Anda di halaman 1dari 2

Bismillah, ketentuan masuknya Ramadlan dan keluarnya hendaknya dikembalikan kepada

keputusan Pemerintah RI. Karena Hari Raya, Puasa adalah ibadah jama’i yang dipimpin oleh
imam dalam hal ini adalah penguasa.
:Rasulullah SAW bersabda
‫س‬ َّ‫ا‬‫ن‬ ‫ال‬ ِّ‫حي‬
‫ح‬ ‫ض‬
‫م‬ ‫ي‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ي‬‫ي‬ َ‫حى‬ ‫ض‬
‫ط‬ ‫م‬
‫ل‬ ‫ط‬ ‫وا‬ ‫س‬ َّ‫ا‬‫ن‬ ‫ال‬ ‫ر‬‫ط‬‫الطففططر ييوم ييطف ف‬
‫ر‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ط‬ ‫م‬ ‫م‬ ‫ر م‬ ‫ر مط م ر ر‬
“Hari Idul Fitri adalah orang-orang berbuka (bersama-sama) dan Idul Adlha adalah hari orang-
orang menyembelih (bersama-sama).” (HR. Tirmidzi: 731 dari Aisyah RA, beliau berkata: hadits
shahih gharib)
Rasulullah SAW juga bersabda:
‫ضححومن‬ ‫صورمومن موالطففططرر يميطومم تريطففطررومن مواطلم ط‬
‫ضمحىَ يميطومم تر م‬ ‫صطورم يميطومم تم ر‬
‫ال ن‬
“Puasa adalah hari kalian berpuasa dan idul fitri adalah hari kalian beridul fitri (bersama-sama)
dan idul adha adalah hari kalian menyembelih kurban (bersama-sama).” (HR. Tirmidzi: 633,
Ibnu Majah: 1650 dari Abu Hurairah RA)
At-Tirmidzi berkata: “Sebagian ulama menafsiri hadits di atas bahwa berpuasa dan berbuka itu
bersama jama’ah (imam kaum muslimin) dan mayoritas manusia.” (Tuhfatul Ahwadzi: 2/235).
Al-Allamah Abul Hasan As-Sindi Al-Hindi berkata: “Yang jelas dari makna hadits di atas adalah
bahwa urusan ini (penentuan hari raya dan puasa) tidak ada celah bagi individu untuk
menentukan masalah ini dan tidak boleh seseorang bersendirian dalam hari raya dan puasa, tetapi
urusan ini harus dikembalikan kepada imam (penguasa) dan jama’ah masyarakatnya dan wajib
bagi masing-masing individu untuk mengikuti penguasa dan masyarakatnya. (Hasyiyah Ibni
Majah As-Sindi:3/431)
Imam yang memiliki legalitas adalah Pemerintah melaului Depagnya, bukan PBNU, PP
Muhammadiyah, PP Persis, mursyid thariqat atau Amir LDII, karena melihat tafsir ayat “WA
ULIL AMRI MINKUM” tentang pemerintah yang wajib dita’ati(QS. An-Nisa: 59) yang merujuk
pada penguasa yang MAUJUD (memiliki legalitas, aparat, perangkat) bukan Imam yang
MA’DUM (abstrak) seperti pimpinan berbagai organisasi atau sekte.
Menurut Ibnu Taimiyah bahwa kalau ada seseorang melihat hilal sendirian dan persaksiannya
ditolak oleh pemerintah dengan alasan apapun maka ia tetap MENGIKUTI KEPUTUSAN
PEMERINTAH. (Lihat Majmu’ Fatawa: 6/65)
Yang demikian karena ijtihad ini (tentang hari raya) tidak menjadi tugas individu atau kelompok
tetapi sudah menjadi IJTIHAD PENGUASA dalam rangka menyatukan kaum muslimin.
Pada jaman pemerintahan Umar bin Khathtab RA suatu waktu ada 2 orang melihat hilal Syawal
kemudian salah satunya tetap puasa (karena tidak ingin menyelisihi masyarakat yang masih
berpuasa) yang satunya berhari raya sendirian. Ketika permasalahan ini sampai kepada Umar RA
maka beliau berkata kepada orang yang berhari raya sendirian: “Seandainya tidak ada temanmu
yang ikut melihat hilal maka kamu akan saya pukul.” (Majmu’ Fatawa: 6/75) Dalam riwayat lain
akhirnya Umar meng-isbat bahwa hari itu adalah hari raya dan menyuruh kaum muslimin unuk
membatalkan puasa mereka berdasarkan kesaksian 2 orang tersebut. (Mir’atul Mafatih: 12/303-
304)
Suatu ketika Masruq (seorang tabi’in) dijamu oleh Aisyah RA, ia berkata: “Tidak ada yang
menghalangiku dari puasa ini (Arafah) kecuali karena takut ini sudah Idul Adha.” Maka Aisyah
menolak alasannya dengan mengatakan: “Idul Adha adalah hari orang-orang beridul adha
bersama-sama dan idul fitri adalah hari orang-orang beridul fitri bersama-sama.” (Silsilah
Shahihah Al-Albani: 1/223) Ini karena Masruq telah menyendiri dari puasanya penduduk
Madinah.
Suatu ketika Yahya bin Abu Ishaq (seorang tabi’in) melihat hilal Syawal sekitar dhuhur atau
lebih dan ada beberapa orang yang ikut berbuka dengannya. Kemudian ia dan beberapa orang
mendatangi Anas bin Malik RA (sahabat Nabi SAW) dan memberitahukan kepada beliau perihal
rukyat hilal Syawal dan beberapa orang berbuka (membatalkan puasanya) pada hari itu. Maka
beliau berkata: “Adapun aku maka telah genap aku berpuasa 31 hari karena Al-Hakam bin Ayyub
(penguasa ketika itu) telah berkirim surat kepadaku bahwa beliau berpuasa sebelum puasanya
orang-orang.Dan aku benci untuk berbeda hari raya dengan beliau dan puasaku akan aku
sempurnakan sampai nanti malam.” (Zaadul Ma’aad: 2/37)
Maka saya berpesan pada pemilik situs ini agar menyampaikan tulisan saya ini kepada mereka-
mereka yang egois yang bangga dengan ijtihadnya sendiri baik dengan hisab atau rukyat dalam
keadaan menyelisihi isbatnya pemerintah maka sadar atau tidak mereka telah berupaya memecah
belah umat. Jika orang-orang egois itu bertanya bahwa kadang-kadang penguasa bertindak tidak
adil seperti menolak persaksian rukyat karena beda madzhab atau alasan politis dsb?

Maka Rasulullah SAW menjawab:

‫صحلومن لمركطم فمفإطن أم م‬


‫صاَّربوا فميلمركطم موإفطن أمطخطمرئوا فميلمركطم مومعلمطيفهطم‬ ‫ير م‬
“Mereka (penguasa) itu shalat bersama kalian. Jika ijtihad mereka benar maka pahalanya untuk
kalian, kalau ijtihad mereka keliru maka pahalanya tetap atas kalian dan dosanya ditimpakan atas
mereka.” (HR. Bukhari: 653)

Semoga ini dapat menjadi bahan renungan ditengah-tengah upaya penyatuan hari raya kaum
muslimin Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai