Anda di halaman 1dari 21

Ringkasan Cerita Wayang Purwa

Semar Mantu
Ditulis oleh hery_wae

Diceritakan dalam pakeliran wayang purwa


lakon Semar Mantu, tersebutlah seorang
pemuda kampung bernama Bambang Senet
berniat melamar putri Prabu Kresna di
Kerajaan Dwarawati. Terjadi dilema di
Kerajaan Dwarawati. Prabu Kresna
dibingungkan karena dua pilihan yang sukar
untuk ditetapkan. Sebagai utusan Semar
untuk lamaran Bambang Senet meminang
Siti Sundari, Petruk datang terlebih dulu.
Begitupun, pada saat yang tak selang lama, datang Prabu Baladewa, wakil
dari putra mahkota Astina, Lesmana Mandrakumara, menyatakan lamaran
yang sama.
Prabu Kresna tidak bisa menolak keinginan kakaknya. Akan tetapi Prabu
Kresna juga sulit menolak lamaran Petruk. Meskipun dipandang dari segi
derajatnya, Petruk adalah golongan rakyat biasa, sedang Lesmana
Mandrakumara lebih sejajar dengan kedudukannya karena dia putra Prabu
Duryudana. Kebijakan Prabu Kresna mendapatkan ujiannya. Dalam urusan

seperti itu, tidak boleh dibedakan harkat, martabat dan derajat. Persoalan
jodoh dan nasib adalah semata kehendak takdir. Meskipun sebagai wali
Siti Sundari, ia berhak menentukan syarat bibit bobot bebet. Akan tetapi
Prabu Kresna tidak gegabah dan sangat hati-hati menjatuhkan keputusan.

Demi dilihat Prabu Kresna gundah, Prabu Baladewa duta pinangan Prabu
Duryudana untuk Lesmana Mandrakumara memaksakan kehendak agar
lebih mendengar sarannya. Tentu Kresna akan lebih memandang
Baladewa daripada Petruk. Tidak akan memperkenankan Siti Sundari yang
ningrat itu diboyong Petruk yang hanya rakyat jelata. Prabu Kresna harus
berpihak kepadanya. Hitam di atas putih memberatkan itu. Apalagi
Lesmana Mandrakumara adalah putra seorang raja besar dengan
kedudukan terhormat. Sepantasnya apabila Siti Sundari dipersandingkan
dengan Lesmana Mandrakumara.
Akan tetapi, Petruk yang pintar berdiplomasi juga menawarkan logika
matang kepada Prabu Kresna. Ia menegaskan sebuah timbangan kepada
Prabu Kresna.
“Dalam urusan jodoh, apalah arti derajat dan pangkat? Jika naluri telah
terpisah dari nurani, perjodohan hanya akan membawa kehancuran.
Bukankah begitu, Paduka?”

Dikatakan Petruk, meskipun Bambang Senet, adiknya itu hanyalah


seorang pemuda kampung dan hanyalah kalangan rakyat biasa pula, akan
tetapi dalam hitungan bobot kemanusiaan, ia banyak bisa dan mumpuni.
Tingkah lakunya sopan dan tidak suka berbuat kesusahan bagi orang lain.
Senet hanyalah seorang pemuda gunung. Tetapi ia pemuda yang sarat
dengan segala ilmu kebatinan dan kesaktian. Ia seorang pemuda yang
ringan tangan, suka menolong yang kesusahan, serta rendah hati, tidak
suka pamer, meskipun ia punya kelebihan.
Maka sebagai seorang pemuda yang telah cukup umur dan cukup ilmu,
beralasan bagi Bambang Senet menginginkan seorang putri untuk
jodohnya. Sekalipun putri itu adalah anak seorang raja. Perkawinan adalah
ukuran pertautan cinta kedua belah pihak. Laki-laki dan perempuan
dengan saling ketertarikan dan berinteraksi satu sama lain membentuk
ikatan batin. Bukan pada tingkat derajat dan pangkat, dasar penetapan tali-
tali pertautan itu. Akan tetapi perasaan cinta yang kemudian melahirkan
cipta, rasa dan karsa. Bila ketiga hal tersebut telah dimiliki oleh pria dan
wanita yang cukup umur, maka layaklah mereka memasuki alam rumah
tangga. Tak ada alasan Prabu Kresna menolak lamaran Bambang Senet
hanya karena ia pemuda dari kalangan rakyat biasa.
Prabu Kresna merenungkan perkataan Petruk. Raja Dwarawati ini sejenak
terhenyak. Tetapi bagaimanapun kebenaran yang disampaikan Petruk,
terganjal pula hatinya untuk membuat putusan karena perasaan segan
kepada kakaknya. Dibuatlah sayembara sebagai jalan tengah. Hanya
pemuda yang tangguh berhak meminang putrinya. Barang siapa bisa
memenuhinya, dialah yang boleh dan pantas memperistri Siti Sundari.
Sayembara berisikan syarat-syarat yang mutlak harus dipenuhi. Calon
pengantin pria harus menyediakan; Kayu Klepu Dewandaru-Janandaru
untuk kembar mayang, Kereta Jatisura sebagai kendaraan pengantin pria,
Kebondanu 40 ekor pancal panggung untuk tontonan kirab, Wanara Seta
sebagai penari pengatur langkah, Gamelan Lokananta untuk memeriahkan
pengantin, diiringi dua patah kembar dan tujuh bidadari sebagai putri
domas, Parijata Kencana untuk tarub tetumbuhan, serta dihadiri undangan
seribu negara.
Bagi Prabu Baladewa syarat-syarat tersebut dirasakan sebagai penolakan
halus terhadap lamarannya. Tetapi Prabu Baladewa sadar setelah
merenungkannya bahwa persyaratan yang demikian itu hanyalah cara
sang adik untuk menyaring calon yang pantas berjodoh dengan putrinya.
Baladewa menyadari, kalau Lesmana akhirnya dianggap orang yang terlalu
lemah sebagai suami Siti Sundari. Sedang bagi Petruk, segala persyaratan
yang diajukan Prabu Kresna tersebut ditanggapinya dengan antusias dan
penuh percaya diri.
Setelah sampai di Padukuhan Karang Kadempel, Petruk menceritakan
semua kejadian yang dialaminya di Dwarawati berkaitan dengan tugas
sebagai wakil bagi kepentingan Senet, adiknya. Demi mendengarkan
penuturan Petruk, mantap hati Semar mengangguk-anggukkan kepala.
Ayah para Panakawan yang waskita ini seakan memahami jalan pikiran
Prabu Kresna.
Demi mendengar Semar akan mempunyai hajat menikahkan anak
angkatnya. Semua Pandawa dan para ksatria datang ke Karang Kadempel
dengan niat membantu kerepotan pamomongnya itu. Semar senang
menerima kedatangan para ksatria asuhannya tersebut. Lalu ia membagi
tugas. Arjuna ditugaskan mencari Kayu Klepu Dewandaru-Janandaru dan
meminjam Gamelan Lokananta di Kahyangan Rinjamaya. Karena kayu itu
hanya tumbuh disana. Dan gamelan itu milik Kahyangan Suralaya yang
dijaga Dewa Indra.
Sedang Gatotkaca ditugaskan meminjam 40 Kebondanu milik Dewa
Brahma. Antasena diberi tugas mencari Resi Anoman. Karena Wanara
Seta untuk hiburan pengatur langkah itu, tiada lain hanyalah Anoman
adanya. Bima juga kebagian tugas meminjam Kereta Jatisura milik Prabu
Bisawarna di Kerajaan Singgela sekaligus memberi undangan
menyebarkan undangan ke seribu negara. Ketiga Panakawan diberi tugas
mengupaya tarub dan persiapan di Karang Kadempel. Puntadewa dan
para satria lainnya dimintanya sebagai adeg-adeg (penerima tamu dan
sebagainya). Sedang Parijata Kencana dan bidadari sebagai domas
adalah urusan Semar dan Kanastren, istrinya.
Singkat cerita, semua persyaratan tersebut dapat terpenuhi. Dengan kerja
keras para ksatria yang menjalankan tugas, Semar mendapat keberhasilan
memenuhi syarat Prabu Kresna. Bahkan dalam menjalankan tugasnya,
para ksatria yang diutus telah juga melakukan kebaikan bagi sesama.
Seperti apa yang telah dilakukan Bima, tidak perlu ia menghubungi raja-
raja dari satu negara ke negara lainnya, tapi berkat jasanya seribu negara
itu akhirnya datang dengan sukarela kepadanya. Pada saat ia berkunjung
ke Kerajaan Singgela menemui Prabu Bisawarna untuk meminjam kereta
Jatisura, dikatakan sang raja, bahwa saat itu Singgela dan banyak negara
sedang menerima penghinaan ditaklukkan oleh seorang Raja yang sakti
tapi lalim dari negeri Magada bernama Prabu Jarasanda. Seribu negara
takluk di bawah telapak kakinya dan kemudian diperbudaknya. Bisawarna
menyanggupi meminjamkan Kereta Jatisura kepada Bima dengan syarat
dapat mengeluarkan penderitaan dari penindasan Raja Magada ini.
Demi memperjuangkan keadilan, kesanggupan adalah kewajiban bagi
Bima. Disatru Prabu Jarasanda dari Negeri Magada oleh Bima. Bima
menggempur Magada dengan segenap tenaga. Ditaklukkan Prabu
Jarasanda oleh Bima akhirnya. Bima meminta seribu negara yang dijajah
Jarasanda agar dibebaskan. Jarasanda yang takluk, meloloskan
permintaan Bima. Dibebaskan seribu negara tanpa syarat.
Sebagai rasa terima kasihnya kepada Bima, Raja seribu negara bersedia
menghadiri undangan pernikahan Bambang Senet dan Siti Sundari di
Karang Kadempel. Begitupun Prabu Bisawarna bersuka cita meminjamkan
Kereta Jatisura kepada Bima, bahkan ia menyediakan diri sebagai saisnya.
Setelah semua syarat terpenuhi, Prabu Kresna mempertemukan putrinya
dengan Bambang Senet. Alangkah terkejut semua yang hadir. Pernikahan
agung terjadi di Karang Kadempel, sebuah desa yang dihuni abdi sahaya
Semar. Terkuak pada akhirnya jati diri Bambang Senet putra angkat Semar.
Abimanyu, putra Arjuna yang ingin dimuliakan hidupnya oleh Semar
pengasuhnya. Semakin mashyur pernikahan itu bagi kedua wangsa,
Pandawa dan Prabu Kresna. Mengingatkan dulu pernikahan agung pada
Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Inilah maksud diketemukannya kembali sorga
yang hilang itu. Yang ditemukan dan ditangkap pemuda sederhana yang
luhur dan baik budi generasi keturunan Pandawa.
Siti Sundari pengantin wanita ibarat bidadari Sri ngejawantah (turun ke
bumi). Segala keluwesan dan keelokannya menyapu segala keangkuhan
putri ningrat yang tersandang padanya. Abimanyu, anak Arjuna yang
lembut budi, serasi dalam gamit manja mempelai putri. Kedua pengantin
hidup bahagia di atas singgana pelaminan Karang Kadempel.
Dalam kisah versi lain, yakni lakon Bambang Senet diceritakan, Bilung
sedang dilanda gandrung kasmaran. Ingin ia dikawinkan dengan Siti
Sundari, putri Prabu Kresna. Ia ungkapkan hasratnya ini dengan rengekan
dan ratap tangis kepada Togog. Bilung dan Togog, dalam pewayangan
suka disebutkan sebagai abdi pengasuhnya para ksatria berwatak songar.
Setiap saat mereka selalu mengingatkan kepada siapa pun tuan
pengasuhnya, agar tidak berbuat jahat, dan senantiasa kembali ke jalan
kebenaran. Tapi, selalu saja niatnya itu kandas.
Ketika mendengar niat Bilung, sohibnya minta dikawinkan dengan putri
Kresna, tertawalah Togog. Dikatakan Togog niat Bilung tersebut sebagai
“Cebol nggayuh lintang’ (seorang kerdil menggapai bulan). Meski begitu,
Bilung pun tetap bergeming dengan niatnya.
Disebabkan iba dan prihatin karena penderitaan Bilung. Kian hari badan
Bilung makin kurus. Kehilangan nafsu makan ataupun kesenangan lainnya,
suka melamun dan mengigau ketika tidur. Akhirnya Togog bersedia
membantu hasrat sohib sejawatnya itu.
Togog berkata kepada Bilung, bahwa tak mungkin Siti Sundari mau
menerima kasmarannya bila Bilung dalam wujud seperti itu.
Setelah mengheningkan cipta sesaat, Togog membuat diri sejawatnya
tersebut berubah ujud. Berubahlah paras jelek Bilung Sarawita menjadi
ksatria tampan dalam sekejab. Lantas kemudian Bilung diberikan nama
Teja Kusuma.
Sedang Togog sendiri merubah pula rupanya menjadi seorang Resi
dengan nama Begawan Nindya Gupita.
Dengan sembunyi-sembunyi dan berbekal mantra aji Panglimunan, Teja
Kusuma dan Nindya Gupita, berhasil menemui putri Kresna itu di taman
Keputrian Dwarawati.
Mendapati sikap Siti Sundari yang menolak kehadiran mereka, bahkan
histeris ketika didekati, maka diculiknya putri itu dan dibawa kabur.
Kerajaan Dwarawati gempar. Karena bingung, Kresna membuat
sayembara, barang siapa bisa mengembalikan sang putri dan menangkap
malingnya, akan dinikahkan dengan Siti Sundari.
Banyak satria berebut duluan memenuhi sayembara tersebut. Sudah sejak
lama para satria dan pemuda tertarik dengan putri agung Dwarawati ini.
Namun karena kharisma Kresna, mereka tak berani mengungkapkan
hasrat itu. Ketika ada kesempatan seperti itu, mereka bergegas
memanfaatkan sebaik-baiknya peluang tersebut. Berduyun-duyun para
pemuda, duda dari berbagai kalangan dan latar belakang mereka-daya
mencari hilangnya sang putri dan memburu malingnya.
Pencarian disertai hasrat yang meledak-ledak. Diketemukan pula akhirnya
persembunyian penculik Siti Sundari. Tapi sekalipun mengetahui
penculiknya, para ksatria tak berdaya menghadapi kesaktian Teja Kusuma
dan Nindya Gupita. Kedua orang ini teramat tangguh dan sukar dikalahkan.
Dengan penyamaran sebagai rakyat biasa bernama Bambang Senet,
Abimanyu yang diiringi Panakawan, telah sampai pula di hadapan Nindya
Gupita dan Teja Kusuma. Karena kedatangan Bambang Senet ingin
meminta kembali Siti Sundari, menyebabkan Teja Kusuma marah, dan
memberi pilihan kepada Bambang Senet. Boleh membawa putri itu bila ia
sanggup mengalahkannya. Bagi Bambang Senet yang telah berniat
mempersiapkan segala sesuatu untuk mengembalikan putri itu ke
Dwarawati, tantangan itu disahutinya dengan serangan. Tak percuma tekad
Senet ini, dengan sebat ia mampu menandingi Teja Kusuma. Bahkan andai
saja tak segera datang Nindya Gupita, dihabisi segera Teja Kusuma.
Berganti musuh dengan Begawan sakti ini, Senet kewalahan. Akan tetapi
Semar tak membiarkan kekalahan anaknya. Dengan kentut sakti, Semar
berhasil meringkus kedua penculik ini. Akhirnya Teja Kusuma dan Nindya
Gupita kembali ke wujud semula menjadi Bilung dan Togog.
Bilung pun gagal memperistri Siti Sundari. Begitu pula dengan kisah-kisah
seterusnya. Bila menginginkan putri-putri cantik untuk diperistri, selalu
gagal ia mendapatkannya. Begitupun selalu saja Togog dibuat repot dan
malu karena perbuatan sohib, teman seiringnya ini. Kemanapun Togog dan
Bilung menjalankan tugas, mengiring para ksatria berwatak sora (mudah
marah dan jahat), senantiasa mereka mengalami kegagalan.

Wayang Beber

Hadiah dari Raja Brawijaya yang kemudian diwariskan. Saat ini wayang
beber dimiliki oleh Mbah Mardi disimpan dan dilestarikan di Pacitan. Di
Wonosari, Ki Supar sebagai keturunan ketujuh Kyai Remeng Mangunjaya
yang menyimpannya. Biasanya cerita yang dilakonkan adalah cerita pada
masa kerajaan Kediri dan Majapahit.
Wayang disajikan dengan membentangkan layar atau kertas yang berupa
gambar. Menguraikan cerita lakon melalui gambar yang tertera pada kertas
atau layar tersebut.

Pada tahun 1223 Masehi yakni zaman Jenggala, wayang beber


merupakan gambar pada daun siwalan. Kemudian pada 1244 Masehi
digambar di atas kertas yang terbuat dari kayu yang disebut dlancang
gedig berwarna kekuningan dengan tambahan ornamen. Saat itu
bersamaan dengan pindahnya keraton Kerajaan Jenggala ke Pajajaran.

Barulah pada tahun 1316 Masehi di zaman Kerajaan Majapahit dipimpin


oleh Jaka Susuruh, kertas wayang tersebut dipasangi tongkat kayu di
setiap ujungnya dan mempermudah penggulungan dan penyimpanan.

Tahun 1378 Masehi terdapat tiga set cerita yakni Panji di Jenggala, Jaka
Karebet di Majapahit, dan Damarwulan dengan pewarnaan yang lebih
beragam dan penggambaran raja dan punggawa yang lebih terlihat.

Kemudian wayang semakin berkembang seperti modifikasi ilustrasi dan


penambahan kisah-kisah baru.

Saat ini wayang beber tidak hanya menyajikan kisah Mahabharata dan
Ramayana saja, tapi adanya wayang kontemporer kisah mengenai
kehidupan masyarakat saat ini.
Ringkasan Cerita Mahabarata

Kisah Mahabharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan


Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari
Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan
Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang Bharata. Sang Bharata
menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat
pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja
Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai
dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra. Sang Kuru
menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut,
lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan
Kurawa.
Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang
Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga yang
dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya
karena Sang Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu
dengan Dewi Gangga sempat membuahkan 7 anak, akan tetapi semua
ditenggelamkan ke laut Gangga oleh Dewi Gangga dengan alasan semua
sudah terkena kutukan. Akan tetapi kemudian anak ke 8 bisa diselamatkan
oleh Prabu Santanu yang diberi nama Dewabrata. Kemudian Dewi
Ganggapun pergi meninggalkan Prabu Santanu. Nama Dewabrata diganti
menjadi Bisma karena ia melakukan bhishan pratigya yaitu sumpah untuk
membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya. Hal itu
dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan
keturunan Satyawati, ibu tirinya.
Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda.
Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan
berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari
hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citranggada dan Wicitrawirya.
Demi kebahagiaan adik-adiknya, Bisma pergi ke Kerajaan Kasi dan
memenangkan sayembara sehingga berhasil membawa pulang tiga orang
puteri bernama Amba, Ambika, dan Ambalika, untuk dinikahkan kepada
adik-adiknya. Karena Citranggada wafat, maka Ambika dan Ambalika
menikah dengan Wicitrawirya, sedangkan Amba mencintai Bisma namun
Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan
kawin seumur hidup. Demi usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya,
tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas
kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi menjadi
seorang pangeran yang memiliki sifat kewanitaan, yaitu putera Raja
Drupada yang bernama Srikandi. (Kalau versi Jawa, Srikandi adalah
seorang wanita sejati) Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi
yang membantu Arjuna dalam pertempuran akbar di Kurukshetra.
Citranggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia
digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia
muda dan belum sempat memiliki keturunan.
Satyawati mengirim kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika
untuk menemui Resi Byasa, sebab Sang Resi dipanggil untuk mengadakan
suatu upacara bagi mereka agar memperoleh keturunan.
Satyawati menyuruh Ambika agar menemui Resi Byasa di ruang upacara.
Setelah Ambika memasuki ruangan upacara, ia melihat wajah Sang Resi
sangat dahsyat dengan mata yang menyala-nyala. Hal itu membuatnya
menutup mata. Karena Ambika menutup mata selama upacara
berlangsung, maka anaknya terlahir buta. Anak tersebut
adalah Drestarastra. Kemudian Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk
mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar sendirian, dan di sana ia
akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya
supaya jangan melahirkan putra yang buta Drestarastra seperti yang telah
dilakukan Ambika Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun
ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan Byasa yang luar
biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya), ayah para Pandawa, terlahir pucat.
Drestarastra dan Pandu mempunyai saudara tiri yang bernama Widura.
Widura merupakan anak dari Resi Byasa dengan seorang dayang
Satyawati yang bernama Datri. Pada saat upacara dilangsungkan dia lari
keluar kamar dan akhirnya terjatuh sehingga Widura pun lahir dengan
kondisi pincang kakinya.
Dikarenakan Drestarastra terlahir buta maka tahta Hastinapura diberikan
kepada Pandu. Pandu menikahi Dewi Kunti,kemudian Pandu menikah
untuk yang kedua kalinya dengan Dewi Madrim, namun akibat kesalahan
Pandu pada saat memanah seekor kijang yang sedang kasmaran, maka
kijang tersebut mengeluarkan kutukan bahwa Pandu tidak akan
merasakan lagi hubungan suami istri, dan bila dilakukannya, maka Pandu
akan mengalami ajal. Kijang tersebut kemudian mati dengan berubah
menjadi wujud aslinya yaitu seorang pendeta. Kemudian karena
mengalami kejadian buruk seperti itu, Pandu lalu mengajak kedua istrinya
untuk bermohon kepada Hyang Maha Kuasa agar dapat diberikan anak.
Atas bantuan mantra yang pernah diberikan oleh Resi Druwasa maka Dewi
Kunti bisa memanggil para dewa untuk kemudian mendapatkan putra.
Pertama kali mencoba mantra tersebut datanglah Batara Surya, tak lama
kemudian Kunti mengandung dan melahirkan seorang anak yang
kemudian diberi nama Karna. Tetapi Karna kemudian dilarung kelaut dan
dirawat oleh Kurawa, sehingga nanti pada saat perang Bharatayudha,
Karna memihak kepada Kurawa.
Kemudian atas permintaan Pandu, Kunti mencoba mantra itu lagi, Batara
Guru mengirimkan Batara Dharma untuk membuahi Dewi Kunti sehingga
lahir anak yang pertama yaitu Yudistira, setahun kemudian Batara
Bayu dikirim juga untuk membuahi Dewi Kunti sehingga lahirlah Bima,
Batara Guru juga mengutus Batara Indra untuk membuahi Dewi Kunti
sehingga lahirlah Arjuna dan yang terakhir Batara Aswan dan Aswin
dikirimkan untuk membuahi Dewi Madrim, dan
lahirlah Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal
sebagai Pandawa.
Dretarastra yang buta menikahi Dewi Gendari, dan memiliki sembilan puluh
sembilan orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan
istilah Kurawa.
Pandawa dan Kurawa merupakan dua kelompok dengan sifat yang
berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan Bharata.
Kurawa (khususnya Duryudana) bersifat licik dan selalu iri hati dengan
kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu
bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Kurawa, yaitu
Drestarastra, sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia
sering dihasut oleh iparnya yaitu Sengkuni, beserta putera kesayangannya
yaitu Duryudana, agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat
menyingkirkan para Pandawa
Pada suatu ketika, Duryudana mengundang Kunti dan para Pandawa
untuk liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah
disediakan oleh Duryudana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun
para Pandawa bisa diselamatkan oleh Bima yang telah diberitahu oleh
Widura akan kelicikan Kurawa sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup
dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti
masuk hutan. (diceritakan dalam lakon Bale Sigala-gala)
Di hutan tersebut Bima bertemu dengan raksasa bernama Arimba yang
ingin membalas dendam kematian Ayahnya yaitu Arimbaka (dalam
pedalangan Jawa disebut Trembaka), Bima unggul dan membunuhnya,
lalu menikahi adiknya, yaitu raseksi Hidimbi atau Arimbi yang jatuh hati
pada Bima. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca.
Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan Pancala. Di
sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara
memperebutkan Dewi Drupadi. Adipati Karna mengikuti sayembara
tersebut, tetapi ditolak oleh Drupadi. Pandawa pun turut serta menghadiri
sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum brahmana.
Pandawa ikut sayembara untuk memenangkan lima macam sayembara,
Yudistira untuk memenangkan sayembara filsafat dan tatanegara, Arjuna
memenangkan sayembara senjata Panah, Bima memenangkan
sayembara Gada dan Nakula Sadewa memenangkan sayembara senjata
Pedang. Pandawa berhasil melakukannya dengan baik untuk
memenangkan sayembara.
Drupadi harus menerima Pandawa sebagai suami-suaminya karena
sesuai janjinya siapa yang dapat memenangkan sayembara yang
dibuatnya itu akan jadi suaminya walau menyimpang dari keinginannya
yaitu sebenarnya yang diinginkan hanya seorang Satriya
Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab
kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa
berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka
berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa hasil meminta-
minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata untuk
seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa
anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun juga
seorang wanita. (Dalam Pedalangan Jawa Drupadi hanya menjadi istri
Yudistira / Puntadewa seorang).
Agar tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk
dibagi kepada Pandawa dan Kurawa. Kurawa memerintah Kerajaan Kuru
induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura, sementara Pandawa
memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik
Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah
Duryudana tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga
dirinya menjadi bahan ejekan bagi Drupadi. Hal tersebut membuatnya
bertambah marah kepada para Pandawa
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira, Duryudana mengundang
Yudistira untuk main dadu, ini atas ide dari Arya Sengkuni. Pada saat
permainan dadu, Duryudana diwakili oleh Sengkuni sebagai bandar dadu
yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Permulaan permainan
taruhan senjata perang, taruhan pemainan terus meningkat menjadi
taruhan harta kerajaan, selanjutnya prajurit dipertaruhkan, dan sampai
pada puncak permainan Kerajaan menjadi taruhan, Pandawa kalah
habislah semua harta dan kerajaan Pandawa termasuk saudara juga
dipertaruhkan dan yang terakhir istrinya Drupadi dijadikan taruhan.
Akhirnya Yudistira kalah dan Drupadi diminta untuk hadir di arena judi
karena sudah menjadi milik Duryudana. Duryudana mengutus para
pengawalnya untuk menjemput Drupadi, namun Drupadi menolak. Setelah
gagal, Duryudana menyuruh Dursasana adiknya, untuk menjemput
Drupadi. Drupadi yang menolak untuk datang, diseret oleh Dursasana
yang tidak memiliki rasa kemanusiaan. Rambutnya ditarik sampai ke
arena judi, tempat suami dan para iparnya berkumpul. Karena sudah
kalah, Yudistira dan seluruh adiknya diminta untuk menanggalkan bajunya,
namun Drupadi menolak. Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain
yang dipakai Drupadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak
habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna yang melihat
Dropadi dalam bahaya. Pertolongan Sri Kresna disebabkan karena
perbuatan Dropadi yang membalut luka Sri Kresna pada saat upacara
Rajasuya di Indraprastha.
Drupadi yang merasa malu dan tersinggung oleh sikap Dursasana
bersumpah tidak akan menggelung rambutnya sebelum dikramasi dengan
darah Dursasana. Bima pun bersumpah akan membunuh Dursasana dan
meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut,
Drestarastra merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya,
maka ia mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryudana yang merasa kecewa karena Drestarastra telah
mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya,
menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini,
siapa yang kalah harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun,
setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah
itu berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya,
Yudistira mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena
kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka
selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun.
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah,
Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin
Duryudana. Namun Duryudana bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan
kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu
membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan oleh Sri
Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat
dielakkan lagi
Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari
Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola,
Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka,
dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha
seperti misalnya Drupada, Setyaki, Drestadjumna, Srikandi, dan lain-lain
ikut memihak Pandawa.
Sementara itu Duryudana meminta Bisma untuk memimpin pasukan
Kurawa sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan
Kurawa. Kurawa dibantu oleh Resi Dorna dan putranya Aswatama, kakak
ipar para Kurawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kertawarma, Salya,
Sudaksina, Burisrawa, Bahlika, Sengkuni, Karna, dan masih banyak lagi.

Bharatayuda :
Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu,
banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya Abimanyu, Durna, Karna,
Bisma, Gatotkaca, Irawan, Prabu Matswapati dan puteranya (Raden
Seta, Raden Utara, Raden Wratsangka), Bhogadatta, Sengkuni, dan
masih banyak lagi.
Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan
pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari kedelapan belas, hanya
sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah:
Lima Pandawa,Yuyutsu, Setyaki, Aswatama, Krepa dan Kartamarma.
Setelah perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura
bergelar Prabu Kalimataya Setelah memerintah selama beberapa lama, ia
menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian,
Yudistira bersama Pandawa dan Drupadi mendaki gunung Himalaya
sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan
mencapai surga. (Diceritakan dalam kisah Pandawa Seda)
Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana. Ia
menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya.
Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera
bernama Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta
dan keturunannya kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di
Hastinapura.
Ciri-Ciri Hikayat
Adapun ciri-ciri hikayat, diantaranya yaitu:

 Menggunakan bahasa Melayu lama

 Istana sentries, artinya pusat ceritanya berada didalam lingkungan istana

 Pralogis, artinya banyak cerita didalam hikayat tidak dapat di terima oleh akal

 Statis, artinya bersifat kaku dan tetap

 Anonim, artinya tidak jelas siapa yang mengarang hikayat tersebut

 Menggunakan kata arkhais, yaitu kata-kata yang saat ini sudah tidak lazim digunakan,
seperti syahdan dan sebermula.

Hikayat Abu Nawas-Ibu Sejati

Kisah ini mirip dengan kejadian pada masa Nabi Sulaiman ketika masih muda.

Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang
sama-sama ingin memiliki anak. Hakim rupanya mengalami kesulitan memutuskan dan
menentukan perempuan yang mana sebenarnya yang menjadi ibu bayi itu.

Karena kasus berlarut-larut, maka terpaksa hakim menghadap Baginda Raja untuk
minta bantuan. Baginda pun turun tangan. Baginda memakai taktik rayuan. Baginda
berpendapat mungkin dengan cara-cara yang amat halus salah satu, wanita itu ada
yang mau mengalah. Tetapi kebijaksanaan Baginda Raja Harun Al Rasyid justru
membuat kedua perempuan makin mati-matian saling mengaku bahwa bayi itu adalah
anaknya. Baginda berputus asa.

Mengingat tak ada cara-cara lain lagi yang bisa diterapkan Baginda memanggil Abu
Nawas. Abu Nawas hadir menggantikan hakim. Abu Nawas tidak mau menjatuhkan
putusan pada hari itu melainkan menunda sampai hari berikutnya. Semua yang hadir
yakin Abu Nawas pasti sedang mencari akal seperti yang biasa dilakukan. Padahal
penundaan itu hanya disebabkan algojo tidak ada di tempat.

Keesokan hari sidang pengadilan diteruskan lagi. Abu Nawas memanggrl algojo dengan
pedang di tangan. Abu Nawas memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.

“Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?” kata kedua perempuan itu saling
memandang. Kemudian Abu Nawas melanjutkan dialog.

“Sebelum saya mengambil tindakan apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah
dan menyerahkan bayi itu kepada yang memang berhak memilikinya?”

“Tidak, bayi itu adalah anakku.” kata kedua perempuan itu serentak.
“Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak
ada yang mau mengalah maka saya terpaksa membelah bayi itu menjadi dua sama
rata.” kata Abu Nawas mengancam.

Perempuan pertama girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-


jerit histeris.

“Jangan, tolong jangan dibelah bayi itu. Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan
kepada perempuan itu.” kata perempuan kedua. Abu Nawas tersenyum lega. Sekarang
topeng mereka sudah terbuka. Abu Nawas segera mengambil bayi itu dan langsurig
menyerahkan kepada perempuan kedua.

Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih. Apalagi di depan
mata. Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan Abu Nawas. Dan .sebagai rasa
terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan. Tetapi
Abu Nawas menolak. la lebih senang menjadi rakyat biasa.
Ciri-ciri Syair
 Syair ini terdiri atas empat baris atau
larik dalam setiap baitnya
 Setiap baris terdiri dari 8-14 suku kata
 Dalam setiap bait syair, memberi arti
sebagai satu kesatuan
 Syair bersajak a-a-a-a
 Syair ini tidak mempunyai sampiran,
layaknya pantun. Jadi di dalam syair, semua baris mengandung isi dan makna
 Makna dari syair ditentukan oleh bait-
bait selanjutnya
 Bahasa syair berbentuk kiasan
 Syair biasanya berisi tentang dongeng,
cerita, petuah dan nasihat
 Pada syair, irama terjadi pada setiap
pertengahan baris (antara 4 sampai 6 suku kata)

Contoh Syair
Rajin-rajinlah beribadah
Janganlah lupa mengerjakann solat
Dan perbanyaklah engkau berzakat
Untuk bekal nanti di akhirat

Ingatlah selalu kepadaa tuhan


Jernihkanlah hati dan kuatkanlah iman
Supaya hidup menjadi tentram
Dan dapat menjadi pedoman

Berpikirlah secara sehat


Berucap tentang taubat dan solawat
Berkarya dalam hidup dan manfaat
Berprasangka yang baik dan tepat

Cobalah tuk berserah diri


Berdoa di hadapan ilahi
Ya allah ya tuhan kami
Semoga manfaat hidup ini

Sering-seringlah kau mengucap takbir


Serta berdoa dalam berzikir
Beramalah kepada orang fakir
Ingatlah selalu akan hari akhir

Ciri-Ciri Gurindam
1. Gurindam hanya terdiri dari dua baris, tidak lebih pada tiap baitnya.

2. Jumlah kata masing-masing baris hanya sekitar 10-14 kata saja.

3. Pada tiap baris bersajak A-A, B-B, dan seterusnya.

4. Pada tiap baris gurindam memiliki ikatan sebab-akibat.

5. Baris kedua berupa isi.

6. Isi atau arti dari gurindam terdapat pada baris kedua.

7. Isi gurindam kebanyakan berupa nasehat-nasehat, filosofi hidup atau kata-kata


mutiara.

Contoh Gurindam
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi’il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi..

Anda mungkin juga menyukai