Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa kanak-kanak

dan masa dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik umum serta

perkembangan kognitif dan social (Desmita, 2008). Masa remaja terjadi

perubahan perkembangan yang kompleks seperti perubahan biologis,

psikoseksual, kognitif, moral, spiritual, bakat, bahasa dan psikososial. Tugas

perkembangan anak pada masa remaja adalah menyesuaikan diri dengan

perubahan dirinya baik fisik maupun psikologis, memantapkan kemandirian

dan perilaku, menerima tata tertib perilaku dan memahami tata nilai perilaku

(Ali & Asrori, 2010).

Masa remaja merupakan penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,

menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja

adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja

adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun

di Indonesia menurut Sensus Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar

18% dari jumlah penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remaja

berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia (WHO, 2014).

Seiring berjalannya waktu, remaja akan mengalami masa

perkembangan menuju masa dewasa. Maka dalam menuju masa dewasa,

remaja perlu dibekali baik secara mental atau spiritual. Perkembangan pada

1
hakekatnya adalah usaha penyesuaian diri yaitu untuk secara aktif mengatasi

depresi atau stress dan mencarai jalan keluar baru dari berbagai masalah

seperti perkembangan fisik pada remaja akan diikuti oleh adanya gejolak dan

permasalahan baik secara medis maupun psikologis. Gejolak dan

permasalahan ini dapat disebakan oleh kondisi remaja yang sedang mencari

jati diri dengan peran barunya tersebut dapat membuat dirinya labil dan

emosional bahkan dapat membuat frustasi dan depresi. ( Sarwono 2011 dalam

Safitri 2013).

Davison, Neale & Kring, (2012) menyebutkan depresi merupakan

kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang teramat

sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak

dapat tidur, kehilangan selera makan dan minat serta kesenangan dalam

aktivitas yang biasa dilakukan. Depresi yang dialami remaja terkait dengan

meningkatnya kehidupan penuh stress dan perubahan keadaan kognitif yang

cenderung kurang introspektif dan berpikir terlalu mendalam yang disertai

pula suasana hati yang tidak menyenangkan akan segala sesuatu.

Melihat berbagai hal tersebut di atas yang mejadi faktor bagi

meningkatnya gejala depresi pada remaja, tidak dipungkiri bahwa remaja

sangat beresiko terkena dampak depresi. Tidak tertanganinya masalah depresi

pada masa remaja tentunya akan membawa konsekuensinya yang lebih besar

yang menjadi faktor utama penyebab bunuh diri. Angka kejadian ancaman

atau tindakan bunuh diri terkait depresi pada remaja yang cukup tinggi ini

memerlukan tindakan pencegahan sebagai tindakan awal untuk

meminimalisasi kejadian bunuh diri. Depresi cenderung disebabkan oleh

2
stress dan berfikir pesimis yang menyebabkan remaja bereaksi buruk terhadap

kekalahan-kekalahan kecil dalam hidupnya (Goleman, 2008).

Dari data penelitian di Amerika didaptkan gejala depresi pada remaja

umur 11-13 tahun (remaja awal) lebih ringan secara bermakna dibandingkan

dengan gejala depresi pada umur 14-16 tahun (remaja menengah) dan umur

17 18 tahun (remaja akhir). Remaja awal dengan gejala depresi lebih sering

mengeluh dirinya kurang menarik dan ingin badannya turun dar pada pada

remaja akhir. Remaja dengan sosio-ekonomi lebih rendah lebih berat gejala

depresinya dari pada remaja dengan sosio-ekonomi yang lenih tinggi.

Dikatakan bahwa prevalensi gangguan depresi pada remaja dengan deprei

berat 0.4 6,4% sedang gangguan distimik adalah 1,6 8% dan gangguan

bipolar 1%. Sekitar 40 70% komorbiditas dengan gangguan jiwa lain (

peyimpangan perilaku, penyalah gunaan obat, penyimpangan seksual,

gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, ansietas, anoreksia nervosa,

problema sekolah). Lima puluh persen populasi memiliki dua atau lebih dari

dua gangguan jiwa lain. Rasio remaja perempuan dibandingkan laki-laki

adala 2:1. (I Gusti Ayu, 2007).

Depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh

hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan

berat. Di indonesia, belum ada catatan pasti tentang jumlah remaja yang

mengalami depresi. WHO memperkirakan bahwa depresi akan menjadi

penyakit dengan beban global kedua terbesar di dunia setelah penyakit

jantung iskemik pada tahun 2020 (Lestari, 2015). Berkaitan dengan hal di

atas, untuk menghindari remaja agar tidak mengalami depresi, maka remaja

3
perlu bimbingan, topangan dan motivasi dari orang-orang terdekat terlebih

dari orang tua sendiri. Pemenuhan kebutuhan remaja inilah yang mampu

mengantarkan anaknya menjadi remaja yang siap dan mantap dalam

menghadapi masa depannya yang hal ini tidak terlepas dari peran orang tua

(Sarwono 2011, dalam Safitri, 2013).

Peran orang tua dalam hal ini dapat berupa bentuk pola asuh yang

diterapkan. Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada

anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh orang tua

merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dengan anak

dalam berinteraksi, serta berkomunikasi selama mengadakan kegiatan

pengasuhan. Dalam pengasuhannya, memerlukan sejumlah kemampuan

interpersonal dan mempunyai emosional yang besar (Monks, dkk, 2007).

Pertumbunhan dan perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh agen

sosialnya. Hal ini yang paling utama dalam proses perkembangan social

adalah keluarga yaitu orang tua dan saudara kandung. Anak sebagai bagian

dari anggota keluarga, dalam pertumbunhan dan perkembangannya tidak akan

terlepas dari lingkungan yang merawat dan mengasuhnya. Orangtua memiliki

cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan

pola tersebut tentu akan berbeda yang mana pola asuh dapat dibagi menjadi

tiga yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan pola asuh permisif. Pola asuh

orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak

dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan

perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap

4
keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat,

dinilai dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau

tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-

anaknya. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan anak

(Andriana,2011).

Pola asuh setiap orang tua dengan orang tua yang lain pastilah berbeda

dan untuk mangasuh anak yang baik maka diperlukan gaya pengasuhan yang

baik dan benar pula. Oleh karena itu penting bagi para orang tua dan calon

orang tua untuk mengetahui pola asuh yang tepat untuk mengasuh anak di

usia remaja saat ini. Dalam pola asuh itu sendiri di bagi menjadi bermacam-

macam, beberapa di antaranya pasti sering kita jumpai tanpa di sadari atau

tidak. Menurut Broumrid yang dikutip oleh Yusuf (2014) mengemukakan

pola orang tua yang ideal terhadap anak dapat dilihat dari cara orang tua

mengontrol anak, cara orang tua member hukuman, cara orang tua member

hadiah, cara orang tua memerintah anak dan cara orang tua memberikan

penjelasan kepada anaknya.

Pada umumnya anak memiliki pola perkembangan normal yang

merupakan hasil interaksi banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan

anak. Faktor-faktor tersebut adalah faktor genetic dan faktor lingkungan

diantaranya bio-fisiko-psikosoial, yang bisa menghambat dan

mengoptimalkan perkembangan anak. Faktor lingkungan secara garis besar di

bagi menjadi faktor lingkungan prenatal, faktor lingkungan perinatal dan

faktor lingkungan pascanatal (Soetjiningsing, 2012).

5
Selain pola asuh, pergaulan juga memberikan kontribusi signifikan

terhadap pengembangan identitas diri remaja. Pergaulan merupakan proses

interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu. Dapat juga oleh

individu dengan kelompok. Menurut Aristoteles yang menyatakan bahwa

manusis sebagi makhluk social yang tak lepas dari kebersamaan dengan

manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar da;am

pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang dia lakukan itu

akan mencerminkan keperibadiannya, baik pergaulan yang positif maupun

pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama

antar individu atu kelompok guna melakukan hal-hal yang positif. Sedangkan

pergaulan yang negative itu lebih mengaruh ke pergaulan bebas, hal itulah

yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya.

Usia remaja biasanya awalnya sangat labil, mudah terpengaruh tterhadap

bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia

belum tahu apakah itu baik atau tidak (Gunarsa, 2008).

Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan

kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan

mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun

pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama

antar individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang

positif.Sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan

bebas, hal itulah yang harus dihindari, terutama bagi remaja yang masih

mencari jati dirinya. Dalam usia remaja ini biasanya seorang sangat labil,

mudah terpengaruh terhadap bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu

6
yang baru yang mungkin dia belum tahu apakah itu baik atau tidak

(Suhariyanti, dkk, 2013).

Berdasarkan survey awal yang peneliti lakukan di SMK Negri 5

Padang didapatkan 6 dari 10 anak usia remaja mengatakan bahwa orang tua

mereka memaksa remaja mengikuti keinginan orang tua. Remaja juga

mengatakan tidak tahu apa yang dia inginkan dimasa mendatang. Fenomena

lain yang ditemukan terjadi kasus kenakalan remaja disekolah kedapatan

membawa rokok, tauran, berkelahi dengan teman ada siswa yang melihat

video porno disekolah, membolos dan suka melawan pada guru. Berdasarkan

fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian.

A. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka

didapatkan rumusan masalah yaitu apakah ada hubungannya pola asuh dan

pergaulan remaja dengan tingkat depresi pada siswa SMK NEGERI 5

Padang.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Hubungan Pola Asuh dan Pergaulan Remaja dengan

Tingkat Depresi Pada Siswa SMK Negeri 5 Padang.

2.Tujuan khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi tingkat depresi pada siswa di SMK Negeri 5

Padang.

7
b. Diketahui distribusi frekuensi pola asuh pada siswa di SMK Negeri 5

Padang.

c. Diketahui distribusi frekuensi pergaulan remaja pada siswa di SMK

Negeri 5 Padang.

d. Diketahui hubungan antara pola asuh dengan tingkat depresi pada siswa

SMK Negeri 5 Padang.

e. Diketahui hubungan antara pergaulan remaja dengan tingkat depresi pada

siswa SMK Negri 5 Padang.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan dapat berguna sebagai informasi, pola ukur, bahan masukan

dan pertimbangan untuk penelitian terhadap petugas kesehatan agar dapat

memeperhatikan pola asuh dan pergaulan remaja yang akan datang.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menjadi sumber informasi dan sumber bacaan tentang hubungan

pola asuh dan pergaulan remaja dengan tingkat depresi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan

bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya yang ada kaitannya

dengan penelitian ini.

8
4. Bagi Responden

Memberikan pengetahuan tentang hubungan pola asuh dan pergsulsn

remaja dengan tingkat depresi pada siswa SMK Negri 5 Padang.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh

atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih

luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik.

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia.

Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik,

dan perubahan sosial (Hurlock, 2008).

Istilah adolescence juga mempunyai arti yang lebih luas mencakup

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan

oleh Piaget, secara psikologis masa remaja adalah usia saat individu

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi merasa di

bawah tingkat orang–orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan

yang sama, sekurang–kurangnya dalam masalah hak. Transformasi intelektual

yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai

integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya

merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini (Mighwar,

2006).

10
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa

dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk

memasuki masa dewasa (Misaroh, 2009). Istilah remaja sesungguhnya

memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan

fisik. Pandangan ini didukung oleh Piaget yang menyatakan bahwa secara

psikologis remaja adalah suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya

berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau

paling tidak sejajar (Sriati, 2008).

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan

manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan

psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya

masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada

usia 18-22 tahun (Notoatdmojo, 2007).

2. Tahap-Tahap Perkembangan Remaja

Dalam proses penyesuain diri remaja menuju dewasa ada 3 tahap

perkembangan remaja :

a. Remaja awal (early adolescent)

Seorang remaja pada tahap ini masih heran akan perubahan-perubahan

yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang

menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-

pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara

erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis ia sudah berfantasi

11
erotis. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya

kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit dimengerti

dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja madya (middle adolescent)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau

banyak teman yang menyukainya. Ada kecendrungan narastic yaitu

mencintai diri sendiri dengan menyukai teman-teman yang sama dengan

dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena tidak tahu

memilih yang mana peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri,

optimistis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja

pria harus membebaskan diri dari Oedipus complex (perasaan cinta pada

ibu sendiri pada masa anak-anak) dengan mempercepat hubungan dengan

kawan-kawan.

c. Remaja akhir (late adolescent)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai

dengan pencapaian lima hal yaitu:

a) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek

b) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain

dan dalam pengalaman-pengalaman

c) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

d) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti

dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang

lain.

12
e) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyrakat umum (Sarwono, 2010).

Berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja kita sangat perlu

untuk mengenal perkembangan remaja serta ciri-cirinya. Berdasarkan sifat

atau ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap yaitu:

a. Masa remaja awal (10-12 tahun)

a) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.

b) Tampak dan merasa ingin bebas.

c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan

tubuhnya dan mulai berfikir yang khayalan.

b. Masa remaja tengah (13-16 tahun)

a) Tampak dan ingin mencari identitas diri.

b) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.

c) Timbulnya perasaan cinta yang mendalam.

c. Masa remaja akhir (16-19 tahun)

a) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.

b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.

c) Memiliki cara (gambaran, keadaan, penurunan) terhadap dirinya.

d) Dapat mewujudkan perasaan cinta.

e) Memiliki kemampuan berpikir khayalan atau abstrak.

13
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Terdapat perekembangan masa remaja difokuskan pada upaya

meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai

kemampuan bersikap dan berprilaku dewasa. Adapun tugas-tugas

perkembangan masa remaja menurut (Hurlock, 2002) adalah sebagai berikut:

1) Mampu menerima keadaan fisiknya.

2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

3) Mampu membina hubungan baik dengan kelompok anggota yang

berlainan jenis.

4) Mencapai kemandirian emosional.

5) Mencapai kemandirian ekonomi.

6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat

diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

7) Memahami dan menginternalisaskan nilai-nilai orang dewasa dan

orang tua.

8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan

untuk memasuki dunia dewasa.

9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

Tugas–tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan

perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan

pencapaian fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam

melaksankan tugas-tugas perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat

memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan diperlukan

14
kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini banyak diwarnai oleh

perkembangan kognitifnya (Ali dan Asrori, 2009).

4. Perubahan Fisik Pada Remaja

a. Tanda-tanda seks primer

Dalam Sekarrini (2012) disebutkan bahwa tanda seksual primer pada

remaja adalah:

1) Remaja laki-laki

Tanda seksual primer pada remaja laki-laki adalah ketika sistem

reproduksinya mulai berfungsi yaitu ketika sudah mengalami mimpi basah.

Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10 - 15 tahun

(Sekarrini, 2012).

2) Remaja perempuan

Tanda seksual primer yang dialami pada remaja perempuan adalah

menstruasi (menarche) (Dewi, 2012). Menstruasi menurut Stright dalam

Mesarini (2013) adalah peluruhan lapisan spons endometrium dengan

pendarahan yang berasal dari pembuluh darah yang robek. Akan

terjadiperistiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin perempuan akibat

peluruhan lapisan dinding rahim yang banyak mengandung darah.

b. Tanda – tanda seks sekunder

1) Pada laki-laki tanda seksual sekunder yang terjadi yaitu perubahan suara,

tumbuhnya jakun, testis membesar, terjadi ejakulasi (keluarnya air mani),

tumbuh rambut-rambut halus di wajah (kumis, jenggot), tumbuh rambut di

15
ketiak dan sekitar kemaluan (Sarwono, 2010). Selanjutnya Muss dalam

Sarwono (2010) juga mengatakan bahwa hormon gonadotropic mulai ada

dalam air seni, hormon ini bertanggung jawab sebagian pada pertumbuhan

tanda-tanda seksual dan bertanggung jawab penuh dalam produksi sel telur

dan spermatozoa.

2) Pada perempuan tanda seksual sekunder yang terjadi adalah pelebaran

pinggul, pertumbuhan payudara, tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan

ketiak, terjadi menstruasi pertama kali (menarche), serta pertumbuhan rahim

dan vagina (Sarwono, 2010).

5. Karakteristik Remaja

Ciri khas remaja sering disebut “storm and stress”, remaja sangat

peka, sering berubah sikap atau haluan (Sriati, 2008). Masa ini biasanya

dirasakan sebagai masa sulit, karena pada periode ini terjadi perubahan fisik

dan perkembangan psikologisnya yang pesat, sehingga masa ini sering

disertai dengan gejala dan permasalahan baik fisiologis maupun psikologis.

Masa remaja seringkali dikenal dengan nama mencari jati diri atau disebut

dengan identitas ego (Erikcson, dalam Ali & Asrori, 2004 Aat Sriati, 2008).

Karakteristik yang sering terjadi pada remaja kegelisahan, pertentangan,

mengkhayal, aktivitas kelompok, keinginan mencoba sesuatu.

16
A. DEPRESI

1. Definisi Depresi

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan

dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk

perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,

anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri

(Kaplan, 2010).

Depresi merupakan respon terhadap stress kehidupan. Diantara situasi

yang paling sering mencetuskan depresi adalah kegagalan disekolah atau

pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai dan menyadari bahwa penyakit

atau penuaan sedang menghabiskan kekuatan seseorang. Depresi dianggap

abnormal hanya jika dalam kurun waktu yang lama (Atkinson, 2000).

Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek emosi.

Afek emosi ialah nada perasaan menyenangkan atau tidak (seperti kebanggan,

kekecewaan dan kasih sayang), yang menyertai suatu pikiran dan biasanya

berlangsung lama serta kurang disertai oleh komponen fisiologi. Sedangkan

emosi merupakan manifestasi afek dan disertai oleh banyak komponen

fisiologis, biasanya berlangsung relatif tidak lama (misalnya kekuatan,

kecemasan, depresi dan kegembiraan). Afek dan emosi dengan aspek-aspek

yang lain seorang manusia (umpama proses berfikir, pisikomotor, persepsi,

ingatan) saling mempengaruhi dan menentukan tingkat fungsi dari manusia

itu pada suatu waktu.

17
Depresi adalah suatu gangguan perasaan hati dengan ciri sedih,

merasa sendirian, rendah diri, putus asa, biasanya disertai tanda-tanda

retardasi pisikomotor atau kadang-kadang agitasi, menarik diri dan terdapat

gangguan fisiologis seperti insomnia dan anoreksia (Kaplan 2010). Menurut

Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh

hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan

berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang

(Kaplan, 2010). Maslim 2002, berpendapat bahwa depresi adalah suatu

kondisi yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa

aminergik neurotransmiter (noradrenalin,serotonin, dopamine) pada sinaps

neuron di system saraf pusat terutama pada system limbic.

2. Penyebab depresi

Kaplan 2010, mengatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab

depresi yaitu:

a. Faktor biologi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin

biogenic, didalam darah urin dan cairan serebrosspinal pada pasien gangguan

mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin

dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi (Kaplan,

2010). Selain itu aktifitas dopamine pada depresi adalah menurun. Hal

tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamine

dan penyakit dengan konsentrasi dopamine menurun seperti Parkinson.

18
Kedua penyakit tersebut disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan

konsentrasi dopamine, seperti tyrosin, amphetamine, dan buprotion,

menurukan gejala depresi (Kaplan, 2010).

Adanya disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat

pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung

neuron transmitter amin biogenic. Pada pasien depresi ditemukan adanya

disregulasi neuroendokrin, disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi

neuron yang mengandung amin biogenic. Sebaliknya, stress kronik yang

mengaktifasi aksis hypothalamic pituitary adrenal (HPA), dapat menimbulkan

perubahan pada amin biogenic sentral (Landefeld, 2004).

b. Faktor genetik

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di

antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi

berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi

umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada

kembar monozigot (Kaplan, 2010).

c. Faktor psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi

adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Faktor psikososial

yang mempengaruhi depresi meliputi peristiwa kehidupan dan stressor

lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori

kognitif dan dukungan social (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan yang

menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood

dari episode selanjutnya. Para klinis mempercayai bahwa peristiwa kehidupan

19
memegang peranan utama dalam depresi. Klinis lain menyatakan bahwa

peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi.

Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode

depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang

bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis

misalnya kekurangan financial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan

interpersonal, ancaman keamanan yang dapat menimbulkan depresi pada

seseorang (Hardywinoto, 2010). Dari faktor kepribadian beberapa ciri

kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian

dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk

terjadinya depresi, sedangkan kepribadian anti sosial dan paranoid

mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).

3. Gambaran Klinis Depresi

PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan

Jiwa), menyatakan bahwa seseorang menderita gangguan depresi ditandai

dengan adanya kehilangan minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi

yang menyebabkan seseorang tersebut mudah merasa lelah meskipun hanya

bekerja ringan. Gejala lain yang sering muncul antara lain :

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang.

b. Harga diri dan kepercayaan berkurang.

c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna.

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.

e. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.

20
f. Tidur terganggu.

g. Nafsu makan berkurang.

Menurut Lumbantobing (2004), gejala-gejala depresi meliputi :

a. Gangguan tidur atau insomnia

b. Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzy (pusing) rasa nyeri,

pandangan kabur , gangguan saluran cerna, gangguan nafsu makan

(meningkat/menurun), konstipasi dan perubahan berat badan (menurun atau

bertambah).

c. Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi

atau hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau menurun,

tidak megacuhkan kejadian disekitarnya, fungsi seksual berubah (mencakapu

libido menurun), fariasi di urno dari suasan hati. Gejala biasanya lebih buruk

dipagi hari.

d. Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik,rasa tidak

bahagia, letupan menangis), koknisi yang negative, gampang tersinggung,

marah, frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari kegiatan

social, kehilangan kenikamatan dan perhatian terhadap kegiatan yang biasa

dilakukan, banyak memikirkan kematian, dan bunuh diri, perasaan negative

terhadap diri sendiri, persahabatan, serta hubungan sosial.

1. Alat Ukur Depresi dan Tingkat Depresi

Back Depression Inventory (BDI) merupakan instrument untuk

membantu mengungkapkan tingkat depresi seseorang. Skala BDI telah

dibuktikan memiliki validitas dan reabilitas cukup tinggi untu melakukan

pengukuran depresi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran depresi

21
dengan menggunakan skala BDI akan diperoleh hasil yang valid dan reliable.

BDI mengandung skala depresi yang terdiri dari 21 item. Setiap gejala

dirangking dalam skala intensitas 4 poin dan nilainya ditambahakan untuk

member total nilai dari 0-63, nilai yang lebih tinggi mewakili tingkat depresi

yang lebih berat. 21 item tersebut menggambarkan kesedihan, pesimistik,

perasaan gagal, ketidakpuasan, rasa bersalah, perasaan akan hukuman,

kekecewaan terhadap diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, keinginan bunuh

diri, menangis, iritabilitas, hubungan sosial, pengambilan keputusan,

ketidakberhargaan diri, kehilangan tenaga, insomnia, perasaan marah,

anoreksia, kesulitan berkonsentrasi, kelelahan dan penurunan libido (Beck,

2001).

Penilaian dilakukan dengan menggunakan kuisoner, dimana skor

1) Skor 0 - 9 menunjukan tidak ada gejala depresi adalah normal.

2) Skor 10 - 15 menunjukkan adanya depresi ringan.

3) Skor 16 - 23 menunjukkan adanya depresi sedang.

4) Skor 24 - 45 menunjukkan adanya depresi berat.

A. POLA ASUH

1.Pengertian Pola Asuh

Menurut Palupi (2007) menyebutkan bahwa: Pola asuh sendiri

memiliki definisi bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik,

membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai

proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang

22
diharapkan oleh masyarakat pada umumnya. Menurut Thoha (1996) dalam

Gunarssa (2006) Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berhubungan

dengan anaknya. Sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari

cara orang tua memberikan pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah

dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua

memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak. Dengan demikian

yang dimaksud dengan Pola Asuh Orang Tua adalah bagaimana cara

mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola

asuh orang tua adalah suatu proses interaksi antara orang tua dan anak,

yang meliputi kegiatan seperti memelihara, mendidik, membimbing serta

mendisplinkan dalam mencapai proses kedewasaan baik secara langsung

maupun tidak langsung.

1. Macam-Macam Pola Asuh

Menurut Hourlock (2008) mengemukakan ada tiga jenis pola asuh

orang tua terhadap anaknya, yakni :

1) Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-

aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya

(orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi.

2) Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua

terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu

tergantung pada orang tua.

23
3) Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang

cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi

kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki.

Menurut Baumrind dalam King (2010) bahwa orang tua berinteraksi

dengan anaknya lewat salah satu dari empat cara:

1) Pola Asuh Authoritarian

Pola asuh authoritarian merupakan pola asuh yang membatasi dan

menghukum. Orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan

menghargai kerja keras serta usaha. Orang tua authoritarian secara jelas

membatasi dan mengendalikan anak dengan sedikit pertukaran verbal.

2) Pola asuh Authoritative

Pola asuh authoritative mendorong anak untuk mandiri namun tetap

meletakkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Pertukaran verbal

masih diizinkan dan orang tua menunjukkan kehangatan serta mengasuh anak

mereka.

3) Pola Asuh Neglectful

Pola asuh neglectful merupakan gaya pola asuh di mana mereka tidak

terlibat dalam kehidupan anak mereka. Anak-anak dengan orang tua

neglectful mungkin merasa bahwa ada hal lain dalam kehidupan orangtua

dibandingkan dengan diri mereka.

4) Pola Asuh Indulgent

Pola asuh indulgent merupakan gaya pola asuh di mana orang tua

terlibat dengan anak mereka namun hanya memberikan hanya sedikit batasan

24
pada mereka. Orang tua yang demikian membiarkan anak-anak mereka

melakukan apa yang diinginkan.

2. Klafisikasi Pola Asuh

Baumrind daam Rusdijana (2014). mengusulkan klasifikasi

pemeliharaan anak didasarkan pada hasil interaksi antara dua dimensi, yaitu:

a. Responsiveness (mengacu pada pengasuhan yang hangat atau

pemberian support) adalah lingkup dimana orangtua secara intensional

memupuk kepribadian, pengaturan diri dan penyataan diri dengan menjadi

terbiasa, suportif, pengertian pada kepentingan spesial dan tuntutan orangtua.

b. Demandingness (mengacu pada pengontrolan tingkah laku) adalah

tuntutan orangtua terhadap anak agar mau berintegrasi dengan seluruh

keluarga, tuntutan orang tua.

c. Kedewasaan mereka, pengawasan orangtua, usaha mendisiplinkan

diri dan kemauan orangtua untuk menghukum anak yang tidak patuh.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Menurut Banjary (2009) beberapa faktor yang mempengaruhi dalam

pola pengasuhan orang tua adalah :

1) Latar belakang pola pengasuhan orang tua

Maksudnya para orang tua belajar dari metode pola pengasuhan yang

pernah didapat dari orang tua mereka sendiri.

2) Tingkat pendidikan orang tua

Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi berbeda pola

pengasuhannya dengan orang tua yang hanya memiliki tingkat pendidikan

25
yang rendah.

3) Status ekonomi serta pekerjaan orang tua

Orang tua yang cenderung sibuk dalam urusan pekerjaannya terkadang

menjadi kurang memperhatikan keadaan anak-anaknya. Keadaan ini

mengakibatkan fungsi attua” perandiserahkme kepada pembantu, yang pada

akhirnya pola pengasuhan yang diterapkanpun sesuai dengan pengasuhan

yang diterapkan oleh pembantu.

B. PERGAULAN

1. Pengertian Pergaulan

Pergaulan adalah kontak langsung antara satu individu dengan

individu lain (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001). Seperti yang dikemukakan oleh

Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoon-politicon), yang

artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan

dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam

pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan seseorang sangat

berpengaruh pada kepribadian orang tersebut (Pricila, dkk 2011). Pergaulan

teman sebaya memberikan banyak pengaruh terhadap pembicaraan, sikap,

perilaku, hobi, minat, penampilan sampai pada tingkah laku orang tersebut

melebihi pengaruh keluarga, sekolah dan agama (Pricila, dkk 2011).

Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau

kelompok guna melakukan hal – hal yang positif. Sedangkan pergaulan yang

negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus

dihindari, terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya. Dalam usia

remaja ini biasanya seorang sangat labil, mudah terpengaruh terhadap

26
bujukan dan bahkan dia ingin mencoba sesuatu yang baru yang mungkin dia

belum tahu apakah itu baik atau tidak. Menurut Aristoteles yang menyatakan

bahwa manusia sebagi makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan

dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar da;am

pembentukan kepribadian seorang individu (Gunarsa, 2008).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergaulan Remaja

Sebagai makhluk sosial, individu di tuntut untuk mampu mengatasi

segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau

norma yang berlaku. Begitu juga dengan pergaulan pada remaja, ada

beberapa faktor yang bisa mempengaruhinya, antara lain:

a. Kondisi fisik

Penampilan fisik merupakan aspek penting bagi remaja dalam

menjalani aktivitas sehari-hari. Mereka biasanya mempunyai standar-standar

tertentu tentang sosok fisik ideal yang mereka dambakan. Misalnya, standar

cantik adalah postur tinggi, tubuh langsing dan berkulit putih. Namun tentu

saja tidak semua remaja memiliki kondisi fisik seideal itu. Karenanya, remaja

harus bisa belajar menerima dan memanfaatkan bagaimanapun kondisi fisik

seefektif mungkin. Remaja harus menanamkan keyakinan bahwa keindahan

lahiriah bukannya makna kecantikan yang sesungguhnya. Kecantikan sejati

justru bersumber dari hati nurani, akhlak, serta kepribadian yang baik.

b. Kebebasan emosional

27
Pada umumnya, remaja ingin memperoleh kebebasan emosional.

Mereka ingin bebas melakukan apa saja yang mereka sukai. Dalam masa

peralihan dari anak-anak menuju dewasa, seorang remaja senantiasa berusaha

agar pendapat atau pikiran-pikirannya, diakui dan disejajarkan dengan orang

dewasa. Dengan demikian, jika terjadi perbedaan pendapat antara anak dan

orang tua, maka pendekatan yang bersifat demokratis dan terbuka akan terasa

lebih bijaksana. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah membangun rasa

saling pengertian dimana masing-masing pihak berusaha memahami sudut

pandang pihak lain. Saling pengertian juga dapat dibangkitkan dengan

bertukar pengalaman atau dengan melakukan beberapa aktivitas tertentu

bersama-sama dimana orang tua dapat menempatkan diri pada situasi remaja

dan sebaliknya. Inti dari metode pemecahan konflik yang aman antara orang

tua dan anak adalah menjadi pendengar yang aktif.

c. Interaksi sosial

Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial juga sangat

penting dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga seseorang

mampu melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dan disenangi oleh

lingkungan. Dia memiliki gambaran yang wajar tentang dirinya sesuai dengan

kenyataan yang ada (tidak dikurangi atau dilebih-lebihkan).

d. Pengetahuan terhadap kemampuan diri

Setiap kelebihan atau potensi yang ada dalam diri manusia

sesungguhnya bersifat laten. Artinya harus terus digali dan terus dirangsang

agar keluar secara optimal. Kita melihat sejauh mana potensi itu ada dan

dijalur mana potensi itu terkonsentrasi untuk selanjutnya diperdalam, hingga

28
dapat melahirkan karya yang berarti. Dengan menerima kemampuan diri

secara positif, seorang remaja diharapkan lebih mampu menentukan

keputusan yang tepat terhadap apa yang akan ia jalani, seperti memilih

sekolah atau jenis kegiatan yang diikuti.

e. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama

William James, seorang psikolog yang mendalami psikologi agama,

mengatakan bahwa orang yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai agama

cenderung mempunyai jiwa yang lebih sehat. Kondisi tersebut ditampilkan

dengan sikap positif, optimis, spontan, bahagia, serta penuh gairah dan

vitalitas. Sebaliknya, orang yang memandang agama sebagai suatu kebiasaan

yang membosankan atau perjuangan yang berat dan penuh beban akan

memiliki jiwa yang sakit. Dia akan dihinggapi oleh penyesalan diri, rasa

bersalah, murung, serta tertekan.

3. Prinsip-Prinsip Pergaulan

a. Dalam bergaul, remaja harus memiliki daftar orang- orang tertentu

yang sebaiknya dijauhi. Maksudnya adalah remaja tidak boleh bebas bergaul

dengan siapa saja. Didalam bergaul kita harus selektif dalam memilih siapa

yang layak menjadi sahabat dan siapa yang selayaknya kita jahui. Lalu seperti

apakah panduan dalam memilih kawan yang selektif itu? inilah daftar orang-

orang yang sebaiknya remaja jauhi dalam pergaulan:

b. Sahabat atau teman yang berusaha menjerumuskan kita kedalam

pelanggaran hukum Tuhan dan hukum manusia. Misalnya ada teman yang

coba menjerumuskan kita untuk berbohong, mencuri, berantem, meminum

minuman keras, merokok, menggunakan narkotika.

29
c. Sahabat atau teman yang melecehkan dan merendahkan kita,

mungkin kita pernah bertemu dengan seorang teman yang sukanya terus

terusan merendahkan kita, kata-kata ejekan yang diucapkannya sengaja untuk

merendahkan kita, ada juga teman yang gantinya memberi semangat

dukungan tetapi malah sering menjatuhkan semangat dan meragukan

kemampuan kita. Bila remaja bergaul dengan teman seperti ini bukan

membawa kepada peningkatan diri, dan membangun diri kearah kedewasaan.

Teman yang memanfaatkan kita, teman seperti ini adalah teman

yang menjadikan kita bagaikan sapi perah yang siap untuk dihisap dan

dimanfaatkan. Mereka menjadikan kita sebagai pesuruh, kita selalu dipaksa

membayar makanan baginya, mengerjakan Tanpa saling bergantian untuk

saling menolong, membantu, memperbaiki bukanlah persahabatan yang wajar

4. Cara menilai Pergaulan yang Baik

Pergaulan seseorang sangat berpengaruh pada kepribadian

orang tersebut (Pricila, dkk 2011). Pergaulan teman sebaya memberikan

banyak pengaruh terhadap pembicaraan, sikap, perilaku, hobi, minat,

penampilan sampai pada tingkah laku orang tersebut melebihi pengaruh

keluarga, sekolah dan agama (Pricila, dkk 2011). Didalam bergaul kita harus

selektif dalam memilih siapa yang layak menjadi sahabat dan siapa yang

selayaknya kita jahui. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar

individu atau kelompok guna melakukan hal – hal yang positif, seperti

mengajak mengerjakan tugas kelompok disekolah, tidak memberikan

contekan saat ujian, memberitahu kita kalau kita tidak boleh melawan guru

disekolah. Misalnya ada teman yang coba menjerumuskan kita untuk

30
berbohong, mencuri, berantem, meminum minuman keras, merokok,

menggunakan narkotika, itu patut selayaknya kita jauhi.

31
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori

Masa remaja terjadi perubahan perkembangan yang kompleks seperti

perubahan biologis, psikoseksual, kognitif, moral, spiritual, bakat, bahasa dan

psikososial. Tugas perkembangan anak pada masa remaja adalah

menyesuaikan diri dengan perubahan dirinya baik fisik maupun psikologis,

memantapkan kemandirian dan perilaku, menerima tata tertib perilaku dan

memahami tata nilai perilaku (Ali & Asrori, 2010).

Adapun menurut Kaplan 2010, penyebab depresi terdapat tiga faktor,

(1) faktor biologi yaitu terdapat kelainan pada amin biogenic, didalam darah

urin dan cairan serebrosspinal pada pasien gangguan mood, (2) faktor gentik

yaitu menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat

pertama dari individu yang menderita depresi berat diperkirakan 2 sampai 3

kali dibandingkan dengan populasi umum,(3) faktor psikososial, yaitu

kehilangan objek yang dicintai. Perubahan sikap orang tua sangat membantu

remaja untuk mengatasi depresi yang di rasakannya dengan cara bagaimana

orang tua memberikan pola asuh yang baik dan benar kepada anaknya.

Peran orang tua dalam hal ini dapat berupa bentuk pola asuh yang

diterapkan. Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada

anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola asuh orang tua

32
merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dengan anak

dalam berinteraksi, serta berkomunikasi selama mengadakan kegiatan

pengasuhan. Dalam pengasuhannya, memerlukan sejumlah kemampuan

interpersonal dan mempunyai emosional yang besar (Monks, dkk 2007).

Selain pola asuh, pergaulan juga memberikan kontribusi signifikan

terhadap pengembangan identitas diri remaja. Pergaulan merupakan proses

interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu. Dapat juga oleh

individu dengan kelompok.

Skema 2.1

Kerangka Teori

Remaja Pergaulan

Pola Asuh Orang Tua Depresi

1. Pola asuh otoriter


2. Pola asuh demokratis Faktor penyebab
depresi :
3. Pola asuh permisif
1. Faktor Biologi
2. Faktor Genetik
3. Faktor Psikososial

33
B. Kerangka Konsep

Kerangka Konsep merupakan model konseptual yang berkaitan

dengan bagaimana seseorang peneliti menyusun teori dan menghubungkan

secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat,

2007).d

Skema 2.2

Hubungan Pola Asuh dan Pergaulan Remaja dengan Tingkat

Depresi Pada Siswa SMK Negri 5 Padang

Padang Tahun 2018

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Asuh Orang Tua

Depresi

Pergaulan

C. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Ada hubungan pola asuh dengan tingkat depresi siswa di SMK N 5

Padang.

b. Ada hubungan pergaulan dengan tingkat depresi di SMK N 5 Padang.

34
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan

desain cross sectional study, dimana variabel independen (pola asuh dan

pergaulan) dan variable dependen (depresi) diidentifikasi dalam waktu

bersama.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 5 Padang pada bulan

Juni 2018 – Juli 2018.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Notoatmojo, 2012). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi

adalah siswa kelas 10 jurusan instalasi tenaga listrik di SMK Negeri 5

PADANG, dengan jumlah 99 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diamati dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap mewakili dari seluruh populasi penelitian (Notoadmojo,

2015). Sampel adalah sebagian dari populasi, penentuan besarnya sampel

dapat dihitung dengan rumus :

35
N
n
1 N d 2  
Keterangan:

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = penyimpangan atau ketepatan yang di inginkan (0,1)

Sampel penelitian ini adalah :

N = 465

d = 0,1

maka, n = 99
1 + 99 (0,12)

= 99

1 + 99 (0,01)

= 99

1 + 0,99

= 99
1,99

= 49,74 = 50 orang

(Notoatmodjo, 2015)

Jadi yang menjadi sampel dalam penelitian berdasarkan jumlah

populasi, dan hasil perhitungan sampel sebanyak 50 responden, dimana

teknik pengambilan secara Simple Random Sampling dengan cara undian,

artinya sampel diambil dengan sistem slot.

36
3. Kriteria Sampel

a. Kriteria inklusi

1. Bersedia menjadi responden

2. Memiliki dan tinggal serumah dengan kedua orang tua

3. Berada di tempat saat penelitian

b. Kriteria ekslusi

1. Tidak hadir pada waktu penelitian karena sakit, izin, dan tanpa

keterangan

4. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Simple

Random Sampling. Teknik simple random sampling merupakan cara-cara

yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang

benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Arikunto 2010).

Sampel berada saat peneliti ada dan sesuai dengan kriteria penelitian.

D. Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel yang digunakan adalah variable terkait (variable

independen), yaitu pola asuh dan pergaulan. Variable bebas (variable

dependen) yaitu tingkat depresi

37
Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional

1. Tingkat Depresi adalah kuesioner Mengisi lembar Ordinal


Depresi suatu gangguan kuesioner 1. Normal
perasaan hati menggunakan apabila
dengan ciri sedih, skala likert skor 0 – 9
merasa sendirian, dengan 15
rendah diri, putus pernyataan 2. Depresi
asa, dan terdapat masing-masing
Ringan
gangguan diberi nilai untuk
fisiologis. pertanyaan apabila
skor 10 -
Positif :
15
SS : nilai 4
3. Depresi
ST : nilai 3 sedang
KS : nilai 2 apabila
skor 16 –
TS : nilai 1
23
Negatif :
4. Depresi
SS : nilai 1 berat

ST : nilai 2 apabila
skor 24 -
KS : nilai 3
45
TS : nilai 4

2 P pola L Mengi 1 O
si lembar
ola asuh asuh orang tua embar kuesioner . Baik rdinal
menggunakan
orang tua adalah suatu kuesioner ≥
skala likert
proses dengan 17 median
pertanyaan
interaksi masing- 2
masing diberi

38
antara orang nilai untuk .
pertanyaan
tua dan anak, Positif Kurang

yang meliputi : baik <


SS :
kegiatan median
nilai 4
seperti ST :
memelihara, nilai 3
KS :
mendidik,
nilai 2
membimbing TS :
serta nilai 1
Negat
mendisplinkan
if :
dalam SS :
mencapai nilai 1
ST :
proses
nilai 2
kedewasaan KS :
nilai 3
TS :

nilai 4

3 Pe Pergau L Mengi 1 O
si lembar
rgaulan lan embar kuesioner . Baik rdinal
menggunakan
merupakan kuesioner ≥
skala likert
proses dengan 5 median
pertanyaan
interaksi yang masing- 2
masing diberi
dilakukan nilai untuk .
pertanyaan
oleh individu Kurang
Positif

39
dengan : baik <
SS :
individu, median
nilai 4
dapat juga
ST :
oleh individu nilai 3
KS :
dengan
nilai 2
kelompok
TS :
nilai 1
Negat
if :
SS :
nilai 1
ST :
nilai 2
KS :
nilai 3
TS :

nilai 4

E. Teknik Pengambilan Data

a) Jenis Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung terhadap

responden tentang pola asuh, pergaulan dan tingkat depresi secara langsung

dengan menggunakan kuesioner penelitian sebagai panduan yang

dilaksanakan langsung oleh peneliti.

2. Data sekunder

40
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari SMK Negeri 5 Padang

berupa jumlah siswa kelas 10 dan gambaran umum sekolah.

b) Teknik Pengumpulan Data

a) Tahap Persiapan

1) Mengajukan surat permohonan izin penelitian pada institusi STIKes

MERCUBAKTIJAYA Padang.

2) Mengajukan surat permohonan izin kepada Dinas Pendidikan Kota

Padang.

3) Setelah mendapatkan izin, peneliti mengunjungi SMK Negeri 5

Padang untuk melakukan survey awal.

b) Tahap Pelaksanaan

1) Pada saat pelaksanaan peneliti mendata siswa yang akan menjadi

responden sesuai kriteria yang sudah ditentukan.

2) Setelah peneliti menemukan responden yang sesuai dengan kriteria

peneliti meminta persetujuan dengan menanda tangani informed consent.

3) Setelah calon responden menandatangani informed consent peneliti

memperkenalkan diri kepada responden dan menjelaskan tujuan serta

prosedur penelitian kepada responden.

4) Peneliti menjelaskan cara pengisian kuisoner, responden mengisi

kuisoner yang telah disediakan.

41
5) Setelah kuisoner terisi lengkap dan data terkumpul peneliti

melakukan tahap terminasi yaitu pengucapan terima kasih.

6) Kemudian peneliti melakukan pengolahan data.

7) Peneliti meminta surat keterangan telah selesai melakukan

penelitian.

F. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

a. Pemeriksaan data (Editing)

Mengolah data sedemikian rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki

oleh data tersebut, untuk dapat melakukan pengolahan data dengan baik, data

tersebut perlu diperiksa terlebih dahulu, apakah sesuai dengan data yang

diharapkan atau tidak.

b. Pengkodean data (Coding)

Coding ini dianggap perlu karena data yang terkumpul banyak

macamnya. Untuk memudahkan pengolahanya, semua jawaban tersebut

dilakukan dalam bentuk meberikan simbol-simbol tertentu untuk setiap

jawaban.

c. Penyusunan Data (Entry Data)

Entry merupakan kegiatan memasukkan hasil jawaban pada program

pengolahan data.Memasukan jawaban kuesioner ke dalam master tabel,

pengolahan data dilakukan secara manual.

d. Pembersihan Data (Cleaning)

42
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dientri, apakah ada kesahlahan atau tidak.

e. Tabulasi (Tabulating)

Data diklasifikasikan ke dalam beberapa kolom menurut topik

pertanyan dan alternatif jawaban responsden dimasukkan ke dalam master

tabel

G. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis terhadap masing-masing

variabel. Analisis dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif berupa

distribusi dan persentase. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan

untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan

data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

2. Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel

yaitu variabel dependen dan variabel independen yang akan dilakukan secara

komputerisasi. Adapun uji hipotesa yang digunakan adalah Chi-Square Test

dengan tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisa dinyatakan berhubungan

apabila Ha diterima jika p ≤ 0,05 maka ada hubungan, Ha ditolak jika p >

0,05 berarti tidak ada hubungan.

43
44

Anda mungkin juga menyukai