Anda di halaman 1dari 3

Mengambil Upah atas Mengajar Kitabullah

Al-Allamah Abdur Rauf Al-Munawi berkata:

‫ ( ﻓﺄﺧﺬ ﺍﻷﺟﺮﺓ ﻋﻠﻰ ﺗﻌﻠﻴﻤﻪ ﺟﺎﺋﺰ ﻛﺎﻻﺳﺘﺌﺠﺎﺭ ﻟﻘﺮﺍﺀﺗﻪ ﻭﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻨﻪ ﻣﻨﺴﻮﺥ ﺃﻭ‬‫)ﺇﻥ ﺃﺣﻖ ﻣﺎ ﺃﺧﺬﰎ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﺟﺮﺍً ﻛﺘﺎﺏ ﺍ‬

‫ﻝ‬‫ﻣﺆﻭ‬

“Sabda Nabi (Sesungguhnya yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah Kitabullah),
maka mengambil upah atas mengajarkannya adalah diperbolehkan seperti mengupahkan untuk
membacanya. Larangan tentang mengambil upah adalah mansukh (dihapus) atau ditakwil.” (At-
Taisir Syarh Jami’ish Shaghir: 1/624).

Adapun keberatan antum tentang asbabul wurud hadits yang menjelaskan tentang ruqyah
kemudian digunakan untuk menarik upah atas membaca Al-Quran. Maka ini menunjukkan
antum kurang memahami ilmu qaidah fiqih. Al-Allamah Ibnu Utsaimin berkata:

،‫ﻭﺇﺫﺍ ﻭﺭﺩ ﺍﻟﻌﺎﻡ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﺐ ﺧﺎﺹ ﻭﺟﺐ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺑﻌﻤﻮﻣﻪ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻌﱪﺓ ﺑﻌﻤﻮﻡ ﺍﻟﻠﻔﻆ ﻻ ﲞﺼﻮﺹ ﺍﻟﺴﺒﺐ‬

“Jika datang nash (teks) yang bersifat umum dengan sebab khusus maka wajib diamalkan atas
keumumannya. Karena yang dianggap adalah umumnya lafazh (teks) bukan kekhususan
sebabnya.” (Al-Ushul min Ilmil Ushul: 36).

Lafazh hadits di atas adalah bersifat umum yaitu bolehnya mengambil upah atas menyebarkan
manfaat Al-Quran baik dengan cara mengajarkan atau meruqyah meskipun sababul wurudnya
adalah tentang ruqyah. Maka jika antum hanya menggunakan hadits di atas untuk mengambil
upah atas ruqyah saja maka antum telah menzhalimi teks hadits yang bersifat umum dengan
pemahaman antum yang khusus.

Contoh yang lain adalah ayat tentang zhihar (Al-Mujadilah) meskipun sababul wurudnya hanya
pada Aus bin Ash-Shamit maka dengan keumuman teks ayat maka berlaku pula untuk seluruh
kaum muslimin.

Kemudian ayat-ayat yang antum paparkan yang kelihatannya (secara zhahir) menunjukkan
larangan mengambil upah yang kemudian antum pertentangkan dengan hadits di atas maka
tidaklah tepat. Apalagi jika ayat dipakai kemudian hadits yang membolehkan ditolak atau
dibuang maka sangat tidak tepat lagi.

Apalagi Al-Imam Al-Auza’i berkata:


.‫ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﺃﺣﻮﺝ ﺇﱃ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﱃ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ‬
“Al-Kitab itu lebih membutuhkan As-Sunnah dari pada As-Sunnah butuh terhadap Al-
Kitab.” (Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi: 2/368).

Dan bersandar terhadap hadits shahih dan sharih (jelas) dalam permasalahan boleh atau tidaknya
mengambil upah itu lebih mendekati kebenaran daripada hanya sekedar ayat yang memiliki
banyak penafsiran.

Al-Allamah Abu Hafsh Sirajuddin Al-Hanbali berkata:

‫ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺼﻼﺓ‬، ‫ ﻭﺃﻛﺜﺮ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ‬، ‫ ﻭﺃﺑﻮ ﺛﻮﺭ‬، ‫ ﻭﺃﲪﺪ‬، ‫ﺎﻓﻌﻲ‬‫ ﻭﺍﻟﺸ‬، ‫ ﻋﻠﻰ ﺗﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻣﺎﻟﻚ‬‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﻭﺃﺟﺎﺯ ﺃﺧﺬ ﺍ ُﻷﺟ‬

: ‫ﻗﻴﺔ‬‫ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﰲ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﻟﺮ‬

. [ ‫ﻝ ﻋﻠﻴﻪ‬‫ﻌﻮ‬ ‫ﻳ‬ ‫ ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ‬، ‫ ] ﺑﺮﻓﻊ ﺍﳋﻼﻑ‬‫ ﻭﻫﻮ ﻧﺺ‬، ‫ﺒﺨَﺎﺭﻱ‬‫ « ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟ‬‫ ﺍ‬‫ﻛﺘَﺎﺏ‬ ً‫ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﺟﺮﺍ‬‫ ْﺬﺗُﻢ‬‫ ﻣﺎ َﺃﺧ‬‫ﻖ‬‫ َﺃﺣ‬‫» ﺇﻥ‬

“Dan yang membolehkan mengambil upah atas mengajarkan Al-Quran adalah Malik, Asy-
Syafi’I, Ahmad, Abu Tsaur, dan kebanyakan ulama karena sabda nabi  dalam hadits ruqyah:
“Sesungguhnya yang paling berhak untuk kalian ambil upahnya adalah Kitabullah.” HR. Al-
Bukhari. Maka ini adalah nash (teks) yang menghilangkan perbedaan pendapat sehingga
sepantasnya untuk dipilih (di kalangan pro dan kontra).” (Al-Lubab fi Ulumil Kitab: 1/274).

Dan dari penjelasan beliau kita dapat menyimpulkan bahwa bolehnya mengambil upah atas
mengajarkan Al-Quran merupakan pendapat mayoritas ulama.

Kemudian ayat yang antum paparkan dalam surat Al-An’am: 90. Maka ada beberapa penafsiran:

‫ ﻭﻟﻠﻔﻘﻬﺎﺀ ﻓﻴﻪ ﻛﻼﻡ ﺍﻧﺘﻬﻰ‬: ‫ ﻗﺎﻝ‬. ‫ ﻗﻴﻞ ﺍﻵﻳﺔ ﺗﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﳛﻞّ ﺃﺧﺬ ﺍﻷﺟﺮ ﻟﻠﺘﻌﻠﻴﻢ ﻭﺗﺒﻠﻴﻎ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ‬: ‫ﻗﺎﻝ ﺍﳋﻔﺎﺟﻲ‬

‫ ﻷﻥ ﺫﻟﻚ‬، ‫ ﰲ ﻫﺬﺍ ﺇﺷﺎﺭﺓ ﺇﱃ ﺃﻧﻪ ﻻ ﳚﻮﺯ ﺃﺧﺬ ﺍﻷﺟﺮﺓ ﻋﻠﻰ ﺗﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﻌﻠﻮﻡ‬: ‫ﻭﻋﻜﺲ ﺑﻌﺾ ﻣﻔﺴﺮﻱ ﺍﻟﺰﻳﺪﻳﺔ ﺣﻴﺚ ﻗﺎﻝ‬

. ‫ﺟﺮﻯ ﳎﺮﻯ ﺗﺒﻠﻴﻎ ﺍﻟﺮﺳﺎﻟﺔ ﺍﻧﺘﻬﻰ‬


Al-Khafaji berkata: “Dikatakan bahwa ayat di atas (justru) menunjukkan halalnya mengambil
upah atas mengajar dan menyampaikan hukum.” Ia berkata: “Padanya ada pembicaraan di
kalangan fuqaha’.” Selesai.

Sebaliknya menurut ahli tafsir dari kalangan Syi’ah Zaidiyah. Mereka berkata: “Di dalam ayat
ini ada isyarat bahwa tidak boleh mengambil upah atas mengajarkan ilmu-ilmu. Karena ini
menduduki kedudukan penyampaian risalah.” Selesai (Mahasinut Ta’wil QS Al-An’am: 90).
Sehingga ayat di atas dan juga pada surat Yasin merupakan sifat para nabi yang tidak mengambil
upah atas dakwahnya. Dan ini tidak menunjukkan larangan bagi umatnya untuk mengambil upah
atas mengajarkan Al-Quran.

Al-Hafizh As-Suyuthi berkata:

‫ﻭﰲ ﺍﻟﺒﺴﺘﺎﻥ ﻷﺑﻲ ﺍﻟﻠﻴﺚ ﺍﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻋﻠﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻭﺟﻪ‬

‫ﺃﺣﺪﻫﺎ ﻟﻠﺤﺴﺒﺔ ﻭﻻ ﻳﺄﺧﺬ ﺑﻪ ﻋﻮﺿﺎ‬

‫ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﺃﻥ ﻳﻌﻠﻢ ﺑﺎﻷﺟﺮﺓ‬

‫ﻭﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﺃﻥ ﻳﻌﻠﻢ ﺑﻐﲑ ﺷﺮﻁ ﻓﺈﺫﺍ ﺃﻫﺪﻱ ﺇﻟﻴﻪ ﻗﺒﻞ‬

‫ﻓﺎﻷﻭﻝ ﻣﺄﺟﻮﺭ ﻭﻋﻠﻴﻪ ﻋﻤﻞ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﳐﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﻭﺍﻷﺭﺟﺢ ﺍﳉﻮﺍﺯ ﻭﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﳚﻮﺯ ﺇﲨﺎﻋﺎ ﻷﻥ ﺍﻟﻨﱯ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﻠﻤﺎ‬

‫ﻟﻠﺨﻠﻖ ﻭﻛﺎﻥ ﻳﻘﺒﻞ ﺍﳍﺪﻳﺔ‬


“Dan di dalam Bustanul Arifin karya Abul Laits As-Samarqandi disebutkan bahwa mengajarkan
Al-Quran ada beberapa cara:

Mengajar untuk amar ma’ruf dan nahi munkar dengan niat ikhlas karena Allah dan tidak
mengambil upah atasnya.

Kedua: mengajari dengan syarat mendapatkan upah

Ketiga: mengajari tanpa mempersyaratkan upah. Tapi jika ia dapat hadiah atasnya maka ia
terima.

Yang pertama adalah mendapatkan pahala atasnya dan merupakan amal para nabi. Yang kedua
adalah diperselisihkan dan pendapat yang paling kuat adalah boleh (mempersyaratkan upah).
Ketiga diperbolehkan secara ijma’ karena Nabi adalah pengajar bagi seluruh makhluk dan beliau
juga menerima hadiah.” (Al-Itqan fi Ulumil Quran: 1/274).

Terakhir jika ada beberapa ucapan ana yang menyelisihi dalil dimanapun baik dalam ta’lim
ataupun yang lainnya maka ana meralatnya dan ber-istighfar kepada Allah.

Wassalamu alaikum.

Anda mungkin juga menyukai