Anda di halaman 1dari 24

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Di susun oleh :

Nama : Olivia Pascha Kristianti

Nim : P17410193080

Email : oliviakristianti5@gmail.com

POLTEKKES KEMENKES MALANG

PRODI D3 REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN

2019/2020
Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Gambaran umum

Dibentuk 12 Desember 1975; 43 tahun lalu

Dasar hukum Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015

Susunan organisasi

Kepala Badan Siswanto

Sekretaris Badan Ria Sukamo

Kantor pusat

Jalan Percetakan Negara No.29 Jakarta Pusat 10560

Situs web

http://www.litbang.kemkes.go.id/
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau Badan Litbangkes adalah
unsur pendukung di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan. Badan Litbangkes
yang mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang
kesehatan dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2015 tentang Kementerian Kesehatan dan berlokasi di Jl. Percetakan
Negara 29 Jakarta 10560.[1] Saat ini dipimpin oleh dr. Siswanto, MPH, DTM

Sejarah
Tepatnya 12 Desember 1975 lahirlah suatu lembaga penelitian kesehatan
nasional yang berada di bawah Depkes RI dengan nama Badan Litbang
Kesehatan. Lembaga penelitian ini berdiri berdasarkan Keppres No. 44 dan 45
tahun 1974 dalam upaya penyem-purnaan departemen dan satuan-satuan
organisasi yang ada di bawahnya. Selanjutnya untuk menindaklanjuti Keppres
tersebut di atas, dikeluarkanlah Kep.Menkes RI No 114/1975. Tanggal
dikeluarkannya Kep. Menkes ini digunakan sebagai tanggal lahir Badan
Litbangkes dan sejak saat itu, mulailah Badan Litbang Kesehatan berkiprah dalam
pembangunan kesehatan nasional di bidang penelitian dan pengembangan iptek
kesehatan.[2]
Proses berdirinya Badan Litbang Kesehatan ini sebenarnya tidak hanya oleh
adanya aspek legal yang ditetapkan Pemerintah, namun mempunyai perjalanan
panjang sejalan dengan proses pembangunan kesehatan setelah Indonesia
merdeka. Secara historis, jauh sebelum Badan Litbang Kesehatan berdiri, telah ada
berbagai lembaga yang berada di bawah naungan Depkes RI (dahulu Kementrian
Kesehatan) yang melaksanakan berbagai penelitian di bidang kesehatan.
Misalnya Lembaga Makanan Rakyat di Bogor yang bertugas mengadakan
pengembangan dan penerapan ilmu gizi bagi kesejahteraan masyarakat,
Lembaga Pusat Penyelidikan dan pemberantasan penyakit kelamin di Surabaya
yang melakukan kegiatan penelitian pelayanan kesehatan khususnya penyakit
kelamin, dan Hortus Medicus Tawangmangu yang melakukan pengumpulan dan
uji coba tanaman obat. Ketiga unit penelitian tersebut didirikan pada awal-awal
dekade 1950-an. Barulah menjelang akhir dekade 1960-an, berdasarkan
Kep.Menkes No.57/1969 dibentuk Lembaga Riset Nasional yang merupakan
embrio pembentukan Badan Litbang Kesehatan dengan mengintegrasikan semua
unit-unit penelitian tersebut di atas ditambah unit-unit lainnya disesuaikan
dengan kebutuhan saat itu dan masa datang.[2]
Dalam menempuh keberadaannya tercatat 5 guru besar/profesor (Dr. Julie
Sulianti Saroso, Prof. Dr. A.A. Loedin, Prof. Dr. Soemarmo Poorwo Soedarmo, dan
Prof Dr. Umar Fahmi Achmadi, MPH. PhD., Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, MSi,
SpF) dan 6 pejabat karier Depkes (Dr. Habib Rahmat Hapsara, Dr. Brahim, Dr. Sri
Astuti S. Suparmanto, Msc.PH, Dr. Sumaryati Arjoso, SKM, Dr. Dini K.S. Latief, Msc,
dr. Triono Soendoro, PhD) yang memegang kemudi Badan Litbang Kesehatan.
Sudah barang tentu kedelapan pejabat tersebut di atas adalah orang-orang yang
ahli di bidangnya masing-masing dan nama mereka cukup dikenal di dunia
internasional. Kini kemudi Badan Litbang Kesehatan dipegang oleh Dr. dr.
Trihono, MSc. Banyak tantangan dan kendala yang dihadapi oleh dia. Gejolak
moneter yang mau tidak mau menciutkan anggaran Badan Litbang Kesehatan;
SDM yang masih terbatas dan perlu ditingkatkan kualitasnya; berkembangnya
new emerging disease dan re-emerging disease; adanya kesenjangan antar
wilayah, desa-kota, kaya-miskin; dan adanya beban ganda dengan meningkatnya
penyakit tidak menular; namun di lain pihak, insiden dan prevalen penyakit
menular belum menurun.

Tugas dan Fungsi


Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan
pengembangan di bidang kesehatan. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut,
Badan Litbangkes mempunyai fungsi:

1. penyusunan kebijakan teknis penelitian dan pengembangan di bidang


biomedik dan epidemiologi klinik, upaya kesehatan masyarakat, pelayanan
kesehatan, kefarmasian dan alat kesehatan, sumber daya manusia, dan
humaniora kesehatan;
2. pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan di bidang biomedik
dan epidemiologi klinik, upaya kesehatan masyarakat, pelayanan
kesehatan, kefarmasian dan alat kesehatan, sumber daya manusia, dan
humaniora kesehatan;
3. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas penelitian dan
pengembangan di bidang biomedik dan epidemiologi klinik, upaya
kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan, kefarmasian dan alat
kesehatan, sumber daya manusia, dan humaniora kesehatan;
4. pelaksanaan administrasi Badan; dan
5. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Struktur Organisasi
Badan Litbangkes terdiri atas:

1. Sekretariat Badan
2. Pulitbang Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan (Pusat 1)
3. Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan (Pusat 2)
4. Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat (Pusat 3)
5. Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan (Pusat 4)
Badan Litbangkes memiliki 7 balai:
1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit
Salatiga (B2P2VRP)
2. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional Tawangmangu (B2P2TOOT)
3. Balai Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
Magelang (BP2GAKI)
4. Balai Penelitian dan Pengembangan Biomedis Papua
5. Balai Penelitian dan Pengembangan P2B2 Banjarnegara
6. Balai Penelitian dan Pengembangan P2B2 Donggala
7. Balai Penelitian dan Pengembangan P2B2 Tanah Bumbu
Badan Litbangkes memiliki 4 loka:

1. Loka Litbang Biomedis Aceh


2. Loka Penelitian dan Pengembangan P2B2 Baturaja
3. Loka Penelitian dan Pengembangan P2B2 Ciamis
4. Loka Penelitian dan Pengembangan P2B2 Waikabubak

Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat
Indonesia Makin Meningkat
Jakarta- Kualitas Kesehatan Masyarakat Indonesia menunjukkan perbaikan. Hal ini
diungkap pada acara launching Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat
(IPKM) 2018 (15/7). “Ini merupakan hasil kerja keras yang selama ini dilakukan”
ujar Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek.

Menkes juga mengapresiasi jajaran Badan Litbangkes yang selalu berkomitmen


menyediakan bukti ilmiah terhadap proses pembangunan kesehatan melalui
penelitian dan pengembangan kesehatan.

Pada kesempatan yang sama Kepala Badan Litbangkes, Siswanto menuturkan


IPKM dibuat untuk memonitor keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat
dan melihat penentuan peringkat provinsi dan kabupaten/kota.

“Secara nasional hasil IPKM tahun 2018 semakin baik, kemudian disparitas atau
kesenjangan antar kabupaten/kota menjadi menyempit.”, ujarnya. Lebih lanjut
Siswanto menerangkan jika hasil IPKM juga sangat berkorelasi dengan umur
harapan hidup (UHH) yang juga turut meningkat.
IPKM 2018 menunjukkan kesenjangan yang semakin menyempit dan baik di
Provinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Sulawesi Barat, dan Gorontalo. Artinya ada upaya yang holistik dan
komprehensif yang dilakukan di provinsi tersebut. Penting untuk memperhatikan
kabupaten/kota yang nilainya rendah untuk diprioritaskan karena pembangunan
harus memberi manfaat untuk semua dan melibatkan semua kepentingan.

Diakhir sambutanya Menkes menyampaikan buku IPKM dapat dimanfaatkan


dalam memberikan intervensi terhadap berbagai permasalahan kesehatan.
(em/af/dw)

Deltomed Tandatangani Kerjasama


Penelitian & Pengembangan Tanaman
Obat bersama Kementerian Kesehatan
Solo, 21 Mei 2011 – Hari ini, PT Deltomed Laboratories menandatangani
kesepakatan bersama dalam bidang penelitian tanaman obat bersama
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO-OT) yang berlokasi
di Tawangmangu, Solo. Hadir menandatangani kesepakatan tersebut adalah Dr.
dr. Trihono, M.Sc, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI dan Nyoto Wardoyo, President Director PT Deltomed
Laboratories, disaksikan oleh Indah Yuning Prapti, SKM., Mkes, Kepala B2P2TO-
OT.
Kerjasama penelitian ini dibentuk oleh Deltomed dan B2P2TO-OT untuk
menjamin ketersediaan pasokan ramuan jamu yang praktis serta menyediakan
informasi ilmiah yang lengkap mengenai tanaman obat dan jamu di Indonesia.
Ruang lingkup kerjasama adalah mencakup penelitian bentuk sediaan jamu,
survey pasar tentang tanaman obat dan simplisia, pemetaan sentra produksi
bahan baku jamu, serta publikasi hasil penelitian tentang tanaman obat dari
seluruh Indonesia yang dibudidayakan melalui B2P2TO-OT tersebut.

Dr. dr. Trihono, M.Sc, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI mengatakan, ”Kami gembira mengetahui bahwa
produsen obat herbal besar seperti Deltomed terjun langsung mendukung upaya
pemerintah dalam pengembangan dan penelitian beragam tanaman obat.
Harapannya, kerjasama ini dapat turut mendukung upaya yang sedang dilakukan
pemerintah bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) saat ini, yaitu melakukan uji
ilmiah atau saintifikasi jamu sehingga kelak jamu dapat diresepkan sebagai obat
oleh tenaga medis seluruh puskesmas dan rumah sakit di Indonesia.”

Data Kementerian Kesehatan 2010 melansir, baru sekitar 200 dokter di 6 Provinsi
di Pulau Jawa dan Bali yang menggunakan jamu untuk mengobati pasien. Untuk
mencetak lebih banyak dokter yang peduli terhadap jamu, Kemenkes juga telah
mendidik dan melatih 60 dokter dari berbagai puskesmas dan rumah sakit yang
akan menjadi generasi pertama untuk merintis klinik jamu di Indonesia.

Presiden Direktur PT Deltomed Laboratories, Nyoto Wardoyo, mengatakan,


”Sebagai pelaku industri herbal nasional yang berasal dari industri rumahan, di
tahun ke-35 ini Deltomed telah berkembang menjadi salah satu produsen obat
herbal modern ternama. Pencapaian ini merupakan buah dari kerjasama yang
baik dan berkelanjutan antara Deltomed, pemerintah, dan masyarakat sebagai
konsumen jamu Indonesia. Deltomed akan tetap menjaga komitmen perusahaan
untuk menaikkan kedudukan herbal di dalam ranah pengobatan nasional serta
mendorong daya saing obat asli Indonesia di pasar internasional.”

”Pemerintah menyambut baik setiap upaya kerjasama dengan pelaku industri


jamu nasional, karena melalui ini pemerintah bisa mendapatkan informasi akurat
mengenai issue dan potensi pengusaha jamu nasional yang dapat menjadi
masukan dalam menyusun kebijakan dan standar produk herbal nasional.
Sehingga ke depannya, kualitas obat herbal dapat diakui setara dengan
pengobatan farmasi.” Trihono menambahkan.

Sebagai rangkaian kegiatan perayaan ulang tahun Deltomed ke-35, Deltomed


juga melakukan penanaman 5.000 pohon untuk Merapi tanggal 28 April yang lalu
di Desa Serunen, Sleman, Yogyakarta. Dalam pelaksanaannya Deltomed didukung
oleh 400 relawan dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Gajah Mada,
Sanata Dharma, Universitas Islam Indonesia, dan Universitas Negeri Yogyakarta.
Turut berpartisipasi perwakilan TNI AD Cangkringan dan beberapa LSM setempat.
10 Kegiatan Penting Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan 2014
Oleh Liputan6 pada 05 Jan 2015, 16:17 WIB

Liputan6.com, Jakarta Saya membuat kaleidoskop 10 kegiatan penting penelitian


dan pengembangan kesehatan, yang ternyata juga menggambarkan 10 masalah
penting kesehatan negara kita.

There is no development without good planning. There is no good planning


without valid data. There is no valid data without research

1. Pelaksanaan JKN 2014 dan Kartu Indonesia Sehat.

JKN dan KIS merupakan salah satu kegiatan utama pelayanan kesehatan di
Indonesia tahun 2014, dan sampai 5 tahun ke depan. Kegiatan penelitian yang
dilakukan dibidang ini antara lain :
- Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan dalam rangka Sistem Jaminan Sosial Nasional
- Penggunaan obat penyakit kronis dan kemandirian obat generik pada era JKN
- Peran Pemberi Kerja Non Formal dalam Meningkatkan Cakupan Kepesertaan
Jaminan Kesehatan Nasional
- Analisis Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sebagai Gatekeeper
dalam rangka Penentuan Kapitasi Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional
- Analisis Sinkronisasi dan Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
Pemerintah Pusat dengan Pemda tentang JKN
- Kepuasan Provider dan Peserta terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
- Pembiayaan Kesehatan (Studi Pembiayaan Kesehatan di Daerah Bermasalah
Kesehatan)
- Kajian Implementasi Perpres No. 12/2013 ttg Jaminan Kes yang berkaitan dg
Transfusi darah
- Kajian Hukum Penyelenggaraan RS Swasta pada Era JKN
- Implementasi JKN pada Klinik (PPK I Non Puskesmas)

2. SDT

Studi Diet Total (SDT 2014)merupakan riset gizi berskala nasional yang pertama
kali dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes). Jumlah sampel terpilih tersebar di 33 provinsi, 497
kabupaten/kota, 2072 blok sensus dari 2080 BSyang ditargetkan (99,62%).
Rumah tangga terpilih sebanyak51.127 RT berhasil dikunjungi sebanyak 46.238
RT (90.44%) dari yang ditargetkan.Target anggota rumah tangga (ART) sebanyak
191.524 ART dan berhasil diwawancara sebanyak 162.044 (84.61%) dari yang
ditargetkan. Data yang dapat digunakan untuk analisis sebanyak 145.360
individu(89,71%).
Kita ketahui bahwa masalah gizi bangsa kita kini berupa :
- kurang gizi / gizi buruk
- stunting
- sudah banyak juga gizi lebih / obesitas

3. MERS CoV dan Ebola

Kedua penyakit ini merupakan issue besar dunia 2014, karena kekawatiran
penularan antar negara, kematian dan Pandemi. Sampai Desember 2014 masih
terus ada kasus baru MERS CoV di jazirah Arab dan Ebola di Afrika.
Dunia dan Indonesia bersiaga menghadapi hal ini.

Di Indonesia, kepastian hasil dilakukan melalui pemeriksaan Laboratorium Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes). Di negara-negara WHO
Southeast Asia Region ada 3 negara yang bisa memastikan MERS CoV, yaitu
Laboratorium Balitbangkes Indonesia, Thailand dan India. Sampai 31 Desember
2014 laboratorium kami sudah memeriksa 151 orang suspek MERS CoV dari
berbagai daerah di Indonesia dan semua hasilnya negatif.

Sementara itu, sampai 31 desember 2014 laboratorium Balitbangkes sudah


memeriksa 5 orang suspek Ebola dan semua hasilnya negatif

4. Simposium penelitian dan pengembangan Kesehatan regional Asia Pasifik ke-2

Kami menyelenggarakan Acara ini pada 18-22. Nov 2014, diikuti oleh 543 Peserta,
71 pembicara dari berbagai negara serta 87 buah poster presentasi.

Dari kacamata Kesehatan secara umum, maka hubungan Indonesia dengan


negara lain amat penting, dalam 3 hal :
1. Penyakit dapat menular antar negara, borderless
2. Beberapa pakar / pejabat Indonesia sejauh ini punya peran penting di WHO
3. Kerjasama regional dalam kesehatan masyarakat amat baik

5. Studi Kohor penyakit tidak menular (PTM) dan tumbuh kembang anak (TKA).

Balitbangkes melakukan penelitian kohor, mengikuti ribuan orang selama sampai


20 tahun, untuk melihat perubahan2 yang ada dalam TKA dan PTM. Bentuk studi
mengikuti perkembangan sekelompok orang sampai puluhan tahun ini
merupakan format studi penelitian ideal.

Dari kacamata kesehatan masyarakat secara umum, maka :


1. PTM merupakan penyakit utama kini, dan juga di masa datang di era
Sustainable Development Goals
2. TKA terus menjadi perhatian penting, karena anak merupakan generasi
penerus bangsa

6. Sarasehan

Pada 25 November 2014 kami menyelenggarakan acara Sarasehan "Kemitraan


Membangun Kemandirian Menuju Indonesia Sehat dan Sejahtera Memperingati
Hari Kesehatan Nasional ke-50". Pemrasaran Sarasehan ini Pemerintah DKI
Jakarta, Ketua PP Aisiyah), Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa), Pelaku Usaha dan
Dekan FISIP UI. Berbagai rekomendasi dihasilkan, utamanya bagaimana
kesehatan dilihat dari kacamata para tokoh Non Kesehatan.

Secara umum memang ada 2 konsep penting kesehatan masyarakat yang berkait
dengan acara ini :
a. Pengertian "Social Determinant of Health"
b. Masalah Kesehatan tidak bisa hanya diselesaikan oleh orang kesehatan semata,
perlu peran serta banyak sektor.

7. LitBang Jamu dan Tanaman Obat

Dari sudut tugas penelitian dan pengembangan telah dilakukan:


a. Penelitian Saintifikasi Jamu,
b. Penelitian Tanaman Obat
c. Analisa hasil Riset Tanaman Obat dan Jamu (Ristoja), dll

Secara umum maka jamu punya 3 aspek :


a. Aspek kesehatan
b. Aspek budaya bangsa, sejalan dengan sila ke tiga Trisakti yaitu Berkepribadian
dalam Berbudaya
c. Aspek ekonomi, seperti Tanaman Obat Keluaga, Wisata Jamu dll

8. Ujicoba penelitian Analisa Cemaran Kimia Makanan (ACKM) dan Riset Khusus
Vektor dan Reservoir Penyakit (Rikhus Vektora)

Dari sudut ilmu penelitian maka Uji Coba seperti ini amat diperlukan bagi
keberhasilan pelaksanaan penelitian nantinya, agar hasilnya dapat valid.

Dari sudut kesehatan masyarakat, ada 2 hal yang berkait dengan kegiatan ini :

a. Cemaran kimia pada makanan kita sudah banyak jadi issue publik, termasuk
cemaran jajanan anak sekolah, dan perlu penangangan bersama
b. Penyakit zoonosis (yang ditularkan binatang dan vektor) harus jadi perhatian
penting, karena di pahami bahwa kemungkinan besar Pandemi dunia mendatang
adalah akibat penyakit zoonosis.

9. Rikhus Budaya

Pada tahun 2014 Balitbangkes sudah melakukan 20 penelitian etnografi.


Penelitian dilakukan a.l pada Etnik Muyu - Kabupaten Boven Digoel, Etnik Baduyi
Dalam - Kabupaten Lebak, Etnik Buru - Kabupaten Buru, Etnik Kaili Da’a -
KabupatenMamuju Utara, Etnik Rote - Kabupaten Rote Ndao, dll.
Dari kacamata kesehatan masyarakat secara umum maka aspek budaya setempat
jelas memegang peranan amat penting. Keyakinan budara seseorang akan amat
mempengaruhi pengertian perilakunya tentang konsep sehat - sakit, dll.

10. Parade Penelitian Kesehatan

Badan Litbangkes mengadakan “Parade Hasil Penelitian Kesehatan Tahun 2014”.


Pada hari Senin, tanggal 29 Desember 2014. Dari kacamata penelitian maka ada 3
tujuan acara ini:
1. Tanggung jawab akuntabilitas publik
2. Diseminasi ke penanggung jawab program
3. Sosialisasi ke masyarakat

Pada saat acara Parade Penelitian Kesehatan 2014, diluncurkan juga Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM), untuk menjadi acuan dan
pertimbangan dalam penyusunan prioritas pembangunan kesehatan, baik yang
dilakukan oleh daerah maupun oleh pusat.

Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP (K) , MARS, DTM&H, DTCE


Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) Kementerian Kesehatan

PENELITIAN KESEHATAN PENTING UNTUK


MENINGKATKAN STATUS KESEHATAN
MASYARAKAT
Dipublikasikan Pada : FRI, 18 NOV 2011, Dibaca : 14.119 Kali

Bali, 17 November 2011

Penelitian Kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam sistem kesehatan


nasional. Penelitian Kesehatan dapat menjamin akurasi, validitas, kelayakan, dan
keberlanjutan sistem kesehatan nasional untuk mencapai tujuan pembangunan
nasional. Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu
Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada acara the 1st International Symposium on Health
Research and Development and the 3rd Western Pacific Regional Conference on
Public Health, di Bali (17/11/11). Hadir dalam acara ini, Kepala Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, dr. Trihono; President of the World Federation of
Public Health Association, Prof. Ulrich Laaser; Ketua Ikatan Ahli Kesehatan
Masyarakat Indonesia (IAKMI), dr. Adang Bachtiar, MPH, ScD; dan perwakilan
WHO Representative untuk Indonesia, dr. Kanchit Limpakarnjanarat serta para
peneliti kesehatan.

Investasi pada penelitian dan pengembangan kesehatan penting untuk


meningkatkan status kesehatan masyarakat. Oleh karenanya perlu pendekatan
multidisiplin dalam penelitian dan pengembangan kesehatan, di mulai dari
penelitian biomedis hingga penentuan kebijakan. Hal ini penting, untuk
menjembatani para peneliti, sebagai produsen pengetahuan dan
informasi,dengan para pembuat kebijakan, untuk memungkinkan pengembangan
kebijakan yang relevan, valid, dan akurat.

Menkes mengakui, disparitas kesehatan masih ditemukan di Indonesia dan di


sebagian besar negara di dunia. Untuk mengatasi ketidaksetaraan kesehatan,
reformasi sistem kesehatan sangat diperlukan.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) menunjukkan disparitas kesehatan


terdeteksi antar wilayah geografis, kelompok masyarakat, dan tingkat sosial-
ekonomi di negara ini. Oleh karena itu, selama periode 2010-2014, fokus dari
pembangunan kesehatan nasional Indonesia adalah untuk meningkatkan akses
masyarakat terhadap perawatan kesehatan yang berkualitas.

Dalam reformasi kesehatan, kebijakan berbasis bukti dikembangkan dan


didasarkan pada praktek, hasil evaluasi, dan data yang dihasilkan dari kegiatan
penelitian dan pengembangan, ujar Menkes.

Menkes memaparkan, setiap lima tahun, Riskesdas dilakukan. Survey berskala


nasional ini bertujuan untuk melakukan pemetaan masalah kesehatan
masyarakat, guna mengembangkan rencana intervensi masalah kesehatan yang
ada di berbagai Kabupaten/Kotadi Indonesia.

Riskesdas pertama kali dilakukan tahun 2007-2008. Riskesdas kedua dilakukan


pada tahun 2010, untuk mengevaluasi kemajuan pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) di Indonesia.

Menkes menambahkan, pada 2011, telah dilakukan Riset Fasilitas Kesehatan


(Rifaskes). Survei yang melibatkan Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah,
dan laboratorium ini. Rifakses bertujuan untuk memetakan ketersediaan dan
kecukupan fasilitas pelayanan kesehatan, distribusi sumber daya tenaga
kesehatan serta indeks kinerja rumah sakit dan Puskesmas.

Di samping itu, pada 2012, Penelitian Tanaman Obat Nasional akan dilakukan,
guna memetakan keanekaragaman jenis tanaman obat yang ada di Indonesia
serta kandungan dari masing-masing jenisnya. Lebih lanjut, dalam waktu dekat,
penelitian tentang polusi dan aspek sosial budaya yang berhubungan dengan
kesehatan, juga akan dilaksanakan.

Pada kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan apresiasi kepada para peneliti,


yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, integritas, dan tanggung
jawab moral. Menkes berharap, kemitraan yang terjalin mampu memicu
kreativitas dan atusiasme dari para peneliti untuk terus berinovasi dalam
kolaborasi, guna menemukan cara terbaik untuk melakukan intervensi terhadap
masalah-masalah kesehatan yang masih dihadapi hingga saat ini.

Menkes: Penelitian Kesehatan Harus Jadi


Produk Bermanfaat
Prima Gumilang, CNN Indonesia | Selasa, 15/09/2015 22:33 WIB

Bagikan :

Menkes Nila Farid Moeloek saat menjawab pertanyaan awak media di Gedung BPJS Kesehatan, Cempaka Putih,
Jakarta Pusat, Kamis (28/1). (CNNIndonesia/Yohannie Linggasari)

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek berharap agar
para peneliti dapat meningkatkan perhatian dan peka terhadap berbagai
permasalahan di masyarakat. Menurutnya, kebijakan kesehatan yang
dilaksanakan harus berbasis bukti dan berbasis hasil penelitian.
"Penelitian ini tidak boleh stop begitu saja, dan kita memiliki bahan sumber daya
alam yang begitu banyak, tetapi harus ada produk," ujar Nila usai membuka acara
Simposium Internasional ke 2 Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di Balai
Kartini, Jakarta, Selasa (15/9).

Nila menyampaikan, untuk mendapatkan produk informasi dan inovasi yang


terpercaya, perlu penelitian dan pengembangan kesehatan yang terjaga
mutunya, baik secara ilmiah maupun secara etik. Produk informasi dan inovasi
tersebut juga berguna bagi pengambilan keputusan berbasis bukti.

Dalam Millenium Development Goal Post 2015, sejumlah penyakit telah


diamanatkan secara global untuk dikendalikan. Beberapa di antaranya seperti TB,
Malaria, HIV. Di Indonesia pada 2013 telah terindikasi 23 penyakit yang
berpotensi menjadi wabah dalam daftar MDGS Post 2015.

PILIHAN REDAKSI "Sehub


ungan
 Cegah MERS, Kemenkes Siapkan Pendeteksi Suhu di 13 Bandara denga
 Kemenkes: Tidak Benar Ditemukan Pembalut Berbahaya
n itu,
 YLKI: Kemenkes Terlalu Lindungi Kepentingan Industri Pembalut
 Menkes Sebut Pencemaran Udara Riau Belum Berbahaya diperlu
kan
penelitian untuk meneliti dan mengembangkan produk untuk deteksi
(diagnostik), pencegahan (vaksin), penyembuhan (obat), dan alat kesehatan
untuk mengatasi penyakit tersebut," kata Menkes.

Kolaborasi antara peneliti sebagai penghasil, dan pengguna, dalam hal ini
industri, pemegang program, pelaku pelayanan kesehatan, menjadi krusial agar
hasil penelitian berdaya guna. "Dengan kolaborasi antara penghasil dan
pengguna, kami berharap hasil-hasil penelitian akan lebih banyak dimanfaatkan,"
ujarnya.

Nila mengatakan, sejak 2012 Indonesia telah memulai pendekatan penelitian dan
pengembangan produk. Hal itu dilakukan dalam bentuk konsorsium riset yang
melibatkan akademisi, institusi penelitian milik pemerintah, dan industri untuk
mendapatkan hasil yang efisien.

Dia menjelaskan, salah satu contohnya mengenai pengembangan bahan baku


obat malaria artemisinin dari tanaman artemisia annua. Pengembangan ini
didahului dengan penelitian riset tanaman obat dan jamu. "Itu bisa dimanfaatkan
oleh masyarakat. Itu satu bukti nyata," imbuhnya.

Untuk sekitar dua juta kasus malaria di Indonesia, diperlukan obat artemisinin
sebanyak 900 kilogram. Jumlah itu dihasilkan dari 450 ton simplisia kering dan
diperoleh dari 100 hektare tanaman artemisia annua.

Dalam simposium yang digelar selama dua hari, para produsen dan konsumen
riset saling bertukar informasi seputar penelitian dan pembangunan kesehatan
yang terkait dengan deteksi, pencegahan, dan pengobatan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan,


Tjandra Yoga Aditama mengklaim pertemuan ini yang pertama kali berbicara
mengenai bagaimana mengubah riset di laboratorium menjadi sebuah produk.
"Jadi tidak semata-mata riset untuk riset," katanya. (hel)

Sistem Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan

Sistem kesehatan mencakup keseluruhan organisasi, orang, dan berbagai


kegiatan yang memiliki tujuan utama mempromosikan dan merawat kesehatan.
Dengan pelayanan kesehatan yang baik dapat memberikan keselamatan serta
kualitas pelayanan yang dapat mengurangi pemborosan sumber daya.
Keberadaan sistem kesehatan sangat kompleks dan interaksi antar komponen
sistem (sub sistem) dapat bersifat predictable dan unpredictable.6 Interaksi antara
sub sistem kesehatan sangat kompleks yang dipengaruhi oleh latar belakangdan
jaringan sosial. Oleh karena itu, sangat diperlukan pendekatan yang
komprehensif untuk mencermati interaksi dinamis tersebut.7

Pemberian pelayanan merupakan karakteristik dari pelayanan yang diberikan


kepada konsumen atau pasien. Untuk memberikan pelayanan yang baik, maka
ekspektasi dan kebutuhan customer yang bersifat relatif merupakan komponen
penting yang harus diperhatikan. Dalam strategi pelayanan secara umum ada tiga
aspek yang diperhatikan yaitu meliputi konsep pelayanan ( service concept);
berkaitan dengan paket pelayanan yang akan diberikan, desain sistem pemberian
pelayanan; berkaitan dengan bagaimana mendelivery konsep layanan yang ada;
target pasar, pasien, atau konsumen, siapa yang menjadi pelanggan. Dalam
konteks desain sistem pemberian layanan mencakup aspek struktur berkaitan
dengan aspek fisik, peralatan dan fasilitas, infrastruktur merupakan peran dari
masing-masing provider yang mencakup job design, kebijakan, serta skill yang
dibutuhkan, dan integrasi dengan bagaimana koordinasi antara struktur dan
infrastruktur untuk menjembatani rantai supply pelayanan dan mekanisme
adaptasi.8

Sistem pemberian pelayanan meliputi empat hal penting yang harus diperhatikan
yaitu budaya layanan berkaitan dengan kebiasaan, visi misi, dan nilai dalam suatu
organisasi, keterlibatan karyawan berkaitan dengan sikap dan perilaku karyawan,
kualitas layanan mencakup strategi, proses, dan sistem manajemen kinerja, dan
pengalaman customer berkaitan dengan persepsi dan faktor konsumen
mempengaruhi terhadap pemilihan layanan.9

2. Penguatan Sistem Kesehatan (Health Sistem Strengthening)

Penguatan sistem kesehatan adalah pendekatan komprehensif untuk membentuk


dan mengoptimalisasioutcome yang dilakukan melalui pengembangan fondasi
sistem yang solid, penguatan kapasitas sistem (sumber daya), dan mengupayakan
hasil yang baik menggunakan beberapa strategi. Lingkungan politik (leadership)
merupakan pendukung utama penguatan sistem. Pemimpin yang efektif
mencakup komitmen politik untuk advokasi dan kesadaran para pengambil
kebijakan.10Penguatan sistem terbagi menjadi tiga komponen utama yaitu dasar
yang meliputi pengembangan kebijakan, setting prioritas, dan manajemen.
Sumber daya mencakup kapasitas dan infrastruktur, strategi pendanaan, dan
mekanisme koordinasi. Optimalisasi berperan dalam pengupayaan
memaksimalkan komponen sistem.

Untuk mencapai sistem kesehatan yang baik, penguatan sistem merupakan


strategi yang digunakan untuk mengakomodasikan aspek supply, demand,
kualitas, dan lingkungan yang mendukung untuk tercapainya status kesehatan
yang baik. Dalam penguatan sistem diperlukan perhatian yang lebih serius pada
level fasilitasi dan translasi kebijakan dan strategi yaitu aspek akses, affordable,
dan kualitas pelayanan. Prioritas tersebut didasari pada konteks kondisi lokal
berdasarkan harapan dan situasi nyata yang diperoleh oleh pemerintah
dan stakeholder.11

Namun, tantangan terbesar dalam penguatan sistem kesehatan adalah kondisi


aspek kesehatan yang cukup kompleks sehingga tidak ada setting atau paket
sistem tunggal yang praktis untuk bisa meningkatkan status kesehatan. Kondisi
ini merupakan tantangan sehingga fungsi dari berbagai elemen sistem sangat
diperlukan.12

World Health Organization mengembangkan kerangka kerja yang dikenal


dengan six building blocks yang mencakup:

1. Service delivery, berikaitan dengan paket layanan, model layanan, infrastruktur,


manajemen, keselamatan dan kualitas, serta kebutuhan akan pelayanan.
2. Health workforce, berkaitan dengan kebijakan tenaga kerja nasional, advokasi,
norma, standar, dan data.
3. Information, berkaitan dengan fasilitas dan infomasi yang berbasis masyarakat,
surveillans, dan peralatan.
4. Produk medis, vaksin, dan teknologi mencakup standarm kebijakan, akses yang
merata, dan kualitas.
5. Financing berkaitan dengan kebijakan pembiayaan kesehatan nasional,
pengeluaran, dan tariff.
6. Leadership dan governance mencakup kebijakan sektor kesehatan dan regulasi.

Untuk menguatkan sistem kesehatan digunakan pendekatan daya guna yang


mencakup penetapan status kesehatan yang diinginkan sebagai starting
point untuk identifikasi hambatan dan permasalahan sistem kesehatan. Kedua,
mengatasi permasalahan sistem kesehatan sebagai sebuah langkah yang spesifik
untuk mencapai outcome melalui upaya yang berdampak pada semua aspek.
Ketiga, mengatasi isu kapasitas dan kebijakan sistem kesehatan. Keempat,
mendorong pengembangan strategi dan rencana sistem kesehatan nasional dan
mengurangi investasi yang tidak diperlukan. Kelima, meningkatkan pengawasan
dan evaluasi. Pengutan sistem dilakukan dengan penekanan pada dua level dalam
sistem itu sendiri yakni tingkat sistem yang mencakup kebijakan, regulasi, alokasi
sumberdaya, serta penguatan pada tingkat proses pelayanan.13

Klasifikasi Penguatan Sistem Kesehatan

Klasifikasi penguatan sistem kesehatan didasari pada besaran atau level alokasi
investasi untuk penguatan komponen spesifik dalam sistem kesehatan.14

Tabel 1 Klasifikasi Penguatan Sistem Kesehatan

Komponen
Elemen Sistem
Sistem Intervensi Penguatan Sistem Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Pengembangan kapasitas dalam
Staff pelayanan kesehatan, penggajian,
manfaat, dan insentif non finansial
Konstruksi fasilitas, rehabilitasi,
Infrastruktur perawatan, perlengkapan layanan,
Pelayanan
hardware dan software
kesehatan
Pengembangan sistem manajemen
Sistem support
organisasi, pengembangan manajemen
operasional pada
supply, pengembangan sistem jaminan
pelayanan
mutu, meningkatkan kebutuhan akan
kesehatan
layanan, pengembangan sistem kecil
Penggajian, keuntungan dan insentif non
Organisasi makro, finansial, pengembangan kapasitas,
kebijakan dan koordinasi, monitoring dan supervisi,
Kepemimpinan regulasi pengambilan kebijakan dan implementasi,
dan tata kelola pengembangan sistem support
Perencanaa, Survey, penelitian dan analisis untuk
penelitian dan mengembangkan kebijakan,
setting prioritas pengembangan tools dan metode untuk
perencanaan dan pengambilan kebijakan
Perencanaan Pengembangan, implementasi dan
pembiayaan, monitoring perundang undangan
pengembangan pembiayaan kesehatan, kebijakan dan
Sistem sumber daya, dan regulasi pembiayaan, pengoperasian
pembiayaan pengumpulan dana sistem pembiayaan kesehatan
Pengembangan sistem reimburst provider,
Sistem reimburst
penguatan pengelolaan sistem
provider
pembiayaan provider
Mengembangkan pengumpulan data,
Pengumpulan, analisis, dan sistem laporan; pelaksanaan
analisis dan pengumpulan data, analisis, penelitian,
Monitoring dan pelaporan data pelaporan, dan penyebar luasan;
evaluasi sistem pengembangan kapasistas staff
infomrasi
kesehatan Penguatan sistem support operasional
Penguatan sistem
unuk monitoring dan evaluasi,
monitoring dan
pengembangan sistem surveilans
evaluasi
penyakit, dan peningkatan kapasitas.

3. Subsistem Upaya Kesehatan

Dalam konsep kesehatan, pelayanan kesehatan merupakan service yang


diberikan berdasarkan pada diagnosis dan treatment terhadap suatu penyakit
atau promosi, yang bertujuan untuk memelihara kesehatan. Aspek ini sangat
membutuhkan input berupa pendanaan, tenaga, peralatan, obat-obatan yang
berkaitan dengan intervensi kesehatan.15 Menurut UU No 36 tahun 2009,
pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan
kesehatan masyarakat yang dilakukan dengan pendekatan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Sistem kesehatan nasional mengembangkan subsistem
upaya kesehatan dalam penyelenggaraannya meliputi upaya kesehatan yang
mencakup kesehatan fisik, mental, intelegensia, dan sosial. Upaya kesehatan
dilakukan secara terpadu, berkesinambungan, dan paripurna.

Upaya Kesehatan Primer

Upaya kesehatan primer terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer dan
masyarakat primer.

1. PKPP merupakan pelayanan yang memberikan penekanan pada pengobatan,


pemulihan tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan termasuk
gaya hidup sehat. PKPP dapat diselenggarakan dalam bentuk pelayanan bergerak
(ambulatory) ataupun menetap.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat primer
Pelayanan ini menekankan pada pelayanan peningkatan dan pencegahan tanpa
mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran keluarga, kelompok
masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Pelaksanaan PKMP didukung dengan
kegiatan surveilans, pencatatan, dan pelaporan yang diselenggarakan oleh
institusi kesehatan berwenang.

Upaya Kesehatan Sekunder

Upaya kesehatan sekunder merupakan upaya kesehatan rujukan lanjutan yang


terdiri atas pelayanan kesehatan perorangan sekunder (PKPS) dan pelayanan
kesehatan masyarakat sekunder (PKMS)

1. PKPS

Merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilaksanakan oleh dokter


spesialis atau dokter yang telah mendapatkan pendidikan khusus dan mempunyai
ijin praktik yang didukung oleh tenaga kesehatan lainnya melalui penerimaan
rujukan dari PKPP dan merujuk kembali ke fasilitas kesehatan yang merujuk.

2. PKMS

Merupakan pelayanan yang dilakukan melalui menerima rujukan kesehatan dari


pelayanan kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk
sarana, teknologi dan sdmk, serta didukung oleh pelayanan kesehatan tersier.

Upaya Kesehatan Tersier

1. Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT)

Merupakan pelayanan kesehatan perorangan yang menerima rujukan sub-


spesialistik dari pelayanan kesehatan dibawahnya, dan dapat merujuk kembali ke
faskes yang dirujuk.

2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier

Merupakan pelayanan kesehatan masyarakat tersier yang menerima rujukan


kesehatan dari pelayanan kesehatan sekunder dan memberikan fasilitasi dalam
bentuk sarana, teknologi, SDMK dan rujukan operasional, serta melakukan
penelitian dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat, penapisan
teknologi, dan produk teknologi yang terkait.

Pembinaan dan Pengawasan Upaya Kesehatan

Pembinaan upaya kesehatan dilakukan untuk menjamin mutu pelayanan


kesehatan yang didukung dengan standar pelayanan yang selalu dikaji dalam
periode tertentu sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi serta
kebutuhan. Pengawasan upaya kesehatan merupakan kegiatan yang ditujukkan
unuk menjamin konsistensi penyelenggaraan upaya kesehatan dan dilakukan
secara intensif baik internal maupun eksternal serta dapat melibatkan masyarakat
dan swasta.

4. Subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan

Subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan adalah pengelolaan


penelitian dan pengembangan, pemanfaatan dan penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan yang diselenggarakan dan dikoordinasikan guna
memberikan data kesehatan yang berbasis bukti untuk menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Unsur-unsur subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan terdiri dari


unsur-unsur area penelitian, pengembangan, dan penapisan: biomedis dan
teknologi dasar kesehatan; teknologi terapan kesehatan dan epidemiologi klinik;
teknologi intervensi kesehatan masyarakat; dan humaniora, kebijakan kesehatan,
dan pemberdayaan masyarakat. Prinsip-prinsip subsistem penelitian dan
pengembangan kesehatan terdiri dari: terpadu, berkesinambungan, dan
paripurna; akurat dan akuntabel; persetujuan setelah penjelasan; bekerja dalam
tim secara cepat dan tepat; norma agama; kebenaran ilmiah; dan perlindungan
terhadap subjek penelitian dan etik
Daftar Pustaka
1.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Badan_Peneli
tian_dan_Pengembangan_Kesehatan
2. https://www.litbang.kemkes.go.id/indeks-
pembangunan-kesehatan-masyarakat-
indonesia-makin-meningkat/
3.https://deltomed.id/press-release/deltomed-
tandatangani-kerjasama-penelitian-
pengembangan-tanaman-obat-bersama-
kementerian-kesehatan
4.https://m.liputan6.com/health/read/215648
3/10-kegiatan-penting-penelitian-dan-
pengembangan-kesehatan-
2014?utm_expid=.t4QZMPzJSFeAiwlBIOcwC
w.0&utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.g
oogle.com%2F
5.https://m.cnnindonesia.com/nasional/20150
915124850-20-78833/menkes-penelitian-
kesehatan-harus-jadi-produk-bermanfaat
1. Apa yang bisa dilakukan agar SKN bisa berjalan dengan

baik?

2. Bagaimanakah sistem pembiayaan kesehatan dengan

jumlah yang mencukupi dan merata?

3. Apa saja yang menjadi pokok utama dari SKN?

4. Bagaimanakah sistem pemberdayaan masyarakat dapat

dikatakan berhasil?

5. Apa perbedaan sudsistem pembiayaan kesehatan terhadap

masyarakat dan perorangan?

Anda mungkin juga menyukai