Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN REFLEKSI KELOMPOK DARI KEGITAN LAPANGAN KOLABORASI

DAN KERJA SAMA TIM KESEHATAN DI UNIT PELAYANAN STROKE PADA


GERIATRI RUMAH SAKIT PUSAT OTAK NASIONAL JAKARTA

Disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata ajar kolaborasi dan kerja sama tim
kesehatan

Disusun oleh:

Kelompok IPE 10-A

Alissa Siti Haura 1606894540


Andrew Pratama Kurniawan 1406599166
Anisa Ramadhani 1606835986
Asa Akmelia 1606890246
Firial Afra Raisa Mumtaz 1606884975
Jauza Khalilawisty 1406528320
Livia Ignatia Fergaus Enggarsetia 1406599613
Putu Pradnya Paramita 1506767082
Rananda Anggakara Hendarmo 1306388130

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2019
A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah suatu bentuk aktivitas yang membutuhkan beragam tenaga
kesehatan yang berbeda dan saling bekerja sama untuk kepentingan pasien. Rumah sakit adalah
organisasi kompleks dengan aktivitas yang melibatkan dokter, perawat, staf medis dan
administrasi, serta seluruh komponen yang memiliki tujuan yang sama yaitu memberikan
pelayanan kesehatan bagi pengguna jasanya (Kaini, 2015). Dalam kolaborasi ini, tenaga medis
professional bekerja sama untuk memberikam pelayanan kesehatan apa yang dibutuhkan, siapa
yang memberikan pelayanan, serta bagaimana manajemen pasien tersebut (WHO, 2010).
Kehadiran dari masing masing tenaga medis profesional dengan latar belakang, peran,
tanggung jawab, dan keahlian yang berbeda diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan yang diberikan (Canadian Nursing Associatiton, 2005).

Kolaborasi adalah integrasi kegiatan dan pengetahuan yang membutuhkan kerja sama
dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab. Kolaborasi dalam pelayanan kesehatan
didefinisikan sebagai tim yang saling melengkapi, kooperatif, berbagi tanggung jawab dalam
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan saat menyusun dan menjalankan perawatan
pasien. Dalam konsep teamwork pada pelayanan kesehatan, diperlukan pendekatan
interdisiplin bukan hanya multidisiplin. Konsep multidisiplin artinya setiap anggota tim hanya
bertanggung jawab terhadap kegiatan yang berkaitan dengan disiplin ilmunya sehingga tercipta
tujuan yang terpecah untuk satu pasien. Sedangkan konsep interdisiplin adalah perrpaduan
usaha dari tiap anggota tim dengan tujuan yang sama sesuai dengan rencana perawatan pasien.

Berdasarkan rencana strategis Kementrian Kesehatan RI tahun 2015-2019, untuk


mempertahankan standar tinggi dalam hal akses dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan perlu
diwujudkan sistem kolaborasi tenaga kesehatan. Menurut Health Professions Regulatory
Network (2008), manfaat praktik kolaborasi bagi pasien adalah meningkatnya kepuasan pasien,
membantu dalam proses pengambilan keputusan untuk pasien, meningkatkan mutu pelayanan,
mengurangi kemungkinan adanya medication error. Sedangkan manfaat praktik kolaborasi
bagi tenaga medis professional yaitu meningkatkan kepuasan dalam pekerjaan, menghindari
stress akibat beban kerja, meningkatkan efisiensi, anggota tim saling memahami perannya,
serta terbentuknya komunikasi yang efektif antar anggota tim. Dalam kolaborasi, tentunya
mungkin ditemukan kesulitan. Perbedaan interest, tujuan, ekspektasi, serta pengalaman,
prestige, gaji dsb dapat memicu konflik dalam tim. Ketua tim harus dapat mengolah kekuatan
tim serta mengatasi kekurangan dan konflik dalam tim misalnya dengan membuat diskusi tatap
muka antar anggoa tim. Kunci dari kolaborasi yang baik adalah kesempatan, kemampuan, dan
kemauan tiap anggota tim untuk bekerjasama.

Sistem kolaborasi tenaga kesehatanpun perlu diperhatikan dalam memberikan pelayanan


pada pasien geriatri. Geriatri sendiri berasal dari kata geron yang berarti orang tua dan iatreia
yang berarti penanganan terhadap penyakit dalam Bahasa Yunani. Dalam cabang kesehatan
kesehatan geriatri berfokus pada diagnosis, penanganan, serta pencegahan penyakit dan
gangguan kesehatan tertentu akibat penuaan.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2004, lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Suatu negara dikatakan berstruktur
tua jika mempunyai populasi lansia di atas tujuh persen (Soeweno, 2009). Seperti yang
disebutkan pada data proyeksi penduduk yang didapat dari Departemen Urusan Ekonomi dan
Sosial PBB (2017), persentase lansia di Indonesia tahun 2017 telah mencapai 9,03% dari
keseluruhan penduduk. Selain itu, berdasarkan data struktur umur penduduk Indonesia 2017
dari Pusat Data dan Informasi, diketahui bahwa persentase penduduk usia 0-4 tahun (9,11%)
dan penduduk 5-9 tahun (9,06%) lebih rendah apabila dibandingkan dengan kelompok usia
produktif yang sebesar 56,18%. Hal tersebut menyebabkan Indonesia tergolong ke dalam
negara dengan struktur penduduk menuju tua atau ageing population.

Stroke merupakan suatu kondisi abnormal dari pembuluh darah otak yang disebabkan oleh
adanya pendarahan pada otak atau adanya pembentukan embolus atau thrombus yang
mengahmabt aliran darah dalam pembuluh darah arteri (Dipiro, 2015). Terdapat dua jenis
stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik merupakan stroke yang
disebabkan oleh adanya gumpalan/ penyumbatan yang menghalangi aliran darah ke otak,
sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi akibat melemahnya/pecahnya
pembuluh darah sehingga terjadi pendarahan di otak dan sekitarnya.

Lansia sendiri adalah subyek yang paling sering diberi penjagaan karena memiliki masalah
kesehatan yang lebih kronis dan lebih banyak mengalami disabilitas fisik daripada kelompok
usia lainnya (Quinn, 2005). Dalam hal ini lingkungan, fasilitas, dan pelayanan yang diberikan
seluruh tenaga kesehatan sangat berperan kepada kondisi lansia. Oleh sebab itu, tenaga
kesehatan harus mampu mengembangkan kemampuan kolaborasi antar profesi pada pelayanan
geriatri dengan tujuan pelayanan kesehatan yang diberikan pada lansia dapat dicapai secara
efektif, efisien, dan dengan kualitas yang baik pula. Di dalam laporan ini akan dipaparkan
secara mendalam tentang hasil observasi praktik kolaborasi antar profesi kesehatan yang
dipraktekan di RS PON dengan fokus kasus stroke pada pasien geriatri yang telah dilakukan
mahasiswa untuk lebih memahami konsep kolaborasi di fasilitas kesehatan.

B. SEPUTAR RUMAH SAKIT PUSAT OTAK NASIONAL DAN PELAYANAN


UNIT GERIATRI DAN STROKE

Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) adalah rumah sakit yang dibangun atas
inisiasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2014 dengan tujuan menurunkan
angka devisa masyarakat Indonesia ke luar negeri untuk berobat, berkaitan dengan penyakit
saraf. Secara garis besar, rumah sakit ini menangani pasien- pasien dengan penyakit yang
berkaitan dengan saraf dan otak. Untuk memaksimalkan pelayanan yang diberikan, RS PON
memiliki lantai- lantai khusus, salah satu di antaranya adalah untuk pelayanan unit geriatri; unit
yang diamati pada kunjungan kolaborasi kesehatan.

Pelayanan Unit Geriatri di RS PON melayani pasien berusia di atas 60 tahun yang
memiliki satu atau lebih penyakit yang mengganggu fungsi organ, psikologis dan sosial;
khususnya penyakit yang tetap ada kaitannya dengan bagian otak. Saat ini pelayanan tersebut
dilaksanakan di lantai 9 RS PON. Unit ini terbagi atas dua, yaitu 9A untuk kelas VIP, dan 9B
untuk kelas I, II, dan III. untuk pelayanan pasien stroke sendiri berada di lantai 7A untuk kelas
III dan 7B untuk kelas I dan II.
Pada pelaksanaan pelayanannya, terdapat beberapa profesi yang bekerja sama untuk
memberikan layanan komprehensif terhadap pasien- pasien geriatri. Profesi kesehatan yang
terlibat dalam unit tersebut terdiri atas dokter spesialis, umumnya spesialis saraf, sebagai dokter
penanggung jawab pasien, perawat, apoteker, dietitian, dan fisioterapis. Dokter spesialis lain
juga turut menangani pasien sesuai kasus dan kebutuhan pasien.
C. SEPUTAR KOLABORASI PROFESI KESEHATAN

Tabel 1.1 Gambaran kolaborasi profesi kesehatan di RS PON

Tema Subtema Cuplikan Deskripsi Hasil Wawancara/


Observasi

Praktik baik Pembagian peran 1) Dokter


kolaborasi profesi yang jelas dan
o Sebagai penanggung jawab
interprofesional tidak tumpang tindih
pasien (DPJP) dengan membuat
kesehatan
daftar masalah, menentukan
rencana tindakan, melakukan
pemeriksaan, monitoring dan
evaluasi, serta menentukan
rencana pulang
o Konsultasi dengan teman sejawat
lainnya sesuai dengan kebutuhan
pasien
2) Perawat

o Garda terdepan yang


menghubungkan pasien dengan
profesi kesehatan lainnya
o Fasilitator antarprofesi kesehatan
o Melakukan tindakan keperawatan
dan memonitoring pasien secara
intensif
3) Apoteker

o Menerima resep dari dokter,


menganalisa drug interaction,
memberikan saran kepada dokter
bila ditemukan ketidaksesuaian
dengan pasien (seperti dosis, dan
kondisi lainnya)
o Edukasi kepada pasien dan keluarga
terkait obat saat pasien masuk ruang
perawatan dan untuk pengobatan di
rumah
4) Dietitian

Melakukan asuhan gizi (pengkajian,


menentukan diagnosis gizi,
memberikan intervensi, dan
monitoring evaluasi; termasuk di
dalamnya pemberian edukasi)

5) Fisioterapis

Memberikan tindakan fisioterapi


guna membantu pasien
mengembalikan fungsi tubuh seperti
sedia kala

*Setiap profesi kesehatan juga telah


mengetahui dan memahami tugas dari
masing- masing profesi kesehatan lainnya
yang terlibat

Sudah mengetahui Karena peran tiap profesi sudah jelas dan


kolaborasi antarprofesi profesi kesehatan juga telah memahami tugas
kesehatan dari profesi kesehatan lainnya, kolaborasi
antarprofesi pelayanan kesehatan dapat
berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan
masing- masing profesi telah mengetahui
bentuk atau hal apa saja yang harus
dikolaborasikan dengan profesi kesehatan
lainnya.
Untuk lebih jelasnya, hasil yang diperoleh
dapat dilihat pada tabel 1.2

Komunikasi yang baik Komunikasi antarprofesi merupakan aspek


penting dalam menangani pasien. Memang,
pada unit ini tidak terdapat semacam suatu
pertemuan yang di dalamnya dihadiri oleh
keseluruhan profesi kesehatan yang terlibat
untuk membahas tentang kondisi pasien,
ataupun semacam stroke ward yang
dilaksanakan di lantai 7, namun komunikasi
pada unit ini dilakukan dengan baik, yaitu
secara lisan dan tertulis. Semua data penting
yang harus disampaikan antar profesi dapat
dilakukan secara langsung atau tertulis dalam
status.

Untuk lebih jelasnya, setiap profesi kesehatan


yang telah melakukan tindakan ke pasien
selalu berusaha untuk menuliskannya ke
dalam rekam medis agar diketahui oleh
profesi kesehatan lainnya ataupun berdiskusi/
memberikan informasi langsung kepada
profesi kesehatan terkait bila saat itu sedang
bertemu. Hal ini akan memudahkan profesi
kesehatan lainnya untuk melakukan/
mengambil keputusan tindakan sesuai ranah
profesinya masing- masing sehingga masih
tetap dalam satu jalur yang sama
(berkesinambungan).

Stereotype yang positif Setiap profesi kesehatan yang terlibat dalam


terhadap kolaborasi unit pelayanan stroke dan geriatric di lantai 7
dan 9 RS PON telah sama- sama memahami
dan menganggap bahwa dalam memberikan
pelayanan kepada pasien, tidak bisa
dilakukan oleh profesinya saja, melainkan
perlu adanya kolaborasi dengan profesi
kesehatan lainnya.

Profesi kesehatan di unit pelayanan ini juga


telah mengetahui dan merasakan langsung
manfaat dari kolaborasi yang diterapkan,
yaitu pelayanan kepada pasien yang lebih
maksimal, salah satunya karena mendapat
banyak saran dari profesi kesehatan lainnya
dalam mengambil keputusan.

Tantangan dan Miskomunikasi Tidak dipungkiri bahwa miskomunikasi


hambatan yang antarprofesi masih sering terjadi antar profesi kesehatan.
dihadapi Hal ini bisa dikarenakan oleh human error

Perselisihan Perselisihan sederhana beberapa kali terjadi,


antarprofesi kesehatan salah satunya dikarenakan kurangnya
pengaturan emosi dari profesi kesehatan yang
sedang tidak stabil (akibat beban kerja dan
lain sebagainya) dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi pada saat itu

Pasien geriatri yang Beberapa pasein geriatri tidak kooperatif


tidak kooperatif kepada petugas kesehatan; hal ini berkaitan
dengan kondisi psikologis dan social

Keterbatasan pelayanan Beberapa obat dan pelayanan lain (seperti


BPJS homecare) tidak ditanggung oleh BPJS
SDM yang kurang Khusus untuk profesi fisioterapis di RS PON,
hanya ada tiga orang yang ditugaskan untuk
melakukan pelayanan di Poli dan Bangsal.
Sehingga, fisioterapis harus bersifat mobile
dalam melaksanakan tugasnya di kedua
tempat tersebut.

Ahli gizi di Bangsal stroke hanya terdapat 1


orang di lantai 7. Apabila pada keadaan pasien
banyak, edukasi gizi pada pasien harus
dilakukan dengan cepat dan terburu-buru.

“Apoteker di RS PON tidak banyak, ada 2


apoteker di bangsal dan 1 orang di depo
farmasi. Pasien di bangsal terkadang ada
banyak sehingga harus terburu-buru untuk
melakukan assessment rekonsiliasi obat, serta
edukasi mengenai obat-obatan untuk pulang.

Strategi kolaborasi Memahami kondisi Setiap profesi kesehatan pada unit ini
kesehatan (untuk antarprofesi kesehatan berusaha untuk bisa memahami kondisi,
mengatasi hambatan dan saling menghargai kesibukan, dan keterbatasan yang dimiliki
dan menjaga oleh masing- masing profesi kesehatan
kolaborasi yg baik) lainnya sehingga bisa lebih saling
menghargai dan hubungan yang terjalin
tergolong dalam keadaan baik.

Menjaga komunikasi, Selain tetap menjaga komunikasi yang


khususnya komunikasi sebelumnya telah disebutkan (lewat penulisan
lewat handphone di rekam medik dan berkomunikasi langsung
jika bertemu dengan profesi kesehatan),
setiap profesi kesehatan di unit ini telah
memahami tindakan yang perlu dilakukan
apabila dalam suatu kondisi ditemukan
adanya miskomunikasi ataupun hal yang
kurang berkenan/ ingin ditanyakan, namun
profesi kesehatan yang berkaitan sedang tidak
ada di tempat. Hal yang sudah dilakukan
sejauh ini mencakup komunikasi lewat
handphone, yang bisa dikategorikan ke dalam
dua hal, yaitu

● Lewat whatsapp
Ditujukan untuk hal- hal yang sifatnya
non-critical

● Telfon langsung (wajib)


Ditujukan untuk hal- hal yang sifatnya
critical

Tabel 1.2 Beberapa bentuk kolaborasi yang dilakukan antarprofesi kesehatan di unit
pelayanan geriatri RS PON

Kolaborasi yang dilakukan

Dengan dokter Dengan Dengan Dengan Dengan


Perawat Apoteker Dietitian Fisioterapis

Dokter Konsultasi dengan Pemberian pelayanan, rencana perawatan, monitoring


teman sejawat progress pasien, persiapan pulang
lainnya jika pasien
perlu penanganan
pada kondisi/ bidang
khusus
Perawat Kemajuan dari Operan Perpanjangan tangan (pemberian
pasien, perpanjangan pasien informasi) dari pasien ataupun dari
tangan dari pasien dokter ataupun profesi kesehatan
dan profesi kesehatan lainnya
lainnya

Apoteker Interaksi antara obat- Penyampaian Interaksi


obat yang mengenai cara obat
rencananya akan pemberian dengan
diberikan obat kepada makanan
pasien.
Dietitian  DPJP Keluhan Interaksi
Kemampuan ataupun saran obat
pasien untuk yang dimiliki dengan
mengonsumsi oleh pasien makanan
makanan (sudah yang
boleh makan, berkaitan
masih harus dengan
puasa, atau test makanan yang
feeding, dan lain diberikan
sebagainya)
 Dokter spesialis
gizi (jika saat
itu dokter gizi
dikonsultasikan
)
Makanan yang
boleh diberikan
kepada pasien
yang
bersangkutan
sesuai dengan
kondisinya,
menyesuaikan
dengan panduan
pemberian
makanan dan
ketersediaan
bahan makanan
yang dimiliki
oleh RS PON
Fisioterapis Rencana pelayanan Keluhan dari
yang akan diberikan pasien
dan progress dari
pasien

Praktik kolaborasi antar tenaga kesehatan yang dilakukan di lantai 7 unit stroke dan 9
unit geriatric RS PON sudah dilakukan dengan baik. Adapun yang kami amati mengenai peran
profesi tenaga kesehatan, interaksi antar profesi, tantangan kolaborasi, dan strategi kolaborasi
yang diterapkan guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Dokter spesialis syaraf
melakukan perencanaan perawatan, pemetaan masalah hingga perencanaan pulang. Perawat
melakukan tindakan caring terhadap pasien serta berperan sebagai fasilitator antar tenaga
kesehatan karena perawat yang 24 jam memantau keadaan pasien. Pemberian obat dilakukan
oleh apoteker yang senantiasa berkolaborasi dengan dokter mengenai apakah pasien terdapat
interaksi antarobat. Selain itu, apoteker juga berperan memberikan edukasi minum obat saat
pasien sudah di rumah. Dietisien berperan dalam hal penyediaan gizi yang sesuai dengan
kebutuhan pasien yang tentunya hasil kolaborasi dengan dokter, perawat serta apoteker guna
menjamin intake pasien yang bagus. Fisioterapis melakukan tindakan terapi dan exercise
kepada pasien berdasarkan arahan dokter.

Pada praktik kolaborasi dan kerja sama antar tim kesehatan memiliki hal hal khusus
yang perlu diperhatikan. Seperti, permasalahan stroke pada pasien geriatric yang merupakan
masalah yang kompleks dimana pasien dapat memilki kondisi komplikasi lain. Tingkat
kemandirian yang dimiliki juga terbilang rendah sehingga saat seorang lansia sudah selesai
perawatan di rumah sakit, care giver perlu diberikan edukasi saat rawat jalan. Selain itu, apabila
diperlukan home caring, tenaga kesehatan juga diharapkan mampu membantu pasien terlebih
jika terkendala dengan biaya home care yang tidak ditanggung oleh asuransi social.

Dengan latar belakang profesi yang berbeda maka tenaga kesehatan dituntut untuk
bekerja terus berkolaborasi dalam pemberian pelayanan kesehatan. Banyak faktor yang
memengaruhi kesuksesan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang maksimal yaitu kerja
sama, berbagi peran dan tanggung jawab, sikap saling menghargai, serta komunikasi efektif.
Hambatan dalam kolaborasi kesehatan hamper selalu ditemui di lapangan. ketidaksesuaian
jumlah tenaga kesehatan, komunikasi yang kurang efektif serta perselisihan kecil antar profesi
kesehatan. Namun, pada pelaksaan di unit geriatric sudah menerapkan konsep kolaborasi yang
ideal sehingga antar tenaga kesehatan merasakan sendiri manfaat yang diperoleh.

D. SARAN PERBAIKAN

1. Menambah SDM kesehatan di bagian fisioterapis pria untuk lebih memudahkan


mobilisasi pasien.
2. Menambah SDM kesehatan di bagian gizi untuk meringankan beban kerja dietitian.
3. Menambah SDM kesehatan di bidang farmasi untuk meringangkan beban kerja
apoteker sehingga dapat mengoptimalkan pelayanan yang diberikan kepada pasien.
4. Peningkatan komunikasi yang efektif antar tenaga kesehatan agar tidak terjadi
kesalahpahaman di kemudian hari serta agar setiap tenaga kesehatan lebih responsive.

E. PENUTUP

Kolaborasi kesehatan merupakan hal yang penting untuk dipahami dan dilakukan oleh
setiap elemen profesi kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Sehingga, pasien mendapat perawatan yang optimal selama di rumah sakit dan pada akhirnya
cepat kembali ke keadaan sehat.

F. Daftar Pustaka

1. Bosch, B., & Mansell, H. 2015. Interprofessional collaboration in health care: Lessons to
be learned from competitive sports. Canadian pharmacists journal : CPJ = Revue des
pharmaciens du Canada : RPC, 148(4), 176–179.
2. Kementrian Kesehatan RI, Pusat Data dan Informasi. 2017. Analisis Lansia di Indonesia.
Diakses darihttp://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/lain-
lain/Analisis%20Lansia%20Indonesia%202017.pdf.
3. Morley, Lyndon et al. 2017. Collaboration in Health Care. Canada:Journal of Medical
Imaging and Radiation Sciences.
4. O’Daniel M, Rosenstein AH. 2008. Professional Communication and Team
Collaboration. In: Hughes RG, editor. Patient Safety and Quality: An Evidence-Based
Handbook for Nurses. Rockville (MD): Agency for Healthcare Research and Quality.
5. Quinn, MJ. 2005. Guardianship of Adults. New York: Springer.

Anda mungkin juga menyukai