Skripsi
oleh :
Fery Puji Lestari
3150403040
Ilmu Sejarah
untuk diajukan kesidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Ketua Jurusan Sejarah
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
depan sidang panitia ujian skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Semarang pada:
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Anggota I Anggota II
Mengetahui
Dekan
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian
maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi
ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 2007
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
2. Pertama-tama katakan pada dirimu apa yang akan kau raih, lalu katakan apa
3. Kau memperoleh kekuatan, keberanian dan rasa percaya diri dari setiap
takutmu. Kau dapat berkata pada dirimu sendiri "Aku telah tabah menghadapi
PERSEMBAHAN:
Tidak mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT yang telah mengabulkan dan
mengijinkan stas terselesainya skripsi ini, untuk itu penulis persembahan kepada:
5. Almamaterku
v
PRAKATA
Segala puji bagi Allah syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Sosial pada Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang.
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan penuh kerendahan
4. Prof. Dr. AT, Sugito, SH.,MM, Dosen Pembimbing I yang telah memberikan
vi
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu yang tidak dapat ternilai
8. Bapak dan Ibu serta kakak dan adikku yang selalu memberi dorongan dan
9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan
selanjutnya. Akhir kata penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat
Semarang,
Penulis
vii
SARI
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................. ii
PERNYATAAN................................................................................................... iv
PRAKATA........................................................................................................... vi
SARI..................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
B. Permasalahan .................................................................................. 4
D. Tujuan Penelitian............................................................................ 6
E. Manfaat Penelitian.......................................................................... 6
F. Metode Penelitian........................................................................... 6
H. Sistematika Skripsi......................................................................... 16
ix
BAB III DEMOKRASI TERPIMPIN DI SEMARANG
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Gedung Pers
Semarang...................................................................................................... 99
2. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Perpustakaan
dan Arsip Suara Merdeka.............................................................................100
3. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Perpustakaan
Museum Pers Solo ........................................................................................101
4. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Kantor Berita
Antara Semarang..........................................................................................102
5. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Badan Arsip
Daerah Semarang .........................................................................................103
6. Surat kabar Suara Merdeka tanggal 11 Desember 1964 ..............................104
7. Surat kabar Sinar Indonesia tanggal 29 September 1964.............................105
8. Surat kabar Gema Massa tanggal 12 Desember 1964..................................106
9. Contoh tulisan Belajar Memahami Soekarnoisme yang dimuat
dalam surat kabar Suara Merdeka tanggal 11 Desember 1964 ....................107
10. Surat kabar Angkatan Bersendjata tanggal 11 Oktober 1965 .....................108
11. Instrumen Wawancara.................................................................................109
12. Daftar Informan...........................................................................................110
xi
BAB I
PENDAHULUAN
sistem demokrasi yang hanya mengenal satu pimpinan nasional, yakni sistem
negara yang disebabkan oleh makin parahnya gejolak politik yang tengah
Gejolak politik ini terjadi akibat faham Demokrasi Liberal yang telah
1. Pembubaran Konstituante
1
2
lainnya, yaitu militer dan PKI. Presiden Sukarno menganggap aliansi dengan
kritik atau pandangan yang berbeda dengan pandangannya. Dengan kata lain,
ia tidak menerima adanya perbedaan faham atau adanya konflik, dan oleh
1992:64).
3
memberi angin segar bagi organisasi seperti PKI. Partai ini menerapkan
Notosusanto, 1993:317).
Sukarno kepada PKI membuat partai ini semakin berani dan leluasa untuk
dan pada akhirnya adalah mencapai puncak kekuasaan. Segala cara dilakukan
oleh PKI untuk merealisasikan maksudnya itu. Fitnah-fitnah, agitasi atau aksi
di setiap tempat dan waktu. PKI juga memaksimalkan media massanya untuk
lawannya. Sebagai akibat dari aksi PKI itu, tidak sedikit surat kabar yang
halnya di Semarang juga terkena imbas dari persaingan politik yang tidak
4
sehat. Hal ini menyebabkan pers di Semarang kehilangan ruang gerak untuk
pers dalam beberapa segi mengalami perubahan. Surat kabar yang terbit di
Semarang pada masa itu, adalah : Sinar Indonesia, Gema Massa, Pos Minggu
dan Suara Merdeka. PKI dengan surat kabarnya, Gema Massa melancarkan
teror mental terhadap surat kabar atau wartawan yang tidak mau sejalan
dengan arah politiknya. Oleh karena itu, surat kabar sepeti Sinar Indonesia dan
aktivitas mereka yang anti PKI, sementara harian Suara Medeka, meskipun
juga anti PKI, masih mampu bertahan dari tekanan yang dilakukan PKI
(Marza, 1995:52).
lebih jauh. Oleh karena itu, penulis mengajukan judul skripsi, yaitu :
B. Permasalahan
1959?
5
Terpimpin?
lebar, sehingga dapat diperoleh suatu tujuan yang diinginkan, maka perlu
adanya pembatasan dari ruang lingkup yang meliputi tempat (spasial) dan
waktu (temporal).
Tengah dan merupakan kota yang penting dalam sejarah perkembangan pers di
langsung dirasakan dalam kehidupan pers di kota ini. Sedangkan ruang lingkup
mengambil tahun 1959-1965. Tahun 1959 sebagai batas awal penelitian sebab
1959. Sedangkan tahun 1965 batas akhir penulis melakukan penelitian, karena
pada akhir tahun ini terjadi krisis politik sebagai akibat dari Kudeta Gerakan 30
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah
untuk :
E. Manfaat Penelitian
F. Metode Penelitian
1. Heuristik
a. Sumber Primer
dengan melihat secara langsung, yakni orang atau alat yang hadir pada
pandangan mata, dan bisa juga artefak, tulisan atau lisan yang hidup
b. Sumber Sekunder
merupakan saksi mata yakni dari seseorang yang tidak hadir pada
perkataan lain sumber yang berasal dari orang yang bukan saksi hidup
yaitu :
c. Wawancara (interview)
para wartawan dan karyawan penerbitan, karena para tokoh pers ini
2. Kritik Sumber
pandang nilai kebenarannya. Kritik sumber ini dibagi menjadi dua, yaitu :
Kitik eksternal yaitu kritik yang menilai apakah sumber yang didapat
bentuknya apakah sumber itu asli atau turunan. Kritik luar bertujuan
10
didapat untuk mengetahui kapan sumber itu dibuat, dimana sumber itu
dari bahan apa sumber itu dibuat (analisis) dan sebagainya. Misalnya
tanggal dan tahun terbit, kondisi kertasnya, dan dari percetakan mana
3. Intepretasi
fakta dengan fakta sejarah yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan yang
dapat dimengerti dan bermakna. Tujuannya agar data yang ada mampu
4. Historiografi
hal ini penulis akan menyajikan hasil penelitian dalam bentuk cerita
selaras.
12
G. Kajian Pustaka
korannya sendiri, yang dimodali oleh bangsa Indonesia dan disediakan untuk
dijelaskan dalam bab ini. Bukanlah suatu rahasia lagi, bahwa pers Indonesia
nasional atau bahkan merupakan sebagian dari gerakan kebangsaan itu sendiri.
hujan, ada yang kuat tahan lama, tetapi tidak sedikit pula yang harus gulung
tikar karena tidak kuasa menghadapi kesulitan yang beraneka ragam corak dan
warnanya, misalnya di bidang teknis. Pada saat itu pers Indonesia dengan
diarahkan kepada tujuan dan jalan politik tersebut. Suara-suara yang berani
melawan terhadap gagasan ini harus dibungkam dan begitulah sejumlah koran
dalam jumlah yang cukup banyak, ditutup dengan paksa atas perintah
pengawasan dan mempererat pengendalian terhadap pers. Dalam buku ini pula
dijelaskan tentang pers Indonesia pada masa Orde Baru, kode-kode etik pers,
yang meliputi kode etik peusahaan pers, periklanan dan jurnalistik. Buku ini
menguraikan tiga bentuk pers di Indonesia, yaitu pers Belanda, pers Melayu-
terbatas pada kota-kota besar, yang penting bagi administrasi maupun sebagai
dibelanya.
sebagai usaha dan suara golongan usahawan Tionghoa, yang lebih suka
percetakan dan penerbitan Belanda dan Tionghoa dan sebagian lagi karena
menerbitkan sejumlah surat kabar dan majalah dibeberapa kota besar dengan
menjelang lahirnya Orde Baru tahun 1966, kehidupan politik, terutama dunia
masa Demokrasi Terpimpin, PWI tetap berpegang teguh pada dasar negara
Pancasila, tidak terlepas dari latar belakang dan landasan lahirnya gerakan
Buku ini berisi tentang ikhtisar sejarah pers Indonesia masa lampau
dewasa ini. Buku ini juga menguraikan pertumbuhan pers Belanda, Cina dan
H. Sistematika Skripsi
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang memuat sejarah singkat pers Semarang dan
Terpimpin dan dominasi PKI serta tanggapan pers Semarang terhadap Dekrit
masa itu.
satu peradaban dari benua Eropa yang masuk ke Nusatara pada pertengahan
abad ke-18 adalah penyebaran informasi melalui media cetak yang disebut
1988:237).
Indonesia, yaitu golongan pers kolonial, pers Cina dan pers pribumi. Tiap
Kolonial terbit untuk kepentingan dan sumber keterangan tentang jalan trem
dan kereta api, kegiatan ekspor dan impor, perdagangan, pendidikan, industri,
(Surjomihardjo, 2002:29).
18
19
Pers Cina merupakan pers yang diterbitkan oleh orang Cina dengan
menggunakan tiga bahasa yaitu bahasa Cina, Melayu, dan bahasa Belanda.
serta perkembangan Negara Cina. Hal ini disebabkan oleh kepercayaan orang
melupakan tanah leluhur. Pers Cina juga dikenal sebagai pers Melayu-
Tionghoa. Pers peranakan Tionghoa ini dipenuhi dengan advertensi dan roman
terjemahan, sedangkan berita kurang sekali. Satu hal lagi, pers Cina banyak
memuat reklame obat-obatan dari jamu ajaib sampai kepada peoder (bedak)
melawan penjajah.
Di Semarang, surat kabar pertama sudah ada sejak tahun 1852 dengan
yang diilhami oleh pembangunan jalan kereta api pertama oleh Gubernur
Jenderal Mr. Baron Slot van de Beek pada 6 Juli 1864, yang jalurnya melalui
20
waktu singkat dapat terbit dua kali seminggu dan kemudian menjadi harian
Pada awal abad ke-20, kehidupan orang-orang Belanda terpusat pada masalah
bagaimana membangun kota Semarang. Namun, lebih dari itu orang Belanda
di kota ini lebih peka terhadap kemiskinan penduduk Jawa Tengah, yang
dan upah yang sangat rendah yang diterima para pekerja. De Locomotief
adalah pembawa suara “politik etika”, yang terutama didukung oleh gabungan
1903, terbit sebuah surat kabar peranakan Tionghoa yang bernama Warna
Kongsie dan merupakan organ resmi dari Hoa Kiauw Toan The Hwe
bernama Th. H. Phao. Warna Warta kemudian berganti tangan dan namanya
diganti menjadi Djiet Po. Tahun 1909, di Semarang terbit pula sebuah surat
Ien Boe Kongsie, dan setelah tahun 1930, NV tersebut diganti menjadi suatu
dalam perselisihan antara Chung Hua Hui dan pers peranakan Tionghoa.
Mata Hari di bawah pimpinan Kwee Hing Tjiat, bekas redaktur SinPo yag
pernah diusir oleh pemerintah Hindia Belanda. Surat kabar Mata Hari yang
semula hendak diberi nama Mardika, mendapat tunjangan dari Oei Tiong Ham
2002:54).
Surat kabar berbahasa melayu yang terbit di Semarang pada awal abad
ke-20 adalah Bintang Pagi (1907) dan Sinar Djawa (1899) yang masing-
masing dipimpin oleh The Mo Hoat dan Sie Hiang Ling. Selain itu, Semarang
Appel dan Taman Pengajar (1905) yang dipimpin oleh seorang guru, Mas
yang dinilainya mengganggu ketertiban umum. Pada masa ini, pers juga
22
Parindra dan Partindo di Semarang. Harian Sinar Djawa milik partai Sarekat
besar berupa naskah tentang agama Islam. Selanjutnya Sinar Djawa berubah
namanya menjadi Sinar Hindia pada tahun 1921 di bawah pimpinan Marco
Pada masa itu, pergerakan nasional dan surat kabar biasanya berada di
Hal ini mudah dimengerti, mengingat pada waktu itu selain jumlah, sangat
pekerjaan, atau dibreidel surat kabarnya adalah hal yang wajar bagi kalangan
pers. Kota Semarang menjadi salah satu tempat atau pusat penjara dan
Surat kabar pribumi sering tidak bertahan lama yang disebabkan oleh
bermacam faktor, antara lain kurangnya modal, uang langganan yang banyak
surat kabar. Hal itu sudah biasa dialami oleh wartawan atau penulis dari kota
penerbitan asing. Rubrik luar negeri tidak dipelihara dengan baik, sementara
ilmu pengetahuan, dan teknik rata-rata tidak ada. Ditinjau dari peralatannya
1981:18-20).
karena tidak memerlukan Surat Ijin Terbit (SIT), tetapi harus ditopang dengan
surat tanda kelakuan baik dari polisi dan rekomendasi dari suatu perkumpulan
dalam waktu 24 jam setelah dicetak. Apabila isi dianggap tidak sesuai, maka
Trimurti, seorang wartawati dan anggota pergerakan yang sangat gigih. Tidak
dipercayakan kepada Sajuti Melik. Majalah ini kemudian menjadi harian Sinar
pula harian Daja Oepaja yang dipimpin oleh Sjamsuddin Sutan Makmur.,
meskipun tidak bertahan lama. Kemudian terbit harian Sinar Selatan dengan
dipimpin oleh Tuan Itami Hiraki dan dengan modal milik orang Jepang yaitu
diarahkan guna kepentingan perang. Komunikasi massa ini bukan saja koran
dan radio, tetapi juga urusan persandiwaraan dan perfilman, semua harus
dikuasai dan ada di tangan pihak penguasa. Pers Belanda dan Cina juga
penerbitan surat kabar, baik yang berupa harian, mingguan maupun tengah
bulanan.
penerbitan setiap hari, setiap minggu, setiap bulan maupun penerbitan dengan
tidak tertentu waktunya, kecuali oleh badan-badan yang sudah mendapat ijin”
(Said, 1988:48).
sensor. Sebelum suatu surat kabar dicetak, petugas sensor resmi melakukan
penerbitan surat kabar di tiap kota besar di Jawa. Hal ini dimaksudkan agar
menunjuk bekas harian Pesat menjadi harian Sinar Baroe di bawah pimpinan
Parada Harahap. Anggota staf redaksinya berasal dari bekas redaksi harian
26
dari kepala redaksi seluruh surat kabar yang terbit di Jawa, termasuk Jawa
Shinbun dan semua surat kabar yang dulunya berdiri sendiri berada dalam
pengaruh dan daya kekuatan tulisan yang dicetak di surat kabar dapat
Jepang sangat membatasi gerak pers Indonesia, tidak hanya redaksi dan
Di Jawa, jumlah cetak (oplaag) seluruh surat kabar tidak boleh lebih
Jika pada masa penjajahan Belanda, oplaag surat kabar tidak berarti, maka
pada masa pendudukan Jepang oplaag harian yang terbit rata-rata mencapai
1993:175).
perekonomian dan keuangan makin parah. Inflasi tiap hari kian menjadi-jadi,
diperkecil dari ukuran semula, karena persediaan kertas makin terbatas hingga
yang semakin terdesak dalam peperangan melawan sekutu. Isi surat kabar
yang lebih baik, sperti kantor berita Domei Semarang. Pegawai Domei boleh
sekutu dengan membawa satuan-satuan serdadu Belanda, surat kabar dan para
tidak lain karena berita dan tulisan yang terus mendukung proklamasi
Semarang dalam dua bahasa, yaitu Bahasa Belanda dan Bahasa Indonesia.
Surat kabar yang Berbahasa Belanda adalah Het Midden, yang pada bulan
pengakuan kedaulatan diambil alih oleh Hetemi dan diubah namanya menjadi
Sistem pers di Indonesia pada zaman Liberal, yaitu antara tahun 1950-
1959, ditandai dengan liberalisasi dalam hal penulisan berita, tajuk rencana
uang, tidak memandang dari golongan apa, menganut aliran dan ideologi
politik mana dan merasa mampu, boleh mendirikan perusahaan surat kabar.
Hal ini dipermudah lagi dengan tidak adanya kewajiban untuk meminta surat
kendala-kendala yang akan dihadapi. Akibatnya, tidak sedikit surat kabar yang
sebelumnya, yakni terdiri dari pers nasional, surat kabar Belanda dan Cina.
dipercetakan mutakhir saat itu, dan surat kabar Cina yang didukung oleh
modal yang kuat. Menurut Tribuana Said, di antara sejumlah kecil pers
Harian Merdeka, Indonesia Raya, serta Pedoman yang terbit di Jakarta. Di luar
ketiga harian tersebut, terutama yang berada di luar Jakarta keadaan pers
Surat kabar yang berbahasa asing, dalam hal ini Belanda dan Cina,
masih diperbolehkan terbit di Indonesia atau dengan kata lain surat kabar itu
memiliki privilige (hak istimewa) yang sama dengan surat kabar Indonesia.
menuliskan beritanya.
suara rakyat Indonesia yang baru saja merdeka penuh. Pada saat pertama kali
dirintis, surat kabar ini dijiwai oleh semangat untuk memberi penerangan dan
sebagai sarana aspirasi dan suara hati nurani rakyat. Surat kabar yang dikelola
oleh para pejuang pers ini, pada mulanya mencetak korannya pada percetakan
satunya surat kabar di Semarang yang mampu tetap terbit hingga sekarang,
kemudian menjadi Suluh Marhaen edisi Jawa Tengah, dan paling akhir
berbahasa Cina pada bulan April 1958, maka harian Sin Min, dengan
menjadi Gema Massa. Koran Cina lainnya adalah harian Kuang Po yang
Tjoa Tji Liang. Harian ini juga terkena peraturan pemerintah tentang larangan
Surat kabar lainnya yang pernah hidup di Semarang pada masa liberal
adalah Daulat Rakjat, Utusan Nasional, Tanah Air, dan Duta Masyarakat.
Tetapi tidak berusia lama sebagai akibat dari berbagai permasalahan yang
yang non partai. Partai Nasional Indonesia (PNI) kala itu memiliki harian
Suluh Marhaen, Nahdlatul Ulama (NU) dengan Duta Masyarakat, dan PKI
satu dari empat partai besar tidak memiliki surat kabar di Semarang, tapi
mendapat sokongan dari harian Abadi yang terbit di Jakarta (Serikat Penerbit
nasional yang pada umumnya telah menjadi organ partai tertentu. Selain itu,
koran lawannya seringkali akan mendapat larangan terbit untuk beberapa hari,
pers. Perkara-perkara tersebut terbagi dalam lima jenis, yakni delik terhadap
alat negara, delik terhadap pegawai negeri dalam melakukan tugas, dan delik
terhadap kepala negara dan wakil kepala negara sahabat. Dasar hukum
tahun 1931, serta pasal-pasal dalam Reglement Staat van Oorlog en Beleg
tindakan terhadap pers bila dipandang perlu. Sebagai contoh adalah, pada
Dengan latar belakang kondisi politik yang labil yaitu seringnya terjadi
keamanan yang tidak stabil, yang ditandai dengan berbagai gejolak di daerah-
daerah serta berdasarkan ketentuan SOB (Staat van Oorlog en Beleg), maka
hingga menjelang Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang masih merupakan sebuah
organ partai. Sedikit sekali surat kabar yang terbit benar-benar independen
atau non partai. Kondisi pers Semarang pada masa ini menghadapi dua
dan lain sebagainya. Sementara masalah utama lainnya yang dihadapi pers
masih bersifat lokal dan kedaerahan. Pada tahun 1906, di Jakarta telah berdiri
Ditinjau dari bobot surat kabar yang diwakili dalam Perdi, terutama
merupakan wadah dari pergerakan nasional. dikaji dari asasnya, secara tegas
juga tidak ada pernyataan pembubaran secara resmi. Penguasa militer Jepang
surat kabar yang diijinkan terbit. Di pulau Jawa dibentuk perserikatan surat
kabar bernama Djawa Shimbun Kai yang diwakili oleh para direktur
Hal ini dikarenakan para tokoh tersebut mempunyai kesibukan sendiri, atau
Sono Suko (kini gedung Monumen Pers) Surakarta dan dengan bulat
Pada waktu itu yang menjadi harapan dengan terbentuknya PWI adalah
peran aktif para wartawan dalam meyakinkan masyarakat dan tentara bahwa
itu, para wartawan dan penerbit sepakat untuk menyatukan barisan pers
itu, pers Republik Indonesia menjadi lawan yang sangat tangguh dan tidak
nasional. salah satu contoh nyata, ketika terjadi pemberontakan PKI pada
Demokrasi Liberal, PWI sebagai wadah bagi para wartawan telah mengambil
Agus Salim, Wakil Ketua Mohammad Natsir, dan anggota-anggota terdiri dari
PWI di Jakarta pad tanggal 1-2 Mei 1954, yang diikuti oleh pemimpin-
dan “opinion”.
- Harus pula diperhatikan cara-cara melayani orang yang diserang dan hak
- Para wartawan harus memperhatikan bahwa head line berita mesti sesuai
praktik yang menyimpang dari kode etik jurnalistik. Pada zaman Liberal ini
(Soebagjo, 1977:102).
dianutnya. Profesi ini memang tidak menjanjikan bila dilihat dari sudut
materiil, karena sangat tergantung pada besar kecilnya surat kabar tempat ia
dalam masyarakat waktu itu, karena dianggap sebagai suatu kelompok elit
40
yang sangat terdidik. Wartawan memang harus satu langkah ke depan dari
masyarakatnya dalam hal pengetahuan. Ia harus lebih cepat, lebih banyak, dan
masyarakatnya.
terbentuk beberapa tahun kemudian. Hal itu sejalan dengan pertumbuhan pers
sebagai ibukota Jawa tengah, PWI baru terbentuk pada tahun 1950 dengan
baik. Sulit ditemukan data otentik yang lengkap tentang wartawan yang aktif,
tersebut tampaknya dipengaruhi oleh situasi pada waktu itu. PWI lebih
lain terdapat empat partai besar yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Partai-
Liberal dan Kabinet Parlementer berakibat : (1) pemerintahan tidak stabil atau
kerja pendek; dan (3) kedudukan pemerintah tidak kuat karena sewaktu-waktu
Notosusanto, 1993:210).
Dari tahun 1950 sampai tahun 1955 terdapat empat kabinet yang
1950 – Maret 1951), kabinet Sukiman (April 1951 – Februari 1952), kabinet
Wilopo (April 1952 – 1953), dan kabinet Ali Sastroamidjojo I (Juli 1953 –
1955). Dalam waktu rata-rata satu tahun itu, tidak ada kabinet yang
41
42
namun pemerintahan yang stabil tetap tidak tercapai. Pergantian kabinet masih
Djuanda (Maret 1957 – Juli 1959). Dengan demikian kiranya terbukti bahwa
yang pada umumnya dibentuk oleh koalisi beberapa partai, sehingga prioritas-
Dewan Nasional.
ABRI lima orang, dan wakil daerah sebanyak empatbelas orang, kemudian
semakin meluas saat memasuki awal tahun 1959. PNI dengan PKI sepakat,
kegiatan pawai akbar yang diikuti oleh 171 organisasi, serta mengeluarkan
Selain itu dibentuk pula suatu panitia pelaksana UUD 1945 yang didukung
PSII, IPKI, Gerakan Pemuda Indonesia, Serikat Pengusaha Nasional, dan lain-
pada tanggal 30 Mei, 1 dan 2 Juni 1959. Hasil pemungutan suara yang
pertiga dari jumlah anggota yang hadir dalam rapat pleno tersebut. Hasil
pemungutan suara selama tiga hari itu menandakan bahwa konstituante tidak
yang menghadiri pada sidang pertama 478 anggota, sidang kedua 469 anggota,
sedangkan sidang ketiga 469 anggota, tampaknya banyak anggota yang tidak
Dalam tabel berikut kita dapat melihat hasil pemungutan suara yang
untuk mencari jalan keluar dari situasi dalam rangka pelaksanaan gagasan
Menteri Negara Moh. Yamin, Ketua Mahkamah Agung Mr. Wiryono, dan
keesokan harinya.
Hari minggu tanggal 5 Juli 1959 jam 17.00, dalam suatu upacara resmi
Notosusanto, 1993:283).
46
Nasional, ketiga Kepala Staf Angkatan Perang, Kepala Polisi Negara serta
banyak pejabat sipil dan militer yang hadir. Sementara di jalanan di depan
Isi lengkap dari Dekrit Presiden ini termuat dalam buku “Sejarah
Ditetapkan di : Djakarta
Pada tanggal : 5 Djuli 1959
Soekarno
Pancasila dan UUD 1945 dari segala macam gangguan di berbagai bidang,
ideologi dan politik, konstitusi dan hukum, ekonomi, sosial dan budaya,
adalah :
permusayawaratan perwakilan”.
Liberal.
sosial.
h. Mayarakat adil dan makmur tidak lain merupakan suatu masyarakat teratur
mengatasi pertikaian politik yang berkepanjangan dan tidak dapat diatasi lagi
oleh sistem politik yang berlaku sebelumnya, yaitu Demokrasi Liberal. Dekrit
memang telah mampu mengakhiri pertikaian politik yang ada. Di lain pihak,
Negara (GBHN). Dalam ketetapan ini diputuskan pula, bahwa pidato Presiden
tanggal 30 September 1960 dengan judul "Jalannya Revolusi Kita" dan pidato
tanggal 17 Agustus 1960 di muka sidang umum PBB yang berjudul "To Build
dengan TNI-AD dan PKI disampingnya. Oleh sebagian pengamat pada waktu
itu, Soekarno dianggap sebagai orang ahli manipulator rakyat dan lambang-
terpesona lawan-lawan yang potensial dengan sama mudahnya. Tokoh ini juga
yang diharapkan banyak orang akan memberi mereka dan negara mereka,
pembentukan DPR baru, dan pada tanggal 24 Juni 1960, Presiden Sokearno
yang sah dalam Pergerakan Nasional dan dalam konstelasi politik Indonesia.
Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Masyumi dalam beberapa hal didukung
yang berkuasa.
USDEK. Dia membela PKI sebagai partai yang terhormat dan patriotik, serta
Februari 1961. sementara PSI dan Masyumi sendiri telah dibubarkan pada
mereka kedudukan dalam DPR-GR dan DPA serta dalam Pengurus Besar
Soekarno yang mendukung PKI dalam segala hal itu semakin meningkat
"PKI adalah yang paling progresif revolusioner ", dan lain sebagainya.
53
yang radikal yang berkembang saat itu sangat mendukung usaha PKI, karena
pada akhir tahun 1962 mencapai lebih dari dua juta orang. Sementara jumlah
pengaruh) PKI adalah sebagai berikut : anggota front kaum tani PKI (BTI)
mencapai 5,7 juta orang, jumlah anggota Serikat Organisasi Buruh Seluruh
Indonesia (SOBSI) mencapai hampir 3,3 juta orang, anggota Pemuda Rakyat
orang.
dengan Belanda atas Irian Barat. Pihak Belanda sepakat menyerahkan wilayah
1 Mei 1963.
54
ekonomi" dan bila demokrasi politik telah tercapai, maka dengan sendirinya
Dalam suatu pidatonya yang berjudul "Res Publica! Sekali lagi Res
menyatakan sebagai berikut "semua alat-alat vital produksi dan alat-alat vital
mati."(Sjamsuddin, 1988:232).
ekonomi terpimpin merupakan makna dari isi pasal 33 UUD 1945. selanjutnya
kemakmuran yang sebesar mungkin bagi rakyat dengan tenaga produktif yang
55
modal dan tenaga kerja yang tidak bekerja dapat dimanfaatkan untuk tujuan
nilai nominal mata uang kertas Rp. 500,00 dan Rp. 1000,00 menjadi
sepersepuluhnya, sehingga hanya bernilai Rp. 50,00 dan Rp. 100,00 saja.
Tahun, yang akan dilaksanakan mulai tanggal 1 Januari 1960. Tujuan utama
rencana pembangunan ini adalah pengadaan pangan dan sandang yang cukup,
menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-
dipegang atau diatur oleh negara atau bersifat ekonomi anarchi. Pengeluaran
pers nasional, karena biaya untuk tetap menerbitkan surat kabar menjadi
sangat mahal.
anggaran belanja militer secara drastis. PKI khawatir bahwa politik yang
kapitalis birokrat (Kabir), setan kota, setan desa, bahkan sampai kepada
tuduhan anti revolusi dan anti Nasakom kepada lawan-lawan politiknya. Pada
membahayakan.
Kekuatan sosial politik yang pertama kali mereka susupi adalah Partindo,
58
Marhaenisme, yakni PNI, telah pula disusupi oleh PKI dengan menempatkan
kadernya yaitu Ir. Surachman sebagai Sekjen dari PNI (Notosusanto, 1985:7).
dengan cara membina para perwira yang mudah untuk dipengaruhi. Dengan
Indonesia (PWI).
Filiphina, dan Indonesia dalam Maphilindo, bahwa pada bulan Agustus 1963,
59
Dengan adanya suasana ganyang Malaysia ini maka pihak militer bisa
Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan kampanye aksi sepihak guna
Timur, Bali, Jawa Barat serta di Sumatera Utara, mereka terlibat pertentangan
dengan para tuan tanah, kaum birokrat, tentara, dan khususnya di Jawa Timur
dengan santri pendukung NU, yaitu Anshor. Aksi sepihak ini merupakan
sebagian dari program PKI yang berjudul "Resume Program dan Kegiatan PKI
situasi dan rencana aksi yang menjadi tujuan akhir PKI. Menurut penilaian
PKI, revolusi Agustus 1945 telah gagal dan belum selesai. Dikatakan gagal,
karena revolusi itu tidak dipimpin oleh orang-orang komunis. Revolusi hanya
Soekarnoisme ini dibentuk oleh kelompok-kelompok yang anti PKI dan secara
gigih menentang aksi-aksi serta dominasi PKI, yang mendapat ilham dari
Oleh karena itu, PKI menganggap BPS sebagai musuhnya dan berusaha untuk
oleh Presiden Soekarno dan karena itu BPS dibubarkan (Said, 1987:140).
2005:548).
pada bulan Januari 1965. Hal ini membuat PKI menjadi bertambah berani
dari kaum buruh dan tani yang dipersenjatai, serta diangkatnya para penasihat
1993:374).
saja di antara keluarga besar nasional kita. Jawaban saya adalah ya. Ya, saya
yang revolusioner! Saya kawan dari kelompok agama, tapi kelompok agama
yang revolusioner! Saya kawan dari komunis, karena komunis adalah rakyat
Pada hari minggu, tanggal 5 Juli 1959 jam 17.00 WIB di Istana
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak saja mendapatkan sambutan baik dari
masyarakat yang selama hampir 10 tahun dalam kegoyahan jaman liberal telah
dukungannya kepada dekrit Presiden itu, yang pada dasarnya sudah merasa
perintah harian KSAD pada hari itu juga yang pada intinya memerintahkan
kepada tiap prajurit Tamtama, Bintara, dan Perwira serta semua pegawai TNI,
1993:311).
Dukungan juga datang dari ketua umum PNI, Suwirjo, yang mengajak
seluruh rakyat terutama seluruh anggota Front Marhaenis, agar menaati dan
Demokrasi Terpimpin daripada demokrasi liar, tetapi dengan syarat bahwa apa
yang tersurat baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh UUD 1945
dikemukakan berikut ini bukan hanya surat kabar-surat kabar yang terbit di
Semarang, tetapi juga koran-koran yang terbit di luar daerah namun memiliki
berikut :
ini mengharap agar pembentukan MPRS dan DPAS juga harus berdasarkan
terutama soal-soal ekonomi, maka harian ini berseru : "Mari kita tjantjut
1964:280).
Soekarno dan kemampuan dari kabinet kerja yang baru saja dibentuk. Secara
pendek mengenai Dekrit Presiden ini, yakni "Bahwa dengan kembali ke UUD
1945, kita telah kembali kepada asal dari perdjuangan membela negara adil
dan makmur". Kemudian harian ini menegaskan bahwa UUD 1945 merupakan
pangkal dari perjuangan itu, tidak dapat kita kembali lebih jauh lagi. Akhirnya
harian ini mengharap bahwa "Kita harus betul-betul mendjaga agar ini tidak
lagi nanti akan menimbulkan keketjewaan. Kali ini kita tidak dapat lagi main
itu, bangsa Indonesia telah memiliki pangkal pijak yang teguh kuat, guna
mencapai apa yang dicita-citakan. Secara lengkap harian ini menulis sebagai
berikut :
kabar itu mengingatkan pada besarnya tanggung jawab yang ditimbulkan oleh
Media massa pada umumnya tunduk pada sistem pers yang berlaku
dimana sistem pers yang berlaku itu hidup. Sementara sistem pers itu sendiri
tunduk pada sistem politik yang ada. Jadi, sistem pers merupakan sub-sistem
dari sistem politik yang ada, sehingga setiap pemberitaan akan tetap
yang perlu diperhatikan, yaitu pertama, pers hanya dilihat sebagai mediasi dari
berbagai kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang berinteraksi. Dalam hal
ini pers lebih merupakan refleksi dari dinamika hubungan antara negara
sebagai bagian dari kekuatan sosial politik dari berbagai kekuatan sosial,
politik dan ekonomi yang berinteraksi dalam suatu sistem politik tertentu. Pers
selalu menempatkan dirinya sebagai salah satu dari kekuatan sosial politik
Hal ini lebih merupakan konsekuensi sosiologis, politis, ideologis, dan historis
dari eksistensi pers itu sendiri. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan
adanya fenomena, dimana pes justru menjadi bagian dari kekuatan negara
(Abar, 1995:37).
68
69
hubungan negara dan masyarakat, atau politik, maka ada dua proposisi utama
dalam melihat isi dan orientasi pers. Pertama, yaitu apabila negara menempati
menempati posisi dominasi dan negara berada pada posisi sub-ordinasi, maka
dari posisi politiknya. Artinya, pers mempunyai posisi politik yang kuat atau
untuk menilai kuat atau lemahnya posisi pers, adalah sejauh manakah pers
Jika kedudukan politik negara dominan, maka pers menjadi sub-ordinan atau
maka negara menjadi sub-ordinan, artinya posisi politik pers adalah kuat
(Abar, 1995:38-39).
oleh pers itu sendiri, yaitu menjadi saluran informasi bagi pemerintah dan
masyarakat. Pers juga dipandang sebagai sarana pembentuk opini publik yang
luas.
Pada masa Demokrasi Terpimpin ini, pers diatur secara ketat dan
1988:122).
lanjut, semua media komunikasi massa seperti surat kabar, radio dan film
Pancasila.
kabar dan majalah yang tidak berhuruf latin, Arab atau daerah. Hal ini berarti
Kuang Po menjadi Sinar Indonesia dan Harian Sin Min berganti nama
dengan kehidupan pers, adalah : pada tanggal 12 Oktober 1960, keluar Peperti
No. 10/1960 tentang keharusan bagi penerbit pers untuk memperoleh ijin
dibawah ini.
terbit. Bagi surat kabar dan majalah yang diterbitkan tanpa ijin akan
(Harahap, 2000:128).
Kantor Berita Antara, antara kelompok yang anti PKI (dipimpin Zein
dibantu kepala staf ketiga angkatan, kepala kepolisian negara dan Jaksa
Media penerangan, dalam hal ini pers, yang tidak bersedia ikut
disingkirkan. Tiap surat kabar wajib menjadi alat untuk kepentingan revolusi.
ketetapan MPRS.
ijin terbit seperti yang tercantum dalam peraturan Peperti No. 10/1960. Pada
tersebut, bahwa andaikata ia diberi Surat Ijin Terbit (SIT), ia akan mendukung
kondisi pers ketika itu, dimana aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah
massa yang berupa surat kabar dan majalah, sehingga pada masa Demokrasi
Terpimpin penentuan jatah kertas koran merupakan alat kontrol yang efektif
sekali. Di samping itu ada juga keharusan penerbitan harian atau majalah
dimiliki oleh suatu badan hukum (yayasan), dan bukan milik perorangan
tenaga untuk dapat menguasai organisasi PWI dan SPS sekaligus, dua badan
hukum yang memang merupakan kunci dari keluar atau tidaknya rekomendasi
kerjanya jauh dari yang ditargetkan perusahaan. Tentu saja perusahaan surat
kabar yang disabotase mengalami kerugian yang tidak kecil, apalagi waktu itu
78
hampir semua surat kabar pribumi memiliki modal yang minim sekali
(Soebagjo, 1977:128).
perkembangan pers pada masa Demokrasi Terpimpin. Hal ini tidak lepas dari
kondisi pers pada masa sebelumnya, dimana pers pribumi mewarisi bekas-
bekas percetakan milik asing yang sudah dalam keadaan kurang terawat.
Tidak jarang di satu percetakan digunakan untuk mencetak lebih dari satu
terpengaruh karena modal yang dimilikinya cukup kuat, lain halnya dengan
produksi, karena biaya untuk pengadaan kertas, proses cetak, serta distribusi
perubahan peraturan dasar PWI adalah ketetapan MPRS No. I dan II tahun
79
undang-undang.
berporoskan Nasakom.
organisasi penerbit pers (surat kabar), tidak luput dari kewajiban mengadakan
tahun 1960, kedua organisasi ini telah mulai dimasuki tokoh-tokoh dari
1988:137).
PKI, pers dan alat-alat komunikasi lainnya merupakan senjata yang ampuh
guna mencapai tujuan-tujuannya. Sebab itulah, PKI bersedia berbuat apa saja
(Soebagjo, 1977:127).
Dukungan PKI terhadap politik dalam negeri dan luar negeri Soekarno
revolusioner.
dari pihak-pihak yang anti PKI. Salah satunya adalah perlawanan yang
Suara Merdeka, Sinar Indonesia, dan Pos Minggu. Adapun lawan dari pers
BPS di Semarang adalah surat kabar Gema Massa, yang beralamat di Jalan
2007).
BPS dengan menyatakan bahwa BPS merupakan tandingan dari PWI. Usaha
ini gagal, sehingga PKI mencari jalan lain, yakni mempengaruhi PNI yang
Indonesia.
tuduhan, bahwa BPS diorganisir dan dibiayai oleh CIA (sebuah badan
Surat kabar Gema Massa setiap harinya selalu memuat tulisan yang
menyatakan :
Sementara itu surat kabar Suara Merdeka, Sinar Indonesia dan Pos
tulisan tersebut menjadi semacam tanda pengenal antara pers BPS yang
pertimbangan sebagai berikut : (1) bahwa surat kabar, majalah, barang cetak
pembentukan pendapat umum; (2) polemik dalam surat kabar harus bersifat
September 1964:1).
memuat seri tulisan-tulisan lama Bung karno, seperti yang dihimpun dalam
karena tersingkirnya musuh yang paling kuat dalam bidang media massa.
Sedangkan bagi orang-orang BPS, keputusan itu berakibat sangat fatal, karena
tidak dibenarkannya lagi koran-koran pendukung BPS untuk terbit. Hal ini
membawa akibat yang lebih mendasar lagi, yaitu para wartawan, redaktur,
Soekarno yang membubarkan BPS. Hal ini terlihat jelas dalam tajuk
1995:52).
organisasi massa yang diakui oleh pemerintah. Jadi sifatnya menutup peluang
bagi anggota masyarakat non partai untuk menrbitkan surat kabar atau
resmi dari partai politik, atau organisasi massa atau Panca Tunggal (lima
resmi tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab atas isi koran
penerbit diberi waktu tiga bulan sejak tanggal penetapan berlakunya (Said,
1988:150).
keadaan itu, pada tanggal 10 Agustus 1965, Suara Merdeka berafiliasi degan
Jawa Tengah (pada waktu itu Bapak Mochtar). Pada tanggal 14 Februari
1966, Suara Merdeka telah menjadi Harian Berita Yudha edisi Jawa Tengah.
Akhirnya setelah berlakunya Orde Baru, pada tanggal 11 Juni 1966, Suara
oleh koran PKI, antara lain : bahwa golongan PKI adalah golongan yang
dan sudah sampai ke puncaknya, bahwa untuk sampai pada tujuan yang
terakhir masih harus dipotong "kanker masyarakat", bahwa pada suatu ketika
pencoleng, kaum setan kota, kaum kabir, dan lain-lain (Soebagjo, 1977:127).
menemui rintangan yang berarti, karena pers dari ideologi lain sudah
Hanya surat kabar militer saja, dalam hal ini Harian Berita Yudha dan
1. Karyawan dan wartawan dari penerbitan pers PKI memiliki disiplin kerja
sesuatu.
5. Faktor kekuasaan cukup kuat untuk menjadi daya dorong kerja serta
pemerintahan.
PKI ke posisi yang lebih sesat. Puncak dari penyimpangan itu adalah
pers tanpa ijin khusus, kecuali harian Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata,
dua surat kabar yang ditrbitkan oleh ABRI/TNI-AD untuk menandingi pers
perintah tersebut, maka berarti sejak awal Oktober 1965, koran-koran PKI dan
surat kabar yang dilarang terbit sejak 1 Oktober 1965 adalah Gema Massa
(Said, 1988:163).
terlibat G 30 S/PKI atau di masa Orde Lama berada satu kelompok dengan
Terpimpin yang sesungguhnya tidak terlepas dari situasi pers nasional secara
keseluruhan di tanah air. Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah
bahwa di Semarang juga terjadi persaingan antara surat kabar yang pro PKI
dengan surat kabar yang anti PKI, tetapi persaingan itu lebih berwujud perang
PWI khususnya, tetap berpegang teguh pada dasar negara Pancasila, tidak
terlepas dari latar belakang dan lahirnya gerakan kembali ke UUD 1945.
menciptakan UUD berdasarkan asas dan dasar negara yang lain. Tetapi,
Pertama, pers di Semarang masa liberal hingga menjelang Dekrit Presiden 5 Juli
1959, pada umumnya telah menjadi organ partai tertentu. Suasana liberal yang
dengan persaingan antar partai, yang pada umumnya memiliki surat kabar sendiri,
Liberal, di Semarang tercatat beberapa surat kabar yang terbit, yaitu : Harian Sin
Min, Kuang Po, Daulat Rakjat, Utusan Nasional, Tanah Air, Duta Masyarakat,
Soekarno, segera mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Surat kabar sebagai
tanggung jawab yang ditimbulkan oleh tindakan kembali ke UUD 1945, yakni
UUD 1945.
93
94
Ketiga, pada masa Demokrasi Terpimpin, pers diatur secara ketat dan
tersebut. Surat kabar yang terbit di Semarang pada masa ini adalah Sinar
Indonesia, Gema Massa, Pos Minggu, dan Suara Merdeka. Tiap penerbitan
sengit antara pers PKI (Gema Massa) dengan pers yang anti PKI (Suara Merdeka,
Puncak dari pertentangan itu adalah pada tahun 1964, ketika PKI dengan
1964. Simpatisan BPS di Semarang yaitu Suara Merdeka, Sinar Indonesia, dan
Pos Minggu. BPS dibubarkan oleh presiden Soekarno pada bulan Desember 1964
yang dilanjutkan dengan pembreidelan sejumlah surat kabar pendukung BPS pada
bulan Februari 1965. Di Semarang, koran yang terkena breidel adalah Pos
Abar, Akhmad Zaini. 1995. Kisah Pers Indonesia 1966-1974. Yogyakarta : LKiS.
Abdulgani, Roeslan. 1959. Kemerdekaan Pers Dalam Alam Demokrasi
Terpimpin. Jakarta : ANRI.
Alfian. 1985. Beberapa Masalah Pembaharuan Politik di Indonesia. Jakarta :
Rajawali.
Budiardjo, Miriam. 1972. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : Balai Pustaka.
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Ekopriyono, Adi. 2005. 55 Tahun Mengabdi Untuk Jawa Tengah. Semarang :
Masscom Graphy.
Gottschalk, Louis. 1975. Mengerti Sejarah. Jakarta : UI Press.
Harahap, Krisna. 2000. Kebebasan Pers di Indonesia dari Masa ke Masa.
Bandung : Grafitri.
Harahap, Parada. 1952. Serba Sedikit Tentang Ilmu Pers. Jakarta : Akademi
Wartawan Indonesia.
Joe, Liem Thian. 2004. Riwayat Semarang. Jakarta : Hasta Wahana.
Katoppo, Aristided. 1990. 80 Tahun Bung Karno. Jakarta : Sinar Harapan.
Koentjaraningrat. 1991. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia.
Martha, Ahmaddani dan Christianto W. 1984. Pemuda Indonesia Dalam Dimensi
Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta : Sinar Bahagia.
Marza, Nila Fitri. 1995. Surat Kabar dan Surat Pembaca. Surakarta : Universitas
Sebelas Maret Press.
Muhammad, Djawahir. Semarang Sepanjang Jalan Kenangan. Semarang : Pemda
Dati II Semarang.
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Notosoetardjo, H. A. 1964. Proses Kembali Kepada Djiwa Proklamasi 1945.
Jakarta : Lembaga Penggali dan Penghimpun Sejarah Revolusi Indonesia.
Notosusanto, Nugroho. 1985. Tercapainya Konsensus Nasional 1966-1969.
Jakarta : Balai Pustaka.
Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. 1993. Sejarah
Nasional Indonesia Jilid V dan VI. Jakarta : Balai Pustaka.
Oemar, Moechamad, dkk. 1994. Sejarah Daerah Jawa Tengah. Jakarta :
Depdikbud.
Oetama, Jacob. 2001. Pers Indonesia. Jakarta : Gramedia.
Poerwadarminta. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
96
97
Surat Kabar :
Gema Massa, 1964. Di dalam Sukarnoisme Ada Penumpang Gelap. 280. 12
Desember. Hal 1.
Sinar Indonesia, 1964. Andjuran Menpen dan Djaksa Agung Pada Pers. 219. 29
September. Hal 1.
Suara Merdeka, 1959. Kembalinya UUD 1945. 191. 10 Juli. Hal 1.
---------, 1959. Dekrit Presiden dan Lahirnya Kabinet Kerja Suatu Kemenangan.
197. 16 Juli. Hal 1.
---------, 1964. Sebarluaskan Adjaran-adjaran Bung Karno. 236. 16 November.
Hal 2.
---------, 1964. BPS Bukan Organisasi Gelap. 237. 17 November. Hal 1.
---------, 1964. Belajar Memahami Sukarnoisme. 238. 23 November. Hal 3.
---------, 1964. DPP PNI Desak Presiden Bubarkan BPS. 248. 11 Desember. Hal
1.
---------, 1964. BPS Dilarang. 255. 18 Desember. Hal 1.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Gedung Pers
Semarang..............................................................................................
2. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Perpustakaan
dan Arsip Suara Merdeka....................................................................
3. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Perpustakaan
Museum Pers Solo...............................................................................
4. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Kantor Berita
Antara Semarang................................................................................
5. Surat Ijin Penelitian dari UNNES untuk Kepala Badan Arsip
Daerah Semarang................................................................................
6. Surat kabar Suara Merdeka tanggal 11 Desember 1964.....................
7. Surat kabar Sinar Indonesia tanggal 29 September 1964...................
8. Surat kabar Gema Massa tanggal 12 Desember 1964........................
9. Contoh tulisan Belajar Memahami Soekarnoisme yang dimuat
dalam surat kabar Suara Merdeka tanggal 11 Desember 1964...........
10. Surat kabar Angkatan Bersendjata tanggal 11 Oktober 1965............
11. Instrumen Wawancara.......................................................................
12. Daftar Informan..................................................................................
ك
110
DATA INFORMAN
4. Nama : Sutrisna
Tempat/Tanggal Lahir : Banyumas, 21 Oktober 1943
Alamat : Jl. Kendeng Barat III No. 24 Semarang
Pengalaman : Aktif di Suara Merdeka sejak tahun 1963
109
DAFTAR PERTANYAAN
1. Koran apa sajakah yang pernah terbit di Semarang pada masa Demokrasi
Terpimpin tahun 1959-1965? Dimanakah alamat dari masing-masing koran
tersebut?
2. Bagaimanakah kondisi umum perusahaan-perusahaan surat kabar di Semarang
antara tahun 1959-1965?
3. Bagaimanakah suasana persaingan antar koran pada masa Demokrasi
terpimpin?
4. Apakah yang menjadi kendala bagi koran-koran pada waktu itu?
5. Bagaimanakah kondisi umum para wartawan waktu itu? Apakah ada syarat
khusus untuk menjadi seorang wartawan?
6. Bagaimanakah sikap koran-koran dan wartawan sehubungan dengan adanya
Manipolisasi pers?
7. Kekuatan-kekuatan politik (partai politik) apa sajakah yang berpengaruh di
Semarang? Bagaimanakah aktivitas koran-koran partai?
8. Bagaimanakah sikap PWI Semarang dalam menghadapi situasi politik yang
tengah berlangsung, khususnya yang menyangkut kehidupan pers (wartawan)
di Semarang?
9. Dari manakah koran-koran di Semarang memperoleh berita?
10. Adakah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat mendirikan percetakan
surat kabar dan menerbitkan koran?