerintah”.
c) Dalam Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 tidak disebutkan adanya lampiran naskahUUD
1945 yang telah diadakan perubahan. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa
perbedaan naskah UUD 1945 pada lampiran itu semata mata karena kesalahan pengetikan, bukan
sesuatu yang disengaja
.UUD 1945 terdiri atas Pembukaan (4 alenia), Batang Tubuh (16 Bab, 37 Pasal, 4Pasal Aturan
Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasannya. PembukaanUUD 1945 adalah
penuangan jiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, yakni jiwa Pancasila. Pembukaan
UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terinci,yang mengandung cita-cita luhur
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dari uraiantersebut, dapat disimpulkan bahwa
sumber dari segala hukum yang meliputi pandanganhidup, kesadaran dan cita hukum, cita moral
yang mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial,
perdamaian nasional dan mondial, cita politik mengenai sifat, bentuk, dan tujuan negara,
kehidupankemasyarakatan, keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia telah
dimumikan dan dipadatkan menjadi dasar negara Pancasila.
Pancasila yang menjiwai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, diuraikan terinci dalam
Pembukaan UUD 1945 yang mengandung nilai-nilai Pancasila, selanjutnyadijabarkan dalam
Pasal-Pasal dari Batang Tubuh UUD 1945.
4). Surat Perintah 11 Merat 1966
Inti pokok dari Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) adalah perintahkepada Letjen
Soeharto Mentri/Panglima Angkatan Darat, untuk atas namaPresiden/Panglima Tinggi
ABRI/Pemimpin Besar Revolusi (PBR) Soekarno, agarmengambil segala tindakan yang
dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan danketenangan serta kestabilan jalanya
pemerintahan dan revolusi, termasuk menjaminkeselamatan pribadi dan kewibawaan
Presiden/Pangti ABRI/PBR Mandataris MPR,demi untuk keutuhan bangsa dan negara Republik
Indonesia dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran PBR. Apabila kurangnya stabilitas
ini tidak diatasi, maka akan terjadi perpecahan bangsa dan Negara dan
adanya kesalahan dalam penerapan ajaran-ajaran PBR.
Tanggal 31 Maret 1966 disebut sebagai tonggak pelaksanaan orde Baru karenadengan
keluarnya Supersemar, maka bagi pemegang Supersemar, terbukanya jalan untukmelaksanakan
cita-cita Orde Baru, karena sumber utama dari segala kekacauan adalahPartai Komunis Indonesia
(PKI), maka tindakan pertama dalam mewujudkan cita-citaOrde Baru adalah membubarkan PKI
dan organisasi massa di bawah naungannya, sertamengamankan 15 orang menteri yang
mempunyai indikasi terlibat G-30 S/PKI.
Dalam sidang V MPRS tahun 1968, MPRS memberikan penafsiran yang lebihluas atau
penjelasan resmi terhadap Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 untuk lebihdisesuaikan dengan
perkembangan Orde Baru, yang dituangkan dalam Ketetapan MPRS No.
XLIII/MPRS/1968. dengan penafsiran resmi tersebut, maka pengemban Supersemardiberi
wewenang untuk mengambil semua tindakan yang dianggap perlu untuk mencegah kembalinya
G-30S/PKI mengambil tindakan-tindakan untuk membersihkan aparatur negara dari
semua bentuk penyelewengan-penyelewengan. mengamankan kebijaksanaan pengembalian
pelaksanaan UUD 1945 memelihara persatuan bangsa dan tegaknya negara persatuan Republik
Indonesia ataslandasan Pancasila dan UUD 1945.
c. melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan orientasi pada
kepentingannasional.
Satu hal yang erat kaitannya dengan pembahasan mengenai sumber dari segalasumber hukum ini
adalah tentang tata urutan peraturan perundang-undangan. Hal ini telahdiatur pula dalam
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966.Menurut ketetapan itu, tata urutan peraturan perundang-
undangan (dalam KetetapanMPRS No.XX/MPRS/1966 disebut “peraturan perundangan) adalah
sebagai berikut:
Ketetapan MPR.
Peraturan Pemerintah.
Keputusan Presiden.
Peraturan-peraturan pelaksana lainnya, seperti: Peraturan Menteri; Instruksi menteri danlain-lain.
Teori Kelsen ini sesungguhnya masih bersifat umum karena tidak ditujukan
khususkepada norma hukum. Artinya, norma apapun (agama, kesusilaan, sopan santun, dan
hukum) mengalami lapisan-lapisan dari yang terendah sampai yang tertinggi. Teori jenjang
kelsen ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh muridnya, Hans Nawlasky dengan
teorinya DieStufenordnung der Rechtsnormen atau Die Lehre von dem Stufenoufbau der
Rechtsordnung. Berbeda dengan Kelsen, teori Nawiasky lebih bersifat khusus, karena ia sudah
diterapkannyaterhadap norma hukum sebagai aturan-aturan yang dikeluarkan oleh Negara.
Nawiasky memberi norma hukum dalam empat kelompok norma, yaitu Staatsfundam
entalnorm, Staatsgrundgestze, Formelle Gesetze, Verordnungen, dan Autonome Satzungen. Ia
sengaja menggunakan istilah Staatsfundam entalnorm bukan Grundnom atau Staatsgrundnorm,
untuk menyebutkan norma yang tertinggi itu.Pertimbangannya, norma hukum dasar dari suatu
negara mungkin saja untuk diubah,sedangkan norma tertinggi Grundnom yang pada hakikatnya
tidak mudah diubah-ubah.
Jika Staatsfundam entalnorm adalah norma dasar negara, yakni sebagai norma tertinggi,
maka Staatsgrundgesetze merupakan aturan-aturan dasar/pokok negara. Biasanya,aturan-aturan
dasar negara ini apabila dituangkan dalam suatu dokumen negara disebutdengan undang-undang
dasar atau Verfassung, dan apabila ditungkan dalam beberapadokumen akan disebut sebagai
aturan dasar atau Grundgesetze. Aturan dasar negara antaralain menentukan tata cara membentuk
peraturan perundang-undangan lainnya yang mengikatumum, sifatnya masih merupakan aturan-
aturan pokok dan belum mengundang suatu sanksidan sifatnya masih
umum. Formelle Gesetze atau undang-undang (formal), yang biasanyasudah dapat dilekatkan
ketentuan memaksa, baik berupa paksaan pelaksanaan (Vollsstreckungszwang) maupun berupa
hukuman (Strafe). Memang buru pada sistemundang-undang ini kita memperoleh suatu tata
norma hukum yang mengikat (verbinlich) secara nyata. Terakhir adalah Verordnungen dan
Autonome Satzungen atau peraturan pelaksanaan dan peraturan peraturan
otonom. Dalam hal ini merupakan peraturan-peraturan yang sifatnya delegasian atau atribusian.
Hans Nawlasky mengemukakan lebih lanjut bahwaapa yang disebut sebagai peraturan
perundang-undangan dalam suatu Negara FormelleGesetze dan semua peraturan
pelaksanaannya.
Ada tujuh catatan yang dibeerikan oleh Maria Farida Indrarti yang pendapanya juga sejalan
dengan pemikiran A. Hamid S. Attamimi:
Pertama
. Istilah “tata urutan” yang sebaiknya diganti dengan “tata susunan”. Istilah pertama
tidak mencerminkan suatu tingkatan atau jenjang (hirarki) dari peraturan perundang-undangan
yang mengandung fungsi, materi dan jenis yang berbeda.
Kedua
-undangan sebaiknya diganti dengan “jenis”.Kata “bentuk‟ lebih menunjuk pada ciri-ciri
lahiriah, sedangkan “jenis” berarti macam peraturanperundang-undangan tersebut.
Ketiga
Keempat
Didalam ketetapan tersebut disebutkan Keputusan Presiden yang einmahlig (berlaku sekali saja),
sedangkan keputusan yang bersifat mengatur dan berlaku terus menerustidak disebut dalam
ketetapan itu.
Kelima
Keenam
Instruksi Menteri tidak tepat dimasukkan ke dalam susunan peraturan perundang-undangan
karena instruksi bersifat konkret dan merupakan perintah dari atsan kepada bawahan, padahal
peraturan perundang-undangan itu bersifat umum.
Ketujuh
Perkataan “dan lain-lain” adalah tidak benar, karena dapat diartikan secara luas. Berdasarkan
catatan diatas, maka susunan yang disarankan adalah: