JARINGAN DISTRIBUSI
Dalam operasinya, unit turbin gas dapat dioperasikan terlebih dahulu untuk menghasilkan daya listrik sementara gas
buangnya berproses untuk menghasilkan uap dalam ketel pemanfaat gas buang. Kira-kira 6 (enam) jam kemudian,
setelah uap dalam ketel uap cukup banyak, uap dialirkan ke turbin uap untuk menghasilkan daya listrik. Cara kerja
PLTGU dapat di lihat pada gambar 1.1
Gambar 1.1 Cara kerja PLTGU
Gambar 1.2. Skema sebuah Blok PLTGU yang terdiri dari 3 unit PLTG dan sebuah unit PLTU
Keterangan Gambar:
1. Kapal Tongkang 12. Drum
2. Rumah Pompa 13. Turbin Uap (steam turbine)
3. Pompa Bahan Bakar (fuel pump) 14. generator
4. Motor Cranking 15. condenser (kondensor)
5. Filter Udara (air filter) 16. Pompa Condenser
6. Couple (penghubung) 17. deaerator (pemisah gelembung udara)
7. Ruang Bakar (combustion chamber) 18. feed water pump (pompa penyedia air)
8. Turbin Gas (gas turbine) 19. Trafo Step-up (11.5/150 kV)
9. katup pengatur (katup seleksi) 20. Trafo Step-up (11.5/150 kV)
10. generator 21. switch yard
11. HRSG 22. transmission line (saluran transmisi)
Mula-mula rotor (kompresor dan turbin) di putar oleh alat penggerak awal yaitu motor listrik. Kemudian
kompresor menghisap udara atmosfer dan menaikan tekanan beberapa kali lipat (1-8) tekanan semula. Udara
bertekanan tinggi tersebut masuk ke dalam ruang bakar dimana ruang bakar itu pula ditempatkan sejumlah bahan
bakar dan dinyalakan oleh busi. Untuk ruang bakar lainnya cukup dengan disambung penyalanya dan busi hanya
menyala beberapa detik saja. Akibat dari pembakaran akan menaikan suhu dan volume dari gas bahan bakar tersebut,
sekali terjadi percikan maka terjadi pembakaran selama bahan bakar disemprotkan ke dalamnya.
Gas yang yang dihasilkan mempunyai tekanan dan temperatur tinggi kemudian berekspansi dalam sebuah
turbin dan selanjutnya ke atmosfir (melalui saluran keluaran) untuk Siklus Terbuka. Pembakaran akan terus
berlangsung selama aliran bahan bakar tidak berhenti. Pada saat gas panas masuk ke dalam turbin gas, gas tersebut
memutarkan turbin, kompresor, alat bantu dan generator. Diagram Alir GTG ditunjukkan oleh gambar 1.2.
Komponen–komponen utama sistem GTG adalah sebagai berikut:
1) Cranking Motor adalah motor yang digunakan sebagai penggerak awal atau start up sistem GTG. Motor
cranking mendapat suplai listrik tegangan 6 kV yang berasal dari switch gear.
2) Filter Udara merupakan filter yang berfungsi untuk menyaring udara bebas agar udara yang mengalir menuju
ke kompresor merupakan udara yang bersih.
3) Kompresor berfungsi mengkompresi udara dalam turbin gas.
4) Ruang bakar, berfungsi sebagai tempat pembakaran di dalam sistem turbin gas. Dapat berupa ruang bakar tunggal
atau terdiri dari ruang – ruang bakar yang banyak.
5) Turbin, berfungsi untuk mengekspansi gas panas hingga menghasilkan energi mekanis untuk menggerakkan
generator.
6) Generator berfungsi sebagai pembangkit energi listrik dimana di dalamnya terjadi proses perubahan dari
energi mekanik ke listrik.
Sedangkan untuk peralatan pendukung sistem turbin gas, adalah sebagai berikut :
1) Sistem Pelumas (Lube Oil Sistem)
Fungsi utama sistem pelumas ini adalah untuk melumasi bearing–bearing baik untuk bearing turbin gas maupun
bearing generator. Di samping itu juga digunakan sebagai penyuplai minyak untuk sistem hidrolik pada Pompa
Minyak Hidrolik (hydraulic Oil Pump). Mula–mula sebelum turbin gas dioperasikan, maka Pompa Minyak Pembantu
( AOP = Auxiliary Oil Pump) dihidupkan untuk menyuplai minyak pelumas ke dalam bearing turbin gas dan generator
untuk selanjutnya diputar pada putaran turning gear atau dalam keadaan pendinginan (on cooldown) pada putaran
lebih dari 30 rpm, dengan tujuan agar ketika pengidupan (start up), gaya geser (friction force) yang terjadi antara metal
bearing dengan poros turbin gas dan generator dapat dikurangi. Kemudian setelah turbin gas mulai berjalan dan
putaran mulai naik sampai putaran normal, maka suplai minyak pelumas akan diambil alih dari AOP ke Main Lube
Oil Pump (MOP), di mana pompa ini diputar melalui hubungan antara Accessories gear atau Load Gear dengan poros
turbin gas.
2) Sistem bahan Bakar (Fuel Oil Sistem)
Sistem pembakaran untuk PLTG/U ini menggunakan minyak HSD (High Speed Diesel). Pada proses penyaluran
bahan bakar, dilakukan melalui instalasi perpipaan yang menghubungkan tangki penampungan sampai ke ruang
bakar. Aliran bahan bakar dari tangki penampung dipompa dengan transfer pump melalui flowmeter untuk
perhitungan pemakaian. Kemudian untuk mendapakan hasil pembakaran yang maksimal maka dipasang Main Oil
Pump yang terpasang dan berputar melalui hubungan dengan poros turbin gas dengan Accessories Gear. Dan untuk
mengatur jumlah aliran bahan bakar yang masuk ke ruang bakar diatur dengan Katup Kendali (control valve) yang
berfungsi sebagai governor.
3) Sistem Pendingin (Cooling Sistem)
Ketika minyak pelumas digunakan untuk melumasi bearing – bearing pada turbin gas dan generator, mengakibatkan
temperatur dari minyak pelumas ini menjadi lebih tinggi, sehingga minyak pelumas tersebut perlu pendinginan.
Adapun sebagai media pendingin minyak pelumas digunakan air melalui sirkulasi di dalam heat exchanger dan untuk
mendinginkan air yang bertemperatur lebih tinggi akibat transfer panas di dalam heat exchanger, maka air pendingin
ini akan didinginkan dengan dihembuskan di kisi – kisi radiator. Demikian sirkulasi ini berlangsung secara tertutup
dan untuk mensirkulasi air pendingin digunakan Water Cooling Circulating Pump.
4) Sistem Hidrolik (Hydraulic Sistem)
Sistem hidraulik digunakan untuk menggerakkan Main Stop Valve, di mana didalam mekanisme operasinya untuk
membuka dan menutup main stop valve diperlukan hidrolik yang diambil dari Piping Sistem pelumas turbin gas
kemudian dipompa dengan hydraulic oil pump. Adapun fungsi dari main stop valve adalah untuk menghentikan laju
aliran bahan bakar minyak saat unit terjadi gangguan atau untuk membuka saluran bahan bakar pada sistem
perpindahan bahan bakar (katub utama bahan bakar).
a b. Kekurangan PLTGU
1. Peningkatan biaya
2. Peningkatan luas area yang dibutuhkan
F. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penggunaan PLTGU dapat mengurangi biaya
pembangkitan listrik bila dibandingkan dengan menggunakan PLTG saja. Hal ini dapat dipahami karena dengan
menambahkan HRSG dan PLTU dapat meningkatkan tenaga listrik yang dihasilkan tanpa menambah bahan bakar
serta meningkatkan efisiensi panas dari sekitar 24 % untuk PLTG menjadi sekitar 42 % untuk PLTGU.
Berdasarkan harga gas bumi sekarang ini, PLTGU masih dapat bersaing biaya pembangkitannya bila
dibandingkan dengan pembangkit listrik termal lainnya. Di samping itu waktu pembangunan PLTGU yang cepat
merupakan hal yang mendorong dipilihnya PLTGU, khususnya untuk memenuhi lonjakan permintaan tenaga listrik.
Dengan kemungkinan pengembangan PLTGU yang cukup besar dan teknologi PLTGU di Indonesia masih
belum pernah digunakan maka perlu dipersiapkan tenaga trampil. Pembangunan PLTGU dalam waktu dekat ini
diharapkan akan memberi pengalaman dalam pengoperasian dan perawatan PLTGU.
ARTIKEL 2
Berdasarkan siklus Carnot dinyatakan bahwa efisiensi termal maximum dari suatu
siklus ideal adalah;
ηC = (Tw – Tk)/Tw
Dimana :
Karena terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan kerugian panas (heat
losses)maka efisiensi termal siklus aktual selalu lebih kecil dari efisiensi termal siklus
Carnot, sehingga tidak ada satupun suatu mesin yang memiliki efisiensi termal
menyamai efisiensi termal siklus Carnot.
Terdapat dua hal utama penyebab efisiensi termal pada proses aktual selalu lebih kecil
dari efisiensi siklus Carnot, diantaranya adalah :
1. Terjadinya perbedaan temperature yang cukup tinggi (temperature differential) pada sumber
kalor yang dimasukkan terhadap suhu suatu proses siklus. Sebagai contoh pada suatu
pembangkit Iistrik tenaga uap (PLTU) konvensional, suhu maximum dari uap kerja sekitar
810 K (537°C), sedangkan suhu ruang bakar pada boiler mencapai 2000 K (1727°C).
2. Perbedaan suhu dari kalor yang dibuang ke Iingkungan cukup tinggi, contohnya apabila
suhu gas buang dari cerobong (exhaust gas stack) mencapai 132°C, sedanhkan suhu
ambient (lingkungan) 32°C, atau suhu gas buang jauh lebih tinggi dari suhu lingkungan.
Secara teoritis usaha terbaik untuk dapat meningkatkan efisiensi proses adalah dengan
cara memperkecil perbedaan antar kedua suhu diatas, yaitu dengan meningkatkan
suhu masuk siklus (topping temperature) setinggi mungkin dan menurunkan suhu gas
buang dari siklus (bottom temperature) serendah mungkin.
Pertimbangan disain dari siklus – gabungan PLTGU adalah berdasarkan kedua hal
tersebut. Pada siklus gas (Turbin Gas) yang dioperasikan open cycle (siklus tunggal),
suhu masuk siklus dapat mencapai temperature yang sangat tinggi
(1070°C atau l343°K) karena energy yang disuplai, secara langsung diolah di dalam
ruang bakar GT tanpa melalui sarana atau peralatan penyerap kalor, sedangkan suhu
gas buangnya masih sangat tinggi (529°C atau 802°K), sedangkan pada siklus uap
(PLTU), suhu uap masuk relative tidak tinggi (482°C atau 755°K), sedangkan
exhaustnya pada fluida dalam kondensor cukup rendah yaitu (42°C atau 315°K).
Dengan menggabungkan kedua siklus tersebut yaitu siklus gas sebagai topping
temperature dan siklus uap sebagai bottom temperature, maka efisiensi termal suatu
proses gabungan dapat ditingkatkan
ARTIKEL 3
BAB V PLTGU
PENDAHULUAN
Kebutuhan tenaga listrik di Indonesia waktu demi waktu meningkat, sedangkan potensi
sumberdaya energi semakin menipis sehingga program penghematan energi menjadi faktor yang
sangat penting diper-hatikan dalam program penyediaan tenaga listrik. Ada beberapa teknologi
pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan energi alternatif diluar BBM diantaranya : PLT Gas,
PLTU batubara, PLTU Biomassa, PLT Angin, PLT Gelombang, PLT Surya, PLT Nuklir dsb.
Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan secara simultan menghemat
penggunaan sumberdaya energi adalah dengan memanfaatkan energi yang terkandung dalam gas
buang (exhaust gas) dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG). Pemanfaatan energi gas buang
tersebut dilakukan dengan mengkombinasikan sistem PLTG dengan sistem PLTU sehingga
menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Gas-Uap (PLTGU).
Pembangkit-pembangkit listrik di Indonesia pada saat ini masih banyak yang menggunakan
BBM/HSD (High Speed Diesel) sebagai bahan bakar utama dalam pengoperasian pembangkit
listrik tersebut. Disamping biaya produksi listrik pembangkit berbahan bakar minyak relatif mahal
dibandingkan dengan jenis bahan bakar lain, ketersediaannya juga semakin terbatas.
B. Perumusan Masalah
1. Pemanfaatan HRSG untuk meningkatkan efisiensi pembangkit.
2. Pemanfaatan bahan bakar HSD yang diversifikasi menjadi gas alam pada parameter kinerja
PLTGU.
Heat Recovery Steam Generator
Boiler HRSG sangat bermanfaat untuk meningkatkan hasil guna (efisiensi) bahan
bakar yang dipakai pada unit turbin gas, yang selanjutnya akan menggerakkan unit turbin
uap. Sistem pembangkit listrik yang memanfatkan proses ini disebut Pusat Listrik tenaga
Gas dan Uap (PLTGU) atau unit pembangkit siklus kombinasi CCPP (Combined Cycle
Power Plant). Boiler HRSG adalah bagian penting PLTGU. Dimana unit pembangkit
PLTGU disebut juga Blok PLTGU.
Siklus Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) adalah gabungan siklus Brayton
turbin gas dan siklus Rankine turbin uap. Boiler HRSG merupakan bagian dari siklus
Rankine.
Suhu gas buang unit turbin gas tetap konstan diperoleh dengan cara mengatur
pembukaan sirip-sirip pemandu aliran udara masuk (IGV, Inlet Guide Vane) guna
mengatur laju aliran udara masuk ke kompressor, dimana suhu gas buang sebagai umpan
baliknya.
Sebagian boiler HRSG dapat dilengkapi dengan pembakaran tambahan untuk
meningkatkan kapasitas produksi uapnya; dan sebagian produksi uapnya dapat digunakan
untuk keperluan pemanasan aplikasi lainnya (cogeneration). Dengan pembakaran
tambahan ini, kestabilan produksi uap HRSG dapat di pertahankan, sehingga kestabilan
turbin uap yang menggunakan uap ini dapat dijaga, walaupun beban turbin gas berubah-
ubah; dan juga suhu gas buang turbin gas (aliran udara masuk kompressor) tidak harus
dijaga tetap konstan (tidak diharuskan pengaturan IGV).
1. Bagian – Bagian HRSG
Heat Recovery Steam Generator terdiri dari beberapa elemen yaitu Superheater,
Evaporator dan Ekonomizer yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Pada sub bab
di bawah akan dijelaskan fungsi dari masing-masing elemen.
a. Superheater
Superheater merupakan alat yang berfungsi untuk menaikan temperatur uap jenuh
sampai menjadi uap panas lanjut (superheat vapour). Uap panas lanjut bila digunakan untuk
melakukan kerja dengan jalan ekspansi di dalam turbin atau mesin uap tidak akan mengembun,
sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya bahaya yang disebabkan terjadinya pukulan
balik atau back stroke yang diakibatkan mengembunya uap belum pada waktunya sehingga
menimbulkan vakum di tempat yang tidak semestinya didaerah ekspansi.
b. Evaporator
Evaporator merupakan elemen HRSG yang berfungsi untuk mengubah air hingga
menjadi uap jenuh, pipa-pipa evaporator pada ketel uap biasanya terletak pada lantai (water
floor) dan juga pada dinding (water wall). Pada pipa ini uap jenuh pada kualitas 0,80 – 0,98,
sehingga sebagian masih berbentuk fase cair. Evaporator akan memanaskan uap air yang turun
dari drum uap (steam drum) yang masih dalam fase cair agar berbentuk uap jenuh sehingga
bisa diteruskan menuju Superheater.
Suhu gas buang unit turbin gas tetap konstan diperoleh dengan cara mengatur
pembukaan sirip-sirip pemandu aliran udara masuk (IGV, Inlet Guide Vane) guna mengatur
laju aliran udara masuk ke kompressor, dimana suhu gas buang sebagai umpan baliknya.
Laju aliran energi panas gas buang yang diberikan kepada HRSG ( eg Q).
Gas buang adalah gas yang berasal dari proses pembakaran yang suhunya relative
tinggi terhadap suhu atmosfer. Dalam proses pembakaran tersebut bahan bakar dibakar
dengan udara yang akan menghasilkan produk pembakaran yang berupa gas buang yang
mengandung berbagai senyawa gas antara lain, H2O, CO2 dan N2 ditambah dengan O2,
jika pemberian udara dilakukan secara berlebihan. Besarnya energi panas yang terkandung
dalam gas buang yang diberikan kepadaHRSG ( eg Q) tersebut dapat diketahui dengan
persamaan berikut ini :
VERSIFIKASI BAHAN BAKAR HSD
Kebutuhan akan tenaga listrik di Indonesia pada saat ini semakin meningkat. BBM (Bahan
Bakar Minyak) sebagai bahan bakar utama dalam pembangkitan listrik mengalami penurunan
dalam jumlah yang tersedia sehingga harga BBM (Bahan Bakar Minyak) menjadi mahal. Pada
saat ini telah di kembangkan teknologi Combined Cycle dengan Diversifikasi Bahan Bakar dari
HSD (High Speed Diesel)/BBM menjadi gas alam pada instalasi pembangkit listrik. Dari hasil
investigasi dapat disimpulkan Biaya operasi dan perawatan untuk PLTGU yang menggunakan
bahan bakar gas alam akan jauh lebih murah.dibandingkan bahan bakar HSD. Biaya produksi
PLTGU yamg beroperasi pada beban 199 MW dengan pola konfigurasi 1-1-1 adalah Rp 172 /kWh
untuk bahan bakar gas alam dan Rp 941 /kWh untuk bahan bakar HSD.
Pada kondisi ideal, efisiensi termal sistem PLTGU (CC) tanpa supplementary firing
(11)sekitar 1,5 x efisiensi termal turbin gas (GT). Oleh karena itu Daya listrik (MW) setiap blok
PLTGU seharusnya adalah 6 1,5 x daya listrik (MW) GT terkait (11).
Efisiensi termal dari sistem turbin gas , sistem turbin uap dan sistem PLTGU diberikan pada
persamaan 1 ,2 dan 3 yaitu (10) :
Jika sistem beroperasi hanya sebagai siklus turbin gas maka terdapat tiga pola pengoperasian
yaitu :
1. Pola dengan 1 turbin gas
2. Pola kombinasi dengan 2 turbin gas
3. Pola kombinasi dengan 3 turbin gas Untuk itu kita perlu mendapatkan persamaan untuk
mencari efisiensi total termal jika turbin gas beroperasi dengan pola kombinasi ( 2 atau 3
turbin gas ).
Untuk pola kombinasi dengan 2 turbin gas efisiensi totalnya adalah :
Jika kedua turbin beroperasi pada beban yang sama, untuk praktisnya kita dapat
mengasumsikan Qin1 = Qin2 ; maka,
Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption) dari PLTG adalah
Gambar 5.7 Kurva beban terhadap mf & Qin untuk bahan bakar HSD
Temperatur gas keluar stack dengan bahan bakar HSD lebih tinggi dari pada gas
alam, hal ini memang diharuskan karena HSD mengandung zat-zat yang bersifat korosif.
Tinggi rendahnya temperatur gas stack outlet tidak terlepas dari pengaruh perubahan nilai
beda temperatur titik pinch point ( ΔTPp ). Pinch point adalah perbedaan temperatur
terendah antara gas buang masuk economiser dengan fluida cair jenuh keluar economiser.
Semakin tinggi nilai pinch point maka temperatur gas stack outlet nya pun akan meningkat,
namun semakin tingginya nilai pinch point ini akan berdampak pada penurunan efisiensi
thermis PLTGU. Semakin rendahnya nilai pinch point maka temperatur gas stack outlet
nya akan menurun, dan semakin rendahnya nilai pinch point ini akan berdampak pada
meningkatnya nilai efisiensi thermis PLTGU. Batasan standar nilai pinch point ini adalah
11°C sampai dengan 28°C
Gambar 5.8 Kurva temperatur terhadap laju aliran bahan bakar pada sisi keluar HRSG
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik dan secara simultan
menghemat penggunaan sumberdaya energi adalah dengan memanfaatkan energi
yang terkandung dalam gas buang (exhaust gas) dari Pembangkit Listrik Tenaga Gas
(PLTG). Pemanfaatan energi gas buang tersebut dilakukan dengan
mengkombinasikan sistem PLTG dengan sistem PLTU sehingga menjadi Pembangkit
Listrik Tenaga Gas-Uap (PLTGU) dengan Heat Recovery Steam Generator ( HRSG ).
2. HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang
memanfaatkan energi panas sisa gas buang suatu unit turbin gas untuk memanaskan
air dan mengubahnya menjadi uap, dan kemudian uap tersebut dipergunakan untuk
menggerakkan turbin uap.
3. Untuk meningkatkan efisiensi dari suatu PLTGU dapat dengan cara mengversifikasi
bahan bakar HSD menjadi gas alam.
4. Semakin besar beban dasar ( GT ), maka efisiensi PLTGU juga semakin besar.