B DENGAN STEMI
(ST ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION)
DI RUANG CVCU RSUDARIFIN ACHMAD
PROVINSI RIAU
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Makalah Ini Telah Diperiksa Dan Disetujui Oleh Preseptor Akademik Dan
Preseptor Klinik Program Studi Profesi NERS Stikes Payung Negeri Pekanbaru
Ns. Rizka Febtrina, M.Kep, Sp.Kep. MB Ns. Rafika Saturnus, S. Kep Ns. Putri Yanti, S. Kep
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kuasa-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Payung
Negeri Pekanbaru Program Studi Profesi Ners tahun 2019 dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Tn. B dengan STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction) di
ruang CVCU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau”.
Dalam penyusunan tugas makalah ini, kami banyak mendapatkan
bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak untuk itu kami mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ibu Ns. Wardah, M.Kep sebagai ketua prodi Profesi Ners
2. Ibu Ns. Rizka Febtrina, M.Kep, Sp. Kep. MB sebagai preseptor akademik di
ruangan CVCU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
3. Ibu Ns. Rafika Saturnus, S.Kep dan Ns. Putri Yanti, S.Kep sebagai preseptor
klinik di ruangan CVCU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
4. Ibu Ns. Rosmalinda, S.kep sebagai fasilitator di ruangan CVCU RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembaca pada
umumnya. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
A. Latar Belakang
Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang
mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti penyakit jantung
koroner (angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis,
hipertensi, stroke, penyakit jantung, rematik, dan lainlain. Dari total
1.212.167 kasus yang dilaporkan sebesar 66,51% (806.208 kasus) adalah
penyakit jantung dan pembuluh darah. Mengalami penurunan dibandingkan
tahun 2011, yaitu sebesar 62, 43% (880.193 kasus) dari total 1.409.857
kasus yang dilaporkan (Dinkes, 2012).
STEMI adalah fase akut dari nyeri dada yang ditampilkan, terjadi
peningkatan baik frekuensi, lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi dengan
pemberian nitrat, yang dapat terjadi saat istirahat maupun sewaktu-waktu
yang disertai Infark Miokard Akut dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi
karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak
stabil (Pusponegoro, 2015).
Menurut American Heart Association (AHA) infark miokard tetap
menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia, Setiap
tahun diperkirakan785 ribu orang Amerika Serikat mengalami infark
miokard dan sekitar 470 ribu orang akan mengalami kekambuhan berulang,
setiap 25 detik diperkirakan terdapat 1 orang Amerika yang mati
dikarenakan Infark Miokard (AHA, 2012).
Di Indonesia menurut Kemenkes (2013) prevalensi jantung koroner
berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,5 %, dan
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5 persen. Prevalensi
penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan wawancara yang didiagnosis
dokter atau gejala, meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi
pada kelompok umur 65 -74 tahun yaitu 2,0 % dan 3,6 % menurun sedikit
pada kelompok umur ≥ 75 tahun. Prevalensi penyakit jantung koroner yang
didiagnosis dokter maupun berdasarkan diagnosis dokter atau gejala lebih
tinggi pada perempuan (0,5% dan 1,5%).
STEMI dapat menimbulkan nyeri dada hebat yang tidak dapat hilang
dengan istirahat, berpindah posisi, ataupun pemberian nitrat; kulit mungkin
pucat, berkeringat dan dingin saat disentuh; pada gejala awal tekanan darah
dan nadi dapat naik, tetapi juga dapat berubah menjadi turun drastis akibat
dari penurunan curah jantung, jika keadaan semakin buruk hal ini dapat
mengakibatkan perfusi ginjal dan pengeluaran urin menurun. Jika keadaan
ini bertahan beberapa jam sampai beberapa hari, dapat menunjukkan
disfungsi ventrikel kiri. Pasien juga terkadang ada yang mengalami mual
muntah dan demam (Lewis, 2011).
Adapun komplikasi penyakit STEMI menurut Black & Hawks (2014)
yaitu disritmia yang meliputi supraventrikal takikardia (SVT), disosiasi
atrium dan ventrikel (blok jantung), takikardi ventrikel, fibrilasi ventrikel,
bradikardi simtomatik; syok kardiogenik; gagal jantung dan edema paru;
emboli paru; infark miokardium berulang; komplikasi yang disebabkan oleh
nekrosis miokardium; perikarditis dan sindrom dressler (perikarditis akhir).
Gangguan kebutuhan dasar pada pasien STEMI akan menimbulkan masalah
keperawatan, seperti gangguan kebutuhan aktivitas dan juga sesak napas
yang diakibatkan penurunan curah jantung, serta gangguan kenyamanan
pasien. Sehingga perlu dilakukan penatalaknasanaan pasien yang lebih baik
seperti terapi modalitas mencakup medikasi, penatalaksanaan cairan,
perubahan diet, modifikasi gaya hidup dan pemantauan tindak lanjut yang 3
intensif. Pendidikan pasien dan kepatuhan merupakan aspek penting untuk
hasil yang lebih baik (Marreli, 2008).
Peran perawat terhadap pasien dengan STEMI yaitu meliputi peran
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif sangat diperlukan. Terutama
peran promotif melalui edukasi dapat merubah klien dalam mengubah gaya
hidup dan mengontrol kebiasaan pribadi untuk menghindari faktor risiko.
Dengan edukasi semakin banyak klien yang mengerti bagaimana harus
mengubah perilaku sehingga mereka mampu melakukan pengobatan dan
perawatan mandirinya. Perawatan yang baik hanya dapat tercapai apabila
ada kerjasama antara perawat dan klien untuk mengatasi masalah tersebut
(Perry & Potter, 2009).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksaan asuhan keperawatan pasien
dengan STEMI.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskular
b. Memahami konsep dasar dari STEMI
c. Memahami pengkajian pasien dengan STEMI
d. Memahami diagnosa pasien dengan STEMI
e. Memahami intervensi pasien dengan STEMI
f. Memahami implementasi pasien dengan STEMI
g. Menerapkan evidence based terkait pada pasien dengan STEMI
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai asuhan
keperawatan pasien degan STEMI
2. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah bahan bacaan dan referensi mengenai STEMI serta
tindakan yang dapat dilakukan pada pasien dengan STEMI
3. Bagi Rumah Sakit
Asuhan keperawatan ini dapat dijadikan sebagai informasi atau
edukasi pada pasien STEMI
BAB II
TINJAUAN TEORI
E. Konsep STEMI
1. Pengertian
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran
darah koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak
aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi
secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo,
2010).
2. Etiologi
Terdapat dua faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri
koroner yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko
modifiable dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan
pribadi, sedangkan faktor risiko yang nonmodifiable merupakan
konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol (smeltzer, 2002). Menurut
Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah (modifiable)
yaitu merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia, kolesterol darah
tinggi, dan pola tingkah laku.
a. Merokok
Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya
karbondioksida yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah
mengikat hemoglobin dari pada oksigen, sehingga oksigen yang
disuplai ke jantung menjadi berkurang. Asam nikotinat pada tembakau
memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri
dan membuat aliran darah dan oksigen jaringan menjadi terganggu.
Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan dapat
mengakibatkan kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus.
b. Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat
menyebabkan penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan
dapat meningkatkan gradien tekanan yang harus dilawan ileoh
ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus
menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.
c. Kolesterol darah tinggi
Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner
memiliki hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air
terikat dengan lipoprotein yang larut dengan air yang
memungkinkannya dapat diangkut dalam system peredaran darah.
Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein
densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas
tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol low density
lipoprotein (LDL) dihubungkan dengan meningkatnya risiko
koronaria dan mempercepat proses arterosklerosis. Sedangkan kadar
kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan
sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria dengan
cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian
diekskresi (Price, 1995)
d. Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi
aterosklerosis yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan
peningkatan agregasi trombosit yang dapat menyebabkan
pembentukan thrombus.
e. Pola perilaku
Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga
ikut berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman
dan Friedman telah mempopulerkan hubungan antara apa yang
dikenal sebagai pola tingkah laku tipe A dengan cepatnya proses
aterogenesis. Hal yang termasuk dalam kepribadian tipe A adalah
mereka yang memperlihatkan persaingan yang kuat, ambisius, agresif,
dan merasa diburu waktu. Stres menyebabkan pelepasan katekolamin,
tetapi masih dipertanyakan apakah stres memang bersifat aterogenik
atau hanya mempercepat serangan.
3. Patofisiologi
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
thrombus pada plak arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis
arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang
waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis
4. Gambaran Klinis
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria
nyeri dada yang dialami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI
merupakan nyeri dada tipikal (angina). Pada pemeriksaan fisik didapati
pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ektremitas pucat disertai
keringat dingin. Kombinasi nyeri substernal > 30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisik lain pada disfungsi
ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama
dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara (Alwi, 2006).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan STEMI (ST Elevasi Miocard Infark) terdiri dari
terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi ada tiga kelas
obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen:
vasodilator, antikoagulan, dan trombolitik. Analgetik dapat diberikan
untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dada, nyeri dikaitkan dengan
aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan
beban jantung. Antikoagulan (heparin) digunakan untuk membantu
mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu
pembekuan darah, sehingga dapat menurunkan kemungkinan
pembentukan trombus.
Trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah
terbentuk di arteri koroner, memperkecil penyumbatan dan juga luasnya
infark. Tiga macam obat trombolitik : streptokinase, aktifator plasminogen
jaringan (t-PA = tissue plasminogen activator), dan anistreplase. Pemberian
oksigen dimulai saat awitan nyeri, oksigen yang dihirup akan langsung
meningkatkan saturasi darah. Analgetik (morfin sulfat), pemberian analgetik
dibatasi hanya untuk pasien yang tidak efektif diobati dengan nitrat dan
antikoagulan, respon kardiovaskuler terhadap morfin dipantau dengan
cermat khususnya tekanan darah yang sewaktu-waktu dapat turun (Smeltzer,
2001; Sudoyo, 2006).
Terapi non farmakologi yang biasanya digunakan adalah dengan
prosedur PTCA (angiplasti koroner transluminal perkutan) dan CABG
(coronary artery bypass graft). PTCA merupakan usaha untuk memperbaiki
aliran darah arteri koroner dengan memecah plak atau ateroma yang telah
tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan ujung
berbentuk balon dimasukkan ke areteri koroner yang mengalami gangguan
dan diletakkan diantara daerah aterosklerosis. Balon kemudian
dikembangkan dan dikempiskan dengan cepat untuk memecah plak
(Mutaqin, 2009).
Teknik terbaru tandur pintas arteri koroner (CABG = coronary artery
bypass graft) telah dilakukan sekitar 25 tahun. Untuk dilakukan pintasan,
arteri koroner harus sudah mengalami sumbatan paling tidak 70% untuk
pertimbangan dilakukan CABG. Jika sumbatan pada arteri kurang dari 70%,
maka aliran darah melalui arteri tersebut masih cukup banyak, sehingga
mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan. Akibatnya akan terjadi
bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia-sia (Mutaqin,
2009).
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
1) CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali
normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
2) CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
3) LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24
jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
4) AST (/SGOT : Meningkat
b. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik
jantung. Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung,
besarnya jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah
yang memiliki kaitanya dengan PJK.
c. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan
bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering
dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita
penyakit jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit
jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur
kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
d. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang
suara ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga
dapat menilai fungsi jantung.
e. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.
7. Komplikasi
a. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran,
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark.
Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului
berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau
16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan
yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi
terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung
dan prognosis lebih buruk.
b. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik
pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
c. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan
90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang
menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner
multivesel.
d. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali)
dengan atau tanpa hipotensi.
e. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan
sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan
konduksi di zona iskemi miokard.
f. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir
semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta
efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI.
g. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia
sebelumnya dalam 24 jam pertama.
h. Fibrilasi atrium
i. Aritmia supraventrikular
j. Asistol ventrikel
k. Bradiaritmia dan Blok
l. Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding
ventrikel.
F. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Identitas, jenis kelamin, ras, suku bangsa, dll.
3. Riwayat kesehatan dahulu
a. Alasan masuk
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan sebelumnya
4. Pengkajian Primer
a. Airways
a) Sumbatan atau penumpukan secret.
b) Wheezing atau krekles.
b. Breathing
a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c) Ronchi, krekles.
d) Ekspansi dada tidak penuh.
e) Penggunaan otot bantu nafas.
c. Circulation
a) Nadi lemah, tidak teratur.
b) Takikardi.
c) TD meningkat / menurun.
d) Edema.
e) Gelisah.
f) Akral dingin.
g) Kulit pucat, sianosis.
h) Output urine menurun.
5. Pemeriksaan Sekunder
a. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
b. Laboratorium
c. Obat-obatan
d. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas, perubahan preload, perubahan afterload
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolus-
kapiler
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (fisik, biologis)
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan, gangguan aliran
balik vena
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan miokard berhubungan
dengan Hipertensi, Hiperglikemi, Spasme arteri koroner.
BAB III
ANALISA KASUS
A. Gambaran Kasus
Tn. B berusia 65 tahun dirawat di ruangan CVCU dan kiriman dari
ruangan Krisan, pasien masuk ke ruangan CVCU tanggal 12- 11- 2019
dengan keluhan penurunan kesadaran dan apnea dari ruangan Krisan.
Disaat dilakukan pengkajian keadaan pasien masih mengalami penurunan
kesadaran dengan tingkat kesadaran sopor, GCS: E3 VET M3. Pasien
terpasang ETT yang terhubung ke ventilator dengan mode VC- AC RR:
12/14, VT: 450, F4O2: 60% PEEP: 5 SpO2: 100%. Pasien mengalami
kelemahan pada ekstermitas kiri atas dan bawah serta tampak gelisah,
reflek batuk (+), reflek pupil kanan 3 kiri 3, pasien tampak terpasang NGT,
pasien terpasang DC sejak dari ruangan krisan. Pemeriksaan TTV TD:
86/59 mmHg, Frekuensi Nadi: 53 kali/menit, Frekuensi Nafas: 14
kali/menit, Suhu: 36,7°C, CRT: 4 detik, BB: 80 Kg, TB: 168 cm, IMT:
21,42 Kg/m2.
Hasil laboratorium didapatkan pemeriksaan darah lengkap:
Hemoglobin: 16,6 g/dL (N:14,0- 18,0), eritrosit: 6,30 10 ^6/µL (N: 4,70-
6,10), trombosit: 172 10^3/µL (N: 150- 450), hematokrit: 49,7% (N: 42,0-
52,0), leukosit: 9,50 10^3/µL (N: 4,80- 10,8), neutrofil: 77,6% (N: 40,0-
70,0), limfosit: 10,7% (N: 20,0-40,0), monosit: 9,2% (2,0-8,0).
Pemeriksaan analisa gas darah: PH: 7,30 (N: 7,35-7,45), PCO 2: 36 mmHg
(N: 35-45), PO2: 61 mmHg (N: 81-100), HCO3: 21 mmHg (N: 22-26), BE:
-5 [N: (-2) (+)], SAO2: 90% (N: >95), TCO2: 21 mmoi/L (N: 24-30).
Pemeriksaan diagnostik hasil dari EKG: disimpulkan ST Elevasi. Rontgent
Thorax didapatkan Cor: Cardiomegali CTR >50%, pulmo: tidak nampak
kelainan. Terapi yang diberikan Aspilet 1x30 mg, CPG 1x75 mg,
Bisoprolol 1x2,5 mg, kerosteril 3x1, cordaron 1x1, lansopratol 2x1 amp,
fargoxin 1x0,3 mg, cefmaxon 2x1 gr, miloz 30 mg x 30 cc (1-2 mg/ hari),
vascon 8 mg/50 cc, Ivfd Nacl/ 12 jam.
B. Pengkajian
Hari/Tanggal Pengkajian : Selasa, 12 November 2019
Pukul Pengkajian : 10:00 WIB
Ruangan : CVCU
1. INFORMASI UMUM
a. Nama Pasien : Tn. B
b. Tanggal Lahir : 25- Maret- 1965
c. Umur : 65 Tahun
d. Jenis Kelamin : Laki-laki
e. Pekerjaan : Wiraswasta
f. Alamat : Jl. Lintas Timur Sp.5 Kerinci Kiri
g. No. MR : 0102828
h. Tanggal Masuk : 12- 11- 2019
i. Diagnosa Medis : STEMI
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Alasan Masuk
Pasien dirawat diruang CVCU dan kiriman dari ruangan
Krisan, pasien masuk ke ruangan CVCU tanggal 12- 11- 2019 pukul
07:30 WIB, dengan keluhan pasien penurunan kesadaran sejak
kurang lebih 1 jam dari ruangan Krisan.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tingkat kesadaran pasien sopor, GCS: E3 VET M3 pasien tampak
gelisah, reflek batuk (+), terdapat edema pada ekstermitas bawah
derajat II, reflek pupil kanan: 3 kiri: 3, pasien tampak terpasang
NGT, pasien tampak terpasang OPA, pasien tampak terpasang DC
sejak 1 hari yag lalu, BB pasien: 80 Kg, TB: 168 cm, IMT: 21,42
Kg/m2. Pasien tampak terpasang ETT yang terhubung keventilator
dengan Mode VC-AC dengan RR: 12/14, VT: 450, F4O2: 60% PEEP:
5 SpO2: 100%, periksaan TTV: TD: 136/79 mmHg, Frekuensi Nadi:
53 kali/menit, Frekuensi Nafas: 14 kali/menit, Suhu: 36,7°C, CRT: 4
detik.
c. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak lebih
kurang 5 tahun yang lalu.
3. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Jalan nafas tidak paten, terdapat gurgling, pasien terpasang ETT,
pasien terpasang OPA.
b. Breathing
Pernafasan pasien dibantu dengan alat ventilator dengan Mode VC-
AC dengan RR: 12/14, VT: 450, F4O2: 60% PEEP: 5 SpO2: 100%,
reflek batuk (+), bunyi nafas: ronkhi , irama nafas: cepat dan
dangkal, pengembangan dada: simetris.
c. Circulation
Akral teraba dingin, pasien tampak pucat, CRT 4 detik, TD: 86/59
mmHg, Frekuensi Nadi: 53 kali/menit, tugor kulit kurang elastis,
kulit kering.
d. Disability
Tingkat kesadaran pasien sopor, GCS: E3 VET M3, reflek pupil normal
kanan: 3 kiri: 3, terdapat edema pada ekstermitas bawah derajat II.
e. Eksposure
Tidak terdapat luka, terdapat edema pada ekstermitas bawah derajat
II.
4. PEMERISAAN SEKUNDER
A. KEPALA
a. Rambut
Rambut pendek, distribusi merata tekstur kasar, tidak terdapat
lesi.
b. Mata
Konjungtiva anemis, simetris kiri dan kanan, tidak strabismus.
c. Hidung
Pada hidung terpasang NGT, hidung kiri dan kanan tampak
simetris.
d. Bibir
Bibir tampak kering, bibir simetris
e. Gigi
Gigi bersih, gigi tampak tidak ada karies.
f. Telinga
Telinga bersih, tidak terdapat perdarahan
g. Leher
Tidak tampak perbesaran KGB, pengukuran JVP: 5 cm H2O
h. Tangan
Tangan utuh, CRT: 4 detik, tugor kulit kurang elastis, kulit
tampak kering.
B. THORAKS
a. Inspeksi
Warna thoraks kuning langsat, bentuk dada kanan dan kiri
simetris, pola pernapas: cepat dan dangkal, penggunaan otot
bantu pernapasan.
b. Palpasi
Thoraks teraba hangat, tidak terdapat massa, simetris kiri dan
kanan.
c. Perkusi
Perkusis thoraks terdapat resonan pada lapang paru, pekak pada
area jantung di ICS 3.
d. Auskultasi
Suara Nafas : ronchi di ICS 2
Bunyi Jantung : S1 dan S2
Irama Jantung : reguler
C. ABDOMEN
a. Inspeksi : warna kulit abdomen kuning langsat, bentuk
abdomen simetris kiri dan kanan, keadaan kulit
kering.
b. Palpasi : abdomen teraba hangat, tidak terdapat massa.
c. Perkusi : perkusi abdomen timpani
d. Auskultasi : bising usus 8 kali/menit, lingkar perut:
e. Genitalia : pasien terpasang DC : 400 ml/jam, tidak terdapat
perdarahan
f. Kaki : kaki utuh, kaki teraba dingin, terdapat edema
derajat II
g. Punggung : tidak terdapat kelainan
D. NEUROSENSORI
a. Tingkat Kesadaran : Sopor, dengan GCS: E3 VET M3
b. Kekuatan Otot : 2222 2222
2222 2222
c. Tonus Otot : Lemah
E. REFLEK- MENINGEAL
a. Triseps/Biseps : tidak terkaji (pasien penurunan kesadaran)
b. Babinski : tidak terkaji (pasien penurunan kesadaran)
c. Patelar : tidak terkaji (pasien penurunan kesadaran)
d. Chddock : tidak terkaji (pasien penurunan kesadaran
e. Kaku Kuduk : tidak terkaji (pasien penurunan kesadaran)
f. Point to point movement : tidak terkaji
g. Kernig Sign’s : tidak terkaji (pasien penurunan kesadaran)
h. Leseque Sign’s : tidak terkaji (pasien penurunan kesadaran)
i. Brudzinski Sign’s : tidak terkaji (pasien penurunan kesadaran)
F. NERVUS CRANIALIS
a. Nervus I : Negatif
b. Nervus II : Negatif
c. Nervus III, IV& VI : Negatif
d. Nervus V : Negatif
e. NervusVII : Negatif
f. NervusVIII : Negatif
g. Nervus IX & X : Negatif
h. Nervus XI : Negatif
i. Nervus XII : Negatif
Pemeriksaan darah
lengkap:
16,6 14,0- 18,0 g/dL
Hemoglobin
6,30 4,70- 6,10 10^6/µL
Eritrosit
150- 450 10^3/µL
Trombosit 172
42,0- 52,0 %
Hematokrit
49,7 4,80- 10,8 10^3/µL
Leukosit
9,50
Hitung Jenis
Neutrofil 77,6 40,0 – 70,0 %
Limfosit 10,7 20,0 – 40,0 %
Monosit 9,7 2,0 – 8,0 %
AGD
PH 7,30 7,35 – 7,45 mmHg
PCO2 51 35 – 45 mmHg
PO2 61 80 – 100 mmoi/L
HCO3 28 22 – 26
BE -5 (-2) (+2) %
SO2C 90 > 95 mmHg
I. OBAT-OBATAN
Aspilet 1x30 mg
CPG 1x75 mg
Bisoprolol 1x2,5 mg
Kerosteril 3x1
Cordaron 1x1
Lansopratol 2x1 amp
Fargoxin 1x0,3 mg
Cefmaxon 2x1 gr
Miloz 30 mg x 30 cc (1-2
mg/ hari)
Vascon 8 mg/50 cc
Ivfd Nacl 12 jam
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas tentang kesenjangan antara teori dan tinjauan kasus
serta penerapan jurnal dalam pengolahan kasus pada pasien STEMI
A. Interpretasi dan Diskusi
1. Identitas Pasien
Berdasarkan hasil pengkajian tentang identitas pasien berjenis
kelamin laki-laki dengan umur 51 tahun. Dari segi umur dapat dinyatakan
bahwa pasien didiagnosa STEMI karena pasien mempunyai riwayat
hipertensi sejak lebih 5 tahun yang lalu, dan hasil dari rontgen thorax
Cardiomegali CTR >50% dengan hasil EKG ST elevasi.
2. Pengkajian
Pengkajian yang telah dilakukan pada Tn. B pada tanggal 12
November 2019 didapatkan data nilai Glascow Coma Scale : E3 M3 VET .
tingkat kesadaran sopor. Sopor yaitu kondisi seseorang yang mengantuk
yang dalam, namun masih dapat dibangunkan dengan rangsangan yang
kuat, misalnya rangsangan nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan
tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
3. Diagnosa Keperawatan
Tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan kelompok dalam
melakukan asuhan keperawatan pada Tn. B. Diagnosa keperawatan yang
didapat adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual atau potensial
pasien terhadap masalah kesehatan perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial pasien
didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan,
catatan medis pasien, dan konsultasi dengan professional lain yang
kesemuanya dikumpulkan selama pengkajian (Potter & Perry, 2005).
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan teori
STEMI yaitu:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas, perubahan preload, perubahan afterload
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme
jalan napas, sekresi yang tertahan
d. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,
kelebihan asupan cairan, gangguan aliran balik vena
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan.
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan miokard berhubungan dengan
Hipertensi, Hiperglikemi, Spasme Arteri Koroner.
Sedangkan diagnosa yang didapatkan pada kasus yaitu:
a. Punurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
yang tertahan
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
Pengangkatan diagnosa ini didapatkan dari hasil pengkajian
dengan menggunakan format gawat darurat dan kritis STIKes Payung
Negeri. Kelompok menegakkan diagnosa kasus berdasarkan NANDA
tahun 2018-2020 dan standar diagnosa keperawatan Indonesia (SDKI) dan
disesuaikan dengan keadaan pasien.
4. Intervensi
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan. Intervensi atau perencanaan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat
pada klien dan hasil yang diperlukan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry,
2005).
Adapun acuan dalam penyusunan intervensi kelompok
menggunakan Nursing Intervention Classification (NIC) yang disesuaikan
dengan keadaan pasien. Dalam penerapan intervensi kelompok membuat
kriteria hasil dan tujuan, kelompok juga membuat penilaian indikator awal
dan indikator target tujuannya untuk mengetahui catatan perkembangan
pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan. Kelompok membuat
intervensi berdasarkan ONEC yaitu (observasi, nursing/mandiri, edukasi
dan kolaborasi).
5. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk membantu pasien dari masalah kesehatan yang baik yang
menggambarkan hasil yang diharapkan.
Diagnosa utama yaitu penurunan curah jantung b/d perubahan
kontraktilitas jantung, yang dilakukan yaitu mengkaji tingkat kesadaran,
memonitor status kardiopulmonal, memonitor status oksigenasi,
memonitor EKG, memberikan obat aspilet 1x30 mg, bisoprolol 1x2,5 mg,
fargoxin 1x0,3 mg
6. Evaluasi
Kelompok melakukan evaluasi kepada pasien setelah diberikan
intervensi serta sesuai dengan jadwal dinas anggota kelompok. Diagnosa
keperawatan belum teratasi. Evaluasi keperawatan merupakan proses
keperawatan untuk mengukur respon pasien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan (Potter &
Perry, 2005).
BAB V
PENUTUP
B. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penulisan dan hasil asuhan keperawatan pada Tn.
B dengan STEMI di ruang CVCU RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, maka
kelompok mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kelompok melakukan pengkajian pada Tn. B dan memperoleh 3 diagnosa
keperawatan. Kelompok membuat intervensi dan melakukan implementasi
serta melakukan evaluasi.
2. Diagnosa keperawatan dibuat kelompok berdasarkan SDKI edisi 1 dan
intervensi keperawatan berdasarkan Nursing Intervensi Classification
(NIC) dan diterapkan pada Tn. B dengan STEMI
C. Saran
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan dapat menjadi referensi tentang laporan dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan STEMI
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sumber informasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan STEMI
3. Bagi Rumah Sakit
Mampu meningkatkan kinerja perawat dan tenaga medis yang lain
sehingga mampu meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
STEMI.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, I., 2006. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III (Ed. 4), Fakultas Kedokteran UI: Jakarta
American Heart Association (AHA). (2012). Heart disease and stroke statistics-
2012 update.
Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1. United States
America : Elsevier Mosby.
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.
Sudoyo, B. S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2 ed., Vol. III). Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Smeltzer, S.C. Bare, B.G., (2002), Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC,
Jakarta