1390361001-3-Bab Ii PDF
1390361001-3-Bab Ii PDF
KAJIAN PUSTAKA
rosa, 2004). Sedangkan caput humeri berperan sebagai kepala sendi yang
glenohumeral termasuk dalam tipe ball and socket joint. Seperti yang ditunjukkan
Gambar 2.1
Struktur Bagian Dalam Sendi Bahu Dilihat dari Anterior (Pubz, 2002)
9
10
glenoidalis scapulae hanya 160°, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak
stabilisator yang berupa ligamen, otot, dan kapsul (Porterfield & De rosa, 2004).
band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai caput humeri,
(2) middle band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai ke
depan humeri, (3) inferior band yang berjalan menyilang dari tepi depan fossa
glenoidalis scapulae sampai bawah caput humeri (Porterfield & De rosa, 2004).
Gambar 2.2
Struktur Sendi Bahu dilihat dari anterior (Pubz, 2002)
11
menjadi dua lapisan yaitu : kapsul synovial dan kapsul fibrosa (Neumann, 2002).
1999). Cairan synovial normalnya bening, tidak berwarna, dan jumlahnya ada
Kapsul fibrosa berupa jaringan fibrous keras yang memiliki saraf reseptor
dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi regenerasi
a. m. Supraspinatus
bagian atas tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan
melakukan abduksi bahu dengan memfiksasi caput humeri pada fossa glenoidalis
scapulae.
12
b. m. Infraspinatus
bagian tengah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan
disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah melakukan eksorotasi bahu
c. m. Teres minor
di bagian bawah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan
disarafi oleh cabang n. axillais. Otot ini berfungsi melakukan eksorotasi bahu dan
d. m. Subscapularis
brachialis. Fungsi otot ini adalah melakukan endorotasi bahu dan membantu
menstabilkan sendi yang dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.
13
Gambar 2.3
Otot Penggerak Sendi Bahu (Pubz, 2002)
perbandingan antara mangkok sendi dan kepala sendi tidak sebanding, (2) kapsul
sendinya relatif lemah, (3) otot-otot pembungkus sendi relatif lemah, (4)
gerakanya paling luas, (5) stabilitas sendi relatif kurang stabil (Suharto, 1999).
Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi glenohumeral antara lain fleksi,
2.2.1 Definisi
kontraktil yang mengalami fibroplasia. Baik gerakan pasif maupun aktif terbatas
14
dan nyeri. Pada gerakan pasif, mobilitas terbatas pada pola kapsular yaitu rotasi
eksternal paling terbatas, diikuti dengan abduksi dan rotasi internal (Hand et al.,
kesimpulan bahwa frozen shoulder adalah gangguan pada sendi bahu yang dapat
2.2.2 Etiologi
keterbatasan gerak idiopatik pada bahu yang biasanya menimbulkan rasa nyeri
pada fase awal. Sebab-sebab sekunder meliputi perubahan stuktur pendukung dari
dan sekitar sendi bahu dan penyakit endokrin atau penyakit sistemik yang lain
Frozen shoulder paling sering terjadi pada orang berusia 40-60 tahun dan
b. Gangguan endokrin
yang lain misalnya masalah thyroid dapat pula mencetuskan kondisi ini
(Donatelli, 2004).
c. Trauma sendi
Pasien yang memiliki riwayat pernah mengalami cedera pada sendi bahu
atau menjalani operasi bahu (seperti tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff,
fraktur) dan disertai imobilisasi sendi bahu dalam waktu yang lama akan beresiko
d. Kondisi sistemik
e. Aktivitas
menari, golf, renang, permainan raket seperti tenis dan badminton, dan olahraga
melempar, bahkan panjat tebing telah diminati banyak orang. Orang lainnya ada
juga yang meluangkan waktu untuk belajar dan bermain alat musik. Semua
kegiatan ini dapat menuntut kerja yang luar biasa pada otot dan jaringan ikat pada
sendi bahu. Demikian pula, diperlukan berbagai lingkup gerak sendi dan
penggunaan otot tubuh bagian atas dan bahu yang sangat spesifik dan tepat untuk
setiap kegiatan. Akibat dari peningkatan jumlah individu dari segala usia terlibat
dalam berbagai kegiatan tersebut, gangguan sendi bahu seperti frozen shoulder
sekarang muncul dengan frekuensi yang lebih besar (Porterfield & De rosa, 2004).
16
2.2.3 Patologi
akan melewati proses yang terdiri dari beberapa fase yaitu, Fase nyeri (Painful):
Berlangsung antara 0-3 bulan. Pasien mengalami nyeri spontan yang seringkali
menambah kekakuan. Pada akhir fase ini, volume kapsul glenohumeral secara
signifikan berkurang.
Fase kaku (Freezing): Berlangsung antara 4-12 bulan. Fase ini ditandai
keterbatasan lingkup gerak sendi dalam pola kapsuler yaitu rotasi eksternal paling
Fase mencair (Thawing Phase): Fase ini berlangsung antara 15-24 bulan.
Fase akhir ini digambarkan sebagai mencair ditandai dengan kembalinya ROM
dapat menyebabkan reaksi radang lokal maupun tendinitis. Penyakit ini biasanya
sembuh dengan sendirinya, tetapi bila disertai dengan impairment yang lebih lama
dan terutama pada orang tua dapat terjadi kerobekan kecil, ini dapat diikuti
lokal yang menyebabkan rasa nyeri dan menyebabkan kelainan lebih lanjut
(Apley, 1993).
Rasa sakit dari daerah bahu sering menghambat pasien frozen shoulder
dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) dan ini adalah salah satu
alasan penurunan kekuatan dan ketahanan otot bahu ( Sandor & Brone, 2000).
maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan nyeri dan
2.2.4 Klasifikasi
primer atau idiopatik frozen shoulder dan sekunder frozen shoulder (Siegel et al.,
1999). Primer atau idiopatik frozen shoulder yaitu frozen shoulder yang tidak
daripada pria terutama pada usia lebih dari 45 tahun. Frozen shoulder biasanya
terjadi pada lengan yang tidak dominan dan lebih sering terjadi pada orang yang
bekerja dengan gerakan bahu yang sama secara berulang-ulang. Sekunder frozen
18
shoulder yaitu frozen shoulder yang terjadi setelah trauma berarti pada bahu
misalnya fraktur, dislokasi, dan luka bakar yang berat. Meskipun trauma terjadi
al., 2005; Kelley et al., 2009). Intrinsik, merupakan keterbatasan gerak aktif
maupun pasif ROM yang disebabkan oleh gangguan pada otot-otot rotator cuff
(seperti tendinitis, ruptur parsial atau penuh), tendonitis otot-otot biceps, atau
rotator cuff).
gerak sendi yang diketahui disebabkan oleh faktor yang berada di luar bahu yang
ekstrinsik yang lebih lokal seperti: fraktur shaft humeri, abnormalitas sendi
Rokito, 2011).
19
yang nyata, baik gerakan aktif maupun gerakan pasif. Nyeri dirasakan pada daerah
m. Deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering sampai menggangu tidur. Sifat
keterbatasan meliputi pola kapsuler yaitu keterbataan gerak sendi yang spesifik
mengikuti struktur kapsul sendi. Sendi bahu mengikuti keterbatasan yang paling
terbatas yaitu eksoritasi, endorotasi, dan abduksi (Kuntono, 2004). Tanda dan
gejala frozen shoulder adalah nyeri terutama ketika meraih ke belakang dan
elevasi bahu dan rasa tidak nyaman biasanya dirasakan pada daerah anterolateral
Tanda dan gejala lainnya frozen shoulder biasanya tidak terlihat kecuali
sedikit pengecilan otot dan mungkin juga terdapat rasa nyeri, tetapi gerakan selalu
terbatas. Pada kasus yang berat bahu sangat kaku (Apley & Solomon, 1995).
Pada kasus ini, nyeri yang terletak di anterolateral sendi dan menyebar ke
bagian anterior lengan atas, kadang-kadang juga ke bagian fleksor lengan bawah.
Rasa tidak nyaman memburuk pada malam hari dan biasanya mengganggu tidur.
Tenderness terjadi di sekitar caput humeri dan sulcus bicipitalis. Gerakan pasif
maupun aktif terbatas pada semua arah gerakan, nyeri muncul pada gerak ekstrim.
Pada stadium akut, spasme otot terlihat pada semua otot di sekitar bahu (Turek,
1997).
Dari gejala dan tanda tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gejala dan
tanda yang khas dari frozen shoulder adalah nyeri, kekakuan, keterbatasan pada
luas gerak sendi bahu. Kadang-kadang disertai dengan penurunan kekuatan otot
20
saku belakang; gerakan-gerakan lainnya yang melibatkan sendi bahu (Jurgel et al.,
2005; Kelley et al., 2009; Hsu et al., 2011). Karena stabilitas glenohumeral
bahu tersebut akan menyebabkan nyeri dan menurunnya mobilitas sendi sehingga
aktivitas fungsional (Donatelli, 2004) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4
berikut.
Gambar 2.4
gangguan sendi dan jaringan lunak terkait dan salah satu metode penanganan yang
utama adalah mobilisasi meliputi mobilisasi sendi dan jaringan lunak yang dalam
praktek kedua tehnik ini selalu digabungkan (Kaltenborn, 2011). Mobilisasi sendi
bahu di sini akan dibahas tentang mobilisasi artikuler yang berkaitan dengan
mekanisme joint play movement yaitu roll gliding dan traksi serta kompresi. Roll
gliding adalah kombinasi antara gerakan rolling dan gliding yang hanya bisa
terjadi pada permukaan sendi lengkung yang tidak kongruen. Rolling adalah
gerakan permukaan sendi bilamana perubahan jarak titik kontak pada satu
permukaan sendi sama besarnya dengan perubahan jarak titik kontak pada
dimana hanya ada satu titik kontak pada satu permukaan sendi yang selalu kontak
Gambar 2.5
Rolling dan Gliding sendi glenohumereal tampak superior (Chai, 2004)
Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arahnya tegak lurus dan
menjauhi bidang terapi. Sedangkan kompresi adalah gerakan translasi tegak lurus
terhadap arah bidang terapi, dan kedua permukaan sendi saling mendekat atau
konvek. Jika permukaan konkaf bergerak, arah gliding searah dengan gerakan
tulang,. Jika permukaan sendi konvek bergerak, maka gliding dan gerakan tulang
dengan tiga aksis. Permukaan konvek dimiliki oleh caput humeri dari articulation
23
(Kaltenborn, 1989). Sesuai dengan hukum konkaf-konvek maka arah gliding pada
sendi bahu yaitu : (1) ke arah kaudal, untuk memperbaiki gerakan abduksi, (2)
arah postero lateral, untuk memperbaiki endorotasi, (3) arah antero medial, untuk
mengetahui sumber dari tanda dan gejala yang dialami pasien dalam aktivitas
artrokinematika untuk menentukan problem yang tepat dari jaringan spesifik. Hal
ini untuk menyusun strategi dan dosis terapi. Maitland mengembangkan empat
Grade (Grade I, II, III, IV) mobilisasi sendi dan Grade V disebut thrust
slow amplitude kecil, permulaan gerakan; Grade II slow, amplitudo lebih besar-
kapsul mengalami regangan tapi belum limit; Grade III slow, amplitudo lebih
besar, kapsul mengalami tegang dan pada batas limit; Grade IV slow, amplitude
lebih kecil, kapsul mengalami teregang dan batas limit; Grade V amplitudo kecil
thrust. Grade I dan II disebut Low Grade berfungsi untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan lubrikasi pada sendi. Grade III dan IV disebut juga High Grade
a. Traksi latero-ventro-cranial
Pasien diposisikan tidur telentang dan terapis berdiri di sisi bagian yang
diterapi. Scapula difiksasi oleh berat tubuh pasien. Apabila memungkinkan dapat
Lengan bawah pasien relaks disangga lengan bawah terapis. Lengan bawah terapis
selam tujuh detik, diulangi sebanyak delapan kali dengan Grade III dan IV.
diterapi. Gelang bahu terfiksasi oleh posisi depresi. Tangan yang berlainan sisi
diletakkan pada humeri dari lateral dan sedekat mungkin dengan sendi dan
delapan kali sebanyak lima kali pengulangan Grade III dan IV.
Pasien diposisikan tidur telentang sedikit miring ke sisi yang sakit, terapis
berdiri di sebelah medial dari lengan yang diterapi. Scapula terfiksasi oleh sisi
tempat tidur. Tangan sesisi diletakkan pada lengan atas bagian ventral, sedekat
mungkin dengan sendi dan selanjutnya melakukan gerakan gliding ke arah dorsal
sedikit lateral. Lengan pasien disangga oleh tangan terapis yang lain (Syatibi,
25
2002). Gliding diulangi delapan kali sebanyak lima kali pengulangan dengan
Gambar 2.6
Posisi awal pasien tidur miring ke sisi sehat, terapis berdiri disamping
pasien di sisi yang akan diterapi. Tangan fisioterapi yang sesisi diletakkan di
sebelah dorsal bahu kanan dengan pegangan sedekat mungkin dengan ruang sendi
Gliding diulangi delapan kali sebanyak lima kali Grade III dan IV.
4. Kontra Indikasi
5. Tujuan Mobilisasi
dengan tanpa nyeri. Secara mekanis tujuannya adalah untuk memperbaiki joint
play, dengan demikian akan memperbaiki roll-gliding yang terjadi selama gerakan
aktif. Terapi harus diakhiri apabila sendi sudah mencapai LGS maksimal tanpa
nyeri dan pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal (Syatibi, 2002).
yang optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek, dilanjutkan dengan
secara isometrik (tanpa terjadi gerakan pada sendi) pada kelompok otot agonis,
penurunan spasme akibat aktivasi golgi tendon organ, dimana terjadi pelepasan
perlengketan fasia intermiofibril dan pumping action pada sisa cairan limfe dan
venosus, sehingga (venous return dan limph drainage meningkat yang kemudian
optimum resistance, (2) manual contact, (3) verbal stimulation, (4) visual feed-
back, (5) body-position and body-mechanic, (6) traction and approximation, (7)
27
irradiation (overflow), (8) reinforcement, (9) Pola gerak. Pola gerak pada PNF
tubuh (ekstensi, abduksi dan eksorotasi), mendekatka tubuh (fleksi, adduksi, dan
endorotasi), (3) Sendi di tengah (siku dan lutut) dapat bergerak kearah diam,
Gambar 2.7
Posisi saat melakukan hold relax atau contract relax pada otot-otot
Tujuan pemberian hold relax dan contract relax adalah perbaikan relaksasi
pola antagonis, perbaikan mobilisasi dan untuk menurunkan nyeri lebih baik
otot antagonis (relaksasi timbal balik). Gerakan akan terjadi selama kontraksi ini.
Setelah kontraksi ini anggota tubuh santai dan setelah relaksasi secara aktif
maupun pasif bisa dilakukan penguluran lebih lanjut (Beckers & Buck, 2001).
Pelaksanaan hold relax dan contract relax, dibedakan oleh gerakan yang
terjadi saat melakukan contract relax sebagai tujuan penguluran sehingga otot
bekerja secara isotonik dan memungkinkan ada gerakan rotasi pada sendi bahu.
Gerakannya yaitu (1) gerakan pasif atau aktif pada pola gerak agonis hingga batas
keterbatasan gerak atau hingga LGS dimana nyeri mulai timbul, (2) terapis
member tahanan meningkat secara perlahan pada pola antagonisnya, pasien mesti
“Pertahankan disini!” untuk latihan hold relax, dan “tetap dorong tangan saya!”
pada latihan contract relax), (3) diikuti relaksasi dari pola antagonis tersebut,
tunggu hingga benar-benar relaks, (4) gerakkan secara aktif atau pasif ke arah pola
agonis, (5) ulangi prosedur tersebut di atas, (6) penguatan pola gerak agonis
dengan cara menambah LGS-nya, (7) selama fase relaksasi, manual kontak tetap
isometrik dari otot yang memendek atau pola (antagonis) dengan penekanan pada
tahanana saat melakukan contract relax, terapis meminta pasien untuk kontraksi
29
yang kuat pada otot yang memendek atau pola (antagonis) dimana kontraksi harus
Pelaksanaan hold relax dan contract relax pada kasus frozen shoulder
yaitu :
eksorotasi
Posisi awal pasien adalah terlentang dengan bahu extensi, adduksi, dan
endorotasi, siku lurus, lengan bawah pronasi dan tangan palmar fleksi. Terapis
berdiri di sisi yang kan diterapi, tepat pada bidang gerak, dengan satu tungkai di
depan dan kedua kedua lutut sedikit fleksi. Tangan terapis yang sesisi memegang
bagian distal lengan bawah pasien dan tangan satunya memegang bagian ibu jari,
terapis memberikan stretch pada pergelanagan tangan dan meminta pasien untuk
membuka tangan, putar keluar dan kemudian mendorong tangan terapis. Saat
meningkat secara perlahan pada pola antagonisnya, pasien harus melawan tahanan
tersebut tanpa disertai adanya gerakan, lalu diberi aba-aba “pertahankan di sini !”
untuk latihan hold relax, dan “tetap dorong tangan saya!” pada latihan contract
relax. Selanjutnya diikuti relaksasi dari pola antagonis tersebut. Saat benar-benar
relaks, terapis menggerakan secara aktif maupun pasif ke arah pola agonis.
Selama fase relaksasi manual kontak tetap dipertahankan untuk mendeteksi bahwa
Posisi awal pasien adalah terlentang dengan bahu fleksi, adduksi, dan
eksorotasi. Terapis berdiri di sisi yang kan diterapi, tepat pada bidang gerak,
dengan satu tungkai di depan dan kedua kedua lutut sedikit fleksi. Tangan terapis
yang sesisi memegang bagian distal lengan bawah pasien dan tangan satunya
memegang bagian ibu jari, metacarpal II dan metacarpal V. Pasien diminta untuk
membuka tangan, putar ke dalam dan kemudian mendorong tangan terapis. Saat
meningkat secara perlahan pada pola antagonisnya, pasien harus melawan tahanan
tersebut tanpa disertai adanya gerakan, lalu diberi aba-aba “pertahankan di sin!”
untuk hold relax. Pada latihan contract relax, terapis memberikan tahanan
meningkat secara perlahan pada pola antagonisnya, pasien harus melawan tahanan
tersebut disertai adanya gerakan, lalu diberi aba-aba “tetap dorong tangan saya!”
Diikuti relaksasi dari pola antagonis tersebut. Saat benar-benar relaks, terapis
menggerakan secara aktif maupun pasif ke arah pola agonis. Selama fase relaksasi
relaks.