Anda di halaman 1dari 41

i

Hubungan Klinik Sanitasi dengan Kejadian Penyakit Diare Pada Anak Di


Puskesmas Lubuk Buaya

PROPOSAL

FAUZIAH ELITA APZA


14121962
3B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
2017
i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Konsep Anak 4
2.1.1 Definisi Anak 4
Undang Undang Tentang Kesejahteraan Anak 5
2.1.2 Batasan Anak 5
2.1.3 Teori Perkembangan Anak 7
2.1.4 Karakteristik Anak 14
2.1.5 Perubahan Yang Terjadi Pada Anak 23
2.2 Sanitasi 24
2.2.1 Pengertian Sanitasi 24
2.2.2 Ruang Lingkup Sanitasi 24
2.3 Diare 27
2.3.1 Pengertian Diare 27
2.3.2 Etiologi 28
2.3.3 Patogenis 28
2.3.4 Tanda-tanda dan Gejala 29
2.3.5 Penatalaksanaan 30
BAB III KERANGKA KONSEP 31
3.1 Kerangka Teori 31
3.2 Kerangka Konsep 32
3.3 Hipotesis 32
BAB IV METODE PENELITIAN 33
4.1 Jenis Penelitian 33
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 33
4.3 Populasi dan Sampel 33
ii

4.4 Defenisi Operasional 34


4.5 Instrumen Penelitian 35
4.6 Pengumpulan Data 35
4.7 Pengolahan data 35
4.8 Analisis Data 36
DAFTAR PUSTAKA 37
iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan praproposal ini
dengan judul “Hubungan Klinik Sanitasi dengan Kejadian Penyakit Diare
Pada Anak Di Puskesmas Lubuk Buaya”. Praproposal ini merupakan salah satu
syarat guna menyelesaikan tugas riset di STIKes Mercubaktijaya Padang.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai
pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam penyelesaian
praproposal ini. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih .
Semoga bantuan, bimbingan dan petunjuk yang bapak/ibu dan rekan-
rekan berikan menjadi amal ibadah dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda
dari Allah SWT dan penulis berharap semoga penulisan praproposal ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amin. Namun apabila ada saran dan masukan dalam
rangka peningkatan kualitas praproposal ini akan diterima dengan baik.

Padang, 5 juli 2017

Penulis
1

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare menurut WHO secara klinis didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara
klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan
diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005).
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk
dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari
Penyakitdiare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun)
terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena
diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat
global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare
membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut
Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2 terbesar
pada balita.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian
Kesehatan, tingkat kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare
mencapai 31,4 persen. Adapun pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2 persen.
Bayi meninggal karena kekurangan cairan tubuh. Diare masih merupakan masalah
kesehatan di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam,
tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Kematian akibat penyakit diare di
Indonesia juga terukur lebih tinggi dari pneumonia (radang paru akut) yang
selama ini didengungkan sebagai penyebab tipikal kematian bayi.
Sanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitikberatkan
kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Di dalam
Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992 pasal 22 disebutkan bahwa
kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan
2

yang sehat, yang dapat dilakukan dengan melalui peningkatan sanitasi


lingkungan, baik yang menyangkut tempat maupun terhadap bentuk atau wujud
substantifnya yang berupa fisik, kimia, atau biologis termasuk perubahan perilaku.
Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas
dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia,
melalui pemukiman antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya,
melalui lingkungan kerja antara perkantoran dan kawasan industry atau sejenis.
Sedangkan upaya yang harus dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan
lingkungan adalah obyek sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja
seperti: dapur, restoran, taman, public area, ruang kantor, rumah dsb.
Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang
terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja. Lebih jauh, anak juga
secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa, dan memiliki
pengalaman yang terbatas, yang memengaruhi pemahaman dan persepsi mereka
mengenai dunia. Awitan penyakit bagi mereka seringkali mendadak, dan
penurunan dapat berlangsung dengan cepat. Faktor kontribusinya adalah sistem
pernapasan dan kardiovaskular yang belum matang, yang memiliki cadangan
lebih sedikit dibandingkan orang dewasa, serta memiliki tingkat metabolisme
yang lebih cepat, yang memerlukan curah jantung lebih tinggi, pertukaran gas
yang lebih besar dan asupan cairan serta asupan kalori yang lebih tinggi per
kilogram berat badan dibandingkan orang dewasa. Kerentanan terhadap
ketidakseimbangan cairan pada anak adalah akibat jumlah dan distribusi cairan
tubuh. Tubuh anak terdiri dari 70-75% cairan, dibandingkan dengan 57-60%
cairan pada orang dewasa. Pada anak-anak, sebagian besar cairan ini berada di
Universitas Sumatera Utara kompartemen cairan ekstrasel dan oleh karena itu
cairan ini lebih dapat diakses. Oleh karena itu kehilangan cairan yang relatif
sedang dapat mengurangi volume darah, menyebabkan syok, asidosis dan
kematian (Slepin, 2006).
Diare dan sanitasi memiliki hubungan saling ketergantungan. Pencegahan
diare harus diiringi dengan pelaksanaan program sanitasi. Program sanitasi dapat
dilakukan dimulai dari lingkungan rumah. Program klinik sanitasi dapat dilkaukan
dalam lingkup puskesmas. Untuk lebih dalam maka penulis membahas tentang
3

Hubungan Klinik Sanitasi dengan Kejadian Penyakit Diare Pada Anak Di


Puskesmas Lubuk Buaya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka dapat
disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut.

Apakah ada hubungan klinik sanitasi dengan penyakit diare pada anak?

Apa faktor yang menyebabkan penyakit diare pada anak terhadap klinik sanitasi?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui faktor –faktor yang berpengaruh antara klinik
sanitasi dengan penyakit diare pada anak.

1.4 Manfaat Penelitian


Dapat disimpulkan bahwa manfaat penelitaan yaitu:

Manfaat bagi penulis yaitu sebagai acuan bagi penulis untuk melanjutkan
penelitian ke tahap selanjutnya. Manfaat bagi akademis adalah sebagai tugas dari
mata kuliah Riset. Manfaat bagi lingkungan atau masnyarakat adalah untuk
sebagai pedoman dari penelitian selanjutnya.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Anak
Anak merupakan individu yang berbeda dengan orang dewasa, baik secara
fisik maupun psikologis. Sementara anak cenderung didominasi oleh pola pikir
yang bersifat egosentrik, maka orang dewasa sudah mampu berfikir empati dan
sosial, begitu juga dalam aspek daya pikir, anak masih terbatas dengan hal yang
kongkret, sedangkan orang dewasa sudah mampu berpikir abstrak dan universal.
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak berlangsung secara bertahap dan
bersifat holistik (menyeluruh), artinya pertumbuhan dan perkembangan itu tidak
hanya dalam aspek biologis, kognitif dan psikososial. Karena adanya perbedaan
tingkat perkembangan intelektual, karakteristik dan kebutuhan anak yang
kemudian juga mengakibatkan adanya perbedaan kebutuhan bimbingan belajar
yang diberikan kepada anak. Masa usia dini adalah masa yang sangat penting bagi
perkembangan kehidupan manusia. Nuraini dalam M.Ramli (2002) “menjelaskan
dari segi perkembangan kepribadian, masa usia dini adalah masa-masa penting
yang sangat menentukan perkembangan kepribadian manusia karena pada masa
tersebut telah terbentuk dasar-dasar struktur kepribadian anak”.

2.1.1 Definisi Anak

UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0


sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum
berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan
menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006: 19).

Maka, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak
pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial,
kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai
setelah seseorang melampaui usia 21 tahun.
5

Menurut Undang–undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,


hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan
dipenuhi oleh orangtua, masyarakat, pemerintah dan negara.

Undang Undang Tentang Kesejahteraan Anak

Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak,


disebutkan bahwa :

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan


berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,
untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa kandungan
maupun sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan
dengan wajar (Huraerah, 2006: 21)

2.1.2 Batasan Anak

Dalam psikologi memang sulit ditetapkan batas-batas usia yang tegas bagi
masing-masing masa pekembangan tersebut diatas. Seorang yang berusia 16tahun
misalnya bisa sudah menunjukkan perilaku dewasa (sudah menikah, mempunyai
anak, mempunyai pekerjaan tetap, dst), akan tetapi bisa juga orang yang berumur
16tahun itu masih menunjukkan tingkah laku anak-anak. Dalam psikologi,
perkembangan jiwa sangat bersifat perorangan. Akan tetapi dalam praktik,
seringkali diperlukan batasan-batasanyang tegas. Hukum, misalnya, memerlukan
batasan yang tegas, kapan seseorang itu disebut anak dan kapan ia disebut dewasa.
Karena itu hukum memberi batasannya sendiri, misalnyaUndang-undang
perkawinan menetapkan umur 16tahun (bagi wanita) dan 19tahun(bagi pria) untuk
6

batas usia minimal perkawinan. Undang-undang Kesejahteraan Anak dan Hukum


Pidana menetapkan 21 tahun sebagai batas anatara periode anak dan dewasa.

Demikian pula dalam ilmu kesehatan, program-program kesehatan


memerlukan batasan-batasan usia yang tegas antaraberbagaitahap perkembangan
jiwa manusia. Karena itu, World Health Organization(WHO), misalnya
menetapkan bahwa masa remaja adalah periode 11 sampai dengan 20 tahun

Mengingat itu semua, maka kiranya perlu dikemukakan batas-batas usia


perkembangan sebagaimana yang diajukan oleh seorang ahli psikologi
perkembangan. Sekali lagi, batas-batas usia ini tidak dapat dijadikan, ukuran
mutlak, akan tetapi kiranya dapat dijadikan ancer-ancer untuk memperkirakan
berbagai tahap perkembangan, terutama jika kondisi psiko-sosial orang yang
bersangkutan tidak terlalu jauh dari kondisi psiko-sosial orang-orang yang
diselidiki Hurlock, yaitu manusia-manusia di negara maju seperti Amerika
Serikat.

Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Hurlock selengkapnya adalah


sebagai berikut:

1. - :prenatal
2. 0-2 minggu : orok (infancy)
3. 2 minggu – 2 tahun : bayi (babyhood)
4. 2-6 tahun : anak-anak awal (early childhood)
5. 6-12 tahun : anak-anak akhir (late childhood)
6. 12-14 tahun : pubertas (puberty)
7. 14-17 tahun :remaja awal (early adolescene)
8. 17-21 tahun : remaja akhir (late adolescene)
9. 21-40 tahun : dewasa awal (early adulthood)
10. 40-60 tahun : setengah baya (middle age)
11. 60 tahun ke atas : tua (senescene)
7

2.1.3 Teori Perkembangan Anak

Suatu teori akan memperoleh arti yang penting bila ia lebih banyak dapat
melukiskan, menerangkan, dan meramalkan gejala yang ada. Menurut Buhler
(2000) mengatakan bahwa ada lima tingkat perkembangan psikis seseorang yaitu:
1. Permulaan
2. Penanjakan
3. Puncak masa hidup
4. Penurunan
5. Akhir kehidupan
Beberapa teori yang berhubungan dengan perkembangan adalah:
1. Teori yang berorientasi biologis (Nativisme)
Tokoh utamanya adalah Shopenhauer. Teori ini mengemukakan bahwa
anak lahir telah dilengkapi pembawaan bakat alami (kodrat). Dan pembawaan
inilah yang akan menentukan wujud kepribadian seorang anak. Pengaruh lain dari
luar tidak akan mampu mengubah pembawaan anak. Dengan demikan maka
pendidikan bagi anak akan sia-sia, dan tidak perlu lagi dihiraukan.
Aliran nativisme berasal dari kata natus (lahir) nativis (pembawaan) yang
ajarannya memandang manusia (anak manusia) sejak lahir telah membawa
sesuatu kekuatan yang disebut potensi (dasar). Aliran nativisme ini, bertolak
dari leibnitzian tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga
faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain bahwa aliran
nativisme berpandangan segala sesuatunya ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir, jadi perkembangan individu itu semata-mata dimungkinkan
dan ditentukan oleh dasar turunan, misalnya : kalau ayahnya pintar, maka
kemungkinan besar anaknya juga pintar.
Bagi nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan
tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut
pandangan ini menyatakan bahwa jika anak memiliki pembawaan jahat maka dia
akan menjadi jahat, sebaliknya apabila mempunyai pembawaan baik, maka dia
menjadi orang yang baik. Pembawaan buruk dan pembawaan baik ini tidak dapat
dirubah dari kekuatan luar.
8

Tokoh utama (pelopor) aliran nativisme adalah Arthur Schopenhaur.


Tokoh lain seperti J.J. Rousseau seorang ahli filsafat dan pendidikan dari
Perancis. Kedua tokoh ini berpendapat betapa pentingnya inti privasi atau jati diri
manusia. Meskipun dalam keadaan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip
orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada
orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah merupakan satu-satunya faktor
yang menentukan perkembangan. Masih banyak faktor yang dapat memengaruhi
pembentukan dan perkembangan anak dalam menuju kedewasaan.
Teori ini menitikberatkan pada apa yang disebut bakat, jadi factor
keturunan dan konstitusi yang dibawa sejak lahir. Perkembangan anak dilihat
sebagai pertumbuhan dan pemasakan organism. Perkembangan bersifat endogen,
artinya perkembangan tidak hanya berlangsung spontan saja melainkan juga harus
dimengerti sebagai pemekaran pre-disposisi yang telah ditentukan secara biologis
dan tidak dapat berubah lagi (genotype). Dalam hal ini maka perkembangan
merupakan suatu proses yang spontan, yang oleh Peaget (1999) disebut sebagai
kelanjutan genesa-embryo.
Kelemahan teori ini Nampak dalam penelitian anak-anak kembar. Anak
kembar yang identik (satu telur) yang dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda,
mengalami proses perkembangan yang berbeda pula. Perbedaan dalam
perkembangan dua anak tadi tidak dapat diterangkan sebagai reaksi mereka
terhadap banyak sedikitnya kehamgatan yang diterima, atau melulu karena banyak
sedikitnya pendidikan formal yang yang dialami. Anak bukan merupakna
makhluk reaktif belaka, melainkan ia juga secara aktif mencari dan menemukan
kesempatan sendiri untuk mengembangkan pribadinya.
Kelemahan teori yang berorientasi biologis itu juga kita jumpai pada
waktu anak dalam suatu kondisi tertentu mampu melaksanakan tingkah laku
operasi, yaitu melakukan tingkah laku intelektual pada waktu yang levih awal dari
pada stadium perkembangannya.

2.Teori lingkungan
Dalam kelompok teori lingkunagn termasuk teori belajar dan teori
sosialisasi yang bersifat sosiologis. Teori-teori belajar mempunyai sifat yang
9

berlainan. Persamaan yang ada diantara berbagai teori belajar itu ialah bahwa
mereka semua memandang belajar sebagai suatu bentuk perubahan dalam
disposisi seseorang yang bersifat relative tetap, sedangkan perubahan tersebut
tidak disebabkan oleh pertumbuhan.
Menurut teori ini maka perkembangan adalah bertambahnya potensi untuk
bertingkah laku. Berjalan harus dipelajari, bergaul dengan oranglain juga harus
dipelajari, begitu juga dengan berpikir logis. Ketiga hal ini membutuhkan cara
belajar yang berlain-lain. Belajar berjalan adalah cara belajar sensori-motorik,
belajar bergaul termasuk belajar sosial dan berpikir logis juga termasuk belajar
koqnitif.
Teori ini beranggapan bahwa sesudah tahun pertama, potensi untuk
melakukan tingkah laku nivo yang lebih tinggi tidak tergantung dari pada
perubahan spontan dari struktur organism, melainkan tergantung dari apa yang
kita pelajari dengan teknik-teknik yang tepat. Jadi bila nak hdup dalam suatu
lingkungan tertentu, maka anak tadi akan memperlihatkan pola tingkah laku yang
khas lingkungannya tadi. Telah banyak diketahui bahwa misalnya perkembangan
bahasa, begitu juga keberhasilan disekolah mempunyai sifat-sifat yang khas
lingkungan.
3. Teori psikodinamika/psikososial
Eric Erikson merupakan penganut teori psikodinamika atau psikosialis dari
Freud. Erikson menerima dasar-dasar orientasi umum dari Freud, namun
menambahkan dasar dasri orientasi teorinya mengenai tahapan perkembangan
psikososial. secara umum, Tahapan perkembangan psikosoial ini menekankan
perubahan perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Masing-masing
tahap terdiri dari tugas yang khas yang menghadapkan individu pada suatu
permasalahan atau krisis bilamana tidak dapat melampaui denagn baik. Semakin
individu tersebut mampu melampaui krisis, maka akan semakin sehat
perkembangannya.
Teori ini mempunyai kesamaan dengan teori belajar dalam hal pandangan
akan pentingnya pengaruh lingkungan, termasuk lingkunagn primer, terhadap
perkembangan. Perbedaanya ialah bahwa teori psikodinamika memandang
komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan
10

perkembangan seseorang. Menurut teori ini, maka komponen yang bersifat sosio-
afektif, yaitu ketegangan yang ada dalam diri sseorang sebagai penentu
dinamikanya.
Menurut salah satu teori psikodinamika terkenal, yaitu teori Freud, maka
sorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan biologis, yaitu libido dan
nafsu mati. Kekuatan atau energy ini “menguasai” semua orang atau semua benda
yang berarti bagi anak, melalui proses yang oleh Freud disebut kathexis. Kathexis
berarti konsentrasi energy psikis terhadap suatu objek atau suatu ide yang spesifik.
Teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika tidak lagi mengakui
pendapat yang dulu dianut secara umum, bahwa perkembangan fungsi seksual
baru dimulai bersamaan dengan pertumbuhan organ kelamin pada masa remaja.
Teori perkembangan yang berorientasi psikodinamika mempunyai kelemahan
yaitu tidak dapat diuji secara empiris. Teori tersebut menitikberatkan akan
perkembangan sosio-afektif. Bial dalam teori ini seksualitas menduduki tempat
yang utama, perlu diketahui juga bahwa libido dan agresi (sebagai pernyataan
nafsu mati) selalu berjalan bersama-sama. Jadi kalau misalnya seksualitas ditekan
karena norma pendidkan orang tua, maka agresi ikut ditekan juga. Hal ini
mempunyai pengaruh yang menentukan bagi perkembangan kepribadian anak.
4. Teori ilmu kerohanian
Tokoh yang paling utama dalam teori ini adalah Eduard Sparange. Titik
berat pandangannya adalah pada kekhususan psikis indvidu. Sesua dengan
pendapat Dilthey Sparange mengemukakan bahwa gejala psikis seseorang sulit
diterangkan dalam halnya menerangkan gejala fisik..
Gejala psikis hanya dapat kita “mengerti” yaitu ketika kita mengerti dari
arti yang ada dalam keseluruhannya. Apa yang diartikan “mengerti” disini bukan
merupakan proses rasional saja, melainkan suatu kemampuan untuk dapat
merasakan suatu situasi tertentu.
Gejala dimengerti dari keseluruhan strukturnya, begitu pula gejala
perkembangan dimengerti dengan cara seperti itu. Misalnya pemaksaan seksual
adala suatu gejala fisiologis, tetapi remaja memberikan arti dalam keseluuhan
struktur psikologisnya. Dalam hal itu sikap dapat merasakan dan simpati terhadap
person pasangannya memegang peranan yang penting.
11

Penundaan pemuasan seks hingga sesudah masa remaja, menurut


Sparanger, adalah suatu hal yang berarti, baru pada usia dewasa “sexus“ (nafsu
seks) dan” eros” (rasa kasih yang mempunyai hakikat etis) dapat bersatu.
Menurut Sparanger pengintegrasian Sexos dan Eros serta berbagai nilai hidup
dalam suatu system nilai pribadi bersamaan dengan penemuan diri dan
pembentukan suatu rencana hidup yang pribadi adalah inti perkembangan
seseorang.
5. Teori interaksionalisme
Menurut teori ini, perkembangan jiwa atau perilaku anak banyak
ditentukan oleh adanya dialektif dengan lingkungannya. Maksudnya,
perkembangan kognitif seorang anak bukan merupakan perkembangan yang wajar
melainkan ditentukan interaksi budaya.
Pengaruh yang datang dari pengalaman dalam berinteraksi budaya, serta
dari penanaman nilai-nilai lewat pendidikan (disebut transmisi sosial) itu
diharapkan mencapai suatu stadium yang disebut Ekuilibrasi yakni keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi pada diri anak.
Teoretikus terkenal dalam interaksionalisme adalah Piaget. Piaget hanya
mementingkan perkembangan intelektual dan perkembangan moral yang
berhubungan dengan itu. Disini moral dipandang sebagai berhubungan dengan
intelektual anak. Inti pengertian teori piaget adalah bahwa perkembangan harus
dpandang sebagai kelanjutan genesa-embrio. Perkembangan tersebut berjalan
melalui berbagai stadium dan membawa anak ke dalam berfungsi dan tingkatan
struktur yang lebih tinggi.
Terlaksananya perkembangan ini dipengaruhi oleh berbagai macam factor yaitu:
a) Factor pemasakan yang memungkinkan dilakukan aktivitas seseorang.
b) Pengaruh yang datang dari pengalaman dan transmisi sosial.
Isilah interaksionalisme menunjuk pada pengertian interaksi, yaitu pengaruh
timbal balik. Disini dimaksudkan tidak hanya mempengaruhi antara bakat
(pembawaan dan konstitusi) dan lingkungan, antar pemasakan dan belajar,
meladinkan juga interaksi antara pribadi dan dan dunia luar. Interaksi tadi
mengandung arti bahwa orang dengan mengadakan reaksi dan aksi ikut
memberikan petunjuk pada dunia luar.
12

6. Teori konvergensi
Teori ini penganjur utamanya adalah Williams Stern. ungkapkan bahwa
perkembangan jiwa anak libih banyak ditentukan oleh dua factor yang saling
menopang, yakni factor bakat dan factor pengaruh lingkungan, keduanya tidak
dapat dipisahkan seola-olah memadu, bertemu dalam satu titik. Munawar sholeh
(2005: 20-23).
7. Teori rekapitulasi
Rekapitulasi berarti ulangan, yang dimaksudkan disini d\adalah bahwa
perkembangan jiwa anak adalah merupakan hasil ulangan dari perkembangan
seluruh jenis manusia. Pernyataan terkenal dari teori ini adalah Anogenesa
Recapitulatie Philogenesa(perkembangan satu jenis makhluk adalah mengulangi
perkembangan seluruhnya).
8. Teori kemungkinan berkembang
Teori ini berlandaskan alas an-alasan:
a) Anak adalah makhluk manusia yang hidup.
b) Waktu dilahirkan anak dalam kondisi tidak berdaya, sehingga ia
membutuhkan perlindungan.
c) Dalam perkembangan anak melakukan kegiatan yang bersifat pasif dan
aktif.
Yang menyampaikan teori ini adalah Dr. M.J Langeveld salah seorang ilmuan
dari belanda.
9.Teori psikoanalisis
Teori Psikoanalitis dari Freud menekankan pentingnya pengalaman masa
kanak-kanak awal dan motivasi dibawah sadar dalam mempengaruhi perilaku.
Freud berpikir bahwa dorongan seks dan instink dan dorongan agresif adalah
penentu utama dari perilaku, atau bahwa orang bekerja menurut prinsip
kesenangan. Teorinya menyatakan bahwa kepribadian tersusun dari tiga
komponen, yaitu: id, ego dan superego.
Id, merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur-unsur
bilogis, termasuk di dalamnya dorongan-dorongan dan impuls-impuls instinktif
yang lebih dasar. Ego, merupakan aspek psikologis kepribadian karena timbul dari
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan
13

menjadi perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan


lingkungan. Superego adalah aspek sosiologis kepribadian karena merupakan
wakil nilai-niali tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan
orangtua kepada anak-anaknya melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian
utama superego adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga
ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh
masyarakat.
Sedangkan dalam perkembangan psikoseksual anak sendiri Freud
mengemukakan bahwasannya, perkembangan anak dibagi dalam beberapa tahap
atau fase, yaitu:
a) Fase oral (0-11 bulan)
Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral :
mengisap, mengigit, mengunyah, dan mengucap serta ketergantungan yang
sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa aman. Masalah
yang diperoleh pada tahap ini adalah menyapih dan makan.
b) Fase anal (1-3 tahun)
Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap dirinya
sendiri,sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada fase ini tugas
yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan. Anak senang menahan
feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan keinginanya. Untuk
itu toilet training adalah waktu yang tepat dilakukan dalam periode ini. Masalah
yang yang dapat diperoleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif (gangguan
pikiran) dan bersifat impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang
pengendalian diri.
c) Fase phalik/oedipal ( 3-6 tahun )
Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang sensitif. Anak
mulai suka pada lain jenis. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis
kelamin. Anak mulai memahami identitas gender ( anak sering meniru ibu atau
bapak dalam berpakaian).
d) Fase laten (6-12 tahun)
Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan menggunakan energi fisik dan
psikologis untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui
14

aktifitas fisik maupun sosialnya. Pada awal fase laten ,anak perempuan lebih
menyukai teman dengan jeni skelamin yang sama, demikian juga sebaliknya.
Pertanyaan anak semakin banyak, mengarah pada sistem reproduksi (Ortu harus
bijaksana dan merespon). Oleh karena itu apabila ada anak tidak pernah bertanya
tentang seks, sebaiknya ortu waspada ( Peran ibu dan bapak sangat penting dlm
melakukan pendekatan dengan anak).
e) Fase genital (12-18 tahun)
Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang
matang terhadap lawan jenis.

2.1.4 Karakteristik Anak

Menurut pandangan psikologis anak usia dini memiliki karakteristik yang


khas dan berbeda dengan anak lain yang berada di atas usia 8 tahun. Karakteristik
anak usia dini yang khas tersebut seperti yang dikemukakan oleh Richard D,
Kellough (2001) adalah

1. Anak itu bersifat egosentris

Pada umumnya anak masih bersifat egosentris. Ia cenderung melihat dan


memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Hal ini dapat
dilihat dari perilakunya seperti masih berebut alat-alat mainan, menangis bila
menghendaki sesuatu yang tidak dipenuhi oleh orang tuanya, atau memaksakan
sesuatu terhadap orang lain. Karakteristik seperti ini terkait dengan perkembangan
kognitifnya yang menurut Piaget disebutkan bahwa anak usia dini sedang berada
pada fase transisi dari fase praoperasional (2-7 tahun) ke fase operasional konkret
(7-11 tahun). Pada fase operasional pola berfikir anak bersifat egosentrik dan
simbolik sementara pada fase operasional konkret anak sudah mulai menerapkan
logika unutuk memahami persepsi-persepsi. Menurut Berg anak pada masa
transisi ini masih berfikir menurut kedua pola tersebut di atas secara bergantian
atau kadang-kadang secara simultan. Dalam memahami suatu fenomena, anak
sering memahami sesuatu dari sudut pandangnya sendiri sehingga seringkali ia
merasa asing dalam lingkungannya. Karena tugas guru adalah membantu anak
15

dalam memahami dan menyesuaikan diri dengan dunianya dengan cara positif.
Keterampilan yang sangat diperlukan dalam mengurangi egosentris di antaranya
adalah dengan mengajarkan anak untuk mendengarkan orang lain, serta dengan
cara memahami dan berempati pada anak.

2. Anak Memiliki Rasa Ingin Tahu Yang Besar

Menurut presepsi anak, dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang menarik dan
menakjubkan. Hal ini menimbulkan rasa keingintahuan anak yang tinggi. Rasa
keingintahuan sangatlah bervariasi, tergantung dengan apa yang menarik
perhatiannya. Sebagai contoh, anak lebih tertarik dengan benda yang
menimbulkan akibat daripada benda yang timbul dengan sendirinya. Dalam
Brooks and Brooks, dikemukakan bahwa keuntungan yang dapat diambil dari rasa
keingintahuannya adalah dengan menggunakan fenomena atau kejadian yang
tidak biasa. Kejadian yang tidak biasa tersebut dapat menimbulkan
ketidakcocokan kognitif, sehingga dapat memancing keinginan anak untuk tekun
memecahkan permasalahan atau ketidakcocokan tersebut. Meskipun terkadang
sulit dikenali hubungan di antara ketidaksesuaian tersebut, namun hal ini dapat
membantu mengembangkan motivasi anak untuk belajar sains. Untuk membantu
mengembangkan kemampuan anak dalam mengelompokan dan memahami
dunianya sendiri, guru perlu untuk membantu untuk menemukan masalahnya.

3. Anak adalah Makhluk Sosial

Anak senang diterima dan berada dengan teman sebayanya. Mereka senang
bekerja sama dalam membuat rencana dan menyalesaikan pekerjaanya. Mereka
secara bersama saling memberikan semangat dengan sesama temannya. Anak
membangun konsep diri melalui interaksi sosial disekolah. Ia akan membangun
kepuasan melalui penghargaan diri ketika diberiakn kesempatan untuk bekerja
sama dengan temannya. Untuk itu pembelajaran dilakukan untuk membantu anak
dalam perkembangan penghargaan diri. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara
menyatukan strategi pembelajaran sosial seperti bekerja sama, simulasi guru dari
teman sebaya, dan pembelajaran silang usia.
16

4. Anak Bersifat Unik

Anak merupakan individu yang unik di mana masing-masing memiliki


bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama
lain. Disamping memiliki kesamaan, menurut Bredekamp (2001) anak juga
memiliki keunikan tersendiri seperti dalam gaya belajar, minat, latar belakang
keluarga. Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan anak yang
da dan belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.

5. Anak Umumnya Kaya dengan Fantasi

Anak senang dengan hal-hal yang bersifat imajinatif, sehingga pada umumnya
ia kaya dengan fantasi. Anak dapat bercerita melebihi pengalama-pengalaman
aktualnya atau kadang bertanya tentang hal-hal gaib sekalipun. Hal ini disebabkan
imajinasi anak berkembang melebihi apa yang dilihatnya. Sebagai contoh, ketika
anak melihat gambar sebuah robot, maka imajinasinya berkembang bagaimana
robot itu berjalan dan bertempur dan seterusnya. Jika dibimbing dengan beberapa
pertanyaan, maka ia dapat menceritakan melebihi apa yang mereka dengar dan
lihat sesuai dengan imajinasi yang sedang berkembang pada pikirannya. Cerita
atau dongeng merupakan kegiatan yang banyak digemari oleh anak sekaligus
dapat melatih mengembangkan imajinasi dan kemampuan bahasa anak.

6. Anak Memiliki Daya Konsentrasi yang Pendek

Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi pada suatu kegiatan dlam
jangka waktu yang lama. Ia selalu cepat mengalihkan perhatian pada kegiatan
lain, kecuali memang kegiatan tersebut selain menyenangkan juga bervariasi dan
tidak membosankan. Menurut Berg disebutkan bahwa sepuluh menit adalah waktu
yang wajar bagi anak usia sekitar 5 tahun untuk dapat duduk dan memperhatikan
sesuatu secara nyaman. Daya perhatian yang pendek membuat ia masih sangat
sulit untuk duduk dan memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu yang lama,
kecuali terhadap hal-hal yang menyenangkan. Pembelajaran dapat dilakukan
17

dengan menggunakan pendekatan yang bervariasi dan menyenangkan, sehingga


tidak membuat anak terpaku di tempat dan menyimak dalam jangka waktu lama.

7. Anak merupakan masa belajar yang paling potensial

Masa anak usia dini disebut sebagai masa golden age atau magic years.
NAEYC mengemukakan bahwa masa-masa awal kehidupan tersebut sebagai
masa-masanya belajar dengan slogannya sebagai berikut: “early years are
Learning years”. Hal ini disebabkan bahwa selama rentang waktu usia dini, anak
mengalami berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan
berpusat pada berbagai aspek. Pada periode ini hampir seluruh potensi anak
mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat.
Oleh karena itu, pada masa ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan
rangsangan dari lingkungannya. Pembelajaran pada periode ini merupakan
wahana yang memfsilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak guna mencapai
tahapan sesuai dengan tugas perkembangannya.

Contoh Karakteristik dan Implikasi dalam Pelaksanaan PAUD

 Anak itu bersifat egosentris

Saat diajak ke pusat perbelanjaan, Bintang tiba-tiba berhenti di depan toko


mainan. Dia menarik tangan orang tuanya dan mengajak mereka masuk ke toko
tersebut. “Nanti ya…” Kata mamanya dengan penuh kelembutan. “Kita ke toko
obat dulu, untuk membeli obat untuk adik…” Kali ini Papanya yang merayunya.
Bintang bergeming, bahkan dia menjatuhkan tubuhnya di lantai sambil terus
merengek dan mengajak masuk ke dalam toko mainan tersebut. Dia tak peduli,
bahwa membeli obat jauh lebih penting daripada membeli mainan. Saat itu hal
yang diinginkan adalah masuk ke toko mainan dan membeli mainan.

Anak cenderung memandang dan memahami dunia sekitarnya berdasarkan


sudut pandang dan pemikirannya sendiri. Mereka tak peduli dengan pemikiran
orang lain. Misalnya saat mereka ingin suatu mainan, ia langsung saja merebut
18

dari temannya. Implikasinya, pendidik (orangtua dan guru) harus berusaha


memahami pikiran anak. Hal tersebut bukan berarti, Anda harus bersikap seperti
kanak-kanak. Memahami pikiran dan perasaan anak juga tidak berarti bahwa
Anda harus selalu menuruti segala sesuatu yang diinginkan atau membela
tindakan yang dilakukannya. Anda harus bisa menunjukkan dan membelajarkan
anak untuk memahami juga perasaan dan pikiran orang lain. Sekali waktu
mintalah anak untuk mengalah dan memberi pada orang lain. Ajaklah anak untuk
belajar bersimpati atau bahkan berempati pada orang lain. Misalnya saat dia
merebut mainan temannya sentuhlah perasaan anak, dengan mengatakan: “Wah…
kasihan yaa, Dian jadi tidak bisa main, karena mainannya kamu ambil. Lihat
deh… wajah Dian tampak sedih sekali”. Dengan cara demikian, anak akan belajar
untuk memahami perasaan orang lain.

 Anak Memiliki Rasa Ingin Tahu Yang Besar

“Ma, aku lahir darimana sih?”, “Ma, kenapa sih aku tidak sama dengan mama?”,
“Ma, Allah itu seperti apa sih?”, “Ma, untuk apa sih kita harus makan?” dan
banyak lagi pertanyaan yang disampaikan anak pada pendidik (orang tua dan
guru). Pertanyaan tersebut kadang membuat kita terjengah dan tidak bisa
menjawabnya. Kadang pertanyaa tersebut juga tampaknya sepele tapi kita tidak
bisa menjawabnya. Sebenarnya kita tahu jawabannya, namun seringkali kita tidak
tahu bagaimana cara menerangkannya pada anak kita yang masih berusia dini
(lahir – 8 tahun).

Ya…., anak-anak selalu ingin tahu dan mereka selalu antusias mengikuti berbagai
kegiatan. Sehingga seringsekali mereka memperhatikan, mempertanyakan dan
membicarakan sesuatu yang diminatinya secara terus menerus dan berulang-
ulang. Mereka akan terus bertanya jika jawaban yang diperolehnya belum
memuaskannya. Implikasinya adalah bahwa sebaiknya pendidik jangan pernah
bosan menjawab pertanyaan anak. Jawablah dengan jawaban yang logis dan
sesuai dengan kemampuan bahasanya. Berikan jawaban yang singkat, namun jelas
dan mudah dipahami. Jangan pernah memberikan jawaban yang tidak benar
karena informasi yang diterimanya akan bertahan cukup lama. Selain itu berikan
19

jawaban dengan segera, jangan sampai ia mencari tahu dari sumber yang tidak
benar. Jika memang Anda tidak tahu jawaban atas pertanyaannya, ajaklah anak
Anda untuk mencari jawabannya bersama. Misalnya dari buku, internet atau
sumber lainnya.

 Anak adalah Makhluk Sosial

anak-anak senang jika bermain bersama teman. walau terkadang terjadi


perkelahian atau pertengkaran, hal tersebut wajar. Karakteristik ini terlihat ketika
bermain. semakin usia anak bertambah, semakin cakap kemampuan bersosialisasi
anak. mulanya anak bermain bersama teman walau belum ada percakapan.
kemudian, anak-anak bermain bersama walau yang mereka mainkan berbeda.
Akhirnya anak-anak bisa bermain bersama dalam suatu permainan.

 Anak Bersifat Unik

Anak adalah individu yang sangat unik. Setiap anak berbeda dengan anak
lainnya. Tidak ada dua anak yang sama persis meskipun mereka kembar identik.
Oleh karenanya sebagai orang tua jangan pernah kita membandingkan anak-anak
kita antara satu dengan lainnya. “Membandingkan” sering sekali kita
melakukannya. Baik dengan sengaja maupun tanpa kita sengaja. Misalnya:
“Aduh… dede… kenapa sih kamu tidak seperti kaka? Kaka itu rajin dan
pandai…” atau “ Kamu malas banget sih… lihat tuh ….Si A anaknya Pak X…”.
Jangankan anak-anak, kita sendiri juga tidak suka jika dibandingkan dengan orang
lain. Apakah Anda suka jika suami/istri Anda mengatakan “ Hmmm… tetangga
sebelah rumah itu, pasangannya rajin banget yaa… kayaknya dia juga sayang tuh
sama pasangannya….” Pasti Anda juga tidak akan suka kan?
Nah! Anak-anak juga demikian. Ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi
dalam diri anak jika dia dibandingkan. Pertama, mungkin dia akan termotivasi
untuk menjadi lebih baik dari anak yang dibandingkan dengannya. Kedua,
mungkin dia justru akan merasa”kalah sebelum bertanding”. Dia akan merasa
bahwa dia memang tidak akan bisa sebaik anak tersebut. Ketiga, dia cuek saja dan
tidak peduli apapun yang Anda katakan, atau bahkan dia akan berkata “Akukan
20

bukan kakak!” atau “Angkat aja si A itu jadi anak Mama!”


Oleh karena itu, sebaiknya Anda tidak membandingkan anak Anda dengan anak
lainnya. Terimalah mereka apa adanya dan bantu mereka mengembangkan
kemampuan dan potensinya masing-masing seoptimal mungkin. Berikan stimulus
yang menantang dan membuat rasa ingin tahu anak semakin meningkat dari
waktu ke waktu sesuai dengan perkembangannya.

 Anak Umumnya Kaya dengan Fantasi

Bu Bisma kaget sekali, saat pulang kerja dia melihat rumahnya sangat
berantakan, seperti kapal pecah. Meja dan kursi sudah tak karuan letaknya. Kain
seprei terlihat membentang di salah satu sudut, dimana ujung-ujungnya diikatkan
pada teralis jendela. Alat-alat dapur tampak pula berserakan di sekitarnya. Selain
itu kursi makan tampak dalam posisi terbalik. “Wah… apa yang terjadi ?”
Pikirnya. Dia segera mencari pembantu dan dua anaknya yang masih berusia 5
dan 3 tahun. Di belakang rumah, dia melihat pembantunya dalam posisi
merangkak dan kedua anaknya duduk di atasnya. “Ayo… kuda… cepat dong
jalannya” Teriak si Sulung sambil sesekali mengibaskan handuk kecil yang
dipegangnya ke arah bokong sang pembantu. Bu Bisma akhirnya hanya geleng-
geleng kepala melihat kondisi tersebut.

Yaa, anak pada umumnya senang berfantasi. Mereka senang dengan hal-hal
yang bersifat imajinatif. Segala benda dianggapnya hidup dan dapat menjadi
apapun yang mereka inginkan. Dunia pikiran mereka tak terbatas. Pikiran mereka
dapat menjelajah area yang kadang tidak terbayangkan oleh orang dewasa.

Implikasi dari karakteristik anak ini adalah dengan memberikan kesempatan


pada anak yang seluas-luasnya untuk mengembangkan imajinasinya melalui
berbagai kegiatan. Diantaranya adalah melalui kegiatan bercerita, bermain peran
atau kegiatan lain yang berkaitan dengan seni dan kreativitas seperti menggambar,
melukis, membentuk, membuat lagu, atau membuat puisi.
21

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah, saat anak Anda menyampaikan atau
menceritakan fantasinya, janganlah Anda langsung memotongnya dengan
mengatakan bahwa apa yang mereka katakan atau pikirkan salah. Tetapi, Anda
dapat mengarahkan fantasinya agar semakin berkembang ke arah yang lebih
positif. Misalnya: Anak mengatakan bahwa dia melihat ada ular terbang. Maka,
Anda jangan mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada ular yang terbang. Tetapi
cobalah gali fantasi anak dengan pertanyaan yang membuatnya berpikir lebih
jauh. Seperti: “ Oh ya…, ularnya terbang kemana nak? Trus apa yang dia lakukan
di sana? Kira-kira apa yang dicarinya ya? Terbangnya pakai apa Nak?” Dan
sebagainya. Jika Anda langsung memotong dan menyalahkan apa yang dikatakan
anak, maka hal ini akan membuat kreativitas anak “mati” secara perlahan.

Seandainya, apa yang dikatakan anak memang benar-benar salah, Anda dapat
membimbing anak melakukan koreksi terhadap pemikiran mereka sendiri dengan
menyampaikan ilustrasi yang benar dan dengan bahasa yang dapat dipahami anak.
Misalnya: Ketika anak mengatakan: “ Ma, Allah itu kan ada banyak!” Anda
jangan mengatakan “Salah Nak… Allah itu hanya satu” tanpa memberikan
penjelasan apapun. Anda dapat meluruskan pemikiran anak dengan
menyampaikan cerita bahwa jika Allah ada banyak maka kemungkinan besar
dunia ini akan kacau balau, setiap Allah akan berebut untuk menjadi penguasa.
Tentu saja cerita ini disertai dengan ilustrasi yang konkret tentang alam semesta
ciptaan Allah dan dengan bahasa yang dipahami anak.

 Anak Memiliki Daya Konsentrasi yang Pendek

Dini yang berusia 4 tahun, sedang membaca (melihat-lihat) isi buku. Dia
tampak asyik sekali. Namun beberapa saat kemudian, dia tampak sudah berlari-
lari sambil tertawa kegirangan. Tak berapa lama kemudian, Dini sudah asyik
dengan bonekanya. Yaaa…tampaknya Dini termasuk anak yang mudah bosan
dengan suatu kegiatan. Sebenarnya hal ini adalah suatu yang wajar terjadi pada
anak usia dini. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa anak cenderung tidak
bisa bertahan lama untuk suatu kegiatan atau dengan kata lain, daya
konsentrasinya cenderung pendek dan bukan karena anak itu mudah bosan.
22

Menurut Berg (1988), rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk duduk tenang
memperhatikan sesuatu adalah sekitar 10 menit, kecuali untuk melakukan hal-hal
yang bisa membuatnya senang.

Implikasi dari karakteristik anak yang seperti ini, adalah apabila hendak
memberikan suatu kegiatan pada anak, maka kegiatan tersebut janganlah terlalu
lama. Anda dapat mengajak anak melakukannya berkali-kali namun dengan
diberikan jeda atau pause sejenak. Apabila kita meminta anak melakukan suatu
kegiatan dilakukan secara terus menerus (marathon?), maka kemungkinan besar
tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal dari anak tersebut. Selain itu juga,
pendidik harus selalu menciptakan suasana yang menyenangkan dalam mendidik
mereka. Misalnya, untuk membiasakan anak makan sayuran, pendidik dapat
melakukannya melalui nyanyian, permainan ataupun cerita (yang tidak terlalu
penjang dan bertele-tele). Jika Anda “harus” menyampaiakan suatau pengarahan
atau nasehat, usahakan tidak lebih dari 10 menit, karena jika lebih dari waktu
tersebut kemungkinan besar materi yang Anda samapaikan akan percuma dan
konsentrasi anak sudah beralih pada hal lainnya.

 Anak merupakan masa belajar yang paling potensial

Anak usia dini merupakan kelompok usia yang berada dalam proses
perkembangan yang unik, karena proses perkembangannya (tumbuh dan
kembang) terjadi bersamaan dengan golden age (masa emas/peka). Golden age
merupakan masa yang paling tepat untuk memberikan bekal yang kuat
(intervensi) kepada anak. Pada masa peka ini, kecepatan tumbuh otak anak sangat
tinggi hingga mencapai 50 % dari keseluruhan perkembangan otaknya selama
hidupnya. Artinya golden age merupakan saat/masa yang paling tepat untuk
menggali segala potensi kecerdasan anak seluas-luasnya. Pada masa ini juga
seorang anak memiliki potensi yang sangat besar untuk dapat mengoptimalkan
seluruh aspek perkembangan yang ada pada dirinya dan pendidik dapat
memberikan bantuan dengan cara memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
perkembangan anak dan memfasilitasinya dengan menyediakan sumber belajar
yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak.
23

2.1.5 Perubahan Yang Terjadi Pada Anak

rata-rata anak memperoleh pertambahan tinggi badan sebesar 2,5-3 inci (6-
7,2 cm) dan berat badan 3-5 pound (1,2-2,2 kilogram) setiap tahunnya. Pada anak
usia 2 tahun cenderung mengalami pertumbuhan lebih banyak yaitu rata-rata
sekitar 4-6 pound (1,8-2,7 kilogram) hingga anak berusia 2,5 tahun. Pada masa
anak-anak seorang anak diperkirakan mencapai sekitar 50 persen dari tinggi badan
dewasanya.Selain itu faktor genetika dan gaya hidup sangat memainkan peranan
besar. Hal inilah yang membuat seorang anak kadang lebih tinggi atau lebih
pendek, serta lebih berat atau lebih kurus dibandingkan dengan anak lain yang
seusianya.Hingga anak berusia 3 tahun, pada umumnya balita memiliki perut yang
menonjol serta lengan dan kaki yang relatif pendek. Namun saat mencapai usia 3-
4 tahun, tubuh secara bertahap mulai memanjang. Perut akan menjadi rata sebagai
bentuk dari perkembangan otot perut dan anggota badan atau tungkai mulai
memanjang. Anak laki-laki cenderung memiliki massa otot yang lebih banyak
dibandingkan anak perempuan, meskipun usianya sama. Dan pada usia 4 tahun
kecenderungan penggunaan tangan kiri atau kanan cukup konsisten. Sedangkan
untuk ukuran kepala cenderung sudah lebih besar. Namun tidak hanya anggota
tubuh di luar saja yang mengalami perkembangan, karena organ tubuh bagian
dalam pun turut berkembang. Salah satu perubahan internal yang terjadi adalah
kandung kemih yang semakin besar. Hal ini membuat anak-anak prasekolah tidak
lagi menggunakan toilet sesering saat masih batita. Rata-rata anak berusia 2 tahun
buang air kecil sebanyak 12 kali dalam satu hari, sementara itu anak berusia 3-6
tahun cenderung buang air kecil lebih sedikit yaitu sebanyak 8-9 kali dalam satu
hari. Namun sekitar 15-20 persen anak laki-laki masih ada yang mengompol saat
berusia 5 tahun, hingga kini belum diketahui penyebabnya. Jadi tidak hanya anak
remaja atau orang dewasa saja yang mengalami perubahan bentuk tubuhnya,
karena anak-anak prasekolah pun juga mengalami perubahan tersebut meskipun
tidak terlalu signifikan.
24

2.2 Sanitasi

2.2.1 Pengertian Sanitasi

Pengertian sanitasi ada beberapa yaitu:

1. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan


kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
2. Upaya menjaga pemeliharaan agar seseorang, makanan, tempat kerja atau
peralatan agar hygienis (sehat) dan bebas pencemaran yang diakibatkan
oleh bakteri, serangga, atau binatang lainnya.
3. Menurut Dr.Azrul Azwar, MPH, sanitasi adalah cara pengawasan
masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai
faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.
4. Menurut Ehler & Steel, sanitation is the prevention od diseases by
eliminating or controlling the environmental factor which from links in the
chain of tansmission.
5. Menurut Hopkins, sanitasi adalah cara pengawasan terhadap factor-faktor
lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungan.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang


dimaksud dengan sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup
manusia. Sedangkan hygiene adalah bagaimana cara orang memelihara dan juga
melindungi diri agar tetap sehat.

2.2.2 Ruang Lingkup Sanitasi

Ruang lingkup sanitasi lingkungan terdiri dari beberapa cakupan.


Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan masyarakat yang menitik
beratkan usaha preventif dengan usaha perbaikan semua faktor lingkungan agar
manusia terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan.
25

Kesehatan lingkungan adalah karakteristik dari kondisi lingkungan yang


mempengaruhi derajat kesehatan. Untuk itu kesehatan lingkungan merupakan
salah satu dari enam usaha dasar kesehatan masyarakat.

Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan dengan istilah


sanitasi/sanitasi lingkungan yang oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO),
menyebutkan pengertian sanitasi lingkungan/kesehatan lingkungan adalah suatu
usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh
kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak
perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Kusnoputranto,
2000).

Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara


kesehatan. Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor
lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan
hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan
hidup manusia.

Sedangkan menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari ilmu


kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat
untuk mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya
bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.

Menurut Kusnoputranto (1986) ruang lingkup dari kesehatan lingkungan meliputi:

1. Penyediaan air minum.


2. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air.
3. Pengelolaan sampah padat.
4. Pengendalian vektor penyakit.
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah.
6. Hygiene makanan.
7. Pengendalian pencemaran udara.
8. Pengendalian radiasi.
9. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik, kimia
dan biologis.
26

10. Pengendalian kebisingan.


11. Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan masyarakat dari
perumahan penduduk, bangunan-bangunan umum dan institusi.
12. Perencanaan daerah dan perkotaan.
13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat.
14. Pencegahan kecelakaan.
15. Rekreasi umum dan pariwisata.
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi,
bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan darurat.
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar lingkungan
pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan.

Dari ruang lingkup sanitasi lingkungan di atas tempat-tempat umum


merupakan bagian dari sanitasi yang perlu mendapat perhatian dalam
pengawasannya (Kusnoputranto, 2000).

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Sanitasi

Pentingnya lingkungan yang sehat ini telah dibuktikan oleh WHO dengan
penyelidikan diseluruh dunia didapatkan hasil bahwa angka kematian (
Mortalitas) ,angka kematian orang sakit ( Morbiditas ) yang tinggi serta seringnya
terjadi epidemi, terdapat ditempat – tempat hygenis dan sanitasi lingkungan yang
buruk, yaitu ditempat – tempat banyak terdapat lalat, nyamuk, pembuangan
kotoran, air rumah tangga yang buruk dan perumahan yang terlalu sesak dan
keadaan sosial ekonomi yang jelek. Ternyata pula bahwa bahwa di tempat –
tempat yang hygenis dan sanitasi lingkungan diperbaiki, mortalitas, morbiditas
menurun dan wabah berkurang dengan sendirinya.

Jika diteliti pengaruh lingkungan terhadap kesehatan manusia, maka akibat


yang dimunculkan secara umum dapat dibedakan atas dua masalah, Asrul Aswar,
1995 dalam Mulyaddi, 2005 ) yaitu:

1. Akibat atau masalah yang ditimbulkan segera terjadi, artinya begitu foktor
lingkungan yang tidak menguntungkan tersebut hadir atau tidak dalam kehidupan
maka akan timbullah penyakit.
27

2. Akibat atau masalah yang ditimbulkan secara lambat laun, artinya terdapat
tenggang waktu antara hadir atau tidak hadirnya fakto lingkungan yang tidak
menguntungkan dengan munculnya penyakit.
Sedangkan peranan faktor lingkungan dalam menimbulkan penyakit dapat
dibedakan atas empat macam:

1. Sebagai predisprosing artinya berperan berperan dalam menunjang terjangkitnya


suatu penyakit.
2. Sebagai penyebab penyakit secara langsung, misalnya seorang yang bekerja pada
pabrik yang bising mudah menyebabkan penyakit pada pendengaran.
3. Sebagai medium transmisi penyakit, misalnya air yang merupakan medium
transmisi penyakit diare.
4. Sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu penyakit, misalnya kondisi
rumah / ruang yang sempit memudahkan penularan penyakit.
Untuk mengenai masalah – masalah sanitasi lingkungan mencapai tujuan, WHO
merumuskan ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai Berikut :

1. Penyedian air bersih yang cukup kuantitas maupun kualitasnya


2. Pengelolahan air limbah dan sampah
3. Pengelolahan sanitasi makanan dan minuman
4. Pencemaran terhadap udara, tanah dan air
5. Perumahan dan lingkungan sekitar
6. Kontrol vektor dan kemungkinan tempat penjamu penyakit
7. Masalah kesehatan kerja.

2.3 Diare

2.3.1 Pengertian Diare

Diere adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga
didefenisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair
dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Balita dikatakan diare bila sudah
lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah
lebih dari 4 kali bang air besar (Dewi, 2011).
28

2.3.2 Etiologi

Diare dapat disebabkan karena beberapa faktor, seperti infeksi,


malabsorbsi, makanan, dan psikologi.
1) Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk
kedalam saliran percernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan sel
mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga
terjadi perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan
fungsi intestina dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga
akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus, sehinggga sel
mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan
meningkat.
2) Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan
osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga
usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare.
3) Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan dapat
terjadi peningkatan pristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan
kesempatan untuk menyerap makanan.
4) Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya pristaltik usus yang dapat mempengaruhi proses
penyerapan makanan (Hidayat, 2008).

2.3.3 Patogenis

Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan terjadinya diare adalah sebagai


berikut:
1) Gangguan osmotik.
Akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh tubuh akan
menyebabkan tekanan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
29

berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan isinya sehingga timbul


diare.
2) Gangguan sekresi.
Akibat rangsangan tertentu, misalnya toksin pada dinding usus yang akan
menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit yag berlebihan kedalam
rongga usus, sehigga akan terjadi peningkatan isi rongga usus yang akan
merangsang pengeluaran isi dari rongga usus dan akhirnya timbul diare.
3) Gangguan motilitas usus.
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan bagi usus untuk
menyerap makanan yang masuk, sehingga akan timbul diare. Akan tetapi, apabila
terjadi kedaan sebaliknya yaitu penurunan dari peristaltik usus maka akan dapat
menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam rongga usus
sehingga akan menyebabkan diare juga.

2.3.4 Tanda-tanda dan Gejala

Berikut adalah tanda dan gejala pada balita yang mengalami diare :
1. Cengeng, rewel.
2. Gelisah.
3. Suhu meningkat.
4. Nafsu makan menurun.
5. Feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan adanya darah, kelemahan,
feses ini akan berwarna hijau dan asam.
6. Anus lecet.
7. Dehidrasi, bila mejadi dahidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan tekanan
darah, nadi capat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran,
dan diakhiri dengan syok.
8. Berat badan menurun.
9. Turgor kulit menurun.
10. Mata dan ubun – ubun cekung.
11. Selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.
30

2.3.5 Penatalaksanaan

Perinsip perawatan diare adalah sebagai berikut.


1) Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).
2) Diatetik (pemberian makanan).
3) Obat – obatan :
a. Jumlah cairan yang diberikan adalah 100 ml/kg BB/ hari sebanyak 1 kali setiap 2
jam, jika diare tanpa dehidrasi, sebanyak 50% cairan ini diberikan dalam 4 jam
pertama dan sisanya adlibitum.
b. Sesuaikan dengan umur anak.
c. Apabila dehidrasi ringan dan diarenya 4 kali sehari, maka diberikan cairan 25 –
100 ml/kg/BB dalam sehari atau setiap 2 jam sekali.
d. Oralit diberikan sebanyak ±100 ml/kgBB setiap 4 – 6 jam pada kasus dehidrasi
ringan sampai berat.
4) Teruskan pemberian ASI karena bisa membantu meningkatkan daya tahan tubuh
anak
31

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Teori

Penyebab penyakit

Kuman

Makanan

Sumber air
minum

kualitas fisik Air


Sanitasi
bersih
lingkungan

Kepemilikan
Orang sehat Kejadian
jamban diare pada
anak

Jenis lantai
rumah

Perilaku
32

3.2 Kerangka Konsep

Variabel bebas

Sumber air minum


Variabel terikat

Kualitas fisik air


bersih
Kejadian diare
pada anak

Kepemilikan jamban

Jenis lantai rumah

3.3 Hipotesis
Angka kejadian diare berulang pada anak berumur 6-24 bulan yang
mendapat suplementasi seng dan probiotik secara sendiri sendiri maupun secara
bersamaan lebih sedikit dibanding yang mendapat terapi baku.
33

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan yaitu deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian
yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada
masalah-masalah actual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung.
Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan
kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus
terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal (satu variabel) bisa
juga lebih dan satu variabel.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan mei sampai bulan juni di Puskesmas
Lubuk Buaya.

4.3 Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti
(Notoatmojo, 2012). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah
semua anak berumur 6 bulan sampai 3 tahun yang berobat ke Puskesmas
Lubuk Buaya Padang.
2. Sampel
Sebagian adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Saryono, 2013). Pada penelitian ini sampel adalah anak
anak yang berobat pada Puskesmas Lubuk Buaya Pada pada bulan Januari
sampai dengan Februari.
34

4.4 Defenisi Operasional


N Variabel Keterangan Kategori Skala Cara pengukuran
o pengukuran
1 Variabel Merupakan 1. Ordinal  Mengukur
bebas : kemampuan pengetahua tingkat
Pengetahuan ibu untuk n rendah, pengetahu
ibu memahami jika <60% an
segala jawaban responden
tentang benar dengan
diare 2. mengguna
pengetahua kan
n sedang, kuisoner
jika 60-80%
jawaban
benar
3.
pengetahua
n tinggi ,
jika >80%
jawaban
benar.
2 Variabel Perubahan 1. diare Nominal Mengukur tingkat
terikat : frekuensi 2. tidak kejadian diare
Kejadian BAB dan diare pada anak dengan
diare pada konsitensi menggunakan
anak tinja pada kuisioner
anak dalam
1 minggu
terakhir
35

4.5 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Kuesioner
b. Checklist
c. Alat tulis
d. Kamera digital
Kuesioner diuji dengan uji validitas dan reliabilitas. Sifat valid memberikan
pengertian bahwa alat ukur yang digunakan mampu memberikan nilai yang
sesungguhnya dari nilai yang diinginkan. Uji validitas instrumen menggunakan uji
korelasi product moment person.

4.6 Pengumpulan Data


1. Jenis data
Jenis data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif, yang diperoleh dari
wawancara menggunakan kuesioner dan observasi secara langsung mengenai
sumber air minum, kualitas fisik air bersih, kepemilikkan jamban dan jenis lantai
rumah.
2. Sumber data
a. Data primer
Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara menggunakan
kuesioner dan observasi oleh peneliti secara langsung kepada responden mengenai
sumber air minum, kualitas fisik air bersih, kepemilikkan jamban dan jenis lantai
rumah.
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari puskesmas lubuk buaya
3. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner
dan observasi oleh peneliti secara langsung kepada responden pada sumber air
minum, kualitas fisik air bersih, kepemilikan jamban dan jenis lantai rumah.

4.7 Pengolahan data


Data yang telah terkumpul kemudian akan diolah (editing, coding, entry,
dan tabulatingdata).
36

1.Editing, yaitu memeriksa kelengkapan,kejelasan makna jawaban, konsistensi


maupun kesalahan antar jawaban pada kuesioner.
2.Coding, yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses pengolahan
data dengan memberikan angka nol atau satu.
3.Entry, yaitu memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.
4.Tabulating, yaitu mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti guna
memudahkan analisis data.

4.8 Analisis Data


Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.Analisis univariat
Analisis univariat yaitu analisis yang digunakan untuk menggambarkan atau
mendiskripsikan dari masing-masing variabel, baik variabel bebas dan variabel
terikat dan karakteristik responden.
2.Analisis bivariat
Dilakukan untuk menguji hubungan variabel bebas dan variabel terikat dengan uji
statistik chi square (χ2) untuk mengetahi hubungan yang signifikan antara masing-
masing variabel bebas dengan variabel terikat.
Uji chi square dilakukan dengan mengunakan bantuan perangkat lunak berbentuk
komputer dengan tingkat signifikan p>0,05 (taraf kepercayaan 95%). Dasar
pengambilan keputusan dengan tingkat kepercayaan 95% :
a.Jika nilai sig p>0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.
b.Jika nilai sig p ≤0,05 maka hipotesis penelitian diterima (Budiarto, 2001).
37

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, R. I. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen Ppm Dan


Pl; 2005

Slepin .2006. Perawat dalam Pencegahan Dampak Hospitalisasi pada Anak.


Jakarta: Salemba Medika

Sholeh, Munawar. (2005). Psikologi Perkembangan, Jakarta : Rineka Cipta

Saryono. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam Bidang


Kesehatan. Nuha Medika, Yogyakarta

Kusnoputranto, Haryoto, 2000. Kesehatan Lingkungan. Fakultas Kesehatan


Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran. Hal. 124, dan 144-147.

Aziz, A Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Penerbit


Salemba Medika. Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta


: Rineka cipta 0020

Anda mungkin juga menyukai