dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam
tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang, gizi
normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005).
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana terdapat
keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh dan energi yang
dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan individu. Energi yang masuk
ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya
(Nix, 2005). Status gizi normal merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh
semua orang (Apriadji, 1986).
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition
merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih
sedikit dari energy yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah energi
yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw, 2007).
Status gizi lebih (overnutrition) merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah
energi yang masuk ke dalam tubuh lebih besar dari jumlah energi yang
dikeluarkan (Nix, 2005). Hal ini terjadi karena jumlah energi yang masuk
melebihi kecukupan energi yang dianjurkan untuk seseorang, akhirnya kelebihan
zat gizi disimpan dalam bentuk lemak yang dapat mengakibatkan seseorang
menjadi gemuk (Apriadji, 1986).
Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi lebih
(Hartriyanti dan Triyanti, 2007). Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Penilaian Langsung
a. Antropometri
b. Klinis
maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada
jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan
c. Biokimia
zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan
dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau
adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini
disebut uji
biokimia statis. Cara lain adalah dengan menggunakan uji gangguan
fungsional dari suatu zat gizi yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia
d. Biofisik
dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh individu
b. Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status gizi melalui
c. Faktor Ekologi
gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa faktor ekologi, seperti faktor
atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat
gizi. Salah satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa
Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan Body Mass Index (Supariasa, 2001).
IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
terdiri dari :
1. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang paling
sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari beberapa zat gizi
seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk mengukur Indeks Massa
2. Tinggi Badan
2007).
Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat badan dalam
(Gibson, 2005).
2.3.2. Kategori Indeks Massa Tubuh
Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas IMT
yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel 2.1 yang merupakan ambang
batas IMT untuk Indonesia.
Kategori Batas Ambang IMT untuk Indonesia
2.4. Masalah Gizi Kurang
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik
atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat
setinggi mungkin.
Gizi kurang merupakan suatu keadaan yang terjadi akibat tidak terpenuhinya
asupan makanan (Sampoerno, 1992). Gizi kurang dapat terjadi karena seseorang
mengalami kekurangan salah satu zat gizi atau lebih di dalam tubuh (Almatsier,
2001).
Akibat yang terjadi apabila kekurangan gizi antara lain menurunnya kekebalan
tubuh (mudah terkena penyakit infeksi), terjadinya gangguan dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan, kekurangan energi yang dapat menurunkan
produktivitas tenaga kerja, dan sulitnya seseorang dalam menerima pendidikan
dan pengetahuan mengenai gizi (Jalal dan Atmojo, 1998).
Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi yang banyak dihadapi oleh
negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini dapat terjadi karena tingkat
pendidikan yang rendah, pengetahuan yang kurang mengenai gizi dan perilaku
belum sadar akan status gizi. Contoh masalah kekurangan gizi, antara lain KEP
(Kekurangan Energi Protein), GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium),
Anemia Gizi Besi (AGB) (Apriadji, 1986).
2.5. Masalah Gizi Lebih
Status gizi lebih merupakan keadaan tubuh seseorang yang mengalami kelebihan
berat badan, yang terjadi karena kelebihan jumlah asupan energi yang disimpan
dalam bentuk cadangan berupa lemak. Ada yang menyebutkan bahwa masalah
gizi lebih identik dengan kegemukan. Kegemukan dapat menimbulkan dampak
yang sangat berbahaya yaitu dengan munculnya penyakit degeneratif,
sepertidiabetes mellitus, penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan ginjal dan
masih banyak lagi (Soerjodibroto, 1993).
Masalah gizi lebih ada dua jenis yaitu overweight dan obesitas. Batas IMT untuk
dikategorikan overweight adalah antara 25,1 – 27,0 kg/m2, sedangkan obesitas
adalah ≥ 27,0 kg/m2. Kegemukan (obesitas) dapat terjadi mulai dari masa bayi,
anak-anak, sampai pada usia dewasa. Kegemukan pada masa bayi terjadi karena
adanya penimbunan lemak selama dua tahun pertama kehidupan bayi. Bayi yang
menderita kegemukan maka ketika menjadi dewasa akan mengalami kegemukan
pula. Kegemukan pada masa anak-anak terjadi sejak anak tersebut berumur dua
tahun sampai menginjak usia remaja dan secara bertahap akan terus mengalami
kegemukan sampai usia dewasa. Kegemukan pada usia dewasa terjadi karena
seseorang telah mengalami kegemukan dari masa anak-anak (Suyono, 1986).
2.6. Metode Pengukuran Konsumsi Makanan
Metode pengukuran konsumsi makanan digunakan untuk mendapatkan data
konsumsi makanan tingkat individu. Ada beberapa metode pengukuran konsumsi
makanan, yaitu sebagai berikut :
1. Recall 24 jam (24 Hour Recall)
Metode ini dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta minuman
yang telah dikonsumsi dalam 24 jam yang lalu. Recall dilakukan pada saat
wawancara dilakukan dan mundur ke belakang sampai 24 jam penuh. Wawancara
menggunakan formulir recall harus dilakukan oleh petugas yang telah terlatih.
Data yang didapatkan dari hasil recall lebih
bersifat kualitatif. Untuk mendapatkan data kuantitatif maka perlu ditanyakan
penggunaan URT (Ukuran Rumah Tangga). Sebaiknya recall dilakukan minimal
dua kali dengan tidak berturut-turut. Recall yang dilakukan sebanyak satu kali
kurang dapat menggambarkan kebiasaan makan seseorang (Supariasa, 2001).
Metode recall sangat tergantung dengan daya ingat individu, sehingga sebaiknya
responden memiliki ingatan yang baik agar dapat menggambarkan konsumsi yang
sebenarnya tanpa ada satu jenis makanan yang terlupakan. Recall tidak cocok bila
dilakukan pada responden yang di bawah 7 tahun dan di atas 70 tahun. Recall
dapat menimbulkan the flat slope syndrome, yaitu kecenderungan responden
untuk melaporkan konsumsinya. Responden kurus akan melaporkan konsumsinya
lebih banyak dan responden gemuk akan melaporkan konsumsi lebih sedikit,
sehingga kurang menggambarkan asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak
yang sebenarnya (Supariasa, 2001).
2. Food Record
Food record merupakan catatan responden mengenai jenis dan jumlah makanan
dan minuman dalam satu periode waktu, biasanya 1 sampai 7 hari dan dapat
dikuantifikasikan dengan estimasi menggunakan ukuran rumah tangga (estimated
food record) atau menimbang (weighed food record) (Hartriyanti dan Triyanti,
2007).
3. Food Frequency Questionnaire (FFQ)
FFQ merupakan metode pengukuran konsumsi makanan dengan menggunakan
kuesioner untuk memperoleh data mengenai frekuensi seseorang dalam
mengonsumi makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi dapat dilakukan selama
periode tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Kuesioner
terdiri dari daftar jenis makanan dan minuman (Supariasa, 2001).
4. Penimbangan makanan (Food Weighing)
Metode penimbangan makanan dilakukan dengan cara menimbang makanan
disertai dengan mencatat seluruh makanan dan minuman yang dikonsumsi
responden selama satu hari. Persiapan pembuatan makanan, penjelasan mengenai
bahan-bahan yang digunakan dan merk makanan (jika ada) sebaiknya harus
diketahui (Gibson, 2005).
5. Metode Riwayat Makan
Metode riwayat makan dilakukan untuk menghitung asupan makanan yang selalu
dimakan dan pola makan seseorang dalam waktu yang relative lama, misalnya
satu minggu, satu bulan, maupun satu tahun. Metode ini terdiri dari 3 komponen,
yaitu wawancara recall 24 jam, memeriksa kebenaran recall 24 jam dengan
menggunakan kuesioner berdasarkan frekuensi konsumsi sejumlah makanan, dan
konsumsi makanan selama tiga hari, termasuk porsi makanan (Gibson, 2005).
2.7. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
2.7.1. Umur
Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, dan tingkat
aktivitas. Jika kebutuhan energi (zat tenaga) terpenuhi dengan baik maka dapat
meningkatkan produktivitas kerja, sehingga membuat seseorang lebih semangat
dalam melakukan pekerjaan. Apabila kekurangan energi maka produktivitas kerja
seseorang akan menurun, dimana seseorang akan malas bekerja dan cenderung
untuk bekerja lebih lamban. Semakin bertambahnya umur akan semakin
meningkat pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga dibutuhkan untuk
mendukung meningkatnya dan semakin beragamnya kegiatan fisik (Apriadji,
1986).
2.7.2. Frekuensi Makan
remaja melewatkan satu atau lebih waktu makan, yaitu sarapan. Sarapan
adalah waktu makan yang paling banyak dilewatkan, disusul oleh makan
lapar, menjaga berat badan dan tidak tersedianya makanan yang akan
konsumsi energi, protein dan zat gizi lain (Brown et al, 2005).
Pada bangsa-bangsa yang frekuensi makannya dua kali dalam sehari lebih
sebanyak tiga kali dalam sehari. Hal ini berarti bahwa frekuensi makan
yang sedikit lebih baik daripada jarang makan tetapi sekali makan dalam
jumlah
yang banyak (Suyono, 1986).
vitamin, dan mineral tidak dapat digunakan secara efektif. Untuk beberapa
fisik (Krummel & Etherton, 1996). Energi yang diperlukan oleh tubuh
berasal dari energi kimia yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi.
Energi diukur dalam satuan kalori. Energi yang berasal dari protein
Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh.
bahan makanan hewani, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan
kerang. Sedangkan sumber protein nabati berasal dari tempe, tahu, dan
yang dapat diperoleh dari alam, sehingga harganya pun relatif murah
makanan pokok adalah beras, singkong, ubi, jagung, taslas, dan sagu
(Almatsier, 2001).
trigliserida, fosfolipid, dan sterol, dimana ketiga jenis ini memiliki fungsi
terhadap
adalah 10% dari total energi. Lemak menghasilkan 9 kkal/ gram. Lemak
relatif lebih lama dalam sistem pencernaan tubuh manusia. Jika seseorang
25% dari total energi dalam makanan seharihari. Sumber utama lemak
menimbulkan perilaku dan gaya hidup yang sesuai dengan informasi yang
tangga. Selain untuk diri sendiri, pendidikan dan pengetahuan gizi yang
2.7.8. Pendapatan
pola konsumsi makan, yaitu pengeluaran makanan dan tipe makanan yang
Orang akan mudah membeli makanan yang tinggi kalori. Semakin banyak
energi yang disimpan tubuh dalam bentuk lemak. Semakin banyak lemak
1986).
2.7.9. Pengetahuan
Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat
sekalipun belum tentu memiliki pengetahuan gizi yang cukup jika ia jarang
penyuluhan gizi yang tepat. Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan
zat gizi maka seseorang dengan mudah mengetahui status gizi mereka.
Zat gizi yang cukup dapat dipenuhi oleh seseorang sesuai dengan