Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Apoteker


Program Pendidikan Profesi Apoteker
Sekolah Tinggi Farmasi Bandung

PUPUN SAEPULOH, S.Farm


21142077

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG
BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan segala hidayah, taufik dan nikmat-Nya, sehingga penulisan dapat
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Al-Islam
Bandung ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurah pada baginda Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabat, dan sampai
kepada umatnya hingga akhir zaman.
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
mengikuti ujian profesi apoteker di Sekolah Tinggi Farmasi Bandung.
Dalam penyusunan laporan ini banyak memperoleh dorongan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, terima kasih dan penghargaan disampaikan
kepada yang terhormat :
1. Entris Sutrisno, MH.Kes., Apt. selaku Ketua Sekolah Tinggi Farmasi
Bandung.
2. Drs. Rahmat Santoso, M.Si., MH.Kes., Apt. selaku Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Bandung.
3. Dr. As’ari Nawawi., M.Si., Apt selaku pembimbing dari Program Studi
Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Bandung yang telah
meluangkan, pikiran dan perhatiannya untuk memberikan masukan dan
bimbingan pengarahan dengan tulus kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA).
4. Eni Syofiah, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing di Rumah Sakit Al-
Islam Bandung.
5. Seluruh staf Karyawan Rumah Sakit Al-Islam Bandung.
6. Kedua orang tua tercinta serta keluarga besar yang senantiasa memberikan
do’a, kasih sayang dan dukungan baik moril maupun materil.
7. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan selama ini.
8. Serta semua pihak yang telah membantu sehingga terselesaikannya
penulisan laporan ini.
Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan
pahala yang terbaik dari sisi Allah SWT. Amin.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang
bersifat evaluatif untuk kemajuan dimasa yang akan datang. Akhir kata, semoga
penyusunan laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.

Bandung, Juli 2015

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1


1.2 Tujuan ........................................................................................... 2

1.3 Waktu dan Pelaksanaan...................................................................... 3

BAB II TINJAUAN UMUM .............................................................................. 4

2.1 Rumah Sakit ..................................................................................... 4

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ......................................................... 10

2.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan

Bahan Medis Habis Pakai.................................. ................................ 16

2.4 Tim Farmasi dan Terapi .......................................…………………. 28

BAB III TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT ............................................... 30

3.1 Profil Rumah Sakit Al-Islam Bandung .......................................... 31

3.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam Bandung ........................ 32

3.3 Pelayanan Farmasi Rawat Jalan di RSAI ....................................... 38

3.4 Pelayanan Farmasi Rawat Inap di RSAI ........................................ 40

3.5 Pelayanan Informasi Obat dan Konseling ...................................... 41

BAB IV TUGAS KHUSUS .................................................................................. 43


4.1 Pengelolaan Arsip Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Al-Islam ........................................................................................ 43

BAB V PEMBAHASAN .................................................................................... 57

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 62

6.1 Simpulan ........................................................................................ 62

6.2 Saran ........................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 63

LAMPIRAN ........................................................................................................ 64
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT AL ISLAM .............. 64

2. PROSEDUR DISTRIBUSI PERBEKALAN FARMASI ................... 65

3. ALUR PELAYANAN RESEP UNTUK PASIEN


RAWAT JALAN ............................................................................... 66

4. ETIKET OBAT ................................................................................. 67

5. SALINAN RESEP ............................................................................... 68


6. CONTOH LABEL NOMOR ARSIP BOX ......................................... 69
7. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENGELOLAAN
RESEP DAN FAKTUR RESEP. ......................................................... 70

8. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMUSNAHAN


RESEP ……………………………………………………….. 72

9. STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI FARMASI RUMAH

SAKIT AL ISLAM…………………………………………….. 73
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang sangat


vital bagi manusia. Dengan kesehatan, usaha untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat dan bangsa akan dapat tercapai, karena hal tersebut merupakan salah
satu modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, parsitipatif, dan berkelanjutan
dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan
ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional, sehingga kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan
pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan, baik fisik, mental maupun
sosial ekonomi. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. (Depkes RI, 2009)
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, maka
perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya
kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di
Indonesia termasuk rumah sakit.
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan rawat gawat darurat. Rumah sakit mempunyai tugas
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan
kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,
prepentif, kuratif, dan rehabilitatif .
Berbagai pelayanan diberikan oleh rumah sakit guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan salah satunya adalah pelayanan kefarmasian. Pelayanan
kefarmasian di rumah sakit dilaksanakan melalui suatu bagian atau unit yang
disebut dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).
Pada awalnya, pelayanan kefarmasian berorientasi pada produk (Product
oriented), kemudian berkembang menjadi pelayanan farmasi klinik yang
berorientasi pada pasien (Patient oriented), pelayanan pendidikan, pelayanan
penelitian, dan pelayanan penunjang lainnya. Perkembangan ini disertai dengan
harapan dan tuntutan konsumen pengguna jasa kesehatan akan pelayanan yang
bermutu, sehingga mengharuskan para pengelola IFRS untuk senantiasa
meningkatkan profesionalisme, kemampuan manajerial, dan kreativitasnya dalam
mengatasi berbagai kendala dan keterbatasan yang ditemui dilapangan agar
pelayanan kefarmasian di rumah sakit dapat berjalan dengan optimal.
Untuk menghasilkan apoteker yang profesional yang mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang baik, maka Program Studi Profesi
Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Bandung bekerja sama dengan Rumah Sakit Al
Islam Bandung menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
bertempat di Rumah Sakit Al Islam Bandung, Jl. Soekarno Hatta No. 644
Bandung yang dilaksanakan pada tanggal 1 Juni 2015 sampai tanggal 30 Juni
2015. Dengan Praktek Kerja Profesi Apoteker, seorang calon apoteker diharapkan
dapat mengerti dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di rumah sakit
serta mengetahui semua aspek kegiatan kefarmasian yang berlangsung di rumah
sakit.

1.2 Tujuan
Tujuan diadakannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah
Sakit ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi
dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
2. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di rumah sakit.
3. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan
mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam
rangka pengembangan praktek farmasi komunitas di rumah sakit.
4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai
tenaga farmasi yang profesional.
5. Memberikan gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian
di rumah sakit.

1.3 Waktu dan Pelaksanaan


Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Al Islam Bandung yang
terletak di jalan Soekarno Hatta No. 644 Bandung dilaksanakan pada tanggal 1
sampai 30 Juni 2015.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Rumah Sakit

2.1.1 Definisi Rumah Sakit

Berbagai definisi rumah sakit terdapat dalam beberapa pustaka. Ada yang
memberi definisi berdasarkan bentuk fisik, ada yang berdasarkan sifat kuantitatif
dari pelayanannya, dan adapula yang berdasarkan maksud dan misinya. Definisi
yang umum sebagai berikut :

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan


gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan
personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik,
yang semuanya terkait bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan
dan pemeliharaan kesehatan yang baik.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit, yaitu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit


Rumah sakit mempunyai tugas dalam memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna.
Untuk menjalankan tugas dalam memberikan pelayanan kesehatan
perorangan, Rumah Sakit mempunyai fungsi :
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
1. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit dikategorikan
dalam:
a. Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit Umum memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit.
b. Rumah Sakit Khusus.
Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan utama pada satu bidang
atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
2. Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat di kategorikan menjadi
dua, yaitu:
a. Rumah Sakit Publik
Dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum
yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola Pemerintah dan
Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan
Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang
dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan
menjadi Rumah Sakit privat.
b. Rumah Sakit Privat
Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk
Perseroan Terbatas atau Persero.

3. Rumah Sakit Pendidikan

Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah


memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan. Rumah Sakit
pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri
yang membidangi urusan pendidikan. Rumah Sakit pendidikan merupakan
Rumah Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara
terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan
kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya. Dalam
penyelenggaraan Rumah Sakit Pendidikan dapat dibentuk Jejaring Rumah
Sakit Pendidikan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Pengelompokan
kelas Rumah Sakit adalah berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan (4).
Klasifikasi Rumah Sakit Umum dan Khusus ditetapkan berdasarkan kriteria
berikut:
1. Pelayanan
2. Sumber Daya Manusia
3. Peralatan
4. Sarana dan Prasarana
5. Administrasi dan Manajemen.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum
diklasifikasikan menjadi :
1. Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar,
5 (lima) pelayanan spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan
medik spesialis lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik sub spesialis.
a. Kriteria fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A meliputi
Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan
Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut,
Pelayanan Medik Sub spesialis, Pelayanan Keperawatan dan
Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan Penunjang
Non Klinik.
b. Kriteria berdasarkan pelayanannya terdiri dari:
1) Pelayanan medik dasar minimal harus ada 18 (delapan belas) orang
dokter umum dan 4 (empat) dokter gigi sebagai tenaga tetap.
2) Pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing 6 (enam)
orang dokter spesialis dengan masing-masing 2 (dua) orang dokter
spesialis sebagai tenaga tetap.
3) Pelayanan spesialis penunjang medik harus ada masing-masing
minimal 3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1
(satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
4) Pelayanan medik spesialis lain harus ada masing-masing minimal 3
(tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang
dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
5) Pelayanan medik spesialis gigi mulut harus ada masing-masing
minimal 1 (satu) orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap.
6) Pelayanan medik sub spesialis harus ada masing-masing minimal 2
(dua) orang dokter sub spesialis dengan masing-masing 1 (satu)
orang dokter subspesialis sebagai tenaga tetap.
c. Jumlah tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah.
2. Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik
spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik, 8 (delapan)
pelayanan medik spesialis lain dan 2 (dua) pelayanan medik sub spesialis
dasar.
a. Kriteria fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas B meliputi
Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan
Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut,
Pelayanan Medik Sub spesialis, Pelayanan Keperawatan dan
Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan Penunjang
Non Klinik.
b. Kriteria berdasarkan pelayanannya terdiri dari:
1) Pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat, pelayanan
medik dasar minimal harus ada 12 (dua belas) orang dokter umum
dan 3 (tiga) dokter gigi sebagai tenaga tetap.
2) Pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing 3 (tiga)
orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter
spesialis sebagai tenaga tetap.
3) Pelayanan spesialis penunjang medik harus ada masing-masing
minimal 2 (dua) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1
(satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
4) Pelayanan medik spesialis lain harus ada masing-masing minimal 1
(satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 4 (empat)
orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang
berbeda.
5) Pelayanan medik spesialis gigi mulut harus ada masing-masing
minimal 1 (satu) orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap.
6) Pelayanan medik sub spesialis harus ada masing-masing minimal 1
(satu) orang dokter sub spesialis dengan 1 (satu) orang dokter
subspesialis sebagai tenaga tetap.
c. Jumlah tempat tidur minimal 200 (dua ratus) buah.
3. Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik
spesialis dasar, dan 4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik.
a. Kriteria fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C meliputi
Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, Pelayanan
Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan,
Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
b. Kriteria berdasarkan pelayanannya terdiri dari:
1) Pelayanan medik dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang
dokter umum dan 2 (dua) dokter gigi sebagai tenaga tetap.
2) Pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing 2 (dua)
orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang
dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.
3) Pelayanan spesialis penunjang medik harus ada masing-masing
minimal 1 (satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2
(dua) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan
yang berbeda.
c. Jumlah tempat tidur minimal 100 (seratus) buah.
4. Rumah Sakit Umum Kelas D.
Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik
spesialis dasar.
a. Kriteria fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas D meliputi
Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik
Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan
Penunjang Klinik, dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
b. Kriteria berdasarkan pelayanannya terdiri dari:
1) Pelayanan medik dasar minimal harus ada 4 (empat) orang dokter
umum dan 1 (satu) dokter gigi sebagai tenaga tetap.
2) Pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing 1 (satu)
orang dokter spesialis dari 2 (dua) jenis pelayanan spesialis dasar
dengan 1 (satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.
c. Jumlah tempat tidur minimal 50 (lima puluh) buah.
Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit khusus ibu dan anak,
jantung, kanker, orthopedi, paru, jiwa, kusta, mata, ketergantungan obat, stroke,
penyakit infeksi, bersalin, gigi dan mulut, rehabilitasi medik, telinga hidung
tenggorokan, bedah, ginjal, kulit dan kelamin.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Khusus
diklasifikasikan menjadi:
1. Rumah Sakit Khusus Kelas A
2. Rumah Sakit Khusus Kelas B
3. Rumah Sakit Khusus Kelas C

2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit

2.2.1 Definisi IFRS

Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu unit atau bagian
rumah sakit yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang dipimpin oleh
seorang apoteker yang profesional, kompeten dan berwenang secara hukum
dalam menyelenggarakan fasilitas pelayanan kefarmasian yang antara lain
adalah perencanaan, pengadaan, menyediakan dan mengelola semua aspek
mengenai obat dan perbekalan kesehatan di rumah sakit untuk penderita
yang dirawat di rumah sakit, baik rawat inap maupun rawat jalan.

2.2.2 Visi, Misi dan Tujuan IFRS

Visi instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah terselenggaranya


pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat di rumah sakit dengan
pelayanan yang lengkap termasuk pelayanan farmasi klinik.

Misi instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah menyediakan


penggunaan terapi obat yang optimal bagi seluruh penderita dan menjamin
mutu yang terbaik serta pelayanan dengan biaya yang paling efektif,
berperan dalam pendidikan dan peningkatan pengetahuan melalui penelitian
di rumah sakit.

Tujuan instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah mengadakan


pelayanan langsung dan bertanggungjawab yang berkaitan dengan obat dan
alat kesehatan atau perbekalan farmasi yang dimaksudkan untuk pencapaian
hasil yang pasti guna meningkatkan mutu kehidupan pederita dan
masyarakat.

2.2.3 Pengorganisasian dan SDM Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Pengorganisasian dan sumber daya manusia IFRS berdasakan


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
58/MENKES/SK/VIII/2014 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit sebagai berikut :

1) Pengorganisasian
Pengorganisasian Rumah Sakit harus dapat menggambarkan
pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab
Rumah Sakit. Pengorganisasian Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus
mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan
manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan
dengan menjaga mutu.
2) Sumber Daya Manusia (SDM)

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis


kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang
lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
di Rumah Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan
perizinan Rumah Sakit yang ditetapkan oleh Menteri.

Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi


harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit
setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.
a. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi
Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:
 Pekerjaan Kefarmasiain terdiri dari apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK).
 Pekerjaan Penunjang terdiri dari operator computer/teknisis
yang memahami kefarmasian, tenaga administrasi dan
pekarya/pembantu pelaksana.
b. Persyaratan SDM
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) diutamakan telah
memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
minimal 3 (tiga) tahun. Apoteker dan TenagaTeknis Kefarmasian
harus memenuhi persyareatan administrasi seperti yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Beban Kerja dan Kebutuhan
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor
yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
 Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR).
 Jumlah dan teknis kegiatan farmasi yang dilakukan (manjemen,
klinik dan produksi).
 Jumlah resep atau formulir permintaan obat (floor stock)
 Volume sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
 Idealnya pelayanan kefarmasian di rawat inap yang meliputi
pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik
dengan aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat
penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pemantauan terapi obat,
pemberian informasi obat, konseling, edukasi dan visite,
idealnya dibutuhkan tenaga apoteker dengan rasio 1 apoteker
untuk 30 pasien.
 Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja
pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi
pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik
dengan aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat,
Pencatatan Penggunaan Obat (PPP) dan konseling, idealnya
dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50
pasien.
 Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat
inap dan rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga
diperlukan untuk pelayanan farmasi yang lain seperti di unit
logistik medik/distribusi, unit produksi steril/aseptic dispensing,
unit pelayanan informasi Obat dan lain-lain tergantung pada
jenis aktivitas dan tingkat cakupan pelayanan yang dilakukan
oleh Instalasi Farmasi.
 Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di
rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1
(satu) orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian di
ruang tertentu, yaitu:
1. Unit Gawat Darurat;
2. Intensive Care Unit (ICU)/Intensive Cardiac Care Unit
(ICCU)/Neonatus Intensive Care Unit (NICU)/Pediatric
Intensive Care Unit (PICU);
3. Pelayanan Informasi Obat;
Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit
rawat intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan
pedoman teknis mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit
rawat intensif dan unit rawat darurat yang akan diatur lebih
lanjut oleh Direktur Jendera
d. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di Rumah sakit harus diberi kesempatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Peran kepala
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam pengembangan staf dan
program pendidikan meliputi:
 Menyususn program orientasi staf baru, pendidikan dan
pelatihan berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi
SDM.
 Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan (tugas dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan
kompetensi yang diperlukan.
 Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai
dengan kompetensinya.
e. Penelitian dan Pengembangan
Apoteker harus didorong untuk melakukan penelitian mandiri
atau berkontribusi dalam tim penelitian mengembangkan praktik
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Apoteker yang terlibat
dalam penelitian harus mentaati prinsip dan prosedur yang
ditetapkan dan sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian yang
berlaku.
Apoteker juga dapat berperan dalam Uji Klinik Obat yang
dilakukan di Rumah Sakit dengan mengelola Obat-Obat yang
diteliti sampai dipergunakan oleh subyek penelitian dan mencatat
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) yang terjadi selama
penelitian.

2.2.4 Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Berdasakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


58/MENKES/SK/VIII/2014 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Tugas Instalasi Farmasi adalah:

a) Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi


seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional
serta sesuai prosedur dan etik profesi;
b) Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien;
c) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna
memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan risiko;
d) Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien;
e) Berperan aktif dalam Tim Farmasi dan Terapi;
f) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan
Pelayanan Kefarmasian;
g) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit.
2.2.5 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Berdasakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 58/MENKES/SK/VIII/2014 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit meliputi:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai :
a. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit;
b. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal;
c. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat
sesuai ketentuan yang berlaku;
d. Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit;
e. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku;
f. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian;
g. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit;
h. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu;
i. Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari;
j. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah
memungkinkan);
k. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
l. Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat
digunakan;
m. Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai;
n. Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
2. Pelayanan Farmasi Klinik
a. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan
Obat;
b. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. Melaksanakan rekonsiliasi Obat;
d. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik
berdasarkan Resep maupun Obat non Resep kepada
pasien/keluarga pasien;
e. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai;
f. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan
lain;
g. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya;
h. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)
1) Pemantauan efek terapi Obat;
2) Pemantauan efek samping Obat;
3) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah
i. Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
j. Melaksanakan dispensing sediaan steril
1) Melakukan pencampuran Obat suntik
2) Menyiapkan nutrisi parenteral
3) Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik
4) Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak
stabil.
k. Melaksanakan pelayanan informasi obat (PIO) kepada tenaga
kesehatan lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar
Rumah Sakit.
l. Melaksanakan Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)
2.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis


pakai berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58
/MENKES/SK/VIII/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan
penarikan, pengendalian, dan administrasi yang diperlukan bagi kegiatan
Pelayanan Kefarmasian.

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan
menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan kendali
biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat Kesehatan,
Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus
dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang
dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis
pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi (IUD), alat
pacu jantung, implan, dan stent.

Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk


pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan tanggung
jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak ada pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah
Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi
sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga
Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:

a. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan


Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
b. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
c. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai;
d. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai;
e. Pemantauan terapi Obat;
f. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien);
g. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akurat;
h. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit;
dan
i. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan
kesejahteraan pegawai.
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat
untuk meningkatkan keamanan, khususnya Obat yang perlu diwaspadai
(high-alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event) dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat
yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya:
a. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
b. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari
0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
c. Obat-Obat sitostatika.
2.3.1 Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehtan dan Bahan
Medis Habis Pakai Meliputi:
A. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai
dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan:
 formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan
terapi
 standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang telah ditetapkan
 pola penyakit
 efektifitas dan keamanan
 pengobatan berbasis bukti
 mutu
 harga
 ketersediaan di pasaran
B. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. anggaran yang tersedia;
b. penetapan prioritas;
c. sisa persediaan;
d. data pemakaian periode yang lalu;
e. waktu tunggu pemesanan; dan
f. rencana pengembangan.
C. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga
yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan
kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan
jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana,
pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan
spesifikasi kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan mutu dan spesifikasi yang
dipersyaratkan maka jika proses pengadaan dilaksanakan oleh bagian
lain di luar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa;
b. bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS)
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
harus mempunyai Nomor Izin Edar; dan
d. expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain).
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah
kekosongan stok Obat yang secara normal tersedia di Rumah Sakit
dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:

1) Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai
dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:


 kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu
Obat.
 persyaratan pemasok
 penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
 pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan
waktu.
2) Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan
tertentu apabila :
 Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
 Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
 Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
 Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
 Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
 Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus
dibuat baru (recenter paratus).
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi
persyaratan mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan di Rumah Sakit tersebut.
3) Sumbangan/Dropping/Hibah

Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan


terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sumbangan/dropping/
hibah.

Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara
sumbangan/dropping/hibah harus disertai dokumen administrasi
yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu
pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan
kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat
memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.
D. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang
diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan
dengan baik.
E. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus
dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan
kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai.

Komponen yang harus diperhatikan antara lain:


a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat
diberi label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal
pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan
khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali untuk kebutuhan klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan
pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk
mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat
diidentifikasi.
Instalasi Farmasi harus dapat memastikan bahwa Obat disimpan
secara benar dan diinspeksi secara periodik. Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan
terpisah yaitu:
a. bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan
diberi tanda khusus bahan berbahaya
b. gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas
medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung
gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di
ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas
terapi, bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan
menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In
First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA,
Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus
diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan
Obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan Obat emergensi harus menjamin:
a. jumlah dan jenis Obat sesuai dengan daftar Obat emergensi
yang telah ditetapkan;
b. tidak boleh bercampur dengan persediaan Obat untuk
kebutuhan lain;
c. bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti;
d. dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa; dan
e. dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
F. Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka


menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada
unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,
jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem
distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan
pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
a. Sistem Persediaan Lengkap di Ruangan (floor stock) :
 Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan
dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.
 Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah
yang sangat dibutuhkan.
 Dalam kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi
yang mengelola (di atas jam kerja) maka pendistribusiannya
didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.
 Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat
floor stock kepada petugas farmasi dari penanggung jawab
ruangan.
 Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan
kemungkinan interaksi Obat pada setiap jenis Obat yang
disediakan di floor stock.

b. Sistem Resep Perorangan

Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan/pasien rawat
jalan dan rawat inap melalui Instalasi Farmasi.
c. Sistem Unit Dose
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai berdasarkan Resep perorangan yang disiapkan
dalam unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali
dosis/pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat
inap.
d. Sistem Kombinasi
Sistem pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bagi pasien rawat inap dengan
menggunakan kombinasi a + b atau b + c atau a + c.
Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat
dianjurkan untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini
tingkat kesalahan pemberian Obat dapat diminimalkan sampai
kurang dari 5% dibandingkan dengan sistem floor stock atau Resep
individu yang mencapai 18%.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan:
a. efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
b. metode sentralisasi atau desentralisasi.
G. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. telah kadaluwarsa
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan
d. dicabut izin edarnya.
Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari:
a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait
d. menyiapkan tempat pemusnahan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem
pencatatan terhadap kegiatan penarikan.

H. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh
Instalasi Farmasi harus bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi
(TFT) di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa,
dan kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving)
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu
tiga bulan berturut-turut (death stock)
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
I. Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan


untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.

Kegiatan administrasi terdiri dari:

a. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik yang
dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun).

Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan


peraturan yang berlaku.

Pencatatan dilakukan untuk:


 persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM
 dasar akreditasi Rumah Sakit
 dasar audit Rumah Sakit; dan
 dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai:
 komunikasi antara level manajemen
 penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai
kegiatan di Instalasi Farmasi; dan
 laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan

Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus mengelola


keuangan maka perlu menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan,
penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan
semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin atau tidak rutin
dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.

c. Administrasi Penghapusan

Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian


terhadap Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.

2.4 Tim Farmasi dan Terapi (TFT)

Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang merupakan unit kerja dalam
memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai
kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari
dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit,
Apoteker Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila
diperlukan. TFT harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain
di dalam Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan
Obat.

Ketua TFT dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker,
apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun
apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter.

TFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan


sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu bulan.
Rapat TFT dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar Rumah
Sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan TFT, memiliki
pengetahuan khusus, keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang
bermanfaat bagi TFT.
2.4.1 Tugas Tim Farmasi dan Terapi

Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah


Sakit.
2. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam
formularium Rumah Sakit.
3. Mengembangkan standar terapi.
4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat.
5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang
rasional;
6. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki;
7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error;
8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di
Rumah Sakit.
BAB III

TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT

AL ISLAM BANDUNG

3.1 Profil Rumah Sakit Al-Islam Bandung

3.1.1 Sejarah Rumah Sakit Al-Islam Bandung

Rumah Sakit Al-Islam adalah rumah sakit swasta yang terbentuk hasil
kerja sama dengan BKSWI (Badan Kerja Sama Wanita Islam). BKSWI adalah
organisasi masa Islam yang beranggotakan ibu-ibu yang aktif dalam pengajian di
wilayah kota Bandung.

Ibu- ibu pengajian ini bertekad untuk membangun sebuah rumah sakit
islam, maka dari itu terbentuklah rumah sakit Al-Islam yang didalamnya
melaksanakan pelayanan berdasarkan nilai-nilai islam. Perencanaan pembangunan
rumah sakit ini telah lama, mulai di Jl. Awibitung – Cicadas-Bandung yaitu rumah
sakit bersalin.

Dengan tekad dan usaha yang gigih supaya dapat membangun instalasi
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya untuk umat islam, maka pada
tanggal 1 Agustus 1990, Rumah Sakit Al-Islam yang terletak di Jl Soekarno Hata
Nomor 644 Bandung mulai dioprasikan. Pada awal berdiri, Rumah Sakit Al-Islam
Bandung hanya memiliki luas bangunan sekitar 1200 m2 dan hanya memiliki 28
tempat tidur. Pada tahun 1994 di bangun gedung firdaus untuk meningkatkan
kapasitas menjadi 90 tempat tidur. Kemudian menyusul dibangunnya gedung
raudhoh dan ruang VIP.

Pada tahun 1997 Rumah Sakit Al-Islam telah memiliki gedung tambahan
berupa gedung perawatan enam lantai yang diberi nama gedung Ibnu Sina. Pada
tahun 2002-2003 dilakukan renovasi gedung rawat jalan yang terdiri dari tiga
lantai dengan sumbangan dari berbagai pihak, dan pada tahun 2003 RSAI telah
mendirikan medical chek up centre. Kemudian pada tahun 2007 dibangun ruang
rawat inap, perinatologi, dan juga HCU.

Pada tahun 2008 Rumah Sakit Al-Islam Bandung merenovasi ruang


perkantoran, ruang dokter, dan ruang kantor perawatan, kemudian pertengahan
2008 sampai 2009 dibangun gedung pelayanan rawat jalan dan gedung P3D
(Program Pendidikan Profesi Dokter), gedung pelayanan rehabilitasi medik dan
klinik tumbuh kembang anak dan sampai saat ini Rumah Sakit Al-Islam Bandung
sudah memiliki 242 (dua ratus empat puluh dua) tempat tidur.

3.1.2 Falsafah, Visi serta Misi Rumah Sakit Al-Islam Bandung

Falsafah Rumah Sakit Al-Islam Bandung adalah “Beriman kepada Allah


SWT, bekerja professional dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi
mutakhir serta menunjang etika profesi dan kerja sama tim sebagai pengamalan
Al-Quran dan Hadist”.

Visi jangka panjang : “sukses akhirat”. Visi jangka pendek :“sukses visi
pribadi dan keluarga, sukses visi rumah sakit”. Visi Rumah sakit Al-Islam
Bandung adalah “Menjadi Instalasi yang Unggul, Terpercaya dan Islami dalam
Pelayanan dan Pengelolaan Rumah Sakit”.

Misi Rumah Sakit Al-Islam Bandung adalah sebagai berikut:

1) Melaksanakan dan menerapkan nilai-nilai islam dalam seluruh aspek


pengelolaan dan pelayanan farmasi rumah sakit.
2) Membantu dan mendukung program pemerintah dalam bidang kesehatan.
3) Melaksanakan kerja sama dan lintas sektoral dan ikut berperan aktif dalam
melaksanakan program pelayanan farmasi.
4) Melaksanakan pengelolaan dan pelayanan farmasi dengan memberikan
kepuasan kepada konsumen melebihi apa yang diharapkan.
5) Mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan sumber
daya manusia yang dimiliki.
3.1.3 Karakter SDM Insani Rumah Sakit Al-Islam Bandung

1. Karakter Inner
 Kasih Sayang
 Bersih
 Jujur
 Tanggung Jawab
 Disiplin
 Kerjasama
 Ridho Allah

2. Karakter Outher
 Senyum
 Salam
 Sapa
 Sopan/santun
 Gesit
 Responsif
 Terima Kasih
3. Penampilan Pribadi Karyawan
 Ada kesamaan dalam berfikir, bersikap, bertutur bahasa.
 Ada kesamaan dalam penampilan fisik.
 Ada kesamaan dalam budaya organisai
 Ada kesamaan tujuan, visi, dan misi.
 Beretika dan prilaku : 4SGRT (Senyum, salam, sapa,
sopan/santun, gesit, responsif, dan terima kasih).
3.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam Bandung

Instalasi Farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu bagian penunjang


medik instalasi yang berada dalam Rumah Sakit Al-Islam yang melaksanakan
fungsinya dalam pengelolaan dan pelayanan kefarmasian.

3.2.1 Falsafah pelayanan farmasi di RSAI

1. Beriman Kepada Allah SWT.


2. Berpegang kepada Al-Quran dan Al-Hadis.
3. Bekerja professional dalam suatu team work.
4. Memberikan pelayanan farmasi Rumah sakit yang diantaranya
adalah sebagai berikut:
 Berorientasi kepada pelayanan pasien.
 Penyediaan obat bermutu.
 Pelayanan asuhan kefarmasian.
 Terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
3.2.2 Visi Pelayanan Farmasi di RSAI

Visi instalasi farmasi rumah sakit Al-Islam adalah “Menjadi Instalasi yang
Unggul, Terpercaya dan Islami dalam Pelayanan dan Pengelolaan Farmasi Rumah
Sakit”.

3.2.3 Misi Pelayanan Farmasi di RSAI

Misi instalasi farmasi rumah sakit Al-Islam adalah sebagai berikut :

1. Melaksanakan dan menerapkan nilai-nilai Islami dalam seluruh aspek


pengelolaan dan pelayanan farmasi rumah sakit.
2. Membantu dan mendukung program pemerintahan dalam bidang
kefarmasian.
3. Melaksanakan kerjasama dan lintas sektoral dan ikut berperan aktif
dalam melaksanakan program pelayanan farmasi.
4. Melaksanakan pengelolaan dan pelayanan farmasi dengan memberikan
kepuasan kepada konsumen melebihi apa yang diharapkan.
5. Mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan sumber
daya manusia yang dimiliki.
3.2.4 Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam

1. Terselenggaranya pelayanan farmasi yang optimal, baik dalam keadaan


biasa maupun gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
2. Terselenggaranya kegiatan pelayanan professional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi.
Terselenggaranya KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) mengenai
obat.
Terselenggaranya pengawasan obat dan peningkatan kualitas
pengelolaan dan pelayanan kefarmasian.
3. Terselenggaranya di bidang kefarmasian.
3.2.5 Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam

Fungsi IFRS Al- Islam yaitu untuk pelayanan pengelolaan perbekalan


farmasi serta pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat, yang fungsinya
sebagai berikut :

1. Pelayanan Pengelolaan Perbekalan Farmasi


 Memiliki perbekalan farmasi.
 Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi.
 Mengadakan perbekalan farmasi.
 Menerima perbekalan farmasi
 Menyimpan perbekalan farmasi.
 Mengendalikan perbekalan farmasi.
 Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit perawatan/pasien.
2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat
 Mengkaji instruksi resep/instruksi terapi.
 Mengidentifikasi yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.
 Mencegah masalah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat.
 Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan perbekalan farmasi.
 Memberikan informasi tentang obat, baik terhadap petugas kesehatan
pasien ataupun keluarga pasien.
 Melakukan pencatatan seluruh kegiatan.
 Melaporkan seluruh kegiatan.
3.2.6 Struktur Organisasi di IFRS Al-Islam Bandung

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam Bandung di pimpin oleh seorang


apoteker dalam pekerjaannya berkoordinasi dengan kepanitiaan yaitu PFT (Panitia
Farmasi Terapi) dan bekerja sama dengan bidang atau instalasi. Kepala instalasi
membawahi lima supervisor, yang setiap supervisor yaitu diisi oleh satu orang
apoteker, diantaranya yaitu supervisor pengelolaan perbekalan farmasi, supervisor
pelayanan farmasi rawat inap 1 (satu), supervisor pelayanan farmasi rawat inap 2
(dua), supervisor pelayanan farmasi rawat jalan 1 (satu) dan supervisor pelayanan
farmasi rawat jalan 2 (dua).

Untuk supervisor pelayanan farmasi rawat inap I, Supervisor pelayanan farmasi


rawat jalan I dan supervisor rawat jalan II membawahi lagi bagian pelaksana yaitu
apoteker, diantaranya yaitu untuk supervisor pelayanan farmasi rawat jalan I,
membawahi apoteker pelaksana dan apoteker part time.

3.2.7 Sumber Daya Manusia di IFRS Al-Islam Bandung

Kebutuhan tenaga kerja di RSAI di tetapkan berdasarkan :

 Struktur organisasi
 Volume kerja atau beban kerja.
Untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja berdasarkan volume atau
beban kerja di RSAI yaitu menggunakan metode WISN (Work Indicator
Staff Need) sehingga akan diketahui karyawan yang dibutuhkan berdasarkan
standar kerjanya.

Penilaian tampilan kinerja karyawan di RSAI dilihat berdasarkan


tiga aspek, diantaranya :

 Aspek pengetahuan
 Aspek keterampilan
 Aspek sikap
Semua ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas kerja para
pegawai, sehingga pelayanan yang diberikan oleh RSAI dapat terjaga
kualitasnya, sesuai dengan misinya yaitu menjadi instalasi yang unggul,
terpercaya, dan islami.
Untuk pegawai baru ada program orientasi selama 3 bulan, dengan
sistem penilaian menggunakan sistem bobot yang akan di kalkulasikan dan
akan menjadi bahan pertimbangan penerimaan pegawai baru. Jika nilainya
memenuhi maka akan diangkat menjadi pegawai tetap.
Untuk pegawai lama diberikan pelatihan-pelatihan untuk
meningkatkatkan soft skill, meningkatkan kemapuan dasar dan
meningkatkan pengetahuan tentang kefarmasian.

3.2.8 Fasilitas dan Peralatan di IFRS Al-Islam Bandung

Fasilitas dan peralatan yang tersedia di Rumah Sakit Al-Islam Bandung


adalah tersedianya ruangan, tempat, fasilitas dan peralatan lainnya yang dapat
mendukung administrasi serta profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan
kefarmasian sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan kefarmasian yang
professional.

Fasilitas ruang/tempat yang tersedia di IFRS Al-Islam Bandung adalah


sebagai berikut :

- Tempat dan fasilitas gudang penyimpanan perbekalan farmasi.


- Tempat dan fasilitas distribusi serta penyerahan perbekalan farmasi
- Tempat dan fasilitas penyimpanan resep.
- Fasilitas untuk informasi obat.
- Ruang pelayanan farmasi klinik (konseling).
- Tempat dan fasilitas administrasi farmasi.
Selain itu tersedia peralatan penunjang kegiatan pekerjaan kefarmasian
yang terdiri dari:

- Peralatan peracikan dan pengemasan kembali.


- Peralatan penyaluran perbekalan farmasi.
- Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil.
- Peralatan penyimpanan perbekalan farmasi.
- Peralatan administrasi.
- Alat komunikasi .
3.2.9 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di RSAI

Supervisior pengelolaan perbekalan farmasi instalasi farmasi rumah sakit


Al-Islam adalah seorang apoteker dibantu oleh unit pelaksana gudang dan bagian
bidang pelaksanaan perencanaan, pelaksanaan pengadaan dan pelaksanaan
penerimaan. Terkait terhadap kegiatan-kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi
IFRS Al-Islam diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Seleksi obat
Salah satu tugas apoteker adalah seleksi obat, yaitu proses memilih jenis,
menetapkan obat-obat standar yang dilakukan oleh PFT, dimana hasil
seleksi obat menghasilkan suatu formularium rumah sakit.
2. Perencanaan
Perencanaan adalah mengenai pemilihan jenis, jumlah perbekalan
farmasi yang dibutuhkan atau yang harus disediakan oleh IFRS sesuai
dengan kebutuhan dan anggaran yang ada di rumah sakit.
3. Pengadaan
Pengadaan adalah kegiatan merealisasikan perbekalan farmasi sesuai
yang telah direncanakan atau proses pembelian kepada distributor sesuai
dengan yang telah disepakati.
4. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan dalam penerimaan perbekalan farmasi
sesuai dengan pesanan, kemudian barang yang sudah diterima diperiksa
kesesuaian jenis dan jumlah barang.
5. Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan melaksanakan penyimpanan perbekalan
farmasi dari bagian penerimaan sesuai dengan :
 Berdasarkan kelompok barang.
 Berdasarkan bentuk sediaan.
 Berdasarkan jenis sediaan.
 Narkotika / psikotropika.
 Stabilitas suhu.
6. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan mendistribusikan kebutuhan perbekalan
farmasi ke gudang satelit dan gudang floor stock untuk kebutuhan pasien
rawat inap.
3.2.10 Pendidikan dan Pelatihan di IFRS Al-Islam

IFRS Al-Islam Bandung mempunyai program pendidikan dan pelatihan,


yaitu melakukan pendidikan dan pelatihan bagi sumber daya manusia yang ada.
Untuk setiap pegawai baru ada masa orientasi selama tiga bulan, dengan tujuan
supaya pegawai di RSAI semuanya berkompeten di bidangnya masing-masing.
Untuk melihat pegawai baru tersebut sudah berkompeten atau belum, maka
diadakan evaluasi, untuk memantau perkembangannya dan dilakukan penilaian
dengan sistem kalkulasi untuk dijadikan bahan pertimbangan penerimaan pegawai
baru. Jika nilainya memenuhi maka akan di angkat menjadi pegawai tetap.
Sedangkan untuk pegawai lama di berikan pelatihan-pelatihan guna meningkatkan
potensi dan produktifitasnya secara optimal.

Rumah Sakit Al-Islam juga memberikan pelayanan pendidikan dan


pelatihan bagi mahasiswa atau pelajar yang ingin melakukan penelitian ataupun
praktek dibidang kesehatan maupun bidang lain yang terkait, untuk mendapatkan
wawasan, pengetahuan dan keterampilan di bidangnya masing-masing sesuai
dengan kompetensinya.

3.2.11 Evaluasi dan Pengendalian Mutu di RSAI


Evaluasi dan pengendalian mutu dilakukan supaya setiap pelayanan
farmasi memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan dan dapat memuaskan
pelanggan. Rumah Sakit Al-Islam Bandung untuk menjaga mutu pelayanannya
yaitu menggunakan parameter dengan adanya akreditasi. Parameter yang dinilai
dalam akreditasi diantaranya yaitu; manajemen pengelolaan obat serta
keselamatan pasien dalam hal pelayanan kefarmasian.

Untuk menjaga kualitas mutu pelayanan di RSAI dilakukan evaluasi


periodik tertentu yang dilakukan tiap bulan, tiap tiga bulan dan tiap tahun.
Indikator yang selalu di evaluasi diantaranya yaitu; waktu tunggu, kepuasan
pelanggan, insiden keselamatan pasien, dan pencatatan formularium.
Pembuatan standar prosedur operasional di RSAI merupakan salah satu
pengendalian mutu, sehingga menjamin setiap kegiatan yang dilakukan oleh
tenaga kefarmasian di IFRS yaitu telah terstandar dan sesuai prosedur yang di
tetapkan. Selain itu juga, dengan adanya pembentukan struktur organisasi, maka
dapat menjamin manajemen mutu untuk mengelola, memantau, mengevaluasi dan
mengkoordinasikan proses sistem manajemen mutu.

3.3 Pelayanan Farmasi Rawat Jalan di RSAI

Pelayanan Farmasi rawat jalan di RSAI yaitu kegiatan yang meliputi aspek
klinis dan non klinis.

Aspek klinis yaitu setiap kegiatan yang berhubungan langsung dengan


pasien, yaitu yang berhubungan dengan pelayanan resep. Alur pelayanan resep di
rumah sakit Al-Islam diantaranya:

1. Penerimaan resep
2. Pemberian no antrian resep
Pemberian nomor antrian resep terdiri dari dua rangkap, satu untuk pasien
dan yang satunya lagi untuk petugas pelayanan perbekalan farmasi untuk
mencegah terjadinya kesalahan pelayanan.
3. Pengkajian Resep
a. Kesesuaian administrasi
Pengkajian resep berdasarkan kesesuaian administrasi meliputi:
 Nama dokter
 No SIK
 Paraf dokter
 Tanggal resep
 Nama pasien
 Umur pasien
 Berat badan pasien
b. Kesesuaian Farmasetik
Pengkajian resep berdasarkan kesesuaian farmasetik meliputi:
 Nama obat
 Kekuatan obat
 Jumlah obat
 Aturan pakai
 Bentuk sediaan
c. Kesesuaian klinik
Pengkajian resep berdasarkan kesesuaian klinik meliputi :
 Ketepatan indikasi
 Kontra indikasi
 Duplikasi
 Interaksi
4. Perhitungan Harga
Perhitungan harga di RSAI dilakukan berdasarkan sistem komputerisasi.
5. Konfirmasi Pasien
Apabila pasien setuju, maka faktur obat di cetak, kemudian pasien membayar
obat atas resep di kassa.
6. Pencetakan Etiket
Pembuatan etiket di RSAI dilakukan berdasarkan sistem komputerisasi, dan
apabila pasien belum melakukan pembayaran, etiket secara otomatis tidak
akan bisa dicetak, karena datanya belum masuk.
7. Pengambilan / penyiapan Obat
Untuk pengambilan obat sesuai dengan yang tertera dalam resep, dan untuk
jumlah obat yang di ambil di lihat di faktur sesuai dengan jumlah yang telah
di bayar oleh pasien. Pengambilan obat berdasarkan sistem FEFO (First
Expire First Out).
8. Pengemasan dan Pemberian Etiket
Dalam proses pengemasan di cek terlebih dahulu antara etiket dan obat,
sebelum di kemas dan diberi etiket.
9. Dilakukan Pengecekan Akhir oleh QC
Di cek kesesuaian antara faktur dengan resep, jenis obat, jumlah obat dan
aturan pemakaian. Periksa berdasarkan 5T yaitu : tepat pasien, tepat dosis,
tepat indikasi, tepat rute pemberian dan tepat signatura.
10. Penyerahan obat
Penyerahan obat merupakan kegiatan pemberian obat kepada pasien dengan
disertai pemberian informasi terkait dengan obat yang diterima pasien.

Aspek non klinis yaitu setiap kegiatan yang tidak berhubungan langsung
dengan pasien, yaitu yang berhubungan dengan pengelolaan perbekalan farmasi,
diantaranya yaitu :

1. Seleksi Obat
2. Perencanaan
3. Pengadaan
4. Penerimaan
5. Penyimpanan
6. Pendistribusian
3.4 Pelayanan Farmasi Rawat Inap di RSAI

Sistem distribusi obat di pelayanan farmasi rawat inap yang dilaksanakan


di RSAI adalah SDO resep individual dan floor stock.

1. SDO Resep Individual


Sistem distribusi obat individual yaitu dilakukan berdasarkan sistem
sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi yaitu untuk rawat inap pusat
dalam hal ini adalah gudang yang memasok kebutuhan perbekalan farmasi
untuk memenuhi pelayanan untuk ruang rawat inap yaitu ruang vip, firdaus
3, Darrusalam lt 5, lt3, lt 4 dan lt 2.
Sistem desentralisasi berlokasi di satelit lt 2, yaitu dimana untuk memenuhi
pelayanan ruang-ruang tindakan, misalnya untuk ruangan OK, ICU,
kebidanan, perinatologi. Satelit ini beroperasi selama 24 jam.
Sistem distribusi obat individual di RSAI yaitu untuk memenuhi kebutuhan
perbekalan farmasi selama 1 hari. Misalnya petugas-petugas yang ada di
ruangan untuk memenuhi kebutuhan 1 hari untuk sediaan parenteral,
sedangkan untuk sediaan oral dan topikal sesuai yang dituliskan dalam resep.
2. SDO Floor Stock
Sistem distribusi obat tersedia di ruangan yaitu diterapkan di seluruh ruangan
perawatan dan tindakan. Perbekalan farmasi yang disimpan dalam jenis dan
jumlah terbatas sesuai ketentuan yang berlaku serta karakteristik pelayanan
di masing-masing ruangan, misalnya untuk menangani kasus-kasus
emergency.
3.5 Pelayanan Informasi Obat dan Konseling

Pelayanan informasi obat adalah kegiatan yang dilakukan oleh tenaga farmasi
sesuai dengan kewenangannya untuk memberikan informasi secara akurat, tidak
bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesional kesehatan lainnya
dan pasien.

Tujuan Pelayanan Informasi Obat:

1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan


dilingkungan rumah sakit.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan mengenai
obat.
3. Menunjang terapi yang rasional.
4. Meningkatkan profesionalisme apoteker.
Pelayanan informasi obat di rumah sakit Al-Islam adalah ada dua, yaitu
pelayanan informasi obat secara aktif dan pelayanan informasi obat secara pasif.
Pelayanan informasi obat secara aktif yaitu, dispensing, talk show dan micro
teaching. Pelayanan informasi obat secara pasif yaitu, leaflet dan label,
penyediaan informasi bagi PFT, menjawab pertanyaan langsung atau tidak
langsung, audio line dan radio.
BAB IV

TUGAS KHUSUS

4.1 Pengelolaan Arsip Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam

4.1.1 Pendahuluan

Mengingat peranan arsip yang begitu penting bagi kehidupan berorganisasi,


maka keberadaan arsip di kantor / rumah sakit benar-benar dapat mendukung
dalam penyelesaian pekerjaan yang dilakukan semua personil dalam organisasi.
Tujuan kearsipan itu sendiri adalah menyediakan data dan informasi secepat-
cepatnya dan setepat-tepatnya kepada yang memerlukan. Untuk dapat mencapai
tujuan tersebut diperlukan pengelolaan arsip yang efektif dan efisien dengan cara
memahami masalah apa yang terkandung didalam arsip.

Pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), pengarsipan resep dan faktur
penjualan ataupun faktur mutasi termasuk hal yang harus dikelola dengan baik.
Sebuah Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang mempunyai tingkat pelayanan resep
dan jumlah pasien yang banyak, membutuhkan sistem pengarsipan yang teratur,
dimana arsip yang telah disimpan dapat dicari dan ditemukan kembali dengan
cepat dan mudah.

Untuk itu dilakukan analisis terhadap pengelolaan arsip berupa resep dan
faktur di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam Kota Bandung agar pengelolaan
arsip atau sistem kearsipan dapat tertata secara sistematis dan efektif.

4.1.2 Tujuan Analisis

Adapun tujuan dari analisis ini adalah sebagai berikut :


1. Sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan sistem pengelolaan arsip
berupa resep dan faktur di Bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-
Islam Kota Bandung.
2. Meningkatkan sistem kearsipan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-
Islam Kota Bandung yang teratur secara efisien dan efektif.
4.1.3 Tinjauan Pustaka

1. Arsip
A. Pengertian Arsip
Secara terminologis, arsip, warkat atau records merupakan informasi yang
direkam dalam bentuk atau medium apapun, dibuat, diterima, dan dipelihara
oleh suatu organisasi atau lembaga atau badan atau perorangan dalam rangka
pelaksanaan kegiatan (Walne, 1988: 128). Sedangkan menurut UU No. 7
Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan Pasal 1 disebutkan,
yang dimaksud arsip adalah naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh
Lembaga-lembaga Negara dan Badan-badan Pemerintahan dalam bentuk corak
apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka
pelaksanaan kegiatan pemerintah.
B. Tujuan Pengarsipan
a. Menjaga keselamatan bahan(dokumen/warkat) pertanggung jawaban.
b. Menyimpan warkat secara sistematis.
c. Mempermudah menemukan warkat pada saat diperlukan.
d. Menjaga atau memelihara kelestarian dan kerahasiaan arsip.
e. Meningkatkan efesiensi dan efektifitas
C. Jenis Pengarsipan

Menurut Bhavati ( 2014), arsip dibedakan menjadi berbagai jenis arsip, baik
berdasarkan bentuk fisik, berdasarkan masalah, kepemilikan, berdasarkan sifat,
dan berdasarkan fungsinya.
1. Jenis arsip berdasarkan bentuk fisiknya
a. Arsip berbentuk lembaran. contoh: surat, kuitansi, faktur, dll
b. Arsip tidak berbentuk lembaran atau arsip elektronik. contoh: disket,
flash disk, cd, dvd, dll
2. Jenis arsip berdasarkan masalahnya
a. Financial record, arsip berkaitan dengan masalah keuangan, contohnya,
kuitansi, giro, cek.
b. Inventory record, arsip yang berhubungan dengan masalah barang
inventaris. Contoh catatan tentang jumlah barang, merk, ukuran, harga.
c. Personal record, arsip yang berhubungan dengan masalah kepegawaian.
Contoh: surat lamaran kerja, curriculum vitae, absensi, dll.
d. Sales Record, arsip yang berhubungan dengan masalah penjualan.
Contoh: daftar agen distributor, daftar penjualan barang.
e. Production record, arsip yang berhubungan dengan masalah produksi.
Contoh: arsip tentang jenis bahan baku, jenis alat yang digunakan. dll
3. Jenis arsip berdasarkan pemiliknya
a. Lembaga Pemerintahan, meliputi Arsip Nasional di Indonesia (Arsip
Nasional Republik Indonesia). Arsip Nasional di setiap ibu kota Daerah
Tingkat I (Arsip Nasional Daerah).
b. Instansi Pemerintah atau Swasta yang meliputi arsip primer, arsip
sekunder, arsip sentral dan arsip unit.
4. Jenis arsip berdasarkan sifatnya
a. Arsip tidak penting, arsip hanya memiliki kegunaan informasi, contoh
surat undangan.
b. Arsip biasa, arsip yang semula penting kemudian tidak berguna lagi pada
saat informasinya sudah berlalu. Contoh: surat lamaran kerja.
c. Arsip penting, arsip yang memiliki hubungan dengan masa lalu dan masa
yang akan datang. Contoh: surat perjanjian.
d. Arsip sangat penting, arsip yang dapat dijadikan alat pengingat selama-
lamanya (bernilai sejarah/ilmiah). Contoh: naskah proklamasi.
e. Arsip rahasia, arsip yang hanya boleh diketahui oleh orang tertentu saja
dalam organisasi. Contoh: hasil penilaian pegawai.
5. Jenis arsip berdasarkan fungsinya
a. Arsip dinamis, diantaranya adalah arsip aktif, arsip semi aktif, arsip
inaktif.
b. Arsip statis, yaitu arsip yang tidak dipergunakan secara langsung untuk
perencanaan penyelenggaraan kehidupan berbangsa pada umumnya,
maupun untuk penyelenggaraan administrasi negara.
D. Asas-Asas Kearsipan
Asas kearsipan adalah pedoman dalam penyelenggarakan kegiatan
pengurusan surat yang disesuaikan dengan kedudukan unit kerja dalam suatu
kantor atau organisasi.

a. Asas Sentralisasi
Asas Sentralisasi adalah penyelenggarakan kearsipan dipusatkan pada suatu
bagian organisasi atau unit kerja tersendiri ,yakni semua warkat atau dokumen
disimpan dalam suatu tempat atau ruang dan dikelola oleh suatu unit tersendiri
/ terpusat pada bagian kearsipan.
b. Asas Desentralisasi
Asas Desentralisasi ialah penyelengaraan kearsipan tidak dipusatkan pada
satu unit atau bagian organisasi tetapi penyimpanan surat/warkat dilakukan
pada bagian secara sendiri-sendiri / per unit ada.
c. Asas Gabungan
Asas gabungan ialah penyelenggarakan, pengelolaan arsip dengan
memadukan kelebihan asas sentralisasi dan desentralisasi sehingga kelemahan
dari kedua asas dapat diminimalisir. Pada pelaksanaannya, selama
arsip/dokumen masih digunakan (Aktif) disimpan oeh masing-masing bagian
per unit, setelah arsip/dokumen In Aktif baru diserahkan kebagian pusat
kearsipan atau pusat unit.
E. Sistem Pengarsipan
Menurut Candrawati (2010), Sistem pengarsipan adalah cara pengaturan
atau penyimpanan arsip secara logis dan sistematis dengan memakai abjad,
numerik atau nomor, huruf ataupun kombinasi huruf dan nomor sebagai
identitas arsip yang terkait. Berikut adalah penjabaran dari masing-masing
sistem pengarsipan, yaitu :
Cara menemukan dan menentukan ciri atau tanda dari suatu dokumen yang
akan dijadikan petunjuk atau tanda pengenal (caption) untuk memudahkan
mengetahui tempat dokumen disimpan.
Adapun kata tangkap dapat berupa :
 Nama orang
 Nama perusahaan / organisasi
 Nama tempat / daerah
 Nama benda / barang
 Istilah subyek atau angka (tergantung sistem pengarsipan yang dipakai)
Menentukan ciri atau tanda dengan cara menentukan urutan unit-unit atau
bagian dari kata tangkap yang akan disusun menurut abjad. Indeks adalah
sarana untuk menemukan kembali dengan cara mengidentifikasi surat tersebut
melalui penunjukan suatu tanda pengenal yang dapat membedakan surat satu
dengan surat yang lainnya, atau bagian dari suatu nama yang dijadikan tanda
pengenal surat. Kode adalah suatu tanda atau simbol yang diberikan atau yang
dibubuhkan pada lembaran arsip yang dapat dipakai untuk tanda penyimpanan
arsip. Koding adalah suatu kegiatan memberikan tanda atau simbol pada arsip.
Adapun fungsi dari kode atau simbol adalah menunjukkan isi yang terkandung
didalam arsip yang bersangkutan.
Prosedur yang harus dilaksanakan untuk mengarsipkan surat :
 Membaca surat atau dokumen dengan teliti dan seksama
 Periksa apakah surat sudah disertai dengan tanda siap untuk disimpan.
 Menetapkan caption atau judul surat
 Mengindeks tanda pengenal sesuai peraturan
 Membuat petunjuk silang
 Memberi kode surat
 Menyortir, yaitu memilah-milah atau mengelompokkan arsip menjadi satu
kelompok menurut kode yang ada pada arsip.
 Menyusun menurut susunan abjad.
 Menyimpan arsip, yaitu mendapatkan arsip pada suatu tempat atau alat
penyimpanan.

Perlengkapan yang diperlukan untuk mengarsip sistem abjad adalah


Filling cabinet; adalah lemari arsip untuk menempatkan folder dan guide.
Yaitu untuk menyimpan dokumen, surat-surat kantor. Umumnya mempunyai
beberapa laci.
Folder; adalah tempat untuk menyimpan dokumen atau menempatkan
arsip, berbentuk segi empat, berlipat dua seperti map tetapi tanpa daun
penutup. Guide (petunjuk); merupakan petunjuk dan pemisah antar folder-
folder. Bentuk dari guide adalah segi empat dan berukuran sama dengan
folder. Terbuat dari karton tebal.
b. Sistem Subjec (Pokok Isi Surat)
Sistem perihal adalah cara penyimpanan dan penemuan kembali surat
berpedoman pada perihal surat atau pokok isi surat.
Yang perlu dipersiapkan untuk sistem perihal adalah.
1. Daftar Indeks; adalah daftar yang memuat seluruh kegiatan / masalah / hal-
hal yang dilakukan diseluruh kantor dimana sistem ini diterapkan.
Masalah-masalah tersebut kemudian diuraikan lagi. Masalah pokok
tersebut dalam pembagian utama, sedangkan uraian masalahnya disebut
dalam pembagian pembantu, apabila uraian masalah masih dibagi lagi
menjadi masalah yang lebih kecil, disebut sub pembagian pembantu.
2. Perlengkapan menyimpan surat
- Filling Cabinet
- Guide
- Folder
- Kartu kendali
3. Pemberian kode surat.
Kode adalah tanda yang terdiri atas gabungan huruf dan angka untuk
membedakanantara beberapa masalah yang terdapat dalam Pola
Klasifikasi Arsip.
4. Penyimpanan surat, dengan cara
 Membaca surat untuk mengetahui isi surat.
 Memberi kode surat.
 Mencatat surat dalam kartu kendali.
5. Menyimpan kartu kendali.
c. Sistem Nomor
Di dalam sistem nomor ada 4 macam:
1. Sistem nomor menurut Dewey (Sistem Desimal / Klasifikasi).
Sistem ini menetapkan kode surat berdasarkan nomor yang ditetapkan untuk
surat yang bersangkutan. Guna daftar klasifikasi adalah :
 Sebagai pedoman pemberian kode surat.
 Sebagai pedoman untuk mempersiapkan dan menyusun tempat
penyimpanan surat.
Cara penyimpanan surat :
- Surat dibaca lebih dahulu untuk mengetahui permasalahannya.
- Memberi kode surat.
- Mencatat surat kedalam kartu kendali.
- Mencatat surat pada kartu indeks.
- Menyimpan surat.
- Penyusunan surat dalam folder setiap s.urat yang baru selalu itempatkan di
urutan paling depan.
- Menyimpan kartu kendali.
2. Sistem Nomor menurut Terminal Digit.
Didalam sistem ini kode penyimpanan dan kode penemuan kembali surat
memakai sistem penyimpanan menurut teminal digit, yaitu sistem
penyimpanan berdasarkan pada nomor urut dalam buku arsip. Cara
mengindeks nomor kode sebagai berikut :
a. Dua angka dari belakang sebagai unit 1, yaitu menunjukkan nomor
laci dan nomor guide.
b. Satu angka setelah unit 1 sebagai unit 2 yaitu menunjukkan nomor
folder.
c. Sisa seluruh angka sesudah unit 2 sebagai unit 3 yaitu menunjukkan
surat yang kesekian dalam folder.
Cara penyimpanan surat; surat dengan nomor kode 55317, berarti
surat tersebut disimpan dalam laci 10-19, dibelakang guide 17,
didalam folder nomor 3, surat yang ke 55.
3. Sistem Nomor Middle Digit
Sistem ini merupakan kombinasi dari Sistem Nomor Decimal Dewey dan
Sistem Nomor Terminal Digit. Yang dijadikan kode laci dan guide adalah
dua angka yang berada di tengah, sedangkan dua angka yang berada di
depannya menunjukkan kode map, kemudian dua angka yang berada
dibelakangnya menunjukkan urutan surat yang kesekian didalam map.
Dalam sistem ini kode angka harus berjumlah enam, sehingga terdapat
dua angka ditengah, dua angka di depan dan dua angka dibelakang.
Seandainya angka kode kurang dari enam maka harus ditambahkan angka
nol di depannya sampai berjumlah enam angka. Cara penyimpanannya
sama dengan Sistem Nomor Terminal Digit.
4. Sistem Nomor Soundex (phonetic system)
Sistem Soundex adalah sistem penyimpanan warkat berdasarkan
pengelompokan nama dan tulisannya atau bunyi pengucapannya hampir
bersamaan. Dalam sistem ini nama-nama diganti dengan kode (notasi)
yang terdiri dari 1 huruf dan 3 angka. Susunan penyimpanannya adalah
menurut abjad yang diikuti urutan nomor.
2. Resep

A. Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan.
B. Tujuan Penulisan Resep

Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan


kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian
obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi/ apotek dalam pelayanan
farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan
resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang
diperlukan sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan
tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi obat kepada masyarakat
dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada
masarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian
obat lebih rasional dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter),
dokter bebas memilih obat secara tepat, ilmiah, dan selektif. Penulisan resep juga
dapat membentuk pelayanan berorientasi kepada pasien (patient oriented) bukan
material oriented. Resep itu sendiri dapat menjadi medical record yang dapat
dipertanggungjawabkan, sifatnya rahasia. Resep harus disimpan dan tidak boleh
diperlihatkan kecuali oleh yang berhak yaitu :
1. Dokter yang menulis atau merawatnya
2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan
3. Apoteker yang mengelola apotek/rumah sakit bersangkutan.
4. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang
ditugaskan untuk memeriksa.
C. Tanda – Tanda Pada Resep
1. Tanda Segera, yaitu: Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera,
tanda segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah
blanko resep, yaitu: Cito! = segera Urgent = penting Statim = penting
sekali PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda Urutan yang
didahulukan adalah PIM, Statim, dan Cito!.
2. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat
diulang, dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter
(Iteratie) dan berapa kali boleh diulang. Misal, iter 1 x, artinya resep dapat
dilayani 2 x. Bila iter 2x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3 x. Hal ini
tidak berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru.
3. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki
agar resepnya tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko
resep (ps. 48 WG ayat (3); SK Menkes No. 280/Menkes/SK/V/1981).
Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-
obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh
pemerintah/ Menkes Republik Indonesia.
4. Tanda dosis sengaja dilampaui.
Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja memberi
obat dosis maksimum dilampaui.
5. Resep yang mengandung narkotik.
Resep yang mengadung narkotik tidak boleh ada iterasi yang artinya
dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai
sendiri; tidak boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya
diketahui. Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah dengan
resep obat lainnya (Jas, 2009).
D. Format Penulisan Resep
Resep terdiri dari 6 bagian:
1. Inscriptio : Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat,
tanggal penulisan resep. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk
satu kota provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep. Format
inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep
pada praktik pribadi.
2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ =
resipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka
komunikasi dengan apoteker.
3. Prescriptio/ Ordonatio : nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan
yang diinginkan.
4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan
interval waktu pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan
obat dan keberhasilan terapi.
5. Subscrioptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna
sebagai legalitas dan keabsahan resep tersebut.
6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan umur pasien.
Teristimewa untuk obat narkotika juga hatus dicantumkan alamat
pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat).

4.1.4 Pembahasan

Dalam perkantoran atau Rumah Sakit arsip digunakan untuk membantu dalam
penyediaan informasi. Mengingat peranan arsip yang begitu penting bagi
kehidupan berorganisasi, maka keberadaan arsip di kantor atau rumah sakit benar-
benar dapat mendukung dalam penyelesaian pekerjaan yang dilakukan semua
personil dalam organisasi. Tujuan kearsipan itu sendiri adalah menyediakan data
dan informasi secepat-cepatnya dan setepat-tepatnya kepada yang memerlukan.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut diperlukan pengelolaan arsip yang efektif
dan efisien dengan cara memahami masalah apa yang terkandung didalam arsip.
Sistem penyimpanan arsip dikatakan baik apabila waktu arsip yang diperlukan
dapat diketemukan kembali dengan cepat dan tepat, sehingga diperlukan penataan
arsip yang sistematis dan efektif, karena sistem penyimpanan arsip tidak lepas dari
kegiatan penataan arsip dan penemuan kembali
Begitu pun di bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam Kota Bandung,
pengelolaan arsip berupa resep, faktur dan faktur mutasi menjadi perhatian dalam
pengelolaan arsip. Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al Islam Kota Bandung
menggunakan system desentralisisasi dimana arsip dikelola sendiri oleh pihak
farmasi. Tetapi, belum adanya standar prosedur operasional mengenai sistem
penyimpanan arsip resep dan faktur resep menjadi kendala dalam pengelolaan
arsip tersebut Selain itu, belum adanya keseragaman penandaan dalam box
penyimpanan arsip di setiap masing – masing satelit Instalasi Farmasi Rumah
Sakit sehingga menyulitkan dalam identifikasi arsip serta kurangnya pengawasan
dalam hal pendokumentasian pelaporan arsip dari masing – masing satelit.

Maka dari itu, harus dibuat standar prosedur operasional yang mengatur tata
cara pengarsipan dari mulai pencatatan, pengelolaan, penyimpanan dan
pemusnahan.

Untuk penyimpanan arsip berupa resep dan faktur distribusi perbekalan


farmasi (BDPF) disimpan dalam rak disusun sesuai dengan nomor urutnya. setiap
resep atau faktur di bandel dengan mencantumkan keterangan minimal berupa
nomor, tanggal dan paraf penanggungjawab arsip. Penomoran bertujuan untuk
memudahkan penyusunan bendel arsip. Tanggal menunjukan resep dan faktur
yang diarsipkan. Pencantuman ruangan untuk memastikan arsip yang disimpan
sesuai dengan tempat penyimpanan arsip. Sedangkan paraf bertujuan sebagai
validasi oleh seorang penanggungjawab arsip, bahwa arsip yang disimpan sesuai
dengan prosedur.

No Tanggal Ruangan Paraf


1 Tgl/bln/thn RJ/Hall (Nama Penanggung jawab Arsip)

Penyimpanan bendel setiap bulan yang disimpan dalam box penyimpanan


minimal dengan jangka waktu sepuluh hari perbulannya.

Setiap box arsip dari masing – masing satelit harus diberikan keterangan
berupa kode box arsip yang akan disimpan ke tempat pusat penyimpanan lihat
pada lampiran. Kode ini bertujuan untuk memudahkan dalam penyimpanan arsip
dengan menyusun sesuai nomor dan pada saat dibutuhkan dapat dengan cepat dan
tepat ditemukan. Pencantuman nomor dalam box arsip sebagai berikut :
Nomor Box/Nama Bagian/Jenis Dokumen/Periode/Bulan/Tahun

Contoh : 001/RAJAL1/A/01-20/VI/2015

Keterangan :

Nomor Box = Urutan nomor box arsip, contoh : 001,002,003,004… dst.

Nama Bagian = setiap bagian mempunyai singkatan pencantuman di box arsip


sebagai berikut :

 P2F = Ruang Persediaan Perbekalan Farmasi


 RAJAL1 = Ruang Rawat Jalan 1
 RAJAL2 = Ruang Rawat Jalan 2
 RANAP1 = Ruang Rawat Inap 1
 RANAP2 =Ruang Rawat Inap 2

Jenis Dokumen = ada 3 jenis dokumen diantaranya :

 A = Jenis dokumen Resep & Faktur Penjualan


 B = Jenis dokumen Faktur Mutasi Masuk & Keluar
 C = Jenis dokumen bukan yang termasuk jenis A & B

Periode = Menunjukan tanggal arsip yang disimpan

 contoh bila penyimpanan arsip dari tanggal 1 sampai dengan 10 maka


ditulis 01-10.

Bulan = menunjukan bulan, penulisan dengan huruf romawi sebagai berikut :

Januari I
Februari II
Maret III
April VI
Mei V
Juni VI
Juli VII
Agustus VIII
September IX
Oktober X
November XI
Desember XII

Tahun = Menunjukan tahun arsip

Nomor box di tulis dibagian pojok kanan box arsip, lihat pada gambar dibawah ini
:

Posisi penulisan
nomor box

Ukuran font untuk penulisan nomor pada box sebesar 50, penentuan ukuran
huruf ini bertujuan agar penulisan nomor pada box arsip di masing – masing
ruangan seragam.

Pemindahan arsip dan prosedurnya harus dilakukan dengan sebaik –


baiknya sesuai jadwal pemindahan (jadwal retensi) sehingga memudahkan dalam
pengawasan dalam sistem pengarsipan. Di samping itu sentral arsip perlu
memusnahkan arsip – arsip yang sudah tidak diperlukan lagi sesuai dengan jadwal
retansi. Sebelum dimusnahkan arsip – arsip itu perlu dipilih dan diteliti, apakah
arsip itu memang sudah perlu dimusnahkan atau masih mempunyai nilai-nilai
tertentu (mengingat bahwa mungkin masih ada arsip / data yang sewaktu – waktu
dibutuhkan). Kemudian dalam penyimpanan box arsip di pusat penyimpanan arsip
dibuat klasifikasi penyimpanan berdasarkan ruangan yang terdiri dari : ruangan
P2F, rawat jalan 1, rawat jalan 2, rawat inap 1 dan rawat inap 2 tergantung dari
kebijakan kantor tata usaha atau administrasinya. Harus dibuat data atau arsip
yang telah disimpan ke pusat penyimpanan arsip tersebut secara terpisah
tergantung dari masing – masing klasifikasinya. agar dalam proses temu balik
arsip bisa lebih cepat dan tepat. Data atau arsip tersebut disimpan didalam rak
arsip agar arsip terjaga secara informasinya dan fisiknya.

4.1.5 Kesimpulan

Sistem penyimpanan arsip berupa resep, faktur resep dan sebagainya dari
masing – masing satelit dibendel dan dicantumkan nomor periode arsip.
Dimasukan kedalam box arsip dengan diberikan nomor box arsip agar
memudahkan dalam penemuan kembali arsip. Arsip/berkas yang telah diterima
dan telah melewati berbagai proses selanjutnya akan disimpan di tempat pusat
arsip. Penyimpanan Box arsip disusun berdasarkan klasifikasi sesuai dengan
kebijakan rumah sakit.

4.1.6 Saran

1. Pihak IFRS harus membuat kebijakan yaitu keseragaman dalam hal penulisan
nomor atau kode pada bendel dan box arsip.
BAB V
PEMBAHASAN

Menurut Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009, Rumah Sakit adalah


institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
Rumah Sakit Al-Islam Bandung merupakan rumah sakit swasta yang di
bentuk dengan kerja sama sebuah organisasi masa islam yaitu BKSW (Badan
Kerja Sama Wanita Islam). Rumah Sakit Al-Islam Bandung di bangun sebagai
tempat/instansi untuk memberikan pelayanan terhadap setiap orang/masyarakat
yang memerlukan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang disediakan di
RSAI diantaranya yaitu pelayanan rawat inap, pelayanan rawat jalan dan
pelayanan unit gawat darurat. Hal ini sesuai dengan pengertian rumah sakit
berdasarkan undang-undang no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit.
Rumah Sakit Al-Islam Bandung sampai saat ini telah mempunyai fasilitas
tempat tidur sebanyak 242 (dua ratus empat puluh dua), hal ini apabila
dibandingkan dengan yang tercantum dalam PerMenKes RI No
340/Menkes/Per/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit, maka Rumah Sakit Al-
Islam Bandung dapat di klasifikasikan sebagai rumah sakit kelas B. Karena
menurut PerMenKes 340 tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit, bahwa
rumah sakit yang mempunyai fasilitas tempat tidur lebih dari 200 (dua ratus)
maka rumah sakit tersebut termasuk kepada klasifikasi rumah sakit kelas B. Selain
itu, Rumah Sakit Al-Islam mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
yaitu 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar (penyakit dalam, kandungan, dan
bidan, bedah, dan anak); 4 (empat) pelayanan penunjang medik (anesthesi,
patologi klinik, radiologi, dan rehabilitasi medik); 8 (delapan) pelayanan medik
spesialis lain (mata,THT, syaraf, jantung, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa,
paru, urologi, bedah syaraf) dan 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar
(seperti bedah mulut, bedah tumor, dan sebagainya), maka hal ini juga
menunjukkan bahwa Rumah Sakit Al Islam Bandung termasuk ke dalam rumah
sakit kelas B menurut Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
Ruang lingkup struktur organisasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-
Islam Bandung yaitu, adanya garis komando yang dipimpin oleh apoteker sebagai
kepala instalasi farmasi rumah sakit. Kepala IFRS mengomando 5 (lima) apoteker
yang masing-masing sebagai supervisor pengelolaan perbekalan farmasi,
supervisor pelayanan farmasi rawat inap 1 (satu), supervisor pelayanan farmasi
rawat inap 2 (dua), supervisor pelayanan farmasi rawat jalan 1 (satu), supervisor
pelayanan farmasi rawat jalan 2 (dua) semua koordinator itu dibentuk untuk
menjalankan tugas, serta fungsinya masing-masing. Struktur organisasi di IFRS
Al-Islam Bandung telah sejalan dengan standar berdasarkan PerMenKes nomor
58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit yaitu
dipimpin oleh seorang apoteker dan membawahi koordinator pengelolaan
perbekalan farmasi serta koordinator pelayanan kefarmasian .
Sumber daya manusia yang dimiliki Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-
Islam Bandung yaitu 58 (lima puluh delapan) orang, yang terdiri dari delapan
orang apoteker dan lima puluh orang asisten apoteker. Sumber daya manusia
sebagai apoteker di IFRS Al-Islam hampir memenuhi standar, apabila dilihat
berdasarkan beban kerja ideal sesuai dengan yang tercantum dalam PerMenKes
58 tahun 2014, beban kerja ideal untuk 30 (tiga puluh) pasien yaitu ditangani oleh
1 (satu) orang apoteker. Sedangkan di Rumah Sakit Al-Islam Bandung
mempunyai 242 (dua ratus empat puluh) buah tempat tidur dan di tangani oleh
lima orang apoteker. Ini menunjukkan di RS Al-Islam Bandung masih kekurangan
tenaga profesi apoteker.
Sarana prasarana di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Al-Islam Bandung
sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian baik
pelayanan farmasi non klinik ataupun klinik, yaitu diantaranya sebagai ruang
administrasi, ruang pelayanan, gudang farmasi, ruang penerimaan, ruang
penyimpanan dan ruang konseling. Hal ini telah sejalan sesuai dengan PerMenKes
nomor 58 tahun 2014. Untuk setiap ruangan yang ada di RSAI harus di sesuaikan
dengan fungsinya, misalnya harus memperhatikan suhu, pencahayaan,
kelembaban, ventilasi dan keamanan.
Pengelolaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Al-Islam Bandung yaitu
telah sejalan dengan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit berdasarkan
PerMenKes nomor 58 tahun 2014, yaitu siklus kegiatannya dari mulai pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai dan pengendalian. Untuk pemilihan atau seleksi perbekalan farmasi
dilakukan oleh Panitia Farmasi dan Terapi, yaitu memilih obat atau perbekalan
farmasi yang akan di gunakan dan menetapkan obat-obatan standar. PFT ini
berfungsi sebagai pelaksana sistem formularium dan menghasilkan formularium.
Formularium di RSAI direvisi setiap tiga tahun sekali, namun seiring dengan
berjalannya waktu dan perkembangan produk-produk baru di pasaran, maka setiap
tahunnya ada produk-produk baru yang masuk ke dalam formularium yang
disebut produk sisipan formularium.
Perencanaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Al-Islam Bandung yaitu
dengan mempunyai prinsip pendekatan pengadaan pemenuhan perbekalan
farmasi. Perencanaan ini di lakukan setiap hari, dengan memperhatikan beberapa
aspek yaitu obat formularium, anggaran yang tersedia di rumah sakit, dan dilihat
dari banyaknya konsumtif. Pengadaan di Rumah Sakit Al-Islam yaitu dengan
sistem pembeliaan langsung ke distributor, proses pengadaannya bisa melalui
telepon ataupun melalui sales yang datang ke rumah sakit. Setelah pengadaan,
maka dilakukan penerimaan perbekalan farmasi, kegiatan penerimaan perbekalan
farmasi di RSAI yaitu berdasarkan surat pesanan, kemudian di periksa jenis dan
jumlah barang, kualitas expire date minimal 2 tahun.
Sistem penyimpanan perbekalan farmasi baik yang berada di gudang
maupun yang berada di ruang pelayanan yaitu disimpan berdasarkan kelompok
barang (obat dan alat kesehatan), bentuk sediaan, jenis sediaan, narkotika,
psikotropika, berdasarkan stabilitas suhu, obat generik, obat askes, disusun secara
alfabetis dan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Exipire First Out).
Ruangan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan harus cukup cahaya dan
ada ventilasi , untuk lemari es yang digunakan sebagai tempat penyimpanan
sediaan yang termolabil yaitu menggunakan skala farma, untuk suhu ruangan dan
lemari es harus di kontrol setiap dua kali sehari dan di catat pada lembar kendali.
Distribusi dilakukan di RSAI yaitu mendistribusikan kebutuhan gudang-
gudang, satelit atau floor stock di RSAI dalam pemesanan yang di lakukan oleh
satelit sudah berdasarkan sistem komputerisasi. Pengendalian yang dilakukan di
RSAI yaitu dengan cara stock opname yaitu dilakukan setiap satu bulan sekali
dengan cara menghitung jumlah dan mengecek kualitas sediaan perbekalan
farmasi yang ada.
Pelayanan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Al-Islam Bandung yaitu ada
dua, diantaranya pelayanan kefarmasian di rawat jalan dan di rawat inap. Untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di RSAI yaitu diselenggarakan dengan
cara sentralisasi dan desentralisasi dengan sistem distribusi obat kombinasi
persediaan di ruangan dengan sistem distribusi obat individual, artinya adalah
obat-obat yang sering digunakan oleh penderita dapat diperoleh melalui
persediaan di ruangan..
Pelayanan informasi, komunikasi dan edukasi kepada pasien dirasakan
masih terbatas pada cara pemakaian dan khasiat pada saat penyerahan obat.
Perbedaaan antara Pelayanan Informasi Obat (PIO) dengan konseling, menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58/MENKES/SK/VIII/2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, yaitu Pelayanan Informasi Obat
(PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi
obat yang independen, akurat tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kesehatan
lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. Sedangkan konseling
merupakan suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat dari
apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya..
Tujuan dari Pelayanan Informasi Obat (PIO) yaitu menyediakan informasi
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit,
dan pihak lain di luar Rumah Sakit, menyediakan informasi untuk membuat
kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, terutama bagi tim farmasi dan terafi, dan
menunjang penggunaan obat yang rasional.
Tujuan dari konseling yaitu mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan
risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan cost-
effectveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi
pasien (patien safety).
Pelayanan informasi melalui kunjungan ke ruang perawatan penderita,
IFRS Al-Islam sudah berjalan yaitu kepada pasien pulang di VIP. Selain itu juga
telah di lakukan konseling terhadap penderita penyakit tertentu, misalnya untuk
pasien TBC, HIV, AIDS dan DM. Dalam pemantauan terapi obat dan evaluasi
penggunaan obat yang tepat dan aman bagi penderita, pada dasarnya tidak mudah
untuk dilaksanakan, oleh karena itu maka perlu dilakukan suatu bentuk kerjasama
yang baik antara apoteker dan tenaga kesehatan lainnya.
Rumah Sakit Al-Islam Bandung telah melakukan pelatihan dan pendidikan
terhadap sumber daya manusia dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dan
menghasilkan calon apoteker dan asisten apoteker sehingga mempunyai potensi
dan produktifitasnya secara optimal di bidang kefarmasian. Hal ini sejalan dengan
yang ditetapkan di PerMenKes nomor 58 tahun 2014, sebagai pengembangan staf
dan program pendidikan. Sedangkan dalam evaluasi dan pengendalian mutu di
Rumah Sakit Al-Islam dilakukan evaluasi periodik tertentu yaitu dilakukan setiap
bulan, tiga bulan, dan setiap tahun untuk memenuhi standar pelayanan yang
ditetapkan dan dapat melindungi keamanan pasien diantaranya yaitu membuat
SPO (standar prosedur operasional) sebagai salah satu alat pengendali dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian, untuk masing-masing kegiatan mempunyai
SPO, sehingga setiap kegiatan pekerjaan kefarmasian harus mengikuti SPO. Hal
ini juga ada serta sejalan berdasarkan PerMenKes nomor 58 tahun 2014, sebagai
evaluasi dan pengendalian mutu.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
dilaksanakan di Rumah Sakit Al-Islam Bandung, ada beberapa hal yang dapat
disimpulkan diantaranya :
6. Calon Apoteker dapat meningkatkan pemahaman tentang peran, fungsi,
posisi dan tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di
rumah sakit.
7. Calon apoteker dibekali wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di rumah
sakit.
8. Calon apoteker diberikan kesempatan untuk melihat dan mempelajari
strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan praktek farmasi komunitas di rumah sakit.
9. Calon apoteker dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional.
10. Calon apoteker diberikan gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan
kefarmasian yang ada di rumah sakit.
6.2 Saran

Dalam meningkatkan dan menyempurnakan kualitas pelayanan farmasi


kepada pasien di Rumah sakit Al-Islam Bandung, maka disarankan:
1. Ditambahkan tenaga profesi apotekernya agar pelayanan kefarmasian yang
ada di RS Al-Islam Bandung menjadi lebih baik.
2. Mahasiswa diharapkan lebih aktif dalam pelaksaan praktek kerja profesi
apoteker ini sehingga dapat memahami aplikasi peran apoteker di rumah
sakit menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58/Menkes/SK/VIII/2014 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

5. Siregar. C, 2003, Farmasi Rumah Sakit, Jakarta: EGC.

6. Rumah Sakit Al-Islam Bandung, 2012, Profil Rumah Sakit Al-Islam Bandung,
Bandung: Rumah Sakit Al-Islam Bandung.
LAMPIRAN 1

STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT AL ISLAM


LAMPIRAN 2

PROSEDUR DISTRIBUSI PERBEKALAN FARMASI

1. TRANSAKSI

Mengetik gudang asal

Mengetik gudang tujuan

Mengetik jenis dan jumlah PF

Mencetak bukti mutasi keluar

Otorisasi harga

2. PENYIAPAN BARANG 2. PENYERAHAN BARANG

Mengambil barang Proses serah terima

Lihat waktu expired Cek kesesuaian jumlah dan jenis

Double Check barang yang


disiapkan Otorisasi serah terima

Simpan dalam wadah yang sesuai

Otorisasi penyiapan
LAMPIRAN 3

ALUR PELAYANAN RESEP UNTUK PASIEN RAWAT JALAN


LAMPIRAN 4
ETIKET OBAT
LAMPIRAN 5
SALINAN RESEP
LAMPIRAN 6
CONTOH LABEL PENOMORAN BOX ARSIP

INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT AL ISLAM BANDUNG

NOMOR : 001/RAJAL1/A/01-20/VI/2015
LAMPIRAN 7
LAMPIRAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENGELOLAAN
RESEP DAN FAKTUR RESEP

PENGELOLAAN RESEP DAN FAKTUR RESEP

Nomor Dokumen Tanggal : Jumlah Halaman

RS. AL ISLAM Nomor Revisi : - 1/2

PROSEDUR TETAP Tanggal Ditetapkan Direktur RS Al-Islam Bandung

Dr. H. Sigit Gunarto, Sp. KFR

PENGERTIAN

 Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien.

TUJUAN Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan kegiatan pencatatan,


pengarsipan, penyiapan laporan dan penggunaan laporan untuk
mengelola sediaan farmasi.

KEBIJAKAN Surat keputusan Direktur RSAI Bandung tentang :

1. Pendistribusian PF di RSAI
2. Pengkajian Resep
3. Dispensing PF
PROSEDUR 1. Resep dan faktur resep dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama.
2. Resep yang berisi Narkotika dipisahkan atau digaris bawah dengan
tinta merah.
3. Resep yang berisi Psikotropika digaris bawah dengan tinta biru
4. Resep dan faktur resep dibendel setiap hari dan di bendel tiap bulan).
5. Bendel resep diberi tanggal, bulan dan tahun yang mudah dibaca dan
disimpan di tempat yang telah ditentukan. (sesuia kebijakan masing –
masing satelit).
6. Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur
sehingga memudahkan untuk penulusuran resep.
LAMPIRAN 7
(LANJUTAN)

PENGELOLAAN RESEP DAN FAKTUR RESEP

Nomor Dokumen Tanggal : Jumlah Halaman

RS. AL ISLAM Nomor Revisi : - 2/2

PROSEDUR 7. Simpan bendel resep perbulan pada box yang telah disediakan
dengan diberikan keterangan pada box.
8. Buat laporan pemeberitahuan kepada kepala IFRS dengan
mencantumkan kode arsip yang tercantum dalam box.
9. Resep yang diambil dari bendel pada saat penulusuran harus
dikembalikan pada bendel semula tanpa merubah urutan.
10. Resep yang telah disimpan selama 3 (tiga) tahun atau lebih,
dimusnahkan sesuai tata cara pemusnahan.

UNIT TERKAIT 1. Instalasi Rawat Inap


2. Instalasi Rawat Jalan
3. Bidang Administrasi
LAMPIRAN 8
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMUSNAHAN RESEP

PEMUSNAHAN RESEP

Nomor Dokumen Tanggal : Jumlah Halaman

RS. AL ISLAM Nomor Revisi : - 1/2

PROSEDUR TETAP Tanggal Ditetapkan Direktur RS Al-Islam Bandung

Dr. H. Sigit Gunarto, Sp. KFR

PENGERTIAN

 Resep yang telah disimpan melebihi 3 (tiga) tahun dapat


dimusnahkan.

 Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh


sekurang – kurangnya petugas lain di IFRS dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
pemusnahan Resep.

TUJUAN Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan kegiatan pemusnahan resep


yang telah disimpan 3 (tiga) tahun atau lebih

KEBIJAKAN Surat keputusan Direktur RSAI Bandung tentang :

 PerMenKes No 51 tahun 2009


 PerMenKes No 58 tahun 2014
PROSEDUR 1. Siapkan administrasi (berupa laporan dan berita acara pemusnahan
resep)
2. Tetapkan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
3. siapkan tempat pemusnahan
4. Tata cara pemusnahan :
 Resep Narkotika dihitung jumlahnya
 Resep lain ditimbang
 Resep dihancurkan, lalu dikubur atau dibakar

PEMUSNAHAN RESEP

Nomor Dokumen Tanggal : Jumlah Halaman

RS. AL ISLAM Nomor Revisi : - 2/2

PROSEDUR 5. Buat laporan pemusnahan resep yang sekurang kurangnya memuat :


 waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan resep
 jumlah resep narkotik dan berat resep yang dimusnahkan
 Nama apoteker pelaksana pemusnahan resep
 Nama saksi dalam pelaksana pemusnahan resep
6. Buat berita acara pemusnahan (format terlampir) yang ditanda

tangangi oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan

resep.

UNIT TERKAIT 4. Instalasi Rawat Inap


5. Instalasi Rawat Jalan
6. Bidang Administrasi
LAMPIRAN 9

STRUKTUR ORGANISASI

INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT AL-ISLAM BANDUNG

Wakil Direktur
Medis dan
Keperawatan

Kepala Bidang

Penunjang

Kepala
Instalasi

Farmasi RS

Supervisor Supervisor Supervisor Supervisor Supervisor


Farmasi Farmasi Farmasi Farmasi
Pengelolaan

Anda mungkin juga menyukai